• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN INVESTASI PROVINSI BALI. Kadek Wiwin Dwi Wismayanti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN INVESTASI PROVINSI BALI. Kadek Wiwin Dwi Wismayanti"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN INVESTASI PROVINSI BALI

Kadek Wiwin Dwi Wismayanti

Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Udayana Bali

Email: wiwin.fisip@gmail.com

Abstract

Investment has a key role in the economic growth that is creating revenue and production memperbesarkapasitas economy by increasing the capital stock. Increased investment (capital goods) may have an impact on economic growth, if investment increases, economic growth increased and if the investment is reduced, the economic growth will decline. Private investments made by the government or private sector could be one of the causes of income inequality. This occurs in part because private investment is concentrated in a few areas that have the potential to be used as a place to invest. private investment Regency / City in the province of Bali each year has increased. Badung regency of the year 2007 - 2013 has increased most sharply. This is caused by the growth of investment in tourism in Badung very advanced compared to other regency / city. Regency / City which has the lowest investment is Bangliyaitu district amounted to 402,760.63 (million Rupiah) in 2013 as measured by the GDP Over 2000. Keyword : Policy, investment policy, Tourism investment

PENDAHULUAN

Kewenangan daerah untuk menyelenggarakan fungsi – fungsi manajemen pemerintahan secara lebih luas ditunjukkan oleh Undang – Undang No. 32 Tahun 2004. Dalam hal ini kewenangan daerah mencakup seluruh fungsi bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan dalam bidang lainnya. Batas – batas kewenangan ini menjadi sangat penting sebagai faktor pendorong sampai sejauh mana daerah otonom dapat melakukan sistem perencanaan pembangunan daerahnya.

Upaya memperkuat perekonomian Bali ke depan sangat dimungkinkan dengan melakukan perluasan investasi maupun investasi baru terutama untuk sektor primer, sekunder, maupun tersier yang potensial. Pengembangan investasi sangat mungkin dilakukan mengingat telah diberlakukannya UU No. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal dan Peraturan Kepala

(2)

Badan Koordinasi Penanaman Modal No.1/P/2008, tentang perubahan kedua atas Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 57/SK/2004 tentang pedoman dan tata cara permohonan penanaman modal dalam rangka penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing serta UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana salah satu kewenangan di bidang pelayanan administrasi penanaman modal telah diserahkan kepada daerah dan menjadi urusan wajib yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pelayanan terhadap pengembangan investasi maupun investasi baru di Bali ditangani oleh Badan Penaman Modal (BPM) Provinsi Bali. Pelayanan publik yang dilakukan oleh BPM antara lain melayani permohonan penanaman modal yang didirikan dalam rangka penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA).

Menurut Jhingan (2004:229), sesuai dengan teori pertumbuhan dari Harrod Domar, bahwa investasi memiliki peran kunci dalam pertumbuhan ekonomi yaitu menciptakan pendapatan dan memperbesarkapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Bhinadi (2003) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh barang modal, tenaga kerja dan perubahanproduktivitas dari faktor produksi tersebut. Peningkatan investasi ( barang modal) dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, jika investasi bertambah maka pertumbuhan ekonomi pun meningkat dan jika investasi berkurang maka pertumbuhan ekonomi akan menurun. Investasi yang dilakukan swasta oleh pemerintah atau swasta dapat menjadi salah satu faktor penyebab ketimpangan pendapatan. Hal ini terjadi karena sebagaian investasi swasta hanya terpusat di beberapa daerah yang memiliki potensi sehingga dijadikan tempat untuk berinvestasi.

Jumlah proyek investasi yang digarap investor asingmulai mengalami kenaikan. Data pada tahun 2014 dengan total Rp1,7 triliun, investasi asing ke Bali kontribusi senilai Rp1,35 triliun, sedangkan investasi dalam negeri Rp413,6 miliar. Adapun jumlah pembangunan yang didanai modal dalam negeri sebanyak 888 proyek, dan yang didanai modal asing 37 proyek. Total tenaga kerja yang diserap sebanyak 2.487 orang. Hasil survai Bank Indonesia Denpasar juga mengungkap, sektor tersier diperkirakan akan mengalami ekspansi cukup tinggi. Sementara sektor sekunder akan mengalami kontraksi pada tahun ini. Tahun 2014 investasi hanya terfokus di Badung, namun saat ini ada kecenderungan mulai bergerak ke luar Badung. Pergeseran ini tentu akibat sosialisasi investasi yang dilakukan oleh pemerintah yang gencar. Data 2014

(3)

menunjukkan, minat tertinggi PMA masih terpusat di wilayah Badung sebesar 40,75 persen, disusul Buleleng 25,16 persen dan Denpasar di posisi ketiga dengan 12,9 persen. Data penanaman modal dalam negeri (PMDN) ternyata Buleleng menempati urutan pertama investasi dengan nilai 56,14 persen disusul Karangasem 18,62 persen dan Badung 13,89 persen.

Permasalahan yang dihadapi mengenai kebijakan investasi di Provinsi Bali yaitu terjadinya ketidakseimbangan aktifitas pembangunan antar wilayah dan antar sektor. Ketidakseimbangan pembangunan terlihat jelas dalam aktifitas investasi yang terjadi di masing-masing kabupaten/kota. Investasi yang menonjol di provinsi Bali adalah dalam sektor pariwisata dan sebagian besar berlokasi di kabupaten Badung dan kota Denpasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dipublikasikan oleh berbagai instansi atau lembaga terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali (Bali Dalam Angka 2014) serta berbagai jurnal ilmiah lainnya. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah telah kepustakaan dan hasil publikasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.

.

PEMBAHASAN

Perekonomian Provinsi Bali dibangun melalui keunggulan sektor industri pariwisata karena Bali sesungguhnya tidak memiliki sumber daya alam yang bisa diandalkan untuk dieksplorasi guna membangun ekonomi daerah. Hal ini menyebabkan sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dengan industri pariwisata bersama-sama memperkuat perekonomian Provinsi Bali. Sektor pertanian merupakan spirit bagi industri pariwisata Bali karena proses kehidupan sebagai petani Bali, aktifitas budaya yang melandasi pelaksanaan usaha tani mempunyai daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Lahan garapan berupa sawah terasering, proses pengelolaan lahan serta kegiatan ritual memberikan daya tarik tersendiri sehingga menjadi obyek wisata. Hasil – hasil produksi pertanian seperti sayur-sayuran, buah –

(4)

buahan dan bunga merupakan komoditas yang diperlukan pariwisata. Sektor pertanian sebagai spirit pariwisata Bali perlu dipertahankan dan dikembangkan sehingga dapat menunjang sektor pariwisata.

Namun demikian, ternyata peran sektor pertanian terhadap PDRB Bali menurun rata-rata 2.16 % setahun pada tahun 2013. Peran sektor pertanian rata – rata 20.41 % dari total PDRB Bali, berada pada ranking kedua setelah sektor pariwisata dengan sumbangan rata – rata mencapai 28.96 % dari total PDRB Bali tahun 2013 dengan peningkatan rata – rata 0.39 % setahun (BPS Provinsi Bali tahun2014). Masalah ini disebabkan oleh semakin menyempitnya lahan pertanian di Provinsi Bali yang mencapai rata – rata 500 hektar setiap tahun untuk keperluan industri, pemukiman dan fasilitas lainnya. Implikasi keadaan ini adalah terancamnya daya tarik pariwisata sebagai akibat terpuruknya sektor pertanian.

Grafik 1. Investasi Swasta dilihat dari Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali Tahun 2007 – 2013(Juta Rupiah)

Grafik 1 menunjukkan bahwa investasi swasta Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tiap tahunnya mengalami peningkatan. Kabupaten Badung dari tahun 2007 – 2013 paling mengalami peningkatan tajam. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan investasi di bidang pariwisata di

(5)

Kabupaten Badung sangat maju dibanding Kabupaten/ Kota lainnya. Kabupaten/ Kota yang memiliki investasi terendah adalah kabupaten Bangliyaitu sebesar 402.760,63 (juta Rupiah) pada tahun 2013 yang diukur dari PDRB Atas Harga Konstan 2000 kabupaten/kta di Provinsi Bali periode 2007- 2013.

Ketidakseimbangan pembangunan antar sektor maupun antar wilayah di Provinsi Bali seharusnya segera diatasi dengan menerapkan strategi pembangunan berimbang. Konsep pembangunan berimbang (Balance Growth) adalah konsep ideal untuk membangun perekonomian secara berimbang sehingga tiap – tiap sektor akan saling memberikan sinergi pertumbuhan. Menurut Abipraja (1985), pembangunan berimbang dalam hubungannya dengan pembangunan daerah adalah pembangunan yang dijalankan secara merata di berbagai daerah sehingga setiap daerah dapat mencapai tingkat laju pembangunan yang sama. Pembangunan berimbang sesungguhnya dapat pula diartikan dalam konteks selain pembangunan daerah, yaitu pembangunan sektoral dan pembangunan berbagai aspek kehidupan social, politik dan kebudayaan. Konsep pembangunan berimbang dalam konteks wilayah maupun sektoral dalam kaitan ini lebih focus untuk menentukan prioritas pembangunan baik dalam artian wilayah maupun sektoral. Tujuannya adalah untuk mengarahkan intensitas pembangunan secara relatif menjadi lebih berimbang di berbagai wilayah kabupaten/kota serta lebih berimbang dalam berbagai lapangan usaha ekonomi sehingga dapat saling memberikan sinergi.

Upaya untuk meningkatkan perekonomian nasional maupun daerah memerlukan adanya penambahan investasi baik yang berasal dari luar negeri (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Metode untuk menghitung kebutuhan investasi di masa yang akan datang adalah dengan menggunakan besaran ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Konsep ICOR awalnya dikemukakan oleh dua ahli ekonomi, yaitu Sir Roy Harrod dan Evsey Domar atau lebih dikenal sebagai Harrod – Domar. Pada dasarnya konsep ICOR ini menunjukkan adanya hubungan antara stock capital (penambah investasi) dengan penambahan output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Semakin besar tambahan investasi pada suatu proses produksi maka semakin besar tambahan output yang dihasilkan,demikian pula sebaliknya

Investor asing yang masuk Bali masih terfokus di sektor pariwisata. Saat ini yang dibutuhkan Bali adalah investor yang mau menggarap sektor infrastruktur. Saat ini Bali sedang mengalami krisis listrik, air, jalan dan yang lainnya. Kalau keran investasi di sektor infrastruktur tidak dibenahi dalam beberapa tahun ke depan, Bali akan mengalami masalah serius yakni

(6)

kelangkaan air, listrik dan kerusakan jalan serta kemacetan. Ini sangat terkait dengan kebijakan pemerintah dari pusat hingga ke kabupaten. Pemerintah harus berani memberi kepastian hukum bagi investor baik asing maupun dalam negeri yang ingin menanamkan investasi di bidang infrastruktur di Bali. Terkait dominasi investor asing dalam pengembangan pariwisata Bali, memang perlu diatur sehingga tidak sampai kebablasan. Kalau semua investor asing hanya berlomba-lomba membangun vila atau hotel, maka akan mengganggu alam Bali dan tingkat persaingan. Harus ada pengaturan yang lebih jelas dan tegas dari pemerintah sebagai pemegang kebijakan.

PENUTUP

Pengembangan investasi yang dilakukan di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali harus ditujukan pada sektor-sektor yang memang dibutuhkan untuk dikembangkan pada masing-masing kabupaten/kota tersebut. Hal ini bertujuan untuk efektifitas dan efisiensi investasi sehingga manfaatnya benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat sekaligus meningkatkan kontribusi terhadap PDRB dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berimbang di seluruh kabupaten/kota Provinsi Bali. Disamping itu, untuk meningkatkan PMDN maupun PMA di provinsi Bali, pemerintah harus memberikan kepastian hukum bagi investor dan membuat regulasi yang jelas dan transparan khususnya dalam proses perizinan sehingga tercipta iklim investasi yang kondusif di provinsi Bali.

DAFTAR PUSTAKA

Antara, Made. 2007. Kebutuhan Investasi Sektor Basis dan Non Basis Dalam Perekonomian Regional Bali. Vol. 7 No.2 : 1-30. Denpasar: Fakultas Pertanian.

Budi Winarno (2007). Kebijakan Publik ; Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo

Krisna, Wijaya. 2010. Analisis Kebutuhan Investasi Sektor Ekonomi Potensial Di Kota Badung. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

(7)

William N .Dunn (1999). Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta : Gadjah mada University Press.

Gambar

Grafik 1. Investasi Swasta dilihat dari Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto  Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali Tahun 2007 – 2013(Juta Rupiah)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan bukti empiris yang menghubungkan antara rasio keuangan, WCTA ( Working Capital to Total Asset ), CLI ( Current Liability to Inventory ), OITL (

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Brandknowledge Terhadap Istiqomah melalui Sikap Konsumen pada green product Wardah Cosmetics di Surabaya” , ini ditulis untuk memenuhi

Akan ditunjukan bahwa perancangan ini memenuhi kelima (5- tuple ). P adalah himpunan berhingga dari plainteks, Dalam penelitian perancangan ini menggunakan 256

Sistem pendukung keputusan sistem yang menentukan sebuah keputusan untuk memanajemen dan menganalisa pekerjaan secara jelas.Ada beberapa hal yang melemahkan daya

Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) Saluran pemasaran garam rakyat di Desa Pangarengan terdiri dari dua bentuk saluran pemasaran yaitu saluran pemasaran yang melalui

Hal ini tercermin dari hamparan tanaman kedelai yang tumbuh subur di Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun yang merupakan salah satu kawasan penghasil kedelai

Sedangkan bagian non-gambar ditutup dengan lapisan perekat (glue) berpengencer airatau cara lain dengan Arabic gum. Keringnya lapisan perekat / gum Arabic akan menutup saringan

Ada beberapa ketentuan yang harus dipahami dalam menerapkan konsep pembatas dosis, diantaranya: (a) pembatas dosis adalah bukan nilai batas dosis; (b) pembatas dosis