• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul PKBN SERI 3.3 PILIHAN KEARIFAN LOKAL DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA ISBN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul PKBN SERI 3.3 PILIHAN KEARIFAN LOKAL DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA ISBN:"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Modul PKBN SERI 3.3 PILIHAN

KEARIFAN LOKAL

DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA ISBN: 978-979-8878-15-2

Pengarah:

Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI Penyunting:

Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si. Penyusun:

Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara Desain Sampul:

Irene Angela, S.T. @ireneeangela Redaksi:

Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI

Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6 Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8 Jakarta Pusat 10110

Diterbitkan oleh:

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 13-14 Jakarta Pusat Telp : 021-3828893

Fax : 021-3505210

Email : datin.pothan@kemhan.go.id Cetak Pertama – 2019

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

Hak Cipta dilindungi oleh Undang – Undang.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

(3)
(4)
(5)

i

KEMENTERIAN PERTAHANAN RI

DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Om Swastyastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan.

Bapak, Ibu, Saudara-Saudara sebangsa dan setanah air.

Pengaturan Bela Negara dalam peraturan-perundang-undangan ini menjadi sangat penting terlebih mencermati perkembangan lingkungan strategis saat ini, baik di tingkat global, regional dan nasional yang menunjukkan multidimensionalitas ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Ancaman yang terjadi saat ini lebih didominasi ancaman nonmiliter, yang berdimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial budaya, berdimensi teknologi, keselamatan umum, bahkan dapat berdimensi legislasi, namun mengingat sifatnya yang sulit diprediksi, bukan tidak mungkin pada suatu saat, ancaman militerpun kemungkinan bisa terjadi. Oleh karena itulah, kesadaran Bela Negara setiap warga negara tersebut menjadi sangat penting sebagai wujud daya tangkal dan kesiapsiagaan warga negara, baik dalam menghadapi kompleksitas ancaman nonmiliter maupun bila suatu saat negara membutuhkan untuk menghadapi ancaman militer. Itulah sebabnya kesadaran Bela Negara juga sebagai landasan membangun sistem pertahanan negara baik dalam menghadapi ancaman nonmiliter maupun ancaman militer.

Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) adalah upaya menanamkan pengetahuan dan membentuk sikap mental dan perilaku serta tindakan warga negara yang memiliki kesadaran dan kemampuan Bela Negara. PKBN perlu dilaksanakan secara masif, terukur, terkoordinasi dan terstandarisasi di lingkup pendidikan, lingkup pekerjaan dan lingkup masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Untuk itu Kementerian Pertahanan membuat Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara, yang terdiri dari 1 Modul Ringkasan Eksekutif, 4 Modul Wajib dan 8 Modul Pilihan. Modul ini menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga termasuk di Kementerian Pertahanan sendiri, TNI, Polri, Pemerintah Daerah, dan komponen bangsa lainnya dalam menyelenggarakan Pembinaan Kesadaran Bela Negara di lingkungannya masing-masing.

Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad, Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah

penantian atas lahirnya aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Kini, Bela Negara telah menjadi norma hukum yang diatur secara khusus dalam Bab III Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang

Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Direktur Jenderal

(6)
(7)

iii

PENGANTAR MODUL

PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, Bab I Pasal 1 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Pertahanan Negara” adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan “Sumber Daya Nasional” adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan.

Dalam rangka mengimplementasikan amanat undang-undang tersebut, khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia Indonesia, yang dimaknai sebagai seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang memberikan daya dan usahanya untuk kepentingan bangsa dan negara. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, memadang perlu untuk melakukan program pembinaan kesadaran bela negara (PKBN). Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada warga negara guna menumbuh-kembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai dasar Bela Negara. Pada dasarnya pelaksanaan program PKBN ditujukan terutama untuk:

1. Menyadarkan seluruh warga negara Indonesia (WNI) akan pentingnya segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap bangsa dan negara, secara terus-menerus pantang menyerah, agar kesinam-bungan hidup bangsa dan negara dapat dipertahankan dari masa ke masa. 2. Membentuk sikap dan perilaku bela negara seluruh WNI yang mencerminkan

tekad, sikap dan perilaku WNI, baik secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI, yang

(8)

iv

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.

3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan jaman dari era ke era berikutnya.

Salah satu sarana untuk mendukung keberhasilan tujuan program PKBN, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan menyusun modul pembinaan kesadaran bela negara yang disingkat “Modul PKBN”, yang terdiri dari 12 judul pokok bahasan yaitu :

1. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia 2. Empat Konsensus Dasar Negara 3. Tataran Dasar Bela Negara 4. Wawasan Kebangsaan 5. Wawasan Nusantara 6. Kearifan Lokal 7. Ketahanan Nasional 8. Kepemimpinan

9. Sistem Pertahanan Semesta

10. Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme 11. Pencegahan Korupsi

12. Pengetahuan Cyber

Keduabelas judul pokok bahasan tersebut disusun dalam rancangan pembela-jaran atau kurikulum, yang mendasarkan pada upaya pencapaian tujuan program PKBN tersebut diatas. Secara garis besar di-ilustrasikan pada gambar 1 - Payung, berikut ini :

(9)

v

Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:

1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca 2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung

3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca

Kaitan pengembangan kurikulum program PKBN dengan ilustrasi payung tersebut dimuka, dalam penyusunan Paket Modul PKBN yang dirancang untuk mencapai tujuan program PKBN, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “kanopi” dalam “melindungi” bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun 2 (dua) modul yang dirancang sebagai berikut:

a. Modul Wajib 1, Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, dimana

penekanan konten pada ranah “menyadarkan” warga negara agar terdo-rong untuk melakukan upaya bela negara, karena sejarah merupakan : 1) Sumber pelajaran sikap dan perilaku yang telah berhasil dilakukan oleh

para pendahulu bangsa, dalam upayanya mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

2) Sumber kesadaran waktu, yang menyadarkan seluruh WNI bahwa peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam sejarah merupakan sesuatu yang terus bergerak dari masa silam, bermuara ke masa kini, dan berlanjut ke masa depan. Hal ini menyadarkan warga negara bahwa sikap dan perilaku pada masa kini akan berimplikasi kepada kehidupan bangsa di masa depan, dan mendorong mereka untuk mengukir sejarahnya dengan sebaik-baiknya.

3) Sumber inspirasi, artinya sikap dan perilaku para pendahulu bangsa dalam kiprahnya mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta memperjuangkan kelangsungan hidup bangsa dan negara, merupakan keteladanan yang meng-inspirasi warga negara generasi berikutnya. 4) Sumber yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme,

yang terbangun karena kesadaran adanya kesamaan sejarah di masa lampau, dan adanya keinginan untuk membuat sejarah besar di masa yang akan datang.

5) Sumber kesadaran jatidiri bangsa, merupakan identitas bangsa yang harus dibentuk secara berkesinambungan oleh WNI dari masa ke masa, agar dihormati dan dihargai negara lain di kancah internasional.

(10)

vi

b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir, berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun 6 (enam) modul yaitu:

a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah “menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.

b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” membela bangsa Indonesia.

c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.

d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal atau jatidiri bangsa,merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.

e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.

f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep kepemim-pinan,merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemaha-man

(11)

vii

kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara

3. Pokok bahasan yang berfungsi sebagai “pegangan/fondasi” dalam melindungi bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun 4 (empat) modul yang dirancang sebagai berikut:

a. Modul Wajib 4, Sistem Pertahanan Semesta, berisi tentang konsep-konsep dan operasionalisasi pertahanan negara, dalam suatu sistem yang bersifat kesemestaan yang melibatkan seluruh sumber daya nasional, baik warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan maupun sarana-prasarana, dalam menghadapi ancaman militer, non militer dan hibrida di semua bidang. Pemahaman sistem pertahanan semesta diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara b. Modul Pilihan 4.1, Pencegahan Penanggulangan Terorisme, berisi tentang

konsep-konsep dan operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan terorisme yang berpotensi membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pemahaman materi ini diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara menghadapi ancaman terorisme. c. Modul Pilihan 4.2, Pencegahan Korupsi, berisi tentang konsep-konsep dan

operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan korupsi yang berpotensi merusak moral kehidupan bangsa dan negara. Pemahaman materi ini diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” dalam membela negara dalam upaya pemberantasan korupsi.

d. Modul Pilihan 4.3, Pengetahuan Cyber, berisi tentang konsep-konsep dan operasionalisasi ancaman di ranah kejahatan cyber (antara lain: pembobolan situs, pencurian data, penyebaran virus/program jahat) yang berpotensi membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pemahaman pengetahuan cyber diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara terhadap ancaman kejahatan cyber.

Rancang bangun hubungan antar modul rangkaian Modul PKBN, seperti terlihat pada gambar 2 - “desain instruksional” berikut ini:

(12)

viii

DESAIN INSTRUKSIONAL MODUL PKBN

SERI

3.1

PILIHAN SERI

3

WAJIB

MODUL :

WAWASAN KEBANGSAAN

MODUL

:

WAWASAN NUSANTARA

SERI

3.3

PILIHAN

MODUL

:

KEARIFAN LOKAL

SERI

3.2

PILIHAN

MODUL :

TATARAN DASAR

BELA NEGARA

SERI

3.4

PILIHAN

MODUL

:

KETAHANAN NASIONAL

MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

SERI

1

WAJIB

MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA

(PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)

SERI

2

WAJIB SERI

4

WAJIB

MODUL

:

SISTEM

PERTAHANAN

SEMESTA

SERI

4.3

PILIHAN

MODUL

:

PENGETAHUAN CYBER

MODUL

:

PENCEGAHAN KORUPSI

MODUL

:

PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN

TERORISME

SERI

4.2

PILIHAN SERI

4.1

PILIHAN SERI

3.5

PILIHAN

MODUL

:

KEPEMIMPINAN

(13)

ix

Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.

Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan, menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.

Rancangan setiap Modul PKBN, merupakan “Paket Pembelajaran” yang disusun ke dalam 7 (tujuh) kategori sebagai berikut :

A. MATERI / BAHAN AJAR B. KELOMPOK PESERTA PKBN

C. STANDAR KOMPETENSI PER KELOMPOK PESERTA

D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA F. METODE EVALUASI HASIL BELAJAR PER KELOMPOK PESERTA G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2019

Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

(14)

x

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. PENGANTAR MODUL PKBN ……… i DAFTAR ISI ……….. ix DAFTAR GAMBAR ………...……….. DAFTAR TABEL ………. A. MATERI / BAHAN AJAR ……… Bagian I : PEMAHAMAN KEARIFAN LOKAL ………... 1

1. Pengertian Kearifan Lokal ……… 1

2. Dimensi Kearifan Lokal ….……….……….. 2

3. Ciri-Ciri Kearifan Lokal ……… 4

4. Fungsi Kearifan Lokal ……… 5

5. Wujud Kearifan Lokal ………. 5

Bagian II : KEARIFAN LOKAL DALAM KETAHANAN NASIONAL ……..…………. 7

1. Ketahanan Nasional ……….…….. 7

2. Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional ………….. 8

Bagian III : KEARIFAN LOKAL DALAM KEWASPADAAN NASIONAL ………. 17

1. Kewaspadaan Nasional ... 17

2. Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Kewaspadaan Nasional …,…. 18 Bagian IV : PERANAN KEARIFAN LOKAL DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT ……….………..……. 27

1. Masyarakat Indonesia ……….………..…..…………. 28

2. Lingkup Pendidikan ……….………..………. 27

a. Jalur Pendidikan Informal …….………... 29

b. Jalur Pendidikan Formal ……… 30

c. Jalur Pendidikan Nonformal ………. 32

3. Lingkup Masyarakat ………. 33

4. Lingkup Pekerjaan ……….. 34

Bagian V : REVITALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA ……….. 37

i iii x xii xii 1 1 1 2 4 5 6 7 7 8 17 17 18 27 27 28 29 30 32 33 34 37

(15)

xi

B. KELOMPOK PESERTA PKBN ……… C. STANDAR KOMPETENSI ……….

1. Pengertian ………. 2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat ……… 3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup ………..

D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN ………. 1. Pengertian ………. 2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat ……….. 3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup ………..

E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN ……… 1. Pengertian ……….. 2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat ………. 3. Matriks Sarana/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup ………

F. METODE EVALUASI ……….. 1. Pengertian ……… 2. Garis Besar Metode Evaluasi di setiap Tingkat ……….. 3. Matriks Metode Evaluasi di setiap Lingkup ………..

G. PENGUATAN (Reinforcement) PEMBELAJARAN ………... DAFTAR PUSTAKA ……… 43 45 45 48 49 51 51 59 60 62 62 63 64 65 65 67 68 69 74

(16)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN ……….…… Gambat 2 : Desain Instruksional Modul PKBN ……….………. Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul Kearifan Lokal ………..…………

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kelompok Lingkup Pendidikan ……… Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C) …………. Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A) ……… Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilaku (Psikomotorik : P) ……… Tabel 5 : Standar Kompetensi – Kearifan Lokal di setiap Tingkat ………..….. Tabel 6 : Matriks Standar Kompetensi – Kearifan Lokal ……….…… Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Kearifan Lokal di setiap Tingkat ……….…. Tabel 8 : Matriks Metode Pembelajaran – Kearifan Lokal ……….. Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Kearifan Lokal ………..…. Tabel 10 : Metode Evaluasi – Kearifan Lokal di setiap Tingkat ……….… Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Kearifan Lokal ……….……...……

iv viii xiii 43 45 46 47 48 49 59 60 64 67 68

(17)

xiii

Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul KEARIFAN LOKAL

Contoh Gerakan antara lain: 1. Gerakan revitalisasi kearifan lokal

di bidang medis - obat herbal 2. Gerakan revitalisasi kearifan lokal

di berbagai daerah yang menga-jarkan budaya malu korupsi dsj. 3. Gerakan revitalisasi kearifan lokal

mll penggalian & pelestarian berbagai tradisi, pranata lokal dsj 4. Gerakan revitalisasi kearifan lokal

untuk menangkal provokasi, pro-paganda radikalisme, hoaks dsj 5. Gerakan revitalitasi kearifan lokal

di bidang peradilan

DESAIN INSTRUKSIONAL - MODUL KEARIFAN LOKAL

(18)

1

Bagian I

PEMAHAMAN KEARIFAN LOKAL

1. Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan lokal dalam bahasa asing disebut local wisdom yang artinya kebijaksanaan setempat /daerah, atau local knowledge yang artinya pengetahuan setempat/ daerah, atau local genius yang artinya kecerdasan setempat/daerah, merupakan sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis dan situasional yang bersifat lokal atau bersifat daerah setempat.1

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas, yang dilakukan masyarakat lokal dalam mengatasi berbagai masalah dalam upayanya memenuhi kebutuhan mereka yang meliputi seluruh aspek kehidupan seperti antara lain: agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian, dengan cara memperhatikan sumber daya alam di lingkungannya.2

Kearifan lokal sudah ada di dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah hingga saat ini, kearifan lokal merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat, dapat berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, dan aturan khusus.

Kearifan lokal terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, lahir dan berkembang dari generasi ke

1 Saini Kosim (K.M), Kearifan Lokal di arus Global. Pikiran Rakyat, Edisi 30 Juli 2005

2 Departemen Sosial, Memberdayakan kearifan lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil. Artikel Edisi 20 November

2006. http://www.depsos.go.id

(19)

2

generasi, bertahan dan berkembang dengan sendirinya tanpa ada pendidikan dan pelatihan, dan tanpa adanya ilmu dan teknologi yang mendasarinya. Tumbuh-kembangnya kearifan lokal berangkat dari upaya menyelaraskan dengan kondisi lingkungan fisik dan biologisnya, kemudian meyakini kebenarannya, melalui kebiasaaan untuk mempraktikannya tradisi ini kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Generasi berikutnya terkondisikan menerima kebenaran tersebut dan mempercayainya misalnya berkaitan dengan pantangan, nilai, standar perilaku dan sebagainya. Acapkali generasi-generasi berikutnya tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut.3

Kearifan lokal dimaknai sebagai budaya lokal yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, mantra, petuah, semboyan, kitab-kitab kuno, tarian, sistem pengobatan, makanan kesehatan, sistem mata pencaharian, sistem kepercayaan dan perilaku manusia sehari-hari. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan hidup kelompok masyarakat tertentu, yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap perilaku mereka sehari-hari, artinya telah terinternalisasi dan terejawantahkan dalam sikap dan perilaku.

2. Dimensi Kearifan Lokal

Menurut Jim Ife (2002) dalam Cecep Eka Permana,4 mengungkapkan bahwa kearifan lokal meliputi enam dimensi, yaitu:

a. Dimensi Pengetahuan Lokal

Pengetahuan yang diperoleh ketika mereka mampu beradaptasi dan menguasai alam disekitarnya. Hal ini terjadi karena masyarakat mendiami suatu daerah dalam waktu yang cukup lama dan telah mengalami perubahan sosial yang ber-variasi, yang mendorong mereka untuk belajar beradaptasi

3 Cecep Eka Permana, Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana, (Wedatama Widya Sastra, 2010),

hal. 3

4 Ibid, hal. 4-6

Jim Ife, Community Development, Creating Community Alternatif Vision Analysis and Practice, (Australia: Longmann, 2002)

(20)

3

dengan lingkungan-nya. Pengetahuan lokal antara lain meliputi pengetahuan tentang perubahan dan siklus iklim kemarau-penghujan, jenis-jenis fauna dan flora, kondisi geografi, demografi, dan sosiografi.

b. Dimensi Nilai Lokal

Nilai-nilai lokal merupakan nilai-nilai yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam, Nilai-nilai lokal yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotanya. Nilai-nilai tersebut memiliki dimensi waktu berupa nilai masa lalu, masa kini, dan masa datang. Nilai-nilai tersebut akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya.

c. Dimensi Keterampilan Lokal

Keterampilan lokal bagi setiap masyarakat dipergunakan sebagai kemampuan bertahan hidup (survival). Keterampilan lokal dari yang paling sederhana seperti berburu, meramu makanan dan obat, bercocok tanam sampai membuat industri rumah tangga. Keterampilan lokal ini biasanya hanya cukup dan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya masing-masing atau disebut dengan ekonomi subsistensi.

d. Dimensi Sumber Daya Lokal

Sumber daya lokal pada umumnya adalah sumber daya alam yaitu sumber daya yang tak terbarui dan yang dapat diperbarui. Masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan mengeksploitasi secara besar-besaran atau dikomersialkan. Sumber daya lokal ini sudah dibagi peruntukkannya seperti hutan, kebuh, sumber air, lahan pertanian, dan pemukiman. Kepemilikan sumber daya lokal ini biasanya bersifat kolektif.

e. Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal

Pada dasarnya setiap masyarakat memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat. Masing-masing mempunyai mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Ada masyarakat yang melakukan secara demokratis atau duduk sama rendah

(21)

4

berdiri sama tinggi. Ada juga masyarakat yang melakukan secara hierarkis, bertingkat atau berjenjang.

f. Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal

Suatu masyarakat umumnya dipersatukan oleh ikatan komunal untuk membentuk solidaritas lokal. Setiap masyarakat mempunyai media-media untuk mengikat warganya, seperti misalnya dilakukan melalui ritual keagamaan atau berbagai upacara adat. Masing-masing anggota masyarakat saling memberi dan menerima sesuai dengan bidang dan fungsinya masing-masing seperti dalam solidaritas mengolah tanaman padai dan kerjabakti gotong-royong.

3. Ciri-Ciri Kearifan Lokal

Dalam ilmu antropologi, seperti yang dikemukakan oleh Haryati Soebadio dalam Ayatrohaedi (1986), bahwa kearifan lokal yang dimaknai sebagai local genius adalah juga merupakan cultural identity yaitu identitas atau kepribadian budaya suatu bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai dengan watak dan kemampuannya sendiri.5 Sementara itu, Moendardjito mengatakan bahwa unsur budaya daerah berpotensi sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah:6

a. Mampu bertahan terhadap budaya luar;

b. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar;

c. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli;

d. Mempunyai kemampuan mengendalikan

e. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya

Menurut I Ketut Gobyah kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal

5 Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), (Jakarta : Pustaka Jaya 1986), hal. 18-19 6 Ibid, hal. 40-41

(22)

5

merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, nilai yang terkandung di dalamnya sangat universal.7

4. Fungsi Kearifan Lokal

Menurut Nyoman Sirtha dalam Irene Mariane (2014),8 mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, etika, keperca-yaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya macam dan hidup dalam budaya masyarakat, fungsinya menjadi bermacam-macam, antara lain:9

a. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam; misalnya keyakinan celako kumali dari suku Serawai Bengkulu, bermakna melestarikan lingkungan melalui tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak; b. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan

dengan upacara daur hidup, misal: konsep kanda pat rate (dari benih hingga kematian), kearifan lokal Bali; konsep upacara mitoni, tedak siti dari Jawa; c. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; d. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan;

e. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat, upacara daur pertanian di desa Using di Kemiren Jawa Timur;

f. Bermakna etika dan moral yang terwujud misalnya dalam upacara ngaben Bali;

g. Bermakna politik, misalnya dalam upacara nangluk merana untuk memohon keselamatan Bali agar dijauhkan dari hal-hal yang negatif, terutama sejumlah bencana yang terjadi selama ini di Nusantara.

7 I Ketut Gobyah, Berpijak Pada Kearifan Lokal, disari dan dikutip dalam: http://www.balipos.co.id 8 Irene Mariane, Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan Adat, PT RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 112-113 9 Ibid

(23)

6

5. Wujud Kearifan Lokal

Dalam masyarakat Indonesia, kearifan lokal dapat ditemui dalam berbagai wujud diantaranya:10

a. Wujud nyata, tersurat atau kasat mata (tangible) 1) Tekstual, antara lain:

Sistem nilai atau kepercayaan, sistem produksi, ramuan pengobatan herbal, tata cara/aturan, kitab tradisional primbon, kalender dan prasi (budaya tulis di atas lembaran daun lontar), naskah cerita, dongeng, gambar ilustrasi, ramuan makanan tradisional yang diwariskan turun-temurun, teks nyanyian / tembang, peribahasa atau kata-kata bijak 2) Bangunan / Arsitektural, antara lain:

Bangunan-banguan tradisional yang merupakan cerminan dari bentuk kearifan lokal a.l: leuit (lumbung), rumah rakyat Baduy, Nias, Bengkulu 3) Benda Cagar Budaya, Tradisional atau Karya Seni, antara lain:

Keris, candi, angklung, motif-motif batik, permainan, tarian dll. b. Wujud tidak nyata, tersirat tidak kasat mata (intangible)

Sasanti (wejangan, nasehat, petuah), disampaikan secara verbal dan turun termurun yang dapat berupa kata-kata yang diucapkan atau disampaikan sambil bernyanyi/nembang/kidung.

10 Hubungan Kearifan Lokal dengan Kebudayaan, disari dan dikutip dari:

(24)

7

Bagian II

KEARIFAN LOKAL DALAM KETAHANAN NASIONAL

1. Ketahanan Nasional

Seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa, kearifan lokal merupakan sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis dan situasional yang bersifat lokal atau bersifat daerah setempat.11

Kearifan lokal merupakan jatidiri bangsa. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal yang merupakan pencerminan sikap, perilaku, dan tata nilai komunitas pendukungnya. Kearifan lokal itu dapat digali dari berbagai sumber yang hidup di masyarakat, yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi leluhurnya dalam berbagai bentuk seperti pepatah, tembang atau nyanyian, kata bijak dan berbagai bentuk lainnya. Kearifan lokal itu sarat nilai yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan masa kini yang dapat memperkuat kepribadian dan karakter masyarakat, serta sekaligus sebagai penyaring pengaruh budaya dari luar.12

Sedangkan hakikat ketahanan nasional adalah ketangguhan dan keuletan bangsa yang terdiri dari beragam masyarakat lokal, yang mencerminkan kekuatan nasional untuk dapat menghadapi berbagai bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri, yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas atau jatidiri bangsa dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Untuk itu ketahanan nasional haruslah berlangsung sejak dini, terus menerus, terpadu dan sinergis.13

11 Saini Kosim (K.M), 2005. Op.cit

12 Mustakim, Bahasa sebagai Jati diri Bangsa, (Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan), disari dan dikutip dari: https://badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/bahasa-sebagai-jati-diri-bangsa-0

13 Wawasan Kebangsaan Guna Meningkatkan Ketahanan Nasional, (Kementerian Pertahanan RI, 2017), diunduh dari:

(25)

8

Oleh karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam masyarakat lokal yang bersatu padu membangun bangsa Indonesia, maka keterpaduan dari ketahanan masing-masing masyarakat lokal dalam menghadapi ancaman integritas, jatidiri bangsa serta kelangsungan hidup bangsa dan negara yang dicerminkan melalui kearifan lokal setiap masyarakat lokal di seluruh Indonesia, sangatlah penting untuk dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan, demi kelangsungan hidup bangsa dan negara.

2. Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional

Dalam perspektif Ketahanan Nasional, pertahanan negara Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dinamika kondisi yang terkait dengan asta gatra (delapan unsur) kehidupan nasional yaitu gatra: geografi, sumber kekayaan alam, demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Konsep keseimbangan dan saling keterkaitan antar satu gatra dengan gatra lainnya serta sistem pertahanan negara yang bersifat kesemestaan, merefleksikan adanya keterhubungan yang kuat antara kondisi Ketahanan Nasional dengan Pertahanan Negara secara menyeluruh. Oleh karena itu, pembinaan dan pengkondisian ketahanan nasional dalam berbagai aspeknya, akan menentukan pertahanan negara, baik di masa damai maupun di masa perang. Setiap perubahan kondisi ketahanan nasional bangsa, dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap kualitas pertahanan negara dalam implementasinya.14

Kearifan lokal dalam ketahanan nasional akan dikupas berdasarkan asta-gatra ketahanan nasional yang saling berhubungan 15 sebagai berikut:

a. Gatra Geografi, yang mencerminkan letak dan kedudukan geografi Indonesia dalam menghadapi tantangan pembangunan berkelanjutan yang senantiasa harus mempertimbangkan kearifan lokal yang berkenaan dengan antara lain: kondisi iklim dimana kepulauan Indonesia terletak di daerah khatulistiwa, kondisi lingkungan di wilayah pantai maupun daratan dan sebagainya. Kearifan lokal yang perlu di pertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal antara lain: Ajaran Pikukuh (ketentuan adat pokok) masyarakat Baduy di desa

14 Ibid

(26)

9

Kaniekes, Kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak Propinsi Banten, yang mengajarkan antara lain: “gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang diruksak” artinya gunung tidak boleh dihancurkan, lembah/sumber air tidak boleh dirusak. Ajaran pikukuh Baduy tentang mitigasi bencana tersebut secara operasional dituangkan dalam praktik hidup sehari-hari sebagai berikut:16

1) Mitigasi bencana kebakaran hutan dengan peduli terhadap gejala alam dan kehati-hatian dalam bertindak. Waktu untuk membakar daun-daun, ranting, dan dahan dari sisa-sisa tebangan pembukaan ladang (huma) selalu mengacu pada ketentuan adat melalui perhitungan dan melihat bintang (bintang kidang). Selain itu, teknis pembakaran juga dilakukan secara ketat dan hati-hati, sehingga api tidak merambat ke luar huma. 2) Mitigasi bencana gempa dengan peduli terhadap struktur dan

konstruksi bangunan baik rumah, maupun lumbung dan bangunan lainnya. Tiang-tiang bangunan Baduy yang berdiri di atas umpak batu kali, serta bahan-bahan bangunan alami dan konstruksi yang tidak kaku bertujuan menjaga fleksibilitas atau kelenturan bangunan ketika terjadi guncangan gempa.

3) Mitigasi bencana banjir dengan peduli terhadap hutan dan air. Adanya hutan larangan, hutan titipan, hutan dudungusan, dan hutan tua (leuweung kolot) yang dianggap suci atau keramat dan tidak boleh dieksploitasi, maka hutan dan air akan terjaga kelestariannya. Dengan menjaga hutan dan air, berarti sekaligung berfungsi sebagai mitigasi bencana erosi dan tanah longsor.

b. Gatra Sumber Kekayaan Alam, yang mencerminkan keadaan dan kekayaan alam dalam menghadapi ancaman terhadap ketersediaan sumber kekayaan alam yang menjadi modal dasar pembangunan berkelanjutan. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal a.l:17

16 Cecep Eka Permana, op.cit, hal. 140-141

17 5 Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming!, disari dan dikutip dari :

https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-kearifan-lokal-ini-bantu-kurangi-efek-global-warming-c1c2

(27)

10

1) Sistem Sasi, larangan bagi masyarakat adat di Maluku terutama Kabupaten Maluku Tengah, Kota Tual, Maluku Tenggara dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, untuk melakukan penangkapan ikan, mengambil kerang-kerangan jenis lola, batulaga atau japing-japing, secara berlebihan sehingga merusak lingkungan. Perintah larangan bagi warga mengambil hasil kelautan atau pertanian sebelum waktu yang ditentukan, namun pada saatnya masyarakat dapat melakukan panen bersama-sama sehingga masyarakat benar-benar merasakan hasil kerja keras yang mereka lakukan.

2) Ilmu Tiga Hutan, bagi suku Sakai di Riau, hutan adalah harta yang harus di rawat sebaik-baiknya. Suku Sakai membagi wilayah hutan mereka menjadi tiga bagian, yaitu hutan adat, hutan larangan, dan hutan perladangan. Di hutan adat penduduk hanya boleh mengambil rotan, damar, dan madu lebah, tanpa menebang pohonnya. Sedangkan hutan larangan sama sekali tidak boleh diusik. Sementara hutan perladangan boleh ditebang untuk dijadikan ladang tapi tidak semua pohon boleh ditebang, misalnya pohon sialang yang menjadi tempat lebah madu. 3) Ilmu Perladangan Gilir Balik, Suku Dayak Bantian di Kalimantan Timur

menanam padi, sayuran, rotan, dan buah-buahan di hutan. Mereka menggunakan sistem perladangan gilir balik. Mereka membuka hutan untuk dijadikan ladang selama 2 tahun, setelah itu mereka mencari ladang baru dan membiarkan ladang lama menjadi hutan kembali. Begitu seterusnya dan tidak semua hutan boleh dijadikan ladang.

c. Gatra Demografi, yang mencerminkan keadaan dan kemampuan warga

negara Indonesia dalam menghadapi tantangan terkait kualitas sumber daya manusia yang mengelola dan melestarikan sumber daya alam yang ada. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal a.l.:

Budaya 'Sasi' di Maluku Jaga Potensi Perikanan, disari dan dikutip dari : https://republika.co.id/berita/ng1zfu/budaya-sasi-di-maluku-jaga-potensi-perikanan

(28)

11

1) Awig-Awig, merupakan aturan adat yang harus ditaati oleh warga masyarakat Lombok Barat dan Bali, yang menjadi pedoman untuk bertindak dan bersikap terutama dalam berinteraksi dan mengolah sumber daya alam dan lingkungan di daerah Lombok Barat dan Bali18 2) Falsafah hidup masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya dalam

membangun kualitas warga masyarakat, hingga saat ini tetap diyakini dan dijalani karena falsafah hidup karuhunnya. Menjalani falsafah karuhun, berarti menghormati para karuhun itu, sebagai berikut:19

a) Falsafah tentang kesabaran

Baturmah ngedok nopeng ngigel rongeng monyet, tjomeng aya hargana, keur sewu putu diponyok, diseungeseurikeun, dihina, disapiakeun, ditarimakeun”

artinya untuk anak cucu warga Naga, walaupun diejek, ditertawai, disepelekan dan dihina orang seperti monyet jelek, sebaiknya diterima saja jangan marah.

b) Falsafah jangan serakah

Ulah bogoh kuleudokna, ulah kabita kudatarna, makaya dina luhur batu disairan kutanguh,moal luput akaran”. Legana ngan saukuran talapak munding sok mun eling moal luput mahi” artinya manusia tidak ada puasnya, karena itu harus sadar untuk tidak serakah.

c) Falsafah kemasyarakatan

“Perlu kanu nagajuru, wajib kanu gearing, utama kanu hilang”, artinya jika ada yang melahirkan, yang sakit dan terutama yang meninggal harus ditengok

d) Falsafah tentang karakter

Tidak “ngawadul” artinya tidak berbohong, tidak “ngadu” artinya tidak berjudi atau nyabung ayam, tidak “ngumadat” artinya tidak

18 Jenis Kearifan Lokal Yang Ada di Indonesia, disari dan dikutip dari:

http://awig-awig.blogspot.com/2011/07/jenis-kearifan-lokal-yang-ada-di.html

(29)

12

kecanduan obat-obatan atau narkoba, tidak “ngawadon” artinya tidak main perempuan.

Jika warga masyarakat melanggar adat Naga, mereka terkena sanksi adat yaitu tidak diakui lagi sebagai keturunan se-Naga. Bagi masyarakat kampung Naga sanksi tersebut dirasakan lebih berat daripada sanksi yang bersifat fisik.

d. Gatra Ideologi, yang mencerminkan kondisi ideologi bangsa dalam menghadapi ancaman ideologi yang bertentangan dengan Pancasila sebagai pedoman bangsa Indonesia dalam menjaga kesatuan, persatuan, dan keutuhan negara dimana bangsa Indonesia terdiri dari keanekaragaman yang tinggi sehingga dapat berpotensi terjadinya perpecahan, perselisihan, dan konflik internal. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal antara lain:20

Masyarakat Tenganan Pegringsingan Bali, menunjukkan kehidupan yang mendasarkan pada pola-pola yang bersifat kolektif dan tradisional yang sangat menjunjung tinggi dan memelihara prinsip persatuan, kesatuan, serta kebersamaan karena semua itu merupakan bagian tanggung jawab terhadap kelestarian dan kesucian desa. Aplikasi pola-pola kehidupan kolektif yang menjunjung tinggi kebersamaan bagi masyarakat Tenganan Pegringsingan dapat dilihat dalam kedudukan dan fungsi mereka terhadap desa adat, tradisi, dan kebiasaan dalam pelestarian nilai-nilai sosial budaya, hubungan-hubungan yang diberlakukan dan dikembangkan dalam kehidupan masya-rakatnya, asosiasi dalam sistem pengolahan pertanian. Hal ini didasari oleh beberapa faktor antara lain:

1) Sistem perkawinan yang bersifat endogamy, adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang sama. 2) Sistem pengelompokan yang tidak berbasis top-down atau atas-bawah; 3) Tidak adanya kasta;

20 Ibid, hal. 149-150

(30)

13

4) Sistem kepemimpinan “kekeluargaan” yang berlaku; 5) Sistem pemukiman berdasarkan aturan adat.

Kesemua sistem tersebut memberikan kontribusi yang cukup bagi keberadaan dan terpeliharanya suatu kehidupan desa adat.

e. Gatra Politik, yang mencerminkan kondisi kehidupan politik bangsa yang berlandaskan demokrasi politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam menghadapi ancaman yang berkaitan dengan pengelolaan asset milik bangsa Indonesia secara bersama-sama, saling mendukung satu sama lain dalam pembangunan dan memberi rasa aman serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan antara lain: Tradisi Huyula masyarakat Gorontalo, merupakan tradisi gotong-royong yang menjadi ciri khas kepribadian masyarakat Gorontalo yang telah dibina secara turun-temurun. Huyula bagi masyarakat Gorontalo merupakan suatu sistem tolong menolong antara anggota-anggota masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama yang didasarkan pada solidaritas sosial melalui ikatan keluarga tetangga dan kerabat.21 Huyula adalah pernyataan kebersamaan dalam membangun, atau kebiasaan memusyawarahkan setiap kebijakan yang akan diambil yang berhubungan dengan kepentingan dan hajat hidup orang banyak.22

e. Gatra Ekonomi, yang mencerminkan kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila, dalam menghadapi ancaman yang berkaitan dengan pemerataan distribusi kebutuhan warga negara yang berperan langsung dalam kekuatan nasional suatu negara misal meminimalkan tingkat kemiskinan. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal antara lain:23

21 Rasid Yunus, Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai Penguat Karakter Bangsa: Studi Empiris tengang

Huyula, (Deepublish, Grup Penerbit CV Budi Utama, 2014), hal. 45

22 F. Mohammad, dkk. Menggagas Masa Depan Gorontalo, (Yogyakarta: HPMIG Pres, 2005), hal.320 23 Peningkatan Kesejahteraan Berpijak pada Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari:

https://news.okezone.com/read/2009/08/07/95/245845/peningkatan-kesejahteraan-berpijak-pada-kearifan-lokal

(31)

14

1) Tradisi perahu sande suku Mandar di Sulawesi Barat. Menurut Christian Pelras (1996)24 keulungan pelaut orang Mandar tidak bertumpu pada armada perang yang hebat atau benteng tebal dan besar, tetapi pada tiga bentuk teknologi perikanan yang mereka kembangkan, yakni: rumpon, menangkap ikan sambil menghanyut, dan perahu sande. Teknologi perikanan yang telah dikembangkan secara turun-temurun ini telah mampu menstimulasi peningkatan ekonomi masyarakat nelayan di Mandar. Pelajaran itu menunjukkan bahwa kreativitas lokal yang berpijak pada kearifan lokal telah membuat masyarakat sejahtera.

2) Sistem Subak di Bali, merupakan teknologi tradisional pemakaian air secara efisien dalam pertanian. Metode Subak, lewat saluran pengairan yang ada pembagian aliran berdasarkan luas areal sawah dan masa pertumbuhan padi dilakukan dengan menggunakan alat bagi yang terdiri dari batang pohon kelapa atau kayu tahan air lainnya. Kayu ini dibentuk sedemikian rupa dengan cekukan atau pahatan dengan kedalaman berbeda sehingga debit air yang mengalir di satu bagian berbeda dengan debit air yang mengalir di bagian lainnya. Kayu pembagi air ini dapat dipindah-pindah dan dipasang diselokan sesuai dengan keperluan, yang pengaturannya ditentukan oleh Kelihan Yeh atau petugas pengatur pembagian air.25

g. Gatra Sosial Budaya, yang mencerminkan kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, dalam menghadapi ancaman berkaitan dengan merosotnya nilai moral dan pandangan masyarakat terhadap rasa dan jiwa nasionalisme agar tidak mudah terpengaruh dengan budaya luar terutama paham-paham tertentu yang dapat menimbulkan perpecahan dan konflik internal, serta mendorong rasa cinta terhadap produk dalam negeri. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal antara lain: Beberapa

24 Christian Pelras, The Bugis, (Wiley-Blackwell, 1996) 25 Jenis Kearifan Lokal Yang Ada di Indonesia, op cit.

(32)

15

peribahasa dari Lembah Baliem Wamena, Kabupaten Jayawijaya Papua yang mencerminkan nilai-nilai moral yang menjadi perekat bangsa, antara lain:26 1) “Apuni inyamukut werek holok yugunat tosu”, artinya berbuatlah

sesuatu yang terbaik terhadap sesama. Maksudnya, seringkali ini diucapkan oleh orangtua kepada anak-anaknya bahwa jika bertemu dengan orang-orang miskin, orang-orang kumal, orang buta-tuli, orang sakit, anak yatim piatu, kasihanilah semuanya. Berilah dan berpihaklah kepada mereka, Jangan pandang kerugiannya, karena melakukan perbuatan baik adalah perbuatan yang mendatangkan rezeki berlimpah dan menjadi panjang umur.

2) “Hepuru nyruak legesonongen nekarek”, artinya pada saat makan jangan menundukkan kepalamu. Maksudnya, jika makan bersama-sama dengan orang lain, dirumah maupun di tempat pesta maka harus melihat sesama yang ada disekeliling. Belum tentu orang yang berada di sekitar kita mendapatkan bagian makanan yang sama dengan yang kita makan. Jika menemui hal demikian lebih baik makananmu diberikan kepada orang tersebut. Ini menunjukkan rasa kasih sayang yang sangat tinggi.

3) “Eki tegoko legarekhak lilik halok hapukhogo welagecarek”, artinya bagaikan ranting kayu yang hanyut di arus. Nasehat untuk orang Baliem Wamena yang merantau. Maksudnya jikalau suatu saat nanti kalian pergi merantau ke negeri orang, pertama-tama membawa diri di lingkungan masyarakat dengan sopan agar disenangi banyak orang. Bekerjalah dengan tekun agar dipandang sebagai orang yang tahu bekerja, melalui keuletan kerja itulah hasilnya akan bisa dinikmati sendiri dan juga dinikmati orang lain.

26 Joko Martono, Beberapa Peribahasa dari Lembah Baliem Wamena, disari dan dikutip dari:

https://www.kompasiana.com/jk.martono/5af9f4ecab12ae1c9c6e3af2/beberapa-peribahasa-dari-lembah-baliem-wamena?page=all.

Cerita Rakyat dan Ungkapan Peribahasa Daerah Lembah Baliem Wamena, Kabupaten Jayawijaya, (Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Papua, 2003)

(33)

16

Kehidupan warga di lembah Balem berpakaian sehari-hari sepert kita pada umumnya, mereka tidak mengenakan koteka,

h. Gatra Pertahanan dan Keamanan, yang mencerminkan kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat untuk senantiasa memelihara dinamika stabilitas pertahanan keamanan negara, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya, dalam menghadapi berbagai ancaman baik yang bersumber dari dalam negeri maupun yang dari luar negeri. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal antara lain: 1) Hompongan dari masyarakat Rimba-Jambi. Hompongan merupakan hutan

belukar yang melindungi kawasan inti pemukiman orang rimba di kawasan taman nasional bukit dua belas Jambi, yang sengaja dijaga keberadaannya yang berfungsi sebagai benteng pertahanan dari gangguan pihak luar.

2) Pelaksanaan Siskamling di kampung Kotagajah Timur, Lampung. Kepala kampung berperan sebagai koordinator, fasilitator dan motivator. Selain itu kepala kampung dalam perencanaan dengan membuat pertemuan untuk membahas teknis serta jadwal siskamling.27

Ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya, menuju kejayaan bangsa dan negara. Hakikat ketahanan nasional adalah ketangguhan dan keuletan bangsa yang mengandung kemampuan yang memperlihatkan kekuatan nasional untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, sebagai warga negara Indonesia haruslah memiliki ketahanan nasional, agar bisa menghadapi tantangan sekaligus melawan ancaman dari negara lain. Bukan hanya dalam aspek keamanan, tetapi juga aspek mempertahankan wilayah beserta seluruh sumber kekayaan alam yang ada di dalamnya, juga mempertahankan aspek politik, ideologi, ekonomi dan sosial-budaya.28

27 Atika Dwi Lestari dkk, Peranan Kepala Kampung Dalam Pelaksanaan Siskampling, disari dan dikutip dari:

https://media.neliti.com/media/publications/250847-peranan-kepala-kampung-dalam-pelaksanaan-d488e122.pdf

28 Indonesia Butuh Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, disari dan dikutip dari:

https://www.suaramerdeka.com/news/baca/180686/indonesia-butuh-wawasan-nusantara-dan-ketahanan-nasional

(34)

17

Bagian III

KEARIFAN LOKAL DALAM KEWASPADAAN NASIONAL

1.

Kewaspadaan Nasional

Kewaspadaan adalah manifestasi aktual dari kemampuan intelektual manusia dengan sadar untuk menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi, dan mengambil keputusan sebagai pilihannya yang baik dan benar. Dengan demikian kewas-padaan nasional adalah sikap mental suatu bangsa untuk selalu siap menghadapi segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) yang timbul setiap saat.29

Kewaspadaan nasional juga dimaknai sebagai suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dari suatu potensi ancaman.

Kewaspadaan nasional dapat juga merupakan suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk mampu mendeteksi, mengantisipasi sejak dini, dan melakukan aksi pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayan NKRI serta keselamatan segenap bangsa Indonesia.30

Kearifan lokal merupakan sikap, pandangan, dan kemampuan masyarakat lokal di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas tersebut daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Kemampuan yang melekat pada masyarakat lokal yang telah dibangun secara turun-temurun ini dapat menjadi kekuatan daya tangkal bangsa terhadap terpaan beragam ancaman dari dinamika perubahan zaman.

Berbagai ancaman yang diprediksi dapat menerpa kedaulatan, dan keutuhan wilayah NKRI, serta keselamatan segenap bangsa, dapat berupa ancaman militer atau ancaman belum nyata dan ancaman non militer atau ancaman nyata. Ancaman militer

29 Prof. Dr. Kaelan, MS, op.cit

(35)

18

yang datang dari luar negeri seperti invasi/agresi kampanye militer negara asing, serta pelanggaran kedaulatan wilayah udara, laut dan darat dari negara lain, berdasarkan perkiraan saat ini kemungkinannya kecil. Oleh karena itu, perkiraan ancaman yang lebih memungkinkan, yang patut diwaspadai dan harus segera ditangani adalah ancaman nonmiliter.

Ancaman nonmiliter adalah usaha atau kegiatan tanpa bersenjata yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan atau berimplikasi mengancam bangsa dan negara. Ancaman nonmiliter tidak secara langsung mengancam kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa, namun pada skala tertentu dapat bereskalasi atau berkembang luas sehingga mengganggu stabilitas nasional, yang pada akhirnya mengancam eksistensi negara.31

2. Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Kewaspadaan Nasional

Kearifan lokal selain sebagai jatidiri bangsa Indonesia, yang juga dapat berfungsi sebagai daya tangkal bangsa dalam menghadapi terpaan berbagai ancaman dan tantangan jika diberdayakan secara optimal.

Seperti yang telah dipaparkan di muka, Ancaman yang perlu diwaspadai pada masa kini dan masa yang akan datang adalah ancaman nonmiliter, sedangkan ancaman militer kemungkinan terjadinya kecil. Oleh karena itu fokus utama pada saat ini diprioritaskan pada bagaimana kearifan lokal dapat dimanfaatkan untuk mewaspadai ancaman nonmiliter. Ancaman nonmiliter antara lain dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi, social budaya, teknologi, keselamatan umum.32

a. Ancaman berdimensi Ideologi

Ancaman nonmiliter berdimensi ideologi adalah ancaman yang ditimbulkan akibat berkembangnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam kehidupan bermasyarakat ancaman ideologi yang harus diwaspadai antara lain: ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti ideologi transnasional yang

31 Strategi Pertahanan Negara, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2014)

32 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Strategis

(36)

19

dalam gerakannya kerapkali melakukan kegiatan yang bersifat anarkis, dikenal dengan kelompok radikal terorisme.33

Pada dasarnya ancaman ini bertujuan ingin memaksakan ideologi transnasional menjadi ideologi seluruh bangsa Indonesia. Hal ini bertentangan dengan ideologi Pancasila yang merupakan pandangan hidup seluruh masyarakat lokal di bumi Indonesia, yang telah merekat sebagai bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kearifan lokal perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan sebagai daya dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut, di antaranya sebagai contoh: Tri Hita Karana dari masyarakat Bali, adalah filsafat hidup multi dimensi masyarakat Bali yang masih relevan sampai zaman sekarang yang sudah moderen. Tri Hita Karana bermakna 3 hal, yaitu: hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia. 34

Konsep yang ada dalam kebudayaan Hindu-Bali yang berintikan keharmonisan hubungan antara Manusia-Tuhan, manusia, dan manusia-alam ini, merupakan tiga penyebab kesejahteraan antara manusia dengan lingkungan.35 Hal ini mencerminkan falsafah hidup berdampingan secara harmonis dengan semua ragam masyarakat lokal di seluruh Indonesia.

b. Ancaman berdimensi Politik

Beberapa bukti sejarah menunjukkan bahwa ancaman berdimensi politik dapat menumbangkan suatu rezim pemerintahan dan bahkan dapat menghancurkan suatu bangsa dan negara. Oleh karena itu di beberapa kondisi, politik dikatakan merupakan instrumen utama menggerakan perang. Dalam kehidupan bermasyarakat ancaman berdimensi politik yang perlu diwaspadai misalnya antara lain: disintegrasi bangsa yang dipicu oleh konflik horizontal atau konflik antar individu atau masyarakat lokal yang memiliki kedudukan yang sama atau setara, yang dapat melemahkan kekuatan pertahanan bangsa Indonesia dan

33 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.30

34 I Wayan Budiartawan. Tri Hita Karana filsafat hidup masyarat Bali

https://www.nusabali.com/berita/33077/tri-hita-karana-filsafat-hidup-masyarakat-bali

35 Yusuf Asry. Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara, Melalui Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural

Antara Pemuka Agama Pusat dan daerah di Provinsi Maluku Utara, Papua, Maluku (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2010)

(37)

20

NKRI.36 Oleh sebab itu, perlu mempertahankan dan menumbuh-kembangkan kearifan lokal sebagai daya dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut, di antaranya sebagai contoh:

1) Kegiatan Saman masyarakat Pandeglang, berfungsi sebagai kesenian, tarekat; jalan zikir dan ketenangan hati, serta simbol-simbol yang mempunyai kekuatan magis. Melalui kegiatan Saman masyarakat Pandeglang dapat menciptakan keharmonisan, kerukunan yang bersifat gotong royong dalam membangun kebersamaan sosial dan keagamaan di antara warganya, terutama bagi warga kelompok Saman, yang mengarah pada kehidupan bersama.37 Kegiatan ini mem-budayakan warganya untuk hidup rukun bersama dengan masyarakat lainnya dalam kesatuan bangsa Indonesia.

2) Pela Gandong (saudara yang dikasihi) dari masyarakat lokal Ambon (Maluku).

Pela gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua atau lebih negeri yang saling mengangkat saudara satu sama lain. Pela adalah suatu ikatan persatuan sedangkan gandong mempunyai arti saudara. Jadi pela gandong merupakan suatu ikatan persatuan dengan saling mengangkat saudara. Pela gandong sendiri sudah lama ada di Maluku, dan biasanya pela gandong itu terdiri dari dua negeri yang berlainan Agama (Islam dan Kristen). Hal itu tercipta dengan sendirinya karena suatu hal. Seperti halnya negeri Kailolo dan Tihulale yang berada di Kabupaten Maluku Tengah yang pada tanggal 2 Oktober 2009 dihadapan Gubernur Maluku saling mengangkat pela sebagai ikat saudara, konon ceritanya pada zaman pemerintahan kolonial Belanda sudah terciptanya hubungan yang saling menguntungkan antara kedua negeri tersebut yang mana pada tahun 1921 M ketika ada lomba perahu belang yang diadakan oleh pemerintah Belanda di daerah Maluku

36 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.30-32

37 Neneng Habibah. Fungsi Saman Pada Masyarakat Pandeglang : Studi Kasus di Desa Giri Jaya Kecamatan Saketi

dan Desa Batu Ranjang Kecamatan Cipeucang Kabupaten Pandeglang, (Jurnal PENAMAS, Vol. XXI, No.1, Th 2008), hal. 88.

(38)

21

Tengah kedua negeri tersebut berada dalam satu tim. Dalam satu tim itu kedua negeri berhasil memenangkan perlombaan sehingga timbulah suatu hubungan antara kedua negeri itu dengan akrab, dalam keakraban itu diperlihatkan pada saat negeri Kailolo sedang melakukan pembangunan Mesjid Nan Datu setahun kemudian, kemudian negeri Kailolo mengundang negeri Tihulale dan negeri Tihulale datang tanpa tangan kosong. Mereka membawa sejumlah kayu dan papan yang akan dipergunakan dalam pembangunan Mesjid. Sebaliknya beberapa tahun kemudian negeri Tihulale melakukan pembangunan Gereja Beth Eden, warga negeri Kailolo pun menyumbang banyak keramik. Kejadian barter ini terjadi pada sekitar tahun 1922 dan baru pada tahun2009 kira-kira mencapai 87 tahun kedua negeri ini baru melakukan ikrar sebagai ikatan orang basudara.38

c. Ancaman berdimensi Ekonomi

Oleh karena Ekonomi merupakan salah satu penentu posisi tawar setiap negara dalam hubungan dan pergaulan internasional, maka ekonomi sangat menentukan dalam pertahanan negara. Ancaman berdimensi ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat yang patut diwaspadai misalnya antara lain: penebangan kayu illegal.39 Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan sebagai daya dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut, misal sebagai contoh: Brubuh kearifan lokal masyarakat Jawa yang relevan dengan konsep pembangunan berkelanjutan untuk mewaspadai ancaman yang berdimensi ekonomi.

Brubuh adalah sistem penebangan kayu tradisional yang didasarkan atas perhitungan yang menggunakan sistem kalender pertanian Jawa yang sering kita kenal dengan istilah Pranata Mangsa. Di dalam konsep Brubuh, penebangan kayu tradisonal tidak dilakukan sembarang waktu, akan tetapi dilakukan pada musim-musim tertentu. Pranata mangsa memiliki 12 musim-musim (mangsa). Musim yang paling

38 Pengertian Pela dan Gandong sebagai Budaya Maluku, disari dan dikutip dari:

http://pelagandong.blogspot.com/2013/05/pengertian-pela-dan-gandong-sebagai.html

(39)

22

baik untuk melakukan Brubuh adalah mangsa tuwa (musim tua), yaitu mangsa Kasanga, Kasadasa, dan Dhesta. “Musim ini datang antara bulan Maret sampai Pertengahan Mei,” kata Peneliti Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Surono, M.A. ditemui di kampus UGM. Sistem Brubuh dinilai mampu menjaga kelestarian alam dan lingkungan yang saat ini semakin terancam keberlanjutannya. Kayu dari hasil tebangan dengan sistem Brubuh dinilainya lebih awet dan mampu membuat manusia untuk tidak setiap saat menebang kayu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dari hasil penelitian Surono, Brubuh masih diterapkan di desa-desa di sekitar kecamatan Bayat Klaten dan Dusun Bragasan, Trihanggo, Sleman.40 d. Ancaman berdimensi Sosial Budaya

Sebagian peperangan yang terjadi akhir-akhir ini, yang mendorong mengalirnya pengungsi dunia ke berbagai negara diakibatkan oleh sentimen-sentimen budaya, agama dan etnis, yang merupakan salah satu ancaman nonmiliter berdimensi social-budaya yang berdampak pada kehidupan bermasyarakat. Selain itu, ancaman berdimensi sosial budaya antara lain berupa isu-isu: konflik komunal, horizontal (SARA); bangkitnya semangat primordial sempit/menguatnya ego kedaerahan; konflik social warga dan friksi lintas batas negara; pengangguran; kebodohan; penyalahgunaan narkoba; kekerasan/anarkis (unjuk rasa anarkis, pengrusakan oleh massa); pergaulan bebas, gerakan LGBT dan penyakit social lainnya; dan penetrasi budaya asing.41 Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan sebagai daya dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut, di antaranya sebagai contoh:

1) Tradisi Tabot, merupakan salah satu upacara tradisional di Kota Bengkulu yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Muharam setiap tahun untuk memperingati gugurnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad Saw oleh keluarga Yazid dari kaum Syiah, dalam perang di Karbala pada 61 Hijriah. Pada perayaan Tabot seperti perayaan Sekaten di Yogyakarta, dilaksanakan berbagai pameran serta

40 Brubuh, Kearifan Masyarakat Jawa pada Lingkungan, disari dan dikutip dari :

https://ugm.ac.id/id/berita/9697-brubuh-kearifan-masyarakat-jawa-pada-lingkungan

(40)

23

lomba ikan-ikan, telong-telong (merupakan lampion dari kertas minyak yang dirangkai menyerupai berbagai macam bentuk seperti Ikan, Kuda, Udang, Singa, Monyet dll) serta kesenian lainnya yang diikuti oleh kelompok-kelompok kesenian yang ada di Propinsi Bengkulu sehingga menjadi ajang hiburan rakyat dan menjadi salah satu kalender wisata tahunan. Tabot sebagai local genius berperan sebagai perimbangan (counterbalance) terhadap pengaruh desakan dari luar yang begitu gencar. Local genius di sini dapat diartikan sebagai kecerdasan orang-orang setempat untuk memanipulasi pengaruh kebudayaan luar dan budaya yang telah ada menjadi wujud baru yang lebih indah, untuk mempertahankan jatidiri masyarakat yang berujung pada jatidiri bangsa Indonesia.42

2) Falsafah “Jou Se Ngofa Ngare” dari masyarakat adat Moloku Kie Raha,Ternate yang disimbolkan dalam “Goheba depolo romdidi” (dua kepala burung garuda), dan satu hati mengandung arti bahwa masyarakat Ternate sangat menghargai keanekaragaman kultural. Simbol ini juga melambangkan bahwa penguasa dan rakyat memiliki kesamaan derajat dan kesamaan tujuan demi tercapainya kesejahteraan bersama.

Kie Se Gam magogugu ma titi rara (enam sila dasar):

a) Adat se Atorang, merupakan hukum dasar yang dipatuhi dan disusun menurut kebiasaan yang dapat diterima masyarakat. b) Istiadat se kasabang, Lembaga adat dan kekuasaannya menurut

ketentuan.

c) Galib se Lakudi, kebiasaan lama yang menjadi pegangan suku bangsa diatur menurut sendi ketentuan.

d) Ngale se Dulu, bentuk budaya masing-masing suku bangsa dapat digunakan secara bersama sesuai dengan keinginan.

42 Harapandi Dahri, Tabot dan Konstribusinya Dalam Pengembangan Kerukunan Umat Beragama, (Penamas,

(41)

24

e) Sere se Diniru, tata kehidupan seni budaya dan kebiasaan yang timbul dalam pergaulan masyarakat yang diterima secara bersama. f) Cing se Cingare, pasangan wanita pria merupakan kesatuan yang

utuh dengan hak dan kewajiban masing-masing dijaga kelestariannya.

Keenam sila dasar ini menjadi ikatan yang menyatukan sistem kekerabatan dalam pergaulan masyarakat adat Moloku Kie Raha,Ternate. Kalau terjadi sengketa atau perselisihan dalam masyarakat maka sandaran penyelesaiannya dikembalikan kepada hukum dasar tersebut.43

e. Ancaman berdimensi Keselamatan Umum

Ancaman berdimensi keselamatan umum dapat terjadi akibat meningkatnya kerentanan masyarakat global terhadap munculnya berbagai wabah dari jenis penyakit baru, dan pandemik yang diakibatkan oleh dampak perubahan iklim serta meningkatnya mobilitas barang, jasa, manusia, dan hewan lintas negara serta praktek-praktek yang tidak alamian dan ramah lingkup. Ancaman berdimensi keselamatan umum dapat berupa : bencana alam (tsunami, gempa bumi, tanah longsor, erupsi gunung berapi, banjir, kebakaran hutan, putting beliung, kekeringan dan sejenisnya).44 Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan sebagai daya dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut, di antaranya sebagai contoh:

1) Omo Hada, mitigasi bencana masyarakat Nias.

Omo Hada adalah konstruksi yang lahir dari kepiawaian masyarakat adat Nias. Ujian terbaru terhadap Omo Hada adalah pada gempa bumi. Gempa meluluh lantahkan hampir seluruh bangunan di Pulau Nias, namun Omo Hada yang dibuat dari kayu tanpa paku masih tegap berdiri. Dengan usia mencapai 300 tahun, Omo Hada masih tegap berdiri. Konstruksinya cukup sederhana dan didesain ramah lingkungan. Sistem pondasi Omo Hada dibuat berdasarkan tinjauan kelenturan secara umpak, yakni batu-batu disusun rapi

43 Yusuf Asry, 2010, op.cit.

Gambar

Gambar 1 :  Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN
Gambar 2 :  Desain Instruksional Modul PKBN
Gambar 3 :  Desain Instruksional – Modul KEARIFAN LOKAL
Tabel 1: Kelompok Lingkup Pendidikan  Pendidikan  INFORMAL  Pendidikan                                FORMAL  Pendidikan                               NONFORMAL   Pendidikan Keluarga  1
+7

Referensi

Dokumen terkait