• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul PKBN SERI 4.2 PILIHAN PENCEGAHAN KORUPSI DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA ISBN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul PKBN SERI 4.2 PILIHAN PENCEGAHAN KORUPSI DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA ISBN:"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Modul PKBN SERI 4.2 PILIHAN

PENCEGAHAN KORUPSI

DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA

ISBN: 978-979-8878-19-0

Pengarah:

Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI Penyunting:

Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si. Penyusun:

Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara Desain Sampul:

Irene Angela, S.T. @ireneeangela Redaksi:

Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI

Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6 Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8 Jakarta Pusat 10110

Diterbitkan oleh:

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 13-14 Jakarta Pusat

Telp : 021-3828893

Fax : 021-3505210

Email : datin.pothan@kemhan.go.id Cetak Pertama – 2019

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

Hak Cipta dilindungi oleh Undang – Undang.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

(3)
(4)
(5)

i

KEMENTERIAN PERTAHANAN RI

DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

Om Swastyastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan.

Bapak, Ibu, Saudara-Saudara sebangsa dan setanah air.

Pengaturan Bela Negara dalam peraturan-perundang-undangan ini menjadi sangat penting terlebih mencermati perkembangan lingkungan strategis saat ini, baik di tingkat global, regional dan nasional yang menunjukkan multidimensionalitas ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Ancaman yang terjadi saat ini lebih didominasi ancaman nonmiliter, yang berdimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial budaya, berdimensi teknologi, keselamatan umum, bahkan dapat berdimensi legislasi, namun mengingat sifatnya yang sulit diprediksi, bukan tidak mungkin pada suatu saat, ancaman militerpun kemungkinan bisa terjadi. Oleh karena itulah, kesadaran Bela Negara setiap warga negara tersebut menjadi sangat penting sebagai wujud daya tangkal dan kesiapsiagaan warga negara, baik dalam menghadapi kompleksitas ancaman nonmiliter maupun bila suatu saat negara membutuhkan untuk menghadapi ancaman militer. Itulah sebabnya kesadaran Bela Negara juga sebagai landasan membangun sistem pertahanan negara baik dalam menghadapi ancaman nonmiliter maupun ancaman militer.

Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) adalah upaya menanamkan pengetahuan dan membentuk sikap mental dan perilaku serta tindakan warga negara yang memiliki kesadaran dan kemampuan Bela Negara. PKBN perlu dilaksanakan secara masif, terukur, terkoordinasi dan terstandarisasi di lingkup pendidikan, lingkup pekerjaan dan lingkup masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Untuk itu Kementerian Pertahanan membuat Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara, yang terdiri dari 1 Modul Ringkasan Eksekutif, 4 Modul Wajib dan 8 Modul Pilihan. Modul ini menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga termasuk di Kementerian Pertahanan sendiri, TNI, Polri, Pemerintah Daerah, dan komponen bangsa lainnya dalam menyelenggarakan Pembinaan Kesadaran Bela Negara di lingkungannya masing-masing.

Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad, Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah

penantian atas lahirnya aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Kini, Bela Negara telah menjadi norma hukum yang diatur secara khusus dalam Bab III Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang

Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Direktur Jenderal

(6)
(7)

iii

PENGANTAR MODUL

PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, Bab I Pasal 1 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Pertahanan Negara” adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan “Sumber Daya Nasional” adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan.

Dalam rangka mengimplementasikan amanat undang-undang tersebut, khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia Indonesia, yang dimaknai sebagai seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang memberikan daya dan usahanya untuk kepentingan bangsa dan negara. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, memadang perlu untuk melakukan program pembinaan kesadaran bela negara (PKBN). Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada warga negara guna menumbuh-kembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai dasar Bela Negara. Pada dasarnya pelaksanaan program PKBN ditujukan terutama untuk:

1. Menyadarkan seluruh warga negara Indonesia (WNI) akan pentingnya segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap bangsa dan negara, secara terus-menerus pantang menyerah, agar kesinam-bungan hidup bangsa dan negara dapat dipertahankan dari masa ke masa. 2. Membentuk sikap dan perilaku bela negara seluruh WNI yang mencerminkan

tekad, sikap dan perilaku WNI, baik secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI, yang

(8)

iv

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.

3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan jaman dari era ke era berikutnya.

Salah satu sarana untuk mendukung keberhasilan tujuan program PKBN, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan menyusun modul pembinaan kesadaran bela negara yang disingkat “Modul PKBN”, yang terdiri dari 12 judul pokok bahasan yaitu :

1. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia 2. Empat Konsensus Dasar Negara 3. Tataran Dasar Bela Negara 4. Wawasan Kebangsaan 5. Wawasan Nusantara 6. Kearifan Lokal 7. Ketahanan Nasional 8. Kepemimpinan

9. Sistem Pertahanan Semesta

10. Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme 11. Pencegahan Korupsi

12. Pengetahuan Cyber

Keduabelas judul pokok bahasan tersebut disusun dalam rancangan pembela-jaran atau kurikulum, yang mendasarkan pada upaya pencapaian tujuan program PKBN tersebut diatas. Secara garis besar di-ilustrasikan pada gambar 1 - Payung, berikut ini :

(9)

v

Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:

1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca 2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung

3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca

Kaitan pengembangan kurikulum program PKBN dengan ilustrasi payung tersebut dimuka, dalam penyusunan Paket Modul PKBN yang dirancang untuk mencapai tujuan program PKBN, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “kanopi” dalam “melindungi” bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun 2 (dua) modul yang dirancang sebagai berikut:

a. Modul Wajib 1, Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, dimana penekanan konten pada ranah “menyadarkan” warga negara agar terdo-rong untuk melakukan upaya bela negara, karena sejarah merupakan : 1) Sumber pelajaran sikap dan perilaku yang telah berhasil dilakukan oleh

para pendahulu bangsa, dalam upayanya mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

2) Sumber kesadaran waktu, yang menyadarkan seluruh WNI bahwa peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam sejarah merupakan sesuatu yang terus bergerak dari masa silam, bermuara ke masa kini, dan berlanjut ke masa depan. Hal ini menyadarkan warga negara bahwa sikap dan perilaku pada masa kini akan berimplikasi kepada kehidupan bangsa di masa depan, dan mendorong mereka untuk mengukir sejarahnya dengan sebaik-baiknya.

3) Sumber inspirasi, artinya sikap dan perilaku para pendahulu bangsa dalam kiprahnya mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta memperjuangkan kelangsungan hidup bangsa dan negara, merupakan keteladanan yang meng-inspirasi warga negara generasi berikutnya. 4) Sumber yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme,

yang terbangun karena kesadaran adanya kesamaan sejarah di masa lampau, dan adanya keinginan untuk membuat sejarah besar di masa yang akan datang.

5) Sumber kesadaran jatidiri bangsa, merupakan identitas bangsa yang harus dibentuk secara berkesinambungan oleh WNI dari masa ke masa, agar dihormati dan dihargai negara lain di kancah internasional.

(10)

vi

b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir, berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun 6 (enam) modul yaitu:

a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah “menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.

b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep

kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” membela bangsa Indonesia.

c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep

nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.

d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal atau jatidiri bangsa,merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.

e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep

ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.

f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep

(11)

vii

kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara

3. Pokok bahasan yang berfungsi sebagai “pegangan/fondasi” dalam melindungi bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun 4 (empat) modul yang dirancang sebagai berikut:

a. Modul Wajib 4, Sistem Pertahanan Semesta, berisi tentang konsep-konsep dan operasionalisasi pertahanan negara, dalam suatu sistem yang bersifat kesemestaan yang melibatkan seluruh sumber daya nasional, baik warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan maupun sarana-prasarana, dalam menghadapi ancaman militer, non militer dan hibrida di semua bidang. Pemahaman sistem pertahanan semesta diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara

b. Modul Pilihan 4.1, Pencegahan Penanggulangan Terorisme, berisi tentang

konsep-konsep dan operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan terorisme yang berpotensi membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pemahaman materi ini diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara menghadapi ancaman terorisme.

c. Modul Pilihan 4.2, Pencegahan Korupsi, berisi tentang konsep-konsep dan

operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan korupsi yang berpotensi merusak moral kehidupan bangsa dan negara. Pemahaman materi ini diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” dalam membela negara dalam upaya pemberantasan korupsi.

d. Modul Pilihan 4.3, Pengetahuan Cyber, berisi tentang konsep-konsep dan

operasionalisasi ancaman di ranah kejahatan cyber (antara lain: pembobolan situs, pencurian data, penyebaran virus/program jahat) yang berpotensi membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pemahaman pengetahuan cyber diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara terhadap ancaman kejahatan cyber.

Rancang bangun hubungan antar modul rangkaian Modul PKBN, seperti terlihat pada gambar 2 - “desain instruksional” berikut ini:

(12)

viii

DESAIN INSTRUKSIONAL

MODUL PKBN

SERI

3.1

PILIHAN SERI

3

WAJIB

MODUL :

WAWASAN KEBANGSAAN

MODUL

:

WAWASAN NUSANTARA

SERI

3.3

PILIHAN

MODUL

:

KEARIFAN LOKAL

SERI

3.2

PILIHAN

MODUL :

TATARAN DASAR

BELA NEGARA

SERI

3.4

PILIHAN

MODUL

:

KETAHANAN NASIONAL

MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

SERI

1

WAJIB

MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA

(PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)

SERI

2

WAJIB SERI

4

WAJIB

MODUL

:

SISTEM

PERTAHANAN

SEMESTA

SERI

4.3

PILIHAN

MODUL :

PENGETAHUAN CYBER

MODUL :

PENCEGAHAN KORUPSI

MODUL

:

PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN

TERORISME

SERI

4.2

PILIHAN SERI

4.1

PILIHAN SERI

3.5

PILIHAN

MODUL :

KEPEMIMPINAN

(13)

ix

Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.

Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan, menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.

Rancangan setiap Modul PKBN, merupakan “Paket Pembelajaran” yang disusun ke dalam 7 (tujuh) kategori sebagai berikut :

A. MATERI / BAHAN AJAR B. KELOMPOK PESERTA PKBN

C. STANDAR KOMPETENSI PER KELOMPOK PESERTA

D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA F. METODE EVALUASI HASIL BELAJAR PER KELOMPOK PESERTA G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2019

Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

(14)

x

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………

PENGANTAR MODUL PKBN ……… i

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR GAMBAR ………...……… DAFTAR TABEL ……… A. MATERI / BAHAN AJAR ………. Bagian I : PEMAHAMAN KORUPSI …..………

1. Latar Belakang ..……… 2. Pengertian Korupsi ………..………. 2 3. Sejarah Perkembangan Korupsi ……….………….……

3.1. Korupsi di Era Orde Lama ………. 3.2. Korupsi di Era Orde Baru ………. 3.3. Korupsi di Era Reformasi ……….. Bagian II : ANCAMAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP

KESEJAHTERAAN DAN KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA ………. 1. Ragam Ancaman Korupsi ……… 2. Faktor Penyebab Korupsi ………..……… 7 3. Dampak dari Tindakan Korupsi ………. Bagian III : PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI ………

1. Pengertian Pencegahan Korupsi ………. 2. Pencegahan Perilaku Korupsi Sejak Dini ..………... 26 3. Pembangunan Nilai Integritas dalam Pencegahan Korupsi …….…

3.1. Pemahaman Nilai Integritas, Komitmen dan Kredibilitas ….. 3.2. Kompetensi Integritas ……….. 3.3. Pendidikan Karakter Integritas dan Budaya Antikorupsi …… 4. Strategi Pencegahan Korupsi ………. 4.1. Strategi Pencegahan Korupsi Waktu ……… 4.2. Strategi Pencegahan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa .. 4.3. Strategi Nasional Pencegahan Korupsi ……….. Bagian IV : PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI …….………….……. 35

1. Komitmen Pemberantasan Korupsi ……….………. 3 2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPk) ……...………

i iii x xii xii 1 1 1 2 4 5 7 10 14 14 16 18 21 21 21 22 22 26 27 30 30 31 34 38 38 39

(15)

xi

3. Tindakan Hukum Bagi Pelaku Korupsi ………. 4. Strategi Pemberantasan Korupsi ………..

4.1. Strategi Pemberantasan Korupsi - KPK ………. 4.2. Strategi Pemberantasan Korupsi – BPKP ……… 5. Peran-serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi ………….. Bagian V : GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA DALAM

UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI ……… 1. Gerakan Katakan “Tidak” pada Korupsi Waktu, Barang

Jasa dan Uang ……… 2. Gerakan Pemberdayaan Berbagai Media Untuk Melawan Korupsi 3. Gerakan Pakta Integritas Anti Korupsi ………. 4. Gerakan Implementasi Pendidikan Karakter dan

Budaya Anti Korupsi ……… 5. Gerakan Lapor Kasus Korupsi ……….

B. KELOMPOK PESERTA PKBN ……… C. STANDAR KOMPETENSI ……….……….

1. Pengertian ………. 2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat ………..

3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup ………. D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN ………

1. Pengertian ……….. 2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat ……… 3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup ……… E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN ……….. 1. Pengertian ……….. 2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat ……….. 3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup ……….. F. METODE EVALUASI ……….…

1. Pengertian ……….. 2. Garis Besar Metode Evaluasi di setiap Tingkat ……… 3. Matriks Metode Evaluasi di setiap Lingkup ……….. G. PENGUATAN (Reinforcement) PEMBELAJARAN ………. DAFTAR PUSTAKA ……… 42 44 44 46 48 51 51 52 54 55 57 58 60 60 63 64 66 66 73 74 76 76 77 78 79 79 81 82 84 89

(16)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN ……….…. Gambat 2 : Desain Instruksional - Modul PKBN ………..…..… Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul Pencegahan Korupsi ……….. Gambar 4 : Strategi Pemberantasan Korupsi ………..

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kelompok Lingkup Pendidikan ……… Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C) ………. Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A) ……….. Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilakui ( Psikomotorik : P) ………. Tabel 5 : Standar Kompetensi – Pencegahan Korupsi ………... Tabel 6 : Matriks Standar Kompetensi – Pencegahan Korupsi ………. Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Pencegahan Korupsi ……… Tabel 8 : Matriks Metode Pembelajaran – Pencegahan Korupsi ……… Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Pencegahan Korupsi ……….…. Tabel 10 : Metode Evaluasi – Pencegahan Korupsi ………. Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Pencegahan Korupsi …………..……….. iv viii xiii 45 58 60 61 62 63 64 73 74 78 81 82

(17)

xiii

DESAIN INSTRUKSIONAL - PENCEGAHAN KORUPSI

Gambar 3 : Desain Instruksional – Pencegahan Korupsi

Contoh Gerakan antara lain:

1. Gerakan Katakan “Tidak” pada Korupsi Waktu, Barang, Jasa dan Uang.

2. Gerakan Pemberdayaan Berbagai Media Untuk Melawan Korupsi 3. Gerakan Pakta Integritas Anti

Korupsi

4. Gerakan Implementasi Pendidikan Karakter dan Budaya Antikorupsi 5. Gerakan Lapor Kasus Korupsi

(18)

1

Bagian I

PEMAHAMAN KORUPSI

1. Latar Belakang

Korupsi semakin merajalela di negeri ini. Korupsi bukan hanya dalam bentuk uang tetapi juga dalam bentuk barang dan waktu. Pada dasarnya korupsi itu berkaitan dengan etika sikap dan moral perilaku dalam kedisiplinan dan kejujuran. Warga negara yang memiliki sikap disiplin dan memiliki sifat jujur, atau integritas dan komitmen yang tinggi pastilah warga negara tersebut tidak akan melakukan tindak pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi merusak kepercayaan yang telah dibangun dalam praktik kehidupan sehari-hari baik di lingkup pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan. Korupsi sangat sulit untuk diberantas, karena problem korupsi di Indonesia sudah mengakar. Hal ini merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai, baik oleh pemerintah maupun oleh seluruh warga negara Indonesia.

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) bagi bangsa Indonesia yang sifatnya “sangat serius”, dalam upaya dan kerja keras seluruh warga negara untuk mencapai tujuan nasional seperti yang diamanatkan oleh UUD NRI Tahun 1945, dan mencapai visi Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.

Tindak pidana korupsi baik berupa uang, barang dan waktu, telah lama menjadi bagian dari kehidupan politik, bisnis dan sosial budaya di Indonesia. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa praktik korupsi di tingkat pemerintahan dan birokrasi telah ada sejak sebelum era kemerdekaan, dan bahkan meningkat pada tahun 1968 hingga 1998, kemudian mulai dengan gencar dibenahi pada tahun-tahun berikutnya.

Kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Semua komponen bangsa harus bekerja sama untuk mencegah dan memberantas tuntas korupsi itu hingga ke akar-akarnya sampai kapan pun, dan dengan tegas mengatakan “tidak” kepada korupsi dalam segala bentuk dan skalanya. Untuk itu kiranya semangat nasionalisme dan patriotisme, komitmen dan integritas yang tinggi dari seluruh komponen masyarakat di setiap tingkat, merupakan prasyarat keberhasilan.

(19)

2

2. Pengertian Korupsi

Kata “korupsi” berasal dari bahasa latin “corruptio” atau corruptus, diturunkan dari kata kerja “corrumpere”.1 Korupsi artinya penyelewengan atau penyalahgunaan uang

negara atau perusahaan dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain, dan penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi. Korup adalah buruk, rusak, busuk. Arti lain korup adalah suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).2

Berikut ini beberapa pengertian korupsi yang dikutip dari berbagai sumber, untuk memberi gambaran menyeluruh makna dari korupsi :

a. Korupsi adalah perilaku tidak jujur atau illegal, terutama dilakukan orang yang berwenang. Arti lain korupsi adalah tindakan atau efek dari dorongan yang membuat seseorang berubah dari standar perilaku moral menjadi tidak bermoral (sumber: Kamus Oxford dalam Arum Sutrisni Putri) 3

b. Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud memberikan

keuntungan yang bertentangan dengan tugas dan hak orang lain.

Perbuatan seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang secara bertentangan dengan hukum, secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain (sumber: Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary dalam Arum Sutrisni Putri)4

c. Korupsi adalah penyalah-gunaan kekuasaan sebagai pejabat publik untuk mendapat keutungan pribadi. Kapan saja suatu jabatan public disalah-gunakan, fungsi atau tujuan public disingkirkan dan dikompromikan, termasuk didalamnya tindak kolusi dan nepotisme (sumber: Bank Dunia)5

1Juni Sjafrien Jahya. Say No To Korupsi !!. Jakarta: Visimedia, 2012

2 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Arti Korupsi, diunduh dari: https://kbbi.web.id/korupsi

3 Arum Sutrisni Putri. Korupsi: Pengertian, Penyebab dan Dampaknya. Diunduh dari:

https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/11/185540869/korupsi-pengertian-penyebab-dan-mpaknya?page=all#page5.

4 Ibid

5 World Bank. Brief: Combating Corruption. Diunduh dari:

(20)

3

d. Korupsi adalah pencurian yang melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan. Korupsi merupakan wujud perbuatan immoral dari dorongan untuk mendapatkan sesuatu dengan menggunakan metode penipuan dan pencurian. Di sini nepotisme dan korupsi otogenik merupakan bentuk korupsi juga (sumber: Alatas, dalam Seputar co.id) 6

e. Korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari aturan etis formal yang menyangkut tindakan seseorang dalam posisi otoritas publik yang disebabkan oleh motif pertimbangan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan dan status (sumber: Nye, J.S dalam Seputar co.id)7

f. Korupsi adalah tingkah laku yang menggunakan jabatan dan wewenang guna mengeruk keuntungan bagi pribadi dan merugikan kepentingan umum (sumber: Kartini Kartono dalam Seputar co.id)8

g. Korupsi itu ada tiga: pertama, menguasai atau mendapatkan uang dari negara dengan berbagai cara secara tidak sah dan dipakai untuk kepentingan sendiri; kedua, menyalahgunakan wewenang (abuse of power). Wewenang itu disalahgunakan untuk memberikan fasilitas dan keuntungan yang lain; ketiga, pungutan liar. Pungli ini interaksi antara dua orang, biasanya pejabat dengan warga setempat, yang maksudnya si-oknum pejabat memberikan suatu fasilitas dan sebagainya, dan oknum warga masyarakat tertentu memberi imbalan atas apa yang dilakukan oleh oknum pejabat yang bersangkutan (sumber: Sudomo dalam Seputar co.id)9

h. Korupsi waktu adalah tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Korupsi waktu dimulai dengan tanda-tanda terlambatnya sese-orang menepati janji, kemudian lebih besar lagi adalah mengingkari janji. Korupsi waktu dapat berdampak pada kerugian moral dan materiil, maka ada

6 Seputar Pengetahuan.co.id. Pengertian Korupsi, diunduh dari https://www.seputar

pengetahuan.co.id/2017/07/30-pengertian-korupsi-menurut-para-ahli-bentuk-faktor-penyebab-ciri-ciri-dampak-cara-mengatasi-korupsi.html. Akses Desember 2019

7 Ibid 8 Ibid 9 Ibid

(21)

4

slogan waktu adalah uang. Waktu adalah hal yang paling dasar dari sebuah tindakan korupsi. Banyak orang yang tidak menyadari akan hal ini.10

i. UU No. 20 Tahun 2001: Korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau merugikan negara atau perekonomian negara. Korupsi adalah tindakan seseorang yang menyalah-gunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan.11 Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dari semua pengertian korupsi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa korupsi merupakan perilaku yang menyimpang dari aturan serta melanggar moral dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang demi keuntungan pribadi maupun kelompok. Atau dari perspektif keadilan dan hukum, korupsi adalah: 12

a. tindakan mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya;

b. mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang yang diambil dari pajak yang dibayarkan masyarakat untuk kepentingan diri sendiri; c. tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu jabatan secara

sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat, atau kelompok sendiri.

3. Sejarah Perkembangan Korupsi Di Indonesia

Sejarah merupakan sumber pelajaran sikap dan perilaku yang diwariskan oleh para pendahulu kepada generasis berikutnya, baik sikap dan perilaku yang positif maupun yang negatif seperti korupsi. Korupsi merupakan hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi sudah menjadi masalah yang

10 Goto Kusanto. Korupsi Cermin Etika Sikap dan Mental Individu. Dikutip dan disari dari: banyumas kab.go.id/read/ 11Kompasiana. Pengertian Korupsi dan Faktor Faktor Penyebabnya, diunduh dari

https://www.kompasiana.com/dzikriramadhan/57f693238823bd2d1a4c749e/pengertian-korupsi-dan-faktor-penyebab-korupsi?page=all. Akses Desember 2019

(22)

5

sangat serius tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh negara yang ada di dunia. Korupsi sudah ada sejak manusia mengenal kehidupan bermasyarakat. Tindakan korupsi awalnya dilakukan secara sederhana namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tindakan korupsi juga ikut berkembang dan menjadi masalah yang semakin sulit diberantas.13

Di Indonesia, korupsi sudah ada jauh sebelum proklamasi kemerdekaan RI, bahkan beberapa referensi menyatakan korupsi sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan nusantara, dimana kedudukan atau jabatan diperjual-belikan secara bebas kepada siapa saja yang mampu membayar.14

Pasca Indonesia merdeka korupsi terjadi hingga dewasa ini sampai menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan indeks korupsi tertinggi di dunia.15 Sejarah perkembangan korupsi di Indonesia ini akan dibahas dalam 3 (tiga) Era yaitu: Era Orde Lama; Era Orde Baru; dan Era Reformasi yang masih berlangsung hingga saat ini. 3.1. Korupsi di Era Orde Lama

Beberapa kasus korupsi yang terungkap di era Orde Lama antara lain : Pada Tanggal 11 April 1960, dalam Koran Pantjawarta terdapat berita tentang 14 pegawai negeri yang terbukti melakukan tindakan korupsi; Pada tahun 1961 juga terungkap kasus korupsi yang melibatkan Yayasan Masjid Istiqlal; Pada tanggal 25 Januari 1964 terdapat berita mengenai kasus korupsi di RSUP Semarang; Pada tanggal 24 Maret 1964 diberitakan kasus korupsi di sebuah perusahaan semen; dan Pada tahun 1962 terungkap kasus korupsi dalam pembangunan “Press House”.16

Di era Orde Lama, tidak banyak kasus korupsi yang diangkat oleh media massa. Kondisi ini bukan karena tindak pidana korupsi yang terjadi di era ini masih sedikit, namun dikarenakan sebagian besar pengumuman hasil-hasil temuan korupsi yang terungkap hanya diserahkan dan dilaporkan pada pihak yang berwenang, yaitu pihak kejaksaan.

13Hikmatus Syuraida. Perkembangan Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Era Orde Lama Hingga Era Reformasi. AVATARA

e-Journal Pendidikan Sejarah, Volume 3, No. 2, Juli 2015

14Retnowati, Y., & Utami, Y. S.. “Relevansi Gerakan Anti Korupsi Untuk Pembangunan,” Jurnal Paradigma, hlm. 18(1).

15 Kami, I. M. (2018). Indeks Persepsi Korupsi 2017, Indonesia Peringkat Ke-96. Retrieved November 26, 2018, from

https://news.detik.com/berita/d-3879592/indeks-persepsi-korupsi-2017-indonesia-peringkat-ke-96

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/03/30/cek-data-tren-membaik-indeks-persepsi-korupsi-di-indonesia.

(23)

6

Hal ini, menurut K.H. Nasution, karena kasus-kasus korupsi yang terjadi merupakan hal yang memperlihatkan adanya sesuatu yang busuk di dalam tubuh pemerintahan.17

Kasus-kasus korupsi yang terjadi di era Orde Lama kebanyakan terjadi karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahannya sehingga banyak orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi tersebut untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan pada masa itu kondisi Indonesia masih baru merdeka dan sistem pemerintahan yang ada masih kurang stabil.18

Berbagai upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pada era Orde Lama antara lain:

a. Menetapkan Peraturan Pemberantasan Korupsi No. Prt/PM-06/1957 pada tanggal 9 April 1957, yang dikeluarkan oleh Jendral A.H. Nasution yang pada saat itu menjabat sebagai Penguasa Militer Seluruh Indonesia. Selanjutnya Pemerintah melakukan penggantian peraturan berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960.19

b. Membentuk badan anti korupsi yang pertama bernama Panitya Restooling Aparatur Negara yang disingkat PARAN, merupakan lembaga yang bertugas mengadakan perombakan dalam sususnan dan tata kerja secara perorangan maupun kelompok dari semua badan-badan Pemerintahan dalam bidang legislatif, eksekutif dan lain-lain yang ada di daerah maupun pusat, untuk disesuaikan dengan Manifesto Politik dan USDEK, untuk mewujudkan tujuan negara dalam jangka panjang maupun jangka pendek.20 PARAN diketuai oleh A.H. Nasution, yang dalam melakukan perombakan pada badan-badan Pemerintahan, PARAN melakukan pendataan kekayaan dan harta yang dimiliki para pejabat pemerintah dalam operasi yang disebut “operasi budi”.21 c. Pada tanggal 27 April 1964 Presiden membuat Surat Keputusan Presiden

Nomor 98 Tahun 1964 tentang pembentukan KOTRAR singkatan dari

17Rosihan Anwar. Sukarno-Tentara-PKI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal. 285. 18Hikmatus Syuraida, op.cit, hal. 234

19 Ibid

20Kebinet Perdana Menteri Republik Indonesia. No. 18998/60. Tanggal 9 September 1960. Perihal: Laporan Panitya Restooling

Aparatur Negara.

(24)

7

Komando Tertinggi Restooling Alat Revolusi, merupakan badan komando yang dipimpin oleh secara langsung oleh Presiden Soekarno. KOTRAR memiliki tugas memupuk, memelihara sera mengusahakan agar alat-alat revolusi mendapatkan hasil yang efektif serta efisien dalam kegiatan untuk mencapai tujuan dan revolusi Indonesia.22

Pada akhirnya lembaga pemberantasan korupsi yang dibentuk oleh pemerintah era Orde Lama mengalami kebuntuan dan tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik dikarenakan kurang maksimalnya kinerja badan pemberantasan korupsi tersebut dan kurangnya dukungan dalam menjalankan tugasnya.

3.2. Korupsi di Era Orde Baru

Beberapa kasus korupsi yang terungkap di era Orde Baru antara lain: Pada tanggal 10 Juli 1967 terjadi kasus korupsi yang melibatkan Kantor Pajak di Magelang; Pada tanggal 12 Januari 1968, surat kabar mengungkap kasus korupsi yang dilakukan oleh Pelaksana Pembangunan Gedung PN Waskita Karya Palembang; Pada tanggal 27 Maret 1968 terungkap berita kasus korupsi yang sangat besar di BNI Unit II Jakarta; Pada tanggal 22 September 1977 terungkap kasus korupsi yang terjadi di Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas); Pada tanggal 26 Oktober 1981, ditemukan kasus korupsi yang terjadi di Jakarta melibatkan 6 karyawan Perum Sentral Giro; dan Pada tanggal 19 November 1981 diberitakan terjadi penyelewengan di Departemen Pertanian.23

Tindakan korupsi yang terjadi di era Orde Baru sebagian besar disebabkan oleh banyaknya pemegang jabatan dalam suatu perusahaan atau instansi pemerintah yang memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Korupsi di era Orde Baru kebanyakan dilakukan karena monopoli kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki jabatan. Dalam kasus-kasus korupsi di era Orde Baru, tidak hanya kekayaan saja yang dicari oleh para koruptor, melainkan juga kekuasaan serta jabatan menjadi hal yang sangat dicari.24

22Hikmatus Syuraida, op.cit, hal. 235 23Ibid

(25)

8

Berbagai upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pada era Orde Baru antara lain:25

a. Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi disingkat TPK, melalui penerbitan Keppres No. 28 tahun 1967, pada tanggal 2 Desember 1967. Tugas dari TPK adalah membantu Pemerintah dalam memberantas perbuatan korupsi secara cepat dengan tindakan represif dan preventif.

b. Pembentukan Komisi IV, serta mengangkat Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden sekaligus Penasehat Komisi IV, melalui Keppres No. 12 dan 13 Tahun 1970. Tujuan dibentuknya Komisi IV untuk memperkuat kinerja TPK yang dinilai kurang maksimal. Komisi IV menganalisis permasalahan dalam birokrasi dan dan mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasinya, sehingga diharapkan TPK dapat bekerja lebih efektif dan efisien.

Meskipun berhasil menyelamatkan keuangan negara hingga milyaran rupiah, namun lama kelamaan kinerja TPK maupun Komisi IV mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi karena bukti-bukti kasus korupsi sulit diperoleh.

c. Semakin banyak penyelewengan yang terjadi, kemudian berkembang dengan adanya “pungli (pungutan liar)” yang terjadi di berbagai daerah mendorong Pemerintah mengadakan Operasi Tertib yang disingkat Opstib, yang dipimpin oleh Laksmana TNI Sudomo, yang bertugas menegakkan dan memelihara kewibawaan aparatur pemerintah dari pusat sampai ke daerah. Selain itu, juga memberantas tindakan penyelewengan termasuk pungutan liar yang terjadi di semua tingkat.

d. Menerbitkan beberapa peraturan berkaitan dengan pemberantasan korupsi yaitu: 26

1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aturan ini menerapkan pidana penjara maksimum seumur hidup serta denda maksimum Rp 30 juta bagi semua delik yang dikategorikan korupsi.

25 Ibid

26Sejarah Perjuangan Pemberantasan Korupsi Di Indonesia. Diunduh dari :

(26)

9

2) Keppres Nomor 52 Tahun 1971, tentang Pelaporan Pajak Para Pejabat dan PNS

3) GBHN Tahun 1973 tentang Pembinaan Aparatur yang Berwibawa dan Bersih dalam Pengelolaan Negara; dan GBHN Tahun 1978 tentang Kebijakan dan Langkah-langkah dalam rangka Penertiban Aparatur Negara dari Masalah Korupsi, Penyalahgunaan Wewenang, Kebocoran dan Pemborosan Kekayaan dan Kuangan Negara, Pungutan-Pungutan Liar serta Berbagai Bentuk Penyelewengan Lainnya yang Menghambat Pelaksanaan Pembangunan.

Namun pelaksanaan GBHN ini bocor karena pengelolaan negara diwarnai banyak kecurangan dan kebocoran anggaran negara di semua sektor dan kurangnya kontrol. Organ-organ negara seperti parlemen yang memiliki fungsi pengawasan dibuat lemah. Anggaran DPR ditentukan oleh pemerintah sehingga fungsi pengawasan tak ada lagi. Lembaga yudikatif pun dibuat serupa oleh penguasa Orde Baru, sehingga tidak ada kekuatan yang tersisa untuk bisa mengadili kasus-kasus korupsi secara independen. Kekuatan masyarakat sipil dimandulkan, penguasa Orde Baru secara perlahan membatasi ruang gerak masyarakat dan melakukan intervensi demi mempertahankan kekuasaannya.

4) Inpres Nomor 9 Tahun 1977, tentang Operasi Penertiban

5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Di era Orde Baru meskipun pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya dalam mengatasi korupsi yang terjadi, namun jika dalam hal pelaksanaannya masih belum bisa dilakukan dengan baik, maka upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pada akhirnya tidak berjalan secara maksimal. Hal ini dikarenakan oleh pengelolaan negara serta sistem pemerintahan era Orde Baru yang harus disesuaikan dengan kepentingan dari penguasa pemerintahan. Pada akhirnya, upaya pemberantasan korupsi hanya dijadikan alat politik untuk mendapatkan dukungan serta simpati dari rakyat.27

(27)

10 3.3. Korupsi di Era Reformasi

Berakhirnya era Orde Baru yang ditandai dengan gerakan “people power” di tahun 1998, melahirkan Era Reformasi. Salah satu tekad rakyat Indonesia baik yang berada di pemerintahan maupun di masyarakat pada era reformasi adalah membenahi tatanan pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang dinilai sudah sangat parah tidak terkendali di era sebelumnya dan berlangsung ke era berikutnya. Tindak pidana korupsi yang ada di negeri ini, masih banyak yang belum terungkap dan tertangani dengan baik. Setelah berakhirnya era Orde Baru, di awal era Reformasi Indonesia dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi korupsi antara lain:28

• Membentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) melalui Keppres Nomor 127 Tahun 1999. Tugas dan wewenang KPKPN adalah melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan yang dimiliki Penyelenggara Negara untuk mencegah terjadinya tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. KPKPN kurang mendapatkan dukungan dari rakyat karena dianggap kurang mampu dalam menangani korupsi yang sudah meluas di setiap lapiran masyarakat.

Selanjutnya pemerintahan Habibie digantikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pada masa itu, melalui Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Pengelolaan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, membentuk badan-badan negara untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi antara lain:29

a. Membentuk Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Tugas dan wewenangnya TGPTPK adalah mengkoordinasi penyidikan kasus serta tindakan korupsi dan koordinasi penuntutan tindakan korupsi. Pada akhirnya badan pemberantasan korupsi ini tidak bisa berjalan dengan baik karena dalam melakukan penyelidikan dalam mengungkap kasus

28Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 1999 Tanggal 13 Oktober 1999

(28)

11

korupsi. TGPTPK mengalami masalah dalam perizinan untuk melakukan penyitaan serta penggeledahan dalam mengungkap kasus korupsi yang terjadi b. Komisi Ombudsman Nasional

c. Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan beberapa lainnya.

Presiden Gus Dur mengangkat Baharudin Lopa sebagai Menteri Kehakiman yang kemudian menjadi Jaksa Agung. Kejaksaan Agung RI sempat melakukan langkah-langkah konkret penegakan hukum korupsi. Banyak koruptor kelas kakap diperiksa dan dijadikan tersangka pada saat itu.30

Pada tahun 2003 kepemimpinan Gus Dur dilanjutkan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. Berbagai kasus korupsi menguap dan berakhir dengan cerita yang tidak memuaskan masyarakat. Masyarakat mulai meragukan komitmen pemberantasan korupsi pemerintahan saat itu karena banyaknya BUMN yang ditengarai banyak korupsi, namun tak bisa dituntaskan. Korupsi di BULOG salah satunya.31

Di tengah kepercayaan masyarakat yang sangat rendah terhadap lembaga negara yang seharusnya mengurusi korupsi, pemerintahan Megawati kemudian membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pembentukan lembaga ini merupakan terobosan hukum atas mandeknya upaya pemberantasan korupsi di negara ini. Ini yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi.32

Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi yang disingkat KPK, seolah memberi harapan baru dengan tugas dan kewenangan yang jelas untuk memberantas korupsi. Meskipun sebelumnya, ini dibilang terlambat dari agenda yang diamanatkan oleh ketentuan Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, pembahasan RUU KPK dapat dikatakan merupakan bentuk keseriusan pemerintahan Megawati Soekarnoputri dalam aksi pemberantasan korupsi.33

Keterlambatan pembahasan RUU tersebut dilatarbelakangi oleh banyak sebab. Pertama, perubahan konstitusi yang berimplikasi pada perubahan peta ketatanegaraan. Kedua, kecenderungan legislative heavy pada DPR. Ketiga, kecenderungan tirani DPR.

30Sejarah Perjuangan Pemberantasan Korupsi Di Indonesia, op.cit 31Ibid

32Ibid 33Ibid

(29)

12

Keterlambatan pembahasan RUU KPK salah satunya juga disebabkan oleh persoalan internal yang melanda sistem politik di Indonesia pada era reformasi.

Berikutnya kepemimpinan dilanjutkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono, visi pemberantasan korupsi tercermin dari langkah awal yang dilakukannya dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 dan kemudian dilanjutkan dengan penyiapan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi yang disusun oleh Bappenas. RAN Pemberantasan Korupsi itu berlaku pada tahun 2004-2009. Penguatan sistem hukum terus dilanjutkan, keberadaan KPK melalui Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang terpisah dari pengadilan umum, dukungan internasional (structure), dan instrument hukum yang saling mendukung antara hukum nasional dan hukum internasional.34

Pada era Reformasi pemberantasan korupsi diatur dalam banyak peraturan perundang-undangan, bahkan dibentuk pula lembaga anti korupsi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan pengadilan khusus tindak pidana korupsi (Tipikor) yang terpisah dari pengadilan umum. Ini semua upaya dalam negeri.

Upaya eksternal adalah Indonesia turut serta meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Anti-Korupsi sebagaimana terdapat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003). Semua upaya itu menandaskan bahwa korupsi memang merupakan suatu perilaku jahat dan suatu tindakan kriminal luar biasa (extra ordinary crime), yang merugikan keuangan Negara, mengganggu kelancaran jalannya pembangunan nasional dalam kerangka tujuan dan cita-cita nasional, jalannya penyelenggaraan pemerintahan dan mempersulit terwujudnya suatu pemerintahan yang baik dan bersih.

Upaya pemberantasan korupsi di era Reformasi mengalami banyak kemajuan dibandingkan dengan era-era sebelumnya. Jika di era sebelumnya upaya pembe-rantasan korupsi mengalami kegagalan maka di era Reformasi, pembepembe-rantasan korupsi terutama yang dilakukan oleh KPK mengalami banyak kemajuan. Banyak dari

(30)

13

kasus korupsi yang berhasil ditangani dan diselesaikan oleh KPK. Bahkan banyak dari para pelaku korupsi yang ditangkap oleh KPK merupakan para pejabat tinggi negara. Hal ini membuktikan keseriusan KPK dalam menangani kasus korupsi dan tidak memandang jabatan dan posisi yang dimiliki oleh para pelaku korupsi. Keseriusan KPK dalam menangani korupsi di Indonesia membuat masyarakat mendukung sepenuhnya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh KPK.35

(31)

14

Bagian II

ANCAMAN TINDAK PIDANA KORUPSI

TERHADAP KESEJAHTERAAN KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA

Seperti yang telah dipaparkan dimuka bahwa, tindakan korupsi baik yang berupa uang, barang, maupun waktu, merupakan AGHT yang sangat serius bagi segala upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh WNI dalam mencapai visi Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.

Meskipun sudah banyak perbaikan, namun upaya pencegahan dan pembe-rantasan yang telah dilakukan selama ini belum memberikan hasil sesuai harapan. Hal ini terbukti tahun 2019 Indeks Persepsi Korupsi Indonesia berada angka 40, naik 2 poin yang sebelumya tahun 2018 sebesar 38, artinya tahun 2019 ada penurunan tingkat korupsi, namun indeks tersebut masih di bawah negara-negara tentangga seperti misalnya bila diban-dingkan negara lain seperti Malaysia 53 poin, Brunai Darussalam 60 poin, dan Singapura 85 poin (semakin tinggi poinnya semakin baik).36

Pembahasan tentang ancaman tindak pidana korupsi pada bagian ini akan dikelompokkan kedalam 3 subbagian yaitu: Ragam Ancaman Korupsi; Faktor Penyebab Korupsi; dan Dampak Tindakan Korupsi.

1. Ragam Ancaman Korupsi

a. Dari segi Bentuk Korupsi, ada 3 (tiga) bentuk korupsi yaitu:

1) Korupsi Waktu, adalah tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan waktu yg telah di tentukan. Apa yang kita lakukan sehari-hari selalu ada kaitannya dengan waktu, dan sesuatu yang telah terlanjur dilakukan tidak bisa diulang seperti mereset stopwatch. Apa yang terjadi pada detik, menit atau bahkan jam berikutnya kita tidak pernah tau, waktu ibarat sebuah bom yang bisa meledak kapan saja jika tidak digunakan secara bijak, dan jika bom tidak segera dijinakan dengan baik, maka akan berakibat fatal melukai siapa saja.37

36Tempo. Indeks Persepsi korupsi Indonesia 2019 Naik 2 poin, diunduh dari

https://nasional.tempo.co/read/1298824/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2019-naik-2-poin/full&view=ok, diakses 6 Maret 2020

37 Kompasiana, The Corruption of Time (Korupsi terhadap Waktu), diunduh dari:

(32)

15

2) Korupsi Barang dan Jasa, adalah tindakan penyelewengan atau persengkongkolan dengan pihak peserta tender dalam pengadaan barang dan jasa untuk keuntungan pribadi, orang lain atau pihak-pihak tertentu.38 Korupsi barang dapat juga dimaknai sebagai mengambil barang-barang fasilitas dari negara atau fasilitas sekolah dan sejenisnya, tanpa ijin, untuk dimanfaatkan seolah-olah barang itu miliknya.

3) Korupsi Uang, adalah tindakan penyelewengan atau penggelapan uang baik itu uang negara atau uang lainnya yang dilakukan untuk keuntungan pribadi, orang lain atau pihak-pihak tertentu.39

b. Dari segi Jenis-jenis Korupsi

1) Jenis korupsi waktu contoh antara lain: PNS yang tidak amanah dalam waktu, masuk kerja terlambat tanpa izin atau terlambat menghadiri rapat; Mahasiswa yang melakukan korupsi misal sering datang terlambat tidak konsisten terhadap waktu yang telah disepakati bersama; Pejabat yang kurang taat dan patuh pada janji atau terlambat memimpin rapat; Karyawan yang terlalu banyak mengambil jam istirahat, Wirausahawan yang tidak tepat janji untuk mengirim barang pesanan, dan sejenisnya.

2) Prof Dr Syet Husein Alatas, guru besar Universitas Singapura secara tipologis membagi korupsi uang, barang dan jasa ke dalam 7(tujuh) jenis yang berbeda-beda, yaitu:40

a) Korupsi Transaktif (transactive corruption), jenis korupsi yang menunjuk adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima, demi keuntungan kedua belah pihak, dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan tersebut biasnya melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan pemerintah.

38 Zona Referensi.com. Pengertian Korupsi: Definisi, Jenis-Jenis, Penyebab, dan Dampaknya

https://www.zonareferensi.com/pengertian-korupsi/

39 Ibid

(33)

16

b) Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption)yang menyangkut penyalah-gunaan kekuasaan dan wewenang untuk berbagai keuntungan bagi teman atau sanak saudara dan kroni-kroninya.

c) Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah korupsi yang dipaksa-kan kepada suatu pihak, yang biasanya disertai ancaman, terror, pene-kanan terhadap kepentingan orang-orang dan hal-hal yang dimilikinya.

d) Korupsi Investif (investive corruption), adalah memberikan suatu jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi keuntungan dimasa depan.

e) Korupsi defensif (defensive corruption), korban korupsi dengan pemerasan. Korupsi dilakukan dalam rangka mempertahankan diri.

f) Korupsi Otegenik (outogenic corruption), adalah korupsi yang dilakukan seorang diri (single fighter), tidak ada pihak lain yang terlibat.

g) Korupsi Suportif (supportive corruption), adalah korupsi yang dilakukan untuk memperkuat korupsi yang sudah ada.

3) Garis besar jenis-jenis tindak korupsi uang, barang dan jasa, antara lain :41 a) Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan).

b) Penggelapan dalam jabatan. c) Pemerasan dalam jabatan.

d) Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara).

e) Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara).

2. Faktor Penyebab Korupsi

a. Penyebab seseorang melakukan korupsi waktu adalah ia menganggap enteng dan menganggap bahwa waktu itu tidak terbatas. Penyebab lain adalah kurangnya moral dalam diri seseorang serta kurang patuh terhadap janji awal.42

41 Korupsi, diunduh dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi, diakses pada tanggal 8 Juni 2020

42 Kompasiana.com. Katakan Tidak pada Korupsi Waktu, diunduh dari:

(34)

17

b. Faktor penyebab korupsi uang, barang dan jasa, itu ada 2, yaitu:43 1) Faktor internal, lebih dipengaruhi oleh diri pelaku sendiri antara lain:

a) Sifat Tamak atau Rakus. Sifat tamak merupakan sifat yang dimiliki manusia. Seorang manusia tamak selalu merasa ‘kurang’, selalu membutuhkan sesuatu karena selalu merasa kurang akan sesuatu. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang seolah tak terbatas itu adalah ‘korupsi’, apalagi dia mempunyai jabatan atau kekuasaan.

b) Gaya hidup konsumtif, glamour, perlente, hedonis: Sifat konsumtif membawa seseorang kepada gaya hidup perlente, selalu ingin tampil beda dari orang lain, terkesan mewah, padahal gaya hidup ini tidak diimbangi dengan pendapatan atau gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Dan karena dia memiliki ‘kuasa’ maka korupsi menjadi salah satu jalan keluar yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2) Faktor Eksternal, dipengaruhi oleh adamya faktor lingkungan yang mendorong sang pelaku melakukan tindakan korupsi. Faktor-faktor tersebut antara lain: a) Faktor Politik. Hidup di negara yang menerapkan money politics, maka

politik merupakan salah satu faktor eksternal yang menggerakkan seorang pejabat publik melakukan tindak korupsi, apalagi dia memegang kuasa. Politik persaingan dalam mendapatkan kekuasaan mendorong seseorang melakukan korupsi. Maka, korupsi merupakan salah satu cara untuk dapat bersaing memperebutkan kekuasaan.

b) Faktor Hukum. Hidup di negara yang tidak menjunjung tinggi supremasi hukum, dan hukum dapat dijual-belikan, maka berlakulah adagium: “hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas”. Praktek suap-menyuap di lembaga hukum memungkinkan terbukanya pintu ke perilaku korupsi.

c) Faktor Ekonomi. Kebutuhan-kebutuhan ekonomi sering menyeret seorang pejabat publik melakukan tindak pidana korupsi.

d) Faktor Organisasi. Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, tidak hanya organisasi yang ada dalam suatu lembaga, tetapi juga sistem pengorganisasian yang ada didalam lingkungan masyarakat. Faktor - faktor penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi meliputi:

43 Kompasiana com. Faktor–faktor Penyebab Korupsi, diunduh dari:

(35)

18

(1) Kurang adanya teladan dari pemimpin (2) Tidak adanya kultur organisasi yang benar

(3) Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai (4) Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi (5) Lemahnya pengawasan.

c. Ada beberapa teori yang menunjukkan penyebab yang mendorong tindak pidana korupsi, antara lain:44

1) Ada tiga penyebab mengapa orang korupsi yaitu: adanya tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan rasionalisasi (rationalization) – Teori Triangle Fraud (Donald R. Cressey)

2) Faktor-faktor penyebab korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (need) – Teori GONE (Jack Bologne)

3) Korupsi terjadi karena faktor kekuasaan (directionary), dan monopoli (monopoly) yang tidak dibarengi dengan akuntabilitas (accountability) – Teori CDMA (Robert Klitgaard)

3. Dampak dari Tindakan Korupsi

a. Dampak korupsi waktu biasanya tidak akan terjadi saat itu juga, hal tersebut juga menjadikan seseorang menganggap enteng terhadap waktu. Akan tetapi, jika kita terus melakukannya maka akan berdampak hilangnya kepercayaan yang berimbas pada masa depan yang bersangkutan.45

b. Dampak korupsi uang, pengadaan barang dan jasa, antara lain:46

1) Merugikan keuangan negara dan ekonomi nasional.

2) Menghambat pertumbuhan ekonomi dan memengaruhi operasi bisnis, lapangan kerja, dan investasi.

3) Mengurangi pendapatan pajak dan efektivitas berbagai program bantuan keuangan.

44 Arum Sutrisni Putri. Korupsi: Pengertian, Penyebab dan Dampaknya, op.cit. 45 Kompasiana. Katakan Tidak pada Korupsi Waktu, op.cit

(36)

19

4) Menurunnya kepercayaan terhadap hukum dan supremasi hukum, pendidikan dan akibatnya kualitas hidup, seperti akses ke

infrastruktur hingga perawatan kesehatan.

c. Secara ringkas dampak masif korupsi dapat dirasakan dalam berbagai bidang, antara lain:47

1) Dampak ekonomi

2) Dampak sosial dan kemiskinan masyarakat 3) Dampak birokrasi pemerintahan

4) Dampak politik dan demokrasi

5) Dampak terhadap penegakkan hukum

6) Dampak terhadap pertahanan dan keamanan

7) Dampak terhadap kerusakan lingkungan, eksploitasi SDA

Tantangan pada era Reformasi, dengan diberlakukannya UU Otonomi Daerah yang dimaksudkan antara lain untuk membatasi kekuasaan pusat pada era-era sebelumnya, adalah munculnya kasus korupsi di tingkat daerah. Pada era reformasi, banyak pejabat daerah beserta keluarganya terlibat kasus korupsi, seperti misal: kasus Walikota Cilegon Tubagus Iman, kasus Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, kasus Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan masih banyak lagi. Berbagai kasus tersebut menegaskan bahwa pelaku korupsi semakin banyak dan bersifat lokal. 48

Korupsi pada era Reformasi juga sudah merambah kepada struktur pemerintahan terbawah, yaitu desa. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dimana desa diberikan kewenangan yang besar untuk menyusun dan melaksanakan pembangunan desa, disertai fasilitas dana desa dengan jumlah yang cukup besar. Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan di tingkat desa, demi pancapaian visi Indonesia mandiri, maju, adil dan makmur di seluruh wilayah NKRI sampai ke desa-desa. Sayang sekali fasilitas tersebut, dimanfaatkan sebagai peluang bagi oknum kepala desa untuk melakukan

47 Ibid

48 Widjojanto, B. (2016). Bambang Widjojanto: Modus Korupsi di Era Reformasi Lebih Canggih. Retrieved November 27, 2018,

from https://antikorupsi.org/en/news/bambang-widjojanto-modus-korupsi-di-era-reformasi-lebih-canggih

(37)

20

korupsi. Berdasarkan data tahun 2018, setidaknya sudah ada 900 kepala desa yang terlibat korupsi dana desa dengan kerugian sebesar Rp. 40,6 milliar, ditambah kasus korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dengan aparatur pemerintah desa yang jumlah setiap tahunnya mengalami kenaikan.49

Berbagai paparan tindak pidana korupsi dimuka merupakan AGHT bagi bangsa Indonesia, yang harus senantiasa diwaspadai dan ditindak-lanjuti proses pencegahan dan pemberantasan Korupsi, agar upaya kerja keras WNI untuk membangun bangsa yang bermartabat dimata dunia dapat tercapai secara optimal.

49 Tubagus Koko, Transaktual,

(38)

21

Bagian III

PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI

1. Pengertian Pencegahan Korupsi

Pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.50 Pencegahan tindak pidana korupsi adalah sekumpulan tindakan yang dapat menahan agar korupsi tidak terjadi.

Pencegahan korupsi adalah perkara yang tidak mudah diselesaikan karena tindak pidana korupsi merupakan perilaku yang terbentuk dari kebiasaan perilaku buruk sejak kecil. Solusi tepat bagi pencegahan korupsi ini hanya bisa dilakukan dengan mempersiapkan generasi mendatang yang berkarakter kuat, yang memiliki integritas dan komitmen yang kuat, memiliki prinsip-prinsip mulia seperti sikap dan moral perilaku dalam kedisiplinan dan kejujuran. Persiapan tersebut dilakukan dengan cara menanamkan kebiasaan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam nilai dasar bela negara, sejak anak usia dini. Hal ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan di lingkup pendidikan informal yaitu keluarga, pendidikan formal di sekolah, dan pendidikan non formal di tengah masyarakat.

Pencegahan korupsi perlu dilakukan secara lebih optimal, sehingga diperlukan upaya yang dilaksanakan bersama dan bersinergi oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, pemangku kepentingan lainnya, dan KPK, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.51

2. Pencegahan Perilaku Korupsi Sejak Dini

Ada beberapa tindakan pecegahan perilaku korupsi yang bisa dilakukan sejak dini, atau dibiasakan melalui pendidikan sejak dini, yaitu antara lain dengan cara:52

a. Penanaman kejujuran sejak dini. Kejujuran adalah suatu hal yang sangat penting dari pembentukan karakter seseorang. Apabila kejujuran ditanamkan

50 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Arti Pencegahan, diunduh dari: https://kbbi.web.id/cegah 51 Peraturan Presiden RI, Nomor 54 Tahun 2018, Tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi 52 Goto Kusanto. Korupsi Cermin Etika Sikap dan Mental Individu, op.cit.

(39)

22

sejak usia dini, bukan tidak mungkin kita akan mendapatkan pejabat-pejabat pemerintahan yang jujur.

b. Kedisiplinan dan taat pada hukum yang berlaku sangat diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apabila seseorang disiplin dan taat pada hukum sejak usia dini, maka perilaku korupsi akan musnah dengan sendirinya.

c. Kesadaran mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan

pribadi. Apabila seseorang lebih mementingkan kepentingan umum, maka dia tidak akan egois tentang kepentingan pribadinya. Jika perilaku korupsi yang lebih didorong oleh kepentingan pribadi bisa terpinggirkan, maka bukan tidak mungkin kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatpun terjamin.

d. Penerapan Pajak Kekayaan yang tinggi. Perilaku korupsi bisa disebabkan oleh ke-egoisan seseorang dalam meraih kekayaan. Guna mencegah kekayaan yang berlimpah, maka pajak kekayaan yang tinggi akan menjadi solusi yang baik. Langkah ini bisa juga dimaksudkan untuk penurunan tingkat korupsi yang berdasarkan keinginan untuk kaya.

e. Hidup sederhana dan bersyukur. Tekanan ekonomi yang tinggi bisa memun-culkan suatu ide dan gagasan seseorang mencari jalan pintas guna meraih kekayaan. Untuk mencegah hal tersebut, perlu ditanamkan kesederhanaan kepada seseorang sejak dini, dan tak lupa rasa syukur kepada Tuhan atas apa yang kita miliki.

3. Pembangunan Nilai Integritas dalam Pencegahan Korupsi

Dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi, selain penanaman sikap dan perilaku jujur dan disiplin seperti di kemukakan pada butir 2, juga sama pentingnya adalah penanaman nilai karakter integritas serta nilai-nilai pendukungnya yang relevan, yang terkandung di dalam nilai dasar bela negara. Pembahasan pembangunan nilai integritasi akan dikupas dalam urutan sebaga berikut :

(40)

23 a. Pengertian Integritas:

Integritas merupakan salah satu atribut terpenting atau kunci yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.53 Pemimpin berintegrasi tinggi bertanggung jawab terhadap semua yang dilakukannya berikut orang yang berada pada naungannya. Pemimpin tersebut selalu mengevaluasi setiap tujuan yang belum bisa dicapai.54

Integritas dibutuhkan oleh siapa saja, tidak hanya pemimpin namun juga yang dipimpin. Artinya orang-orang mengiginkan jaminan bahwa pemimpin mereka dapat dipercaya jika mereka harus menjadi pengikut-pengikutnya. Mereka merasa yakin bahwa sang pemimpin memperhatikan kepentingan setiap anggota tim dan sang pemimpin harus menaruh kepercayaan bahwa para anggota timnya melakukan tugas tanggung-jawab mereka.55

Integritas adalah konsistensi antara tujuan yang telah ditetapkan dengan nilai, tindakan, norma, metoda, ukuran dan prinsip untuk mencapai tujuan tertentu. Orang yang memiliki integritas adalah orang yang teguh dalam berprinsip, konsisten dalam bertindak, bertanggung jawab, taat aturan hukum, berkarakter kuat, pantang menyerah, jujur, berani mengakui kesalahan dan mengoreksinya.56 Jadi, Pemimpin dan yang dipimpin sama-sama ingin mengetahui bahwa mereka akan menepati janji-janjinya dan tidak pernah luntur dalam komitmennya. Orang yang hidup dengan integritas tidak akan mau dan mampu untuk mematahkan kepercayaan dari mereka yang menaruh kepercayaan kepada dirinya. Mereka senantiasa memiliki yang benar dan berpihak kepada kebenaran. Ini adalah tanda dari integritas seseorang. Mengatakan kebenaran secara bertanggung jawab, bahkan ketika merasa tidak enak untuk mengatakannya.57

53 Iriawan Hartana. Integritas dan Komitmen dalam Bekerja. disari dan diunduh dari:

https://ot.id/tips-profesional/integritas-dan-komitmen-dalam-bekerja#

54 Salamadian. Pengertian Integritas, Komitmen, Kredibilitas dan Contohnya, Lengkap !, diunduh dari:

https://salamadian.com/pengertian-integritas-komitmen-kredibilitas/

55 Merry Christuti. Integritas-Kredibilitas-Komitmen Pentingkah …??, diunduh dari:

https://id.linkedin.com/pulse/integritas-kredibilitas-komitmen-pentingkah-a-merry-christuti

56 Salamadian, op.cit. 57 Merry Christuti, op.cit

(41)

24 b. Hubungan Integritas dengan Komitmen

Komitmen adalah salah satu syarat utama seseorang dikatakan memiliki integritas tinggi. Komitmen secara garis besar diartikan sebagai kontinuitas atau terus-menerus. Pengertian komitmen adalah kebulatan hati atau tekad seseorang dalam menyelesaikan setiap target atau tujuan secara terus menerus tanpa menyerah sebelum target tujuan tercapai. Komitmen itu dimulai dengan kata dan mewujudkannya dengan menjalankan kata tersebut, “walk the talk” melakukan apa yang dikatakan, tidak mencla-mencle atau konsisten dengan apa yang diucapkannya. 58

Integritas dan komitmen bekerja. Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegrasi berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat.59

c. Hubungan Integritas dengan Kredibilitas

Kredibilitas selalu disandingkan dengan integritas karena kedua sifat ini membentuk kepercayaan orang lain.Tapi keduanya berbeda layaknya buah apel. Kredibilitas merupakan kulit apel yang memiliki manfaat dan bisa menarik minat pembelinya, sedangkan daging buah apel adalah integritasnya. Bisa disimpulkan, kredibilitas berkaitan erat dengan cara kerja yang menggunakan head (otak) yang berhubungan dengan ketrampilan, keahlian, intelegensi, atau hardskill. Sedangkan integritas memiliki sistem kerja yang dimulai dari heart (hati) yang berhubungan dengan ketulusan, kejujuran, keinginan yang kuat, dan konsistensi terhadap tujuan, atau softskill. Kredibilitas dibentuk oleh kepabilitas/kemampuan dan pengalaman. 60

58Salamadian, op.cit.

59Bare Ali. Integritas ASN Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Negara. Presentasi PPt, diakses tg. 18 Juni 2020 60Salamadian, op.cit.

(42)

25

d. Contoh tindakan nyata : Integritas – Komitmen – Kredibilitas

Dalam bekerja atau melakukan kegiatan sehari-hari, ketiga nilai ini merupakan kunci sukses. Semua nilai ini harus terinternalisasi ke dalam diri pemimpin, kendati bukan hanya pemimpin yang harus memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan ketiga nilai tersebut. Berikut ini contoh tindakan nyata dari ketiga nilai tersebut:61

1) Datang tepat waktu merupakan langkah pertama yang menunjukkan akan integritas dan komitmen untuk melangkah lebih maju. Datang tepat waktu dan bukan karena absensi akan tetapi lebih karena ada setumpuk tugas yang harus diselesaikan segera. Jika masih datang tepat waktu namun karena adanya absensi maka belum bisa dikatakan memiliki ketiga sikap tersebut. Waktu merupakan hal yang paling penting dalam sebuah pekerjaan, sehingga keterlambatan seperti datang terlambat bisa memancing keterlambatan pekerjaan lainnhya.

2) Menyelesaikan tugas dengan baik merupakan contoh yang kedua. Ketepatan waktu dan proses pengerjaan yang baik bisa menjadi titik dasar penilaian akan kredibilitas dan integritas. Setiap pekerjaan selalu memiliki tingkat kesulitan dan beban yang berbeda namun langkah untuk menyelesaikan tugas tersebutlah yang dapat mendatangkan penilaian orang. Ciri tugas yang diselesaikan dengan baik adalah sesuai jadwal, tidak keluar dari aturan yang ditetapkan, sesuai dengan permintaan dengan menambahkan inovasi atau ide yang terlebih dahulu dimusyawarahkan dan disepakati, dan tentunya bisa mendapatkan hasil yang maksimal.

3) Berperilaku aktif, konsisten, jujur, dan bertanggung-jawab hingga tuntasnya pekerjaan dengan hasil yang memuaskan, menunjukkan nilai integritas-komitmen-kredibilitas. Dalam kehidupan bersosial atau di lingkungan yang heterogen, semua karakter tersebut penting untuk menunjang kemampuan dan membangun “trust” atau kepercayaan dari orang disekitarnya.

Gambar

Gambar 1 :  Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN
Gambar 2 :  Desain Instruksional Modul PKBN
Gambar 3 :  Desain Instruksional – Pencegahan Korupsi
Gambar 4 :  Strategi Pemberantasan Korupsi
+7

Referensi

Dokumen terkait