• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PASIR PANTAI TERHADAP PANJANG REMBESAN AIR ASIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PASIR PANTAI TERHADAP PANJANG REMBESAN AIR ASIN"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP PANJANG REMBESAN AIR ASIN

Oleh :

SUARNAM K 105 81 1811 12

HABIBIE 105 81 1767 12

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2018

(2)
(3)
(4)
(5)

2)Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar habibiejamaluddin@gmail.com

Abstrak

Rembesan air laut atau intrusi air laut merupakan hal yang perlu diketahui karena besar kecilnya aliran air dalam tanah dapat menjadi salah satu dasar untuk mengetahui kondisi air tanah yang berada pada daerah di pesisir pantai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pasir pantai terhadap rembesan air asin pada daerah pantai dan untuk mengetahui debit rembesan air asin pada daerah pantai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari penyiapan peralatan uji model, pengambilan data menggunakan model fisik saluran dengan media pasir. Metode analisis data dengan Mengadakan suatu percobaan pada flume untuk mendapatkan suatu hasil pengamatan dalam penelitian koefisien rembesan air laut pada pasir halus dan pasir kasar dan variable yang diteliti yaitu variabel bebas variabel terikat. Berdasarkan data pengamatan dapat disimpulkan yang terdiri atas jenis pasir halus dan pasir kasar bahwa pengaruh pasir pantai terhadap panjang rembesan air sangat berpengaruh dimana pasir kasar lebih mampu melewatkan air dibanding pasir halus. Berdasarkan hasil perhitungan debit rembesan dengan metode Dupuit dapat disimpulkan bahwa makin panjang jarak rembesan, maka semakin besar debit rembesan yang diperoleh berdasarkan tinggi muka air rembesan pada pasir.

Kata Kunci : Pasir Pantai, Rembesan, Daerah Akuifer.

Abstract

Seabed seawater or sea water intrusion is a matter of note because the size of the water flow in the soil can be one of the foundations to know the condition of the groundwater located on the coastal areas. The purpose of this research is to know the influence of coastal sand to seepage of salt water in coastal area and to know salt seepage discharge at coastal area. The method used in this research started from the preparation of model test equipment, data collection using physical model of channel with sand media. Method of data analysis by Conducting an experiment on the flume to obtain an observation result in seepage coefficient study seawater on fine sand and coarse sand and the variable studied is independent variable independent variable. Based on observation data can be concluded consisting of the type of fine sand and coarse sand that the influence of coastal sand to water permeability is very influential where coarse sand is more capable of passing water than fine sand. Based on the calculation of seepage discharge by Dupuit method can be concluded that the longer the distance of seepage, the greater the seepage discharge obtained based on the water level of seepage in the sand.

(6)

ii

rahmat dan hidayah yang diberikan selama ini kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan satu tugas berat dalam rangka penyelesaian studi di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Sebagai manusia biasa, penulis sangat menyadari bahwa Tugas Akhir yang sederhana ini masih banyak terdapat kekeliruan dan masih memerlukan perbaikan secara menyeluruh, hal ini tidak lain disebabkan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis dalam menyelesaikan tugas yang bagi penulis dirasakan cukup berat, karenanya berbagai masukan dan saran yang sifatnya membangun sangatlah diharapkan demi sempurnanya Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses awal hingga selesainya Tugas Akhir ini, banyak sekali pihak yang telah terlibat dan berperan serta untuk mewujudkan selesainya Tugas Akhir ini, karena itu pada tempatnyalah penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada mereka yang secara moril maupun materi telah banyak membantu penulis untuk merampungkan Tugas Akhir ini hingga selesai.

Pertama-tama ucapan terima kasih penulis haturkan secara khusus kepada kedua orang tua yang penulis hormati dan cintai Ayahanda dan Ibunda yang telah membesarkan penulis dengan penuh

(7)

iii

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis haturkan kepada kedua pembimbing penulis Ibu Dr. Ir. Hj. Ratna Musa, MT. selaku pembimbing I, Ibu Dr. Hj. Nurnawati, ST.MT selaku pembimbing II, yang mana dengan penuh kesabaran memberikan bimbingannya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Juga kepada sahabat yang banyak memberikan dorongan agar cepat selesai dan ikut membantu penulis mencari data selama penyusunan

Tugas Akhir, dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu pada kesempatan ini, harapan penulis semoga apa yang telah dibantukan selama ini secara moril maupun materil mendapatkan imbalan amal dari Allah SWT dan semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Makassar, Maret 2018

(8)

iv KATA PENGANTAR. . . . DAFTAR ISI . . . . DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . . . . B. Rumusan Masalah . . . . C. Tujuan Penelitian . . . . . . . D. Batasan Masalah . . . . E. Manfaat Penelitian . . . . F. Sistematika Penulisan . . . . . . .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Tanah . . . . B. Definisi dan Karakteristik Wilayah Pesisir . . . . C. Karakteristik Pantai. . . . D. Rembesan . . . . E. Akuifer . . . . F. Intrusi Air Laut . . . .

ii iv vi viii 1 3 3 3 4 4 5 6 9 13 15 23

(9)

v C. Bahan dan Alat . . . .. . . .

D. Analisa Data . . . . E. Bagan Alur penelitian. . . .. . . .

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Kedalaman Air dan Jarak Rembesan . . . . B. Debit Rembesan Dengan Metode Dupuit . . . .

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan . . . . . . . B. Saran . . . . DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN 35 37 38 39 50 51 51

(10)

vi

1. Rembesan Air Asin dalam Tanah dari Hulu ke Hilir………... 14

2. Akuifer bebas (Unconfined Aquifer)……….…. 18

3. Akuifer bocor (Leakage Aquifer) ………....……. 20

4. Akuifer melayang (Perched Aquifer) ……….……. 20

5. Ilustrasi tiga jenis akuifer menurut kruseman dan deRieder 22 6. Proses terjadinya intrusi pada akuifer pantai ………... 24

7. Pencampuran air asin dan air tawar di estuari ………. 25

8. Hubungan air asin dengan air tanah tawar pada akuifer bebas daerah pantai ……… 26

9. Mengubah pola pemompaan……… 30

10. Pengisian air tanah buatan..……….……… 31

11. Extraction Barrier ……… 31

12. Injection Barrier ……….………. 32

13. Subsurface Barrier ……….……….……….. 32

14. Gambar Flume…………..……….………. 35

15. Kerangka pikir ……….………... 37

16. Bagan alur penelitian …….……….………. 38

17. Grafik hubungan jarak rembesan dengan kedalaman air 20 m pasir halus ….………..……….. 40

18. Grafik hubungan jarak rembesan dengan kedalaman air 20 cm pasir kasar………..………. 42

(11)

vii 21. Grafik hubungan jarak rembesan dengan kedalaman air

10 cm pasir halus ……….... 46 24 Grafik hubungan jarak rembesan dengan kedalaman air

10cm pasir kasar ……….. 48

25 Grafik hubungan kedalaman air (h) dan debit rembesan

(Q) pasir halus ………..… 54

26 Grafik hubungan kedalaman air (h) dan debit rembesan

(12)

viii 1. Tabel jenis tanah dan harga koefisien rembesan………….. 15 2. Hubungan antara kedalaman air dan jarak rembesan

pasir halus (20 cm)……….………. 39 3. Hubungan antara kedalaman air dan jarak rembesan

pasir kasar (20 cm)………. 41

4. Hubungan antara kedalaman air dan jarak rembesan

pasir halus (15 cm)………. 43

5. Hubungan antara kedalaman air dan jarak rembesan

pasir kasar (15 cm)………. 44

6. Hubungan antara kedalaman air dan jarak rembesan

pasir halus (10 cm)………. 46

7. Hubungan antara kedalaman air dan jarak rembesan

pasir kasar (10 cm)………. 47

8. Rekap Hasil Pengamatan Pasir halus……..….………. 49 9. Rekap Hasil Pengamatan Pasir kasar………. 49 10. Hasil perhitungan metode depuit antara kedalaman air

dan debit rembesan pada pasir halus..………..……. 53 11. Hasil perhitungan metode depuit antara kedalaman air

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan kumpulan butir-butiran mineral alam yang melekat tetapi tidak erat, sehingga masih mudah dipisah-pisahkan. Tanah yang lokasinya pindah dari tempat terjadinya akibat aliran air, angin, dan es disebut transported soil. Tanah yang tidak pindah lokasinya dari tempat terjadinya disebut residual soil. Misalnya tanah yang berbutir halus mempunyai rembesan yang kecil dan daya rembes yang besar. Sedangkan tanah yang berbutir kasar memiliki rembesan yang besar dan daya rembes yang kecil. Tanah yang bersifat rembesan kecil dan daya rembes besar disebabkan ukuran pori-pori dan butiran-butiran tanah yang kecil, sedangkan tanah yang bersifat rembesan besar dan daya rembes kecil disebabkan ukuran pori-pori dan butiran tanah yang besar.

Rembesan air laut atau intrusi air laut merupakan hal yang perlu diketahui karena besar kecilnya aliran air dalam tanah dapat menjadi salah satu dasar untuk mengetahui kondisi air tanah yang berada pada daerah akuifer di pesisir pantai. Air yang merembes dengan cepat dalam tanah dapat mempengaruhi stabilitas tanah dan air tanah. air tanah dengan kecepatan yang lebih besar akan mengurangi stabilitas tanah dan begitu juga sebaliknya.

(14)

Naiknya permukaan laut (Sea level rise) akibat meningkatnya suhu udara dunia merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh negara-negara pantai atau negara kepulauan di dunia, hal ini akan berpengaruh pada garis pantai, kawasan pantai yang makin berkurang, hilangnya sebagian hutan bakau, serta terjadinya abrasi dan sedimen, peristiwa ini terjadi bila keseimbangan terganggu.Dua hal utama yang paling berpengaruh adalah tekanan dan rembesan. Apabila hal tersebut terjadi secara berlebihan bisa menyebabkan intrusi, dimana kadar air bersih dalam tanah pada suatu daerah otomatis akan tercemar dan menjadi berkurang. Masalah intrusi air laut telah terjadi di banyak kota yang terdapat dekat pantai. Perubahan kondisi fisik pantai akan mempengaruhi kelangsungan hidup penduduk di kawasan tersebut. Aktivitas penyebab antara lain penggunaan air tanah yang berlebihan, perubahan fungsi lahan, pantai pantai dan batuan penyusun, kekuatan air tanah ke laut serta fluktuasi air tanah di daerah pantai.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Uji Eksperimental Pengaruh Pasir Pantai terhadap Panjang Rembesan Air Asin.“

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah kami uraikan di atas, maka rumusan masalahnya adalah :

(15)

1. Bagaimana pengaruh pasir pantai terhadap panjang rembesan air asin daerah pantai?

2. Bagaimana debit rembesan air asin pada daerah pantai?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh pasir pantai terhadap rembesan air asin pada daerah pantai

2. Untuk mengetahui debit rembesan air asin pada daerah pantai

D. Batasan Masalah

Untuk menjaga agar pembahasan materi dalam tugas akhir ini lebih terarah, penulis menetapkan ruang lingkup penulisan sebagai berikut :

1. Penelitian pemodelan di laboratorium mengenai perubahan panjang rembesan.

2. Variasi kedalaman air dan waktu pada media pasir kasar dan pasir halus.

3. Analisa debit rembesan menggunakan metode Dupuit

4. Penelitian ini tidak perlu dilakukan pengamatan perubahan gelombang.

(16)

E. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya sebagai berikut :

1. Sebagai sarana untuk kajian ilmiah atau referensi bagi penelitian rembesan air asin pada daerah pantai.

2. Sebagai salah satu cara atau metode untuk mengetahui rembesan air asin pada daerah pantai.

3. Sebagai referensi untuk penelitian – penelitian lanjutan. F. Sistematika Penulisan

Susunan sistematika dalam tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan, Berisikan penjelasan umum tentang materi pembahasan yakni Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Masalah dan Sistematika Penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka, Berisikan kajian literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Bab III : Metodologi Penelitian, Menguraikan secara lengkap tentang lokasi penelitian, waktu penelitian, langkah – langkah atau prosedur pengambilan dan pengolahan data hasil penelitian. Bab IV : Analisa Hasil dan Pembahasan, Merupakan bab yang menyajikan data – data hasil penelitian di laboratorium, analisis data, hasil analisis data dan pembahasannya. Bab V : Kesimpulan dan

(17)

Saran, Merupakan bab yang berisi kesimpulan penulisan dan penelitian disertai dengan saran – saran.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Tanah

Tanah merupakan susunan butiran padat dan pori-pori yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga air dapat mengalir dari satu titik yang mempunyai energi yang lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi yang lebih rendah. Aliran air melalui pori-pori tanah sangat dibutuhkan dalam memperkirakan jumlah rembesan air dalam tanah, menyelidiki permasalahan pemompaan air untuk konstruksi bawah tanah, serta menganalisis kestabilan konstruksi bendung (Das, 1985).

Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan bumi. Salah satu sumber utama adalah air hujan yang meresap ke bawah lewat lubang pori diantara butiran tanah. Demikian juga, air merupakan faktor yang sangat penting dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan tanah seperti: penurunan, stabilitas tanah, tercemarnya air tanah oleh intrusi air laut, pondasi, stabilitas lereng, dan lain-lain bendung (Das, 1985).

Terdapat tiga zona penting pada lapisan tanah yang dekat dengan permukaan bumi, yaitu: zona jenuh air, zona kapiler, zona sebagian. Pada zona jenuh atau zona di bawah muka air tanah, air mengisi seluruh rongga-rongga air tanah.Pada zona ini tanah

(19)

dianggap dalam keadaan jenuh sempurna.Batas atas dari zona penuh adalah permukaan air tanah atau permukaan freatis.Selanjutnya, air yang berada di dalam zona ini disebut sebagai air tanah atau air freatis.Pada permukaan air tanah, tekanan hidrostatis adalah nol. Zona kapiler terletak di atas zona jenuh.Ketebalan zona ini tergantung dari macam tanahnya.Akibat tekanan kapiler, air mengalami isapan atau tekanan negative. Zona yang jenuh berkedudukan paling atas, adalah zona didekat permukaan tanah, dimana air dipengaruhi oleh penguapan dan akar tumbuh-tumbuhan (Hardiyatmo, 2006).

B. Definisi dan Karakteristik Wilayah Pesisir

Cicin-Sain and Knecht(1998), mengemukakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut,yang didalamnya terdapat hubungan yang erat antara aktivitas manusia dengan lingkungan daratan dan lingkungan laut. Wilayah pesisir merupakan zonapenting karena pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang, lamun, pantai berpasir dan lainnya yang satu sama lain saling terkait. Perubahan atau kerusakan yang menimpa suatu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia baik langsung atau tidak langsung maupun proses-proses alamiah yang terdapat diatas lahan maupun lautan. Wilayah pesisir mempunyai karakteristik sebagai berikut:

(20)

padang lamun) yang dapat menyediakan suatu (seperti ikan, minyakbumi,mineral) dan jasa (seperti bentuk perlindungan alam dan badai, arus pasang surut, rekreasi) untuk masyarakat pesisir.

2. Dicirikan dengan persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang oleh berbagai stakeholders, sehingga sering terjadi konflik yang berdampak pada menurunnya fungsi sumber daya. 3. Menyediakan sumber daya ekonomi nasional dari wilayah pesisir

dimana dapat menghasilkan GNP (gross national product) dari kegiatan seperti pengembangan perkapalan, perminyakan dan gas, pariwisata dan pesisir dan lain-lain.

4. Biasanya memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan merupakan wilayah urbanisasi.

Wilayah pesisir dan lautan, ditinjau dari bebagai macam peruntukannya, merupakan wilayah yang sangat produktif. Produktivitas primer di wilayah pesisir, seperti pada ekosiste mestuari, mangrove, padanglamun, dan terumbu karang, ada yang mecapai lebih dari10.000gr C/m2/th,yaitu sekitar 100-200 kali lebih besar dibandingkan dengan produktivitas primer yang ada di perairan laut bebas (lepas pantai).Tingginya produktivitas primer pada ekosistem di wilayah pesisir memungkinkan tingginya produktivitas sekunder (ikan dan hewan-hewan laut lainnya) (Supriharyono, 2002).

(21)

Ekosistem diwilayah pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam,di darat maupun di laut,serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Ekosistem di wilayah peisisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir (Dahuri etal.,2001). Konsentrasi pembangunan kehidupan manusia dan berbagai pembangunan di wilayah tersebut disebabkan oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa wilayah pesisir merupakan kawasan yang produktif di bumi, wilayah pesisir menyediakan kemudahan bagi berbagai kegiatan serta wilayah pesisir memiliki pesona yang menarik bagi obyek pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir di dunia termasuk Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks sehingga menjadi rusak (Dahuri, 2003).

Setiap organisme pendukung disubsistem ekosistem pesisir mempunyai daya tahan terhadap perubahan lingkungan yang spesifik. Organisme yang tahan bahan pencemarakan tetapsurvive, sedangkan yang tidak tahan akan punah. Akibat perubahan atau penurunan kualitas lingkungan fisik-kimia air, seperti salinitas, suhu air, level penetrasi cahaya nutrien, di wilayah pesisir akan menurunkan produktivitas ekosistem pesisir tersebut (Dahuri, 2003).

(22)

C. Karakteristik Pantai a. Pantai

Pantai merupakan salah satu ekosistem yang berada di wilayah pesisir, dan terletak antara garis air surut terendah dengan air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah yang substratnya berbatu dan berkerikil (yang mendukung flora dan fauna dalam jumlah terbatas) hingga daerah berpasir aktif (dimana populasi bakteri, protozoa, metazoa ditemukan) serta daerah bersubstrat liat, dan lumpur (dimana ditemukan sebagian besar komunitas binatang yang jarang muncul kepermukaan (infauna). Sebagai salah satu ekosistem yang berada di wilayah pesisir, pantai (beach) biasanya ditumbuhi oleh tumbuhan pionir yang memiliki ciri-ciri antara lain :

1. Sistem perakaran yang menancap dalam,

2. Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kadar garam, hembusan angin,dan suhu tanah yang tinggi,

3. Menghasilkan buah yang dapat terapung.

Tumbuhan yang dominan di zona tebing pantai yang terakresi adalah tumbuhan pantai,yang dikenal dengan istilah komunitas pescaprae. Sedangkan tumbuhan paling dominan yang ada di depannya (ke arah laut) disebut spesies Ipomoeapescaprae, yang berperan sebagai tumbuhan pionir. Tumbuhan di belakangnya berupa rerumputan seperti cyperus, fimbristylis, dan ischaemum. Pantai yang terbuka biasanya memiliki kondisi lingkungan yang kurang

(23)

bersahabat, yakni kondisi fisik yang tidak stabil akibat fluktuasi suhu, salinitas, dan kelembaban yang tinggi (Dahuri, 2003). Dahuri (2003), menjelaskan bahwa pantai-pantai yang terdapat di Indonesia secara morfologi terbagi atas tujuh bentuk, yaitu:

1. Pantai terjal berbatu

Pantai bentuk ini biasanya terdapat dikawasan tektonisaktif yang tidak pernah stabil karena proses geologi. Kehadiran vegetasi penutup ditentukan oleh3 faktor, yaitu tipe batuan, tingkat curah hujan, dan cuaca.

2. Pantai landai dan datar

Pantai tipe ini ditemukan di wilayah yang sudah stabil sejak lama karena tidak terjadi pergerakan tanah secara vertikal. Kebanyakan pantai di kawasan ini ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang padat dan hutan lahan basah lainnya.

3. Pantai dengan bukit pasir

Pantai dengan bukit pasir terbentuk akibat transportasi sedimen clastic secara horizontal. Mekanisme transportasi tersebut terjadi karena didukung oleh gelombang yang besar dan arus yang menyusur pantai yang dapat menyuplai sedimen yang berasal dari daerah sekitarnya.

4. Pantai beralur

Proses pembentukan pantai beralur lebih ditentukan oleh faktor gelombang dari pada angin. Gelombang yang pecah akan

(24)

menciptakan arus yang menyusur pantai yang berperan dalam mendistribusikan sedimen. Proses penutupan yang berlangsung cepat oleh vegetasi menyebabkan zona supratidal tidak terakumulasi oleh sedimen yang berasal dari erosi angin.

5. Pantai lurus di dataran pantai yang landai

Pantai lurus di dataran pantai yang landai ini ditutupi oleh sedimen berupa lumpur hingga pasir kasar. Pantai tipe ini merupakan fase awal untuk berkembangnya pantai yang bercelah dan bukit pasir apabila terjadi perubahan suplai sedimen dan cuaca (angin dan kekeringan).

6. Pantai berbatu

Pantai tipe ini dicirikan oleh adanya belahan batuan cadas. Berbeda dengan komunitas pantai berpasir, dimana organismenya hidup di bawah substrat sedangkan komunitas organisme pada pantai berbatu hidup di permukaan. Bila dibandingkan dengan habitat pantai lainnya, pantai berbatu memiliki kepadatan mikroorganisme yang tinggi, khususnya dihabitat intertidal di daerahangin (temperate) dan subtropik. 7. Pantai yang terbentuk karena adanya erosi

Pantai yang terbentuk karena adanya erosi disebabkan oleh adanya sedimen yang terangkut oleh arus dan aliran sungai akan mengendap di daerah pantai. Pantai yang terbentuk dari endapan semacam ini dapat mengalami perubahan dari musim

(25)

kemusim, baik secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia yang cenderung melakukan perubahan terhadap bentang alam.

b. Wilayah Pesisir yang Tidak Tergenang Air

Menurut Dahuri (2003), bahwa ekosistem pesisir yang tidak tergenang air terdiri dari 2 formasi, yaitu:

1. Formasi Pescaprae

Ekosistem ini umumnya terdapat dibelakang pantai berpasir.Formasi Pescaprae (gosong pantai berpasir) didominasi oleh vegetasi pionir, khususnya kangkung laut (Ipomoea pescaprae).

2. Formasi Barringtonia

Ekosistem ini berkembang dipantai berbatutan pade posit pasir dimana formasi pescaprae tidak dapat tumbuh. Habitat berbatu ini ditumbuhi oleh komunitas rerumputan dan belukar yang dikenal sebagai formasi Barringtonia. Komposisi komunitas ini sangat beragam di seluruh Indonesia.

D. Rembesan

Rembesan atau permeabilitas suatu bahan adalah pengaliran dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga pori, pori-pori tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainya. Sehingga air dapat mengalir dari titik yang mempunyai tinggi energi lebih tinggi ke titik dengan energi yang lebih rendah. Untuk tanah

(26)

permebalitas dilukiskan sebagai sifat tanah yang menggambarkan bagaimana air mengalir melalui tanah.Walaupun secara teoritis, semua jenis tanah lebih atau kurang mempunyai rongga pori, dalam praktek, istilah mudah meloloskan air (permeable),ditunjukan untuk tanah yang memang benar-benar mempunyai sifat meloloskan air. Sebaliknya tanah disebut kedapair (impermeable), bila tanah tersebut mempunyai kemampuan meloloskan air yang sangat kecil, sehingga konsep dasar rembesan dari tinggi energi dan kehilangan energi ketika air mengalir melalui tanah telah disebutkan ketika air mengalir melalui medium berpori seperti tanah akan terjadi kehilangan energi yang terserap oleh tanah (S.Sosrodarsono, dkk : 1990).

Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung debit rembesan antara lain, Hukum Darcy, metode Dupuit, L Casagrandedll (S.Sosrodarsono, dkk : 1990).

Gambar 1. Rembesan Air Asin dalam Tanah dari Hulu ke Hilir (Sumber : S. Sosrodarsono, dkk : 1990) Pada Gambar 1 dibawah ini terdapat perbedaan tinggi muka air antara bagian hulu (h1) dan hilir atau tail water (h2). Dalam hal ini

(27)

Dupuit mengasumsikan rembesan per unit dalam koordinat X dan Y dalam rumus

q = − ………..(1) Integrasi dan disubtitusikan dengan boundary conditions

qX = 0, y = h1 dan X = L, y = h2

Integrasi dan disubtitusikan dengan boundary conditions qX = 0, y = h1 dan X = L, y = h2, Ditentukan sebuah rumus :

q = ( ) ………(2)

Koefisien rembesan tanah adalah tergantung pada beberapa faktor, yaitu : kekentalan cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butir, angka pori, kekasaran permukaan butiran tanah, dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah berlempung, strukur tanah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung menentukan koefisien rembesan.

Harga koefisien rembesan untuk tiap – tiap tanah adalah berbeda – beda. Tabel 1.jenis tanah dan harga koefisien rembesan dibawah ini :

Jenis tanah K (cm/detik) (ft/menit) Kerikil bersih 1,1-100 2,0-200 Pasir kasar 1,0-0,01 2,0-0,02 Pasir halus 0,01-0,001 0,02-0,002 Lanau 0,001-0,00001 0,002-0,00002

lempung Kurang dari

0,000001 Kurang dari 0,000002 (Sumber : Buku Mekanika Tanah, Sunggono)

(28)

Koefisien rembesan tanah yang tidak jenuh air adalah rendah, harga tersebut akan bertambah secara cepat dengan bertambahnya derajat kejenuhan tanah yang bersangkutan (S.Sosrodarsono, dkk : 1990).

E. Akuifer

1. Pengertian akuifer

Akuifer pantai merupakan sumber penting untuk memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya di daerah-daerah yang berkembang di sepanjang pesisir pantai. Banyak daerah di pantai yang populasi penduduknya tinggi, menyebabkan meningkatnya kebutuhan air bersih. Karena itu, daerah sekitar pantai memerlukan perhatian dan manajemen khusus untuk menanggulanginya (Wuryantoro, 2007).

Fokus pada bagian ini adalah memberikan gambaran informasi hidrologi yang dibutuhkan dalam manajemen akuifer pantai, berdasarkan pandangan bahaya intrusi air laut dan hubungan bahwa keberadaan aliran air tawar dari akuifer ke laut dan perluasan intrusi air laut (Wuryantoro, 2007).

Perembesan air laut ke daratan, tidak dapat dipungkiri, selama ini masih dianggap sebelah mata oleh masyarakat maupun pemerintah. Padahal, walaupun dampaknya tidak dirasakan secara langsung seperti pencemaran udara dan suara, untuk jangka panjang, rembesan air laut ke daratan akan menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik dari segi lingkungan, kesehatan, bahkan ekonomi.

(29)

Padahal, perembesan air laut ke daratan yang dikenal dengan istilah Intrusi ini, tak boleh disepelekan. Adanya pori-pori tanah yang berlubang, menyebabkan air laut masuk ke daratan. Hal itu terjadi karena air tanah yang dipompa keluar terlalu besar dan ruang kosong atau pori-pori ini diisi oleh air laut. Dampaknya, air di daratan yang selama ini tawar, menjadi payau (Wuryantoro, 2007).

Walaupun dampak intrusi akan muncul secara berkala dan untuk jangka waktu yang lama, jika didiamkan saja, tanpa ada upaya mencegahnya, tentu saja akan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat. Bisa dibayangkan, betapa besar kerugian secara ekonomis yang diderita karena rembesan dan pengikisan air laut. Tanah-tanah di tepi pantai akan berkurang dan kalau dinominalkan, akanbesar sekali (Wuryantoro, 2007).

Secara umum dalam ilmu hidrogeologi, akifer merupakan suatu batuan/formasi yang mempunyai kemampuan menyimpan dan mengalirkan airtanah dengan jumlah yang bermakna (significant). Batuan-batuan yang berumur tua biasanya telah mengalami kompaksi dan sementasi sehingga ruang antar butiran menjadi rapat termampatkan, menyebabkan tidak bisa menampung dan meloloskan air dalam jumlah banyak dan bahkan menjadi kedap air (impermeable). Dengan kata lain permeablitas dan porositasnya kecil demikian juga halnya dengan batuan beku dan batuan metamorfik. Pada zona-zona seperti ini sangat sulit sekali

(30)

diharapkannya ada air tanah kecuali batuan-batuan tersebut banyak mengandung rekahan (fracture) yang selanjutnya disebut sebagai akuifer rekahan (fracture akuifer) Rekahan dapat disebabkan oleh tiga kemungkinan yaitu :

(1) Pendinganan yang berlangsung pada saat pembentukan batuan, (2) erosi batuan dan pelepasan tekanan dari overburden,

(3) efek struktur regional (flexing and faulting).

Kombinasi proses pelapukan (weathering) dan fracturing menyebabkan meningkatnya porositas. Batuan yang memilki rekahan porositasnya akan meningkat 2-5% sedangkan akibat pelapukan porositasnya meningkat 30-60%, akibatnya kemampuan air meresap kedalam batuan menjadi lebih besar.

2. Jenis Jenis Akuifer

Berdasarkan litologinya, akuifer dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

1. Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)

Gambar 2. Akuifer bebas (Unconfined Aquifer) (Sumber : Wuryantoro, 2007)

(31)

Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan adalah air tanah dalam akuifer tertutup lapisan impermeable, dan merupakan akuifer yang mempunyai muka air tanah.Unconfined Aquifer adalah akuifer jenuh air (satured). Lapisan pembatasnya yang merupakan aquitard, hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya, batas di lapisan atas berupa muka air tanah.Permukaan air tanah di sumur dan air tanah bebas adalah permukaan air bebas, jadi permukaan air tanah bebas adalah batas antara zone yang jenuh dengan air tanah dan zone yang aerosi (tak jenuh) di atas zone yang jenuh.Akuifer jenuh disebut juga sebagai phriatic aquifer, non artesianaquiferataufree aquifer (Wuryantoro, 2007).

Air tanah ini banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai keperluan dengan kedalaman sumur umumnya antara 1 – 25 meter.Air tanah bebas masih merupakan sumber utama air bersih bagi sebagian besar penduduk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatannya dilakukan dengan cara pembuatan sumur gali dan sumur pantek pada kedalaman kurang dari 20 meter di bawah permukaan, umumnya terdapat pada lapisan pasir, pasir kerikilan, tufa pasiran dan pasir lanauan. Air tanah bebas di dataran aluvial terdapat dalam lapisan pasir, pasir lempungan, pasir kerikilan dan pasir lempungan (Wuryantoro, 2007).

Mutu air tanah bebas bervariasi dari baik hingga jelek, asin rasa airnya hingga tawar, berwarna keruh hingga jernih. Kesadahannya

(32)

berkisar antara 8,5 – 16,7, pH sekitar 6,7 – 11,2, sisa kering 353 – 580, sisa pijar 252 – 420, kadar kandungan ion klorida berkisar 25,5 – 6.685 mg/l, SO4 antara 40,5 – 246,9 mg/l. Khususnya untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, kandungan air tanah bebas di dataran aluvial terkecuali daerah-daerah sekitar pantai, pemanfaatannya masih dapat dikembangkan. Sedangkan untuk daerah-daerah yang terletak sekitar 1 – 3 km dari garis pantai, penggunaan air tanah bebasnya sangat terbatas sekali disebabkan asin hingga payau rasa airnya.

2. Akuifer tertekan (Confined Aquifer)

Akuifer tertekan adalah suatu akuifer dimana air tanah terletak di bawah lapisan kedap air (impermeable) dan mempunyai tekanan lebih besar daripada tekanan atmosfer. Air yang mengalir (no flux) pada lapisan pembatasnya, karena confined aquifer merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya.

3. Akuifer bocor (Leakage Aquifer)

(33)

Akuifer bocor dapat didefinisikan suatu akuifer dimana air tanah terkekang di bawah lapisan yang setengah kedap air sehingga akuifer di sini terletak antara akuifer bebas dan akuifer terkekang.

4. Akuifer melayang (Perched Aquifer)

Gambar 4. Akuifer melayang (Perched Aquifer) (Sumber : Wuryantoro, 2007)

Akuifer yang disebut akuifer melayang jika di dalam zone aerosi terbentuk sebuah akuifer yang terbentuk di atas lapisan impermeable.Akuifer melayang ini tidak dapat dijadikan sebagai suatu usaha pengembangan air tanah, karena mempunyai variasi permukaan air dan volumenya yang besar.

Sedangkan menurut (Kruseman dan deRieder, 1994). Berdasarkan sifat fisik dan kedudukannya dalam kerak bumi, akifer dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

 Akifer bebas, yaitu akifer tak tertekan (unconfined aquifer) dan merupakan airtanah dangkal (umumnya <20 m), umum dijumpai pada daerah endapan aluvial. Airtanah dangkal adalah airtanah yang paling umum dipergunakan sebagai sumber airbersih oleh penduduk di sekitarnya.

(34)

 Akifer setengah tertekan, disebut juga akifer bocor (leaky aquifer), merupakan akifer yang ditutupi oleh lapisan akitard (lapisan setengah kedap) di bagian atasnya, dapat dijumpai pada daerah vulkanik (daerah batuan tuf).

 Akifer tertekan (confined aquifer), yaitu akifer yang terletak di antara lapisan kedap air (akuiklud), umumnya merupakan airtanah dalam (umumnya > 40 m) dan terletak di bawah akifer bebas. Airtanah dalam adalah airtanah yang kualitas dan kuantitasnya lebih baik daripada airtanah dangkal, oleh karenanya umum dipergunakan oleh kalangan industri termasuk di dalamnya kawasan pertambangan.

Gambar 5. Ilustrasi tiga jenis akuifer menurut kruseman dan deRieder, 1994 (Sumber : Wuryantoro, 2007)

Struktur geologi sangat berpengaruh terhadap arah gerakan air tanah, tipe dan potensi akuifer.Stratigrafi yang tersusun atas beberapa lapisan batuan akan berpengaruh terhadap akuifer, kedalaman dan ketebalan akuifer, serta kedudukan air tanah. Jenis

(35)

dan umur batuan juga berpengaruh terhadap daya hantar listrik, dan dapat menentukan kualitas air tanah.Pada mulanya air memasuki akuifer melewati daerah tangkapan (recharge area) yang berada lebih tinggi daripada daerah buangan (discharge area) (Wuryantoro, 2007).

Daerah tangkapan biasanya terletak di gunung atau pegunungan dan daerah buangan terletak di daerah pantai. Air tersebut kemudian mengalir kebawah karena pengaruh gaya gravitasi melalui pori-pori akuifer. Air yang berada dibagian bawah akuifer mendapat tekanan yang besar oleh berat air diatasnya, tekanan ini tidak dapat hilang atau berpindah karena akuifer terisolasi oleh akiklud diatas dan dibawahnya, yaitu lapisan yang impermeabel dengan konduktivitas hidrolik sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air melewatinya. Jika sumur di bor hingga confined aquifer, maka air akan memancar ke atas melawan gaya gravitasi bahkan hingga mencapai permukaan tanah. Sumur yang airnya memancar keatas karena tekanannya sendiri di sebut sumur artesis (Wuryantoro, 2007).

F. Intrusi Air Laut

Istilah intrusi air laut (sea water intrusion/encroachment) sebetulnya mencakup hal yang lebih sempit dibandingkan pengertian dari istilah intrusi air asin (saline/salt water).Karena air asin tidak hanya melulu berupa/berasal dari air laut. Air asin adalah semua air yang mempunyai kadar kegaraman yang tinggi. Tingkat kegaraman

(36)

biasanya dicerminkan dari total kandungan zat terlarut (total dissolved solids -TDS). Airtanah tawar mempunyai TDS kurang dari 1000 mg/l. Sementara air tanah payau/asin TDSnya lebih dari 1000 mg/l. Kandungan unsur Cl- yang tinggi umumnya didapati pada air asin. Air asin adalah pencemaran yang paling umum ke dalam air tanah. Air asin di dalam akuifer dapat berasal dari: (http://budhisetiawan.net/courses/airtanah/intrusi-air-laut/).

1. Air laut di daerah pantai,

2. Air laut yang terperangkap dalam lapisan batuan yang diendapkan selama proses geologi,

3. Garam di dalam kubah garam, lapisan tipis atau tersebar di dalam formasi geologi (batuan),

4. Air yang terkumpul oleh penguapan di laguna, empang atau tempat-tempat lain yang terisolasi,

5. Aliran balik ke sungai dari lahan irigasi, 6. Limbah asin dari manusia.

Akibat adanya perbedaan konsentrasi garam air laut dan air sungai, maka akan terjadi aliran dari zat cair dengan berat jenis lebih besar menuju ke berat jenis yang lebih kecil. Jarak atau panjang intrusi air asin sangat dipengaruhi oleh debit sungai dan tinggi pasang surut. Pada waktu air pasang, arus pasang surut akan mendorong salinitasi ke hulu, sedang pada waktu air surut debit sungai akan mendorong air asin ke hilir seperti terlihat pada gambar 6.

(37)

Gambar 6. Proses terjadinya intrusi pada akuifer pantai sumber : Chay Asdak (2007)

Secara ilmiah, proses pencampuran air tawar dan air asin di estuary/muara dikategorikan dalam empat tipe utama, yaitu :

1. Estuari berstratifikasi tinggi (Highly stratified) atau estuary tipe baji garam (Salt wedge) : estuari ini dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin, biasanya ditemukan di daerah di mana air tawar dari sungai yang besar lebih dominan daripada intrusi air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut (Gambar 7a). 2. Estuari tercampur sebagian (Partially mixed): estuari yang paling

umum dijumpai, di mana air tawar dari sungai seimbang dengan air laut yang masuk melalui pasang surut (Gambar 7d).

3. Estuari homogen vertikal homogen lateral (Vertical homogeneous with laterally homogeneous) atau estuari tercampur sempurna (Well mixed): estuari yang sempit, memiliki penampang lintang yang kecil dan tenaga pasang surut tinggi, Air tawar dan air laut tercampur sempurna dan pada muaranya umumnya sempit (Gambar 7b). 4. Estuari homogeny vertikal tidak homogen lateral (Vertical

(38)

estuary : estuary yang lebar, memiliki penampang melintang yang kecil dan tenaga pasang surut yang tinggi. Estuari ditandai dengan cekungan dalam yang memanjang berbentuk U dan penghalang yang memisahkan cekungan dari laut. Pada estuari tipe ini, arus air tawar akan bekurang dan akan didominasi oleh pasang surut air laut (Gambar 7c).

Gambar 7. Pencampuran air asin dan air tawar di estuary (sumber : Chay Asdak (2007)

Hubungan antara air laut dengan air bawah tanah tawar pada akuifer pantai pada keadaan statis dapat diterangkan dengan hukum Ghyben – Herzberg. Dengan adanya perbedaan berat jenis antara air laut dengan air bawah tanah tawar, maka bidang batas (interface) tergantung pada keseimbangan keduanya, Hubungan antar air asin dengan air bawah tanah tawar pada akuifer bebas di daerah pantai seperti ditunjukkan pada gambar 8.

(39)

Gambar 8.Hubungan air asin dengan air tanah tawar pada akuifer bebas di daerah pantai (sumber : Chay Asdak (2007)

Hanya berlaku pada muka air bawah tanah (bid. pisometrik) berada di atas muka alaut dan Muka air bawah tanah (bid. pisometrik) miring ke arah laut.

Prinsip – prinsip menerangkan bahwa lensa – lensa air tawar yang terisolir, diisi oleh hujan efektif yang mengambang di atas lingkungan air asin atau air payau terjadi hubungan antara permukaan air tanah dan kedalaman air tawar. Kedua tempat terdapat keadaan yang mirip daerah pengisiannya (recharge area), dengan elevasi yang lebih tinggi dan daya infiltrasi yang baik ke dalam lingkungan air asin atau payau.

Naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global, dan meningkatnya tuntutan air tawar dari industri memberikan kontribusi terhadap masalah intrusi air laut, (Hendrik Warman, 2009), membuat model Numeris intrusi air laut berdasarkan perbedaan densitas pada air tawar dan air laut. Ruang lingkup wilayah yang dimodelkan adalah

(40)

akifer dangkal yang berada di daerah pantai dengan aplikasi intrusi air laut akan dilihat dengan berbagai skenario pemompaan terhadap akifer. Hasil simulasi menggunakan program HS3T3D berupa tampilan kontur densitas, head, dan vektor kecepatan aliran yang dihasilkan pada tahapan waktu yang telah ditentukan.

Mengatasi intrusi air laut pada aquifer dan penurunan muka air tanah dengan pengisian air tanah melalui danau buatan / embung.(Gaalou, et al 2012) memodelkan intrusi air laut pada akuifer pantai mempertimbangkan efek resapan vertikal, kerapatan aliran dan pengaruh kondisi batas. Model pertemuan air laut dan air tawar pada aquifer bebas dan aquifer tertekan dengan model matematik 2D dan 3D.

Soemarto CD dalam bukunya Hidrologi Teknik hal 327 menyebutkan air asin dapat bercampur dengan air permukaan di daerah delta dan pantai yaitu : (a) suplai garam lewat atmosfir, (b) masuknya garam lewat pintu pelayaran (ship lock), (c) intrusi air laut ke muara (estuari), (d) rembesan air tanah payau ke daerah rendah (lowlying area), (e) difusi garam pada tanah asin (saline soil), (f) drainase saline effluent dan (g) kadar garam dalam air sungai.

Batuan penyusun akuifer pada suatu tempat berbeda dengan tempat yang lain, apabila batuan penyusun berupa pasir akan menyebabkan air laut lebih mudah masuk ke dalam air tanah. Kondisi ini diimbangi dengan kemudahan pengendalian intrusi air laut dengan

(41)

banyak metode. Pada pantai berbatu memiliki pori – pori antar batuan yang lebih besar dan bervariatif sehingga mempermudah air laut masuk ke dalam air tanah, pengedalian air laut membutuhkan biaya yang besar sebab beberapa metode sulit dilakukan pada pantai berbatu. Pantai bergisik/berpasir memiliki tekstur pasir yang sifatnya lebih porus.Pengendalian intrusi air laut lebih mudah. Pantai berterumbu karang/mangrove akan sulit mengalami intrusi ai laut sebab mangrove dapat mengurangi intrusi air laut.

Kawasan pantai memiliki fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan. Kawasan pantai sebagai daerah pengontrol siklus air dan proses intrusi air laut, memiliki vegetasi yang keberadaannya akan menjaga ketersediaan cadangan air permukaan yang mampu menghambat terjadinya intrusi air laut kearah daratan. Kerapatan jenis vegetasi di sempadan pantai dapat mengontrol pergerakan material pasir akibat pergerakan arus setiap musimnya.

Intrusi air laut lebih mudah terjadi pada kondisi air tanah berkurang apabila fluaktuasi air tanah tinggi maka kemungkinan rongga yang terbentuk akibat air tanah rendah maka air laut akan mudah untuk menekan air tanah dan mengisi cekungan/rongga air tanah. Apabila fluktuasinya tetap maka secara alami akan membentuk interface yang keberadaanya tetap. Intrusi air laut merupakan bentuk degradasi sumber daya air terutama oleh aktivitas manusia pada kawasan pantai.Hal ini perlu diperhatikan sehingga segala bentuk

(42)

aktivitas manusia pada tersebut perlu dibatasi dan dikendalikan sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan.

Panjang penyusupan air laut pada akuifer pantai tergantung : 1) Tebal akuifer atau tebal zone jenuh air

2) Koefisien kelulusan air (harga K) dan

3) Debit air bawah tanah per satuan luas akuifer

a. Dampak Intrusi Air Laut

Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh intrusi air laut, terutama dampak negatif atau yang merugikan seperti terjadinya penurunan kualitas air tanah untuk kebutuhan manusia, amblasnya tanah karena pengekploitasian air tanah secara berlebihan, sedang bagi tanaman ada yang toleran terhadap kandungan garam atau air asin yang tinggi seperti, tanaman daerah rawa pantai, yaitu pohon bakau. Bagi tanaman yang tumbuh di tanah dengan kandungan garam yang rendah atau tumbuh pada tanah biasa.

b. Upaya Pengendalian Intrusi Air Laut

Terdapat beberapa cara untuk mengendalikan intrusi laut, diantaranya:

a) Mengubah Pola Pemompaan

Memindah lokasi pemompaan dari pantai ke arah hulu akan menambah kemiringan landaian hidrolika ke arah laut, sehingga tekanan airtanah akan bertambah besar.

(43)

Gambar 9. Mengubah Pola Pemompaan .(Sumber : Gaalou, et al 2012)

b) Pengisian Air tanah Buatan

Muka air tanah dinaikkan dengan melakukan pengisian airtanah buatan.Untuk akuifer bebas dapat dilakukan dengan menyebarkan air dipermukaan tanah, sedangkan pada akuifer tertekan dapat dilakukan pada sumur pengisian yang menembus akuifer tersebut.

Gambar 10. Pengisian Air tanah Buatan .(Sumber : Gaalou, et al 2012)

c) Extraction Barrier

Exstraction barrier dapat dibuat dengan melakukan pemompaan air asin secara terus menerus pada sumur yang terletak di dekat garis pantai. Pemompaan ini akan menyebabkan terjadinya

(44)

cekungan air asin serta air tawar akan mengalir ke cekungan tersebut. Akibatnya terjadi banjir air laut ke daratan.

.Gambar 11. Extraction Barrier.(Sumber : Gaalou, et al 2012)

d) Injection Barrier

Injection barrier dapat dibuat dengan melakukan pengisian air tawar pada sumur yang terletak di dekat garis pantai. Pengisian air akan menaikkan muka air tanah di sumur tersebut, akan berfungsi sebagai penghalang masuknya air laut ke daratan.

(45)

e) Subsurface Barrier

Penghalang di bawah tanah sebagai pembatas antara air asin dan air tawar dapat dibuat semacam dam dari lempung, beton, bentonit maupun aspal.

Gambar 13. Subsurface Barrier .(Sumber : Gaalou, et al 2012) Ada beberapa faktor yang dapat mempercepat terjadinya intrusi air asin yang disebabkan oleh aktivitas manusia antara lain : pengambilan air tanah yang berlebihan di daerah pesisir laut seperti di Jakarta, Surabaya, Makassar, dll pemangkasan vegetasi pesisir pantai yang berfungsi sebagai penghalang instrusi misalnya tanaman mangrove, turunnya permukaan tanah/amblesan.

Upaya solusi untuk mencegah intrusi air asin secara non fisik dapat dilakukan dengan alternatif : Membuat undang – undang dan sanksi yang tegas tentang pengambilan air tanah, Penanaman kembali hutan mangrove atau tanaman pelindung pantai, Desalinisasi air laut untuk mengatasi kekurangan air tawar dan mengurangi pencemaran air daratan, teknik pengolahan limbah yang baik.

(46)

Upaya fisik untuk mereduksi intrusi air laut ke dalam akuifer Tanapol Sriapai (2012) yakni mengurangi debit pemompaan air tanah, injeksi air tawar, ekstraksi air asin, dan penghalang bawah permukaan dengan kolom terbuat dari bahan plastik.

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar dengan menggunakan Flume. Pelaksanaan penelitian dimulai dari penyiapan peralatan uji model, pengambilan data menggunakan model fisik saluran dengan media pasir. Waktu penelitian selama 6 bulan.

B. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni 1. Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari simulasi model

fisik laboratorium.

2. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari instansi terkait beserta literatur dari hasil penelitian yang sudah ada baik yang telah dilakukan di Laboratorium maupun dilakukan di tempat lain yang berkaitan dengan penelitian koefisien rembesan air laut pada tanah akuifer bebas daerah pantai.

(48)

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa pasir halus, pasir kasar dan zat pewarna yang dicampurkan ke air laut yang dapat diamati.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Gerinda Pemotong 2. Selang 3. Meteran 4. Jeregen 5. Sekop 6. Stopwatch 7. Flowmeter 8. Kamera 9. Gelas ukur 10.Alat Tulis Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Pasir Putih 2. Air Laut 3. Acrylic 4. Keran 5. Lem 6. Isolasi pipa 7. Besi hollow 8. Rang nyamuk 9. Terpal

(49)

D. Analisis data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Metode eksperimen

Mengadakan suatu percobaan pada flume untuk mendapatkan suatu hasil pengamatan dalam penelitian koefisien rembesan air laut pada pasir halus dan pasir kasar.

2. Variabel yang Diteliti

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka variable yang diteliti yaitu :

a. Variabel bebas : Debit rembesan (Qf), Waktu (t), Panjang Rembesan (L).

b. Variabel terikat : Koefisien permeabilitas (k), Tinggi muka air (h)

E. Kerangka Pikir

Gambar 15. Kerangka Pikir

Analisa Data Hasil Pengambilan Data Persiapan Model Fisik

(50)

F. Bagan Alur Penelitian

Gambar 16. Bagan Alur Penelitian

kesimpulan Selesai Analisis Data Ya Data Valid /layak?

Hasil pengamatan data dan pola rembesan

Tidak Pengamatan dan pengambilan data :

- Tinggi Muka Air

- Waktu

- Panjang Rembesan

Pembuatan model saluran Kalibrasi model

Desain model saluran Penentuan lokasi : pengambilan

sampel pasir halus dan kasar Mulai

Persiapan penelitian

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Antara Tinggi muka Air dan Panjang Rembesan

Dalam memperoleh data panjang rembesan dan tinggi muka air maka dilakukan simulasi uji model di Laboratorium. Pelaksanaan uji model dilakukan dengan 3 variasi tinggi muka air (h) dan 3 variasi waktu (t). Pada pengujian ini material yang digunakan adalah pasir halus dan pasir kasar yang dimana diberikan gelombang buatan dengan kecepatan yang tetap. Setelah melakukan uji model dengan sampel pasir halus dan pasir kasar didapatkan data, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Hubungan waktu dan panjang rembesan pada pasir halus(20 cm) 5 menit 10 menit 15 menit

0 20 20 20 10 18.6 20 20 20 17.2 20 20 30 12.56 20 20 40 9.25 18.96 20 50 6.09 18.55 20 60 4.21 18.27 20 68.21 0 17.97 20 70 17.57 20 80 16.82 20 90 15.52 20 100 13.43 19.94 110 10.7 19.31 120 5.72 19.31 149.47 0 18.36 150 17.06 160 15.38 170 13.16 180 10.02 190 7.2 200 5 panjang rembesan (L) Waktu (t)

(52)

Gambar 19. Grafik hubungan panjang rembesan dengan tinggi muka air 20 cmpada pasir halus

Dari gambar 19 dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan pola aliran pada tinggi muka air 20 cm pada pasir halus, untuk waktu (t) 15 menit panjang rembesan (L) sejauh 200 cm, untuk waktu (t) 10 menit panjang rembesan (L) sejauh 149,47 cm, sedangkan waktu (t) 5 menit panjang rembesan (L) sejauh 68,21 cm. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar waktu (t) yang diberikan maka semakin besar panjang rembesannya.

Sesuai (Nurnawati, et.al, 2016) Rembesan air laut di wilayah pesisir ke dalam air tanah tawar terkait dengan porositas danpermeabilitas batuan penyusunnya. Semakin besar pori-pori batuan semakin tinggi porositas dan permeabilitasnya. Dimana Pasir Kasar memliki pori-pori besar dibandingkan dengan pasir halus

(53)

Tabel 3. Hubungan waktu dan panjang rembesan pada Pasir Kasar(20 cm)

Gambar 22. Grafik hubungan panjang rembesan dengan tinggi muka air 20 cmpada pasir kasar

5 menit 10 menit 15 menit

0 20 20 20 10 19.78 20 20 20 18.3 20 20 30 17.5 20 20 40 16.05 20 20 50 11.84 20 20 60 7.63 20 20 70 5.2 20 20 80 3.42 20 20 80.25 0 18.96 20 90 18.54 20 100 18.12 20 110 17.89 20 120 17.32 20 130 16.87 20 140 15.55 20 150 13.43 20 160 9.56 20 170 5.77 19.5 176.5 0 19 180 18 190 16 200 14 Panjang Rembesan (L) Waktu (t)

(54)

Dari gambar 22 dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan pola aliran pada tinggi muka air 20 cm pada pasir kasar , untuk waktu (t) 15 menit panjang rembesan (L) sejauh di atas 260 cm, untuk waktu (t) 10 menit panjang rembesan (L) sejauh 176,5 cm, sedangkan waktu (t) 5 menit panjang rembesan (L) sejauh80,25 cm. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar waktu (t) yang diberikan maka semakin besar panjang rembesannya.

Tabel 4. Hubungan waktu dan panjang rembesan pada pasir halus (15 cm) 5 menit 10 menit 15 menit

0 15 15 15.46 10 14.2 15 15 20 13 15 15 30 11.5 15 15 40 9.3 14.64 15 50 4.23 14.8 15 57.23 0 14.5 15 60 14.2 15 70 13.83 15 80 11.83 15 90 9.6 15 100 5.5 15 100.25 0 15 110 14.82 120 14.82 130 14.52 140 14.44 150 13.92 160 13.2 170 10.2 180 7.32 190 4.3 200 0 Panjang Rembesan (L) Waktu (t)

(55)

Gambar 23.Grafik hubungan jarak rembesan dengan tinggi muka air 15 cm pada pasir halus

Dari gambar 23 dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan pola aliran pada tinggi muka air 15 cm pada pasir halus , untuk waktu (t) 15 menit panjang rembesan (L) sejauh 200 cm, untuk waktu (t) 10 menit panjang rembesan (L) sejauh 100,25 cm, sedangkan waktu (t) 5 menit panjang rembesan (L) sejauh 57,23 cm. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar waktu (t) yang diberikan maka semakin besar panjang rembesannya.

Sesuai (Nurnawati, et.al, 2016) Rembesan air laut di wilayah pesisir ke dalam air tanah tawar terkait dengan porositas danpermeabilitas batuan penyusunnya. Semakin besar pori-pori batuan semakin tinggi porositas dan permeabilitasnya. Dimana Pasir Kasar memliki pori-pori besar dibandingkan dengan pasir halus

(56)

Tabel 5. Hubungan waktu dan panjang rembesan pasir kasar (15 cm)

Gambar 24.Grafik hubungan panjang rembesan dengan tinggi muka air 15 cm pada pasir kasar

5 menit 10 menit 15 menit

0 15 15 15 10 14 15 15 20 13 15 15 30 12 14.46 14.46 40 11 14 15 50 10 14 15 60 9 14 15 70 8 13.77 15 80 6 13.74 15 90 2.3 13.06 15 98.36 0 13.11 15 9 12.23 15 90 11.23 15 100 10.21 15 110 8.91 15 120 7.88 15 130 6.46 15 140 3.68 14.5 146.45 0 13.7 150 13 160 11.85 170 11.3 180 11 190 10.5 200 10 Panjang Rembesan (L) Waktu (t)

(57)

Dari gambar 24 dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan pola aliran pada tinggi muka air 15 cm pada pasir kasar, untuk waktu (t) 15 menit panjang rembesan (L) sejauh 230 cm, untuk waktu (t) 10 menit panjang rembesan (L) sejauh 146,45 cm, sedangkan waktu (t) 5 menit panjang rembesan (L) sejauh 98,36 cm. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar waktu (t) yang diberikan maka semakin besar panjang rembesannya.

Tabel 6. Hubungan waktu dan panjang rembesan pasir halus (10 cm)

5 menit 10 menit 15 menit

0 10 10 10 10 9 9.74 10 20 8.58 9.06 10 30 6 9.4 10 40 4 9.06 10 48.55 0 8.11 10 50 7.04 10 60 5.4 10 70 3.49 10 90 1.6 10 95.63 0 10 100 9.71 120 9.37 130 8.76 140 7.81 150 6.51 160 4.98 170 3.26 180 0 Panjang Rembesan (L) Waktu (t)

(58)

Gambar 25.Grafik hubungan panjang rembesan dengan tinggi muka air 10 cm pada pasir halus

Dari gambar 25 dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan pola aliran pada tinggi muka air 10 cm pada pasir halus, untuk waktu (t) 15 menit panjang rembesan (L) sejauh 180 cm, untuk waktu (t) 10 menit panjang rembesan (L) sejauh 95,63 cm, sedangkan waktu (t) 5 menit panjang rembesan (L) sejauh 48,55 cm. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar waktu (t) yang diberikan maka semakin besar panjang rembesannya.

Sesuai (Nurnawati, et.al, 2016) Rembesan air laut di wilayah pesisir ke dalam air tanah tawar terkait dengan porositas danpermeabilitas batuan penyusunnya. Semakin besar pori-pori batuan semakin tinggi porositas dan permeabilitasnya. Dimana Pasir Kasar memliki pori-pori besar dibandingkan dengan pasir halus

(59)

Tabel 7. Hubungan waktu dan panjang rembesan pasir kasar (10 cm)

Gambar 26.Grafik hubungan panjang rembesan dengan tinggi muka air 10 cmpada pasir kasar

5 menit 10 menit 15 menit

0 10 10 10 10 9.46 10 10 20 8.67 10 10 30 7.55 10 10 40 6.54 10 10 50 3.55 10 10 60 1.54 10 10 68.8 0 10 10 70 9.77 10 80 9.74 10 90 9.06 10 100 8.11 10 110 7.04 10 120 5.4 10 130 3.49 10 140 1.6 10 128.65 0 10 130 10 140 9.2 150 8.5 160 8.5 170 9.2 180 8.7 190 8.5 200 8 Panjang Rembesan (L) Waktu (t)

(60)

Dari gambar 26 dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan pola aliran pada tinggi muka air 10 cm pada pasir kasar, untuk waktu (t) 15 menit panjang rembesan (L) sejauh 220 cm, untuk waktu (t) 10 menit panjang rembesan (L) sejauh 148,65 cm, sedangkan waktu (t) 5 menit panjang rembesan (L) sejauh 68,8 cm.

Berdasarkandatapengamatandilaboratorium pemodelan terdiri atas jenis pasir halus dan pasir kasar yang berasal dari pantai, Formasi pasir kasar lebih mampu melewatkan air dibanding pasir halus. Sesuai (Nurnawati, et.al, 2016) Rembesan air laut di wilayah pesisir ke dalam air tanah tawar terkait dengan porositas danpermeabilitas batuan penyusunnya. Semakin besar pori-pori batuan semakin tinggi porositas dan permeabilitasnya. Dimana Pasir Kasar memliki pori-pori besar dibandingkandengan pasir halus.

(61)

Tabel 9. Rekap Hasil Pengamatan Pasir Kasar 1 5 12 8 12 8 12 8 12 8 13 7 13 7 13 7 14 6 14 6 14 6 48.55 2 10 12 8 12 8 12 8 12 8 13 7 13 7 13 7 14 6 14 6 14 6 95.63 3 15 12 8 12 8 12 8 12 8 13 7 13 7 13 7 14 6 14 6 14 6 180 10 5 17 13 17 13 17 13 17 13 18 14 18 14 18 14 19 11 19 11 19 11 433 11 10 17 13 17 13 17 13 17 13 18 14 18 14 18 14 19 11 19 11 19 11 549 12 15 17 13 17 13 17 13 17 13 18 14 18 14 18 14 19 11 19 11 19 11 554 19 5 22 18 22 18 22 18 22 18 23 17 23 17 23 17 24 16 24 16 24 16 68.21 20 10 22 18 22 18 22 18 22 18 23 17 23 17 23 17 24 16 24 16 24 16 149.47 21 15 22 18 22 18 22 18 22 18 23 17 23 17 23 17 24 16 24 16 24 16 200 NO.

DATA KEDALAMANAIR (d, cm)

LAMANYA GELOMBANG t (menit) Panjang Rembesan (cm) 10 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 TINGGI GELOMBANG (D) 20 15 1 5 12 8 12 8 12 8 12 8 13 7 13 7 13 7 14 6 14 6 14 6 68.8 2 10 12 8 12 8 12 8 12 8 13 7 13 7 13 7 14 6 14 6 14 6 128.65 3 15 12 8 12 8 12 8 12 8 13 7 13 7 13 7 14 6 14 6 14 6 200 4 5 17 13 17 13 17 13 17 13 18 14 18 14 18 14 19 11 19 11 19 11 98.63 5 10 17 13 17 13 17 13 17 13 18 14 18 14 18 14 19 11 19 11 19 11 146.45 6 15 17 13 17 13 17 13 17 13 18 14 18 14 18 14 19 11 19 11 19 11 200 7 5 22 18 22 18 22 18 22 18 23 17 23 17 23 17 24 16 24 16 24 16 80.25 8 10 22 18 22 18 22 18 22 18 23 17 23 17 23 17 24 16 24 16 24 16 176.5 9 15 22 18 22 18 22 18 22 18 23 17 23 17 23 17 24 16 24 16 24 16 400 20 10 15

TINGGI GELOMBANG (D) Panjang Rembesan

(cm)

D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10

NO.

DATA KEDALAMANAIR (d, cm)

LAMANYA GELOMBANG t

(62)

B. Debit Rembesan Dengan Metode Dupuit

Analisa Perhitungan debit rembesan dapat diambil dengan nomor persamaan (2)sumber:Nurnawaty, et al (2016):

1. Perhitungan debit rembesan untuk tinggi muka air (h) 20 cm pada pasir halus.

Tinggi muka air awal (h1) 20 cm, Tinggi muka air akhir (h2) 5 cm,

panjang rembesan (L)200 cm dan Koefisien rembesan pasir halus (k) 0,014 cm3/dtk.

q =

( )

q = 0,014 x (20 − 5 )2 x 200 q = 0,0131 cm3/dtk

q = 47,25 ml/jam

2. Perhitungan debit rembesan untuk tinggi muka air (h) 15 cm pada pasir halus.

Tinggi muka air awal (h1) 15 cm, Tinggi muka air akhir (h2) 0 cm,

panjang rembesan (L)200 cm, dan Koefisien rembesan pasir halus (k) 0,014 cm3/dtk.

q = k (h1 − h2 )2 L q = 0,014 x (15 − 0 )2 x 200 q = 0,0078 cm3/dtk

(63)

q = 28,35 ml/jam

3. Perhitungan debit rembesan untuk tinggi muka air (h) 10 cm pada pasir halus

Tinggi muka air awal (h1)10 cm,Tinggi muka air akhir (h2) 0 cm,

panjang rembesan (L)180 cm,dan Koefisien rembesan pasir halus (k) 0,014 cm3/dtk.

q = k (h1 − h2 )2 L q = 0,014 x (10 − 0 )2 x 180 q = 0,0038 cm3/dtk

q = 14 ml/jam

4. Perhitungan debit rembesan Perhitungan debit rembesan untuk tinggi muka air (h) 20 cm pada pasir kasar.

Tinggi muka air awal (h1)20 cm, Tinggi muka air akhir (h2)14

cm,panjang rembesan (L)200 cm, dan Koefisien rembesan pasir kasar (k)0,025 cm3/dtk.

q = k (h1 − h2 )2 L q = 0,025 x (20 − 14 )2 x 200 q = 0,0127 cm3/dtk q = 45,90 ml/jam

(64)

5. Perhitungan debit rembesan Perhitungan debit rembesan untuk tinggi muka air (h) 15 cm pada pasir kasar

Tinggi muka air awal (h1)15 cm,Tinggi muka air akhir (h2)10 cm,

panjang rembesan (L) 200 cm, dan Koefisien rembesan pasir kasar (k)0,025 cm3/dtk.

q = ( )

q = 0,025 x (15 − 10 )2 x 200 q = 0,0078 cm3/dtk

q = 28,12 ml/jam

6. Perhitungan debit rembesan Perhitungan debit rembesan untuk tinggi muka air (h) 10 cm pada pasir kasar.

Tinggi muka air awal (h1)10 cm, Tinggi muka air akhir (h2)8 cm,

panjang rembesan (L) 200 cm, dan Koefisien rembesan pasir kasar (k) 0,025 cm3/dtk.

q = k (h1 − h2 )2 L q = 0,025 x (10 − 8 )2 x 200 q = 0,0022 cm3/dtk q = 8,1 ml/jam

(65)

Tabel 10. Hasil perhitungan metode dupuit antara tinggi muka air dan debit rembesan pada pasir halus

Tabel 11. Hasil perhitungan metode dupuit antara tinggi muka air dan debit rembesan pada pasir kasar

Hubungan antara tinggi muka air dan debit rembesan pasir halus dengan metode Dupuit pada gambar 27 berikut :

Gambar 27. Grafik hubungan tinggi muka air (h) dan debit rembesan (Q) Pada pasir halus

Tinggi Muka Air k h1 h2 L Q Q

(h) (cm/dtk) (cm) (cm) (cm) (cm3/dtk) (ml/jam)

10 0.014 10 0 180 0.0038 14

15 0.014 15 0 210 0.0075 27

20 0.014 20 0 226.32 0.0125 45

PASIR HALUS

Tinggi Muka Air k h1 h2 L Q Q

(h) (cm/dtk) (cm) (cm) (cm) (cm3/dtk) (ml/jam)

10 0.025 10 0 220 0.0055 20

15 0.025 15 0 230 0.0122 44.02 20 0.025 20 0 270 0.0189 66.67

(66)

Dari gambar 27 dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan debit rembesan pada pasir halus, untuk tinggi muka air (h) 20 cm debit rembesan sebesar 47,25 ml/jam, untuk tinggi muka air (h) 15 cm debit rembesan sebesar 28,35 ml/jam, sedangkan tinggi muka air (h) 10 cm debit rembesan sebesar 14 ml/jam. Dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat tinggi muka air (h) yang diberikan maka semakin besar debit rembesannya.

Gambar 28. Grafik hubungan tinggi muka air (h) dan debit rembesan (Q) Pada pasir kasar

Dari gambar 28 dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan debit rembesan pada pasir kasar, untuk tinggi muka air (h) 20 cm debit rembesan sebesar 45,90 ml/jam, untuk tinggi muka air (h) 15 cm debit rembesan sebesar 28,12 ml/jam, sedangkan tinggi muka air (h) 10 cm debit rembesan sebesar 8,1 ml/jam. Dapat disimpulkan bahwa semakin

(67)

meningkat tinggi muka air (h) yang diberikan maka semakin besar debit rembesannya.

Dari gambar dan analisa perhitungan debit rembesan dengan metode dupuit dapat disimpulkan bahwa makin panjang jarak rembesan, maka semakin besar debit rembesan yang diperoleh berdasarkan tinggi muka rembesan pada pasir.

Dari hasil penelitian Nurnawaty, et al (2016)dalam analisa perhitungan debit rembesan dengan menggunakan metode dupuit menyimpulkan bahwa makin besar ukuran pori maka debit rembesan semakin besar.Makin panjang jarak rembesan,maka semakin besar debit rembesan yang diperoleh berdasarkan tinggi muka rembesan pada masing-masing jenis pasir.

(68)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan data pengamatan di laboratorium pemodelan terdiri atas jenis pasir halus dan pasir kasar bahwa pengaruh pasir pantai terhadap panjang rembesan air sangat berpengaruh dimana pasir kasar lebih mampu melewatkan air dibanding pasir halus. Hal ini terjadi karena pasir kasar memliki pori-pori besar dibandingkan dengan pasir halus.

2. Berdasarkan hasil perhitungan debit rembesan dengan metode Dupuit dapat disimpulkan bahwa makin panjang jarak rembesan, maka semakin besar debit rembesan yang diperoleh berdasarkan tinggi muka air rembesan pada pasir.

B. Saran

Dari pengamatan didalam penelitian ini penulis memberikan saran – saran untuk penelitian lanjut, yaitu :

1. Penelitian pemodelan kajian rembesan air laut diperlukan pengujian kepadatan tanah untuk penelitian yang lebih kompleks

(69)

dan mendapatkan data yang lebih akurat untuk penelitian selanjutnya.

2. Hasil penelitian ini perlu dianalisis dan dikembangkan lagi sehingga dapat disesuaikan dengan fenomena yang terjadi dilapangan.

3. Penelitian ini diperlukan pengujian nilai koefisien pasir berdasarkan media pasir yang digunakan.

(70)

Ocean Management – Concept and Practices, Island Press, Washington D.C. Covelo, California.

Chay Asdak, (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Edisi keempat.

Dahuri, R. et al,(1998). Penyusunan Konsep Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan yang berakar dari Masyarakat Kerjasama Ditjen Bangda dengan Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. IPB. Laporan Akhir.

Dahuri, Rohmin,(2003). Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan, Orasi Ilmiah.IPB.

Das, Braja M.,(1985).Principles of Geothecnical Engineering,3rd ed, Carbondale, Southern Illinois University, PWS Publishing Company, Boston.

Gaaloul N, dkk. (2012). Simulation of Seawater Intrusion in Coastal Aquifers : Forty Five-Years, Exploitation in an Eastern Coast Aquifer in NE Tunisia,The Open Hydrology Journal.

Hardiyatmo, H. C. (2006), Mekanika Tanah I, Edisi Keempat, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hendrick Warman dan Suprihanto N, (2009). Seawater Intrusion Modelling In Phreatic Aquifer using HST3D Application,ITB.

Kruseman, G.P., and N.A. de Ridder. 1994. Analysis and Evaluation of Pumping Test Data. ILRI publication 47, 377. The Netherlands: Wageningen.

http://www2.alterra.wur.nl/Internet/webdocs/ilripublicaties/publicati es/ ub47/Pub47.pdf (accessed April 27, 2012).

Nurnawaty, et al (2015), Studi Pengaruh Sekat Grouting Air-Semen Pada Pasir Pantai Untuk Mengurangi Intrusi Air Laut, Prosiding SNTT3, FGDT-PTMVIMakassar ISSN 2339-028X

Nurnawaty, et al (2016), Rembesan Air Asin Pada Model Akuifer Bebas Daerah Pantai.Universitas Hasanuddin

(71)

Sunggono, (1982),Buku Mekanika Tanah, Penerbit : Nova, Bandung. Supriharyono. (2007). Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati,

Pustaka Pelajar. Yogyakarta:428 hal.

Tanapol Sriapai, dkk, 2012. Physical Model Simulation Of Seawater Intrusion In Unconfined Aquifer, Journal Of Science And Technology, Songklanarin J. Sci. Technol. 34(6). (http://www.Ajst.psu.ac.th)

Wuryantoro. (2007). Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis untuk Menentukan Letak dan Kedalaman Aquifer Air Tanah. (Skripsi). Unnes. Semarang.

Gambar

Gambar 1. Rembesan Air Asin dalam Tanah dari Hulu ke Hilir (Sumber : S. Sosrodarsono, dkk : 1990) Pada Gambar 1 dibawah ini terdapat perbedaan tinggi muka air antara  bagian  hulu  (h1)  dan hilir  atau  tail  water  (h2)
Gambar 2. Akuifer bebas (Unconfined Aquifer) (Sumber : Wuryantoro, 2007)
Gambar 3. Akuifer bocor (Sumber : Wuryantoro, 2007)
Gambar 4. Akuifer melayang (Perched Aquifer) (Sumber : Wuryantoro, 2007)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil ini juga menunjukan bahwa fungsi strategi pemasaran yaitu melakukan perbaikan pada pelayanan paska penjualan, pengembangan segmentasi pasar atau konsumen baru, peramalan

Tutkimusaineisto käsittää 25 Alkoholipolitiikka- ja Yhteiskuntapolitiikka-lehtien vuosina 1970– 2012 ilmestynyttä pääkirjoitusta (ks. Alkoholipolitiikka-lehti perustettiin

Pondasi ini memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan pondasi konvensional yang lain diantaranya yaitu KSSL memiliki kekuatan lebih baik dengan penggunaan bahan

Dapat melakukan aksi dan proses, walaupun ada sebagian kecil proses yang tidak sempurna. Mahasiswa FI ini mampu menginterkoneksikan aksi dan proses untuk membangun objek. Dia

kriopreservasi, pengencer Andromed dengan tris-kuning telur tidak berbeda nyata (P&gt;0,05) terhadap motilitas (Tabel 1) dan persentase hidup spermatozoa (Tabel 2) setelah

Penelitian ini menjadi salah satu sumber pustaka untuk menjustifikasi program edukasi yang lebih baik terkait pemilihan anti thrombotik pada pasien stroke iskemik

Konsep dan program tentang penggunaan obat secara Internasional yang berdasarkan pedoman World Health Organization dan secara nasional berdasarkan berdasarkan pedoman

Menurut Pederson, odontologi forensik adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi