• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disusun Oleh : ROHANA TAQIYAH M SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian Persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Disusun Oleh : ROHANA TAQIYAH M SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian Persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PERBANDINGAN STRUKTUR KRISTAL DAN

MORFOLOGI LAPISAN TIPIS BARIUM TITANAT (BT)

DAN BARIUM ZIRKONIUM TITANAT (BZT)

YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL-GEL

Disusun Oleh :

ROHANA TAQIYAH

M0207012

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

Persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Januari, 2012

(2)

commit to user

PERBANDINGAN STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI LAPISAN TIPIS BARIUM TITANAT (BT) DAN

BARIUM ZIRKONIUM TITANAT (BZT)

YANG DITUMBUHKAN DENGAN METODE SOL-GEL Rohana Taqiyah

Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta dede_ana07@yahoo.com

Abstrak

Fabrikasi lapisan tipis BT (BaTiO3), BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) dan BZT

(BaZr0,50Ti0,50O3) telah dilakukan di atas substrat Pt/Si menggunakan metode sol

gel yang disiapkan dengan spin coater. Variasi jumlah lapis dilakukan pada

pembuatan lapisan tipis BT serta BZT dan dikarakterisasi menggunakan peralatan XRD (X-ray Diffraction) dan SEM (Scanning Electron Microscopy).

Hasil karakterisasi menunjukkan, seiring bertambahnya jumlah lapis maka ketebalan cenderung bertambah dan kenaikan nilai intensitas sinar-X cenderung makin tinggi. Penambahan zirkonium mengakibatkan pergeseran sudut 2θ yang semakin kecil dibandingkan dengan BT. Lapisan tipis BaTiO3 ukuran butirnya

dapat ditentukan dan mempunyai bentuk morfologi yang lebih bagus jika dibandingkan dengan lapisan tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3 dan BaZr0,50Ti0,50O3).

Pada lapisan tipis BZT terlihat mengelompok dan permukaannya terlihat kasar atau tidak rata, sehingga ukuran butir tidak dapat ditentukan karena penambahan Zr menyebabkan larutan menggumpal.

(3)

commit to user

ix DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SIMBOL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 3 1.3. Batasan Masalah ... 4 1.4. Tujuan Penelitian ... 4 1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II DASAR TEORI ... 5

2.1. Struktur Perovskite ... 5

2.2. Batium Titanat (BaTiO3) ... 5

2.3. Material Ferroeletrik ... 7

2.4. Barium Zirkonium Titanat ... 9

2.5. Metode Chemical Solution Deposition (CSD) ... 10

2.6. XRD (X-Ray Diffraction) ... 11

2.7. SEM (Scanning Electron Microscopy) ... 13

(4)

commit to user

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2. Alat dan Bahan yang Digunakan ... 15

3.2.1. Alat yang Digunakan ... 15

3.2.2. Bahan yang Digunakan ... 16

3.3. Metode Penelitian ... 16

3.3.1. Persiapan Substrat ... 17

3.3.2. Pembuatan Larutan ... 18

3.3.2.1. Barium Titanat (BaTiO3) ... 18

3.3.2.2. Barium Zirkonium Titanat (BZT) ... 19

3.3.3. Proses Spin Coating dan Proses Hydrolisis ... 19

3.3.4. Proses Annealing ... 20

3.3.5. Karakterisasi ... 21

3.3.5.1. XRD (X-Ray Diffraction) ... 21

3.3.5.2. SEM (Scanning Electron Microscopy) ... 22

3.4. Teknik Analisa Data ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1. Karakterisasi Struktur Kristal ... 23

4.1.1. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BT ... 24

4.1.2. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) ... 25

4.1.3. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) ... 26

4.1.4. Pola Difraksi BT (BaTiO3), BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) dan BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) ... 27

4.2. Karakterisasi Menggunakan SEM ... 29

4.2.1. Karakterisasi Morfologi ... 29

4.2.1.1. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BT... 29

4.2.1.2.Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) ... 30

4.2.1.3.Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,50O3). ... 31

(5)

commit to user

xi

4.2.1.4. Morfologi Lapisan Tipis BT (BaTiO3), BZT(BaZr0,35Ti0,65O3)

dan BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) ... 32

4.2.1.5. Morfologi Lapisan Tipis BT (BaTiO3), BZT(BaZr0,35Ti0,65O3) dan BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) ... 34

4.2.2. Karakterisasi Ketebalan ... 35

4.2.2.1. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BT... 35

4.2.2.2. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) ... 36

4.2.2.3. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1. Kesimpulan ... 39

5.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(6)

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Intensitas Lapisan Tipis BaTiO3Hasil Uji XRD 25

Tabel 4.2. Intensitas Lapisan Tipis BaZr0,35Ti0,65O3Hasil Uji XRD 26

Tabel 4.3. Intensitas Lapisan Tipis BaZr0,50Ti0,50O3Hasil Uji XRD 27

Tabel 4.4. Nilai 2θ pada Lapisan Tipis BaTiO3, BaZr0,35Ti0,65O3, 28

BaZr0,5Ti0,50O3

Tabel 4.5. Ukuran Butir pada Lapisan Tipis BaTiO3 29

Tabel 4.6. Ukuran Butir pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) 30

Tabel 4.7. Ketebalan pada Lapisan Tipis BaTiO3 35

Tabel 4.8. Ketebalan pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) 36

(7)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Stuktur Perovskite ABO3 5

Gambar 2.2. Struktur Perovskite BaTiO3 6

Gambar 2.3. Skema Struktur kristal BaTiO3 7

Gambar 2.4. Kurva Histerisis Ferroelektrik 8 Gambar 2.5. Proses Empat Tahap pada Spin Coating 10 Gambar 2.6. Difraksi pada Sinar-X 12 Gambar 2.7. Skema SEM 14 Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 17 Gambar 3.2. Pencucian Substrat dengan Ultrasonic Cleaner 18 Gambar 3.3. Proses Penimbangan Bahan dengan Neraca Analitik 18 Gambar 3.4. Proses Pencampuran Bahan 19 Gambar 3.5. Proses Pengadukan dan Pemanasan Menggunakan Hot 19

Plate Magnetic Stirrer

Gambar 3.6. Tempat Penyimpanan Larutan BT atau BZT 19 Gambar 3.7. Proses Penetesan pada Substrat 20 Gambar 3.8. Proses Spin Coating Menggunakan Spin Coater 20 Gambar 3.9. Proses Annealing Menggunakan Furnace 21 Gambar 3.10. Alat Uji XRD Merk Bruker 21 Gambar 4.1. Pola Difraksi Lapisan Tipis BaTiO3dengan Variasi 24

Jumlah Lapis

Gambar 4.2. Pola Difraksi Lapisan Tipis BaZr0,35Ti0,65O3dengan 25

Variasi Jumlah Lapis

Gambar 4.3. Pola Difraksi Lapisan Tipis BaZr0,50Ti0,50O3dengan 26

Variasi Jumlah Lapis

Gambar 4.4. Pola Difraksi Lapisan Tipis BaTiO3, BaZr0,35Ti0,65O3, 28

BaZr0,5Ti0,50O3

(8)

commit to user

Gambar 4.6. Foto SEM Lapisan Tipis BaZr0,35Ti0,65O3Variasi 31

Jumlah Lapis

Gambar 4.7. Foto SEM Lapisan Tipis BaZr0,50Ti0,50O3Variasi 32

Jumlah Lapis

Gambar 4.8. Foto SEM 1 Lapis Lapisan Tipis 33 Gambar 4.9. Foto SEM 2 Lapis Lapisan Tipis 34 Gambar 4.10. Foto SEM Tampang Lintang Lapisan Tipis BaTiO3 36

Variasi Jumlah Lapis

Gambar 4.11. Foto SEM Tampang Lintang Lapisan Tipis 37 BaZr0,35Ti0,65O3Variasi Jumlah Lapis

Gambar 4.12. Foto SEM Tampang Lintang Lapisan Tipis 38 BaZr0,50Ti0,50O3Variasi Jumlah Lapis

(9)

commit to user

xv

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan

0 derajat celcius C

M Molaritas mol/m3

n bilangan bulat (1,2,3,… dst)

d jarak antar kisi meter λ panjang gelombang sinar-X meter

θ sudut difraksi 0

(10)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 ICDD untuk BZT (Barium Zirkonium Titanat) 42 Lampiran 2 ICDD untuk Pt 42 Lampiran 3 ICDD untuk BaTiO3 43

Lampiran 4 ICDD untuk PtSi 43 Lampiran 5 Perhitungan konstanta kisi 44 Lampiran 6 Perhitungan kesalahan relatif 46

(11)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan peralatan elektronik yang semakin kecil dengan performa yang semakin meningkat menjadi semakin besar. Lapisan tipis mempunyai peran penting dalam pengembangannya karena banyak digunakan sebagai komponen elektronik khususnya pada dielektrik dalam kapasitor.

Sejak tahun 1989, fabrikasi dalam bentuk lapisan tipis sangat luas, karena sifat-sifat bahan ferroelektrik dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan serta mudah diintegrasikan dalam bentuk divais. Suatu material dikatakan bersifat ferroelektrik jika di dalam suatu bahan material tersebut mengalami gejala terjadinya perubahan polarisasi listrik secara spontan (Ngurah Ayu, 2001). Lapisan tipis ferroelektrik telah mendapat perhatian khusus dalam aplikasi elektronik, yaitu non

volatile memory, kapasitor, sensor piroelektrik dan aktuator piezoelektrik. Hal

yang menarik adalah dapat digunakan untuk non volatile memory, yang termasuk didalamnya adalah Ferroelectric Random Access Memory (FRAM) (Agung, 2008).

Barium titanat (BaTiO3) merupakan material ferroelektrik oksida dengan

struktur perovskite ABO3. BaTiO3 digunakan sebagai kapasitor karena

mempunyai konstanta dielektrik tinggi (Gao et.al., 2007). BaTiO3 mempunyai

struktur yang sangat sederhana dari pada bahan ferroelektrik lainnya. BaTiO3juga

menarik ditinjau dari aplikasinya, karena mempunyai sifat kimia dan mekanik yang stabil, memiliki sifat ferroelektrik sampai di atas suhu ruang yakni dengan suhu curie 1200C (Jona and Shirane, 1993). BaTiO3telah banyak digunakan dalam

aplikasi dibidang elektronik seperti sensor, transducer, infrared detector dan multi

layer ceramic capacitor (MLCCs) (Bambang, 2008). Untuk meningkatkan

konstanta dielektrik dan untuk mengurangi kehilangan dielektrik pada frekuensi rendah, maka ditambahkan Sr atau Zr (Gao et al., 2007).

(12)

Material lead zirconate titanate (PZT) memiliki struktur perovskite ABO3.

PZT mempunyai keunggulan dalam sifat piezoelektrik dan ferroelektriknya merupakan bahan yang diminati dalam teknologi semikonduktor. Dalam divais piezoelektrik PZT digunakan sebagai filter, resonator dan aktuator. Material PZT diketahui sebagai material terbaik piezoelektrik (Ngurah Ayu, 2001). Akan tetapi, keberadaan timbal didalam PZT mengakibatkan material ini kurang ramah terhadap lingkungan. Selain itu, PZT memiliki temperatur curie yang cukup tinggi yaitu sekitar 2300C (Bambang dkk, 2009).

Barium zirkonium titanat, BaZrTiO3 (yang dikenal BZT) menggantikan

BST karena Zr4+ mempunyai sifat kimia yang lebih stabil daripada Ti4+ dan mempunyai ukuran ion yang lebih besar untuk memperluas kisi perovskite (Gao. et.al., 2007). Zr4+mempunyai ukuran jari-jari 86 pm sedangkan Ti4+ mempunyai ukuran jari-jari 74,5 pm (Zhai.et.al., 2004). Zr4+ juga dapat mengurangi kehilangan dielektrik saat frekuensi rendah. Keramik BZT yang mempunyai struktur butir yang halus dan padat akan memiliki sifat dielektrik yang baik (Chen.et.al., 2010). BZT merupakan komposisi penting sebagai dieletrik pada kapasitor multilayer (Bernardi.et.al., 2010). Barium zirkonium titanat, BaZrxTi 1-xO3berdasar pada BaTiO3yang diperoleh dari modifikasi Zr4+ terhadap Ti4+yang

mempunyai jari-jari yang hampir sama.

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk penumbuhan lapisan tipis di antaranya thermal evaporation, radio frequency and magnetron sputtering,

metal-organic chemical vapor deposition (MOCVD), sol-gel method (Zhu et.al., 1998)

atau Chemical Solution Deposition (CSD), dan Pulse Laser Ablation Deposition (PLAD) (Ngurah Ayu, 2001). Pada penelitian ini pembuatan lapisan tipis menggunakan metode Chemical Solution Deposition (CSD) yang disiapkan dengan spin coater. Metode Chemical Solution Deposition (CSD) merupakan cara pembuatan lapisan dengan pendeposisian larutan bahan kimia di atas substrat, yang dipreparasi dengan spin coater pada kecepatan putar tertentu. Spin coating mempunyai beberapa kelebihan, yaitu ketebalan lapisan dapat diatur, biaya relatif murah, mudah dalam pembuatan dan menggunakan material dan peralatan yang sederhana (Ngurah Ayu, 2001). Metode CSD mempunyai 3 tahapan penting, yaitu

(13)

commit to user

3

pembuatan larutan, pendeposisian larutan pada substrat dengan spin coater, dan proses pemanasan.

Penambahan atom di posisi dalam struktur ABO3, berperilaku sebagai

destabilizer terhadap ferroelektrik. Hal ini akan manjadikan material bersifat

paraeletrik karena merupakan ion dengan jari-jari yang lebih besar dan polarisasi yang lebih besar pula (Kuang et.al., 2009). Variasi Zr yang nantinya menempati posisi Ti pada BaTiO3 dapat mempengaruhi sifat ferroelektrik dan tidaknya

sebuah sampel. BaTiO3merupakan material ferroelektrik sedangkan BZT (dengan

perbandingan Zr:Ti=50%:50%) merupakan paraelektrik.

Berdasarkan penelitian Alfan (2011), hasil parameter penumbuhan lapisan tipis BZT menggunakan spin coater yang paling optimal menggunakan kecepatan putar 4000 rpm selama 30 detik. Dari hasil penelitian Wahyu (2011), hasil optimal penumbuhan lapisan tipis BZT menggunakan suhu annealing 8000C, heating rate 30C/menit dan waktu tahan 3 jam.

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan lapisan tipis BT, BZT (BaZr0.35Ti0.65O3) dan BZT (BaZr0.5Ti0.50O3) dengan konsentrasi 0,2 M

menggunakan metode Chemical Solution Deposition (CSD) di atas substrat Pt/Si dengan memvariasi jumlah lapisan. Kedua material ini mempunyai sifat yang berbeda, sehingga perlu dianalisa struktur kristal menggunakan peralatan X-ray

Diffraction (XRD) dan morfologi menggunakan peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang mana juga dapat diketahui ketebalan serta ukuran butir

pada lapisan tipis.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana struktur kristal dan pengaruh penambahan variasi Zr pada lapisan tipis BT dan BZT yang terbentuk?

b. Bagaimana perbedaan morfologi lapisan tipis BT dengan BZT yang terbentuk?

(14)

1.3.Batasan Masalah

Beberapa batasan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Pada penelitian ini menggunakan metode CSD yang disiapkan dengan spin

coater dengan kecepatan putar 4000 rpm dalam waktu 30 detik.

b. Pada pembuatan lapisan tipis menggunakan waktu tahan, dan molaritas yang sama, yaitu pada suhu 8000C, dengan heating rate 30C/menit, waktu tahan (holding time) 3 jam, molaritas 0,2 M.

1.4. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui struktur kristal dan pengaruh penambahan variasi Zr pada lapisan tipis BT dan BZT yang terbentuk.

b. Mengetahui perbedaan morfologi lapisan tipis BT dengan BZT yang terbentuk.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

(15)

commit to user

5

BAB II DASAR TEORI 2.1. Struktur Perovskite

Struktur perovskite memiliki rumus ABO3, dimana A adalah logam

monovalen, divalen atau trivalen dan B adalah eleman pentavalen, tetravalen atau trivalent (Jona and Shirane, 1993). Struktur perovskite merupakan sebuah kubus dengan atom A terletak pada tiap sudut kubus, atom B terletak pada diagonal ruang kubus dan oksigen terletak pada diagonal bidang kubus, ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Lines and Glass, 1977). Atom A cenderung ion dengan jari-jari besar, sedangkan atom B cenderung ion dengan jari-jari kecil.

Gambar 2.1. Stuktur Perovskite ABO3

(Lines and Glass, 1977)

2.2. Barium Titanat (BaTiO3)

Barium Titanat (BaTiO3) merupakan material ferroelektrik dan mempunyai

struktur perovskite ABO3yang sangat cepat perkembangan penelitiannya. Hal ini

dikarenakan BaTiO3 mempunyai struktur yang sangat sederhana dari pada bahan

ferroeletrik lainnya. BaTiO3 juga menarik ditinjau dari aplikasinya, karena

mempunyai sifat kimia dan mekanik yang stabil, memiliki sifat ferroeletrik sampai di atas suhu ruang dan mudah disiapkan dan digunakan dalam bentuk sampel keramik polikristalin (Jona and Shirane, 1993). BaTiO3juga mempunyai

(16)

digunakan pada kapasitor lapisan tipis, perangkat gelombang optik, dan memori semikonduktor non volatil (Zhu et.al., 1997). BaTiO3 mempunyai suhu curie

1200C, yakni merupakan suhu peralihan dari bahan paraelektrik menjadi

ferroelektrik yakni dari fase kubik ke tetragonal.

Gambar 2.2. Struktur Perovskite BaTiO3

(Jona and Shirane, 1993)

Gambar 2.2. merupakan struktur perovskite BaTiO3 yang mana mengacu

pada struktur ABO3. Posisi A (terletak pada tiap sudut kubus) ditempati oleh Ba2+,

posisi B (terletak pada diagonal ruang) ditempati oleh Ti4+, dan O2-yang terletak pada diagonal sisi.

Barium titanat mempunyai bentuk yang berbeda seiring dengan perbedaan suhu. Gambar 2.3 menunjukkan bahwa pada saat suhu BaTiO3 dibawah -900C

berbentuk rhombohedral, saat suhunya diantara -900C sampai 50C berbentuk

orthorhombic dan saat suhunya 50C sampai 1200C berbentuk tetragonal, dan di atas 1200C berbentuk kubus (Jona and Shirane, 1993). BaTiO3 mempunyai

struktur kristal yang berbeda seiring dengan perbedaan suhu yaitu kubik, tetragonal, orthorhombik dan rhombohedral. Struktur kristal kubik mempunyai sifat paraelektrik, sedangkan pada struktur kristal tetragonal, orthorhombik dan rhombohedral mempunyai sifat material ferroelektrik.

(17)

commit to user

7

Gambar 2.3. Skema Struktur kristal BaTiO3

(Jona and Shirane, 1993)

2.3. Material Ferroeletrik

Ferroelektrik merupakan kelompok material elektronik khususnya dielektrik yang mempunyai sifat polarisasi spontan serta mempunyai kemampuan merubah polarisasi internalnya dengan menggunakan medan listrik luar (E) sesuai yang diberikan pada bahan tersebut. Efek polarisasi diharapkan memiliki perubahan sifat fisik kristal, seperti elastis, optik, termal, dan lain-lain. Kurva histeresis adalah hubungan antara perpindahan dielektrik (polarisasi, P) dan kuat medan listrik (E). Sebagian besar diamati pada temperatur tertentu yang dibatasi oleh di atas wilayah transisi (atau curie) yang tidak lagi kristal ferroelektrik (yaitu berubah menjadi paraelektrik) dan menunjukkan perilaku dielektrik (Jona and Shirane, 1993). orthorhombic Tetragonal kubic orthorhombic Tetragonal Rhombohedral 1200 -900C 00C

(18)

Gambar 2.4. Kurva Histerisis Ferroelektrik (Jona and Shirane, 1993)

Jika kristal pada awalnya merupakan gabungan dari sejumlah domain positif (yaitu domain yang orientasi polarisasi listriknya ke kanan) dan domain negative (yaitu domain yang orientasi polarisasinya ke kiri) yang berarti polarisasi listrik secara keseluruhan adalah nol. Selanjutnya jika kita memakai medan listrik yang kecil dengan arah positif maka didapatkan hubungan linier antara polarisasi listrik (P) dengan medan listrik (E), karena medan listrik cukup besar untuk merubah domain. Kurva hubungan polarisasi listrik (P) dengan kuat medan listrik (E) ditunjukkan pada Gambar 2.4, dari gambar tersebut didapatkan bagian linier (bagian OA). Jika kita meningkatkan kekuatan medan listrik, sejumlah domain negatif akan berubah dalam arah positif yang menyebabkan terjadinya pergerakan domain, maka polarisasi listrik akan meningkat dengan cepat (bagian AB), hingga didapatkan suatu keadaan dimana suatu domain berkumpul pada arah positif yang disebut keadaan jenuh (bagian BC) dan akhirnya kristal hanya terdiri dari domain tunggal yang positif. Sedangkan bila kekuatan medan listrik diturunkan, polarisasi biasanya tidak akan kembali ke titik nol, tetapi cenderung mengikuti garis CD dan ketika medan listrik tereduksi menjadi nol, beberapa domain akan berkumpul pada

(19)

commit to user

9

positif dan menunjukkan polarisasi remanen, Pr (bagian CD). Ekstrapolarisasi dari bagian linier BC yang memotong sumbu Y di titik E menunjukkan nilai polarisasi spontan material, Ps (OE). Nilai polarisasi dari material dapat dihilangkan dengan menggunakan sejumlah medan listrik pada arah yang berlawanan (negatif). Harga dari medan listrik yang diperlukan untuk mereduksi nilai polarisasi (P) menjadi nol (pola OF) disebut medan koersfi (Ec). Dengan meningkatkan nilai medan listrik akan mengakibatkan suatu keadaan dimana semua domain berkumpul pada arah negative (bagian FG) dan putarannya akan lengkap dengan membalikkan arah medan listrik sekali lagi kea rah positif (bagian GHC). Pada akhirnya didapatkan kurva hubungan polarisasi listrik (P) dengan medan listrik (E) yang ditunjukkan pada loop histerisis (CDGHC)s (Jona and Shirane, 1993).

2.4. Barium Zirkonium Titanat (BZT)

Barium zirkonium titanat, BaZrTiO3 (yang dikenal BZT) menggantikan

BST karena Zr4+ mempunyai sifat kimia yang lebih stabil daripada Ti4+ dan mempunyai ukuran ion yang lebih besar untuk memperluas kisi perovskite (Gao et.al., 2007). Zr4+ juga dapat mengurangi kehilangan dielektrik saat frekuensi rendah. Keramik BZT yang mempunyai struktur butir yang halus dan padat akan memiliki sifat dielektrik yang baik (Chen et.al., 2010). BZT merupakan komposisi penting sebagai dieletrik dalam kapasitor multilayer (Bernardi et.al., 2010). Barium zirkonium titanat, BaZrxTi1-xO3berdasar pada BaTiO3yang diperoleh dari

modifikasi Zr4+ terhadap Ti4+yang mempunyai jari-jari yang hampir sama.

Penambahan atom di posisi dalam struktur ABO3, berperilaku sebagai

destabilizer terhadap ferroelektrik. Hal ini akan manjadikan material bersifat

paraeletrik karena merupakan ion dengan jari-jari yang lebih besar dan polarisasi yang lebih besar pula (Kuang et.al, 2009). Variasi Zr yang nantinya menempati posisi Ti pada BaTiO3 dapat mempengaruhi sifat ferroelektrik dan tidaknya

sebuah sampel. BaTiO3merupakan material ferroelektrik sedangkan BZT (dengan

(20)

2.5. Metode Chemical Solution Deposition (CSD)

Metode Chemical Solution Deposition (CSD) merupakan cara pembuatan lapisan dengan pendeposisian larutan bahan kimia di atas substrat. Keunggulan metode sol-gel untuk pembuatan lapisan tipis adalah homogenitas yang baik, mudah dikontrol dalam hal komposisi, menggunakan temperatur yang rendah, keseragaman film pada daerah yang luas, dan menggunakan peralatan yang sederhana dengan biaya relatif murah (Ngurah Ayu, 2001).

Pada metode sol-gel, mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai fraksi solid yang lebih besar daripada sol). Tiga tahapan penting CSD adalah pembuatan larutan, proses spin coating, dan proses thermal atau annealing.

Proses spin coating merupakan pelapisan dengan cara menyebarkan larutan di atas substrat yang diputar dengan kecepatan tertentu yang konstan untuk memperoleh lapisan yang homogen (Agung, 2008). Prinsip fisika pada spin

coating adalah menggunakan keseimbangan antara gaya viskositas dengan gaya

sentrifugal yang diatur oleh kecepatan pada spin coater dan viskositas.

(21)

commit to user

11

Pada Gambar 2.5 menunjukkan proses spin coating ada 4 tahap secara berurutan, yaitu deposisi, spin up, spin off dan evaporasi. Pada peristiwa deposisi merupakan peletakan larutan di atas substrat. Proses spin up, pada peristiwa ini kecepatan putar tidak stabil karena dari kondisi diam menjadi cepat sehingga larutan yang tidak dapat mempertahankan posisinya akan terlempar dari substrat. Pada proses ketiga yaitu spin off, kecepatan putar dalam keadaan stabil dan pada substrat mengalami perataan. Proses yang terakhir yaitu evaporasi atau penguapan (Luurtsema, 1997). Pada proses spin coating waktu, kecepatan putar dapat diatur sesuai yang dikehendaki sehingga ketebalannya dari lapisan tipis dapat diatur. Beberapa parameter yang terlibat dalan proses spin coating adalah viskositas larutan, kandungan padatan, kecepatan angular dan waktu putar (Agung, 2008).

2.6. X-ray Diffraction (XRD)

Karakterisasi XRD bertujuan untuk menetukan sistem kistal (kubus, tetragonal, orthorhombic, rombohedral, heksagonal, monoklinik, dan triklinik). Metode difraksi dapat menerangkan parameter kisi, jenis struktur, susunan atom yang berbeda-beda pada kristal, adanya ketidaksempurnaan pada kristal, orientasi, butir-butir dan ukuran butir, ukuran dan berat jenis endapan dan distorsi kisi (R. E Smallman, 1991).

Hamburan Sinar-X dihasilkan jika suatu elektroda logam ditembak dengan elektron-elektron dengan kecepatan tinggi dalam tabung vakum. Suatu kristal dapat digunakan untuk mendifraksikan berkas sinar-X dikarenakan orde dari panjang gelombang sinar-X hampir sama atau lebih kecil dengan orde jarak antar atom dalam suatu kristal (R. E Smallman, 1991).

Suatu material dikenai sinar-X maka intensitas sinar yang ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang, hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang saling menghilangkan (interferensi destruktif) karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan (interferensi konstruktif) karena mempunyai fase yang sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan (interferensi konstruktif) dari gelombang yang

(22)

terhambur merupakan peristiwa difraksi. Sinar-X yang mengenai bidang kristal akan terhambur ke segala arah, agar terjadi interferensi konstruktif antara sinar yang terhambur dan beda jarak lintasannya maka harus memenuhi pola nλ.

Gambar 2.6. Difraksi Sinar-X pada Kristal (Suryanarayana, 1998)

Pada Gambar 2.6 dapat dituliskan

Beda lintasan antara sinar 1 dan sinar 2

Sehingga beda lintasannya

Persamaan 2.6 disebut persamaan Bragg, dengan n = bilangan bulat (1, 2, 3, …dst), λ adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak kisi pada kristal, dan

(23)

commit to user

13

pada sampel kristal, maka bidang kristal akan menghamburkan sinar-X yang mempunyai panjang gelombang yang sama dengan jarak antar kisi pada kristal. Sinar yang terhamburkan akan ditangkap oleh detektor kemudian akan diterjemahkan sebagai puncak difraksi.

2.7. Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Teknik SEM menggunakan hamburan balik elektron yakni saat elektron (dengan

E = 30 kV) menumbuk permukaan sampel maka elektron sampel keluar menjadi

elektron baru dengan E = 100 eV, sinyalnya diperkuat kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar CRT (Cathode

Ray Tube). Pada layar CRT inilah gambar struktur objek yang sudah diperbesar

bisa dilihat (R. E Smallman, 1991).

Teknik SEM merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Prinsip kerja SEM adalah elektron mengenai kesemua permukaan sampel titik demi titik sampai tidak ada permukaan yang terlewat dan membentuk garis demi garis. Tiap sapuan elektron ke permukaan menghasilkan elektron sekunder yang kemudian ditangkap oleh detektor kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT.

Sinyal lain yang penting adalah back scattered electron yang besarnya intensitas tergantung pada nomor atom unsur yang ada pada permukaan sampel. Dengan cara ini akan diperoleh gambar yang menyatakan perbedaan unsur kimia yakni warna terang menunjukkan adanya unsur kimia yang lebih tinggi nomor atomnya. Teknik SEM dapat digunakan untuk melihat objek dari sudut pandang 3 dimensi. Skema SEM ditunjukkan pada Gambar 2.7.

(24)

Gambar 2.7. Skema SEM (R. E Smallman, 1991) Lempengan Tipis Auger Sinar-X Berkas Datang Terpencar Kembali Sekunder (energi rendah) Ditransmisikan Inelastik Elastik

(25)

commit to user

15

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret mulai dari menimbang, pembuatan larutan sampai pembuatan lapisan tipis. Proses annealing menggunakan furnace dilakukan di Laboratorium Pusat MIPA sub lab fisika Universitas Sebelas Maret. Karakterisasi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan di Laboratorium MIPA terpadu Universitas Sebelas Maret, sedangkan karakterisasi menggunakan SEM (Scanning

Electron Microscopy) dilakukan di PPPGL (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi Kelautan) Bandung. Waktu pelaksanaan penelitian mulai dari bulan Juli 2011 sampai dengan Desember 2011.

3.2. Alat dan Bahan yang Digunakan 3.2.1. Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat pembuatan dan karakterisasi. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan lapisan tipis diantaranya adalah kaca, penggaris, dan pemotong substrat untuk menghasilkan ukuran substrat yang diinginkan serta pinset digunakan untuk mengambil substrat. Substrat yang telah jadi kemudian dicuci menggunakan Ultrasonic cleaner merk KA DA CHENG dan kemudian dikeringkan menggunakan Hair dryer. Pipet dan spatula digunakan untuk mengambil bahan cair dan padatan yang nantinya akan ditimbang menggunakan Neraca analitik merk Mettler Toledo tipe AL204. Tabung erlenmenyer 25 mL untuk mencampur bahan cair dan padat dan diaduk serta dipanaskan menggunakan Hot plate magnetic stirrer merk IKA® C-MAG tipe HS 7. Alat pendeposisian larutan pada substrat menggunakan Spin coater merk CHEMAT technology dan untuk proses annealing menggunakan Furnace merk Neytech Qex. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi adalah XRD merk Bruker dan SEM merk JEOL.

(26)

3.2.2. Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah substrat Pt/Si. Substrat dicuci menggunakan Metanol (CH3OH). Bahan pelarut yang digunakan

Asam Asetat (CH3COOH) dan Etylen Glikol (HOCH2CH2OH). Sedangkan bahan

terlarut yang digunakan adalah Barium Asetat [Ba(CH3COO)2], Titanium

Isoporoksid [Ti(OC3H7)4], dan Zirkonium Butoxid [Zr(O(CH2)3CH3)4]. Pada

bahan padat ditimbang menggunakan kertas timbang dan pada alat spin coater dilapisi menggunakan aluminium foil.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen. Pada penelitian ini dibuat dua jenis lapisan tipis yaitu Barium Titanat (BT) dan Barium Zirkonium Titanat (BZT).

Pembuatan lapisan tipis Barium Titanat (BT) dan Barium Zirkonium Titanat (BZT) mengikuti diagram alir pada Gambar 3.1. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini meliputi : persiapan substrat, pembuatan larutan, proses spin

(27)

commit to user

17

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

3.3.1. Persiapan Substrat

Substrat yang digunakan pada penelitian ini adalah substrat Pt/Si yang dipotong sesuai ukuran yang diinginkan menggunakan pemotong substrat. Substrat yang telah dipotong dibersihkan menggunakan metanol dan digetarkan menggunakan ultrasonic cleaner selama 5 menit dan proses ini dilakukan dua kali ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Persiapan substrat

Pembuatan larutan

Larutan BaTiO3 Larutan BZT

Proses spin coating Proses spin coating Proses spin coating

Proses pemanasan/hidrolisis Proses pemanasan/hidrolisis

Proses annealing Proses annealing

Karakterisasi Karakterisasi

XRD SEM XRD SEM

Struktur kristal Morfologi dan

ukuran butir Struktur kristal

Morfologi dan ukuran butir

Analisa

(28)

Gambar 3.2.

Pencucian Substrat dengan Ultrasonic Cleaner

3.3.2. Pembuatan Larutan

Pada penelitian ini dibuat 2 jenis lapisan tipis, yaitu Barium Titanat (BT) dan Barium Zirkonium Titanat (BZT). Pembuatan larutan BT dan BZT pada penelitian ini meliputi :

3.3.2.1. Barium Titanat (BaTiO3)

Pembuatan larutan Barium Titanat (BT) dimulai dengan menghitung massa dan menimbang bahan yang akan digunakan. Bahan yang digunakan meliputi Barium Asetat [Ba(CH3COO)2], Titanium Isoporoksid [Ti(OC3H7)4], Asam Asetat

(CH3COOH), dan Etylen Glikol (HOCH2CH2OH) ditunjukkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Proses Penimbangan Bahan dengan Neraca Analitik

Proses selanjutnya mencampurkan semua bahan pada tabung erlenmenyer ditunjukkan pada Gambar 3.4. Bahan yang telah dicampur diaduk menggunakan

hot plate magnetic stirrer pada kecepatan 4000 rpm dengan mencatat waktu

(29)

commit to user

19

dipanaskan dengan hot plate dengan suhu dibawah titik didih air yaitu 900C agar tidak terjadi pengkristalan yang ditunjukkan pada Gambar 3.5. Larutan yang telah jadi kemudian dimasukkan pada botol dan diberi label serta keterangan ditunjukkan Gambar 3.6.

Gambar 3.4. Proses Pencampuran Bahan

Gambar 3.5. Proses Pengadukan dan Pemanasan Menggunakan Hot Plate

Magnetic Stirrer

Gambar 3.6. Tempat Penyimpanan Larutan BT atau BZT

3.3.2.1.Barium Zirkonium Titanat (BZT)

Pembuatan larutan Barium zirkonium Titanat (BZT) mempunyai proses yang sama seperti membuat larutan BT. Perbedaan antara pembuatan larutan BT dan BZT adalah bahan yang terlarut pada larutan BZT ditambah Zirkonium Butoxid [Zr(O(CH2)3CH3)4].

3.3.3. Proses Spin Coating dan Proses Hydrolisis

Subtrat yang telah diletakkan pada spin coater kemudian diteteskan larutan yang telah dibuat sampai semua permukaan substrat ditunjukkan Gambar 3.7.

(30)

Selanjutnya diputar selama 30 detik dengan kecepatan 4000 rpm ditunjukkan pada Gambar 3.8.

Setelah dilakukan proses spin coating, substrat yang telah terlapisi larutan kemudian dipanaskan pada suhu 3000C menggunakan hot plate selama 5 menit. Untuk mendapatkan jumlah lapis yang diinginkan maka dilakukan proses penetesan larutan dan proses hydrolisis sampai jumlah lapis yang diinginkan. Pada penelitian ini jumlah lapisan yang digunakan adalah 1, 2, 3, 4 dan 5 untuk BT sedangkan 1 dan 2 lapis untuk BZT.

Gambar 3.7. Proses Penetesan pada

Substrat Gambar 3.8. Proses Spin Coating Menggunakan Spin Coater

3.3.4. Proses Annealing

Setelah mendapatkan substrat yang telah terlapisi larutan kemudian dilakukan proses annealing menggunakan furnace. Proses annealing dilakukan dengan menggunakan suhu 8000C, heating rate 30C/menit, dan waktu tahan (holding time) selama 3 jam. Seperangkat alat furnace yang digunakan untuk proses annealing ditunjukkan pada Gambar 3.9.

(31)

commit to user

21

Gambar 3.9. Proses Annealing Menggunakan Furnace

3.3.5. Karakterisasi

3.3.5.1. X-Ray Diffraction (XRD)

Karakterisasi menggunakan peralatan X-ray diffraction (XRD) akan diperoleh struktur kristal dan bidang yang muncul pada lapisan tipis. Hasil yang diperoleh dari uji XRD adalah intensitas dan 2θ.

Gambar 3.10. Alat Uji XRD Merk Bruker

Berdasarkan persamaan Bragg, jika sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal akan membiaskan sinar-X yang mempunyai panjang gelombang yang sama dengan jarak antar kisi pada kristal. sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian akan diterjemahkan sebagai puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat pada sampel, makin kuat

(32)

intensitas yang dihasilkan. Tiap puncak yang dihasilkan mewakili 1 bidang tertentu. Puncak yang dihasilkan pada uji XRD dicocokkan dengan ICDD data

base. Gambar alat XRD ditunjukkan pada Gambar 3.10. 3.3.5.2. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Karakterisasi menggunakan peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM) akan diperoleh strukur morfologi lapisan tipis serta diperoleh besarnya ukuran butir dan ketebalan. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Teknik SEM menggunakan hamburan balik elektron yakni saat elektron menumbuk permukaan sampel maka elektron sampel keluar menjadi elektron baru (sekunder) dan sinyalnya diperkuat dan ditampilkan pada layar CRT (Cathode

Ray Tube). Dilayar CRT inilah gambar struktur objek yang sudah diperbesar bisa

dilihat. Teknik SEM merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi.

3.4. Teknik Analisa Data

Karakterisasi yang digunakan pada penelitian ini adalah XRD dan SEM. Parameter dari karakterisasi XRD yang diperoleh adalah 2θ dan besarnya intensitas, sehingga diperoleh struktur kristal dan bidang yang muncul. Sedangkan karakterisasi SEM akan diperoleh morfologi permukaan serta ukuran butir dan ketebalan yang dihasilkan pada lapisan tipis yang telah ditumbuhkan pada subtrat Pt/Si. Program CorelDraw X-5 digunakan untuk memperoleh besarnya ukuran butir dan ketebalan.

(33)

commit to user

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dibuat 3 jenis lapisan tipis yaitu lapisan tipis BT (BaTiO3), BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) dan BZT (BaZr0,50Ti0,50O3). Konsentrasi larutan

yang dibuat adalah 0,20 M yang ditumbuhkan pada substrat Pt/Si. Penumbuhan lapisan tipis menggunakan metode Sol-Gel yang disiapkan dengan spin coater pada kecepatan putar 4000 rpm dalam waktu 30 detik. Pada pembuatan tiga jenis lapisan tipis menggunakan waktu tahan yang sama, yaitu 3 jam, pada suhu 8000C, dengan heating rate 30C/menit.

Lapisan tipis yang dibuat memiliki warna yang berbeda-beda, untuk BT memiliki warna keemasan dan ungu sedangkan untuk 2 jenis BZT warnanya putih keruh. Setelah lapisan tipis telah berhasil dibuat di atas substrat Pt/Si, selanjutnya dilakukan 2 uji karakterisasi yaitu XRD untuk mengetahui struktur kristal dan SEM untuk mengetahui ketebalan, ukuran butir yang dihasilkan dan morfologi pada lapisan tipis yang dibuat.

4.1. Karakterisasi Struktur Kristal

Uji XRD dilakukan pada lapisan tipis Barium Titanat (BT) dan Barium Zirkonium Titanat (BZT) untuk mengetahui struktur kristal. Informasi data yang diperoleh pada uji XRD adalah intensitas sebagai sumbu-y dan sudut 2θ sebagai sumbu-x, yang mana dapat diketahui puncak yang muncul pada uji XRD. Peralatan XRD yang digunakan menggunakan sumber radiasi Cu.

Tiap puncak yang muncul pada hasil uji XRD mewakili satu bidang. Puncak yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan ICDD (International Centre for

Diffraction Data) sehingga dapat diketahui nama bidangnya. Untuk Pt

menggunakan ICDD PDF # 870642 sedangkan untuk BZT menggunakan ICDD PDF # 360019, dan untuk BT menggunakan ICDD PDF # 812203. Puncak yang dihasilkan menunjukkan bahwa lapisan tipis yang dibuat merupakan poli kristal. Semakin banyak puncak yang dihasilkan maka terdapat semakin banyak bidang kristal didalamnya.

(34)

4.1.1. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BT (BaTiO3)

Pada penelitian ini variasi jumlah lapis yang digunakan untuk Barium Titanat (BT) adalah 1, 2, 3, 4 dan 5, namun yang dapat diuji XRD hanyalah 3, 4 dan 5 lapis. Hal ini disebabkan karena kemampuan detektor terbatas yaitu tidak dapat mendeteksi untuk 1 dan 2 lapis karena mempunyai lapisan yang terlalu tipis. Grafik hasil difraksi ditunjukkan pada Gambar 4.1 dengan pembandingnya adalah substrat Pt. Pola difraksi ini dicocokkan dengan ICDD data base untuk BT menggunakan ICDD PDF #812203, bidang yang muncul milik BT adalah (100), (101), dan (211). Pada bidang (211) puncak yang dihasilkan lebih rendah diantara yang lain berbeda dengan hasil difraksi Pt sangatlah tinggi.

Gambar 4.1.

Pola Difraksi Lapisan Tipis BaTiO3dengan Variasi Jumlah Lapis

Intensitas yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.1, dimana terlihat kenaikkan nilai intensitas seiring dengan bertambahnya jumlah lapis. Hal ini disebabkan karena makin banyak jumlah lapis maka semakin banyak jumlah unsur yang terdeposit pada substrat sehingga menyebabkan probabilitas membentuk kristal pada suatu bidang orientasi tertentu makin besar.

(35)

commit to user

25

Tabel 4.1. Intensitas Lapisan Tipis BaTiO3Hasil Uji XRD

Intensitas

Bidang 3 lapis 4 lapis 5 lapis (100) 954 1866 2416 (101) 2077 2475 3183 (211) 800 1042 1179

4.1.2. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3)

Variasi jumlah lapis yang digunakan untuk BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) adalah 1

lapis dan 2 lapis. Pola difraksi hasil uji XRD ditunjukkan pada Gambar 4.2 dan dicocokkan dengan ICDD data base untuk BZT menggunakan ICDD PDF #360019. Bidang yang muncul pada BZT adalah (001), (011) dan (002).

Gambar 4.2.

Pola Difraksi Lapisan Tipis BaZr0,35Ti0,65O3dengan Variasi Jumlah Lapis

Besarnya intensitas yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.2, dimana terlihat kenaikan nilai intensitas seiring dengan bertambahnya jumlah lapis yaitu dari 1 lapis menjadi 2 lapis. Hal ini disebabkan karena makin banyak jumlah lapis

(36)

maka semakin banyak jumlah unsur yang terdeposit pada substrat sehingga menyebabkan probabilitas membentuk kristal pada suatu orientasi bidang tertentu makin besar.

Tabel 4.2. Intensitas Lapisan Tipis BaZr0,35Ti0,65O3Hasil Uji XRD

Intensitas

Bidang 1 lapis 2 lapis (001) 2496 2624 (011) 2541 3280 (002) 1604 1851

4.1.3. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,50O3)

Variasi jumlah lapis yang dilakukan untuk BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) adalah 1

dan 2 lapis seperti pada BZT (BaZr0,35Ti0,65O3). Grafik hasil difraksi ditunjukkan

pada Gambar 4.3 dengan menggunakan ICDD PDF #360019 untuk BZT orientasi bidang yang muncul adalah (001), (011) dan (112) namun pada saat 1 lapis bidang (001) dan (112) tidaklah terlihat puncaknya.

Gambar 4.3

(37)

commit to user

27

Intensitas yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.3, dimana mengalami kenaikan nilai intensitasnya saat jumlah lapisnya bertambah dari 1 lapis menjadi 2 lapis. Hal ini disebabkan karena makin banyak jumlah lapis maka semakin banyak jumlah unsur yang terdeposit pada substrat sehingga menyebabkan probabilitas membentuk kristal pada suatu orientasi bidang tertentu makin besar.

Tabel 4.3 Intensitas Lapisan Tipis BaZr0,50Ti0,50O3Hasil Uji XRD

Intensitas

Bidang 1 lapis 2 lapis (001) Tidak ada puncak 2340 (011) 3279 3567 (112) Tidak ada puncak 1263

4.1.4. Pola Difraksi BaTiO3; BaZr0,35Ti0,65O3dan BaZr0,35Ti0,65O3

Grafik pola difraksi pada BaTiO3; BaZr0,35Ti0,65O3 dan BaZr0,50Ti0,50O3

ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pada BZT jumlah lapis yang digunakan adalah 2 lapis sedangkan untuk BT jumlah lapis yang digunakan adalah saat 3 lapis karena saat 2 lapis pola difraksinya tidak dapat terbaca oleh detektor XRD. Puncak yang dihasilkan pada BZT hampir sama dengan BT namun mengalami pergeseran sudut difraksi dengan BT.

Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa semakin kecil perbandingan antara barium dan zirkonium maka pergeseran sudut difraksi (2θ) yang bernilai semakin kecil (bergeser ke kiri). Dapat dikatakan seiring bertambahnya penambahan Zr maka semakin besar pergeseran sudut 2θ yang terjadi.

(38)

Gambar 4.4.

Pola Difraksi Lapisan Tipis BaTiO3, BaZr0,35Ti0,65O3, BaZr0,5Ti0,50O3

Tabel 4.4. Nilai 2θ pada Lapisan Tipis BaTiO3, BaZr0,35Ti0,65O3, BaZr0,5Ti0,50O3

Nilai 2θ Bidang BaTiO3 (3 lapis) BaZr0,35Ti0,65O3 (2 lapis) BaZr0,50Ti0,50O3 (2 lapis) BT (100) / BZT (001) 22,20 22,00 21,85 BT (101) / BZT (011) 31,45 31,15 31,00 BT (211) / BZT (112) 56,10 Tidak ada puncak 55,30

Pada lapisan tipis BaTiO3 struktur Kristal yang dihasilkan adalah

tetragonal dengan besarnya konstanta kisi = = 4,00136 Å sedangkan untuk nilai = 4,03803 Å. Berbeda dengan lapisan tipis untuk BZT (BaZr0,35Ti0,65O3

dan BaZr0,5Ti0,50O3) mempunyai struktur kristal tetragonal dengan besarnya

konstanta kisi untuk BaZr0,35Ti0,65O3 = 4,05730 Å dan untuk BaZr0,5Ti0,50O3

= 4,07629 Å. Dapat disimpulkan bahwa seiring dengan penambahan zirkonium maka semakin besar pergeseran sudut 2θ yang terjadi yaitu bergeser ke kiri atau semakin mengecil yang menyebabkan konstanta kisi bertambah besar.

(39)

commit to user

29

4.2. Karakterisasi Menggunakan SEM

Teknik SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah scan sinar elektron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar. Hasil yang dapat diketahui dari karakterisasi SEM adalah besarnya nilai ketebalan dan ukuran butir dari lapisan tipis, dan juga dapat diketahui morfologi yang terbentuk pada sampel. Perbesaran yang digunakan pada penelitian ini adalah 20.000 kali dan 40.000 kali.

4.2.1. Karakterisasi Morfologi

Karakterisasi morfologi digunakan untuk mengetahui bentuk permukaan yang diperoleh pada sampel yang telah dibuat sehingga dapat disimpulkan sampel yang telah jadi mengalami crack atau tidak. Pada karakterisasi morfologi juga dapat diketahui hasil kristal yang terbentuk dilihat dari butiran mempunyai bentuk yang seragam atau tidak.

4.2.1.1. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BT(BaTiO3)

Hasil karakterisasi menggunakan SEM untuk lapisan tipis BT untuk variasi jumlah lapis ditunjukkan pada Gambar 4.5. Perbesaran yang digunakan hingga 40.000 kali dan dapat ditentukan besarnya ukuran butir.

Nilai yang diperoleh untuk ukuran butir ditunjukkan pada Tabel 4.5. Ukuran butir pada lapisan tipis BT dapat ditentukan kecuali untuk 2 lapis. Butirannya sangat rata dan berukuran sangat kecil, terlihat bahwa butirannya homogen.

Tabel 4.5. Ukuran Butir pada Lapisan Tipis BaTiO3

Jumlah Lapis Rata-rata ukuran Butir (nm) 1 Lapis 165,12

2 Lapis Tidak dapat ditentukan 3 Lapis 390

4 Lapis 290 5 Lapis 454,17

(40)

(a)

(c)

Foto SEM (a).1 lapis (b).

4.2.1.2. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan

Hasil karakterisasi menggunakan SEM (BaZr0,35Ti0,65O3) untuk variasi jumlah lapis

(b)

(d)

(e) Gambar 4.5.

SEM Lapisan Tipis BaTiO3Variasi Jumlah Lapis

.2 lapis (c).3 lapis (d).4 lapis (e).5 lapis

mlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65 Hasil karakterisasi menggunakan SEM pada lapisan tipis

untuk variasi jumlah lapis ditunjukkan pada Gambar 4.6. 5 lapis

65O3) lapisan tipis BZT ditunjukkan pada Gambar 4.6.

(41)

commit to user

Perbesaran yang diguna pada teknik SEM tidak terlihat.

(a)

Foto SEM Lapisan

Baik pada 1 dan 2 lapis ditentukkan besarnya ukuran butir

atau pengelompokkan pada beberapa bagian teksturnya terlihat tidak rata (kasar).

4.2.1.3. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan

Hasil karakterisasi menggunakan SEM

(BaZr0,50Ti0,50O3) untuk variasi jumlah lapis ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Perbesaran yang digunakan adalah 40.000 kali

pada teknik SEM tidak terlihat dengan jelas dan terlihat adanya pengotor

akan adalah 40.000 kali, namun butiran yang dihasilkan tidak terlihat.

(b) Gambar 4.6.

apisan Tipis BaZr0,35Ti0,65O3Variasi Jumlah Lapis

(a). 1 lapis (b).2 lapis

Baik pada 1 dan 2 lapis untuk BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) tidak dapat

ditentukkan besarnya ukuran butirnya. Pada permukaan terlihat ada penumpukan pengelompokkan pada beberapa bagian permukaan dan pada sampel teksturnya terlihat tidak rata (kasar).

mlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,5

Hasil karakterisasi menggunakan SEM pada lapisan tipis BZT untuk variasi jumlah lapis ditunjukkan pada Gambar 4.7. an yang digunakan adalah 40.000 kali, namun butiran yang dihasilkan

tidak terlihat dengan jelas dan terlihat adanya pengotor

31 yang dihasilkan apis tidak dapat ada penumpukan pada sampel 50O3) lapisan tipis BZT untuk variasi jumlah lapis ditunjukkan pada Gambar 4.7. yang dihasilkan tidak terlihat dengan jelas dan terlihat adanya pengotor.

(42)

(a)

Foto SEM Lapisan

Tabel 4.6. Ukuran Butir pada Lapisan Tipis Jumlah lapis

1 lapis 2 lapis

Besarnya ukuran butir dapat dilihat pada Tabel 4.6.

BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) untuk 1 lapis dimana terlihat butiran yang terbentuk tidak

memenuhi semua permukaan pada sampel dan terdapat adanya pengotor, hal ini ditunjukkan adanya bagian yang berwarna putih. Hal

lapis untuk BZT (BaZr

pengelompokkan rata sehingga tidak dapat ditentu dan sampel mempunyai tekstur yang tidak rata (kasar).

4.2.1.4. Morfologi Lapisan

Hasil karakterisasi menggunakan SEM untuk 1 BT(BaTiO3); BZT (BaZr

Gambar 4.8. Pada saat adalah pada lapisan tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3)

adalah 40.000 kali.

(b) Gambar 4.7.

apisan Tipis BaZr0,50Ti0,50O3Variasi Jumlah Lapis

(a). 1 lapis (b). 2 lapis

Tabel 4.6. Ukuran Butir pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,

Jumlah lapis Kira-kira kuran butir (nm) 1 lapis 194,52

2 lapis Tidak dapat ditentukan

Besarnya ukuran butir dapat dilihat pada Tabel 4.6. Gambar 4.7 (a) adalah untuk 1 lapis dimana terlihat butiran yang terbentuk tidak memenuhi semua permukaan pada sampel dan terdapat adanya pengotor, hal ini ditunjukkan adanya bagian yang berwarna putih. Hal yang sama terjadi pada

BaZr0,50Ti0,50O3) butirannya tidak terlihat jelas, terlihat

ta sehingga tidak dapat ditentukan besarnya ukuran butirnya, dan sampel mempunyai tekstur yang tidak rata (kasar).

Lapisan Tipis BaTiO3; BaZr0,35Ti0,65O3; BaZr0,50Ti

terisasi menggunakan SEM untuk 1 lapis pada lapisan tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) dan BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) ditunjukkan pada

saat 1 lapis butiran yang dapat terlihat dan dihitung

adalah pada lapisan tipis BT dan BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) sedangkan pada saat

tidak terlihat batas butirnya. Perbesaran yang digunakan apis

0,50O3)

Gambar 4.7 (a) adalah untuk 1 lapis dimana terlihat butiran yang terbentuk tidak memenuhi semua permukaan pada sampel dan terdapat adanya pengotor, hal ini terjadi pada 2 tidak terlihat jelas, terlihat kan besarnya ukuran butirnya,

Ti0,50O3 lapis pada lapisan tipis

) ditunjukkan pada dihitung besanya sedangkan pada saat an yang digunakan

(43)

commit to user

(a)

Gambar 4.8 (a). BT

Pada Gambar 4.8.

adalah pada lapisan tipis BT karena semua permukaan hampir terpenuhi dan memiliki ukuran yang mendekati seragam

ditentukan yaitu 170 nm

BaZr0,50Ti0,50O3) mempunyai bentuk morfologi yang kurang bagus sehingga

ukuran butir tidak dapat ditentukan karena penambahan Zr yang besar mempengaruhi larutan yang menyebabkan menggumpal.

lapisan tipis BT warna sampel yang diperoleh ke lapisan tipis BZT warna pada sampel putih keruh.

(b)

(c)

Gambar 4.8. Foto SEM 1 Lapis Lapisan Tipis (b). BaZr0,35Ti0,65O3 (c). BaZr0,50Ti0,50O3

Gambar 4.8. Dilihat dari morfologinya hasil terbaik yang diperoleh adalah pada lapisan tipis BT karena semua permukaan hampir terpenuhi dan memiliki ukuran yang mendekati seragam serta besarnya ukuran butir dapat ditentukan yaitu 170 nm. Pada lapisan tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65

mempunyai bentuk morfologi yang kurang bagus sehingga ukuran butir tidak dapat ditentukan karena penambahan Zr yang besar mempengaruhi larutan yang menyebabkan menggumpal. Secara kasat mata pada BT warna sampel yang diperoleh keemasan dan ungu sedangkan pada BZT warna pada sampel putih keruh.

33

Dilihat dari morfologinya hasil terbaik yang diperoleh adalah pada lapisan tipis BT karena semua permukaan hampir terpenuhi dan serta besarnya ukuran butir dapat

0,65O3 dan

mempunyai bentuk morfologi yang kurang bagus sehingga ukuran butir tidak dapat ditentukan karena penambahan Zr yang besar Secara kasat mata pada emasan dan ungu sedangkan pada

(44)

4.2.1.5. Morfologi Lapisan Tipis

Hasil karakterisasi menggunakan SEM untuk lapisan tipis BT(BaTiO

ditunjukkan pada Gambar 4.9. Perbesaran yang digunakan adalah 40.000 kali dan butiran yang dihasilkan tidak

(a)

Gambar 4.9 (a). BT

Gambar 4.9 menunjukkan perbedaan antara BT, BZT(BaZr0,50Ti0,50O3) pada 2 lapis. Morfologi

menunjukkan tidak jelasnya ukuran butir.

dan BaZr0,50Ti0,50O3) mempunyai bentuk morfologi yang kurang bagus sehingga

ukuran butir tidak dapat ditentukan karena penambahan Zr yang besar

Morfologi Lapisan Tipis BaTiO3; BaZr0,35Ti0,65O3; BaZr0,50Ti

Hasil karakterisasi menggunakan SEM untuk 2 lapis pada lapisan tipis tipis BT(BaTiO3), BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) dan BZT (BaZr0,

ditunjukkan pada Gambar 4.9. Perbesaran yang digunakan adalah 40.000 kali dan butiran yang dihasilkan tidak terlihat.

(b)

(c)

Gambar 4.9. Foto SEM 2 Lapis Lapisan Tipis (b). BaZr0,35Ti0,65O3 (c). BaZr0,50Ti0,50O3

Gambar 4.9 menunjukkan perbedaan antara BT, BZT (BaZr0,35Ti

pada 2 lapis. Morfologi permukaan lapisan yang didapat menunjukkan tidak jelasnya ukuran butir. Pada lapisan tipis BZT (BaZr

mempunyai bentuk morfologi yang kurang bagus sehingga ukuran butir tidak dapat ditentukan karena penambahan Zr yang besar

Ti0,50O3 lapisan tipis

0,50Ti0,50O3)

ditunjukkan pada Gambar 4.9. Perbesaran yang digunakan adalah 40.000 kali dan

Ti0,65O3) dan

yang didapat BZT (BaZr0,35Ti0,65O3

mempunyai bentuk morfologi yang kurang bagus sehingga ukuran butir tidak dapat ditentukan karena penambahan Zr yang besar

(45)

commit to user

35

mempengaruhi larutan yang menyebabkan menggumpal. Secara kasat mata pada sampel BT gradasi warnanya adalah ungu berbeda dengan BZT (BaZr0,35Ti0,65O3)

dan BZT(BaZr0,50Ti0,50O3) warna yang dihasilkan adalah putih keruh. Diantara

ketiganya morfologi dengan hasil yang terbaik adalah BT karena memiliki butiran yang sangat kecil dan rata namun tidak bisa ditentukan besarnya ukuran butir karena terlihat homogen.

4.2.2. Karakterisasi Ketebalan

Ketebalan lapisan tipis didapatkan dengan mengambil foto SEM cross

section (tampang lintang) dari lapisan. Perbesaran yang digunakan untuk

mengukur ketebalan adalah 20.000 kali dan 40.000 kali.

4.2.2.1. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BT (BaTiO3)

Hasil foto SEM tampang lintang lapisan untuk mendapatkan ketebalan dari BT dengan variasi jumlah lapis ditunjukkan pada Gambar 4.10. Perbesaraan yang digunakan 20.000 kali dan 40.000 kali.

Tabel 4.7 menunjukkan besanya ketebalan yang diperoleh. Dapat disimpulkan makin banyak jumlah lapis maka ketebalan juga cenderung mengalami pertambahan.

Tabel 4.7. Ketebalan pada Lapisan Tipis BaTiO3

Jumlah lapis Ketebalan (nm) 1 lapis 120,87 2 lapis 152,52 3 lapis 124,23 4 lapis 201,74 5 lapis 243,82

(46)

(a) (b)

(c) (d)

(e) Gambar 4.10.

Foto SEM Tampang Lintang Lapisan Tipis BaTiO3Variasi Jumlah Lapis

(a). 1 lapis (b). 2 lapis (c). 3 lapis (d). 4 lapis (e). 5 lapis

4.2.2.2. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) Hasil foto SEM tampang lintang lapisan untuk mendapatkan ketebalan lapisan tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3) dengan variasi jumlah lapis ditunjukkan pada

(47)

commit to user

37

Gambar 4.11. Perbesaran yang digunakan adalah 40.000 kali dengan hasil pengambilan dari samping.

(a) (b)

Gambar 4.11.

Foto SEM Tampang Lintang Lapisan Tipis BaZr0,35Ti0,65O3Variasi Jumlah Lapis

(a).1 lapis (b).2 lapis

Tabel 4.8 menujukkan besarnya ketebalan yang diperoleh Lapisan Tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3). Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahaya

jumlah lapis maka ketebalan juga bertambah.

Tabel 4.8. Ketebalan pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,35Ti0,65O3)

Jumlah lapis Ketebalan (nm) 1 lapis 101,59 2 lapis 264,34

4.2.2.3. Variasi Jumlah Lapis pada Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) Hasil foto SEM tampang lintang lapisan untuk mendapatkan ketebalan lapisan tipis BZT (BaZr0,50Ti0,50O3) dengan variasi jumlah lapis ditunjukkan pada

Gambar 4.12. Perbesaran yang digunakan adalah 40.000 kali dengan hasil pengambilan dari samping.

(48)

(a) (b) Gambar 4.12.

Foto SEM Tampang Lintang Lapisan Tipis BaZr0,50Ti0,50O3Variasi Jumlah Lapis

(a). 1 lapis (b). 2 lapis

Tabel 4.9 menujukkan besarnya ketebalan yang diperoleh Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,50O3). Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahaya

jumlah lapis maka ketebalan juga bertambah.

Tabel 4.9. Ketebalan Lapisan Tipis BZT (BaZr0,50Ti0,50O3)

Jumlah lapis Ketebalan (nm) 1 lapis 149,98 2 lapis 155,14

Dari semua sampel yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin bertambahnya jumlah lapis maka besarnya ketebalan yang diperoleh juga bertambah. Hal yang sama juga terjadi pada nilai ntensitas, intensitas mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya jumlah lapis. Hal ini disebabkan karena makin banyak jumlah lapis maka semakin banyak jumlah unsur yang terdeposit pada substrat sehingga menyebabkan probabilitas membentuk kristal pada suatu orientasi bidang tertentu makin besar. Seiring dengan penambahan zirkonium maka semakin besar pergeseran sudut 2θ yang terjadi.

(49)

commit to user

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, yang mengacu pada tujuan

penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Lapisan tipis BaTiO

3

mempunyai struktur kristal Tetragonal sedangkan Barium

Zirkonium Titanat (BZT) mempunyai struktur kristal kubus. Seiring dengan

penambahan zirkonium maka semakin besar pergeseran sudut 2θ yang terjadi

yaitu bergeser ke kiri atau semakin mengecil yang menyebabkan konstanta kisi

bertambah besar.

2. Lapisan tipis BaTiO

3

mempunyai bentuk morfologi yang lebih bagus dan ukuran

butirnya dapat ditentukan jika dibandingkan dengan lapisan tipis BZT

(BaZr

0,35

Ti

0,65

O

3

dan BaZr

0,50

Ti

0,50

O

3

). Pada lapisan tipis BZT terlihat

mengelompok dan permukaannya terlihat kasar atau tidak rata, sehingga ukuran

butir tidak dapat ditentukan karena penambahan Zr menyebabkan larutan

menggumpal.

5.2. Saran

Dalam penelitian ini masih banyak kekurangan maka untuk penelitian lebih

lanjut, perlu dilakukan :

1. Pembuatan larutan BZT dengan molaritas lebih kecil, karena saat 0,20 M larutan

yang dibuat mendekati fase gel.

2. Menggunakan jenis Zr yang berbeda, untuk diperoleh larutan BZT yang

homogen.

Gambar

Tabel 4.5. Ukuran Butir pada Lapisan Tipis BaTiO 3 29 Tabel 4.6. Ukuran Butir pada Lapisan Tipis BZT (BaZr 0,50 Ti 0,50 O 3 ) 30 Tabel 4.7
Gambar 2.1. Stuktur Perovskite ABO 3
Gambar 2.2. Struktur Perovskite BaTiO 3
Gambar 2.3. Skema Struktur kristal BaTiO 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 1.1 Meyakini kesempurnaan agama Islam melalui komlpleksitas aturan fikih.. 2.1 Mematuhi hukum fikih dalam ibadah

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dilakukan telah cocok dengan data hasil penelitian, artinya terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang di lakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, di evaluasi dengan kritis

DEPARTEMEN PENOJDIKAN NASIO ... E menjadi binatang, menyusuri semak belukar dan terpaksa berebut tempat dengan gua-gua anjing hutan. Ular menjadi makananku. Tak

Hal tersebut menyebabkan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Kepala Desa periode sebelumnya tidak memiliki dampak signifikan bagi peningkatan kesejahteraan

Kegiatan Pesta Rakyat Bahana Group berlokasi di depan pintu masuk samping gedung Graha CIMB Niaga yang dibuat dengan suasana kampoeng kemerdekaan

Kita dapat mengetahui bahwa terdapat 2 sumber hukum yang berlaku dalam kehdupan sehari-hari yakni, material merupakan perasaan dan pendapat tentang suatu aturan dan formal

Yang dimaksud dengan “direhabilitasi” adalah sebagai suatu tindakan Bupati dalam rangka mengembalikan hak seseorang (Dewan Pengawas) yang telah hilang karena