• Tidak ada hasil yang ditemukan

adalah sejumlah kekayaan berupa uang dan lain-lain benda kekayaan. 50

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "adalah sejumlah kekayaan berupa uang dan lain-lain benda kekayaan. 50"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN KEKAYAAN YAYASAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG YAYASAN

A. Tinjauan tentang Yayasan

Pengertian Yayasan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 disebutkan bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Dari pengertian tersebut tujuan Yayasan adalah bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, sehingga seorang yang menjadi anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor tetap. Yayasan merupakan badan hukum yang berbeda dengan badan hukum perkumpulan ataupun Perseroan Terbatas. Yayasan tidak mempunyai anggota atau pesero, karena dalam hal Yayasan yang dianggap badan hukum adalah sejumlah kekayaan berupa uang dan lain-lain benda kekayaan.50

Ali Rido mengemukakan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum, yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak; pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk tujuan tertentu, dengan penunjukan bagaimana kekayaan itu harus diurus dan dipergunakan.51

Menurut Chidir Ali Yayasan adalah suatu badan hukum yang didirikan dengan suatu perbuatan hukum, yang tidak bertujuan untuk membagikan

50 Tumbuan, Fred BG. Op.Cit, hal 8

51 Ali Rido. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,Yayasan, Wakaf. Bandung : Alumni, 1986, hal. 112

(2)

kekayaan dan atau penghasilan kepada pendiri atau penguasanya di dalam Yayasan itu, atau kepada orang-orang lain, kecuali sepanjang mengenai yang terakhir ini adalah sesuai dengan tujuan Yayasan yang idealistis.52

Chidir Ali menyatakan bahwa Yayasan diciptakan dengan suatu perbuatan yakni pemisahan suatu harta kekayaan untu tujuan yang tidak mengharapkan keuntungan (altruistishe doel) serta penyusunan suatu organisasi (berikut Pengurus), dengan mana sungguh-sungguh dapat terwujud tujuannya dengan alat-alat itu.53

Mengikuti pandangan Meijers maka Yayasan terdapat pokok-pokok sebagai berikut :

a. penetapan tujuan dan organisasi oleh para pendirinya; b. tidak memiliki anggota;

c. tidak ada hak bagi pengurusnya untuk mengadakan perubahan yang berakibat jauh dalam tujuan organisasi;

d. perwujudan dari suatu tujuan, terutama dengan modal yang diperuntukkan untuk itu.54

Menurut A. Pitlo, sebagaimana halnya untuk tiap-tiap perbuatan hukum, maka untuk pendirian Yayasan harus ada sebagai dasar suatu kemauan yang sah. Selanjutnya perbuatan hukum itu harus memenuhi tiga syarat materil, yaitu adanya pemisahan harta kekayaan, tujuan dan organisasi, serta satu syarat formil

52 Chidir Ali. Badan Hukum. Bandung : Alumni, 1987, hal. 86 53 Ibid. hal. 86

54

(3)

yakni surat. Yayasan adalah suatu badan hukum tanpa diperlukan turut campurnya penguasa (pemerintah).55

Rochmat Soemitro mengemukakan bahwa Yayasan merupakan suatu badan usaha yang lazimnya bergerak di bidang sosial dan bukan menjadi tujuannya untuk mencari keuntungan, melainkan tujuannya ialah untuk melakukan usaha yang bersifat sosial.56

Selanjutnya dapat dikemukakan, bahwa untuk adanya Yayasan perlu : 1. adanya pemisahan modal yang nyata sedemikian rupa, hingga orang

yang menghendaki pemisahan itu atau ahli warisnya tidak lagi mempunyai kekuasaan secara nyata atas kekayaan yang dipisahkan itu; bahwa ia/mereka karena tindakannya/mereka tidak dapat mengambil kekayaan itu tanpa diketahui orang lain, dan tanpa adanya suatu penghalang;

2. adanya perumusan secara jelas dari tujuannya yang diperkenankan, dan sedikit banyak ditentukan untuk tujuan mana modal dan penghasilannya disediakan secara kekal atau sedikit banyak kekal; 3. adanya pengisian atau penunjukan Pengurus dalam penguasaan

kekayaan dan penghasilannya dalam batas-batas yang ditetapkan dalam sub 1 dan sub 2, kecuali bila dapat diatur dengan jalan lain berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam perUndang -Undangan;

4. bahwa untuk mencapai tujuannya itu ada kehendak, tidak sekedar menyerahkan pengurusannya itu kepada suatu badan hukum yang telah ada, tetapi untuk mewujudkan suatu badan hukum baru guna keperluan tersebut.57

Pada dasarnya untuk pendirian Yayasan diperlukan, sebagaimana dikemukakan Chatamarrasjid:

1. syarat-syarat materiil

a. harus ada suatu pemisahan kekayaan suatu tujuan; b. suatu organisasi.

55 Hayati Soeroredjo dalam makalahnya : “Status Hukum dari Yayasan dalam Kaitannya dengan Penataan Badan-Badan Usaha di Indonesia “, hal. 7.

56 Rochmat Soemitro. Op.Cit, hal. 9 57

(4)

2. syarat-syarat formal dengan akta otentik.58

Suatu Yayasan sekurang-kurangnya harus meliputi hal-hal sebagai berikut: a. harus bertujuan sosial dan kemanusiaan;

b. tujuannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perUndang-Undangan, ketertiban umum dan kesusilaan;

c. dana Yayasan berasal dari harta kekayaan para pendiri yang dipisahkan dari sumbangan masyarakat;

d. kekayaan yang dipisahkan oleh para pendiri untuk mendirikan Yayasan haruslah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Yayasan tersebut; e. fasilitas yang diperoleh dan dana yang berhasil dihimpun oleh Yayasan

harus dipergunakan atau dimanfaatkan sesuai dengan tujuan Yayasan, bukan untuk kepentingan para pendirinya, Pengurus Yayasan atau pihak ketiga kecuali untuk tujuan sosial;

f. Yayasan dapat melakukan usaha atau kegiatan yang menghasilkan laba, tetapi memperoleh laba bukanlah tujuannya dan laba yang diperoleh harus digunakan untuk tujuan sosial (nonkomersial).

g. Yayasan harus terbuka untuk partisipasi masyarakat luas, di samping para karyawannya.

Tujuan Yayasan haruslah bersifat idealistis, sosial dan kemanusiaan. Keberadaan Yayasan disebabkan oleh sifat dan tujuannya yang bukan komersial. Berbagai kemudahan yang diperoleh Yayasan seperti kemudahan dalam pendiriannya, cara pengumpulan dana, sumbangan dari masyarakat, subsidi pemerintah dan fasilitas perpajakan tidak terpisahkan dari tujuan Yayasan yang bersifat sosial dan kemanusiaan itu. Hal ini lebih jelas terlihat dari pendirian Yayasan yang tidak boleh bertujuan melakukan pemberian/ kontra prestasi kepada para pendiri atau para pengurusnya,

58

(5)

ataupun kepada pihak ketiga kecuali bila yang disebut terakhir ini dilakukan dengan tujuan sosial.59

Yayasan dapat melakukan berbagai kegiatan atau usaha. Lebih tegas Yayasan dapat melakukan kegiatan yang memperoleh laba, tetapi mengejar laba bukanlah tujuannya. Kegiatan dengan tujuan mengejar laba harus tidak diperbolehkan memilih bentuk badan hukum Yayasan, tetapi bentuk badan hukum lain yang tersedia untuk maksud mengejar laba seperti Perseroan Terbatas umpamanya.60

Yayasan boleh memperoleh laba dengan melakukan berbagai kegiatan usaha, sejauh laba yang diperoleh dipergunakan untuk tujuan idealistis, sosial dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini diperlukan agar Yayasan tidak bergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan.61

Mengenai siapa pemilik Yayasan, diantara berbagai kemungkinan seperti pendiri, penerima sumbangan, dan masyarakat; maka secara filsafati masyarakatlah yang paling mungkin merupakan pemilik dari Yayasan itu. Pendiri dan penerima sumbangan tidak mungkin merupakan pemilik Yayasan. Pendiri atas kehendaknya sendiri telah memisahkan sebagian dari kekayaannya untuk Yayasan; sedangkan penerima sumbangan terbatas atas apa yang diberikan oleh Yayasan, dan harus dipergunakan sesuai dengan tujuan Yayasan, dan harus dipergunakan sesuai dengan tujuan Yayasan, sebagaimana ditetapkan oleh pendiri/anggaran dasar Yayasan. Dalam hal Yayasan bubar, maka sisa harta kekayaan Yayasan, yaitu setelah dikurangi kewajiban-kewajibannya, hutang-hutang dan lain sebagainya, harus diberikan kepada Yayasan lain dengan tujuan yang sama atau hampir sama, atau menjadi milik Negara.62

B. Mengelola Kekayaan Yayasan Indonesia

Keberadaan Yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, 59 Ibid, hal. 221. 60 Ibid, hal. 221. 61 Ibid, hal. 222. 62 Ibid, hal. 222.

(6)

keagamaan, dan kemanusiaan. Pertimbangan hakikinya adalah bahwa sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial yang mau tidak mau harus atau setidaknya mempunyai keinginan untuk memperhatikan nasib kehidupan sosial mereka, atau dalam arti kata memberikan cinta kasih dan menambah arti dan kualitas hidup yang positif bagi sesamanya. Yayasan dipandang sebagai bentuk ideal (philantropic) untuk mewujudkan keinginan manusia, dan karena itu keberadaannya dirasakan membawa manfaat positif dari sisi sosial kemanusiaan. Mengapa demikian? Karena Yayasan tidak semata-mata mengutamakan profit atau mengejar mencari keuntungan dan/atau penghasilan sebesar-besarnya sebagaimana layaknya badan usaha lainnya.63

Yayasan sebagai badan hukum merupakan “artificial person” (orang ciptaan hukum) yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia selaku wakilnya. Yayasan sangat tergantung pada wakil-wakilnya dalam melakukan perbuatan hukum, karenanya agar Yayasan dapat dengan mudah melakukan perbuatan hukum tersebut Yayasan harus mempunyai organ. Ketiadaan organ menyebabkan Yayasan tidak dapat berfungsi dan mencapai maksud dan tujuan pendiriannya. Dalam menjalankan kegiatan usahanya Yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh organ Yayasan. Yang termasuk sebagai organ Yayasan adalah:64

a. Pembina; b. Pengurus;

63 Chidir Ali, Op.Cit, hal 11 64

(7)

c. Pengawas.

Tugas dan tanggung jawab organ Yayasan bersumber pada:65 (i) ketergantungan Yayasan kepada organ tersebut mengingat bahwa Yayasan tidak dapat berfungsi tanpa organ, dan (ii) kenyataan bahwa organ adalah sebab bagi keberadaan (raison d’etre) Yayasan, karena apabila tidak ada Yayasan, maka juga tidak akan ada organ.

Antara Yayasan dengan (masing-masing) organ terdapat fiduciary

relationship (hubungan kepercayaan) yang melahirkan fiduciary duties.

Adanya hubungan kepercayaan atau fiduciary relationship antara Yayasan dengan organnya berarti bahwa keberadaan organ adalah semata-mata demi kepentingan dan tujuan Yayasan yang dipertegas dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Guna menjaga fiduciary relationship dan fiduciary duties antara Yayasan dengan organ Yayasan, maka Undang-Undang Yayasan juga mengatur mengenai adanya larangan perangkapan jabatan dan larangan menerima gaji, upah, atau honor tetap, yang tidak lain gunanya menghindari

conflict of interest antara kepentingan Yayasan dengan kepentingan pribadi

organ Yayasan.66

Kekayaan Yayasan yang berasal dari kegiatan usaha maupun dari sumbangan pihak ketiga, merupakan milik Yayasan dan sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) tidak boleh dibagikan atau dialihkan kepada Pembina, Pengurus, maupun Pengawas Yayasan. Aturan main yang demikian, tujuannya untuk menghindari agar sebuah Yayasan jangan sampai disalahgunakan untuk mencari dana atau keuntungan bagi para personel organ Yayasan. Juga untuk melindungi Yayasan, supaya Yayasan tetap dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan. Cara yang demikian sebagai cara yang terbuka bahwa dalam mengelola kekayaan Yayasan tidak tergantung kepada kemauan Pembina, Pengurus, atau pegawai Yayasan. Masing-masing organ Yayasan maupun pegawai Yayasan dapat mengontrol pengelolaan kekayaan Yayasan.

65 Ibid, hal 94 66

(8)

Pada dasarnya Yayasan sebagai suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan guna mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Hal ini memberi makna bahwa kekayaan Yayasan terpisah dari kekayaan pendiri ataupun kekayaan organ-organ terkait. Selain itu Yayasan merupakan subjek hukum (entitas hukum) mandiri yang tidak bergantung pada keberadaan organ Yayasan, dalam pengertian bahwa organ Yayasan bukanlah pemilik Yayasan melainkan sebagai pengelola kelangsungan hidup Yayasan, di mana organ Yayasan bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan kekayaan Yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.67

Kecenderungan masyarakat untuk mendirikan Yayasan guna berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, tetapi sering dijadikan sebagai suatu wadah untuk memperkaya diri pribadi dari organ-organ Yayasan itu sendiri, sering menimbulkan beragam permasalahan terutama berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang tercantum dalam anggaran dasar Yayasan. Prinsip Yayasan pada masa itu jauh dari indikasi adanya penerapan transparansi, di mana hanya penyantun dan organ Yayasan yang mengetahui jumlah kekayaan dan bentuk kegiatan usaha Yayasan yang sebenarnya. Ada anggapan bahwa orang luar (dalam hal ini masyarakat) tidak berhak untuk mengetahui dan campur tangan dalam urusan Yayasan.68

C. Penyebab Penyimpangan Pengelolaan Yayasan

Penyebab dari penyimpangan bersumber pada peraturan perUndang-Undangan. Dalam berbagai peraturan perUndang-Undangan dapat ditemukan ketentuan yang mensyaratkan penyelenggaraan suatu kegiatan dilakukan oleh Yayasan. Di sektor pendidikan, universitas swasta harus dikelola oleh Yayasan. Demikian pula dengan sektor kesehatan yang mensyaratkan rumah sakit didirikan dalam bentuk yang sama. Padahal, sebagaimana diuraikan diatas, tidak semua kegiatan pendidikan ataupun kesehatan hanya bersifat sosial. Bagi mereka yang ingin mendirikan lembaga pendidikan atau rumah sakit untuk tujuan komersial

67 Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 3.

68 YB. Sigit Hutomo, “Reformasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen, The Jakarta Consulting Group (Editor) 360” Approach on Fondation, (Yogyakarta: Andi,

(9)

tentunya tidak mempunyai pilihan lain selain menggunakan Yayasan sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perUndang-Undangan. Akibatnya adalah Yayasan didirikan untuk sekedar memenuhi persyaratan peraturan perUndang-Undangan. Padahal Yayasan tersebut dikelola sebagaimana layaknya sebuah PT yang merupakan badan hukum yang mencari keuntungan.

Ketiga, Yayasan digunakan sebagaimana layaknya PT. Yayasan demikian didirikan dengan maksud sebenarnya untuk mencari keuntungan baik langsung maupun tidak langsung. Banyak contoh untuk hal ini. Yayasan didirikan untuk memiliki saham, untuk mengelola gedung secara komersial, bahkan biro perjalanan yang menawarkan perjalanan ke tempat-tempat suci sering menggunakan Yayasan sebagai badan “usaha”-nya. Masuk dalam katagori ini adalah perusahaan-perusahaan yang mendirikan Yayasan untuk mendapat keringanan pajak. Padahal selain mendapat keringanan pajak, perusahaan tersebut akan terkesandimata banyak orang sebagai tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi juga mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat (kegiatan ini sering disebut sebagai image building). Pada contoh ini keuntungan diperoleh secara tidak langsung.69

D. Prinsip Pertanggungjawaban Pengurus dalam Pengelola Kekayaan Yayasan

Peranan Pengurus amat dominan pada suatu organisasi. Pada Yayasan Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan. Sebelum adanya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004, sering terjadi Pendiri merangkap sebagai Pengurus atau demikian sebaliknya. Hal ini mengakibatkan sering timbulnya kepentingan pribadi dari Pengurus Yayasan tersebut yang merugikan Yayasan dalam menjalankan kegiatannya.

69

(10)

Peran Pengurus dalam Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan diatur dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 39. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas. Larangan perangkapan jabatan dimaksud untuk meghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas dan tanggung jawab antara Pembina, Pengurus, dan Pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain.

Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan baik didalam maupun di luar Yayasan. Pengurus mempunyai tugas dan kewenangan melaksanakan kepengurusan dan perwakilan yang harus dijalankan semata – mata untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Adapun yang dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.

Kewenangan Pengurus meliputi :

a. Melaksanakan kepengurusan Yayasan

b. Mewakili Yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan c. Mengangkat dan memberhentikan pelaksanaan kegiatan Yayasan d. Bersama – sama dengan anggota Pengawas mengangkat anggota

pembina jika Yayasan tidak lagi mempunyai pembina

e. Mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian, jika Yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu

f. Menandatangani laporan tahunan bersama – sama dengan Pengawas g. Mengusulkan kepada pembina tentang perlunya penggabungan h. Bertindak selaku likuidator jika tidak ditunjuk likuidator. 70

Disini nampak bahwa Pengurus mempunyai tugas dan kewenangan yaitu melaksanakan kepengurusan dan mewakili Yayasan. Sehubungan dengan tugas dan kewenanagan tersebut, Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 menegaskan bahwa setiap anggota Pengurus

70

(11)

bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan menjalankan tugasnya tidak mematuhi ketentuan anggaran dasar Yayasan sehingga mengakibatkan kerugian bagi Yayasan atau pihak ketiga.71 Ketentuan ini merupakan konsekwensi dari fidusiary relationship antara Yayasan dengan Pengurus selaku organ Yayasan.

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 memberi kebebasan kepada Yayasan untuk mengangkat anggota Pengurus, yang tidak harus berasal dari dalam Yayasan. Jika ada anggota Pengurus yang diangkat dari luar Yayasan sama sekali tidak dilarang. Undang – Undang Yayasan dalam hal ini menganut azas bebas dan terbuka dalam pengangkatan Pengurus. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina atau Pengawas.72 Larangan merangkap jabatan ini. menurut penjelasan Pasal 31 Ayat (3) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tersebut, untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab antara Pembina, Pengurus, Pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain.

Ketentuan Pasal 31 ayat (2) maupun Pasal 40 ayat (3) menghendaki agar pengangkatan anggota Pengurus maupun Pengawas, syaratnya adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. Namun bukan berarti semua orang dapat diangkat dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti aspek pendidikan dan pengalaman, aspek kemampuan dan tanggung jawab, aspek menejerial dan profesional.

71 Anwar Borahima, Op. Cit, Hal 222 72

(12)

Pembina, Pengurus dan Pengawas dilarang merangkap jabatan dan masing-masing harus bekerja secara profesional. Pihak ketiga dapat mengawasi kerja dari organ Yayasan tersebut, sebagai bagian pengawasan dari luar untuk menyelesaikan permasalahan Yayasan secara represif. Jadi lembaga pemerikasaan di sini sebenarnya juga untuk menilai profesionalitas personel organ Yayasan.

Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali setelah jabatan pertama berakhir untuk masa jabatan 5 tahun dan ditentukan dalam anggaran dasar, dan tidak ditentukan untuk berapa kali pengangkatan. Pengurus yang baru harus meberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia tentang pergantian Pengurus sebelumnya.73

Pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pengurus yang tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dapat dibatalkan oleh pengadilan, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan kejaksaan yang mewakili kepentingan umum. Dalam hal Pengurus selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam anggaran dasar susunan Pengurus sekurang kurangnya terdiri dari atas seorang ketua, seorang sekretaris dan seorang bendahara.74

Dalam praktek, seorang ketua Pengurus Yayasan harus dapat menjadi penggerak Yayasan yang mendorong Yayasan untuk bergerak mencapai maksud dan tujuannya. Oleh karenanya sebelum berlakunya Undang – Undang Yayasan, biasanya yang diangkat menjadi ketua Yayasan adalah para pencetus tujuan Yayasan dan para pendiri Yayasan dengan masa jabatan yang tidak dibatasi. Namun dengan berlakunya Undang –Undang Yayasan, hal itu tidak dimungkinkan lagi oleh karena Undang – Undang Yayasan telah secara tegas mengatur pembatasan masa jabatan dan

73 Pasal 32 dan 33 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004

74 Barohima Anwar, Kedudukan Yayasan di Indonesia: Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung jawab Yayasan, Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2010, hal 57

(13)

mekanisme pemberhentian dan penggantian Pengurus Yayasan termasuk didalamnya adalah ketua Pengurus Yayasan.75

Pengurus Yayasan mewakili Yayasan didalam dan di luar pengadilan. Pengurus Yayasan menerima pengangkatan berdasarkan kepercayaan atau berdasarkan fiduciary duty. Hal ini terlihat dalam Pasal 35 ayat (2) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Undang – Undang ini pun membedakan antara Pengurus dan Pelaksana Kegiatan Yayasan. Jika Pengurus tidak menerima gaji, upah, atau honorarium, maka terbuka kemungkinan pembayaran kontraprestasi bagi pelaksana kegiatan Yayasan.

Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan jika terjadi perkara didepan pengadilan antara Yayasan dan anggota Pengurus yang bersangkutan. Juga dalam hal terdapat kepentingan yang berbeda antara anggota Pengurus dan kepentingan Yayasan.76 Kewenangan Pengurus juga dibatasi dalam hal – hal yang mengikat Yayasan sebagai penjamin hutang, pengalihan kekayaan Yayasan, atau pembebanan atas kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.77

Jika Pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan, anggaran dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari Pembina dan atau Pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan Yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit.

Yayasan cakap melakukan perbuatan hukum sepanjang perbuatan hukum itu tercakup dalam maksud dan tujuan Yayasan yang dituangkan dalam anggaran dasar Yayasan tersebut. Dalam hal Yayasan melakukan

75 Sunardiati Maria Kusumastuti Arie, Hukum Yayasan di Indonesia, PT Abadi. Jakarta.

2003, hal 15

76 Pasal 36 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 77

(14)

perbuatan hukum ultra vires, yang diluar batas kecakapannya, maka perbuatan hukum tersebut batal demi hukum. Guna menghindari pembatalan tersebut, maka diperlukan penafsiran atau rumusan maksud dan tujuan Yayasan, berpegang pada pengertian yang lazim menurut kebiasaan, dan memperhatikan sejauh mana perbuatan tersebut dapat menunjang kegiatan Yayasan dalam rangka pencapaian maksud dan tujuan Yayasan.78

Undang-Undang Yayasan juga membuka kemungkinan Pengurus bertanggung jawab tidak terbatas atas kerugian yang diderita oleh Yayasan. Jika kepailitan terjadi karena kesalahan Pengurus, Pengurus dapat bertanggung jawab secara tanggung renteng, kecuali Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, Pengurus yang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan dalam mengurus suatu Yayasan, selama 5 (lima) tahun sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat menjadi Pengurus Yayasan manapun.79

Pengurus dalam Yayasan yang akta pendiriannya belum disahkan menjadi badan hukum, apabila melakukan perbuatan hukum yang dilakukannya atas nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus secara tanggung renteng, hal ini disebabkan kerena belum disahkannya akata pendirian Yayasan, berarti ketentuan tentang tata cara pengangkatan Pengurus yang diatur didalam anggaran dasarnya belum sah.

Berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, berarti telah terjadi reformasi terhadap Yayasan terutama yang berhubungan dengan anggaran dasar. Reformasi yang perlu dilakukan mencakup aspek organ Yayasan (Pembina, Pengurus dan Pengawas) serta wewenang masing – masing unsur organ Yayasan, pengelolaan kegiatan usaha Yayasan menjadi jelas sehingga tidak menjadi tempat persembunyian harta oleh para pendirinya dan pengelolaan kegiatan usaha Yayasan haruslah dikelola secara profesional.80

Mengenai pertanggungjawaban Pengurus terhadap kegiatan usaha Yayasan berkaitan erat dengan prinsip fiduciary relationship antara Yayasan dengan Pengurus selaku organ Yayasan oleh karena adanya perbuatan ultra vires yang mengakibatkan kerugian bagi Yayasan atau pihak ketiga. Kesalahan

78 Barohima Anwar, Op.Cit, hal 59

79 Sunardiati Maria Kusumastuti Arie, Op.Cit, hal 18 80

(15)

Pengurus tersebut merupakan kesalahan langsung karena telah menyebabkan kerugian maupun kesalahan karena ikut menyebabkan kerugian. Untuk itu maka tanggung jawab kegiatan usaha Yayasan sangat penting dilakukan oleh setiap Pengurus berdasarkan prinsip kehati – hatian dan tanggung jawab. Pengelolaan kegiatan usaha Yayasan berkaitan erat dengan pengelolaan harta kekayaan Yayasan, karena hasil kegiatan usaha merupakan salah satu bentuk pendapatan yang menjadi harta kekayaan Yayasan.81

Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.82 Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.83 Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.84

Yayasan sangat bergantung pada organ Pengurus sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan kegiatan dan melaksanakan fungsinya. Sehingga antara Yayasan dengan organ Pengurus terdapat fiduciary

relationship yang melahirkan fiduciary duties. Pengurus hanya berhak dan

berwenang bertindak atas nama dan untuk kepentingan Yayasan serta dalam batas – batas yang ditentukankan dalam Undang – Undang Yayasan dan anggaran dasar Yayasan. Setiap tindakan yang dilakukan Pengurus diluar kewenangan yang diberikan tersebut tidak akan mengikat Yayasan. Hal ini berarti, Pengurus dalam melakukan tugasnya haruslah bertanggung jawab mempergunakan wewenang yang dimilikinya berdasarkan anggaran dasar Yayasan, untuk tujuan yang patut yang sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang tertuang dalam anggaran dasar Yayasan.85

Pengurus tidak boleh memperoleh keuntungan untuk dirinya pribadi bila keuntungan tersebut diperoleh karena kedudukannya sebagai Pengurus pada Yayasan itu.

81 Wijaya Gunawan, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Konprehensip, Elex Media

Komputindo, Jakarta, 2002, hal 44

82

Pasal 35 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001

83 Pasal 35 ayat (2) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 84 Pasal 35 ayat (5) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001

85 Wahyono,L, Boedi, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif Atau Komersial, Novindo

(16)

Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 dengan tegas menyatakan bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Dari ketentuan Pasal 1 angka (1), maka Pengurus mempunyai tanggung jawab agar dapat mengelola harta kekayaan yang dipisahkan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada akta pendirian Yayasan. Dalam melakukan pengelolaan harta tersebut sepenuhnya diarahkan untuk dapat mencapai tujuan pendirian Yayasan dengan melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha Yayasan yang sebaik mungkin.

Pasal 5 ayat (1) Undang – Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 mengatur tentang harta kekayaan baik berupa uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang – Undang ini, dilarang dialihkan untuk dibagikan secara langsung atau tidak langsung baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas. Dengan adanya ketentuan ini maka dengan sendirinya setiap Pengurus Yayasan tidak dibenarkan menerima pengalihan harta Yayasan dengan alasan apapun.

Ditinjau dari aspek manajerial, agar Yayasan dapat tumbuh berkesinambungan dalam mencapai maksud dan tujuan Yayasan, maka Yayasan kiranya perlu mempertimbangkan hal – hal berikut :

1. Pendiri dan Pengurus harus bersedia meninggalkan kepentingan pribadi secara sukarela menyumbangkan pikiran dan sumber daya lainnya bagi pencapaian maksud dan tujuan Yayasan.

2. Visi dan misi Yayasan harus dirumuskan dengan jelas dan tegas sebagai dasar untuk memberi arah dalam penyusunan rencana strategis dalam pencapaian maksud dan tujuan Yayasan.

(17)

3. Pengelolaan Yayasan harus dijalankan secara transparan, karena pemodal, masyarakat, dan pemerintah menuntut adanya keterbukaan dan akuntabilitas yang baik.

4. Profesionalisme pengelolaan Yayasan akan menciptakan citra yang positif dimata pemodal, masyarakat dan pemerintah. Dengan citra yang positif akan memudahkan Yayasan menggalang dukungan dan partisipasi berbagai pihak dalam menggali sumber perdanaan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.

5. Pengelolaan Yayasan dilakukan secara efektif dan efisien sebagaimana halnya suatu organisasi bisnis, namun dana yang dihasilkan diperuntukkan sepenuhnya untuk pencapaian maksud dan tujuan Yayasan. Pengelolaan Yayasan dilakukan berdasarkan prinsip profesinalisme dan tidak cukup hanya dengan idealisme.

6. Manajer dan karyawan harus diberikan kompensasi yang layak kerena mereka harus dituntut berprestasi sebagaimana layaknya maneger perusahaan biasa. Untuk menutupi pengeluaran yang tinggi Yayasan harus menciptakan gagasan yang kreatif dan kegiatan yang menghasilkan nilai tambahan (added value) sehingga dengan mudah mendapat dukungan dan simpati masyarakat serta tentunya akan dapat menghasilkan dana bagi Yayasan.

7. Yayasan harus menciptakan kegiatan dan program yang kreatif yang berorientasi pasar. Program yang berorientasi pasar akan sangat disukai oleh konsumen sehingga memudahkan Yayasan menggali sumber pendanaan untuk mendukung kegiatanya. Untuk itu sudah layaknya Yayasan mengimplementasikan strategi pemasaran dalam upaya mengidentifikasi potensi pasar, menciptakan program yang dibutuhkan masyarakat dan melakukan promosi atas program – program tersebut. Pemasaran bukan lagi dominasi dunia bisnis, tetapi sudah saatnya dilakukan oleh Yayasan. Strategi pemasaran yang berhasil akan menciptakan kepuasan konsumen, meningkatkan partisipasi konsumen, meningkatkan dukungan publik, dukungan pemodal serta meningkatkan efisiensi.

8. Pengelolaan keuangan dilakukan secara profesional berlandaskan prinsip transparansi, efisiensi dan akuntabilitas. Walaupun uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang Yayasan tidak dapat menjalankan kegiatannya. Oleh karena itu,pembukuan harus diselenggarakan dengan tertib dan informasi keuangan dihasilkan tepat waktu sehingga dapat dimanfaatkan oleh Pengurus untuk tujuan evaluasi. Pengawasan dan perencanaan.

9. Pengurus harus meningkatkan pemahaman tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan serta berbagai aspek hukum lainnya yang relavan untuk meyakinkan bahwa segala tindakan dan keputusan Yayasan telah sesuai dengan ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku.86

86

(18)

Apabila Yayasan memiliki kegiatan kegiatan usaha maka pendapatan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha tersebut perlu dicatat secara terpisah. Bahkan Yayasan dapat membentuk badan usaha tersendiri yang mengelola kegiatan bisnis dari Yayasan. Kegiatan usaha dari badan usaha yang dimiliki oleh Yayasan dapat mencakup antara lain, kesenian dan budaya, olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan. Kegiatan usaha tersebut sebaiknya diserahkan kepada orang yang memiliki kompetensi dalam pengelolaannya, sehingga tidak dianggap merugikan oleh pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan.87

Keuntungan dari kegiatan komersial ini akan menjadi sumber penerimaan kas bagi Yayasan dan keuntungan ini tidak boleh dibagikan kepada pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan. Hal ini bertentangan dengan kebiasaan Pengurus Yayasan di masa lalu, seringkali hasil usaha Yayasan itu untuk pribadi, bahkan akta pendirian Yayasan seringkali dijadikan alasan untuk mengalihkan harta kekayaan Yayasan kepada Pengurus (dan anak keturunnya).88

Dalam mengelola kegiatan usaha Yayasan Pengurus harus selalu mengedepankan pengelolaan berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas yaitu ikhtisar laporan tahunan disampaikan Pengurus ke dalam rapat tahunan pembina dan apabila rapat tahunan pembina menyetujui ikhtisar laporan tersebut, berarti memberikan perlunasan dan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya kepada para anggota Pengurus dan Pengawas atau pengurusan dan pengawasan yang telah dijalankan selama satu tahun buku.89

Pertanggung jawaban dalam melaksanakan kegiatan usaha Yayasan harus dilakukan secara transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Untuk dapat menentukan siapa yang dapat bertanggung jawab terhadap kerugian pada penyelenggaraan usaha Yayasan, maka yang bertanggung jawab itu siapa yang melakukan kesalahan, apabila Pengurus yang melakukan kesalahan atau kelalaian maka penguruslah yang melakukan pertanggung jawaban, akan tetapi apabila kesalahan itu merupakan kesalahan penyelenggara usaha maka penyelenggaralah yang bertanggung jawab.90

87 YB. Sigit Hutomo, Op.Cit, hal 80 88 Ibid, hal 131

89 Ibid, hal 132 90

(19)

Akan tetapi bagi Pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat atau negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan dimanapun. Namun tentang pertanggung jawaban Pengurus terhadap kerugian penyelenggaraan kegiatan Yayasan, Pengurus dapat juga dipersalahkan. Hal ini berdasarkan Pasal 1367 Ayat (1) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang – orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang – barang yang berada dibawah pengawasannya.91

Setiap kerugian yang terjadi dalam penyelenggaraan kegiatan usaha Yayasan harus dapat dipertanggung jawabkan Pengurus, terutama pertanggung jawaban ini akan disampaikan pada rapat Dewan Pembina setahun sekali. Apabila pembina bermaksud untuk mendirikan suatu kegiatan usaha yang mempergunakan modal dari harta Yayasan, maka pembina harus mengusulkan hal ini kepada Pengurus, pembina tidak dibenarkan menyelenggarakan kegiatan usaha Yayasan tanpa sepengatahuan Pengurus. Sebab dalam organ Yayasan, pembina hanya berwenang untuk menetapkan kebijakan umum dan rancangan anggaran tahunan, hal ini dipertegas dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang – Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang – Undang dan kewenangan pembina meliputi :

1. Keputusan untuk melakukan perubahan Anggaran Dasar Yayasan.

2. Pengangkatan dan Pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas Yayasan.

91

(20)

3. Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan, 4. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.

Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa Pembina hanya berwenang untuk menetapkan kebijakan – kebijakan umum sesuai dengan Anggaran Dasar Yayasan bukan mengurusi operasional penyelengaraan kegiatan Yayasan apalagi Pembina sampai merangkap jabatan sebagai penyelenggara kegiatan Yayasan, maka hal ini sangat bertentangan dengan Undang – Undang Yayasan yang ada. 92

Dalam menjalankan tanggung jawab tugasnya seorang Pengurus harus berlandaskan pada prinsip :

1. Fiduciary duty adalah prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercaya oleh Yayasan kepada Pengurus.

2. Duty of skill and care adalah prinsip yang menunjuk kepada kemampuan serta kehati – hatian tindakan Pengurus.

3. Statutory duty adalah prinsip yang berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang serta tanggung jawab Pengurus Yayasan.93

Ketiga prinsip ini menuntut Pengurus untuk bertindak secara hati – hati dan disertai dengan iktikad baik semata – semata untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Sebagai badan yang berbadan hukum (artificial Person) Yayasan tidak bertindak sendiri dalam menjalankan segala kegiatannya. Untuk itu diperlukan orang – orang yang memiliki kehendak, yang akan menjalankan Yayasan tersebut, sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian Yayasan. Orang – orang yang akan

92

Nindyo Pramono, Reformasi Yayasan Perspektif Hukum dan Manajemen Kedudukan

Hukum Yayasan di Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta. 2002, hal 66

93

(21)

menjalankan, mengelola dan mengurus Yayasan dalam Undang – Undang Yayasan pasal 2 disebut dengan istilah organ Yayasan.94

Fiduciary (fidusia) dalam bahasa latin dikenal sebagai fiduciaries yang

berarti kepercayaan. Kepercayaan yang dipegang seseorang untuk kepentingan orang lain

Fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh Pengurus dengan penuh

tanggung jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (Yayasan). Seseorang memiliki kepastian fiduciary duty jika bisnis yang ditransaksikannya, harta benda atau kekayaan yang dikuasainya bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan orang lain. Orang yang memberikan kewenangan tersebut memiliki kepercayaan yang besar kepadanya. Sebagai pemegang amanah, wajib memiliki itikad baik dalam menjalankan tugasnya.95

Berdasarkan fiduciary duty, Pengurus dalam melakukan tugasnya haruslah berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh pembina/pendiri, jadi harus berbuat

bonafide,96 untuk kepentingan Yayasan secara keseluruhan dan bukanlah untuk kepentingan pribadi organ Yayasan, serta harus sesuai dengan tujuan dan maksud Yayasan.

Pengurus bertanggung jawab sepenuhnya atas kepengurusan Yayasan, baik untuk kepentingan maupun tujuan Yayasan serta mewakili Yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan azas persona standi in judicio. Pengurus bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar.

94 Pasal 2 Undang – Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 menyatakan bahwa Yayasan

mempunyai oragan yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas.

95 Munir Fuady, Perseroan Terbatas-Paradikma Baru, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,

2003, hal 33

96 Bonafide berarti : in or with good faith, honestly,opernly, and sincerely, withaout deceit

(22)

Berdasarkan kewenangan yang ada, Pengurus harus mampu mengekspresikan dan menjalankan tugasnya dengan baik, agar Yayasan selalu berjalan pada jalur yang benar atau layak. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 Pasal 35 yaitu :

1. Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

2. Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan.

3. Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan,

4. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.

5. Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga

Ketentuan dalam Pasal 35 ayat (1) artinya, kegiatan yang dilakukan dan keputusan yang diambil, harus dilakukan demi kepentingan dan tujuan Yayasan dan Pengurus tidak boleh mengatasnamakan Yayasan untuk melakukan segala sesuatu di luar kepentingan dan tujuan Yayasan, kepentingan pribadi dan atau orang lain.97 Dengan demikian Pengurus harus mampu menghindarkan Yayasan dari tindakan – tindakan ilegal, bertentangan dengan peraturan dan kepentingan

97 Wahyono Darmabrata,” Implomentasi Good Corporate Govermance Menyikapi Bentuk – Bentuk Penyimpangan Fiduciary Duty Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas”

(23)

umum serta bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat dengan organ Yayasan lain. Pada Pasal 35 ayat (2) menunjukan bahwa Pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan fiduciary duty.

Bilamana Pengurus berbuat untuk keuntungan bagi diri mereka sendiri, atau pihak ketiga, atau merugikan Yayasan, perbuatan tersebut memperlihatkan tidak adanya iktikad baik dari para Pengurus tersebut. Ada 2 (dua) prinsip standar yang harus dipenuhi oleh Pengurus dalam membuat keputusan. Pertama, ia harus dilakukan dengan iktikad baik untuk kepentingan Yayasan, dan ke dua, harus dibuat untuk tujuan yang benar sesuai dengan tujuan Yayasan.

Pengurus juga berpedoman pada prinsip – prinsip dalam doktrin fiduciary

duty, yaitu:98

1. Pengurus di dalam melakukan tugasnya tidak boleh melakukannya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga, tanpa persetujuan dan atau sepengetahuan Yayasan (the conflict rule)

2. Pengurus tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai Pengurus untuk memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun pihak ketiga, kecuali atas persetujuan Yayasan (the profit rule)

3. Pengurus tidak boleh mempergunakan atau menyalahgunakan milik Yayasan untuk kepentingannya sendiri dan atau pihak ketiga (the

misappropriation rule).

Prinsip di atas konsepnya berbeda satu sama lain,tetapi sering kali diterapkan secara bersamaan dan berhimpitan. Dalam hubungan dengan Pengurus tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi karena posisi yang dijabatnya. Maka dari itu, diantara tindakan Pengurus yang dapat merugikan Yayasan adalah melakukan transaksi antara Yayasan dan dirinya sendiri ataupun mengambil

98 Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi, PT.Citra Aditya Bakti,

(24)

kesempatan meperoleh keuntungan yang seharusnya untuk Yayasan, dilaksanakan sendiri bagi kepentingan sendiri.

Berdasarkan konsep tersebut, Pengurus harus menghindari konflik kepentingan. Tidak seorang Pengurus pun boleh melibatkan diri dalam suatu kontrak, dimana ia memiliki kepentingan pribadi,yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan dengan kepentingan perusahaan yang harus dilindunginya. Kontrak yang melibatkan konflik kepentingan seperti ini disebut dengan ”voidable”. Didalam fiduciary duty juga terdapat kewajiban bagi Pengurus untuk melaporkan setiap keuntungan pribadi yang dimilikinya atau dimiliki keluarga., ketentuan ini dimaksud untuk mendeteksi kemungkinan adanya

self dealing (yaitu mengetahui keuntungan yang dimiliki Pengurus atau

keluarga karena posisi yang dijabatnya dengan melakukan transaksi antara Yayasan ataupun mengambil kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya untuk Yayasan, dilaksanakan sendiri bagi kepentingan sendiri.99

Pengurus tidak hanya bertanggung jawab terhadap ketidak jujuran yang disengaja (dishonesty).Tetapi juga bertanggung jawab secara hukum terhadap tindakan kesalahan manajemen, kelalaian, kegagalan, atau tidak melakukan sesuatu yang penting bagi Yayasan/perseroan.100 Dengan demikian, Pengurus bertanggung jawab penuh atas pengurusan Yayasan, artinya secara Fiduciary harus melaksanakan standartd of care.

Sepanjang Pengurus bertindak dengan itikad baik, dan tindakan tersebut semata-mata untuk kepentingan Yayasan, tetapi ternyata Yayasan tetap menderita kerugian, maka Pengurus tidak serta merta bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian tersebut. Sehubungan dengan hal ini Pasal 39 ayat 2 Undang – Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 menyatakan bahwa Pengurus tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian tersebut, apabila dapat membuktikan :

99 Ibid, hal 109 100

(25)

1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya

2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati – hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud Yayasan.

3. Tidak mempunyai benturan langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian.

4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutan kerugian tersebut.

Ketentuan diatas memperlihatkan bahwa Pengurus tidak boleh menimbulkan kerugian bagi Yayasan, yang disebabkan ketidakcakapannya ataupun kelalaiannya. Pengurus Yayasan dalam menjalankan tugasnya berdasarkan prisip fiduciary duties, harus melakukan pertimbangan sebagai berikut.101

1. Pengurus harus mempertanggungjawabkan keuntungan pribadi karena jabatannya kepada Yayasan

2. Menghindari terjadinya konflik kepentingan dengan tidak terlibat dalam sebuah kontrak dimana satu pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut adalah Yayasan

3. Menghindari posisi yang memprioritaskan kepentingan pribadi atau pihak lain.

Jika Pengurus tidak melaksanakan ketiga prinsip tersebut dalam menjalankan tugasnya tentu Yayasan dapat mengalami kerugian yaitu102 :

a. Bertransaksi dengan Yayasan

b. Keuntungan Yayasan diambil untuk kepentingan pribadi

c. Melibatkan diri dalam perjanjian yang menimbulkan benturan kepentingan dengan Yayasan.

101 Rita M-L & Law Firm, Op,Cit,hal 121 102

(26)

d. Melakukan hal yang dapat memperoleh kontra prestasi dengan Yayasan. Untuk mengetahui apakah seseorang Pengurus telah melakukan tugasnya secara baik dengan mengunakan kemampuan dan kepeduliannya (duties of

care and skill), maka standar yuridis yang umum adalah bahwa Pengurus

harus menunjukan derejat kepeduliannya (care) dan kemampuan (skill) seperti yang diharapkan secara reasonable dari orang yang memiliki pengetahuan (knowledge) dan pengalaman (experience). Dengan demikian

fiduciary duty dapat dikatakan sebagai tugas yang diemban oleh Pengurus,

dengan penuh tanggung jawab dalam kapasitas dan fungsinya, demi kepentingan Yayasan. Pengurus berkewajiban untuk mengelola Yayasan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, serta mengutamakan kepentingan Yayasan diatas kepentingan pribadi, atau bahkan kepentingan organ Yayasan sekalipun.103

Duty of skill and care ini dianut dalam Pasal 39 Undang – Undang

Yayasan Nomor 16 Tahun 2001. Tugas yang harus dilakukan dengan care and

diligence timbul dari kepatutan atau kewajaran (equity), sebagaimana tugas care and diligence timbul dari hubungan trustee dengan beneficiary. Tugas – tugas

Pengurus tentu saja diatur menurut peraturan PerUndang – Undangan yang berlaku serta anggaran dasar Yayasan yang berlaku sebagai Undang – Undang bagi Yayasan tersebut.

Kemampuan atau keahlian mengurus Yayasan merupakan persyaratan yang harus dimiliki oleh Pengurus dan Pengawas. Sebagai puncak pimpinan, kualifikasi profesional ini menjadi persyaratan yang tidak dapat ditawar.104 Pengurus harus mempunyai keahlian (duty of skill) dan pengetahuan (knowlarge) serta kehati – hatian (duty of care) dengan derajat yang paling tinggi untuk mengelola suatu Yayasan. Oleh karena itu setelah diangkat, anggota Pengurus sudah harus mampu mengelola Yayasan dengan sebaik – baiknya.

103 YB. Sigit Hutomo, Op.Cit, hal 79

104 Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Govermance, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas

(27)

Tugas dan kewajiban Pengurus dalam hubungan dengan duty of skill and

care bersumber dari kontrak, keputusan/kewajaran, peraturan Undang –

Undang serta Anggaran Dasar. Tugas yang harus dilakukan tentu saja diatur menurut peraturan perUndang – Undangan yang berlaku serta Anggaran Dasar Yayasan yang berlaku sebagai Undang – Undang bagi Yayasan tersebut. Dengan adanya duty of cere, Pengurus diharuskan untuk bertindak dengan kehati-hatian dalam membuat segala keputusan dan kebijakan Yayasan. Kebijakan yang dibuat harus tetap mempertimbangkan segala informasi-informasi yang ada secara patut dan wajar.105

Berdasarkan kewenangan yang ada, Pengurus harus selalu waspada dan bertindak dengan perhitungan yang cermat. Dalam kebijakan yang dibuatnya dan mempertimbangkan keadaan, kondisi, dan biaya pengelolaan yang benar.106

Apabila Pengurus mengetahui perbuatan yang akan dilakukannya bertentangan dengan hukum atau peraturan yang berlaku, maka Pengurus Yayasan tersebut sudah seharusnya tidak melakukannya.

Berdasarkan doktrin business judgement rule, Pengurus tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengembilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik dan kehati – hatian serta jujur (honestly). Jika Pengurus memiliki benturan kepentingan dengan Yayasan ataupun melakukan perbuatan curang, bertindak dengan itikad buruk atau jika mereka membuat keputusan yang ilegal. Pengurus akan diajukan kepengadilan. Business judgement rule memberikan perlindungan bagi Pengurus sepanjang Pengurus benar – benar telah melaksanakan tugasnya dengan itikad baik dan semata – mata untuk kepentingan Yayasan.107

Standart of care merupakan suatu standar yang mewajibkan seseorang

dalam bertindak untuk memperhatikan segala resiko. Prinsip kehati – hatian dan ketelitian harus diditerapkan, supaya dapat menghindari segala kemungkinan – kemungkinan yang tidak diinginkan.

105 Budi Untung, Op.Cit, hal 68 106 Ibid, hal 140

107

(28)

Kelalaian atau kealpaan Pengurus dapat dihubungkan dengan Pasal 1366 KUHPerdata ”Setiap oraang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang kehati – hatian.

Undang–Undang menganggap perlu memberikan pembatasan bahkan larangan bagi Pengurus Yayasan untuk melakukan tindakan pengurusan tertentu. Karena tindakan – tindakan yang dilarang ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.

Ketentuan didalam Undang – Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 yang mengatur tentang kekuasaan dan wewenang serta tanggung jawab Pengurus Yayasan ada pada Pasal 35 ayat (5) yang menyebutkan : setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga. Dari ketentuan Pasal 35 ayat (5) diatas bahwa kekuasaan dan wewenang Pengurus Yayasan didasarkan dan dibatasi oleh anggaran dasar Yayasan yang bersangkutan.

Kewenangan bertindak Pengurus Yayasan, seperti halnya kewenangan bertindak Pengurus suatu badan hukum dirumuskan dalam anggaran dasarnya. Anggaran dasar merupakan hukum positif yang mengikat semua organ Yayasan. Kekuatan mengikat anggaran dasar tidak dapat dikesampingkan. Dalam hal ingin melakukan hal – hal yang bertentangan atau tidak sejalan dengan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang – Undang Yayasan dan Aggaran Dasar itu sendiri. Dengan demikian, Pengurus Yayasan menjalankan apa yang dikenal sebagai perwakilan statuter yaitu perwakilan berdasarkan anggaran dasar.108

108

(29)

E. Penataan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tersebut, dipandang tergolong lama, jika hal itu diukur sejak Negara Indonesia telah merdeka. Kelahirannya seolah-olah menunggu setelah adanya reformasi. Setelah itu juga dikarenakan kemungkinan persoalan Yayasan yang ada dipandang tidak begitu merugikan masyarakat pada umumnya.

Lambatnya membentuk Undang-Undang Yayasan ini, dapat berakibat lambatnya masyarakat Indonesia untuk menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tersebut terutama bagi Yayasan yang telah berdiri sebelumnya, karena masyarakat Indonesia telah terbiasa mengelola Yayasan secara tradisional yang mana norma-normanya telah mendarah daging (internalized). Sedangkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 diUndangkan untuk melakukan perubahan dalam masyarakat (agent of change) atas paradigma selama ini terhadap Yayasan. Dengan kata lain tujuan diUndangkannya Undang-Undang Yayasan tersebut adalah untuk dapat mengelola Yayasan secara profesional dan mampu berperan maksimal dalam masyarakat Indonesia.109

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menyebutkan bahwa Undang-Undang Yayasan dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Undang-Undang ini menegaskan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam Undang-Undang.

109

(30)

Dipertegasnya kedudukan Yayasan sebagai badan hukum menurut penulis merupakan langkah maju yang dilakukan pembentuk Undang-Undang Yayasan. Hal ini menjadi penting untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akutanbilitas kepada masyarakat.

Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara yuridis akan mempengaruhi eksistensi Yayasan ke dalam dan keluar. Ketentuan ini membawa konsekuensi yuridis bahwa Yayasan yang selama masa waktu 3 (tiga) tahun setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan belum atau tidak menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Yayasan, maka status Yayasan tersebut bukan sebagai badan hukum.110

Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud tidak dapat menggunakan kata “Yayasan“ di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan Keputusan Pengadilan atas Permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, tidak diikuti dengan penyediaan sarana yaitu baik peraturan pemerintah maupun perangkat administrasi lainnya. Sehingga dalam prakteknya pengesahan serta pendirian Yayasan sejak berlakunya Undang-Undang tersebut menemui banyak

110

(31)

masalah dan tidak dapat dilaksanakan, sehingga penulis berpendapat praktek pengesahan Yayasan berdasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan tidak efisien dan belum dapat dilaksanakan karena tidak adanya :

1. Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan Undang-Undang Yayasan; 2. Petunjuk Pelaksanaan tentang Pengesahan Yayasan ;

3. Fasilitas administrasi pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia;

Mengamati hal tersebut kiranya pemerintah perlu segera menetapkan Peraturan Pemerintah, Petunjuk Pelaksanaan, serta fasilitas administrasi untuk pengesahan pendirian Yayasan, sehingga masyarakat yang akan mendirikan atau menyesuaikan dengan Undang-Undang Yayasan, segera mendapat kepastian hukum dan masalah pendirian Yayasan tidak terkatung-katung. Proses pengesahan Yayasan sebagai badan hukum perlu diperjelas mekanismenya melalui suatu peraturan pelaksana tehnis yang dapat berupa peraturan pemerintah dan atau Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, agar visi dan misi Undang Yayasan dapat terwujud. Setelah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, maka keberadaan Yayasan sebagai badan hukum telah dipertegas. Untuk memperoleh status badan hukum Yayasan harus mendapatkan pengesahan terlebih dahulu dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

(32)

Akan tetapi dengan tidak diikuti penyediaan sarana yaitu baik peraturan pemerintah maupun perangkat administrasi lainnya, sehingga dalam prakteknya pengesahan serta pendirian Yayasan sejak berlakunya Undang-Undang tersebut menemui banyak masalah.

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya proses pengesahan Yayasan yang dikembalikan oleh Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia kepada Notaris selaku kuasa dari pendiri, karena: salah nama, kesamaan nama dengan nama Yayasan yang lain. Sehingga hal ini mengakibatkan proses pengesahan Yayasan sangat lama, dan tidak efisien. Hal ini tidak dipungkiri akan berakibat negatif bagi pihak-pihak yang berhubungan dengan pendirian Yayasan tersebut baik para pendirinya, Notaris juga Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia itupun sendiri. Yayasan tersebut baik para pendirinya, Notaris juga Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia itupun sendiri.111

Setelah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, memang telah memecahkan kebuntuan yang selama ini menjadi pertanyaan mengenai status Badan Hukum Yayasan, akan tetapi dengan tidak diikuti penyediaan sarana, yaitu baik peraturan pemerintah maupun perangkat administrasi lainnya, sehingga dalam prakteknya pengesahan serta pendirian Yayasan sejak berlakunya Undang-Undang tersebut menemui banyak masalah.

Keberadaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (UU Yayasan), nampak adanya keinginan pemerintah untuk menampung kebutuhan akan pengaturan masalah Yayasan ini. Prinsip yang ingin diwujudkan dalam ketentuan UU Yayasan adalah kemandirian Yayasan sebagai badan hukum, keterbukaan seluruh

111

(33)

kegiatan yang dilakukan Yayasan, dan akuntabilitas kepada masyarakat mengenai apa yang telah dilakukan oleh Yayasan, serta prinsip nirlaba yang merupakan prinsip yang fundamental bagi suatu Yayasan.

Hal itu terlihat dari beberapa ketentuan dalam Undang-Undang tersebut. Misalnya dengan adanya kewajiban pada setiap pendiri Yayasan untuk memintakan pengesahan badan hukum kepada Menteri Hukum dan HAM, dan seterusnya setiap ada perubahan mengenai nama dan kegiatan ikhtisar laporan tahunan yang menyangkut keuangan dan kegiatan Yayasan dalam tahun yang lampau.

Keinginan pemerintah untuk mengatur dan mengendalikan pendirian dan pengoperasian Yayasan tentunya didasarkan kepada pengalaman di masa lampau, tatkala banyak Yayasan yang menyalahgunakan segala kemudahan yang diberikan kepada Yayasan. Secara praktis, asumsi demikian memang perlu dibuktikan dengan suatu penelitian khusus. Namun secara kualitatif dapat dirasakan dan juga disaksikan berbagai Yayasan yang disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan.112

Menurut UU Yayasan, semua Yayasan yang telah berdiri dan didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, atau didaftarkan di pengadilan negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak dimulai berlakunya Undang-Undang tersebut wajib disesuaikan Anggaran Dasar.

112 Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998,

(34)

F. Kedudukan hukum dalam mengelola kekayaan Yayasan di Indonesia

Pada masa pemeritntahan Orde Baru banyak Yayasan yang didirikan oleh lembaga lembaga atau instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah termasuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, maupun swasta yang bergerak dalam banyak kegiatan, bahkan banyak yang cenderung komersial. Pembentukan Yayasan yang dilakukan oleh pemerintah telah banyak membawa konsekuensi hukum. Sebagian keuangan negara telah "dipisahkan" dalam arti "di lepaskan penguasaannya" untuk mendirikan Yayasan tersebut. Keuangan negara yang "dipisahkan" atau "di lepaskan penguasaannya" tersebut bukan lagi milik negara, karena itu negara tidak lagi memiliki kekuasaan secara nyata atas keuangan negara yang dipisahkan tersebut.113

Namun demikian pendirian Yayasan oleh lembaga-lembaga pemerintah termasuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah pada umumnya juga memanfaatkan fasilitas lembaga pemerintah atau badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang bersangkutan, baik dalam bentuk sarana, prasarana, ataupun kewenangan-kewenangan publik yang melekat pada lembaga pemerintah atau badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah tersebut.114 Kedudukan lembaga pemerintah atau badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah sebagai pendiri Yayasan pada umumnya diwakili oleh pejabat pada lembaga atau badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang bersangkutan baik secara ex offisio maupun secara pribadi, namun kewenangan-kewenangan publik yang melekat pada sirinya sering "dimanfaatkan" untuk memupuk keuntungan Yayasan. Dengan demikian dalam kiprahnya Yayasan tersebut tampak seperti kuasa lembaga pemerintah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.115

113 Ali Rido, Op.Cit, hal 13 114 Chatamarrasjid, , Op.Cit, hal 48 115

(35)

Demikian pula Yayasan yang didirikan oleh swasta, tengarai Yayasan-Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan telah berubah arah dari tujuan sosial ke tujuan komersil, sehingga aparat pajak mulai mengincar Yayasan pendidikan sebagai wajib pajak yang merupakan salah satu target pemasukan pendapatan negara.

Keinginan untuk segera memiliki UU Yayasan sebenarnya sudah lama, bahkan belakangan di era reformasi keinginan untuk segera memiliki UU Yayasan itu berbarengan dengan keinginan untuk menertibkan Yayasan yang semula didirikan oleh pemerintah dan kemudian dipimpin oleh mantan tokoh-tokoh pemerintah pemerintahan, seperti mantan Presiden Suharto yang ditengarai sebagai sarang KKN, namun sayang belakangan ini mualai tidak kedengaran lagi karena kalah dengan euforia politik.

Yayasan adalah suatu entitas hukum yang keberadaannya dalam lalu lintas hukum di Indonesia sudah di akui oleh masyarakat berdasarkan realita hukum positif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Namun demikian aturan perUndangUndangan yang mengatur entitas Yayasan sebagai badan hukum belum ada sampai saat ini. UU tentang Yayasan telah dibuat oleh pemerintah, namun demikian sampai saat ini belum ada kejelasan nasibnya. Kecenderungan masyarakat memilih bentuk Yayasan antara lain karena alasan :

(1). Proses pendiriannya sederhana,

(2). Tanpa memerlukan pengesahan dari pemerintah,

(3). Adanya persepsi dari masyarakat bahwa Yayasan bukan merupakan subyek pajak.116

Pengakuan Yayasan sebagai badan hukum yang berarti sebagai subyek hukum mandiri seperti halnya orang, secara teoritis dalam kenyataannya hanya didasarkan antara lain : karena adanya kekayaan terpisah, tidak membagi kekayaan atau penghasilannya kepada pendiri atau pengurusnya, mempunyai

116

(36)

tujuan tertentu, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai organisasi yang teratur, didirikan dengan akta notaris.

Berdasarkan hukum kebiasaan dan asumsi hukum yang berlaku umum di masyarakat, maka dapat dikemukakan ciri-ciri Yayasan sebagai suatu entitas hukum sebagai berikut :117

1. Eksistensi Yayasan sebagai entitas hukum di Indonesia belum didasarkan pada peraturan perUndangUndangan yang berlaku,

2. Pengakuan Yayasan sebagai badan hukum belum ada dasar yuridis yang tegas berbeda halnya dengan PT, Koperasi dn badan hukum yang lain,

3. Yayasan dibentuk dengan memisahkan kekayaan pribadi pendiri untuk tujuan nirlaba, unutk tujuan religius, sosial keagamaan, kemanusiaan dan tujuan-tujuan idiil yang lain,

4. Yayasan didirikan dengan akta notaris atau dengan surat keputusan pejabat yang bersangkutan dengan pendirian Yayasan,

5. Yayasan tidak memiliki anggota dan tidak dimiliki oleh siapapun, namun mempunyai Pengurus atau organ untuk merealisasikan tujuan Yayasan,

6. Yayasan, mempunyai kedudukan yang mandiri, sebagai akibat dari adanya kekayaan terpisah dari kekayaan pribadi pendiri atau pengurusnya dan mempunyai tujuan sendiri beda atau lepas dari tujuan pribadi pendirian atau Pengurus,

7. Yayasan diakui sebagai badan hukum seperti halnya orang yang berarti ia diakui sebagai subyek hukum mandiri yang dapat menyandang hak dan kewajiban mandiri, didirikan dengan akta dan didaftarkan di kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat,

8. Yayasan dapat dibubarkan oleh pengadilan bila tujuan Yayasan bertentangandengan hukum, dapat dilikuidasi dan dapat dinyatakan pailit.

Dengan dikeluarkannya UU No. 16 Tahun 2001 dan mengacu pada di atas, dapat disimpulkan bahwa Yayasan telah diakui sebagai badan hukum privat, yang berarti diakui subyek hukum mandiri yang terlepas dari kedudukan subyek hukum para pendiri atau pengurusnya. Sebagai subyek hukum mandiri berarti Yayasan dapat menyandang hak dan kewajiban, dapat menjadi debitur maupun kreditur, dengan kata lain Yayasan dapat melakukan hubungan hukum apapun dengan pihak ketiga. Kapan ia menjadi badan hukum menurut UU Yayasan adalah sejak akta pendiriannya yang dibuat di hadapan Notaris disahkan oleh Menteri Hukum dan PerUndangUndangan dan HAM.118

117 Barohima Anwar, Op.Cit, hal 50 118

Referensi

Dokumen terkait

Uji coba instrumen dilakukan pada 30 siswa SMA kelas X di SMAN 22 Bandung. 30 soal yang dibuat dibagi menjadi dua bagian sehingga terdapat dua kode soal yaitu kode soal A dan kode

Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik dijelaskan dalam UUD 1945 [Pasal 1 (1), berbunyi : Negara Indonesia adalah negara hukum Pasal 1

[r]

Berdasarkan kasus diatas, dpat disimpulkan bahwa sumber pencemarnya adalah logam berat arsen yang berasal dari air tanah pada mineral sulfida yang dibawah permukaan

Terkait dengan bentuk penalaran dalam tradisi ilmu al-bayan (istidlal bayani) ini, al-Jabiri menemukan karakter “pemaksaan epistemologis” dalam kegiatan bernalar,

Istri yang tidak memberi diri dipimpin oleh suami yang dipimpin oleh TUHAN juga akan membawa kepada pernikahan air mata.. Penolakan untuk dipimpin oleh suaminya adalah penolakan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan arah guna menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

Panduan pelaksanaan Program Matching Fund ini kiranya dapat membantu perguruan tinggi Indonesia terutama yang berada di bawah bimbingan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi