• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN DJBK DALAM PEMBINAAN KOMPETENSI KONSTRUKSI NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN DJBK DALAM PEMBINAAN KOMPETENSI KONSTRUKSI NASIONAL"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN DJBK DALAM PEMBINAAN

KOMPETENSI KONSTRUKSI NASIONAL

Disampaikan oleh:

Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi

Jakarta, 06 Oktober 2016

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI

(2)

KEBIJAKAN DJBK DALAM RENSTRA PUPR 2015-2019

BIDANG JASA KONSTRUKSI

TARGET OUTPUT - OUTCOME BIDANG JASA KONSTRUKSI 2015-2019

10.000 Orang

Tenaga Ahli/Manajer Proyek Terlatih

40.000 Orang

Supervisor/Foreman Terlatih

50.000 Orang

insinyur konstruksi bersertifikat

200.000 Orang

Teknisi bersertifikat

500.000 Orang

Tenaga terampil bersertifikat

40%

Pekerjaan konstruksi yang menerapkan manajemen

mutu dan tertib penyelenggaran konstruksi 30% Penggunaan beton pracetak 125 BUJK Peningkatan BUJK ke Kualifikasi Besar B2 Rp.15 Triliun

Ekspor jasa konstruksi ke luar negeri 200 Kerja Sama Strategis dengan K/L, Pemda, PT, LPJK, Asosiasi, BUJK, Proyek, Masyarakat 10.000 orang Instruktur pelatihan/ asesor konstruksi 2 SINERGI DJBK-MITRA KERJA 750.000 Orang Bersertifikat

(3)

PERMASALAHAN PEMBINAAN KOMPETENSI SDM

KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

1. Dari 7,4 juta tenaga kerja konstruksi, hanya 6,5% bersertifikat.

2. Ada 2 lembaga sertifkasi bidang jasa konstuksi yaitu LPJK dan

BNSP. Namun sertifikat produk BNSP tidak laku untuk lelang

bidang jasa konstruksi.

3. Level klasifikasi di bidang jasa konstruksi saat ini sampai level 6

sedangkan dunia sudah sampai level 9 atau 10.

4. Dari berbagai sumber, masih terdapat jual beli sertifikat.

5. Semakin langkanya instruktur bidang jasa konstruksi yang

kompeten dan berpengalaman.

6. Belum ada link and match antara program pendidikan di sekolah

dengan dunia kerja.

• Belum banyak Badan Usaha yang meminta secara lagsung

kepada SMK dan politeknik bidang konstruksi untuk bekerja di

perusahaannya.

• Aturan yang ada belum mendukung pecepatan sertifkasi.

Alumni politeknik dan SMK harus magang dahulu pasca lulus

3 tahun untuk mendapatkan SKTK.

• Kurikulum pendidikan SMK dan politeknik belum sepenuhnya

mendukung pasar jasa konstruksi.

PERMASALAHAN PEMBINAAN KOMPETENSI SDM KONSTRUKSI NASIONAL

1/3

3

(4)

PERMASALAHAN PEMBINAAN KOMPETENSI SDM

KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

7. Dari total 141.665 BUJK kontraktor ASMET, 89% BU kecil, 8%

Menengah, 3% BU Besar. BU kecil terlalu banyak, tidak memiliki

waktu dan dana melakukan capacity building utk pekerja

terampilnya.

8. Sistem upah sebagian besar badan usaha yang tidak stabil untuk

tenaga terampil, 6 bulan bekerja, 6 bulan nganggur.

9. Pasar tenaga terampil begitu besar. Sistem sertifikasi tenaga

terampil dan metoda pelaksanaannya perlu diperbaiki:

• Biaya sertifkasi dirasakan mahal untuk tenaga terampil.

• Metode sertifikasi dengan 3 asesor terlalu banyak dan terlalu

mahal untuk tenaga terampil.

• Penggunaan MTU (Mobile Training Unit) belum optimal. Belum

melibatkan asosiasi profesi untuk pelatihan dan sertifikasi

tenaga terampil di daerah.

• Metoda VVA untuk tenaga terampil yang ada saat ini dirasakan

cukup lama.

• Yang diwajibkan bersertifikat di proyek2 pemerintah saat ini

hanya sampai level pengawas lapangan, belum sampai pada

level mandor dan tukang.

PERMASALAHAN PEMBINAAN KOMPETENSI SDM KONSTRUKSI NASIONAL

2/3

(5)

PERMASALAHAN PEMBINAAN KOMPETENSI SDM

KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

10. Penataan keinsinyuran nasional masih membingungkan

masyarakat pasca diterbitkannya UU 11/2014, belum dirasakan

insentif bagi masyarakat pasca mengikuti program2 keinsinyuran.

11. Masih sedikitnya jumlah skema sertifikasi, padalah ini yang paling

diperlukan untuk sertifikasi.

12. Walaupun telah ada UU 23/2014, belum banyak pemda

kabupaten/kota yang mengalokasikan pendanaan untuk

pembinaan SDM jasa konstruksi.

13. dll.

PERMASALAHAN PEMBINAAN KOMPETENSI SDM KONSTRUKSI NASIONAL

3/3

5

(6)
(7)

SAPTA AGENDA PEMBINAAN KOMPETENSI

SDM KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

7

Penciptaan Instruktur,

Asesor, Mandor Instruktur

yang Kompeten

Link and Match Mitra Kerja Dunia

Pendidikan dengan Stakeholders

Industri Jasa Konstruksi

Harmonisasi dan Standardisasi

USTK LPJK – LSP BNSP

Perluasan & Percepatan

Sertifikasi Kompetensi Tenaga

Terampil On Site Project

Program Pelatihan

Mandiri/Plasma

Perluasan Penggunaan

Persyaratan SKTK di Proyek

Strategis Nasional

Perluasan Program

Pembinaan Jasa Konstruksi

Daerah

1

3

5

7

2

4

6

7

(8)

SAPTA AGENDA PEMBINAAN KOMPETENSI

SDM KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

8

Penciptaan Instruktur,

Asesor, Mandor Instruktur

yang Kompeten

Kebijakan 1

1. Semakin langkanya instruktur yang kompeten dan berpengalaman menyebabkan pemerintah perlu mendididk 10.000 tenaga instruktur, asesor dan mandor instuktur baru bidang jasa konstuksi.

2. Perbaikan database instruktur, asesor dan mandor instruktur melalui website DJBK secara riil dan up to date.

3. Penciptaan instuktur bersumber dari asosiasi profesi, industri, perguruan tinggi, politeknik, guru2 SMK dan profesional lainnya yang memiliki

kemampuan yang mumpuni dibidangnya.

4. Mendorong insinyur kompeten untuk turun ke lapangan dan mau

mengajar/knowledge sharing kepada insinyur2 muda sehingga terjadi

transfer knowledge bidang jasa konstruksi yang berkesinambungan.

5. Peningkatan kompetensi mandor instuktur ditujukan agar tukang di lapangan memiliki akses yang sangat dekat dengan sumber knowledge dalam rangka pengembangan kompetensi individu tukang.

(9)

SAPTA AGENDA PEMBINAAN KOMPETENSI

SDM KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

9

Kebijakan 2

1. Belum adanya link and match antara dunia pendidikan dengan

stakeholders industri jasa konstruksi.

2. Telah disusun kerja sama antara Kemendikbud, Kemenristekdikti, BNSP, BUMN dalam mengembangkan skema sertifikasi bidang jasa konstruksi dan penataan program keinsinyuran.

3. Akan disesuaikan kurikulum pendidikan di Kemendikbud dan

Kemenristekdikti untuk program vocational sesuai dengan skema

sertifikasi dan SKKNI bidang jasa konstruksi.

4. Mendorong kerja sama strategis dengan seluruh stakeholders yang terlibat dalam pasar jasa konstruksi dalam rangka peningkatan

kapasitas SDM konstruksi.

5. Balai Jasa Konstruksi Wilayah 1-7 dan Balai Material Peralatan Konstruksi dipersiapkan untuk membantu penyaluran pemagangan untuk murid/mahasiswa dan guru/doesen SMK dan politeknik.

6. Balai Penerapan Teknologi Konstruksi dipersiapkan untuk mengekspose teknologi terapan bidang konstruksi yang siap diindustrialisasi.

Link and Match Mitra Kerja Dunia

Pendidikan dengan Stakeholders

Industri Jasa Konstruksi

(10)

SKEMA SERTIFIKASI

(1/2)

Skema Sertifikasi adalah suatu pedoman yang berisi persyaratan

yang harus dipenuhi seorang asesi untuk mendapatkan pengakuan

kompetensi yang ditandai dengan diterbitkannya Sertifikat

Kompetensi.

Skema Sertifikasi ini digunakan oleh:

1. Asesi, untuk mengukur diri apakah secara administratif

memiliki kelengkapan data untuk mengajukan Sertifikasi

Kompetensi;

2. LSP/USTK, untuk memverifikasi data Asesi dalam pengajuan

Sertifikat Kompetensi;

3. Auditor (Inspektorat , BPK), untuk melakukan verifikasi

substansi dan audit keuangan sehingga tidak terjadi

(11)

SKEMA SERTIFIKASI

(2/2)

11

Isi Skema Sertifikasi antara lain:

1. Judul Skema

2. Pengesahan oleh Pihak yang Memberlakukan Skema

3. Ruang Lingkup Skema

4. Tujuan Skema Sertifikasi

5. Acuan Normatif (SKKNI, SKK Khusus, Standar lainnya)

6. Kemasan /Paket Kompetensi

7. Persyaratan Dasar Pemohon Sertifikasi

8. Hak Permohon Sertifikasi dan Kewajiban Pemegang Sertifikat

9. Biaya Sertifikasi

10. Proses Sertifikasi Kompetensi

a. Persyaratan Pendaftaran

b. Proses Asesmen

c. Proses Uji Kompetensi

d. Keputusan Sertifikasi

e. Pembekuan dan Pencabutan Sertifikat

f. Pemeliharaan Sertifikat (survailen)

g. Proses sertifikasi Ulang

h. Penggunaan Sertifikat

i. Banding

(12)

SAPTA AGENDA PEMBINAAN KOMPETENSI

SDM KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

12

Kebijakan 3

1. Terdapat dua lembaga yang secara legal yang melakukan sertifikasi bidang jasa konstruksi yaitu LPJK dan BNSP.

2. Sertifikat kompetensi dari BNSP tidak dapat dipergunakan untuk lelang bidang jasa konstruksi.

3. Adanya MoU antara LPJK dan BNSP malah menghambat proses sertifikasi jasa konstruksi nasional.

4. Klasifikasi dan Kualifikasi KKNI dari BNSP sudah 9 level mengacu kepada standar internasional, sedangkan bidang jasa konstruksi di Indonesia masih 6 level.

5. BNSP telah memiliki MoU dengan Lembaga Sertifikasi Australia untuk dapat saling menggunakan masing-masing standar, termsuk standar konstruksi.

6. Direktorat Bina Kompetensi DJBK menjadi motor dalam harmonisasi standardisasi LPJK-BNSP.

Harmonisasi dan Standardisasi

USTK LPJK – LSP BNSP

(13)

SAPTA AGENDA PEMBINAAN KOMPETENSI

SDM KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

13

Ahli Utama

Ahli Madya

Ahli Muda

Terampil Tk.1

Terampil Tk.2

Terampil Tk.3

Klasifikasi dan Kualifikasi

SDM Jasa Konstruksi Saat Ini

Sumber: PP 4/2010

Ahli Utama

Ahli Madya

Ahli Muda

Teknisi Lv.3

Teknisi Lv. 2

Teknisi Lv. 1

Operator Lv.3

Operator Lv. 2

Operator Lv. 1

Klasifikasi dan Kualifikasi SDM Jasa

Konstruksi Kedepan

Usulan dalam Perubahan UUJK

(14)

SAPTA AGENDA PEMBINAAN KOMPETENSI

SDM KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

14

Kebijakan 4

1. Jumlah tenaga kerja bersertifikat masih sangat sedikit, terutama tenaga terampil. Padahal komposisi pasar tenaga kerja konstruksi Indonesia saat ini adalah + 30% skill labour dan + 60% unskill labour.

2. Biaya sertifikasi dianggap mahal untuk tenaga terampil.

3. Proses uji sertifikasi sangat lama untuk tenaga terampil, harus masuk kelas dan meninggalkan pekerjaan.

4. Asesor uji sertifikasi tenaga terampil terlalu banyak, 3 orang.

5. Perbaikan aturan sertifikasi tenaga terampil yang lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaanya.

6. Perluasan dan percepatan sertifikasi kompetensi tenaga terampil on site

project untuk memperbesar akses bagi tenaga terampil di lapangan.

7. Memaksimalkan penggunaan MTU (Mobile Training Unit), bekerja sama dengan pemda dan asosiasi profesi untuk sertifikasi di daerah.

8. Pembuatan aturan tentang embiayaan sertfikasi tenaga terampil on site

project dibebankan kepada kontraktor, peran pemerintah hanya

fasilitator atau pilotting and triggering sertifikasi.

Perluasan & Percepatan

Sertifikasi Kompetensi Tenaga

(15)

SAPTA AGENDA PEMBINAAN KOMPETENSI

SDM KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

15

Kebijakan 5

1. Rendahnya akses tenaga terampil menuju pelatihan menyebabkan rendahnya capaian tenaga terampil bersertifikat, dampaknya negara tidak memiliki data riil seberapa besar tenaga terampil yang harus dibina di seluruh wilayah Indonesia.

2. Inovasi pelatihan plasma perlu didorong. Pelatihan plasma adalah pelatihan tukang oleh mandornya di tempat kerja.

3. Kelebihan pelatihan plasma adalah pekerja terampil tidak perlu

meninggalkan tempat kerja, biaya murah karena yang mengajar adalah mandornya sendiri, mandor mendapat reward dari pemerintah sesuai data dukung yang dimiliki, mandor aktif mendata keterampilan

tukangnya.

4. Direktorat Kompetensi DJBK perlu menyiapkan tata cara penyiapan dokumentasi pelatihan plasma dan menyiapkan aturan SBK (standar biaya khusus) untuk memberikan reward secara legal bagi mandor instruktur yang telah melakukan pelatihan plasma.

Program Pelatihan

Mandiri/Plasma

(16)

SAPTA AGENDA PEMBINAAN KOMPETENSI

SDM KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

16

Kebijakan 6

1. Rendahnya jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat karena kurang kuatnya dorongan pemerintah untuk mewajibkan tenaga di lapangan bersertifikat.

2. Saat ini hanya tenaga ahli dan pengawas lapangan saja yang diwajibkan bersertifikat, sedangkan mandor dan tukang tidak.

3. Untuk lingkungan kementerian yang memiliki proyek fisik, perlu mulai didorong penggunaan sertifikat untuk tenaga mandor dan tukang pada proyek diatas 100 milyar.

4. Dirjen yang membidangi masalah pembangunan fisik harus mendorong seluruh kontraktor di bawah binaannya untuk mewajibkan sertifikasi tenaga kerjanya.

5. Pemerintah perlu memasukan dalam perubahan UU jasa konstruksi yang baru terkait kewajiban tenaga kerja bersertifikat dan denda jika tenaga kerjanya tidak bersertifikat.

6. Perlu didorong kerja sama dengan badan usaha (BU) agar BU aware terhadap peningkatan kapasitas SDM pekerjanya.

Perluasan Penggunaan

Persyaratan SKTK di Proyek

(17)

SAPTA AGENDA PEMBINAAN KOMPETENSI

SDM KONSTRUKSI NASIONAL 2015-2019

17

Kebijakan 7

1. Hadirnya UU 23/2014 untuk mewajibkan Pemerintah Provinsi untuk melakukan pelatihan tenaga ahli dan Pemerintah Kabupaten/kota untuk melakukan pelatihan tenaga terampil bagi masyarakat bidang jasa

konstruksi tidak sepenuhnya berjalan dengan baik, terutama bagai kabupaten/kota.

2. Pemerintah Pusat masih perlu melalukan stimulan berupa pilotting and

triggering pelaksanaan bimbingan terknis/pelatihan bagi peningkatan

kompetensi SDM konstruksi daerah.

3. Saat ini dari 34 provinsi terdapat 3 provinsi yang memiliki satker jasa konstruksi dan 30 provinsi memiliki PPK bidang jasa konstruksi yang menginduk kepada 7 Balai Jasa Konstruksi Wilayah 1-7.

4. Penggunaan MTU (Mobile Training Unit) untuk mendorong pelatihan dan sertifikasi di daerah.

5. Perlunya publikasi dan public capaign agar Pemda dan masyarakat terlibat aktif dalam pembinaan jasa konstruksi di daerah.

Perluasan Program

Pembinaan Jasa Konstruksi

Daerah

(18)

SEBARAN BALAI DJBK DI INDONESIA

Balai Jasa Konstruksi Wilayah IV (Jatim, Bali, NTB, dan NTT)

Balai Jasa Konstruksi Wilayah I (NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kep.Riau, Jambi)

Balai Jasa Konstruksi Wilayah V (seluruh Kalimantan) Balai Jasa Konstruksi Wilayah VI (seluruh Sulawesi)

Balai Jasa Konstruksi Wilayah III (DKI, Banten, Jabar dan Jateng)

Balai Jasa Konstruksi Wilayah VII (Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat) Balai Jasa Konstruksi Wilayah II (Sumsel, Kepulauan Babel, Bengkulu, Lampung) Permen PUPR no. 20/PRT/M/2016

Balai Penerapan Teknologi Konstruksi (seluruh Indonesia) Balai Material dan Peralatan Konstruksi (seluruh Indonesia)

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian pengaruh ekstrak daun dandang gendis (Clinacanthus nutans LINDAU) telah dilakukan terhadap pengeluaran air seni pada tikus putih jantan galur wistar dengan berat badan

Pondasi tiang pancang ini dipilih untuk mendukung sistem bentang lebar yang akan digunakan pada bangunan Stasiun maupun terminal, sistem bentang lebar ini karena dimensi ruang

(5) Seksi Logistik dan Peralatan SAR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf d mempunyai tugas mengoordinir BSG dalam pemeliharaan dan penyiapan peralatan

Karena nilai signifikan ini lebih kecil dari taraf signifikan α = 0,05, maka pengujian bersifat signifikan sehingga diputuskan menolak H0, yang berarti terdapat

BAB V yaitu HASIL DAN PEMBAHASAN, terdiri dari identifikasi kemampuan Kawasan Perkotaan Yogyakarta sebagai kawasan yang mewadahi pembangunan dan kegiatan hotel

Solusi yang dapat dilakukan atau respon kebijakanya berupa, yaitu dengan memulihkan industri agar tidak menimbulkan PHK yang banyak, meningkatkan daya saing industri yang sejajar

digunakan oleh petugas penerangan secara umum adalah jenis tindak tutur direktif.. bentuk

Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau pencemar untuk dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber air sehingga tidak