FREQUENTLY ASKED QUESTIONS
DAFTAR TANYA-JAWAB
PERUBAHAN PEDOMAN PENCEGAHAN
DAN PENANGGULANGAN COVID-19
Kementerian Kesehatan Agustus 2020
1.
Mengapa Pedoman diubah sampai berkali-kali?
Jawaban:
Virus yang kita hadapi adalah virus jenis baru, sehingga banyak yang belum diketahui. Pedoman terbaru bersifat dinamis, sehingga dalam penyusunan mengikuti perkembangan situasi, informasi dan pengetahuan yang ada. Kemungkinan masih akan ada perkembangan yang baru lainnya.
2.
Mengapa ada perubahan kriteria kasus?
Jawaban:
Untuk menyederhanakan istilah, mempermudah pemahaman, penyamaan dengan yang digunakan secara global dan oleh tenaga kesehatan dalam penyebutan kriteria kasus untuk penyakit lainnya.
3.
Apa saja yang berbeda dari sebelumnya?
Jawaban:
PDP dan ODP dikelompokkan menjadi satu yaitu kriteria suspek.
Probable adalah istilah umum yang dipakai untuk menyebut orang yang gejala klinisnya sangat dicurigai mengarah ke COVID-19, tetapi belum didapatkan atau tidak didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
4.
Apakah ada perubahan pada perilaku pencegahan?
Jawaban:
Tidak ada. Pesan kunci perilaku pencegahan tetap:
Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir secara rutin Memakai masker dan etika batuk
Menjaga jarak minimal 1-2 meter
5.
Apakah Orang Tanpa Gejala (OTG) tidak ada lagi?
Jawaban:
Istilah OTG selama ini banyak disalahartikan sebagai pasien terkonfirmasi tanpa gejala, sehingga dikembalikan istilahnya menjadi kontak erat. Untuk orang yang hasil pemeriksaannya positif COVID-19 namun tidak menunjukkan gejala, disebut sebagai kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik). Berdasarkan bukti saat ini, COVID-19 utamanya ditularkan melalui orang yang bergejala (simptomatik) ke orang lain yang berada dalam jarak dekat melalui droplet.
6.
Apakah mereka yang tanpa gejala tidak menularkan lagi?
Jawaban:
Masih, mereka memiliki resiko menularkan meskipun gejala seperti demam dan gangguan pernafasan tidak muncul. Oleh karena itu, orang terkonfirmasi tanpa gejala harus menjalani isolasi mandiri selama 10 hari sejak dia dinyatakan positif berdasarkan PCR. Kontak erat pasien COVID-19 yang tidak menunjukkan gejala tetap diminta menjalani karantina mandiri selama 14 hari.
7.
Bagaimana memastikan orang sembuh tanpa pemeriksaan PCR?
Jawaban:Jika menunjukkan bahwa pasien terkonfirmasi COVID-19 setelah 10 hari dari onset (hari munculnya gejala) dan ditambah minimal 3 hari sudah bebas demam dan gejala gangguan pernafasan, terbukti tidak lagi menularkan virus ke lingkungan sekitar. Hal ini yang direkomendasikan WHO sebagai kriteria selesai isolasi berbasis waktu (time-based discharge criteria) tanpa bergantung lagi pada hasil follow up RT-PCR.
8.
Dengan kriteria baru, apakah peningkatan kasus COVID-19 di
Indonesia dapat meningkat tajam?
Jawaban:Peningkatan kasus tergantung kepada seberapa efektif upaya penemuan kasus termasuk pelacakan kontak serta kapasitas laboratorium yang tersedia.
9.
Mengapa pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) tidak lagi
dianjurkan?
Jawaban:Pemeriksaan RDT memiliki angka validitas yang rendah sebagai alat skrining maupun diagnostik sehingga memungkinkan untuk memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu. Hal tersebut sangat berbahaya terutama kasus negatif palsu yang dianggap aman dan tidak menularkan padahal potensi penularan mungkin terjadi.
WHO merekomendasikan penggunaan Rapid Test untuk tujuan penelitian epidemiologi atau penelitian lain. Penggunaan Rapid Test selanjutnya dapat mengikuti perkembangan teknologi terkini dan rekomendasi WHO.
Bila Rapid Diagnostic Test (RDT) tidak lagi dianjurkan, apakah berarti
semua persyaratan yang meminta RDT dibatalkan?
Jawaban:
Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan jika memiliki faktor risiko
COVID-19, yaitu memiliki riwayat kontak erat dengan kasus
konfirmasi/probabel atau memiliki riwayat perjalanan dari wilayah terjangkit untuk melapor ke petugas Kesehatan atau fasyankes/puskesmas.
Apabila RDT tidak dianjurkan, bagaimana cara masyarakat untuk
melakukan skrining jika tidak menunjukkan gejala?
Jawaban:
Lapor ke fasilitas kesehatan terdekat, baik dengan gejala maupun tidak. Petugas akan melakukan pengecekan dan mengkaji risiko yang bersangkutan, apabila ditemukan ada risiko tertular maka petugas akan menyarankan pemeriksaan swab di fasilitas kesehatan yang sudah ditentukan.
Apakah benar sekarang virusnya sudah tidak terlalu ganas seperti
awal dulu, karena sekarang banyak sekali pasien konfirmasi positif
tanpa gejala?
Jawaban:
Virus yang kita hadapi adalah virus jenis baru, sehingga banyak hal yang belum kita ketahui dan belum ada bukti bahwa virus sudah tidak terlalu ganas.
Sejauh ini diketahui sebagian besar kasus COVID-19 (80%) memiliki gejala ringan. Banyaknya kasus tanpa gejala di Indonesia didapatkan dari penguatan pelacakan kontak, sehingga kasus tanpa gejala lebih banyak yang terjaring dan juga semakin banyaknya tes yang dilakukan.
Kriteria kasus apa saja saat ini yang termasuk dalam karantina dan
juga isolasi?
Jawaban:
Karantina mandiri harus dilakukan pada kontak erat. Sedangkan isolasi dilakukan pada kasus suspek, probable, dan konfirmasi. Tempat isolasi juga dibedakan menurut tingkat gejala dan penyakit penyerta yang ada.
Karantina merupakan upaya memisahkan individu yang sehat atau belum memiliki gejala COVID-19 tetapi memiliki faktor risiko terpapar COVID-19 (riwayat kontak atau riwayat perjalanan).
Isolaso merupakan upaya memisahkan individu yang sakit baik yang sudah dikonfirmasi laboratorium atau memiliki gejala COVID-19 dengan masyarakat luas. Karantina mandiri harus dilakukan pada kontak erat. Sedangkan isolasi dilakukan pada kasus suspek, probable, dan konfirmasi. Adapun tempat isolasinya dibedakan menurut tingkat gejala dan penyakit penyerta yang ada.
Kapan orang dinyatakan sembuh?
Jawaban:Pasien konfirmasi dinyatakan sembuh apabila telah memenuhi kriteria selesai isolasi dan dikeluarkan surat pernyataan selesai pemantauan, berdasarkan penilaian dokter di fasyankes tempat dilakukan pemantauan atau oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP).
Secara umum, kriteria selesai isolasi yaitu:
Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan
Apakah mereka yang dinyatakan sembuh tidak akan menularkan
meski tanpa pemeriksaan RT-PCR?
Jawaban:
Iya. Adanya hasil pemeriksaan follow up yang tetap positif, dikarenakan metode pemeriksaan RT-PCR dapat mendeteksi partikel virus yang tidak utuh meskipun pasien sudah tidak menunjukkan gejala sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa virus sudah tidak menularkan lagi.
Mengapa zonasi warna wilayah tidak lagi dijelaskan dalam panduan,
tetapi berubah menjadi pengelompokkan berdasarkan model
transmisi (no case, sporadik, kluster dan penularan komunitas)?
Jawaban:
Zonasi warna kurang relevan, karena pada prinsipnya semua wilayah di Indonesia masih berkategori risiko tinggi. Dalam pedoman tidak pernah menyebutkan pembagian zonasi, namun pengelompokkan berdasarkan model transmisi diadopsi dari rekomendasi WHO terbaru untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan berdasarkan kriteria model transmisi.
Apakah prosedur pengurusan jenazah suspek, probable dan
terkonfirmasi COVID-19 harus dilakukan dengan protokol?
Jawaban:
Prosedur pengurusan jenazah sesuai dengan protokol penanganan jenazah COVID-19. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak terjadinya penularan pada petugas kesehatan maupun orang lain.
Apakah orang yang meninggal tidak positif COVID-19 harus
dimakamkan dengan protokol COVID-19?
Jawaban:
Tidak. Kriteria pasien yang harus dimakamkan dengan protokol COVID-19 yaitu jenazah pasien dari dalam maupun luar Rumah Sakit dengan status kasus probable/konfirmasi. Termasuk pasien DOA (Death on Arrival) rujukan dari rumah sakit lain.
Apakah keluarga dari kasus orang yang meninggal (terkonfirmasi
positif maupun yang probable), masih dapat melayat, mengantar dan
membantu menguburkan jenazah?
Jawaban:
Pemakaman dapat dihadiri oleh keluarga dekat dengan tetap memperhatikan physical distancing dengan jarak minimal 2 meter, menggunakan masker dan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Pada layanan kedukaan tidak diperkenankan untuk dihadiri lebih dari 30 orang. Setiap individu pelayat/keluarga yang menunjukkan gejala COVID-19 tidak boleh hadir.
Pemakanan harus dilakukan sesegera mungkin dengan melibatkan pihak RS dan Dinas pertamanan.