BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karo adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara yang
memiliki ragam kebudayaan dalam kehidupan masyarakatnya. Kebudayaan yang
diturunkan secara turun temurun tersebut dapat kita lihat dari segala aktivitas
kehidupan masyarakat Karo. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat kita lihat dari
berbagai kegiatan upacara adat dan upacara ritual yang dilaksanakan oleh
masyarakat Karo. Upacara adat terdiri dari adat perkawinan, pemakaman, adat
(untuk anak-anak, remaja, dan orang tua), adat tanah dan pertanian. Sedangkan
upacara ritual terdiri upacara Erpangir Ku Lau, upacara Raleng Tendi, upacara
Muncang dan lain sebagainya. Didalam pelaksanaannya upacara-upacara yang
dilakukan tersebut menggunakan musik Karo.
Musik Karo terdiri dari musik vokal,musik instrumental dan
penggabungan musik vokal dan musik instrumental. Selain itu secara umum
musik Karo memiliki beberapa reportoar lagu meliputi Simalungun Rakyat, Mari-
Mari, Odak-Odak, Patam-Patam, dan Gendang Seluk. Alat-alat musik yang
dipakai di dalam musik Karo terdiri dari beberapa instrumen musik seperti Sarune
(aerophone), Gendang Singanaki (membranophone), Gendang Singindungi
(membranofone), Gong (idiofone), Penganak (idiofone), Kulcapi (kordofone),
Keteng-Keteng (idio-kordofone), Belobat (aerofone), Surdam (aerofone).
Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan kebudayaan yang di
tunjukkan melalui pelaksanaan kegiatan upacara adat dan upacara ritual sudah
kegiatan kebudayan yang sudah jarang dilaksanakan dan bahkan ada yang sudah
tidak pernah dilaksanakan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh perubahan pola
pikir masyarakat Karo pada umumnya yang telah banyak dipengaruhi oleh budaya
lain. Salah satu upacara ritual yang sudah jarang dilaksanakan adalah upacara
Muncang.
Menurut Jabal Sembiring, “Muncang adalah upacara tolak bala dengan
cara memanggil Tembun- Tembunen Kuta (roh-roh nenek moyang penjaga
kampung) melalui mediator seorang Guru Sibaso untuk menolak bala dan
mengusir roh-roh jahat yang dianggab mengganggu di kampung tersebut.1
Hal sama juga di ungkapkan Arus Perangin angin , “Muncang adalah upacara penghormatan dan pemujaan roh-roh nenek moyang yang dipercayai
dapat menyembuhkan dari penyakit, menolak bala, dan mengusir roh–roh yang
mengganggu di desa tersebut”.2
Arus Perangin-angin menambahkan dalam wawancara bahwa “dulunya di
Kuta Namorindang sendiri upacara Muncang ini sering dilaksanakan minimal
lima tahun sekali, namun tidak menutup kemungkinan upacara dilakukan sesuai
dengan kebutuhan masayarakat Kuta3 Namorindang.
Jadi upacara ritual Muncang adalah upacara penyembahan dan
penghormatan kepada roh nenek leluhur penjaga sebuah kampung (Tembun-
Tembunen Kuta) yang dipercayai dapat menyembuhkan dari penyakit, menolak
bala, dan mengusir roh-roh yang mengganggu di kampung tersebut. Dalam proses
upacara ritual muncang Guru Sibaso yang berperan sebagai mediator. Dengan
1 Wawancara dengan Bapak Jabal Sembiring tanggal 29 Maret 2012 2 Wawancara dengan Bapak Arus Perangin-angin tanggal 27 Oktober 2011
iringan musik Guru Sibaso akan mengalami suatu keadaan diluar sadar
(kesurupan).
Musik Karo yang digunakan di dalam upacara Muncang tersebut adalah
Gendang Lima Sedalanen. Musik Gendang Lima Sedalanen digunakan sebagai
pengiring di dalam proses upacara ritual Muncang tersebut. Gendang Lima
Sedalanen merupakan salah satu unsur pokok dalam upacara Muncang, karena Gendang Lima Sedalanen sebagai musik pengiring di dalam upacara. Pengertian Gendang Lima Sedalanen yaitu Gendang dalam kasus ini berarti “alat musik”, Lima berarti “lima”, dan Sedalanen berarti “sejalan” atau secara bersama sama”.
Jadi dari penjelasan diatas pengertian Gendang Lima Sedalanen adalah lima buah
instrumen musik yang dimainkan sejalan atau bersana–sama. Gendang Lima
Sedalanen adalah seperangkat (ensambel) instrumen musik Karo yang terdiri dari Sarune, Gendang Singanaki, Gendang Singindungi, Gung dan Penganak.
Gendang Lima Sedalanen digunakan sebagai musik pengiring dalam
berbagai upacara adat seperti upacara pemakaman, upacara perkawinan, upacara
adat anak, remaja, orang tua, dan upacara adat tanah dan pertanian. Sedangkan
dalam upacara ritual, Gendang Lima Sedalanen digunakan sebagai pengiring
dalam upacara Erpangir Ku Lau, upacara Raleng Tendi, upacara Muncang dan
lain sebagainya.
Di dalam memainkan instrumen musik Gendang Lima Sedalanen ini
terdiri dari 4 – 5 orang pemain. Terdapat istilah untuk orang yang memainkan alat
musik itu, yaitu untuk orang yang memainkan Sarune disebut Penarune, sebutan
untuk orang yang memainkan Gendang Singindungi disebut Penggual
untuk orang yang memainkan Penganak disebut Simalu Penganak , dan untuk
orang yang memainkan Gung disebut juga Simalu Gung.
Di dalam proses pelaksanaan upacara Muncang sendiri, Gendang Lima
Sedalanen berfungsi membawakan beberapa reportoar musik yang dimainkan
oleh Penggual. Reportoar musik yang dimainkan dalam upacara ritual Muncang
ini adalah reportoar Gendang Guru yang di dalamnya terdapat lagu-lagu seperti
Gendang Siarak Araki Guru, Gendang Siadang Adangi, Gendang Pengelimbei, Gendang Sabung Tukuk, dan Gendang Peselukken.
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk melihat peran
Gendang Lima Sedalanen pada upacara Muncang di Dusun III Namorindang Desa
Mbaruai. Untuk itu penulis akan meneliti dan membahas tulisan ini untuk
dijadikan skripsi dengan judul penelitian “FUNGSI DAN PENGGUNAAN
GENDANG LIMA SEDALANEN PADA UPACARA MUNCANG DI DUSUN III
NAMORINDANG DESA MBARUAI KECAMATAN BIRU BIRU
KABUPATEN DELI SERDANG”
1.2 Pokok- Pokok Permasalahan
Identifikasi masalah adalah sejumlah masalah yang berhasil ditarik dari
uraian latar belakang masalah atau kedudukan masalah dan lingkup permasalahan
yang lebih luas. Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian yang
dilakukan menjadi terarah serta cakupan masalah yang dibahas tidak terlalu luas.
1. Bagaimana pelaksanaan Upacara Muncang di Dusun III Namo Rindang
2. Bagaimana Fungsi Musik Gendang Lima Sedalanen pada Upacara
Muncang di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai Kecamatan
Biru-Biru
3. Bagaimana Penggunaan Musik Gendang Lima Sedalanen pada Upacara
Muncang di Dusun III Namo Rindang Desa Mbaruai Kecamatan
Biru-Biru
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti
sebelum melakukan penelitian. Tanpa adanya tujuan yang jelas, maka arah
kegiatan yang dilakukan tidak terarah karena tidak tahu apa yang akan dicapai
dalam kegiatan tersebut.
Oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan upacara Muncang di Dusun III Namo
Rindang Desa Mbaruai Kecamatan Biru Biru .
2. Untuk mengetahui Fungsi dan Penggunaan musik Gendang Lima
Sedalanen pada upacara Muncang di Dusun III Namorindang Desa
Mbaruai Kecamatan Biru Biru.
3. Untuk menyelesaikan salah satu syarat agar memperoleh gelar sarjana
seni di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu budaya Universitas
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penulis mengambil beberapa manfaat penelitian yang diambil dari
kegiatan penelitian tersebut.
1. Sebagai bahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai
Fungsi dan Penggunaan Musik Gendang Lima Sedalanen pada upacara
Muncang di Dusun III Desa Mbaruai Kecamatan Biru Biru
2. Sebagai bahan refrensi bagi peneliti berikutnya yang memiliki
keterkaitan tentang topik penelitian ini.
3. Sebagai bahan skripsi sarjana yang diwajibkan bagi setiap mahasiswa
Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Mely G.Tan, dalam Koentjaraningrat (1985:21) mengatakan konsep
merupakan suatu defenisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
Konsep juga merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan
variabel-variabel yang di inginkan untuk menemukan hubunngan empiris.
Allan. P. Merriam (1964:210-222) mengatakan, kegunaan musik
mencakup semua kebiasaan memakai musik, baik sebagai suatu aktifitas sendiri
maupun sebagai aktifitas yang berdiri sendiri maupun sebagai iringan aktifitas
lain. Atau dengan singkat Merriam mengatakan bahwa kegunaan musik
menyangkut cara pemakaian musik dalam konteksnya, sedangkan fungsi musik
Gendang Lima Sedalanen merupakan sebuah istilah musik dalam
kebudayaan etnis Karo. Menurut Jabatin Bangun (1994:23-27) pengertian
Gendang ada tujuh :
1. Gendang dapat berarti instrument atau alat musik, contoh Gendang
Singindungi artinya gendang menyatakan sebuah alat musik yang
dinamakan singindungi termasuk dalam klasifikasi membranofone, dua sisi yang berbentuk double konis yang dimainkan dengan dua buah pemaluh (stik).
2. Gendang dapat berarti suatu upacara ritual, contoh Gendang Guro-Guro
Aron, merupakan salah satu bentuk penggunaan konsep gendang sebagai
upacara (kegiatan).
3. Gendang dapat berarti ensambel musik , contoh ensambel musik Gendang Lima Sedalanen.
4. Gendang sebagai reportoar (kumpulan komposisi), contoh Gendang Guru adalah suatu kumpulan komposisi yang terdiri dari beberapa komposisi yang mungkin di tampilkan secara alternatif. Artinya ada beberapa komposisi yang akan di tampilkan, misalnya Gendang Peselukken (komposisi trance) dalam upacara Erpangir Ku Lau, sehingga pada saat
Guru Landek (mediator menari) dapat di pilih salah satu komposisi yang
masuk dalam Gendang Guru.
5. Gendang sebagai musik, musik disini mengacu pada pengertian suatu bunyi yang teratur dan terdiri dari ritmis dan melodis
6. Gendang sebagai arti menunjukkan acara atau kesempatan (giliran naik panggung atau bernyanyi)
7. Dan gendang sebagai komposisi (nyanyian), contoh Gendang Odak-Odak,
Gendang Simalungun Rakyat, dan lain-lain, merupakan komposisi yang
ada dalam gendang.
Dari uraian di atas penulis mengambil pengertian konsep gendang sebagai
musik. Dimana musik sebagai aktifitas yang berdiri sendiri maupu sebagai iringan
aktifitas lain. Musik dalam hal ini mengacu kepada pengertian suatu bunyi yang
teratur dan terdiri dari ritmis dan melodis.
Gendang Lima Sedalanen yaitu Gendang dalam kasus ini berarti alat
musik, Lima berarti lima, dan Sedalanen berarti sejalan atau secara bersama sama.
Jadi dari penjelasan diatas pengertian Gendang Lima Sedalanen adalah lima buah
instrumen musik yang dimainkan sejalan atau bersana-sama. Gendang Lima
Sarune, Gendang Singanaki, Gendang Singindungi, Gong dan Penganak.
Instrumen-instrumen musik di dalam Gendang Lima Sedalanen memiliki fungsi
masing-masing. Sarune sebagai pembawa melodi, sedangkan Gendang Singanaki,
Singindungi, Gung dan Penganak sebagai pembawa ritem dan tempo.4
Muncang ialah upacara ritual untuk mengusir segala pengganggu seperti
roh halus agar desa tersebut terhindar dari penyakit atau malapetaka. Hal ini
sejalan juga dengan pendapat Ginting (1999:70) yang mejelaskan bahwa:
”Muncang adalah diberi pemujaan setahun sekali atau juga pada waktu terjadi hal-hal yang tidak menguntungkan atau musim penyakit tiba, ayam kena sampar, hasil pertanian terganggu atau ada semacam gerakan-gerakan yang kurang baik dirasakan anak desa”.5
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan Muncang adalah upacara pemujaan dan pemanggilan roh-roh nenek
moyang (pendiri kampung) untuk menolak bala dan pengusiran roh-roh jahat
dengan memakai musik Karo sebagai pengiring dalam upacara tersebut.
Jadi dari keseluruhan penjelasan diatas dapat penulis menyimpulkan
bahwa tulisan denga judul PENGGUNAAN DAN FUNGSI GENDANG LIMA
SEDALANEN DALAM UPACARA MUNCANG DI DUSUN III
NAMORINDANG DESA MBARUAI KECAMATAN SIBIRU BIRU
KABUPATEN DELI SERDANG adalah pembahasan mengenai kegunaan dan
fungsi musik Gendang Lima Sedalanen sebagai iringan aktifitas upacara muncang
yang pelaksanaannya bertujuan untuk pemujaan dan pemanggilan roh-roh nenek
moyang untuk menolak bala dan pengusiran roh-roh jahat yang ada di Dusun III
Namorindang.
1.4.2. Teori
Koentjaraningrat (1973:10) mengatakan teori adalah alat yang terpenting
dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian
fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan. Teori adalah landasan dasar
keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama
dalam memecahkan maslaah penelitian di dalam ilmu pengetahuan. Sebagai
pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan beberapa teori
yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
tulisan ini.
Malinowski (1986:215) mengatakan fungsionalisme adalah berbagai unsur
kebudayaan yang ada dalam masyarakat manusia berfungsi untuk memuaskan
suatu rangkaian hasrat naluri akan kebutuhan hidup makhluk manusia (basic
human needs). Maka dari itu unsur kesenian mempunyai fungsi guna memusakan
hasrat naluri manusia akan keindahan, unsur sistem pengetahuan untuk
memuaskan hasrat naluri manusia untuk tahu.
Menurut Alan. P. Merriam (1964:209-226) mengungkapkan bahwa
terdapat 10 fungsi musik yang telah diungkapkan namun tidak semua berlaku
untuk seluruh suku bangsa yang ada di dunia. Fungsi musik yang diungkapkan
oleh Merriam seperti yang tertera dibawah ini:
1. Fungsi Pengungkapan Emosional 2. Fungsi Penghayatan Estetis 3. Fungsi Hiburan
4. Fungsi Komunikasi 5. Fungsi Perlambangan 6. Fungsi Reaksi Jasmani
7. Fungsi yang Berkaitan dengan Norma- Norma Sosial 8. Fungsi Pengesahan Lembaga Soial dan Upacara Agama 9. Fungsi Kesinambungan Kebudayaan
Terkait dengan Merriam (1964: 217-218), menulis pandangan Herkovits
yang membagi penggunaan musik menjadi 5 kategori:
1. his first divisioner, material cultural its sanctions, is divided into two part, tecnology and economics, associated music activities are numerous.
2. herkcovits second division social institutions, which comprises social organization, education and political structures.
3. man and the univers comprise herkcovits, third aspect of culture, subdivided into belief system and the control of power.
4. herkcovits’ fourth category is Aesthetics, devided into graphiec and plastie,arts, folklore, and music, drama and the dance; the relationships to music very close.
5. herkcovits final category is language, which exist in the closet association with music. In addition, special kinds of language are conveyed by music devices as is drum, whistle, and trumpet language , secret languages are also used Frequently in music.
Dari pandangan Herkcovits di atas yang mengatakan penggunaan musik
dibagi dalam lima kategori. Pertama adalah materi budaya yang dibagi menjadi
dua bagian yaitu teknologi dan ekonomi. Kedua adalah lembaga sosial yang
terdiri dari organisai sosial, pendidikan, dan struktur sosial. Ketiga adalah sistem
kepercayaan dan kontrol kekuasaan. Keempat adalah estetika yang terdiri dengan
seni, tari, cerita rakyat, drama, dan sebagainya. Kelima adalah Bahasa.
Selain itu dalam mendeskripsikan komponen-komponen upacara ritual
penulis mengacu kepada pendapat Koentjaraningrat (1985:243) yaitu,
1. Tempat upacara
2. Waktu saat upacara
3. Benda-benda dan alat upacara
1.5 Metode Penelitian
Menurut Netll (1964:62-64) ada 2 hal yang esensial untuk melakukan
aktifitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi yaitu: kerja lapangan (field
work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pemilihan
informan, pendekatan dan pengambilan data, pengumpulan dan perekaman data.
Sedangkan kerja laboratorium meliputi pengolahan data, menganalisis dan
membuat kesimpulan dari keseluruhan data-data yang diperoleh. Namun
demikian, sebelum melakukan hal ini terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan
yakni mendapatkan literatur atau sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan
pokok permasalahan.
Menurut Sanafiah (1990:1) dalam metode penelitian, peneliti
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu
sebuah metodologi penelitian yang mencakup pandangan-pandangan falsafi
mengenai realitas obyek studi dalam ilmu-ilmu sosial dan tingkah laku. Metode
penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan atau gejala atau frekwensi atau penyebaran suatu gejala atau
frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat.
Penelitian kualitatif merupakan rangkaian kegiatan atau proses menyaring
data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam
kondisi aspek/ bidang lain dalam kehidupan tertentu pada obyeknya.
Menurut Aswita dan Thamrin (2009:136), penelitian kualitatif adalah
penelitian eksploratif yang biasanya lebih bersifat studi kasus. Dalam penelitian
kualitatif data merupakan sumber atau teori berdasarkan data. Kategori-kategori
dimanfaatkan untuk verifikasi teori yang timbul dilapangan, dan terus menerus
disempurnakan selama proses penelitian berlangsung secara berulang-ulang.
Subagyo (2001:259) menambahkan bahwa analisis data kualitatif erat
hubunganya dengan pengumpulan data, pengolahan data, termasuk penyimpanan,
dan pengeluaran yang efektif untuk tujuan penelitian.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Sebelum melakukan kerja lapangan, penulis memulai dengan mencari
informasi awal melalui studi kepustakaan yang berhubungan dan mendukung
dengan tulisan ini di dalam penelitian. Studi kepustakaan dilakukan sebagai
landasan awal dalam penelitian, yaitu dengan mengumpulkan literatur atau
sumber bacaan untuk mendapat informasi dan pengetahuan dasar tentang objek
penelitian. Sumber bacaan dan literatur dapat berupa buku-buku, makalah, artikel,
skipsi-skripsi, ensiklopedia, file internet, jurnal, dan lain-lain.
1.5.2 Kerja Lapangan
Dalam kerja lapangan penulis melakukan observasi atau pengamatan
langsung ketempat diselenggarakan upacara Muncang di Dusun III Namo
Rindang Desa Mbaruai Kecamatan Sibiru Biru Kabupaten Deli Serdang. Penulis
mengamati semua kejadian secara langsung yang bertujuan untuk memperoleh
data-data yang tidak didapatkan tentang objek penelitian melalui wawancara.
Selain itu penulis juga berusaha memperoleh pemahaman yang mendalam tentang
Kerja lapangan merupakan salah satu metode pengumpulan data yang
paling akurat karena peneliti langsung dapat mengamati langsung objek yang akan
diteliti sehingga data yang diperoleh lebih objektif. Dalam hal ini data yang
dibutuhkan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang paling utama menjadi kebutuhan peneliti yang
diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapangan, sementara data sekunder
adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Selain itu dalam pelaksanan
pengambilan data primer ada beberapa tahapan yang penting dilakukan yaitu:
1.5.2.1 Observasi langsung
Adapun observasi langsung ini dilakukan uantuk mendapatkan secara
langsung data-data yang dibutuhkan selama berlangsungnya kegiatan yang
diamati tersebut. Selain mengamati kegiatan dari observasi langsung ini penulis
dapat langsung menentukan orang-orang yang dianggap mampu menjadi nara
sumber dalam pengumpulan data-data yang dibutuhkan penulis.
1.5.2.2 Wawancara
Wawancara ini merupakan salah satu proses untuk mendapatkan data dari
para informan yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan penulisan ini.
Tekhnik wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah seperti yang
dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985:138-140) mengatakan bahwa
wawancara dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Wawancara berfokus: pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu dan
2. Wawancara bebas: pertanyaan yang diajukan tidak hanya berpusat pada
pokok permasalahan tetapi beraneka ragam selama masih berkaitan
dengan objek peneitian.
3. Wawancara sambil lalu: pertanyaan dalam hal ini diajukan kepada nara
sumber dalam situasi yang tidak terkonsep ataupun tanpa persiapan.
Dengan kata lain informan dijumpai secara kebetulan.
Sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu menentapkan
informan yang dapat memberikan informasi yang mendukung tulisan. Terdapat
dua jenis informan, yaitu informan pangkal dan informan pokok
(Koentjaraningrat, 1997: 163-164). Wawancara dengan informan pangkal penulis
lakukan dengan mewawancarai Bapak Arus Keliat sebagai Sukut (pelaksana
upacara). Penulis juga melakukan wawancara dengan Efendi Ginting sebagai
orang yang mengatur jalannya upacara. Selain itu penulis juga mewawancarai
salah satu Penggual pada upacara Muncang tersebut yaitu Bapak Jabal Sembiring.
Penulis tidak hanya terfokus pada satu informan saja tetapi mencari
informan lain seperti Guru Sibaso (mediator), pemain musik, Simantek Kuta
(dalam bahasa Indonesia: pendiri kampung), dan tokoh- tokoh adat Karo di Dusun
III Namo Rindang Desa Mbaruai, dan lain sebagainya yang dianggab
berkompeten.
1.5.2.3 Perekaman
Dalam proses perekaman wawancara penulis menggunakan alat perekam
audio yaitu handpone NOKIA 2323 CLASSIC. Dalam pengambilan foto penulis
audio video penulis menggunakan HANDYCAME SONY dan HANDYCAME
CANON. Pengumpula data dilakukan secara bertahap dengan melakukan
beberapa kali pengamatan dan wawancara.
1.5.3 Kerja Labolatorium
Kerja labolatorium adalah tahap penganalisisan data data yang telah
dikumpulkan untuk memperoleh dari permasalahan yang ada. Semua data yang
ada dikumpulkan dalam kerja labolatorium untuk dianalisis. Data-data wawancara
yang telah di dapat akan di koreksi ulang agar tidak ada data yang tumpang tindih.
Data-data yang di dapat akan disusun dan diatur untuk memeperoleh hasil yang
dibutuhkan.
1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian
Dalam menetapkan lokasi penelitian, penulis menetapkan Dusun III Namo
Rindang Desa Mbaruai Kecamatan Sibiru Biru Kabupaten Deli Serdang yang
melaksanakan Upacara Muncang pada tanggal 28 Oktober 2011.
Penulis memilih Namo Namorindang sebagai wilayah penelitian karena
pelaksanaan upacara Muncang dilakukan tidak berdasarkan jadwal waktu yang
sudah ditetapkan sebelumnya oleh masyarakat Karo di daerah tersebut (misalnya:
Gendang Guro-Guro Aron), tetapi pelaksanaannya berdasarkan kebutuhan
masyarakat untuk melakukan upacara Muncang tersebut. Selain di Namo
Rindang, upacara Muncang sudah sangat jarang dilakukan di desa-desa yang
yang berdekatan dengan tempat tinggal penulis maka akses informasi mudah