• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN (Studi Kasus pada Program Pembangunan Mushola Nurulufa, Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN (Studi Kasus pada Program Pembangunan Mushola Nurulufa, Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

i

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

(Studi Kasus pada Program Pembangunan Mushola Nurulufa,

Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga)

Oleh : LIKIN NIM : 222015701

KERTAS KERJA

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik untuk memenuhi syarat akademik untuk mendapat gelar strata 1 (S1) pada jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW Salatiga. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Dalam penulisan kertas kerja ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan atau kelemahan, untuk itu penulis menerima saran yang membangun supaya nantinya skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. Gatot Sasongko, SE., MS selaku dosen pembimbing, serta kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Salatiga, 15 Maret 2016

Penulis

(7)

vii

SARIPATI

Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tapi juga mulai tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan. Salah satu contoh adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah adanya pembangunan Mushola Nurulufa, Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang partisipasi msayarakat dalam pelaksanaan pembangungan Mushola Nurulufa, Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, informasi diperoleh dari Ketua RT 03 RW 09 desa Bonggan– Kelurahan Blotongan Kota Salatiga, perwakilan warga masyarakat setempat, serta pimpinan proyek pembangunan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara wawancara mendalam. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yang didasarkan pada pendekatan studi kasus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk partisipasi warga desa Bonggan RT 3 RW 9 – Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga dalam pembangunan Mushola Nurulufa diantaranya adalah partisipasi pemikiran, partisipasi tenaga, partisipasi uang dan partisipasi barang

.

(8)

viii

ABSTRACT

So far, public participation is limited to participation in the implementation of the programs or activities of the government , but public participation is not only necessary during the implementation but also began the planning stages and even decision-making. One example of public participation in development is the construction of mosque Nurulufa, Kelurahan Blotongan , Salatiga.

This study aimed to get an overview of the public participation in the construction of mosque Nurulufa, Kelurahan Blotongan , Salatiga. This research is descriptive research, information obtained from the Head of RT 03 RW 09 Bonggan- village Kelurahan Blotongan Salatiga, representatives from local communities, and projects leaders. Techniques of data collection in this study is the in-depth interviews. The analysis technique used in this study is a qualitative analysis technique that is based on a case study approach.

The results showed that the participation of villagers Bonggan RT 3 RW 9 - Kelurahan Blotongan, Salatiga in the construction of mosque Nurulufa is the participation of thought, labor participation, participation of money and goods participation.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………...i

Halaman Pernyataan Tidak plagiat ...ii

Halaman Pernyataan Persetujuan akses ………...iii

Halaman lembar pengesahan……….…iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Tulis ...v

Kata Pengantar ...vi

Saripati ...vii

Abstract ………...viii

Daftar Isi ………...…….ix

1. Pendahuluan ……….………...1

Latar Belakang Penelitian ...1

Rumusan Masalah ……….…..3

Persoalan Penelitian ……….……….…...3

Tujuan dan Manfaat Penelitian ………..………..3

Garis Besar Penelitian ………3

2. Tinjauan Pustaka ...4

Konsep Partisipasi dan Partisipasi Masyarakat ……….……….……….4

Konsep Pembangunan ……….………...6

Review Hasil Penelitian Sebelumnya ……….………8

3. Metode Penelitian ………..11

4. Hasil Penelitian ………..12

(10)

x Partisipasi Warga Masyarakat di desa Bonggan RT 3 RW 9 – Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga

dalam Pembangunan Mushola Nurulufa ………..14

5. Penutup ………..27

Kesimpulan ………..………28

Implikasi Terapan ……….………..29

(11)

1

1. Pendahuluan

Latar Belakang Penelitian

Pembangunan merupakan proses pewujudan cita-cita Negara untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera secara merata diseluruh wilayah tanah air.Pembangunan di Indonesia mencakup banyak kegiatan yang beraneka ragam seperti pelayanan kesehatan, penyuluhan, bantuan teknis, penyediaan kebutuhan air, listrik, jalan, perumahan sampai dengan proyek-proyek yang bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat.

Umumnya, peranan pemerintah sangat dominan dalam kegiatan pembangunan tersebut. Bahkan terkadang ada anggapan bahwa seluruh kegiatan pembangunan adalah tangung jawab pemerintah. Anggapan semacam ini tidak sepenuhnya benar, karena partisipasi masyarakat dalam usaha pembangunan sangat diperlukan. Kartasasmita (1997) menyebutkan bahwa studi empiris menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak memenuhi sasaran, karena kurangnya partisipasi masyarakat, bahkan banyak kasus menunjukkan masyarakat menentang upaya pembangunan.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan adalah sangat penting. Dengan adanya partisipasi masyarakat pada program pembangunan, maka hasil pembangunanini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya kesesuaian ini maka hasil pembangunan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya, menurut Dwiningrum (2011) bahwamasyarakat perlu diberikan kuasa dan wewenang serta berpartisipasi dalam pengelolaan pembangunan, sehingga partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan dan pelaksanaan program atau proyek pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat lokal.

Ada banyak bentuk partisipasi masyarakat, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Namun menurut pendapat Lubis (2009) bahwa ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan secara masif, yakni dari banyaknya individu yang

(12)

2

dilibatkan. Bila ada banyak individu yang dilibatkan maka dapat diartikan bahwa tingkat partisipasi masyarakat tergolong tinggi, dan sebaliknya.

Hingga saat ini partisipasi masyarakat masih belum menjadi kegiatan tetap dan terlembaga khususnya dalam pembuatan keputusan. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tapi juga mulai tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.

Semestinya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan sangat penting, karena pembangunan yang terlalu menekankan peranan pemerintah terkadang kurang peka terhadap kebutuhan masyarakat lokal dan hal ini mendapat kritikan tajam (Korten, dalam Ibori, 2012). Oleh karena itu, sudah sepatutnya masyarakat dilibatkan penuh pada setiap kegiatan pembangunan. Pelaksanaan pembangunan yang mengutamakan masyarakat dalam pelaksanaan program-program pembangunan, berarti memberikan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengarahkan sumber daya, potensi, merencanakan serta membuat keputusan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan pembangunan yang akan mense-jahterakan mereka, sehingga mereka berdaya.

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa ada beragam bentuk tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Tentu saja bentuk maupun tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangungan di masing-masing daerah akan berbeda. Seperti misalnya dalam temuan Ibori (2012) disimpulkan bahwa bentuk partisipasi tenaga memiliki sumbangan yang sangat signifikan dalam pengerjaan proyek PNPM-MP khususnya pembangunan POSYANDU di Desa Tembuni. Malikidini (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwabentuk partisipasi tenaga memiliki sumbangan yang sangat signifikan dalam pengerjaan proyek PNPM-MP khususnya pembangunan jembatan pada tahun 2011. Temuan Ananta (2012) menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat Desa Pangkur pada tahap pelaksanaan dalam pembangunan jalan Desa Pangkur adalah sangat baik, baik itu dalam bentuk tenaga, uang, bahan material.

Atas dasar beberapa temuan penelitian sebelumnya di atas, selanjutnya penulis tertarik untuk mengkaji partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan (studi kasus pada program pembangunan Mushola Nurulufa, Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga).

(13)

3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah menyangkut partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangungan Mushola Nurulufa, Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga.

Persoalan Penelitian

Atas dasar rumusan masalah, maka adapun persoalan dalam penelitian ini adalah: bagaimana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangungan Mushola Nurulufa, Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangungan Mushola Nurulufa, Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: secara teoritis akan diperoleh pengetahuan tentang partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan, secara praktis dapat memberikan masukan bagi pemerintah kota Salatiga khususnya aparatur di Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga guna melihat kebutuhan masyarakat akan pembangunan serta mendorong partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya.

Garis Besar Penelitian

Penelitian ini berisikan lima bagian yang disusun secara sistematis. Pada bagian awal diuraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta garis besar penelitian. Pada bagian kedua diuraikan tentang teori-teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu konsep partisipasi dan partisipasi masyarakat, pembangunan, serta review hasil penelitian sebelumnya. Pada bagian ketiga diuraikan metode penelitian yang digunakan, sementara itu pada bagian keempat diuraikan tentang hasil penelitian dan bahasan mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangungan Mushola Nurulufa di desa Bonggan RT 3 RW 9, Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga. Pada bagian akhir diuraikan tentang kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini.

(14)

4

2. Tinjauan Pustaka

Konsep Partisipasi dan Partisipasi Masyarakat

Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu(Wazir et al, 1999). Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama. Definisi operasional dari partisipasi adalah bahwa partisipasi itu tidak berdasarkan keterlibatan secara fsik dalam pekerjaannya tetapi menyangkut keterlibatan diri seseorang sehingga akan menimbulkan tanggung jawab dan sumbangan yang besar terdapat kelompok.

Partispasi masyarakat menurut Isbandi (2007) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Ndraha (dalam Lugiarti, 2004) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dapat dipilah meliputi; (1) partisipasi dalam / melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial, (2) partisipasi dalam memperhatikan / menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya, (3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan, (4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional, (5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hamidjoyo (dalam Ibori, 2012), bahwa partisipasi mengandung tiga pengertian, yaitu: (a) Partisipasi berarti turut memikul beban pem-bangunan, (b) Menerima kembali hasil pembangunan dan bertanggung jawab terhadapnya, (c) Partisipasi berarti terwujudnya kreativitasnya dan oto aktifitas.

Menurut Davis (dalam Ibori, 2012), bahwa terdapat jenis-jenis partisipasi masyarakat, yaitu sebagai berikut: (1). pikiran (psychological participation), (2). tenaga (physical

(15)

5

participation), (3). pikiran dan tenaga (psychological dan physical participation), (4). keahlian

(participation with skill), (5). barang (material participation), (6). uang (money participation). Partisipasi masyarakat dalam penelitian ini akan dilihat dari sejauhmana partisipasi masyarakat mulai dari tahap pengambilan keputusan hingga evaluasi program tersebut. Cohen dan Uphoff (dalam Dwiningrum, 2011) membedakan partisipasi menjadi empat jenis yaitu:

1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan

Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan biasanya dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat yang bertujuan untuk memilih alternatif dalam perencanaan pelaksanaan pembanunan

2. Partisipasi dalam pelaksanaan

Berhasilnya suatu program pembangunan tergantung dari partisipasi masyarakat baik itu partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama dalam proyek pembangunan yang khusus dan partisipasi sebagai individu diluar aktivitas-aktivitas bersama dalam pembangunan.

3. Partisipasi dalam pengambilan manfaat

Analisis manfaat dari hasil pembangunan dapat dilihat darimaterial benefit dan social

benefits. Material benefits berhubungan dengan konsumsi atau pendapatan,

kekayaan. Sedangkan social benefits misalnya pendidikan, pelayanan kesehatan, air bersih, jalan-jalan, fasilitas transportasi.

4. Partisipasi dalam evaluasi

Ada tiga jenis evaluasi: (1) Project Contered Evaluation, bila evaluasi ini dipandang sebagai proses evaluasi formal, (2) Political Activities berkaitan dengan pemilihan anggota-anggota parlemen rakyat setempat atau pemimpin setempat, (3) Public

Opinion Efforts, opini publik dalam mengevaluasi suatu program tidak secara

langsung, melainkan mempengaruhi melalui mass media/surat kabar.

Konsep Pembangunan

Pembangunan menurut Judiono (2009) adalah suatu proses pembaharuan yang kontinyu dan terus menerus dari suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap lebih baik. Sementara itu menurut Todaro (2000), bahwa pembangunan merupakan suatu proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur

(16)

6

sosial, sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, sekaliguspeningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan. Menurut Todaro (2000), defnisi di atas memberikan beberapa implikasi bahwa:

1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga pemerataan.

2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan, seperti peningkatan: a. Life sustenance: kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

b. Self-esteem: kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki harga diri, bernilai, dan tidak “diisap” orang lain.

c. Freedom from survitude: kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.

Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang sekarang ini menjadi popular (Todaro, 2000), yaitu:

1. Capacity, hal ini menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau produktiftas.

2. Equity, hal ini menyangkut pengurangan kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah.

3. Empowerment, hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.

4. Suistanable, hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian pembangunan. Menurut Gant (dalam Suryono, 2001), tujuan pembangunan ada dua tahap. Pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya, maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut, maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, yang di antaranya adalah keterlibatan masyarakat di dalam pembangunan. Sanit (dalam Suryono, 2001) menjelaskan bahwa pembangunan dimulai dari pelibatan masyarakat. Ada beberapa keuntungan ketika masyarakat dilibatkan dalam perencanaan pembangunan, yaitu, Pertama, pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Artinya bahwa, jika masyarakat dilibatkan dalam perencanaan pembangunan, maka akan tercipta kontrol terhadap pembangunan tersebut. Kedua, pembangunan yang berorientasi pada masyarakat akan menciptakan stabilitas

(17)

7

politik. Oleh karena masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan, sehingga masyarakat bisa menjadi kontrol terhadap pembangunan yang sedang terjadi.

Berdasarkan uraian di atas maka definisi operasional dari pembangunan adalah suatu usaha sadar dalam serangkaian kegiatan untuk mencapai suatu perubahan dari keadaan yang buruk menuju ke keadaan yang lebih baik yang dilakukan oleh masyarakat tertentu di suatu Negara.

Review Hasil Penelitian Sebelumnya

Kajian tentang partisipasi masyarakat dalam pembangungan selalu menarik untuk diteliti. Hal ini mengingat menggerakkan partisipasi masyarakat bukan hanya esensial untuk mendukung kegiatan pembangunan oleh pemerintah, tetapi juga agar masyarakat berperan lebih besar dalam kegiatan yang dilakukannya sendiri.Penelitian sebelumnya yang mengkaji partisipasi masyarakat dalam pembangungan telah dilakukan oleh sejumlah peneliti.

Penelitian yang dilakukan oleh Ibori (2012) menemukan bahwa secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat desa tersebut telah cukup memadai dalam rangka pelaksanaan proyek PNPM-MP di desa mereka secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat Desa Tembuni telah cukup memadai dalam rangka pelaksanaan proyek PNPM-MP di desa mereka. Sehubungan dengan partisipasi pikiran, keputusan tentang pengadaan POSYANDU bukanlah merupakan keputusan Kepala Desa dan aparatnya saja melainkan merupakan hasil keputusan Musyawarah Desa yang pada dasarnya merupakan masukan dari warga desa utamanya tokoh-tokoh masyarakat. Sehubungan dengan partisipasi tenaga, pada dasarnya semua masyarakat Desa Tembuni ingin berpartisipasi dalam pelaksanaan proyek-proyek PNPM-MP, terutama dalam bentuk partisipasi tenaga. Sehubungan dengan partisipasi keahlian, di desa Tembuni khususnya di dusun I, ada partisipasi masyarakat yang memiliki keahlian misalnya sebagai tukang batu dan tukang kayu, dan keahlian lainnya, yang bila diperlukan maka mereka akan siap untuk bekerja sebagaimana yang diharapkan. Sehubungan dengan partisipasi barang, ada kesediaan warga untuk dapat menyumbangkan bahan-bahan tertentu (seperti kayu, paku, pasir dan lain-lain) yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan pisik POSYANDU tersebut. Sehubungan dengan partisipasi uang, selama ini belum pernah karena dana yang dianggarkan dari PNPM pun belum pernah kurang, malahan kadang memiliki sisa dari pengerjaan satu proyek yang dapat dijadikan revisi untuk proyek lain. Dari lima jenis

(18)

8

partisipasi yang dikaji yaitu partisipasi pikiran; partisipasi tenaga; partisipasi keahlian; partisipasi barang; dan partisipasi uang, ternyata bentuk partisipasi tenaga memiliki sumbangan yang sangat signifikan dalam pengerjaan proyek PNPM-MP khususnya pembangunan POSYANDU pada tahun 2011.

Penelitian yang dilakukan oleh Judiono (2009) menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat terhadap usaha pembangunan prasarana jalan sebanding dengan besarnya keinginan masyarakat terhadap ketersediaan prasarana jalan yang lebih baik. Keinginan masyarakat tersebut tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan pendidikan yang mereka peroleh baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Bentuk partisipasi masyarakat sebanding dengan apa yang dimilikinya dan apa yang dapat diusahakannya, sedangkan proses munculnya partisipasi masyarakat sejalan dengan munculnya harapan masyarakat untuk dapat memetik buah dari apa yang telah dilakukannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Henryk (2013) menunjukkan bahwa secara keseluruhan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Kelurahan Sungai Keledang Kecamatan Samarinda Seberang dalam pembangunan fisik seperti partisipasi masyarakat dalam pembangunan sarana pendidikan yang masyarakatnya sudah terlibat langsung dalam menyalurkan aspirasinya dan terlibat langsung dalam perbaikan yang ada, sedangkan pada partisipasi masyarakat dalam pembangunan sarana kesehatan yang masyarakatnya juga terlibat langsung dalam pembangunannya dan antusias dalam mengikuti program-program kesehatan, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sarana jalan masyarkatnya sudah ikut langsung terlibat dalam pembuatan jalan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan non fisik seperti menyumbangkan pemikiran dalam musyawarah masyarakat sudah cukup baik dalam memberikan saran-saran.

Mardiantono (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan jalan dan saluran lingkungan di empat lokasi permukiman kumuh Kota Semarang berada pada tingkat partisipasi sedang. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi adalah faktor internal dan faktor eksternal, baik yang sifatnya mendorong maupun yang menghambat. Faktor internal lebih dipengaruhi oleh kondisi karakterstik sosial ekonomi masyarakatnya seperti jenis pekerjaan dan tingkat penghasilan, sedangkan faktor ekternal lebih dipengaruhi oleh adanya bantuan teknis dari pemerintah melalui program peningkatan kualitas lingkungan permukiman seperti KIP Plus dan Tridaya.

(19)

9

Malikidini (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwasecara keseluruhan dapat dikatakan tingkat partisipasi masyarakat desa Lemahino telah cukup memadai dalam rangka pelaksanaanproyek PNPM-MP di desa mereka. Dari lima jenis partisipasi yang dikaji, ternyata bentuk partisipasi tenaga memilikisumbangan yang sangat signifikan dalam pengerjaan proyek PNPM-MP khususnyapembangunan jembatan pada tahun 2011.

Ananta (2012), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat Desa Pangkur pada tahap perencanaan dalam pembangunan jalan Desa Pangkur adalah baik. Peran serta itu dapat dilihat dari tingkat kehadiran masyarakat Desa Pangkur dalam Musyawarah Desa dan antusiasme mereka dalam mengemukakan pendapat maupun ide-ide atau sumbangan pemikiran dalam Musyawarah Desa tersebut. Partisipasi masyarakat Desa Pangkur pada tahap pelaksanaan dalam pembangunan jalan Desa Pangkur adalah sangat baik, baik itu dalam bentuk tenaga, uang, bahan material. Partisipasi masyarakat Desa Pangkur pada tahap pemanfaatan dalam pembangunan jalan Desa Pangkur adalah baik, masyarakat Desa Pangkur berupaya menjaga agar manfaat dari adanya jalan Desa Pangkur ini dapat dirasakan lebih lama. Partisipasi masyarakat Desa Pangkur pada tahap evaluasi dalam pembangunan jalan Desa Pangkur adalah baik.Masyarakat Desa Pangkur berpartisipasi dalam “Rapat Evaluasi Pembangunan Jalan Desa Pangkur” secara aktif.

Asariansyah dkk (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa program bantuan pembangunan berbasis masyarakat (Bangsimas) memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada masyarakat pedesaan untuk menentukan arah dan tujuan ke depan yang diinginkan oleh masyarakat di masing-masing desa. Dengan optimalisasi potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh tiap-tiap masyarakat pedesaan menjadikan pembelajaran bagi masyarakat desa bahwa dalam sebuah pembangunan juga dibutuhkan perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan hasil pembangunan dalam kaitannya dengan pembangunan jalan dan pembangunan infrastruktur yang lainnya.

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, di mana penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif.Nawawi (2007), mengungkapkan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian

(20)

10

yang diteliti atau penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri atau tunggal, yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Selain itu, penelitian deskriptif juga terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti.

Subyek dalam penelitian ini adalah informan yang dinilai layak memberikan informasi yang diperlukan yang terdiri dari: Ketua RT 03 RW 09 desa Bonggan– Kelurahan Blotongan Kota Salatiga,perwakilan warga masyarakat setempat, serta pimpinan proyek pembangunan. Adapun program pembangunan yang menjadi obyek penelitian dalam penelitian ini adalah program pembangunan Mushola Nurulufa berlokasi di desa Bonggan RT 3 RW 9 – Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Ketua RT 03 RW 09 desa Bonggan - Kelurahan Blotongan Kota Salatiga, perwakilan warga masyarakat setempat, serta pimpinan proyek pembangunan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara wawancara mendalam (in-depth interviews), yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2005). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yang didasarkan pada pendekatan studi kasus dengan langkah-langkah analisis sebagai berikut (Afriani, 2009):

a. Mengorganisir informasi.

b. Membaca dan atau mendengarkan keseluruhan informasi dan memberi kode. c. Membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya.

d. Peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori.

e. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain.

(21)

11

4. Hasil Penelitian

Sekilas Gambaran tentang MusholaNurulufa

Mushola Nurulufa berlokasi di desa Bonggan RT 3 RW 9 – Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan dibangunnya Mushola di wilayah tersebut adalah karena untuk memenuhi kebutuhan rohani dari sebagian besar warga. Hal ini seperti dikemukakan oleh Ketua RT 3 desa Bonggan bahwa perlunya pembangunan Mushola tersebut karena mayoritas penduduk di desa Bonggan beragama Islam, sehingga pembangunan Mushola tersebut perlu dilaksanakan. Dengan adanya Mushola maka warga masyarakat dapat menjalankan ibadah di lingkungan sendiri tanpa harus pergi ke desa lainnya. Berikut kutipan pernyataan Ketua RT 3 desa Bonggan tersebut:

“… keberadaan Mushola menjadi penting karena warga bisa beribadah di lingkungannya sendiri dan tidak lagi harus pergi beribadah ke desa lainnya …”

Ide awal perlu adanya Mushola tersebut datang dari warga setempat yang sangat antusias dengan adanya pembangunan Mushola. Seperti dikemukakan oleh seorang warga sebagai berikut:

“…. di desa Bonggan ini sudah waktunya mempunyai tempat beribadah sendiri bagi sebagian besar pemeluk agama Islam, yaitu dengan membangun Mushola …”

Pernyataan dari salah satu warga di atas juga diperkuat oleh informasi yang diperoleh penulis dari pimpinan proyek pembangunan Mushola tersebut. Menurut beliau bahwa awal pembangunan Mushola tersebut berdasarkan usulan dari para warga masyarakat yang berkeinginan untuk memiliki Mushola yang akan dipergunakan sebagai tempat beribadah (sholat). Hal tersebut tidak terlepas dari mayoritas warganya yang beragama Islam.

Usulan atau ide pembangunan Mushola tersebut selanjutnya ditindaklanjuti oleh ketua RT setempat dengan mengundang warga masyarakat dalam pertemuan yang berlangsung di kediaman ketua RT. Pertemuan untuk membahas lebih lanjut perihal rencana pembangunan Mushola.

Pertemuan diadakan pada hari minggu tanggal 15 September 2013 pada pukul 20.00 – 21.00 WIB bertempat di kediaman Bapak Ispan yang adalah Ketua RT 3. Adapun yang hadir pada pertemuan tersebut sebanyak 5 orang yang merupakan tokoh

(22)

12

masyarakat, yaitu:bapak kia’iTamam,bapak Ketua RW, perwakilan warga yaitu bapak Bardi dan bapak Sugiat, dan tentunya bapak Ispan.

Hasil dari pertemuan tersebut adalah adanya kesepakatan bersama bahwa akan direalisasikannya ide pembangunan Mushola di Desa Bonggan. Warga sangat membutuhkan adanya mushola untuk melakukan ibadah sholat berjamaah bagi warga desa Bonggan yang mayoritas beragama Islam.

Dalam pertemuan tersebut juga disepakati bahwa akan dilakukan pertemuan berikutnya pada tanggal 22 September 2013 untuk membahas lebih lanjut realisasi ide pembangunan mushola tersebut.

Partisipasi Warga Masyarakat di desa Bonggan RT 3 RW 9 – Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga dalam Pembangunan Mushola Nurulufa

Antusias warga masyarakat di desa Bonggan RT 3 RW 9 – Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga sehubungan dengan pembangunan Mushola Nurulufa tergolong tinggi. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi warga masyarakat dalam berbagai hal. Berikut ini dipaparkan berbagai wujud partisipasi warga masyarakat di desa Bonggan tersebut.

Rembug Bersama Mematangkan Ide

Kebutuhan akan adanya sarana tempat beribadah bagi sebagian besar pemeluk agama Islam di Desa Bonggan sangat mendesak dan hal tersebut dirasakan oleh para warga di desa setempat. Menyadari hal tersebut maka sejumlah tokoh masyarakat dan warga memikirkan bahwa sudah waktunya desa mereka memiliki sebuah Mushola. Dari obrolan - obrolan yang dilakukan pada akhirnya tercetus ide pembangunan Mushola di Desa Bonggan. Ide yang ada tersebut tentu saja perlu ditindaklanjuti agar nantinya dapat terlaksana. Oleh karena itu perwakilan dari tokoh masyarakat dan warga menemui Ketua RT setempat dalam hal ini Ketua RT 3 untuk menyampaikan ide pembangunan Mushola tersebut. Hal ini diakui oleh Ketua RT 3 dalam petikan hasil wawancara berikut ini:

“…saat itu ada beberapa orang warga dan tokoh masyarakat dari desa ini datang menemui saya dan menyampaikan ide tentang pembangunan Mushola di desa Bonggan …”

(23)

13

Ungkapan Ketua RT3 tersebut di atas menunjukkan bahwa masyarakat utamanya para tokohnya senantiasa memikirkan tentang kebutuhan bersama warga desa mereka (termasuk didalamnya kebutuhan rohani) yang selanjutnya disampaikan kepada pimpinan mereka, yaitu Ketua RT untuk diperjuangkan pada tingkat kelurahan, kecamatan dan kabupaten. Keinginan yang disampaikan oleh tokoh-tokoh masyarakat tersebut, tentu bukan juga merupakan pemikiran dan keinginan mereka sendiri, akan tetapi itu juga merupakan keinginan warga desa secara keseluruhan.

Menindaklanjuti hasil keputusan pada pertemuan pertama tersebut, maka pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 22 September 2013. Pertemuan tersebut kembali berlangsung di rumah Bapak Ispan pada pukul 17.00 – 19.00 WIB. Hadir pada pertemuan tersebut adalah 5 orang para tokoh masyarakat yang hadir pada pertemuan pertama yaitu: bapak kia’iTamam, Bapak Ketua RW Nuryadi,

perwakilan warga yaitu Bapak Bardi dan Bapak Sugiat, serta Bapak Ispan.

Beberapa keputusan yang diambil dari hasil pertemuan kedua tersebut diantaranya adalah: memberi tugas kepada Ketua RT (Bapak Ispan) untuk mencari lokasi yang tepat untuk pembangunan Mushola, serta diputuskan bahwa pertemuan ketiga akan dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 2013.

Sesuai dengan hasil keputusan pada pertemuan kedua, maka pertemuan ketiga kembali dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2013 yang berlangsung di kediaman Bapak Ispan selaku

Ketua RT 3. Adapun yang hadir di pertemuan ketiga tersebut adalah para warga yang juga hadir

di pertemuan pertama dan kedua.

Dalam pertemuan ini, Bapak Ispan melaporkan hasil pekerjaannya dalam pencarian lokasi Mushola. Proses pencarian lokasi Mushola menurut informasi dari Bapak Ispan tidak terlalu sulit karena lokasi tanah yang bakal digunakan untuk membangun Mushola adalah tanah milik salah satu warga yang bernama bapak Sugiat. Beliau adalah mertua dari bapak Ispan selaku Ketua RT 3 Bonggan Blotongan Salatiga.

Bermula dari semenjak ditugasi untuk mencari lokasi, bapak Ispan bertanya-tanya dengan warga setempat terkait dengan pencarian lokasi tersebut. Tidak terkecuali bapak Ispan juga bercerita kepada mertuanya perihal tugas yang diembannya tersebut. Setelah mendengar penuturan dari bapak Ispan, maka bapak Sugiat tergerak hatinya untuk secara sukarela mewakafkan tanahnya agar bisa digunakan untuk membangun Mushola. Niat baik yang tulus dari Bapak Sugiat tersebut selanjutnya disampaikan kepada Bapak Ispan.

(24)

14

Setelah lokasi pembangunan sudah diperoleh maka langkah berikutnya adalah bapak Ispan mengajak Bapak Ketua RW Nuryadi untuk menemani Bapak Sugiat dalam proses untuk mewakafkan tanah, bapak Sugiat diharuskan datang sendiri di hadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) dengan didampingi oleh Bapak Ispan dan Bapak Nuryadi untuk melaksanakan Ikrar Wakaf dan membawa surat-surat sebagai berikut :

 Sertifikat hak milik

 Surat keterangan Kepala Desa dan Camat mengenai kebenaran surat kepemilikan tanah dan tidak dalam sengketa

 Surat keterangan pendaftaran untuk mewakafkan tanah

 Ijin Walikota madya

Setelah semua persyaratan sudah lengkap, maka proses wakaf segera ditangani oleh PPAIW. Apabila surat wakaf sudah dikeluarkan oleh PPAIW, maka tanah milik Bapak Sugiat sudah menjadi tanah wakaf yang sudah diserahkan kepa Desa Bonggan untuk pembangunan Mushola. Adapun surat wakaf yang dikeluarkan oleh PPAIW tersebut bernomor:

W2/03/054/XI/2013.

Selain mendengarkan laporan dari Bapak Ispan terkait dengan pencarian lokasi pembangunan Mushola, dalam pertemuan tersebut juga bendahara yang dalam hal ini dipegang oleh Bapak Nuryadi melaporkan perkembangan jumlah uang kas. Adapun uang kas warga berasal dari ”jimpitan” rutin warga desa Bonggan yang mana selama tiga tahun sejak tahun 2010 s/d 2013 mencapai Rp 109.500.000.

Mengingat bahwa pembangunan Mushola tentu memerlukan dana yang tidak kecil, maka dalam pertemuan ketiga tersebut diputuskan bahwa jimpitan perlu terus dilakukan. Selain itu, sangat perlu dilakukan penggalangan dana guna menambah jumlah pemasukan sehingga pembangunan Mushola nantinya tidak tersendat-sendat.

Warga juga nantinya dihimbau untuk berpartisipasi dengan memberikan sumbangan secara sukarela sesuai dengan kemampuannya. Terkait dengan penggalangan dana tersebut, bapak Nuryadi ditunjuk sebagai koordinator penggalangan dana yang bertugas dalam pembuatan proposal permohonan bantuan serta mengidentifikasi siapa saja yang dapat dijadikan sebagai donatur.

Keputusan lainnya yang dihasilkan dalam pertemuan tanggal 6 Oktober 2013 tersebut adalah pemilihan pimpinan proyek. Adapun sebagai pimpinan pelaksana proyek

(25)

15

pembangunan Mushola ditunjuk Bapak Dariono yang merupakan salah satu warga setempat yang kebetulan memang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang konstruksi bangunan. Sebagai orang yang ditunjuk untuk memimpin proyek pembangunan Mushola, beliau dengan ikhlas menerima amanah tersebut. Sewaktu diminta keterangan oleh penulis, beliau mengungkapkan alasan menerima amanah tersebut sebagai berikut:

“…alasan saya menerima amanah membangun Mushola adalah karena saya juga seorang muslim dan merupakan warga disini yang membutuhkan tempat ibadah, sehingga dengan kemampuan yang saya punya maka saya ikhlas membantu warga desa untuk membangun sebuah Mushola …”

Sebagai pimpinan proyek, Bapak Dariono bertugas menjalankan pembangunan Mushola di desa Bonggan Blotongan Salatiga. Beliau juga ditugaskan untuk membuat rancangan gambaran Mushola yang akan didirikan di desa Bonggan. Adapun Mushola yang akan dibangun berukuran 7 x 10 meter dengan tinggi bangunan kurang lebih mencapai empat (4) meter. Adapun foto Mushola disajikan pada bagian lampiran.

Untuk ukuran Mushola tersebut, menurut bapak Dariono itu sudah relatif besar dan sudah mencukupi untuk warganya melakukan ibadah sholat berjamaah. Selanjutnya dalam pertemuan tersebut juga disepakati bahwa akan diadakan pertemuan berikutnya pada tanggal 13 Oktober 2013.

Pertemuan keempat atau pertemuan terakhir sebelum dilakukannya pembangunan Mushola adalah pada tanggal 13 Oktober 2013 yang berlangsung di rumah bapak Ispan yang adalah Ketua RT 3. Pertemuan tersebut berlangsung pada pukul 19.30 s/d 20.30 WIB yang dihadiri oleh warga yang hadir pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan tersebut, bendahara dalam hal ini bapak Nuryadi memberikan laporan perkembangan penggalangan dana yang telah dilakukan. Adapun dari hasil penggalangan dana tersebut maka sudah terkumpul dana kurang lebih sebesar Rp 124.500.000 dengan perincian: sumbangan dari warga per KK sebesar Rp 10.000.000, dana jimpitan rutin warga desa Bonggan selama tiga tahun dari tahun 2010 – 2013 mencapai Rp 109.500.000, serta sumbangan dari donator yaitu bapak Supeiono sebesar Rp 5.000.000.

Melihat besarnya dana yang telah terkumpul tersebut, maka rencana pembangunan Mushola dapat segera dilakukan supaya keinginan warga desa Bonggan untuk memiliki

(26)

16

Mushola sendiri di desa mereka dapat terwujud, dan warga dapat menjalankan ibadah berjamaah bersama-sama warga lain tanpa harus pergi ke desa lain. Dana yang terkumpul tersebut memang diharapkan bisa menyelesaikan pembangunan Mushola karena menurut Bapak Dariono selaku pimpinan proyek bahwa beliau menganggarkan biaya pembangunan Mushola dengan ukuran bangunan Mushola seperti disebutkan di atas sekitar Rp. 120.000.000.

Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa ada beberapa kali pertemuan yang dilakukan guna membahas rencana pembangunan Mushola sehingga dicapai sejumlah kesepakatan. Mengacu pada teori Davis (dalam Ibori, 2012) bahwa kesepakatan yang dicapai pada pertemuan-pertemuan yang diadakan tersebut di atas merupakan bentuk partisipasi pemikiran. Dalam model partisipasi Cohen dan Uphoff (dalam Dwiningrum, 2011) tahap awal pematangan ide pembangunan Mushola merupakan partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Adanya partisipasi pemikiran yang diberikan oleh para warga desa Bonggan dalam pembangunan Mushola ternyata menguatkan beberapa penelitian sebelumnya yang mengungkapkan adanya partisipasi pemikiran dari masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Hal ini seperti tampak dalam penelitian Henryk (2013) yang mengungkapkan bahwa terdapat partisipasi masyarakat di Kelurahan Sungai Keledang Kecamatan Samarinda dalam pembangunan non fisik seperti menyumbangkan pemikiran dalam musyawarah masyarakat guna kelancaran pembangunan tersebut.

Gotong Royong Membangun Mushola

Selain partisipasi dalam bentuk pemikiran, tenaga merupakan salah satu bentuk partisipasi dari masyarakat desa yang sangat potensial diarahkan dalam proses pembangunan desa. Masyarakat Indonesia, terutama mereka yang tinggal di pedesaan umumnya dapat menyelesaikan berbagai pekerjaan atas dasar gotong-rotong atau swadaya. Dengan dana yang terbatas, mereka mampu dan berhasil menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan pisik yang mahal, misalnya rumah ibadah, balai desa, bahkan sekolah dan lain sebagainya. Kenyataan seperti ini menunjukkan bahwa mengarahkan masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan desanya tidak semata-mata tergantung pada aspek anggaran. Kepemimpinan juga merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan tingkat partisipasi masyarakat desa. Artinya, kepala desa beserta aparatnya harus mampu

(27)

17

menjalankan roda pemerintahan desa secara jujur, transparan, akuntabel dan religius. Dengan demikian mayarakat yang dipimpin akan cenderung untuk mengikuti arahan pemerintah desa guna menyumbangkan tenaga mereka dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di desanya.

Terkait dengan pembangunan Mushola Nurul’ufa, ternyata banyak warga desa Bonggan yang berpartisipasi dalam bentuk tenaga. Seperti dikemukakan oleh salah satu warga berikut ini:

“… sebagai anggota warga desa Bonggan, saya secara sukarela menyumbangkan tenaga saya untuk membantu pembangunan Mushola di desa saya sendiri ,tetapi saya membantu pada saat sepulang kerja dari hari Senin sampai Sabtu sore , karena pada saat pagi saya harus bekerja terlebih dahulu…”

Dari pernyataan warga di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi seseorang di dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bukanlah merupakan paksaan, akan tetapi kerelaan untuk terlibat. Kerelaan itu sendiri muncul dari kesadaran bahwa keterlibatan mereka dalam bentuk partisipasi tenaga itu adalah suatu upaya untuk mewujudkan kemaslahatan bagi orang banyak.

Pernyataan salah satu warga di atas didukung informasi yang dikemukakan oleh pemimpin proyek pembangunan Mushola seperti dikutip berikut ini:

“…warga desa ikut serta menyumbangkan tenaganya secara sukarela dalam pembangunan Mushola Nurulufa, bahkan tidak sedikit warga yang mau ikut lembur sampai malam agar pembangunan Mushola bisa lebih cepat selesai …”

Informasi dari pimpinan proyek (Bapak Dariono) tersebut setidaknya membuktikan bahwa tingkat partisipasi warga desa Bonggan dalam hal tenaga tergolong tinggi. Tentu saja tingginya partisipasi tenaga dari para warga akan memudahkan kerja pimpinan proyek dalam menyelesaikan pembangunan Mushola.

Sejalan dengan pendapat pimpinan proyek, informasi dari Ketua RT 3 pun tidak jauh berbeda perihal partisipasi tenaga para warga desa Bonggan, seperti dikutip penulis berikut ini:

(28)

18

“… dalam hal partisipasi tenaga, warga desa bergotong royong ikut serta menyumbangkan tenaganya dalam pembangunan Mushola tersebut. Para ibu-ibu pun ikut antusias berpartisipasi sebisa apa yang mereka lakukan dalam pembangunan tersebut…”

Masyarakat mau ikut berpartisipasi tenaga karena mereka berpikir selain mereka ingin melihat pembangunan di daerahnya berjalan baik, juga mereka berpikir bahwa hal tersebut juga bermanfaat bagi diri mereka sendiri. Manfaat yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa mereka bisa beribadah dengan nyaman karena tidak perlu lagi berjalan jauh untuk menemukan Mushola.

Masih berhubungan dengan partisipasi dalam hal tenaga, menyelesaikan suatu pekerjaan secara efektif dan efsien serta berkualitas sangat ditentukan oleh tingkat keahlian (skill) yang dimiliki oleh para pekerjanya. Keahlian tersebut juga harus ditunjang pula dengan motif dan kondisi kejiwaan dari para pekerja pada saat mereka bekerja. Hal ini penting dikemukakan mengingat partisipasi adalah keterlibatan atas dasar kerelaan yang akan mewujudkan hasil sebagaimana yang diharapkan.

Sehubungan dengan tingkat keahlian tenaga yang berpartisipasi, ternyata cukup banyak tenaga yang terlibat dalam proyek pembangunan Mushola yang memiliki keahlian dalam hal membangun. Tentu saja hal ini sangat membantu pimpinan proyek dalam menyelesaikan pembangunan Mushola tersebut. Berikut dikutip pernyataan pimpinan proyek terkait dengan skill yang dimiliki para tenaga yang terlibat dalam pembangunan Mushola:

“…di desa Bonggan cukup banyak terdapat warga yang bekerja sebagai pemborong rumah, tukang bangunan maupun tukang kayu. Tentu saja skill yang mereka miliki sangat membantu dalam pembangunan Mushola …”

Memperhatikan apa yang dikemukakan oleh pimpinan proyek pembangunan Mushola tersebut di atas maka tentu saja ada nilai tambah yang dapat diperoleh dari partisipasi warga desa Bonggan, dimana mereka tidak saja menyumbangkan tenaganya, namun tenaga yang disumbangkan tersebut benar-benar memiliki skill yang dibutuhkan dalam

(29)

19

pembangunan Mushola. Dengan mempekerjakan tenaga-tenaga yang memiliki skill tinggi maka tentu saja hasil yang dicapai dalam hal ini kualitas bangunan Mushola akan dapat dijamin baik.

Setidaknya dalam pembangunan Mushola di daerah Bonggan tersebut ada tenaga kerja yang sengaja didatangkan dari luar desa Bonggan yang mendapatkan upah atau gaji. Hal tersebut karena tidak semua warga setiap hari bisa membantu pengerjaan Mushola tersebut. Banyak warga yang bekerja akan tetapi setiap harinya (dari hari Senin sampai hari Minggu) warga juga ikut membantu, pada saat libur kerja,atau sesudah pulang kerja,dan bahkan ada yang ikut membantu pada malam hari. Hal ini terlihat bahwa begitu semangatnya para warga Bonggan untuk menyelesaikan pembangunan Mushola tersebut, supaya dapat untuk dipergunakan oleh warga Bonggan dalam menjalankan ibadah sholat.

Sementara itu, untuk perincian pembayaran satu pekerja (tukang) dan dua orang pekerja lainya (kuli), mereka perhari untuk pekerja (tukang) mendapatkan gaji per/hari sebesar Rp 85.000, sedangkan untuk pekerja (kuli)/ hari sebesar Rp 75.000 jika dihitung dari pertama mereka mulai kerja sampai pembangunan Mushola selesai mereka sudah bekerja selama kurang lebih hampir empat (4) bulan tidak termasuk hari Minggu. Dana yang harus dikeluarkan untuk pembayaran tenaga untuk tiga (3) pekerja harus mengeluarkan uang sebesar :

Tukang Rp 85.000 x 90/hari = Rp 7.650.000. Kuli (dua ) Rp 150.000 x 90/hari = Rp 13.500.000. + = Rp 21.150.000

Dengan demikan total yang dikeluarkan untuk pembayaran tiga (3) pekerja sebesar: Rp 21.150.000.

Telah disebutkan di atas bahwa warga yang berpartisipasi tenaga tidak bisa terlibat secara rutin setiap harinya. Oleh karena itu, ada tenaga yang memang digaji untuk bekerja secara rutin setiap hari dalam pekerjaan pembangunan.

Adanya partisipasi tenaga yang diberikan oleh para warga desa Bonggan dalam pembangunan Mushola ternyata menguatkan beberapa penelitian sebelumnya yang mengungkapkan adanya partisipasi tenaga dari masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Hal ini seperti tampak dalam penelitian Malikidini (2013) yang mengungkapkan bahwa bentuk partisipasi tenaga memiliki sumbangan yang sangat signifikan dalam pengerjaan proyek PNPM-MP khususnya pembangunan jembatan pada tahun 2011.

(30)

20

Iuran Untuk Membangun Mushola

Pembangunan sebuah proyek seperti halnya pembangunan Mushola di desa Bonggan tentu saja juga memerlukan dana untuk membeli bahan-bahan material. Sehubungan dengan hal tersebut, ternyata disamping berpartisipasi dalam hal pemikiran dan tenaga, warga desa Bonggan juga berpartisipasi secara sukarela menyumbang uang yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing warga (keluarga).

Adanya partisipasi uang oleh warga desa Bonggan seperti diungkapkan oleh salah satu warga berikut ini:

“… sebagai warga desa Bonggan, saya juga ikut memberikan sumbangan uang. Nilainya sih memang tidak besar, tapi setidaknya saya memberikan dengan ikhlas dan semoga berguna untuk membantu pembangunan Mushola di desa saya …”

Dari pernyataan warga di atas, terlihat bahwa betapa warga desa tanpa adanya paksaan mau secara sukarela memberikan sedikit dari penghasilannya untuk disumbangkan guna pembangunan Mushola. Tentu saja tindakan ini sangat mulia dan patut menjadi panutan.

Ungkapan dari warga di atas juga didukung dari informasi yang diberikan oleh ketua RT 3 berikut ini:

“… dalam hal pendanaan, warga desa Bonggan ikut memberikan sumbangan dana, dimana setiap kepala keluarga (KK) menyumbangkan dana seikhlasnya tanpa ditetapkan nilai minimalnya …”

Dari pernyataan ketua RT 3 di atas, terlihat bahwa pihak RT memang tidak menetapkan batas minimal besarnya sumbangan yang harus diberikan oleh masing-masing Kepala Keluarga, melainkan kerelaan dari masing-masing keluarga.

Informasi di atas kiranya secara jelas memperlihatkan bahwa warga desa Bonggan memiliki kesadaran dan kerelaan yang cukup memadai dalam rangka pembangunan desa mereka. Dipandang dari sudut ekonomi, sesungguhnya mereka bukanlah orang-orang yang memiliki kekayaan yang berlebihan, sehingga sebagian dari harta mereka itu disumbangkan kepada desa. Akan tetapi, meskipun kehidupan mereka masih dalam taraf sederhana,

(31)

21

mereka tetap rela untuk menyumbangkan sebagain dari milik mereka untuk kepentingan pembangunan desa khususnya dalam hal ini pembangunan Mushola Nurul’ufa.

Sumbangan uang juga diperoleh dari calon DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) setempat yang dengan sukarela memberikan sumbangan sebesar Rp 5.000.000. Hal ini sangat membantu dan memperlancar pembangunan Mushola yang sedang dilakukan oleh warga Bonggan RT 3, untuk mempercepat pembangunan agar cepat selesai dan dapat digunakan warga sekitar untuk menjalankan ibadah terutama yang beragama Islam.

Adapun informasi yang diperoleh dari Ketua RT 3 bahwa total dana yang terkumpul untuk pembangunan Mushola Nurul’ufa adalah sebesar Rp. 124.500.000., dimana kontributor terbesar adalah dari warga masyarakat setempat yaitu sumbangan sukarela dari sekitar 200 KK adalah sebanyak Rp 10.000.000. dan uang jimpitan warga dalam tiga tahun sebesar Rp 109.500.000. Sementara itu sisanya sebanyak Rp 5.000.000. Khusus untuk uang jimpitan warga, uang yang terkumpul selama tiga tahun tersebut memang semuanya dialokasikan untuk menunjang pembiayaan pembangunan Mushola Nurul’ufa, dengan demikian tidak ada sisa dari total 109.500.000 tersebut yang tersimpan pada kas RT.

Hasil wawancara dengan Ketua RT 3 (Bapak Ispan) mengatakan mengenai dana yang diperoleh pada saat pembangunan Mushola di desa Bonggan sebagai berikut :

“…Uang dari jimpitan rutin warga setiap hari dari tahun 2010 - 2013 sebesar Rp 109.500.000 ,

“...Sumbangan dari luar daerah : bantuan dari calon DPRD ( Bapak Supriono) sebesar Rp 5.000.000 .

“…sumbangan dari warga desa Rp 50.000 x 200 kk = Rp 10.000.000.

Jadi total dana yang terkumpul dari perincian di atas mencapai Rp 124.500.000

(32)

22

Nilai proyek pembangunan fisik Mushola menurut informasi dari pimpinan proyek (Bapak Dariono) adalah sebesar Rp 129.995.000. Dan masih ada kelengkapan Mushola seperti :  karpet Rp 350.500.  Sound Rp 725.000.  Korden Rp 215.000.  Mick Rp 100.000.  Toa Rp 175.000.  Kipas angin Rp 135.000. + Rp 1.700.500. Total dari perlengkapan Mushola dan nilai proyek sebesar :

Rp 1.700.500. Rp 129.995.000. + Rp 131.695.500.

Total uang yang terkumpul dari jimpitan dan sumbangan waraga sebesar Rp 124.500.000. Selisih nilai bangunan dengan uang yang terkumpul :

Rp 131695.000. Rp 124.500.000. - Wujud partisipasi masyarakat Rp 7.195.500.

Adapun rincian partisipasi berupa barang dari warga tersebut adalah sebagai berikut:

 pasir 1 truk,

 genteng 500

 semen 5 sak

 kusen jendela 8 buah

 jendela 8 buah

 kusen pintu 2 buah

 pintu 2 buah

 Tenaga

Adanya partisipasi uang (iuran) yang diberikan oleh para warga desa Bonggan dalam pembangunan Mushola ternyata menguatkan beberapa penelitian sebelumnya yang mengungkapkan adanya partisipasi uang (iuran) dari masyarakat dalam kegiatan

(33)

23

pembangunan. Hal ini seperti tampak dalam penelitian Ananta (2012) yang mengungkapkan bahwa partisipasi uang merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat Desa Pangkur pada tahap pelaksanaan pembangunan jalan Desa Pangkur.

Partisipasi Barang (Bantuan Warga)

Wujud partisipasi warga desa Bonggan selain yang telah dipaparkan sebelumnya adalah partisipasi dalam wujud barang. Adapun barang yang dimaksud disini adalah barang-barang yang dimiliki oleh warga desa Bonggan yang secara sukarela disumbangkan kepada pihak pelaksana pembangunan Mushola seperti:

 Sumbangan semen

 Pasir

 Kayu (usuk dan reng)

 Kusen, jendela dan pintu

 Genting dan lain-lain

Ada juga para ibu rumah tangga yang ikut memberikan sumbangan makanan dan minuman bagi para pekerja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RT 3 (Bapak Ispan) diperoleh informasi bahwa ada warga yang memberikan sumbangan dalam wujud barang. Berikut kutipan pernyataan ketua RT 3 tersebut:

“… dalam bentuk lainnya, partisipasi warga dalam pembangunan Mushola diwujudkan dalam bentuk pemberian makanan dan minuman bagi para pekerja bangunan Mushola …”

Sementara itu, menurut pimpinan proyek pembangunan Mushola disebutkan bahwa ia telah menerima berbagai sumbangan dalam bentuk barang dari para warga setempat. Berikut kutipan pernyataan beliau:

“…sumbangan yang diberikan warga tidak saja berupa uang dan tenaga, ada juga warga desa yang memberikan sumbangan barang seperti kayu, pasir, semen dan genteng …”

(34)

24

Berdasarkan pernyataan pimpinan proyek tersebut maka tentu saja sumbangan berupa barang-barang sangat berguna untuk pembangunan Mushola. Hal ini membuktikan bahwa partisipasi warga dalam kegiatan pembangunan bisa dalam wujud apapun, yang terpenting semua itu dilakukan secara sukarela tanpa ada paksaan dari siapapun.

Adanya partisipasi berupa barang yang diberikan oleh para warga desa Bonggan dalam pembangunan Mushola ternyata menguatkan beberapa penelitian sebelumnya yang mengungkapkan adanya partisipasi barang dari masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Hal ini seperti tampak dalam penelitian Ibori (2012) yang mengungkapkan bahwa ada kesediaan warga untuk menyumbangkan bahan-bahan tertentu (seperti kayu, paku, pasir dan lain-lain) yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan pisik POSYANDU Desa Tembuni.

5. Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa warga desa Bonggan RT 3 RW 9 – Kelurahan Blotongan, Kota Salatiga berpartisipasi dalam pembangunan Mushola Nurulufa dalam bentuk:

1. Partisipasi pemikiran dimana warga menyumbang ide perlunya pembangunan mushola, penetapan lokasi mushola, penunjukkan pimpinan pelaksana proyek, pendanaan, perincian berbagai kebutuhan baik alat dan bahan untuk keperluan pembangunan mushola.

2. Partisipasi tenaga dimana warga menyumbang tenaga secara sukarela untuk membantu pembangunan Mushola yang disesuaikan dengan waktu luang mereka tanpa mengganggu aktivitas utamanya.

3. Partisipasi uang dimana warga menyumbang uang yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing warga (keluarga).

4. Partisipasi barang dimana warga menyumbang barang secara sukarela seperti kusen pintu dan jendela, pasir, semen dan genteng.

(35)

25 Implikasi Terapan

Implikasi terapan yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini diantaranya adalah: agar pimpinan lembaga pemerintahan di tingkat RT atau RW lebih kreatif dalam mencari donatur untuk membantu pendanaan proyek seperti misalnya mengajukan usulan bantuan dana ke PNPM Mandiri Pedesaan atau ke pemerintah kota disamping sumbangan sukarela dari warga setempat. Hal ini mengingat dalam kasus penelitian ini, adalah kurang bijaksana jika seluruh uang jimpitan rutin warga dari tahun 2010 s/d 2013 digunakan untuk membantu biaya pembangunan. Alasannya adalah bahwa warga-pun sudah memberikan kontribusi berupa sumbangan uang secara sukarela dari masing-masing KK untuk membantu biaya pembangunan mushola. Mungkin akan lebih bijaksana jika uang jimpitan rutin warga tersebut hanya sebagian yang dialokasikan untuk membantu pembiayaan pembangunan Mushola, sehingga ada bagian untuk pembiayaan pembangunan lainnya yang juga dibutuhkan warga dan juga ada bagian yang disimpan untuk keperluan lain yang mendesak.

(36)

26

Daftar Pustaka

Afriani, Iyan., 2009. Metode Penelitian Kualitatif. http://www.penalaran-unm.org

Adisasmito Wiku., 2008. Analisis Politik Nasional dan Millenium Development Goal (MDG). Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Ananta, Bagas Parma., 2012. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Jalan Desa di

Desa Pangkur Kecamatan Pangkur Kabupaten Ngawi. http://ejournal.unesa.ac.id

Asariansyah, Muh. Faisal dkk., 2012. Partisipasi Masyarakat dalam Pemerataan

Pembangunan Infrastruktur Jalan (Studi Kasus Di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang).Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6.

Dwiningrum, Irene Astuti., 2011. Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam

Pendidikan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Henryk, Stepanus., 2013. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Kelurahan Sungai

Keledang Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda. eJournal Ilmu

Pemerintahan, Volume 1, Nomor 2.

Ibori, Anthonius., 2012. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan di Desa

Tembuni Distrik Tembuni, Kabupaten Teluk Bintuni. Governance Vol 1 No 1.

Isbandi, Rukminto Adi., 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. FISIP UI Press, Depok.

Judiono, Fadjar., 2009. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Prasarana Jalan, Studi

Kasus Peningkatan Jalan di Desa Sambirejo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk. WACANA Vol. 12 No. 3 Juli.

(37)

27

Kartasasmita, Ginanjar., 1997. Administrasi Pembangunan Perkembangan Pemikiran dan

Prakteknya di Indonesia. PT Pustaka LP3ES, Jakarta.

Kusumawardani, Anissa Dewi., 2013. Apa Itu MDGs? http://edukasi.kompasiana.com/

Lubis, Asri., 2009. Upaya MeningkatkanPartisipasi Masyarakat dalam Pembangunan.

JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol 6 No 2.

Lugiarti, Eppy., 2004. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Proses Perencanaan

Program Pengembangan Masyarakat di Komunitas Desa Cijayanti. Tesis Pasca

Sarjana IPB, Bogor.

Malikidini, Yulita Elfira., 2013. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan

Fisik di Desa Lemahino Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal

Eksekutif Vol 1 No 1.

Mardiantono, Toni., 2003. Identifikasi Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Jalan

dan Saluran Lingkungan Pemukiman Kumuh di Kota Semarang. Tugas Akhir, Jurusan

Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.

Nawawi, Hadari., 2007. Metode Penelitian Bidang Sosial. UGM Press, Yogyakarta.

Siagian, Sondang P., 1998. Administrasi Pembangunan, Konsep Dimensi dan Strateginya. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Jakarta.

Suryono, Agus., 2001. Teori dan Isu Pembangunan. Universitas Malang Press, Malang.

Stalker, P., 2008. Kita Suarakan MDG’s Demi Pencapaiannya di Indonesia, BAPPENAS dan UNDP, Jakarta.

(38)

28

Todaro, Michael P., 2000. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta.

Wazir Ws., et al., 1999. Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat.

Sekretariat Bina Desa dengan dukungan AusAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care Project, Jakarta.

(39)

29 Daftar Pertanyaan bagi Ketua RT

1. Apakah dasar pertimbangan atau alasan perlunya pembangunan Mushola di desa Bonggan?

2. Ide awal perlunya ada Mushola tersebut apakah datang dari warga setempat ataukah dari pihak lainnya?

3. Bagaimana ide pembangunan Mushola tersebut bisa akhirnya sampai ke bapak selaku Ketua RT?

4. Sewaktu tercetus pemikiran tentang pembangunan Mushola, apakah pernah/ sering diadakan pertemuan dengan warga setempat guna membahas pembangunan tersebut? Biasanya pertemuan tersebut di adakan waktu kapan dan dimana tempatnya? Siapa saja yang hadir dalam pertemuan tersebut?

5. Apa saja hasil pembicaraan dalam pertemuan yang diadakan tersebut?

6. Pembangunan Mushola tentu saja memerlukan dukungan dari berbagai sisi. Dalam hal pendanaan, dari mana saja sumber pendanaan untuk pembangunan mushola sepengetahuan bapak?

7. Apakah warga sekitar ikut memberikan sumbangan dalam bentuk uang? jika ya, bagaimana teknis cara warga dalam memberikan sumbangan uang tersebut?

8. Dalam pengerjaannya, apakah ada warga sekitar yang terlibat membantu secara sukarela dalam hal tenaga? bagaimana tingkat partisipasi warga sekitar dalam hal bantuan tenaga tersebut?

9. Selain bantuan dana dan tenaga, apakah warga juga membantu dalam bentuk yang lain seperti bahan-bahan bangunan? Apa saja wujudnya?

10. Berbagai bentuk partisipasi dari warga setempat tersebut apakah murni dari kesadaran warga ataukah dari himbauan bapak selaku Ketua RT?

(40)

30 Daftar Pertanyaan bagi perwakilan warga

1. Bagaimana tanggapan anda terkait dengan adanya pembangunan Mushola di lingkungan anda?

2. Apakah anda ikut berpartisipasi dalam pembangunan Mushola tersebut? Jika tidak, apa alasan anda untuk tidak mau berpartisipasi?

3. Jika anda berpartisipasi dalam pembangunan Mushola, partisipasi dalam bentuk apa yang anda berikan?

a. Partisipasi dalam bentuk pemikiran, seperti apa ? ... b. Partisipasi dalam bentuk pendanaan, seperti apa ? ... c. Partisipasi dalam bentuk tenaga, seperti apa ? ... d. Partisipasi dalam bentuk lainnya, seperti apa ? ...

4. Apapun bentuk partisipasi yang diberikan, apakah itu murni atas kesadaran sendiri ataukah karena faktor lainnya, seperti himbauan dari ketua RT, atau lainnya? Mengapa?

5. Apakah ada kendala yang anda rasakan saat berpartisipasi dalam pembangunan Mushola? Jika ada, kendala seperti apa yang dirasakan? Bagaimana cara mengatasi kendala tersebut sehingga partisipasi tetap berlangsung?

6. Apa harapan anda terkait dengan pembangunan Mushola yang ada di lingkungan anda?

(41)

31 Daftar Pertanyaan bagi pemimpin proyek

1. Bagaimana awal mulanya bapak mendapat proyek pembangunan Mushola?

2. Apa pertimbangan atau alasan bapak mau menerima amanah untuk melaksanakan proyek pembangunan Mushola?

3. Apakah warga dilibatkan juga dalam hal pemikiran mereka, mulai dari rencana pembangunan, pendanaan, tenaga kerja dan lainnya?

4. Apakah ada pertemuan dengan warga untuk membahas perkembangan proses pembangunan Mushola tersebut? Jika ada, kapan, siapa saja yang hadir dan dimana biasanya diadakan pertemuan tersebut?

5. Apa saja hasil pembicaraan dalam pertemuan yang diadakan tersebut?

6. Pembangunan Mushola tentu saja memerlukan dukungan dari berbagai sisi. Dalam hal pendanaan, dari mana saja sumber pendanaan untuk pembangunan mushola sepengetahuan bapak?

7. Apakah warga sekitar ikut memberikan sumbangan dalam bentuk uang? jika ya, bagaimana teknis cara warga dalam memberikan sumbangan uang tersebut?

8. Dalam pengerjaannya, apakah ada warga sekitar yang terlibat membantu secara sukarela dalam hal tenaga? bagaimana tingkat partisipasi warga sekitar dalam hal bantuan tenaga tersebut?

9. Selain bantuan dana dan tenaga, apakah warga juga membantu dalam bentuk yang lain seperti bahan-bahan bangunan? Apa saja wujudnya?

10. Terkait dengan pembangunan Mushola, berapa besar anggaran yang diperkirakan untuk membangun Mushola tersebut?

(42)

32 Foto Mushola Nurulufa

(43)
(44)

Referensi

Dokumen terkait

Bab II adalah tinjauan pustaka, yang berkaitan dengan tinjauan tentang alat deteksi kebohongan, tanda emosi kebohongan di wajah, ekstraksi ciri wajah, pengenalan

Industri pengolahan ikan di Muncar terdiri dari berbagai jenis industri pengolahan ikan, antara lain; industri pembuatan tepung ikan, industri pembuatan minyak ikan, industri

Analisis data dilakukan setelah pengumpulan data. Adapun langkah- langkah prosedur analisis data dibagi menjadi tahap awal dan tahap inti. Pada tahap awal peneliti membuat

1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan untuk menghadapi berbagai kondisi di masa depan. Dimulai dari pernyataan misi lalu menyusun rencana strategis

Mengolah produk dengan fermentasi merupakan materi yang sangatdiperlukan dalam program keahlian Pengolahan Hasil Perikanan. Pada materi ini, member pemahaman kepada

Menyimpan hasil pembuatan video (yang tidak dapat diedit lagi) dan siap ditayangkan dengan menggunakan video player dan pada aplikasi lain seperti PowerPoint,

Di dalam tugas akhir yang berjudul Inventarisasi Peralatan dan Bahan pada Laundry Section di Hotel Puri Asri, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai tugas

Sharable Content Object Refrence Model (SCORM) adalah standar yang dikembangkan oleh Advanced Distributed learning (ADL) yang kemudian di support oleh United States Secretary of