6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar. 1. Pengertian DHF
Penyakit Demam Berdarah Dengue /DBD (secara medis disebut Dengue Hemerragic Fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan system pembekuan darah, sehngga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.. Demam Berdarah Dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. (Dwi Sunar Prasetyo : 2012, hal: 31)
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dalam waktu yang relative singkat. Penyakit ini tergolong “susah dibedakan” dari peyakit demam berdarah lainnya. (Oktri Astuti : 2008 hal : 7).
Penyakit dengeu adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengeu dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai dengan ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan ditesis hemoragik. ( Nanda nic-noc, 2015 : 170 )
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi DHF
Suriadi, (2010) mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
d. Derajat IV : Terjadi syok berat dimana nadi tidak teaba/ sangat lemah, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
3. Etiologi
a. Virus dengue
Yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk kedalam arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dngue tipe 1, 2, 3, dan 4. Keempat Virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serolis Virus dengue yang termasuk dalam genus flavi virus ini berdiameter 40 nanometer, dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby homster kidney) maupun sel-sel artrophoda misalnya sel Aedes Arbovirus (Soedarto, 2005 dalam Susilawati, 2008).
b. Vektor
Nyamuk aedes aegepti maupun aedes albopictus merupakan vector penularan Virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya, nyamuk aedes aegepti merupakan vector penting di daerah perkotaan, sedangkan di daerah pedesaan kedua nyamuk tersebut perperan dalam penularan (Soedarto, 2008). Nyamuk aedes aegepti berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapar bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (aedes aegepti) maupun yang terdapat di luar rumah dilubang-lubang pohon, di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih lainnya, selain itu nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi dan senja hari (Soedarto, 2008).
Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti menurut Soedarto, (2008) antara lain: Badannya kecil, Warnanya hitam dan berbelang – belang, Mengigit pada siang hari, Badannya mendatar saat hinggap, Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap (terhindar dari sinar matahari). Masa tunas / inkubasi penyakit demam berdarah selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang Virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Soedarto, (2008) tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut:
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius). Demam tinggi mendadak selama 2 sampai 7 hari kemudian menuju suhu normal atau lebih rendah disertai nyeri kepala, nyeri punggung, nyeri tulang dan persendian, rasa lemah serta nyeri perut.
b. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (purpura) perdarahan.
c. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Faeses) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.
d. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali). Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari hepatomigali dan hati teraba kenyal harus diperhatikan kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita.
e. Renjatan
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke-3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang buruk.
f. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
g. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
h. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
i. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
j. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
5. Patofisiologi
Menurut Noer, dkk, (2009). Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe Virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang Virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi (Sujono, 2010)
6. Pathway DHF
Gambar 2.1 Pathway Dengue hemoragic Fever (Sujono, 2010)
7. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mendiagnosis Dengue Hemoragik Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakkan dengan melakuakan beberapa pemeriksaan menurut Soedarto, (2008) sebagai berikut: a. Permeriksaa Laboratorium :
Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hematokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang )
b. Uj Serologi :Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
c. Rontgen Thorax = Effusi Pleura, Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
8. Penatalaksanaan
Menurut Mubarak, (2009) Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring atau istirahat baring. b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen. h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
l. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
m. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
n. Pada DHF tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila : Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
9. Pencegahan Penyakit DHF
Pencegahan Penyakit Demam Berdarah. Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DHF nya (Hidayat, 2007). Menurut Chritianti Efendi,(2007) ada Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DHF melalui metode pengontrolan atau pengendalian faktornya antara lain:
a. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat. Perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
b. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14).
c. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).
d. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
10. Pengobatan
Pengobatan Penyakit Demam Berdarah Fokus pengobatan pada penderita penyakit DHF adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) (Soemarno, 2007).
Penambahan cairan tubuh melalui infus intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Selanjutnya adalah pemberian obat-obatan menurut Soemarno, (2007) terhadap keluhan yang timbul, misalnya :
a. Paracetamol membantu menurunkan demam b. Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare
c. Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan DHF.
Asuhan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan pada pasien dengan berbagai tatanan pelayanan kesehatan pada standar keperawatan dalam lingkup/wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Nursalam, 2009).
Asuhan Keperawatan pada kasus DHF diberikan sesuai tahap-tahap dalam proses keperawatan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan, pada tahap ini data/informasi pasien yang dibutuhkan, dikumpulkan untuk menentukan masalah kesehatan/keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, validasi data dan pengelompokan data (Hidayat, 2008). Adapun data yang dikumpulkan pada kasus DHF adalah sebagai berikut: a. Data Biografi
Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin , pendidikan, pekerjaan, tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnose, dan identitas penanggungjawab meliputi nama, alamat, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan penderita DHF mengeluh Sakit kepala, badan panas dan tidak ada nafsu makan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kapan mulai ada keluhan, sudah berapa lama, bagaimana kejadiannya dan apa saja upaya untuk mengatasi penyakitnya.
d. Riwayat penyakit dahulu
Bagaimana kesehatan pasien sebelumnya, pasien apakah pernah mengalami penyakit atau ada riwayat penyakit yang lain dan jika ada, biasanya pergi berobat kemana.
e. Riwayat penyakit keluarga
Bagaimana kesehatan keluarganya, apakah ada diantara anggota keluarganya ada yang mengalami penyakit yang sama
f Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual
Dalam pengkajian kebiasaan sehari –hari atau kebutuhan dasar, penulis menggunakan konsep dasar menurut Virginia Handersoon yaitu:
1). Kebutuhan respirasi
Pengumpulan data tentang pernapasan klien, apakah mengalami gangguan pernapasan atau tidak
2). Kebutuhan nutrisi
Pada pola nutrisi yang akan ditanyakan adalah bagaiaman nafsu makan klien, jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual dan muntah dan kerusakan pada saat menelan.
3). Kebutuhan eliminasi
Pada pola eliminasi yang perlu ditanykan adalah jumlah kebiasaan defekasi perhari, ada atau tidaknya konstipasi, diare, kebiasaan berkemih, ada tidaknya disuria, hematuri, retensi dan inkontenensia.
4). Kebutuhan istirahat tidur
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah jam tidur pada malam hari, pagi, dan siang hari. Apakah klien merasa tenang sebelum tidur, masalah selama tidur, adanya insomnia. 5). Kebutuhan aktifitas
Pada pengumpulan data ini yang peerlu ditanyakan adalah kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, apakah klien mampu melakukannya sendiri secra mandiri atau di bantu oleh keluarga maupun perawat
6). Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Biasanya ditanyakan bagaiman kenyamanan klien, pengkajian nyeri dengan menggunakan PQRST. Dimana , P (Provokatif) yaitu penyebab nyeri yang biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan intra luminal sehingga suplai darah terganggu dan mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan. Q
(Quality) yaitu apakah kualitas nyeri ringan, sedang, berat, apakah rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam atau trauma tumpul. R (region) yaitu daerah terjadinya/ perjalanan nyeri (0-10) atau (0-5). T (time) waktu klien merasakan nyari, apakah terus menerus atau klien merasakn nyari pada waktu pagi hari, siang, sore, atau malam.
7). Pengaturan Suhu Tubuh
Harus mengetahui fisiologis panas dan bisa mendorong kearah tercapainya keadaan panas maupun dingin dengan mengubah temperatur, kelembapan atau pergerakan udara atau dengan memotivasi klien untuk meningkatkan atau mengurangi aktivitasnya.
8). Kebutuhan bekerja
Dalam perawatan maka dalam penilaian terhadap interprestasi terhadap kebutuhan klien sangat penting, dimana sakit bisa lebih ringan apabila seseorang dapat terrus bekerja
9). Kebutuhan berpakaian
Bagaimna kebiasaan klien dalam dalam berpakaian dan beberapa kali klien mengganti baju dalam sehari
10). Kebutuhan personal hygiene
Pada pemgumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah berapa kali klien mandi, menyikat gigi, keramas dan memotong kuku, perlu juga ditanyakan penggunaan sabun mandi, pasta gigi, dan sampo. Namun hal tersebut tergantung keadaan klien dan gaya hidup klien, tetapi pada umumnya kebutuhan personal hygiene dapat terpengaruhi miskipun hanya bantuan keluarga.
11). Kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain
Pada data ini yang perlu ditanyakan adalah bagaimnahubungan klien dengan keluarga dan orang lain dan bagaimana cara klien berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.
12). Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pada pengumpulan data ini biasanya klien ditanya mengenai kebiasaan klien dalam menggunakan waktu senjang, kebiasaan bermain atau berekreasi dan tempat yang dikunjungi. Umumnya kebutuhan bermain dan berekreasi tidak bisa dilaksanakan sebagaimana halnya orang sakit, bagi orang sakit biasanya bermain/ berekreasi dengan membaca, berbincang-bincang tetapi tergantung individu.
13). Kebutuhan sepiritual
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya, bagaimana cara klien mendekatkan diri kepada tuhan dan pantangan dalam agama selama klien sakit.
14). Kebutuhan belajar
Bagaimana persepsi klien terhadap dirinya mengenai masalah-masalah yang ada. Kebutuhan belajar ini biasanya tergantung dari individu itu sendiri dan tergantung dari tingkat pendidikan klien.
g. Pemeriksaan Fisik secara Persistem menurut Soemarno, (2008) 1). Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).
2). Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I : uji tourniquet positif, trombositipenia, perdarahan spontan dan hemokonsentrasi. Pada grade II disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah (tachycardia), tekanan nadi sempit, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, kulit dingin dan lembab.Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
3). Sistem Persyarafan / neurologi
Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III dan IV gelisah, rewel, cengeng → apatis → sopor → coma. Grade 1 sampai dengan IV dapat terjadi kejang, nyeri kepala dan nyeri di berbagai bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan nyeri di belakang bola mata
4). Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam terutama pada grade III, akan mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah.
5). Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa disertai dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena).
6). Sistem integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan ruam makulopapular.
2. Diagnosa Keperawatan.
Menurut NANDA (North American Nursing Diagnosies Asspciation) (2008) Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu :
a. Diagnosa keperawatan aktual menurut NANDA adalah menyajikan keadaan secara klinis yang telah divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang diidentifikasikan. Diagnosa keperawatan aktual penulisannya adalah adalah adanya masalah (P), adanya pernyataan evaluasi (E), dan adanya pernyataan tanda dan gejala (S).
b. Diagnosa dengan resiko atau resiko tinggi menurut NANDA adalah keputusan klinis trentang individu, keluarga, atau komunitas sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding dengan yang lain pada situasi yang sama. Diagnosis keperawatan ini mengganti istilah diagnosis keperawatan potensial dengan menggunakan “resiko terhadap atau resiko tinggi terhadap”. Validasi untuk menunjang diagnosis resiko tinggi yang memperlihatkan keadaan dimana kerentanan meningkat terhadap klien atau kelompok dan tidak menggunakan batasan karakteristik
c. Diagnosis keperawatan kemungkinan
Menurut NANDA adalah pernyataan tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan, dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama faktor resiko.
d. Diagnosis keperawatan sehat-sejahtera
Menurut NANDA adalah diagnosis keperawatan sehat adalah ketentuan klinis mengenai individu, kelompok, atau masyarakat
dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik.
e. Diagnosa keperwatan sindrom
Menurut NANDA diagnosis keperawatan sindrom adalah diagnosis keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosis aktual atau resiko tinggi yang diduga akan tampak karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Menurut NANDA (2008) (North American Nursing Diagnoses Asspciation) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien DHF antara lain :
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi Virus dengue
b. Gangguan keseimbangan Cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
c. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari keburuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
d. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan klien mengatakan cemas dengan keadaannya, klien tampak cemas, ekspresi wajah tampak murung.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan Klien Mengatakan tidak tau apa obat dan bagaimana cara menangani penyakitnya, klien belum mengeti tentang penyakitnya, klien belum tau obat apa saja yang harus diminumnya.
3. Perencanaan Keperawatan.
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi Virus dengue.
1). Tujuan (NOC) :
Setelah dialukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal
2). Kriteria Hasil :
Suhu tubuh pasien normal, membran mukosa basah, tidak demam.
3). Intervensi (NIC)
Berikan kompres air biasa / kran, Anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 – 2000 ml, anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan menyengat keringat, observasi intake dan out put cairan, observasi TTV tiap jam, memberikan terapi cairan in-travena & obat-obatan sesuai dengan program dokter (kolaborasi).
b. Gangguan keseimbangan Cairan dan elektrolit berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
1). Tujuan (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan devisit voume cairan tidak terjadi.
2). Kriteria Hasil :
Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
3). Intervensi (NIC)
Observasi vital sign setiap jam atau lebih, Observasi intake dan output, catat jumlah, warna, konsentrasi dan BJ urine, Anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 ml /hari, Kolaborasi pemberian cairan intra vena, plasma atau darah.
c. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari keburuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
1). Tujuan (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi / Nutrisi terpenuhi.
2). Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan pasien, mual dan muntah berkurang.
3). Intervensi (NIC)
Kaji keluhan mual, muntah atau penurunan nafsu makan, berikan makanan yang mudah ditelan mudah cerna, berikan makanan porsi kecil tapi sering, hindari makanan yang merangsang (pedas/asam) dan mengandung gas, kolaborasi pemberia cairan parental.
d Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan klien mengatakan cemas dengan keadaannya, klien tampak cemas, ekspresi wajah tampak murung.
1). Tujuan (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan kecemasan berkurang.
2). Kriteria Hasil :
Klien mengatakan cemas berkurang atau hilang 3). Intervensi (NIC)
Anjurkan klien untuk menceritakan perasaannya, berikan privasi untuk klien dan orang terdekat, berikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita.
e Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan klien mengatakan tidak tau apa obat dan bagaimana cara menangani penyakitnya, klien beelum mengeti tentang penyakitnya, klien belum tau obat apa saja yang harus diminumnya.
1). Tujuan (NOC) :
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan oarang klien dan kluarga mendapat informasi
2). Kriteria Hasil :
Klien tidak bertanya-tanya lagi tentang penyakitnya, klien dapat mengetahuai penyebab penyakit serta cara penanggulangan di rumah.
3). Intervensi (NIC)
Berikan penjelasan mengenai pengertian, penyebab dan tanda gejala dari demam berdarah, jelaskan penanganan pertama apabila terjadi peningkatan suhu tubuh, jelaskan akibat yang bisa terjadi apabila penyakit demam berdarah tidak cepat ditangani, kaji tingkat pemahaman klien dan keluarga tentang penjelasan penyakit yang sudah diberikan
4. Tindakan Keperawatan
Merupakan tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungn pada pasien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembngan pasien (Aziz Alimul Hidayat, 2008). Menurut Nursalam, (2009) Tindakan keperawatan mencakup tindakan independent (mandiri), dan kolaborasi.
a. Tindakan mandiri adalah aktifitas keperawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.
b. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,2009).
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kreteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya (Hidayat, 2008).
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan pengertian:
S: Ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara obyektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Kedaan subyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamat yang objektif setelah implemnatsi keperawatan.
A: Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan masalah keluarga yang dibandingkan dengan krietria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan rencana keperawatan keluarga. P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis pada
tahap ini ada 2 evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat.
Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat, yaitu evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan sesuai kontrak pelaksanaan dan evaluasi sumatif yang bertujuan menilai secara keseluruhan terhadap pencapaian diagnosa keperawatan apakah rencana diteruskan, diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi, atau dihentikan (Suprajitno, 2007).
Apabila dalam penilaian, tujuan tidak tercapai maka perlu dicari penyebabnya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor :
a. Tujuan tidak realitas
b. Tindakan keperawatan yang tidak jelas
Adapun metode yang digunakan dalam penilaian yaitu :
a. Observasi langsung : mengamati secara langsung perubahan yang terjadi dalam keluarga
b. Wawancara : mewawancarai keluarga yang berkaitan dengan perubahan sikap, apakah telah menjalankan anjuran yang diberikan perawat
c. Memeriksa laporan : dapat dilihat dari rencana asuhan keperawatan yang dibuat dan tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana d. Latihan stimulasi : latihan stimulasi berguna dalam menentukan