• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Menurut Jensen dan Mekling (1976) dalam Hanifah (2013) menggambarkan hubungan keagenan (agency relationship) sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara principal yang menggunakan agen untuk melaksanakan jasa yang menjadi kepentingan dalam hal terjadi pemisahan kepemilikan dan control perusahaan. Teori keagenan merupakan dasar yang digunaan untuk memahami corporate governance.

Menurut Fachrudin (2008;13) Financial distress dapat terjadi karena serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat dan kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyebabkan secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan perusahaan.

Salah satu usaha yang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan adalah penerapan good corporate governance dalam perusahaan. Good corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan dan diharapkan dapat meminimalkan masalah agensi dan principal dan dan agen dengan memberikan keyakinan terhadap pihak principal atas kinerja agen Setiawan (2011) dalam Agusti (2013).

(2)

Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkain hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainya. Dalam corporate governance memberikan suatu struktur yang menfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, sebagai saran dalam memonitoring kinerja perusahaan.

2.1.2 Financial Distress

Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami masalah kesulitan keuangan. Platt dan Platt (2002) dalam Almilia (2003) mendefinisikan financial distress merupakan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Kondisi financial distress terlihat dari ketidakampuan atau tidak tersedianya dana untuk membayar kewajiban pada saat jatuh tempo.

Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami penurunan dalam pertumbuhan dan aset tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan relatif terhadap perusahaan yang sehat menurut Fachrudin (2008:5). Disamping itu kesulitan keuangan juga dapat dilihat dari melemahnya kondisi keuangan, kreditur yang mulai mengambil tindakan, pemasok yang mungkin tak mengirim bahan baku secara kredit, investasi modal yang menguntungkan mungkin harus dilepas dan pembayaran deviden yang terganggu menurut Fachrudin (2008:6).

(3)

Kebangkrutan adalah kesulitan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik. Sedangkan kesulitan keuangan (financial distress) adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan. Analisis kesulitan keuangan sangat membantu pembuat keputusan untuk menentukan sikap terhadap perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.

2.1.3 Penyebab Financial Distress

Salah satu penyebab terjadinya financial distress menurut Brigham dan Daves (2003) dalam Fachrudin (2008:9), penyebab utamanya adalah faktor ekonomi (37%) dan faktor keuangan (47,3%), selain itu juga disebabkan oleh kelalaian, malapetaka dan kecurangan yaitu sebanyak (14%). Faktor ekonomi meliputi kelemahan industri dan lokasi yang buruk, Faktor keuangan meliputi hutang yang terlalu banyak dan modal yang tidak memadai. Pentingnya faktor-faktor yang berbeda ini dari waktu ke waktu, bergantung beberapa hal seperti keadaan ekonomi, dan tingkat suku bunga. Juga, kebanyakan kegagalan bisnis karena kombinasi sejumlah faktor yang membuat bisnis tidak dapat bertahan.

Fachrudin (2008:12) mengatakan bahwa kesulitan keuangan terjadi karena akibat economic distress, penurunan dalam industri perusahaan dan manajemen yang buruk. Manajemen yang buruk didefinisikan sebagai kecenderungan penurunan persentase pendapatan operasi perusahaan terhadap pendapatan operasi industri dalam lima tahun terakhir. Demikian juga tata kelola perusahaan yang buruk dapat menimbulkan kesulitan keuangan bagi perusahaan itu sendiri karena

(4)

tidak mampu mengawasi kondisi perusahaan sehingga dapat terjadi adanya penyelewengan operasional perusahaan.

2.1.4 Faktor Penyebab Financial Distress

Financial distressdapat timbul karena adanya pengaruh dari dalam perusahan (internal) dan dari luar perusahaan (eksternal). Faktor internal perusahaan meliputi:

1. Kesulitan arus kas

Kesulitan arus kas dapat disebabkan adanya kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahaan untuk pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan.

2. Besarnya jumlah hutang

Hutang perusahaan timbul karena untuk menutupi biaya perusahaan yang terjadi akibatnya operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutangnya di masa depan.

3. Kerugian dari kegiatan operasi perusahaan selama beberapa tahun

Kerugian merupakan suatu akibat dari aktifitas perusahaan yang perlu diatasi dengan kebijakan tepat dalam jangka waktu singkat. Kerugian operasi perusahaan menimbulkan arus kas negatif.

Apabila mampu untuk menutupi 3 hal di atas, belum tentu suatu perusahaan dapat terhindar dari kondisi financial distress, karena masih ada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Faktor eksternal dapat berupa kenaikan tingkat suku bunga pinjaman yang menyebabkan beban bunga yang ditanggung perusahaan

(5)

meningkat, selain itu ada pula kenaikan biaya tenaga kerja yang mengakibatkan besarnya biaya produksi suatu perusahaan menyebabkan kenaikan biaya tenaga kerja juga meningkat.

2.1.5 MekanismeGood Corporate Governance

Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan menurut Monks & Minow (2001) dalam Wardhani (2006).

Porter (1991)dalam Wardhani (2006) menyatakan bahwa alasan mengapa perusahaan sukses atau gagal mungkin lebih disebabkan oleh stretegi yang diterapkan oleh perusahaan. Kesuksesan suatu perusahaan banyak ditentukan oleh karakteristik strategis dan manajerial perusahaan tersebut. Strategi tersebut diantaranya dapat juga mencakup strategi penerapan sistem good corporate governance (GCG) dalam perusahaan dan struktur good corporate governance bisa jadi juga ikut menentukan sukses tidaknya suatu perusahaan (Wardhani, 2006).

Mekanisme corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi sistem dalam sebuah organisasi serta diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan. Mekanisme tersebut berkaitan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi dan dewan komisaris.

Dalam corporate governance untuk dapat mengurangi masalah dalam keagenan yang timbul dalam suatu perusahaan maka perlu diterapkan sistem tata kelola yang baik (corporate governance) Wardhani (2006).

(6)

2.1.6 Kepemilikan Institusional

Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba.

Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuan untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional, maka pemanfaatan aktiva perusahaan semakin efisien. Dengan demikian, proporsi kepemilikan institusional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen.

2.1.7 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen atau pengelola perusahaan tersebut. Kepemilikan ini menunjukkan adanya peran ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham tidak ingin perusahaan dalam keadaan kesulitan keuangan bahkan mengalami bangkrut.

Menurut penelitian Classeens et al. (1999) dalam Hanifah(2013) apabila struktur kepemilikan perusahaan dimiliki oleh dewan direksi atau dewan komisarisnya maka dewan tersebut justru akan cenderung melakukan tindakan-tindakan ekspropriasi yang menguntungkan secara pribadi. Oleh karena itu dengan kepemilikan perusahaan dimiliki oleh direksi semakin meningkat maka

(7)

keputusan yang diambil oleh direksi akan lebih cenderung untuk menguntungkan dirinya dan secara keseluruhan akan merugikan perusahaan sehingga kemungkinan nilai perusahaan akan cenderung mengalami penurunan (Wardhani, 2006).

2.1.8 Dewan Direksi

Dewan direksi merupakan pimpinan perusahaan yang dipilih oleh para pemegang saham untuk mewakili kepentingan mereka dalam mengelola perusahaan. Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun jangka panjang (Wardhani, 2006). Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil oleh perusahaan baik secara jangka pendek maupun jangka panjang.

Direksi bertugas dan bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya.

Jensen (1993) dalam Bodroastuti (2009) menyatakan bahwa dari rata-rata ukuran dewan direksi untuk perusahaan yang tetap sehat, memang lebih besar dibandingkan ukuran dewan direksi dari perusahaan yang mengalami financial distress. Hal ini berarti bahwa monitoring kinerja perusahaan untuk perusahaan yang tetap sehat, lebih baik dibandingkan perusahaan yang mengalami financial distress.

(8)

2.1.9 Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang melakukan fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Dewan komisaris juga memiliki peran yag diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dan pemegang saham Wardhani (2006). Peran ini diharapkan mampu meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dan pemegang saham.

Dewan komisaris merupakan pengawas dalam perusahaan yang bertugas mengawasi perilaku manajemen dalam pelaksanaan strategi perusahaan dewan komisaris sebagai organ perusahaan juga bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksakan good corporate governance dengan baik Agusti (2013).

2.2.0 Likuiditas

Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannyayang harus segara dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuanganya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan likuid, dan perusahaan tersebut dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya atau hutang jangka pendeknya (Munawir, 1993:31).

(9)

Apabila perusahaan mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik maka potensi perusahaan mengalami financial distress akan lebih kecil.

2.2.1 Leverage

Leverage merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik jangka panjang maupun jangka pendek. Rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang menurut Van Horne and Wachowicz, JR (2005) dalam Hanifah (2013).

Triwahyuningtyas (2012), menyatakan apabila suatu perusahaan pembiayaanya lebih banyak menggunakan hutang, maka akan berisiko terjadi kesulitan keuangan di masa yang akan datang. Jika keadaan ini tidak dapat diatasi dengan baik maka maka potensi terjainya financial distress akan semakin besar

Leverage juga menunjukkan resiko yang dihadapi perusahaan. Semakin besar resiko yang dihadapi perusahaan maka ketidakpastian untuk menghasilkan laba dimasa depan juga akan semakin meningkat. Dalam rasio ini menunjukkan perlunya perusahaan memikirkan untuk menyediakan pendanaan hutang-hutang perusahaan yang ditanggung oleh perusahaan Agusti (2013).

Agusti (2013) menyatakan bahwa kemungkinan kegagalan perusahaan akan semakin besar jika nilai leverage perusahaan juga besar, sebab perusahaan yang memiliki nilai leverage yang tinggi berarti memiliki tanggungan kewajiban atas perolehan pendanaan perusahaan yang tidak di dukung dengan aset yang dimiliki.

(10)

2.2.2 Operating Capacity

Operating capacity disebut juga dengan rasio efisiensi, rasio ini dihitung dengan total assetturnover yaitu dengan membandingkan total penjualan dengan total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin efektif suatu perusahaan menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan diharapkan dapat memberikan keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan (Ardiyanto, 2011). Namun, sebaliknya jika penggunaan aktiva perusahaan yang tidak efektif maka akan berakibat perusahaan mengalami potensi kesulitan keuangan, hal ini menunjukkan adanya kinerja dalam perusahaan tersebut tidak baik karena perusahaan tidak mampu dalam menghasilkan volume penjualan yang cukup dibandingkan dengan investasi dalam aktivanya.

2.2 Penelitian terdahulu Tabel 1 Penelitian Terdahulu No Indikator Wardhani (2006) Triwahyuningtias (2012) (2013) Selfi 1. Judul

Penelitian Mekanisme corporate governance dalam perusahaan yang mengalami permasalahan keuangan (financial distresses firm) Analisis pengaruh struktur kepemilikan, ukuran dewan, komisaris independen, likuiditas, dan leverage terhadap terjadinya financial distress (Studi pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2008-2010)

Mekanisme corporate governance, likuiditas, leverage, dan operating capacity pada

perusahaan yang mengalami financial distress.

(11)

2. Variabel

Independen Ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris independensi, turnover direksi, struktur kepemilikan, ukuran perusahaan. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, Ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, likuiditas, leverage Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dewan komisaris, leverage, likuiditas, operating capacity. 3. Variabel

Dependen Financial distress Financial distress Financial distress 4. Alat

analisis Analisis regresi logistik Analisis regresi logistik Analisis regresi logistic 5. Hasil

Penelitian Ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, dan turnover direksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress sedangkan komisaris independen, strukutur kepemilikan, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, leverage, likuiditas, berpengaruh signifikan terhadap terjadinya financial distress, sedangkan ukuran dewan komisaris dan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress Dalam proses penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa variabel dari penelitian sebelumnya, yaitu variabel independen yang terdiri dari, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dewan komisaris likuiditas, leverage dan variabel

(12)

dependen yang digunakan adalah financial distress. Sementara itu, perbedaanya adalah adanya penambahan variabel independen yaitu likuiditas, leverage, dan operating capacity, sampel dan tahun penelitianya.

2.3 Rerangka Pemikiran

Pengaruh Parsial

Pengaruh Simultan

Gambar 1

Diagram Rerangka Pemikiran Perusahaan Agency teori Laporan Keuangan Mekanisme Corporate Governance Analisis laporan keuangan Dewan Komisaris Dewan Direksi Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Likuiditas Leverage Manajemen yang buruk Manajemen yang baik Operating Capacity Financial Distress

(13)

Keterangan :

1. Analisis kebangkrutan suatu perusahaan dapat diukur melalui laporan keuangan.

2. Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan, dengan cara analisis laporan keuangan.

3. Analisis laporan keuangan dapat diukur dengan menggunakan bebrapa rasio yaitu rasio likuiditas, leverage, dan operating capacity, sedangkan 4. Agency teory merupakan dasar dalam memahami corporate governance

karena menggambarkan hubungan antara principal misalnya seperti karyawan pada bisnis tersebut.

5. Penerapan mekanisme corporate governance menjadi salah satu usaha yang dapat mengurangi konflik keagenan, dalam mekanisme corporate governance terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dewan komisaris.

6. Corporate governanceakan memiliki dampak pada kondisi manajemen yang buruk dan kondisi manajemen yang baik.

7. Mekanisme corporate governance dapat berakibat manajemen yang buruk jika tidak dijalankan dengan baik, sebagai alat dalam menganalisis laporan keuangan dalam penelitian ini berupa beberapa rasio diantaranya rasio likuiditas, leverage, dan operating capacity. Dalam penelian ini kondisi manajemen yang buruk merupakan akibat dari mekanisme corporate governance dan likuiditas, leverage,operating capacity apakah berpengaruh parsial dan berpengaruh simultan terhadap financial distress.

(14)

2.4 Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan kerangka penelitian, dan penelitian maka dapat dibuat hipotesisnya, dalam hipotesis memperlihatkan hubungan tertentu antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Kepemilikan institusioanal merupakan salah satu mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah dalam teori keagenan antara pemilik dan manajer sehingga timbul keselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajer. Sehingga tidak menimbulkan agency cost yang dapat menyebabkan kondisi kesulitan keuangan perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan, sehingga potensi kesulitan keuangan dapat diminimalkan. Dengan demikian hipotesisnya sebagai berikut : H1 : Kepemilikan institusional berpengaruhnegatif terhadap financial distress

Kepemilikan manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan dimasa yang akan datang. Kemungkinan suatu perusahaan berada pada posisi tekanan keuangan juga banyak dipengaruhi oleh struktur kepemilikan perusahaan. Struktur kepemilikan menjelaskan komitmen dari pemiliknya untuk menyelamatkan perusahaan (Wardhani, 2006). Kepemilikan manajerial diasumsikan mampu mengurangi masalah keagenan yang timbul pada suatu perusahaan yang apabila terjadi terus menerus dapat menimbulkan financial distress. Dengan demikian maka rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

(15)

H2: Kepemilikan manajerial berpengaruhnegatif terhadap financial distress

Ukuran dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian (Wardhani, 2006) menyatakan bahwa semakin besar jumlah direksinya maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan mengalami kondisi tekanan keuangan. Bukti yang menyatakan efektifitas ukuran dewan masih berbaur karena terjadinya perbedaan hasil temuan. Dari hasil yang berbeda-beda tersebut mungkin dapat dikatakan bahwa pengaruh ukuran direksi terhadap kinerja perusahaan tergantung dari karakteristik dari masing-masing perusahaan (Wardhani, 2006). Berdasarkan pernyataan di atas, dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut :

H3 : Dewan direksi berpengaruhnegatif tehadap financial distress

Dewan Komisaris merupakan mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah dalam teori agency, Semakin tinggi proporsi dewan komisaris maka akan semakin meningkatkan monitoring atau evaluasi terhadap kinerja perusahaan sehingga akan bermanfaat pada semakin rendahnya kemungkinan kesulitan keuangan bagi perusahaan (Deviacita, 2012). Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut:

H4 : Dewan komisaris berpengaruhnegatif terhadap financial distress

Likuiditas merupakan suatu rasio mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban financial jangka pendek pada saat jatuh tempo

(16)

dengan aktiva lancar yang tersedia. Apabila perusahaan mampu untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik maka potensi perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil. Hal ini membuktikan bahwa semakin semakin besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya maka semakin kecil kemungkinan terjadinya financial distress. Berdasarkan pernyataan di atas maka hipotesisnya sebagai berikut :

H5 : Likuiditas berpengaruhnegatif terhadap financial distress

Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Analisis leverage diperlukan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang (jangka pendek maupun jangka panjang). Apabila suatu perusahaan pembiayaanya lebih banyak menggunakan hutang maka hal ini berisiko akan terjadi kesulitan pembayaran di masa yang akan datang akibat utang lebih besar dari aset yang dimiliki. Jika keadaan ini tidak diatasi maka potensi terjadinya financial distress semakin besar (Triwahyuningtias, 2012). Berdasarkan pernyataan di atas maka hipotesisnya sebagai berikut :

H6 :Leverage berpengaruhpositif terhadap financial distress

Operating capacity diproksikan dengan rasio perputaran total aktiva, rasio perputaran total aktiva yang rendah harus membuat menajemen untuk mengevaluasi strategi, pemasaran dan pengeluaran modalnya. Apabila rasio tersebut rendah maka perusahaan tidak menghasilkan volume penjualan yang

(17)

cukup dibanding dengan investasi dalam aktivanya, sehingga menunjukkan kinerja yang tidak baik dan dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan dan memicu terjadinya financial distress. Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat dirumuskan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

output loadcell yang digunakan setelah dilakukan pengujian awal dapat dilihat pada

Sabuk adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya dari proses penggerak ke poros yang digerakkan, dimana jarak kedua poros tersebut berada

yang juga memperkuat hasil analisis regresi di atas pada variabel iklim organisasi yang terdiri dari dimensi struktur, standar-standar, tanggung jawab, pengakuan,

Selain dari pada lingkungan desa, kondisi lingkungan pelaksana dinas sudah siap dan komitmen untuk melaksanakan Program OVOP di Desa Pelaga dilihat dari keseriusan dinas menjalin

Secara teknis, Atomism adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa seluruh obyek materi di alam ini adalah terdiri dari materi yang sangat kecil yang tidak

Hasil dari penelitian ini bersifat arahan desain, dalam upaya menghidupkan potensi Kampung Tua Tanjung Riau sebagai kawasan wisata bahari/maritim melalui

Dengan menggunakan analisis SWOT, maka akan dibuatkan sebuah rule business untuk pekerjaan Cost Control yang berbasis website , dimana semua aktivitas pekerjaan

pertemuan 12 administrasi pembelian dan penjualan absensi dan pemberian materi melalui voice note wa group dan google classroom materi pembahasan pertemuan 12 1 pengertian