• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (IDAI, 2015).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (IDAI, 2015)."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pengertian Diare

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (IDAI, 2015).

2. Penyebab Diare

Penyebab diare akut dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu diare sekresi dan diare osmotik. Diare sekresi dapat disebabkan oleh faktor-faktor antara lain : a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen, atau penyebab lainnya (seperti keadaan

gizi/gizi buruk, higiene dan sanitasi yang buruk, kepadatan penduduk, sosial budaya, dan sosial ekonomi.

b. Hiperperistaltik usus halus yang dapa tdisebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan (seperti keracunan makanan, makanan yang pedas, atau terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup) gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.

c. Defisiensi imun terutama SigA (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan berlipat gandanya bakteri atau flora usus dan jamur (terutama candida).

(2)

Diare osmotik disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP), bayi berat badan lahir rendah (BBLR), dan bayi baru lahir (Sodikin, 2011).

3. Manifestasi Klinis

Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat. Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan umum teradi pada penderita dengan inflammatory diare.

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti : enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Girdia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut

(3)

periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. (IDAI, 2015).

4. Patofisiologi Diare

Adanya faktor resiko yang menyebabkan terjadinya diare yaitu melalui cara fekal – oral atau makanan dan minuman yang tercemar oleh enteropatogen dan atau kontak langsung dengan tangan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. Masuk kedalam tubuh manusia virus akan menginfeksi lapisan ephitelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus. Ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat megabsorpsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan akan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makan yang tidak terserap terdorong keuar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak semupurna (IDAI, 2015).

5. Penyebaran Diare

penyebaran diare ini lebih dikena dengan 4 F (finger, flies, fluid, field) (IDAI, 2015). Ada beberapa prilaku khusus menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu (Sodikin, 2011) :

(4)

1) Tidak memberi ASI eksklusif selama 4-6 bulan pertama kehidupan. Risiko menderita diare berat berapa kali lebih besar pada bayi yang tidak mendapat ASI dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Risiko kematian karena diare juga lebih besar.

2) Menggunakan botol susu yang tidak bersih. Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman yang berasal dari feses dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan kedalam botol yang tidak bersih, terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum, kuman dapat berkembang biak didalamnya.

3) Menyimpan makanan matang pada suhu kamar. Penyimpanan makanan yang sudah dimasak untuk digunakan kemudian memudahkan pencemaran, salah satunya melalui kontak dengan permukaan peralatan yang terpajan. Jika makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, kuman dapat berkembang biak didalamnya.

4) Menggunakan air minum tercemar bakteri yang berasal dari feses. Air mungkin terpajan pada sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi jika tempat penyimpanan tidak tertutup atau jika tangan tercemar kuman saat kontak dengan air sewaktu mengambilnya dari tempat penyimpanan.

5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang feses, atau sebelum memasak makanan.

6) Membuang feses (termasuk feses bayi) dengan tidak benar. Di masyarakat, ada anggapan bahwa feses bayi tidak membahayakan kesehatan, padahal

(5)

sebenarnya feses bayi mengandung virus atau bakteri dalam jumah besar. Feses binatang dapat pula menyebabkan infeksi pada manusia.

6. Faktor Risiko

Ikatan dokter anak indonesia (IDAI, 2015) menjelaskan bahwa pada diare terdapat beberapa faktor risiko, yaitu :

1) Faktor umur

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertentu terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja, dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.

2) Infeksi asimtomatik

Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik, ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

(6)

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh roavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

4) Epidemi dan pandemi

Vibrio cholera 0.1 dan higella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan objektif utama pada pasien penderita diare akut adalah penentuan tingkat keparahan dehidrasi dan deplesi elektrolit. Adanya demam menunjukkan infeksi oleh salmonella, shigella, atau campylobacter. Mendapatkan cek sampel feses untuk pemeriksaan (Sodikin, 2011).

8. Pencegahan Diare

Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare harus berfokus pada cara penyebaran kuman tersebut. Menurut Sodikin, 2011 berbagai upaya yang terbukti efektif adalah :

(7)

2) Menghindari penggunaan susu botol.

3) Memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI (untuk mengurangi pajanan ASI terhadap bakteri dan perkembangbiakkan bakteri).

4) Menggunakan air bersih untuk minum. Tingginya morbiditas dan mortalitas diare disebabkan oleh kualitas sumber air minum dan kualitas cara membuang air besar.

5) Mencuci tangan dengan baik sesudah buang air besar dan setelah membuang feses bayi, serta sebelum menyiapkan makanan atau sebelum makan.

6) Membuang feses (termasuk feses bayi ) secara benar.

9. Penatalaksanaan Diare

Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita, baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu :

1) Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Diare karena virus tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan resiko terjadinya hipernatremia dan telah drekomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.

(8)

a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru

b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persedian 24 jam.

c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai berikut :

Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB Untuk anak 2 tahun atau lebih : berkan 100-200 ml tiap BAB

d. Jika dalam waktu 4 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang.

2) Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak, meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus.. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien.

3) ASI dan makanan tetap diteruskan

Sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang.

4) Antibiotik selektif

Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya berdarah atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan

(9)

Clostridium difficile yang tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.

5) Nasihat kepada orang tua

Edukasikan kepada orang tua, kembali segara jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

B. Konsep Personal Hygiene

Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan klien. Praktik hygiene seseorang dipengaruhi oleh faktor pribadi, sosial, dan budaya. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum. Sebagai seorang perawat hal terpenting yang perlu diperhatikan selama perawatan hygiene klien adalah memberikan kemandirian bagi klien sebanyak mungkin, memperhatikan kemampuan klien dalam melakukan praktik hygiene, memberikan privasi dan penghormtan, serta memberikan kenyaman fisik pada klien (Isro’in dan Andarmoyo. 2012).

1. Pengertian Personal Hygiene

Personal Higiene berasal dari bahasa Yunani, berasal dari kata Personal yang artinya perorangan dan Hygiene yang berarti sehat, dan diartikan bahwa

(10)

personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya (Isro’in dan Andarmoyo. 2012).

2. Macam-macam Personal Hygiene a. Perawatan kulit

b. Perawatan kaki, tangan, dan kuku c. Perawatan rongga mulut dan gigi d. Perawatan rambut

e. Perawatan mata, telinga, dan hidung (Isro’in dan Andarmoyo. 2012).

3. Tujuan Perawatan Personal Hygiene

a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang b. Memelihara kebersihan diri seseorang c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang d. Pencegahan penyakit

e. Meningkatkan percaya diri seseorang

f. Menciptakan keindahan (Isro’in dan Andarmoyo. 2012).

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene a. Praktik sosial

Manusia saling berhubungan, berinteraksi, dan bersosialisasi satu dengan lainnya, begitupun dengan kebersihan diri seseorang yang juga

(11)

mempengaruhi praktik sosial. Selama masa anak-anak, kebiasaan keluarga mempengaruhi praktik hygiene, misalnya frekuensi mandi, waktu mandi, dan jenis hygiene mulut.

b. Pilihan pribadi

Setiap klien memiliki keinginan dan pilihn tersendiri dalam praktik personal higiennya (mis. kapan dia harus mandi, bercukur, melakukan perawatan rambut), termasuk memilih produk yang digunakan dalam praktik hygiennya (mis. sabun, sampo, deodoran, dan pasta gigi.

c. Citra tubuh

Citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuhnya, citra tubuh sangat mempengaruhi dalam praktik hygiene seseorang. Ketika seorang perawat dihadapkan pada klien yang tampak berantakan, tidak rapi, atau tidak peduli dengan hygiene dirinya, maka dibutuhkan edukasi tentang pentingnya hygiene untuk kesehatan, selain itu juga dibutuhkan kepekaan perawat untuk melihat kenapa hal ini bisa terjadi, apakah memang kurang/ketidaktauan klien akan hygiene perorangan atau ketidakmauan dan ketidakmampuan klien dalam menjalankan prakik hygiene dirinya.

d. Status sosial ekonomi

Sosial ekonomi yang rendah mempengaruhi praktik hygiene dan memungkinkan hygiene perorang yang rendah pula.

(12)

Pengetahuan tentang hygiene akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang. Namun, hal ini saja idak cukup, karena motivasi merupakan kunci penting dalam pelaksanaan hygiene.

f. Variabel budaya

Kepercayaan budaya dan nilai pribadi klien akan mempengaruhi perawatan hygiene seseorang, berbagai budaya memiliki praktik hygiene yang berbeda. Di Asia kebersihan dipandang penting bagi kesehatan sehingga mandi bis dilakukan 2-3 kali dalam sehari, sedangkan di Eropa memungkinkan hanya mandi seklai dalam seminggu.

g. Kondisi fisik

Klien dengan keterbatasan fisik biasanya tidak memiliki energi dan ketangkasan untuk melakukan hygiene.

5. Praktik Personal Hygine

Dalam kehidupan sehari-hari praktik kebersihan sangat diperlukan sekali untuk mencegah terjadinya perpindahan kuman baik itu bakteri ataupun virus.

a. Praktik kebersihan kulit

Membersihkan tubuh dengan menggunakan air bersih dan sabun. Mempunyai tujuan membersihkan kulit dan menghilangkan bau badan, memberikan rasa nyaman, merangsang peredaran darah, mencegah infeksi kulit. Pelaksanaan kebersihan kulit yang benar adalah dilakukan dengan mencuci muka baik menggunakan sabun atau tidak, mencuci lengan, mencuci dada dan perut baik pada bagian ketiak, mencuci bagian punggung,

(13)

mencuci kaki, mencuci daerah lipat paha dan genetalia semua tindakan dilakukan dengan diberikan air, sabun, kemudian dengan air kembali.

b. Praktik kebersihan kuku

Praktik ini dilakukan untuk menjaga kebersihan tangan dan kuku dan mencegah timbulnya infeksi karena kuku yang panjang. Pelaksanaan dalam melakukan kebersihan kuku adalah cuci dahulu tangan dan kaki dengan air hangat dan bila sangat kotor bersihkan dengan sabun, kemudian lakukan pemotongan kuku jari tangan dan kaki dengan menggunakan gunting kuku, dilakukan jangan terlalu dalam untuk mencegah terjadinya luka.

c. Praktik cuci tangan pakai sabun (CTPS)

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun di kenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan lain seperti handuk dan peralatan makan seperti gelas).

Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare menunjukkan bahwa risiko relatif yang didapat dari tidak mencuci tangan dari percobaan intervensi adalah 95% menderita diare, dan mencuci tangan

(14)

dengan sabun dapat mengurangi risiko diare hingga 47% (InfoDatin, 2014). Pelaksanaan mencuci tangan sesuai standar WHO adalah :

Sebelum mencuci tangan, pastikan memiliki sabun dan sumber air mengalir. Alirkan air terlebih dahulu, lalu letakkan sabun (dapat sabun cair atau sabun batang) pada tangan. Jauhkan tangan dari air selama mencuci tangan. Saat mencuci tangan, lakukanlah hal-hal berikut :

1) Gosok kedua telapak tangan dengan cara menempelkan bagian telapak tangan yang satu dengan yang lain.

2) Gosok kedua punggung tangan. Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri. Lakukan pada tangan sebaliknya.

3) Menggosok sela-sela jari dengan cara menyilangkan jari tangan kanan dengan kiri.

4) Gosok bagian dalam dan punggung jari dengan posisi ujung jari saling mengunci.

5) Bersihkan ibu jari. Gosok ibu jari tangan kiri secara memutar dalam genggaman tangan kanan. Lakukan pada tangan sebaliknya.

6) Membersihkan kuku dan ujung jari dengan cara menguncupkan ujung-ujung jari sehingga saling bertemu. Kemudian gosokkan pada telapak tangan yang berlawanan. Lakukan pada tangan sebaliknya.

7) Setelah selesai, bilas kembali tangan di bawah air mengalir hingga bersih. Lakukan selama 15-30 detik. Kemudian keringkan dengan lap tangan (Ramadhan, 2016).

(15)

d. Praktik perawatan makan

Dalam perawatan alat makan ini termasuk didalamnya adalah penggunaan alat makan dan menyimpan makanan yang sudah di masak. Makanan yang disimpan beberapa jam pada suhu kamar, dan wadah yang tidak ditutup dapat menyebabkan kuman dapat berkembang biak (Sodikin, 2011). Air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak di cuci terlebih dahulu menggunakan sabun dapat menyebabkan terjadinya pencemaran oleh kuman. Pelaksanaan merawatan perlatan makan yang benar adalah :

1) Pisahkan dan buang sisa makanan dan kotoran yang terdapat pada peralatan yang akan dicuci, seperti sisa makanan di atas piring, sendok, panci dan lainnya.

2) Guyur peralatan masak dan makan dengan air agar bersih dari noda sisa makanan dan kotoran. Jika menemukan noda kotoran yang membandel, lakukan perendaman.

3) Cuci peralatan dengan cara menggosok dan melarutkan sisa makanan dengan alat seperti spons, sabut, abu gosok atau sabun cuci piring.

4) Bilas peralatan sampai bersih dengan air. Di tahap ini, penggunaan air harus banyak dan terus mengalir.

5) Tahap terakhir dari pencucian alat masak dan makan adalah dengan mengeringkannya menggunakan handuk. Tujuannya menghilangkan sisa-sisa kotoran yang mungkin masih menempel akibat proses pencucian dan

(16)

bisa juga meniriskan alat masak dan makan sampai kering dengan sendirinya (Yogierespati, 2017).

e. Praktik perawatan botol susu

Infeksi diare paling sering terjadi disebabkan oleh E.Coli, yang dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui tangan atau alat-alat seperti botol, dot, termometer dan peralatan makan yang tercemar oleh tinja dari penderita. Anak-anak terutama balita sangat gemar menggunakan botol susu, penggunaan botol susu perlu diperhatikan karena sangat rentan terkontaminasi bakteri. Botol susu yang tidak steril amat berbahaya sebab menjadi media berkembangbiak mikroorganisme yang bersifat patogen seperti bakteri, virus dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit salah satunya diare (Sodikin, 2011). Pelaksanaan perawatan botol susu yang benar adalah :

1) Cuci tangan menggunakan sabun.

2) Cuci botol dan dot dengan air mengalir dan sabun.

3) Gunakan sikat botol dan sikat dot untuk membersihkan bagian-bagian botol dan dot yang sulit terjangkau.

4) Bilas dot dan botol dengan air mengalir.

5) Untuk mensteril botol dan dot, dapat digunakan alat sterilisaor buatan pabrik atau dengan cara direbus.

6) Cara merebus botol dan dot ; rendam botol sehingga tidak ada udara dalam botol, tutup panci dan rebus air hingga mendidih 5-10 menit,

(17)

biarkan botol dan dot di dalam panci sampai dbotol dan dot akan digunakan

7) Lakukan cuci tangan pakai sabun jika mau mengambi botol dan dot 8) Jika botol tidak ingin langsung digunakan seesudah direbus, keringkan

botol dan tempatkan botol yang memungkinkan air menetes dari botol. Sesudah kering pasang botol dengan dotnya dan simpan tempat bersih dan kering serta tertutup (KesehatanAnakku, 2012).

f. Praktik kebutuhan toileting

Kebersihan dalam kebutuhan toileting ini meliputi kebersihan kamar mandi, dan pemanfaatannya. Penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing harus diperhatikan, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun baik sebelum dan sesudah buang air besar dan buang air kecil harus dilakukan karena tangan merupakan bagian tubuh yang banyak menyimpan perkembangan biakan bakteri dan virus yang dapat menular. Sebuah penelitian di Inggris mengungkapkan bahwa hanya separuh orang yang benar-benar mencuci tangannya setelah membuang hajat besar/kecil. Praktik perilaku hygiene toileting dikumpulkan meliputi kebiasaan buang air besar (BAB) dan perilaku mencuci tangan. Pelaksanaan perilaku hygiene ini adalah :

1) Penduduk atau seseorang melakukannya di jamban, kamar mandi umum, mandi cuci kakus (MCK).

(18)

2) Mencuci tangan yang benar adalah dengan menggunakan sabun setelah buang air besar maupun air kecil, menceboki bayi/anak setelah buang air besar/air kecil dengan sabun (InfoDatin, 2014).

6. Dampak Personal Hygiene a. Dampak Fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mult, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dnegan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, aktualisasi diri menurum, dan gangguan dalm interaksi sosial (Isro’in dan Andarmoyo. 2012).

C. Konsep Keperawatan Keluarga 1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keuarga yang sama atau yang berbeda dan saling mengikutsertakan dalam kehidupan yang terus-menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional, dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya dan merupakan salah satu elemen terkecil dari masyarakat dan keberadaan

(19)

keluarga di masyarakat akan menentukan perkembangan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 1996 dalam Susanto, Tantut. 2012).

2. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman, Bowden, & Jones, 2003 dalam Susanto, Tantut, 2012 dibagi menjadi lima, yaitu :

a. Fungsi afektif dan koping: keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggoa dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.

b. Fungsi sosialisasi: keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping; memberikan feed back; dan memberikan petunjuk dalam pemacahan masalah.

c. Fungsi reproduksi : keluarga melahirkan anaknya.

d. Fungsi ekonomi : keluarga memberikan financial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat.

e. Fungsi fisik atau perawatan kesehatan : keuarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

3. Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga

Fungsi perawatan kesehatan adalah hal yang esensial dan sebagai dasar dalam keuarga. Pemenuhan fungsi kesehatan dari keluarga dapat menjadi sulit, bila anggota keluarga tidak mengetahui apa peranannya pada anggota keluarga yang

(20)

sakit. Agar keluarga dapat menjadi sumber kesehatan primer dan efektif, maka keluarga harus ditingkatkan keterlibatannya dalam tim kesehatan dan prosess terapi. Peran partisipasi keluarga ini sangat dibutuhkan baik pada kebutuhan kesehatan prmotif, preventif, dan kuratif. Perawat harus mengkaji kemampuan keluarga untuk memberikan perawatan diri. Keluarga perlu memiliki pemahaman mengenai status kesehatan dan atau masalah kesehatnnya sendiri serta langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki dan memelihara kesehatan keluarga.

Menurut Friedman, pada hakikatnya individu dan keluarga harus mampu mengatasi masalah kesehatan mereka sendiri, dan tugas keluarga dalam kesehatan, yaitu :

a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan mengenai diare, penyebab diare, tanda dan gejala diare, pelaksanaan pencegahan diare yaitu ; perawatan alat makan dan botol susu, melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun pada saat sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah buang air besar atau air kecil..

b. Keluarga mampu mengambil keputusan kepada anggota keluarga yang menderita diare.

c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami diare. d. Keluarga mampu memodifikasi lingkungan untuk masalah diare.

(21)

e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan, dengan segera ke fasilitas kesehatan bila menemukan anak yang mengalami dehidrasi akibat diare (Zaidin ali, 2010).

4. Fase Tumbuh Kembang Anak

1. Perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud

Perkembangan psikoseksual pada bayi menurut Sigmund Freud berada pada fase oral. Selama masih bayi pada tahap oral, sumber kesenangan anak terbesar berpusat pada aktivitas oral seperti, menghisap, mengigit, mengunyah, dan mengucap. Hambatan atau ketidakpuasan dalam pemenuhan kebutuhan oral akan mempengaruhi fase perkembangan berikutnya. Penanaman identitas gender pada bayi dimulai dengan adanya perlakuan ibu atau ayah yang berbeda, misalnya bayi perempuan cenderung diajak berbicara lebih banyak daripada bayi laki-laki, sementara ayah lebih banyak melakukan aktivitas motoric pada bayi lai-laki daripada bayi perempuan, misalnya mengangkat dan menjujung bayi ke atas (Wong, 2009)

2. Perkembangan Psikososial menurut Erickson

Penanaman rasa percaya adalah hal yang sangat mendasar pada fase ini. Terbentuknya kepercayaan diperoleh dari hubungannya dengan orang laindan orang yang pertama berhubungan adalah orang tuanya, terutama ibunya. Belaian cinta kasih ibu dalam memberikan perhatian dan memenuhi kebutuhan dasar anak yang konsisten terutama pemberian makan pada saat anak lapar dan haus adalah sangat penting untuk mengembangkan rasa

(22)

percaya ini. Bayi belajar bahwa orang tuanya dapat memberi perhatian dan cinta kasih melalui perlakuannya sehingga dapat menurunkan rasa tidak nyaman. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan terutama pada suami untuk membina hubungan yang dekat dengan anak. Sebaliknya, anak akan mengembangkan rasa tidak percaya pada orang lain apabila pemenuhan kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi (Wong, 2009).

5. Tahap Perkembangan Keluarga Usia 0-30 Bulan

Setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama. Tiap tahap perkembangan membutuhkan tugas atau fungsi keluarga agar dapat melalui tahap tersebut dengan sukses. Keluarga yang menatikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan disebut dengan child bearing. Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting.

(23)

Tabel 2.1

Tugas Perkembangan Keluarga Child bearing Tahap perkembangan Tahap Perkembangan Keluarga child bearing

(kelahiran anak pertama)

 Persiapan menjadi orang tua  Adaptasi dengan perubahan

anggota keluarga : peran, interaksi, hubungan seksual, dan kegiatan

 Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

D. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan teori dan tujuan yang ingin dilihat, maka kerangka teori penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

(24)

Skema 2.1

Kerangka Teori Personal Hygiene Keluarga Terhadap Kejadian Diare

Skema ini dimodifikasi dari konsep : (Sodikin, 2011), (Isro’in dan Andarmoyo, 2012), (IDAI, 2015)

E. Penelitian Terkait

1. Handono faktur et al (2016), melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di desa solor kecamatan cermee Bondowoso dan didapatkan hasil penelitian bahwa hygiene perorangan yang kurang sebesar Penyebaran kuman enterik

meningkatkan risiko diare dari personal hygiene : 1. Menggunakan botol

susu yang tidak bersih 2. Penyimpanan makanan

matang pada suhu kamar yang tidak ditutup dan air minum tercemar bakteri 3. Tidak mencuci tangan

sesudah BAB (buang air besar) dengan sabun.

4. Tidak mencuci tangan dengan sabun setelah menceboki bayi dan membuang diapers sehabis BAB. (Sodikin, 2011), (Isro’in dan Andarmoyo, 2012)

Kejadian diare pada anak kurang dari 2 tahun

(IDAI, 2015)

1. Tidak memberi ASI eksklusif selama 4-6 bulan pertama kehidupan.

2. Keracunan makanan, makanan teralu asam dan pedas.

3. Kepadatan penduduk 4. Sosial ekonomi.

(25)

64,76% dan hygiene perorangan yang baik sebesar 35,24% dengan nilai p value 0,010 dengan alfa 0.05 yang menunjukkan sebagian besar hygiene perorangannya adalah kurang dengan parameter pengukuran yaitu perilaku mencuci tangan.

2. Mila Falsifa (2015), melakukan penelitian dan dihasilkan bahwa analisis bivariat diperoleh p value 0,0001 (0,0001<0,05) yang menunjukkan adanya hubungan antara perilaku BAB dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kepil 2.

3. Ni Ketut Elsi Elvayanti (2014), melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita yang berobat ke Rumah Sakit Umum Tabanan mengatakan bahwa adanya faktor perilaku, yaitu salah satu dari faktor perilaku adalah hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare pada balita dengan analisis hasil nilai p 0,010 dengan alfa < 0.05.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan validitas skala motivasi berprestasi yang terdiri dari 40 item diperoleh 36 item yang valid dengan koefisien korelasi antara 0,218 sampai

Lebih spesifiknya lagi, berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan oleh ahli-ahli keuangan seperti Feri dan Jones (1979), Marsh (1982), Long dan Matlitz (1985), dan yang

Di dalama suatu keluarga setiap anak perempuan mempunyai jumlah saudara laki laki yang sama dengan jumlah saudara perempuan dan setiap anak laki laki mempunyai dua kali lebih

Hasil penelitian yang dicapai adalah aplikasi sistem informasi penjualan obat herbal berbasis android yang berisi tentang informasi mengenai istana herbal yang

Tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan pembahasan laporan ini antara lain dimulai dari melakukan perencanaan, perhitungan, pengerjaan rangka mulai dari

zat-zat pereaksi pada kolom Reactants &gt; Input zat-zat hasil reaksi pada kolom Products &gt; Klik Balance &gt; (Reaksi Setara) Untuk persamaan reaksi kimia yang melibatkan

Sesuai perihal tersebut diatas disampaikan bahwa perusahaan saudara/i diundang untuk melaksanakan kegiatan pembuktian kualifikasi atas paket pekerjaan Pengawasan

Dari hasil analisa uji independen samples tes diperoleh nilat t hitung sebesar 0,495 dan t tabel sebesar 0,622 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi