• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Budaya Sekolah dalam Pembentukan Karakter di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga Kecamatan Indralaya Kabuaten Ogan Ilir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Budaya Sekolah dalam Pembentukan Karakter di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga Kecamatan Indralaya Kabuaten Ogan Ilir"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

11 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

Analisis Budaya Sekolah dalam Pembentukan Karakter di SMP IT

Raudhatul Ulum Sakatiga Kecamatan Indralaya Kabuaten Ogan Ilir

Muhamad Altof1*, Mulyadi Eko Purnomo2, Amir Rusdi3

1* SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga, Indralaya, Indonesia

1621323_pasca@radenfatah.ac.id

2Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia

mulyadiekopurnomo@gmail.com

3Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Palembang, Indonesia

amirrusdi@radenfatah.ac.id

ABSTRACT

This research was conducted with the aim to be able to analyze and describe more deeply about the academic and social culture at Raudhatul Ulum Sakatiga Middle School and find out how the characters formed at Raudhatul Ulum Sakatiga Middle School. This research methodology uses qualitative research methods with descriptive analysis methods and ethnographic research types. The primary data source of this study was obtained from observations, field notes (interviews). Secondary sources in this study were obtained from various sources consisting of books, dissertations, theses, theses, magazines, journals, articles, newspapers and data from the internet as well as writings that support the authenticity of credible and authoritative primary data. Furthermore, the data analysis technique in this study is to do data reduction, data presentation, and draw conclusions. Whereas in checking the validity data, the researcher uses four criteria, namely: trustworthiness, dependability, dependability, and certainty. Based on the analysis of the researchers' findings, it can be conveyed about the school culture at Raudhatul Ulum Sakatiga Junior High School which contains two aspects of culture, namely: 1) academic culture which includes reading culture, learning culture, creativity culture. 2) social culture that is attached to mutual support, 3S culture (smile, greetings, greetings), and simple living culture. The characters formed through school culture in Raudhatul Ulum Sakatiga Middle School ITS are: religious character, independent character, curiosity character, creative character, democracy character, discipline character, responsible character and social care character.

Keywords : Academic Culture, Social Culture, Character

INFORMASI ARTIKEL

Submitted, August 05, 2019 Revised, October 07, 2019 Accepted, December 14, 2019

(2)

12 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sebuah proses untuk mengangkat harkat, martabat dan kesiapan manusia dalam menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan, serta mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan dan berpengaruh terhadap perubahan sosial. Melalui pendidikan diharapkan dapat melahirkan generasi penerus yang mempunyai karakter untuk mampu menerima tongkat estafet kepemimpinan bangsa (Silahuddin, 2016).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pada semua jenjang pendidikan, namun berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan secara merata. Oleh karena itu, diperlukan langkah dan tindakan nyata yang harus ditingkatkan oleh pihak sekolah dan masyarakat disekitarnya. Terdapat dua jenis strategi utama yang dapat dilakukan dalam meningkatkan dan mengembangkan mutu sekolah, yaitu strategi yang berfokus pada dimensi struktural dan budaya.

Peningkatan kualitas pendidikan sangat menekankan pentingnya peranan sekolah sebagai salah satu pelaku dasar utama yang otonom serta peranan orangtua dan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan. Pendidikan sebagai usaha untuk mentransfer nilai-nilai budaya Islam kepada generasi muda. Pendidikan juga merupakan proses transformasi budaya. Salah satu tempat untuk mentransformasi budaya dan keilmuan adalah lembaga pendidikan, baik lembaga pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Sekolah perlu diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri guna mencapai tujuan-tujuan pendidikan, salah satunya dengan melaksanakan budaya sekolah (Atmodiwirio, 2000). Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB II pasal 3 menyebutkan bahwa: “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Depdiknas, 2003).

Mewujudkan dan terciptanya keberhasilan dalam membentuk karakter peserta didik tersebut, memerlukan upaya yang efektif dan langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh lembaga pendidikan, kepala sekolah, guru, maupun praktisi pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik. Secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Krisis karakter mencerminkan kegagalan sistem pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, sistem pendidikan selama ini diterapkan hanya mengandalkan dan mengutamakan pencapaian pengetahuan semata tetapi melupakan penanaman nilai kepribadian, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem persekolahan seperti itu membawa malapetaka dan kerusakan moral, yang berakibat bangsa ini tidak pernah keluar dari persoalan-persoalan yang melanda dunia pendidikan.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal, tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.

(3)

13 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

Pembentukan karakter peserta didik dapat dilakukan salah satunya melalui pendekatan budaya sekolah sebagaimana yang menjadi grand design pendidikan karakter, karena karakter sebagai suatu ‘moral excellence’ atau akhlak dibangun di atas berbagai kebajikan (virtues) yang pada gilirannya hanya memiliki makna ketika dilandasi nilai-nilai yang berlaku dalam budaya (bangsa) (Kemdiknas, 2010).

Implementasi pendidikan karakter tidak sekedar dalam bentuk ‘menitipkan’ muatan-muatan karakter ke dalam keseluruhan atau sebagian mata pelajaran tetapi pendidikan karakter akan efektif bilamana dikembangkan melalui praktik dalam kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) sekolah. Hidden curriculum memiliki fungsi sebagai pelengkap dan penunjang dari kurikulum formal, keberadaannya dirasakan memiliki pengaruh terhadap nilai dan sikap peserta didik yang dirasakan memberikan sumbangsih terhadap tujuan kurikulum formal yang dilakukan oleh setiap lembaga pendidikan (Lubis, 2015).

Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan budaya sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil, kreatif, inovatif, terintergrasi, dan menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, maupun menjadi teladan, bekerja keras, toleran dan cakap dalam memimpin serta menjawab tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam perkembangan IPTEK dan berlandaskan IMTAQ (Aly & Suparta, 2003).

Sekolah Islam Terpadu (SIT) sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang memadukan pendidikan ‘aqliyah, rūhiyah, dan jasādiyah. Artinya Sekolah Islam Terpadu berupaya mendidik peserta didik menjadi anak yang berkembang kemampuan akal dan intelektualnya, meningkat kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt., terbina akhlak mulia, dan juga memiliki kesehatan, kebugaran, dan keterampilan dalam kehidupannya sehari-hari. Sekolah Islam Terpadu juga memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan belajar yaitu sekolah, rumah, dan masyarakat. Sekolah Islam Terpadu mengoptimalkan dan mensinkronisasi peran guru, orang tua dan masyarakat dan proses pengelolaan sekolah dan pembelajaran sehingga terjadi sinergi yang konstruktif dalam membangun kompetensi dan karakter peserta didik (Hasan, 2008).

SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga merupakan salah satu Sekolah Islam Terpadu yang tergabung dalam Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia dan merupakan pelopor berdirinya SIT di Sumatera Selatan yang menyelenggarakan sistem pembelajaran terpadu, yaitu memadukan kurikulum umum dengan kurikulum agama, juga sekolah yang bertekad keras untuk menjadikan nilai-nilai dan ajaran Islam terjabarkan dalam seluruh aspek yang terkait dengan penyelenggaraan sekolah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu sekolah terpadu agar diminati oleh masyarakat harus berkualitas sekaligus bisa membentuk karakter peserta didik. Sebagaimana misi sekolah, diantaranya unggul dalam akhlak mulia, unggul dalam perolehan nilai UN dan unggul dalam kepedulian sosial. Selain itu, SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga membangun sekolahnya di atas landasan dan manajemen syari’ah. Jaminan mutu yang diberikan adalah pembiasaan ibadah sehari-hari seperti shalat berjama’ah, shalat dhuha, shalat tahajud, membaca al-Qur’an, membaca al-Ma’tsurat dan lain sebagainya. Lingkungan sekolah yang Islami seperti pemisahan antara peserta didik putra dan putri baik asrama, kelas maupun dalam berbagai aktifitas lainnya. Lulusan SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga juga diharapkan memiliki hafalan al Qur’an minimal 3 Juz dan mampu membaca al Qur’an dengan baik dan benar, tidak ada ustadz (guru putra) maupun karyawan yang merokok di lingkungan sekolah maupun di rumah, semua ustadzah (guru putri) maupun karyawati senantiasa menggunakan busana yang menutup aurat saat beraktifitas sehari-hari, baik didalam maupun diluar lingkungan sekolah. Kemudian lingkungan di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga sangat kondusif, lingkungan yang jauh dari keramaian dan kebisingan serta aman bagi peserta didik dalam beraktiftas sehari-hari.

(4)

14 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

Selain itu, keunggulan yang dimiliki SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga yaitu pertama, sekolah yang menerapkan boarding school atau wajib tinggal diasrama bagi seluruh peserta didik, baik yang jauh maupun yang dekat. Kedua, sekolah yang berbasis pesantren (SBP), yaitu sekolah SIT yang berada dibawah naungan dan lingkungan pondok pesantren. Ketiga, program kelas peminatan, program kelas peminatan merupakan wadah bagi peserta didik untuk mengembangkan skill dan kemampuan di bidang sains, al-Qur’an dan bahasa. Adapun mata pelajaran yang dimasukkan ke dalam program kelas peminatan adalah mata pelajaran sains yaitu Matematika, IPA, IPS, al-Qur’an, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Keempat, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di bagi menjadi 5 mata pelajaran khusus yaitu Tauhid, al-Qur’an, Hadits, Fiqh dan Sirah yang menggunakan buku pengantar berbahasa Arab yang diperuntukan khusus kelas delapan dan kelas sembilan.

Sebagai implementasinya, sekolah ini secara intensif melaksanakan hidden curriculum dalam pendidikannya untuk mewujudkan keunggulan-keunggulan yang diharapkan dan implikasinya ini sangat berhubungan dengan budaya yang dibangun dilingkungan sekolah. Sekolah memberikan apresiasi terhadap perbedaan individu sesuai dengan minat, bakat, gaya belajar, dan kecerdasan peserta didik. Peserta didik juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Dengan demikian, hidden curriculum sangatlah penting dalam membentuk karakter peserta didik, karena di awali dengan hidden curriculum, pembentukan karakter dapat terlihat melalui pembiasan-pembiasan yang sering dilakukan oleh peserta didik di lingkungan sekolah.

METODOLOGI

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis dan jenis penelitian etnografi. Sumber data primer penelitian ini didapatkan dari hasil observasi, catatan lapangan (fieldnote), wawancara dengan informan yaitu: kepala sekolah, pendidik dan tenaga pendidik (PTK), peserta didik, karyawan dan komite sekolah, kemudian studi dokumen, naskah, dan arsip yang berkaitan dengan budaya sekolah dalam pembentukan karakter peserta didik yang didasarkan pada pendidikan karakter di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga. Sumber sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai jenis buku-buku, disertasi, tesis, skripsi, majalah, jurnal, artikel, surat kabar dan data-data dari internet serta tulisan-tulisan yang sifatnya mendukung otensitas data primer yang kredibel dan otoritatif.

Selanjutnya dalam menganalisis data, peneliti mengambil model interaktif sebagai penyajiannya. Model interaktif ini terdiri dari tiga hal utama, yaitu: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan atau verifikasi (verification) (Idrus, 2009). Guna mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka peneliti menggunakan uji keabsahan data berupa credibility, transferability, dependability dan confirmability (Meleong, 2017).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Budaya sekolah adalah kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai-nilai tertentu yang dianut sekolah. Lebih lanjut dikatakan bahwa budaya sekolah adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi bertumbuh kembangnya kecerdasan, keterampilan, dan aktifitas peserta didik (Yusuf, 2008).

Budaya yang dianut oleh seluruh stakeholder di lingkungan SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga merupakan budaya sekolah yang telah lama dijalani dalam kehidupan sehari-hari. Budaya sekolah diyakini dan dianut secara kuat sehingga tertanam pada semua struktur yang ada dalam lingkungan sekolah. Kehidupan di sekolah didasarkan pada nilai-nilai yang dijiwai

(5)

15 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

oleh suasana-suasana yang dapat disimpulkan dalam pancajiwa pondok. Pancajiwa adalah lima nilai yang mendasari kehidupan di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga, yaitu: jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa berdikari, jiwa ukhuwwah Islamiyah dan jiwa kebebasan.

Pancajiwa yang merupakan ruh dari SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga sangat terasa dengan adanya rasa ikhlas dari para guru (asatidz wal ustadzat) yang mengajar dan mendidik peserta didik. Selain itu, guru-guru di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga senantiasa menjaga peserta didik selama 24 jam dengan cara berjaga malam secara bergantian, kemudian di hari-hari tertentu juga melakukan pembersihan di tempat-tempat yang sudah disepakati bersama, semua itu dilakukan dengan rasa ikhlas agar peserta didik merasa nyaman dan aman. Seandainya rasa ikhlas itu tidak tertanam pada seluruh warga sekolah, maka tidak akan berlangsung dengan baik kehidupan di dalam sekolah tersebut. Rasa ikhlas itulah yang menjadikan SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga menjadi sekolah dengan penuh keakraban dan kekeluargaan dan menganggap semua perbuatan merupakan wujud dari ibadah kepada Allah swt.

Adapun jiwa kesederhanaan, terlihat dari penampilan para asatidz wal ustadzat dan peserta didik yang selalu berpenampilan rapi dan bersih tanpa menunjukkan rasa pamer terhadap apa yang mereka punya. Peserta didik sebagian besar merupakan anak-anak yang memiliki perekonomian menengah ke atas, tetapi mereka tetap bersikap sederhana dan tidak sombong serta berlebih-lebihan. Kemudian jiwa berdikari, dimana peserta didik hidup secara mandiri dan terpisah dengan orangtua serta saudara-saudara mereka, yang semua kebutuhan biasanya dibantu oleh orangtua maka saat mereka tinggal di asrama semua kebutuhan pribadi akan dikerjakan dan disiapkan secara mandiri. Selanjutnya ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan), meskipun peserta didik tidak hanya berasal dari Sumatera saja melainkan pendatang dari seluruh wilayah Indonesia mereka tetap bersahabat dan berteman tanpa memilih, saling berbaur dan tolong menolong, pertemanan dan persaudaraan tidak hanya antar angkatan bahkan bergaul dengan segenap warga sekolah. Rasa ukhuwah ini selalu tertanam meskipun peserta didik telah menamatkan pendidikan dari SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga, dan yang terakhir adalah jiwa kebebasan, kebebasan dalam sekolah bukan berarti bisa melakukan hal apapun yang dinginkan melainkan kebebasan yang terpimpin yakni bebas yang sesuai dengan tata tertib dan disiplin serta kebebasan yang tidak mengganggu hak orang lain.

SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga adalah sekolah berbasis pesantren (SBP) yaitu sekolah yang berada di lingkungan pesantren serta menyelenggarakan program pembelajaran boarding school (asrama) dengan mengembangkan dan memadukan kurikulum yaitu kurikulum Nasional (kurikulum 2006 dan kurikulum 2013), kurikulum JSIT, dan kurikulum pendidikan berkarakter khas pondok pesantren (24 Jam), serta program bilingual areas, kelas peminatan (sains, bahasa serta al-Qur’an). Peserta didik yang tinggal di asrama akan dibimbing oleh pengurus OP3RU dan dibina oleh kesiswaan dari unsur dewan guru yang diberikan tugas dan wewenang untuk mengurus dan mengawasi peserta didik yang tinggal di asrama. Mayoritas dewan guru tinggal di lingkungan sekolah, sehingga peserta didik dapat belajar dengan aman, tenang, dan nyaman serta optimal. Sekolah sebagai salah satu entitas masyarakat yang membantu memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan dan sosial telah menyelenggarakan model pendidikan yang khas, model pendidikan ini adalah dengan membentuk karakter peserta didik melalui budaya sekolah.

Dengan keterpaduan tersebut, peserta didik diharapkan mampu mengintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama dengan tujuan agar peserta didik memiliki ilmu pengetahuan umum yang luas serta memiliki ilmu agama yang memadai sebagai bekal hidup dimasa yang akan datang dalam menghadapi perkembangan zaman sehingga peserta didik terhindar dari paham-paham yang menyimpang dari ajaran agama yang sebenarnya.

(6)

16 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

Adapun budaya sekolah yang diwujudkan dalam rangka pembentukan karakter di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga adalah: budaya akademik, meliputi: budaya membaca, budaya belajar dan budaya kreativitas. Budaya sosial, meliputi: budaya saling menghargai, budaya 3S (senyum, salam, sapa) dan budaya hidup sederhana.

Budaya Akademik

Budaya membaca merupakan budaya yang mulai terkikis seiring dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Budaya membaca di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga sudah tumbuh dan berlangsung sejak lama. Dalam menumbuhkan kebiasaan membaca tersebut membutuhkan proses yang Panjang, dewan guru senantiasa memberikan motivasi kepada peserta didik akan pentingnya membaca bagi kehidupan dan pengetahuan dimasa depan. Selain itu, sekolah juga memberikan ruang dan tempat informasi bagi peserta didik dengan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai berupa perpustakaan, menyediakan etalase sebagai penunjang bagi peserta didik untuk memperoleh informasi, serta media informasi lainnya yang dapat meningkatkan minat baca peserta didik.

Budaya membaca di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui slogan-slogan dan tokon Islam yang dipajang di dinding setiap kelas, motivasi dan nasehat dari dewan guru dan penjadwalan kunjungan ke perpustakaan. Selain itu, peserta didik juga suka membaca al-Qur’an, membaca buku motivasi dengan judul ‘negeri 5 menara’, dan buku novel dengan judul ’gadis kecil melawan kanker ganas’ dan ‘be the new you’, buku tentang tokoh Islam seperti Syekh Abdul Qodir Al Jailani. Kemudian waktu-waktu yang digunakan peserta didik untuk membaca buku adalah pada waktu pagi hari setelah muhadatsah (percakapan bahasa asing), setelah istirahat, kemudian pada saat jam pelajaran kosong, sore hari, dan sebelum tidur malam. Peserta didik juga memiliki kebiasaan membaca di kamar, di kelas, di perpustakaan dan di tempat-tempat umum lainnya seperti di musholla, di gazebo, di trotoar jalan dan ditaman sekolah.

Budaya belajar peserta didik mempunyai keterkaitan dengan prestasi belajar sebab dalam budaya belajar mengandung kebiasaan belajar dan cara-cara belajar yang dianut oleh peserta didik. Kebiasaan belajar peserta didik di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga tidak hanya pada jam formal saja, melainkan juga pada jam non formal. Kegiatan belajar formal berlangsung selama 9 jam mulai pukul 07.00 – 15.20 wib, selain itu peserta didik juga mengikuti kegiatan belajar kelas peminatan dengan tujuan untuk menjaring bakat dan kemampuan peserta didik di bidang sains seperti matematika, IPA, IPS, al-Qur’an, dan bahasa. Kegiatan belajar pada jam non formal berlangsung pada malam hari ba’da shalat Isya’.

Khusus hari Ahad terdapat program peminatan mata pelajaran bagi peserta didik seperti mata pelajaran al-Qur’an, bahasa, matematika, IPA dan IPS. Program tersebut diharapkan agar peserta didik dapat mengembangkan pengetahuannya pada mata pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Selanjutnya tempat yang biasanya dimanfaatkan oleh peserta didik untuk belajar yaitu di musholla, di kelas, di gazebo, di trotoar jalan dan di taman-taman sekolah.

Budaya belajar di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui kegiatan belajar mandiri, yaitu kebiasaan peserta didik belajar mandiri sesuai kemauan dan keinginan pribadi. Belajar kelompok, yaitu kebiasaan belajar yang dilakukan peserta didik secara berkelompok, dan belajar terbimbingan, yaitu kebiasaan belajar yang dibimbing oleh guru mata pelajaran dan wali kelas. Selain itu juga terdapat program kelas peminatan yang dilaksanakan sesuai dengan minat peserta didik dibidang sains, bahasa dan al-Qur’an.

Kreativitas merupakan kebiasaan yang tidak dimiliki semua orang, hanya orang-orang yang memiliki jiwa kreativitaslah yang mampu mengaplikasikan kreativitasannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan bergaul bersama orang-orang yang memiliki kreativitas, maka jiwa kreativitas itu akan tumbuh pada diri seseorang tersebut.

(7)

17 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

Budaya kreativitas di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui kegiatan life skill yang memerlukan tahapan panjang dan berlanjut dari generasi ke generasi. Budaya kreatif yang terbentuk merupakan hasil karya peserta didik dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, seperti membuat tamanisasi, membuat vas bunga dan membuat lampion. Selain itu, peserta didik juga kreatif dalam memberikan ide serta gagasan kepada guru-gurunya dalam setiap permasalahan dan dalam kegiatan belajar.

Peserta didik di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga memanfaatkan waktu-waktu tertentu dalam berkreativitas untuk menghasilkan karya seni, seperti waktu sore hari, waktu libur akhir pekan yaitu pada hari Jum’at. Pada hari tersebut sekolah memberikan kebebasan bagi peserta didik untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin untuk mengembangkan bakat dan minat masing-masing.

Budaya Sosial

Kehidupan sosial di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga sangat beragam, setiap hari peserta didik dihadapkan pada berbagai macam bentuk sosial yang tidak dapat dihindari. Dalam berinteraksi dengan teman, kakak kelas, guru, karyawan dan seluruh warga sekolah. Mereka melakukan komunikasi dengan penuh rasa saling menghargai, kepada teman yang suka menyendiri mereka tidak mengintimidasi atau mengucilkan melaikan melakukan pendekatan agar bersedia membaur bersama teman-teman yang lain. Budaya saling menghargai di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga Dari hasil pengamatan selama peneliti berada dilapangan, budaya saling menghargai di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga di kembangkan melalui kegiatan organisasi sekolah yaitu Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Raudhatul Ulum (OP3RU), selain itu melalui penugasan sebagai piket kelas dan piket asrama.

Komunikasi dapat diawali dari suatu senyuman, bersalaman, ucapan salam dan sapaan, sehingga menciptakan good rapport tahap awal terbentuknya komunikasi dengan orang lain. Pengantar pesan bahagia (happy messengers) di otak kita akan bekerja, jika menerima stimulus membahagiakan seperti senyuman dan sapaan. Sekolah merupakan mediator dalam menciptakan kebiasaan yang baik dan sekolah juga selalu menerapkan budaya 3S dalam memberikan pelayanan bagi warga sekolah pada saat berinteraksi dikehidupan sehari-hari. Dari hasil analisa peneliti, bahwa budaya 3S (senyum, salam sapa) yang berlangsung di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui pengembangan pribadi seperti kegiatan rutin, kegiatan spontan dan keteladanan. Budaya 3S tersebut sudah menjadi kebiasaan sehari-hari seluruh warga sekolah baik peserta didik dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, guru dengan guru, guru dengan karyawan, karyawan dengan peserta didik dan begitu seterusnya.

Hidup sederhana dapat di lihat dari bagaimana perilaku dan kebiasaan warga sekolah di kehidupan sekolah sehari-hari, mulai dari cara berpenampilan yaitu tidak menggunakan perhiasan atau asessoris yang berlebihan, menggunakan uang jajan, tenggang rasa bila ada teman yang kurang mampu, memiliki peralatan sekolah yang sewajarnya. Hidup sederhana yaitu hidup yang tidak boros, tidak hidup berfoya-foya serta tidak bergaya hidup mewah. Peran sekolah dalam menerapkan hidup yang sederhana yaitu menasehati anak supaya bisa berperilaku hemat, cermat dalam membelanjakan uang pemberian orangtua. SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga telah mengaplikasikan hidup sederhana bagi warga sekolah baik dari kepala sekolah sampai struktur paling bawah yaitu peserta didik dengan cara menanamkan jiwa kesederhanaan. Jiwa kesederhanaan adalah jiwa yang mendorong seseorang untuk bisa hidup tanpa kemewahan. Kesederhanaan bukan berarti kemiskinan, seorang jutawan atau milyoner bisa saja hidup sederhana asal ada jiwa kesederhaan yang bersemayam pada dirinya. Orang yang hidup sederhana adalah orang yang berjiwa besar, berani maju dalam setiap perjuangan dengan sejuta tantangan, dan pantang mundur dalam setiap keadaan. Dibalik kesederhanaan itu

(8)

18 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

tersimpan suatu unsur kekuatan dan ketabahan hati serta penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup dengan segala kesulitan. Jadi mendidik para peserta didik (santri) untuk hidup sederhana pada hakekatnya adalah memberikan senjata kepada mereka untuk menyongsong kemenangan hidup atau menggapai kehidupan yang sukses dunia dan akhirat. Budaya hidup sederhana yang berlangsung di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui penggunaan uang dan penggunaan pakaian. Penggunaan uang seperti kebiasaan peserta didik suka menabung, kebiasaan menabung yang dilakukan oleh peserta didik adalah dengan menitipkan uang ke wali kelas atau dengan wali asrama selain itu juga dengan menyimpan uang di ATM namun ATM tersebut dititipkan ke wali kelas atau wali asrama dan diambil saat dibutuhkan. Kemudian kebiasaan menggunakan uang sesuai kebutuhan, yaitu peserta didik mampu menggunakan uang yang di berikan oleh orangtuanya untuk digunakan dalam meemnuhi kebutuhan sehari-hari. Kemudian melalui penggunaan pakaian seperti cara berpenampilan peserta didik yang tidak berlebihan, seperti menggunakan pakaian yang menutup aurat, bersih dan rapi. Batasan menutup aurat bagi peserta didik dalam aktifitas sehari-hari seperti training, t-shirt, kemeja, koko, sarung, dan celana dasar. Sedangkan pakaian untuk peserta didik yang putri seperti harus menggunakan hijab yang tidak terlalu pendek yang pastinya menutup aurat, menggunakan dres atau pakaian terusan dari atas sampai bawah mata kaki.

Karakter yang Terbentuk di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga

Melalui budaya sekolah, diharapkan karakter peserta didik dapat terbentuk dengan baik, nilai-nilai yang terbentuk merupakan proses dari interaksi seseorang dengan individual maupun kelompok. SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga menerapkan sistem boarding school, dimana peserta wajib tinggal di asrama, sehingga peserta didik harus mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang baru dan beragam. Dengan kehidupan yang beragam tersebut sekolah berupaya mendidik dan membentuk perilaku peserta didik yang positif. Kehidupan yang positif oleh warga di lingkungan sekolah mampu membentuk karakter peserta didik yang sangat baik. Karakter peserta didik yang terbentuk melalui budaya sekolah di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga, yaitu:

Religius

Dalam pembentukan karakter religius, SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga memberikan pendidikan religius kepada peserta didik sebagai upaya menciptakan kehidupan yang Islami dalam kehidupan sehari-hari melalui keterampilan ibadah peserta didik di sekolah. Maka sekolah membiasakan peserta didiknya agar senantiasa berpakaian rapi, kapanpun dan dimanapun mereka berada. Dengan selalu berpenampilan yang rapi dan bersih akan meningkatkan kepercayaan diri pada diri peserta didik. Hal tersebut juga ditampilkan dari pribadi seorang guru yang menjadi contoh modeling untuk peserta didik. Bukan saja hanya sekedar kegiatan rutinitas semata lebih cendrung kepada niat untuk beribadah karena Allah. Misalkan guru yang selalu berpakaian rapi dengan menutup aurat, bahasa yang santun, selalu mengucapkan salam apabila bertemu.

Kemudian pembiasaan menutup aurat, diharapkan agar peserta didik mampu memilih pakaian yang sesuai dan cocok untuk digunakan terkhusus bagi perempuan diharapkan selalu menggunakan pakaian yang tidak mengumbar syahwat bagi yang melihatnya. Seperti selalu menggunakan pakaian yang tidak ketat dan senantiasa menggunakan hijab. Pembiasaan berbicara yang baik dan sopan, juga menjadi hal yang positif dimana peserta didik diajarkan untuk selalu berbicara dengan baik dan benar, tidak mengumpat dan berkata yang membuat orang menjadi tersinggung. Selanjutnya pembiasaan selalu mengucapkan salam apabila bertemu, hal tersebut dapat meningkatkan rasa ukhuwah diantara peserta didik ataupun kepada

(9)

19 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

orang yang diberikan salam, karena salam merupakan do’a bagi yang diberikan salam begitu juga sebaliknya.

Selain itu peserta didik juga memiliki kebiasaan shalat 5 waktu berjama’ah di masjid, melakukan shalat sunnah secara mandiri seperti shalat tahajut, shalat dhuha serta puasa senin-kamis, kemudian membaca al-Qur’an pada waktu-waktu luang seperti ba’da shubuh, saat jam pelajaran kosong, sebelum makan malam, sebelum tidur dan waktu luang lainnya. Keistimewaan tilawah adalah bahwa al-Qur’an adalah sebuah kitab yang harus di baca, bahkan dianjurkan untuk dijadikan bacaan harian.

SMP IT Raudhatul Ulum juga memiliki program pendidikan yang dapat membentuk karakter religius peserta didik seperti; ngaji sore, dimana peserta didik dibagi ke dalam beberapa kelompok yang dibimbing oleh kakak kelasnya yang merupakan binaan yang dibentuk oleh kesiswaan sekolah dan kegiatan tersebut dilaksanakan pada sore hari mulai pukul 17.30 – 18.10 WIB. Ngaji malam, kegiatan tersebut berlangsung di depan asrama dan dibimbing oleh kakak asrama yang di kontrol oleh wali asrama, ngaji malam berlangsung mulai pukul 21.30 – 22.00 WIB. Membaca al-Ma’tsurat, al-Ma’tsurat merupakan kumpulan do’a pagi dan petang yang dibaca setelah shalat subuh dan sore hari setelah shalat ashar secara berjama’ah baik di masjid maupun di musholla dan secara individu sesuai kebutuhan peserta didik. Dalam pelaksanaannya OP3RU Bagian Ta’mir Masjid/Musholla memimpin pembacaan al-Ma’tsurat tersebut setiap harinya.

Rasa Ingin Tahu

Menurut Kemdikbud dalam Sahlan dan Teguh, rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar (Sahlan dan Teguh, 2012:39). Sedangkan menurut Samani dan Hariyanto, rasa ingin tahu merupakan keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman terhadap peristiwa alam atau peristiwa sosial yang sedang terjadi. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa rasa ingin tahu adalah suatu emosi alami yang ada pada dalam diri manusia yang mana adanya keinginan untuk menyelidiki dan mencari tahu lebih dalam mengenai suatu hal yang dipelajarinya.

Keingintahuan seorang peserta didik dapat dicirikan dengan seringnya bertanya dan mencari tahu tentang sesuatu yang sedang dihadapi. Melalui rasa ingin tahu, seseorang terdorong untuk mempelajari lebih lanjut tentang pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Karakter rasa ingin tahu yang terbentuk melalui budaya sekolah di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dapat terlihat dari sikap peserta didik yang sering bertanya pada guru tentang pelajaran, hal-hal yang mereka lihat di televisi, berita yang dilihat di koran, tentang pelajaran yang tidak dibahas di kelas, tentang sejarah berdirinya sekolah, tentang seni, tentang perkembangan teknologi, senang membaca ensiklopedia untuk menambah pengetahuan dan mengakses buku elektronik untuk mencari pengetahuan dan lain sebagainya.

Mandiri

Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain. Dengan sikap mandiri peserta didik diharapkan mampu menyelesaikan tugas dan masalahnya dengan kreativitas sendiri. Peserta didik di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga merupakan peserta didik yang berasal dari lingkungan heterogen, baik berasal dari latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan gaya belajar sehingga masing-masing peserta didik memiliki cara pandang belajar yang berbeda pula dan karakter yang dimiliki berbeda juga.

(10)

20 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

Berdasarkan observasi peserta didik terbiasa mengatur dan mengurus perlengkapan pribadinya ditempat yang sudah disediakan, misalkan meletakkan sepatu dirak baik diasrama dan di kelas.

Kemandirian peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada perilaku mereka dalam memenuhi kebutuhan pribadi seperti mengambil makan sendiri, merapikan tempat tidur dan lemari pakaian, menyusun buku pelajaran, memisahkan pakaian kotor, mengantarkan pakaian ke binatu, dan bangun lebih awal di pagi hari.

Selain itu, dengan pembiasaan hidup mandiri peserta didik dapat memaksimalkan potensinya dalam meraih prestasi di bidang akademik dan non akademik. Keberhasilan tersebut dapat di raih selain dari semangat belajar yang tinggi oleh peserta didik tentunya disuport oleh seluruh stakeholder di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga serta ditunjang sarana dan prasarana yang memadai dan lingkungan sekolah yang sangat mendukung dalam proses pembentukan karakter peserta didik tersebut.

Kebiasaan belajar peserta didik tidak hanya pada saat jam pembelajaran formal saja, di luar jam pembelajaran formalpun peserta didik aktif untuk terus belajar meningkatkan kemampuan akademiknya. Dengan pembiasaan hidup mandiri tersebut peserta didik diharapkan mampu membagi waktunya secara baik untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan akademiknya. Dengan kemandirian tersebut, peserta didik juga dapat mengembangkan bakatnya di bidang seni dan olahraga yang terdapat di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga.

Disiplin

Pendidikan disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. Karakter disiplin peserta didik dapat dilihat ketika datang ke sekolah tepat waktu, izin keluar kampus dan tidak terlambat, shalat berjama’ah di masjid, membuang sampah pada tempatnya, menggunakan seragam sekolah sesuai harinya, tidak bolos sekolah, serta tidak melanggar peraturan yang ada.

Kebiasaan disiplin peserta didik di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga sangat terjaga dan teratur, lingkungan sekolah yang sangat mendukung dalam proses pembentukan karakter disiplin tersebut membuat peserta didik malu untuk melanggar ataupun tidak disiplin. Uapaya sekolah dalam menanamkan rasa malu pada diri peserta didik bukan perkara mudah, butuh proses panjang dan pembiasaan kepada seluruh warga sekolah dalam waktu yang lama. Dimana peserta didik di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga merupakan peserta didik yang mayoritas pendatang dari berbagai daerah yang memiliki sikap dan perilaku yang beragam sehingga dalam prosesnya membutuhkan pendekatan dan nasehat serta keteladanan yang di lakukan oleh seluruh warga sekolah. Kebiasaan disiplin tersebut sebagaimana yang telah di uraikan di atas seperti tidak membuang sampah sembarangan di lingkungan sekolah baik di kelas, asrama dan dan tempat umum lainnya. Shalat merupakan kewajiban bagi seluruh umat muslim, namun untuk membiasakan shalat berjama’ah di masjid bukan perkara mudah, hal tersebut butuh pembiasaan yang konsisten dan lingkungan sekitar sangat mendukung proses pembentukan disiplin tersebut. Selain itu, pada saat olehraga peserta didik juga disiplin dalam menggunakan waktu yang ada, dan tahu batasan kapan waktunya bermain dan kapan waktunya berhenti untuk menyiapkan serta mempersipkan kegiatan lainnya.

Wuryandani (2014) menjelaskan karakter disiplin merupakan sistem nilai terpola yang dimiliki oleh sekolah. Untuk memelihara agar pola nilai kedisiplinan tetap terpelihara dalam diri setiap anggota komunitas sekolah perlu dilakukan sosialisasi dan internalisasi. Untuk mensosialisasikan hal tersebut SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga menggunakan fasilitas sekolah sebagai alat untuk mengkampanyekan karakter disipilin.

Pertama, dengan disediakannya rak sepatu yang berfungsi sebagai wadah untuk meletakkan sepatu dimasing-masing depan kelas agar peserta didik membiasakan meletakkan sepatu dengan rapi pada rak yang telah disiapkan. Kedua, disediakannya tempat sampah yang

(11)

21 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

berfungsi untuk mendisiplinkan siswa agar membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan jenis sampahnya pada tempat yang telah disediakan. Ketiga, adanya poster yang memberikan pesan-pesan afektif yang berfungsi untuk selalu memberi kesempatan kepada siswa agar selalu membaca beberapa pesan tentang kedisiplinan. Keempat, adanya aturan aktif tentang jam masuk sekolah bagi peserta didik. peserta didik masuk dan hadir disekolah 5 menit sebelum masuk kelas. Kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 07.00 – 15.20 WIB.

Pada pagi hari pukul 06.40 wib peserta didik terlihat mulai keluar asrama menuju ke kelas, pada saat menuju ke kelas tersebut peserta didik bertemu dengan guru kemudian mengucapkan salam dan mencium tangan guru yang datang ke sekolah. Sesekali guru menegur bagi peserta didik yang melanggar aturan dengan menindak lanjuti peserta didik sesuai dengan kesalahannya. Agar peserta didik terbentuk karakter disiplin maka harus dimulai dari peneladanan dari seorang guru atau kepala sekolah. Itulah beberapa hal yang perlu dipersiapkan guru untuk menciptakan lingkungan kelas yang kondusif bagi peserta didik dalam berperilaku disiplin.

Disamping penanaman nilai kedisiplinan melalui peraturan yang dibuat, sekolah juga menerapkan aturan yang tegas, misalnya ketika sudah masuk sekolah maka pintu asrama di kunci dan dibuka setelah shalat dzuhur untuk istirahat dan makan siang. Maka dari itu bagi peserta didik yang ingin masuk ke asrama harus menghadap piket siang dan dicatat namanya dibuku catatan peserta didik. Selain itu, poster tentang kedisiplinan waktu juga terpasang diarea sekolah dengan tujuan pembelajaran tidak hanya terbatas didalam kelas saja melainkan dilingkungan sekolah dapat dijadikan sarana peserta didik dalam belajar terutama dalam menanamkan sikap disiplin.

Disipilin waktu yang dicontohkan oleh guru ketika dalam proses mengajar seperti guru hadir tepat waktu ketika mengajar merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap karakter peserta didik dalam belajar. Hal ini ternyata menjadi contoh suri tauladan bagi setiap peserta didiknya dengan selalu tepat waktu masuk ke dalam kelas pada proses belajar, maka dengan demikian setiap peserta didik akan termotivasi untuk dapat belajar lebih giat lagi. Kalau setiap guru tidak disiplin waktu dalam mengajar atau selalu terlambat, maka bagaimana guru itu dapat menjadi suri tauladan bagi setiap peserta didiknya. Kalau guru sudah dapat disiplin dalam hal mengajar, maka peserta didiknya akan termotivasi dengan baik dan akhirnya karakter disiplin yang akan terbentuk, tetapi sebaliknya jika guru tidak disiplin waktu dalam mengajar mungkin peserta didiknya malas untuk mengikuti pelajaran, maka hasilnyapun tidak akan maksimal.

Dari paparan diatas dapat diambil contoh disiplin dari peserta didik adalah 1). tidak terlambat pada jam masuk ke sekolah, 2). melaksanakan jadwal tugas piket kelas secara bergantian, (3). membuang sampah yang berserakan pada tempatnya, (4). tidak membuat kebisingan dikelas, (5). memakai pakaian yang rapi, serta menaati segala peraturan-peraturan di sekolah.

Tanggung Jawab

Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama. Pendidikan tanggung jawab diberikan kepada peserta didik agar mampu memikul suatu beban yang didapat dari hasil perbuatan yang dilakukan baik mengandung unsur kebaikan atau keburukan. Jika berbicara tentang tanggung jawab dalam persfektif dunia pendidikan maka yang menjadi fokus utama adalah elemen sekolah yaitu kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, komite sekolah, orangtua peserta didik dan seluruh warga sekolah, atau bahkan setiap instansi yang menjadi mitra atau tidak bagi dunia pendidikan.

(12)

22 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

Dasar pembuktian tanggung jawab peserta didik dapat dilihat melalui kebiasaan dan kehidupan di sekolah seperti, datang ke sekolah tepat waktu, belajar dengan konsentrasi sebagai wujud pengabdian terhadap orangtua, membersihkan kamar, membuang sampah pada tempatnya, membersihkan asrama, menyiram bunga di depan kelas dan di depan asrama, menjaga ketertiban di lingkungan kelas dan asrama. Menurut hemat penulis atas dasar tersebut akan menumbuhkembangkan pola fikir peserta didik yang sejatinya harus teraplikasikan dari pendidikan karakter dan pendidikan Agama. Seyogyanya membangun budaya sekolah yang baik ibarat meyiapkan tanah subur bagi persemaian benih-benih karakter manusia pada masa yang akan datang.

Kreatif

Karakter kreatif merupakan sebuah kualitas pemikiran seseorang yang rasional, mendekati sebuah kebutuhan, tugas, atau ide dari suatu perspektif yang baru, menghasilkan, menyebabkan ada, imajinasi, kemampuan untuk membayangkan sesuatu. Karakter kreatif tercipta karena adanya pembiasaan yang terus menerus terlatih sehingga tertanam pada diri peserta didik.

Karakter kreatif peserta didik terbentuk melalui pengembangan life skill, sekolah memberikan fasilitas tersebut sebagai upaya memberikan wadah bagi peserta didik untuk dapat mengekpresikan kreativitas mereka dan dengan adanya etalase juga akan menarik perhatiann peserta didik untuk melihat dan membaca informasi yang ada di etalase tersebut, setiap foto yang di pajang diberikan keterangan sebagai informasi kegiatan yang telah dilakukan, sehingga dengan melihat foto dan membaca keterangan yang diberikan peserta didik dapat memperoleh informasi serta menarik perhatian peserta didik untuk membaca. Selain itu, peserta didik juga diberikan kesempatan untuk mengembakan kemampuannya dengan kegiatan tamanisasi di kelas dan asrama, membuat vas bunga dan membuat lampion yang dikerjakan langsung oleh peserta didik.

Demokrasi

Demokrasi di sekolah dapat diartikan sebagai pelaksanaan seluruh kegiatan di sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Mekanisme berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam kepemimpinan lembaga pendidikan, namun secara substantif, sekolah demokratis adalah membawa semangat demokrasi tersebut dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan nilai-nilai Demokrasi Pancasila.

Secara prinsip demokrasi tercipta karena adanya saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Keadaan ini menciptakan suasana kesetaraan tanpa sekat-sekat kesukuan, agama, derajat atau status ekonomi. Dengan demikian manusia mempunyai ruang untuk mengekspresikan diri secara bertanggung jawab. Situasi seperti inilah yang seharusnya dibangun dalam dunia pendidikan, anak diajak untuk mengembangkan potensi diri.

Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan peserta didik untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, misalnya peserta didik dan guru mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga kebersihan kelas, kenyamanan kelas, terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Tumbuhnya semangat persaudaraan antara peserta didik dan guru harus menjadi iklim pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun. Interaksi guru dan peserta didik bukan sebagai subjek-objek, melainkan subjek-subjek yang sama-sama membangun karakter dan jati diri. Selain itu internalisasi nilai-nilai demokrasi dapat disisipkan dalam kegiatan KBM, misalnya dengan memberikan pegetahuan berbasis lingkungan, sehingga tertanam sikap

(13)

23 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

kecintaan terhadap alam. Praktek pembelajaran dilakukan dengan materi yang substansial (konsep teori yang sangat selektif) tetapi kaya dalam implementasi.

Selanjutnya menanamkan pengetahuan demokrasi perlu disertai pengalaman hidup berdemokrasi yang tidak hanya dilakukan dalam KBM, tetapi juga d luar KBM. Misalnya saja dalam bergaul dengan teman sebaya, pergaulan hidup dengan teman sebayapun perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Tata cara pergaulan yang baik dapat meningkatkan kerukunan hidup bersama. Oleh karena itu perlu dikembangkan sikap saling menghormati, menghargai, tolong-menolong, tenggang rasa dan sikap positif lainnya. Dengan bersikap demikian dapat dihindari terjadinya pertengkaran, percekcokan yang membawa atau mengakibatkan timbulnya perkelahian atau sikap negatif lainnya, sehingga dengan demikian terwujud pergaulan yang harmonis.

Dalam implementasinya SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dalam menumbuhkan karakter demokrasi, yaitu melalui kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh seluruh warga sekolah seperti pelaksanaan pemilihan ketua OP3RU, pemilihan ketua kelas, pelaksanaan upacara, interaksi dan komunikasi yang lancar antara peserta didik, guru dan seluruh warga dilingkungan sekolah, pembagian tugas piket kelas dan piket asrama serta kegiatan belajar kelompok.

Peduli Sosial

Nilai karakter peduli sosial yang terbentuk di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga adalah adanya rasa empati untuk menolong ketika ada temannya yang sedang sakit, secara sadar peserta didik memberikan perhatian, melaporkan kepada wali asrama, kemudian melaporkan ke piket siang untuk mengambilkan sarapan dan lain sebagainya. Selain itu, peserta didik selalu menyisihkan sebagian uang jajannya untuk memberikan sumbangan kepada warga sekolah yang sedang mendapat musibah seperti ada teman yang sedang sakit, anggota keluarga dewan guru yang sedang tertimpa musibah salah satu keluarganya meninggal dunia dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepedulian sosial peserta didik terhadap sesama menjadi indikator budaya sekolah di sekolah dapat membentuk karakter yang baik.

Sikap peduli sosial peserta didik tidak hanya ditunjukkan kepada sesama manusia saja tetapi juga peduli kepada lingkungan seperti, membuang sampah pada tempatnya atau menyingkirkan ranting pohon yang jatuh di trotoar jalan dan lain sebagainya. Apabila ada sampah yang berserakan maka peserta didik tersebut langsung membuang sampah yang berserakan tersebut pada tempatnya, dan ketika melihat ada ranting ataupun batang pohon yang jatuh di tengah jalan atau ada benda yang dapat membahayakan, dengan kesadaran peserta didik tersebut mengambil dan membuangkannya agar tidak membahayakan bagi orang lain. Selain itu, kepedulian peserta didik terhadap lingkungan sekolah dan asrama adalah dengan kemauannya untuk membuat tamanisasi, dan menghias kelas.

KESIMPULAN

Budaya akademik di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga meliputi : 1) Budaya membaca, budaya membaca di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui slogan-slogan atau kata mutiara serta tokoh muslim yang dipajang di dinding setiap kelas, pemajangan galeri foto di etalase sekolah, serta kegiatan ngaji sore, dan kunjungan ke perpustakaan. 2) Budaya belajar, budaya belajar di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui kegiatan seperti belajar mandiri, belajar kelompok, belajar terbimbingan dan program kegiatan ‘Kelas Peminatan’. 3) Budaya kreativitas, budaya kreativitas di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui kegiatan life skill seperti membuat tamanisasi, membuat vas bunga dan membuat lampion.

(14)

24 Copyright © 2019, Muaddib : Islamic Education Journal

Budaya sosial di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga meliputi : 1) Budaya saling menghargai, budaya saling menghargai di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui kegiatan organisasi, piket siang dan piket asrama.2) Budaya 3S (senyum, salam, sapa), budaya 3S di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui program pengembangan diri meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan dan keteladanan.3) Budaya hidup sederhana, budaya hidup sederhana di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga dikembangkan melalui penggunaan uang dan penggunaan pakaian.

Karakter peserta didik yang terbentuk di SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga : Pertama, budaya akademik yaitu: 1) budaya membaca, terbentuk karakter religius, karakter rasa ingin tahu, karakter kreatif dan karakter disiplin. 2) Budaya belajar, terbentuk karakter rasa ingin tahu, karakter disiplin, karakter demokrasi dan karakter tanggung jawab. 3) Budaya kreativitas, terbentuk karakter kreatif dan karakter tanggungjawab. Kedua, budaya sosial yaitu: 1) Budaya saling menghargai, terbentuk karakter demokrasi, dan karakter tanggung jawab. 2) Budaya 3S (senyum, salam, sapa), terbentuk karakter religius, karakter peduli sosial, dan karakter tanggung jawab. 3) Budaya hidup sederhana, terbentuk karakter tanggungjawab dan karakter peduli sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Aly, H. N., & Suparta, M. (2003). Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani. Atmodiwirio, S. (2000). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardadizya Jaya.

Depdiknas. (2003). Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Hasan, H. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial : Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.

Jakarta : Erlangga.

Kemdiknas. (2010). Pedoman Sekolah : Pengembangan Pendidikan Budayadan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

Lubis, A. F. (2015). Hidden Curriculum dan Pembentukan Karakter (Studi Kasus di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta). Tesis, tidak dipublikasikan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Meleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Silahuddin. (2016). Budaya Akademik Dalam Sistem Pendidikan Dayah Salafiyah di Aceh.

Miqot : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, 40 (2), 349-369.

Wuryandani, W., dkk, (2014), Pendidikan Karakter Disiplin di Sekolah Dasar. Cakrawala Pendidikan : Jurnal IlmiahPendidikan,33 (2), 286-295.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tiap tahun kebutuhan es mengalami kenaikan hal tersebut diasumsikan kebutuhan es dipengaruhi dengan jumlah produksi hasil tangkapan.Dengan adanya hasil

Setelah perlakuan selama 14 hari, berat basah dan berat kering mimosa mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1, gambar 1) Kondisi ini dapat

Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap sekolah teknologi dan kejuruan harus memiliki laboratorium dan setiap sekolah teknologi dan kejuruan harus memiliki

Peredaran $ruto adaah semua im$aan atau niai pengganti $erupa uang atau niai uang 'ang diterima atau diperoeh P perusahaan pea'aran daam negeri dari pengang!utan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Adakah pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Terhadap Ketuntasan Belajar

Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor Linguistik pada Program Studi Linguistik Konsentrasi Kajian Sastra

 Logo di Backdrop dengan ukuran Terbesar di bagian Sponsor  Logo utama dan terbesar di Video Promosi Pensi. “Spaceship” melalui Media Online (Youtube, Instagram,

Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan plat KLT hasil elusi pada media Agar yang sudah diinokulasikan bakteri uji dan didiamkan beberapa menit hingga