SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50, dan FP60 TERHADAP
KULTUR SEL MYELOMA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Anastasia Yuli Ekasaptawati
NIM : 038114016
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50, dan FP60 TERHADAP
KULTUR SEL MYELOMA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Anastasia Yuli Ekasaptawati
NIM : 038114016
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Hal-hal yang benar-benar kau yakini, pasti akan selalu terjadi;
dan keyakinan akan suatu hal, akan menyebabkannya terjadi” -
Frank Lloyd Wright
“You don't have to be afraid of change. You dont have to worry
about what's been taken away. Just look to see what's been added”
- Jackie Greer
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia
memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak
dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai
akhir - Pengkhotbah
3:11
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga atas berkat rahmat
dan anugerahnya penulis bisa menyelesaikan skripsinya yang berjudul
“Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30,
FP40, FP50,dan FP60terhadap Kultur Sel Myeloma”.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak untuk itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
2. Drs. A. Yuswanto, S.U., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga dan atas segala masukan serta sarannya
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran dan waktunya.
4. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., selaku dosen penguji atas segala arahan,
kritik, saran dan waktunya.
5. Mbak Yuli, Pak Rajiman dan segenap teknisi Laboratorium Ilmu Hayati
Universitas Gadjah Mada yang telah membantu jalannya penelitian sehingga
dapat terselesaikan dengan baik.
6. Bapak, ibu dan adik-adikku tercinta atas kasih sayang, doa dan dukungannya
7. Robertus Bangun Antoro yang senantiasa memberi dorongan motivasi, doa,
serta berbagi suka dan duka.
8. Sari, Melon, Vita, Lusi, Jeny, Ndari, Lea, buat kebersaman dan kerjasamanya
selama penelitian.
9. Uti, Neti, Lina, Sinta, Opunk, Meta, Agung, Widi, Win, Tanti buat
persahabatan yang indah. Aku tak merasa sendiri karena kalian...
10.D’ Sindens (Angger-Tata- Rosa ’sapi’-Vera ’sundes’- Sari ’Sri’- Dita-Dita ’Bu
Man’-Moncee) dan teman-teman kelas A angkatan 2003 buat kebersamaan
yang indah selama ini.
11.Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.
Tidak dapat dipungkiri tulisan ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu
penulis tidak menutup diri untuk koreksi dan saran yang membangun dari
pembaca. Harapan penulis karya ini bermanfaat dan dapat mendorong mahasiswa
angkatan berikutnya untuk berkarya lebih baik bagi kemajuan dunia farmasi di
Indonesia.
INTISARI
Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang sangat mematikan di dunia. Banyak penelitian menggunakan sumber bahan obat dari alam nabati yang digunakan untuk mengobati penyakit tersebut, salah satunya yaitu daun mimba (Azadirachta indica A. Juss). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50, dan FP60 berpotensi sebagai antikanker.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Uji sitotoksisitas dilakukan pada sel Myeloma dan sel Vero dengan menggunakan metode MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Data yang diperoleh berupa persen kematian sel yang kemudian diolah dengan menggunakan analisis probit dan uji T sampel independen.
Dari hasil penelitian harga LC50 yang diperoleh dari fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap sel myeloma berturut-turut adalah sebesar 0,71 μg/ml; 2,04 μg/ml; 1,88 μg/ml; 1,48 μg/ml. Harga LC50 untuk FP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap sel vero berturut-turut adalah 0,01 μg/ml; > 1 g/ml; 0,03 μg/ml; 0,05 μg/ml. Dapat disimpulkan bahwa FP30 berefek paling sitotoksik. Berdasarkan harga LC50; FP30, FP50 dan FP60 tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker. Sedangkan FP40 tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker berdasarkan uji T sampel independen.
ABSTRACT
Cancer is one of deadly diseases in the world. Many researchs use natural medicine plant for curing the disease. One of them is neem leaves (Azadirachta
indica A. Juss). The purpose of this research was to determine which protein
fraction of neem leaves have cytotoxic effect against myeloma cells..
The research is a pure experimental with the complete random- design, one way pattern. Cytotoxicity test was done at Myeloma cell and Vero cell by using MTT method (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Data in percentage of the death cells were analysed by probit and independent-samples T test.
The result show that on myeloma cell, the LC50 value of protein fraction PF30, PF40, PF50, PF60 are 0,71 μg/ml; 2,04 μg/ml; 1,88 μg/ml; 1,48 μg/ml. LC50 value of protein fraction PF30, PF40, PF50, PF60 to vero cells are 0,01 μg/ml; > 1 g/ml; 0,03 μg/ml; 0,05 μg/ml. In conclusion, PF30 have the highest cytotoxic effect.The LC50 value, indicate that PF30, PF50, and PF60 doesn’t have anticancer potency. Independent-samples T test, indicate that PF40 doesn’t have anticancer potency.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... .. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
INTISARI... ix
ABSTRACT... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH PENTING..……….. xix
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 3
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian... 4
B. Tujuan Penelitian… ... 4
1. Tujuan umum…… ... 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss)... 6
1. Keterangan botani ... 6
2. Deskripsi ... 6
3. Kandungan kimia ... 6
4. Khasiat dan penggunaan ... 7
5. Penelitian mengenai tanaman mimba………... 7
B. Kanker ... 7
C. Protein………. ... 9
D. Sel Myeloma……… ... 12
E. Sel Vero... 13
F. Uji Sitotoksisitas ... 14
G. Landasan Teori... 15
H. Hipotesis... 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 16
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 16
1. Variabel bebas... 16
2. Variabel tergantung... 16
3. Variabel pengacau terkendali... 16
4. Variabel pengacau tak terkendali ... 16
5. Definisi operasional ... 17
1. Alat ... 17
2. Bahan ... 17
D. Tata Cara Penelitian ... 18
1. Determinasi tanaman... 18
2. Pengumpulan daun mimba... 19
3. Sterilisasi alat dan bahan... 19
4. Preparasi fraksi protein daun mimba ... 19
5. Pengukuran kadar protein dengan spektrofotometri UV ... 20
6. Propagasi dan panen sel Myeloma... 21
7. Propagasi dan panen sel Vero………... 22
8. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Myeloma 23
9. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Vero... 24
E. Analisis Hasil... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
A. Determinasi Tanaman ... 27
B. Pengumpulan Daun Mimba ... 27
C. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 28
D. Preparasi Sampel Fraksi Protein Daun Mimba ... 28
E. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Spektrofotometri UV ... 30
H. Uji SitotoksisitasFraksi Protein Daun Mimba... 31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 39
A. Kesimpulan ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
LAMPIRAN... 43
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan
metode spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 280 nm dan 260 nm ... 30
Tabel II. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap
sel Myeloma ……….………. 33
Tabel III. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap
sel Vero...……….……….. 35
Tabel IV. Harga LC50 fraksi protein daun mimba terhadap
sel Myeloma……….……….. 36
Tabel V. Hasil LC50 fraksi protein daun mimba terhadap
sel Vero……….………. 36
Tabel VI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimbaFP30
terhadap kultur sel Myeloma... 45
Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimbaFP40
terhadap kultur sel Myeloma... 45
Tabel VIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimbaFP50
terhadap kultur sel Myeloma... 46
Tabel IX. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimbaFP60
terhadap kultur sel Myeloma... 46
Tabel X. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimbaFP30
Tabel XI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimbaFP40
terhadap kultur sel Vero... 48
Tabel XII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimbaFP50
terhadap kultur sel Vero... 48
Tabel XIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimbaFP60
terhadap kultur sel Vero... 49
Tabel XIV. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 280 nm dan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Sel Myeloma dan Sel Vero tanpa perlakuan …………..…... 32
Gambar 2 Kultur sel Myeloma dan sel Vero yang diberi Perlakuan fraksi protein daun mimba ………...……… 32
Gambar 3 Persen kematian sel Myeloma vs konsentrasi fraksi protein daun mimba ………...……… 34
Gambar 4 Persen kematian sel Vero vs konsentrasi fraksi protein daun mimba ………...……… 35
Gambar 5. Foto tanaman mimba …………... 84
Gambar 6. Foto daun mimba …………... 85
Gambar 7. Foto ELISA reader SLT 340ATC…………... 86
Gambar 8. Foto Spektrofotometer UV …………... 86
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat... .. 43
Lampiran 2. Absorbansi Sel dengan Metode MTT ... 45
Lampiran 3. Cara Perhitungan Konsentrasi Protein ... 50
Lampiran 4. Hasil analisis probit fraksi protein daun mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap kultur sel myeloma
dengan metode MTT………....…… 52
Lampiran 5. Hasil analisis probit fraksi protein daun mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap kultur sel vero
dengan metode MTT………....…… 64
Lampiran 6. Uji distribusi data dengan Kolmogorov-Smirnov
pada sel myeloma ………….………. 76
Lampiran 7. Uji distribusi data dengan Kolmogorov-Smirnov
pada sel vero ………….………. 77
Lampiran 8. Perhitungan nilai kolerasiLC50 Sel Myeloma dan Sel Vero
pada Taraf Kepercayaan 95%……….……….. 79
Lampiran 9. Hasil Uji Signifikansi LC50 antara Sel Myeloma
dan Sel Vero dengan Analisis Statistik ……… 80
Lampiran 10. Foto tanaman dan daun mimba... 84
Lampiran 11. Foto ELISA reader, Spektrofotometer UV, dan Sentrifuge... 86
ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING
FBS : Fetal Bovine Serum
FP : Fraksi Protein
LC50 : Lethal Concentration 50%
MTT : 3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid)
reagen Stopper : reagen yang terdiri dari larutan SDS 10% dalam HCl 0,01N
RPMI : Rosswell Park Memorial Institute
SDS : Sodium Dodesil Sulfat
tissue culture flask : tempat untuk menumbuhkan sel, berbentuk botol dengan
leher bengkok
96 well plate : sumuran mikro yang terdiri dari 96 lubang tempat
BAB I PENGANTAR Latar Belakang
Kanker adalah jenis tumor yang ganas. Penderita kanker semakin
meningkat hampir tiap tahunnya. Di negara yang telah berhasil membasmi
penyakit infeksi, kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit
kardiovaskular. Di Amerika Serikat kanker merupakan penyebab utama kematian
pada wanita antara 3-14 tahun (Ganiswara dan Nafrialdi, 1995). Di Indonesia
kanker masuk urutan ke-6 sebagai penyebab kematian. Penyakit kanker
diperkirakan diidap oleh 15 orang per 100.000 penduduk di dunia (Kuswibawati,
2000).
Obat antikanker yang ideal seharusnya dapat membunuh sel kanker tanpa
membahayakan jaringan sehat. Sampai sekarang belum ditemukan obat-obatan
yang memenuhi kriteria demikian (Katzung, 1989). Pada umumnya antineoplastik
menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas, karena
menghambat pembelahan sel normal yang proliferasinya cepat misalnya sumsum
tulang, epitel germinativum, mukosa saluran cerna, folikel rambut dan jaringan
limfosit. Terapi hanya dapat dikatakan berhasil baik, bila dosis yang digunakan
dapat mematikan sel tumor yang ganas dan tidak terlalu mengganggu sel normal
yang berproliferasi (Ganiswara dan Nafrialdi, 1995).
Kesadaran akan bahaya bahan-bahan kimiawi yang terkandung dalam
turun-temurun menjadi lebih penting dan bernilai. Bahan-bahan untuk itupun telah
disediakan secara melimpah oleh alam Indonesia (Soedibyo, 1998).
Kenyataan menunjukkan bahwa penggunaan obat tradisional dan obat dari
alam akhir-akhir ini mengalami peningkatan, misalnya mimba (Azadirachta
indica A. Juss). Tumbuhan ini bisa digunakan mulai dari kulit batang sampai daun
segarnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya beberapa khasiat daun mimba
diantaranya, sebagai obat anti diabetes, antibakteri, analgesik, antiinflamasi,
ekspektoran, karminatif, hepatitis, alergi, dan malaria (Keating, 1999). Dewasa
ini, kepopulerannya semakin melambung karena dipercaya dapat digunakan
sebagai antikanker (Kardinan dan Taryono, 2003).
Suatu senyawa dinyatakan memiliki potensi sebagai antikanker jika
memiliki nilai LC50 lebih kecil dari 20 µg/ml (Suffness and Pezzuto, 1991).
Penelitian sebelumnya menggunakan fraksi protein daun mimba hasil
pengendapan ammonium sulfat 30%, 40%, dan 100% jenuh dengan konsentrasi
6,25 μg/ml; 12,5 μg/ml; 25 μg/ml; 50 μg/ml; 100 μg/ml; dan 200 μg/ml (Hariadi,
2006), terbukti memiliki efek sitotoksik terhadap kultur sel myeloma. Dari hasil
penelitian tersebut, pengendapan dengan ammonium sulfat 30% dan 60% dengan
nilai LC50 sebesar 0,5 µg/ml dan 2,6 µg/ml berpotensi untuk dikembangkan
sebagai antikanker. Pada penelitian tersebut, diperoleh persen kematian melebihi
50% yang kemungkinan disebabkan oleh terlalu besarnya fraksi protein yang
digunakan. Didasari oleh penelitian tersebut, maka dilakukan penelitian
sitotoksik dengan menggunakan parameter LC50 dan yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai antikanker.
1. Permasalahan
Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah :
a. fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan
FP60, manakah yang mempunyai daya sitotoksisitas paling besar terhadap sel
myeloma?
b. seberapa besar nilai LC50 dari fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica
A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 terhadap sel myeloma?
c. apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40,
FP50,dan FP60, juga memiliki daya sitotoksisitas terhadap sel vero?
d. apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40,
FP50,dan FP60 berpotensi dikembangkan sebagai antikanker jika dilihat dari
daya sitotoksisitasnya terhadap sel myeloma dan sel vero?
2. Keaslian penelitian
Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai “Sitotoksisitas Fraksi
Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan dengan
Amonium Sulfat 30%, 60%, dan 100% Jenuh terhadap Kultur Sel Myeloma
(Hariadi, 2006)”. Sejauh ini, penulis belum menemukan adanya penelitian
mengenai sitotoksisitas fraksi potein daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya teori
yang telah ada mengenai khasiat, penggunaan dan efek sitotoksisitas fraksi
protein daun mimba terhadap kultur sel myeloma dan sel vero.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif untuk
pengobatan kanker dengan menggunakan bahan dari alam.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fraksi protein daun
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 berpotensi
sebagai antikanker.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss)
FP30, FP40, FP50,dan FP60 yang mempunyai daya sitotoksisitas paling besar
terhadap sel myeloma.
b. Untuk mengetahui nilai LC50 dari fraksi protein daun mimba (Azadirachta
indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 terhadap sel myeloma.
c. Untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica
A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60, juga memiliki daya sitotoksisitas
d. Untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica
A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 berpotensi dikembangkan sebagai
antikanker jika dilihat dari daya sitotoksisitasnya terhadap sel myeloma
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Azadirachta indica A. juss Keterangan Botani
Tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss) berasal dari genus Azadirachta, famili Meliaceae, dan ordo Archiclamydae dengan sinonim Melia
azadirachta Linn. Tanaman ini dalam bahasa Inggris dikenal dengan neem.
(Backer dan Backuizen van den Brink, 1965; Hutapea, 1993).
Deskripsi
Kandungan Kimia
Tumbuhan mimba mengandung azadirachtin, aspargin, margosin, asam glutamat, isolesin, karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan treonin (Anonim, 2004; Anonim, 1985).
Khasiat dan Penggunaan
Mimba banyak digunakan sebagai obat di masyarakat, antara lain digunakan sebagai penurun panas, pembunuh serangga, pencahar, pemacu enzim pencernaan, antiinflamasi, antirematik, antipiretik, penurun gula darah, antitukak lambung, hepatoprotektor, antifertilitas, antivirus, dan antikanker (Anonim, 1985; Anonim, 2004; Sukrasno, 2003).
Penelitian Mengenai Tanaman Mimba
Penelitian mengenai tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss) telah banyak dilakukan antara lain sitotoksisitas fraksi protein daun mimba
(Azadirachta indica A. Juss) hasil pengendapan dengan ammonium sulfat 30%,
60%, dan 100% jenuh terhadap kultur sel Myeloma (Hariadi, 2006) dengan LC50 sebesar 0,5µg/ml, 2,6µg/ml,dan 25,0 µg/ml; terhadap kultur sel Hela (Suwanto, 2006) dengan LC50 sebesar 1,0µg/ml, 4,1µg/ml, dan 407,7µg/ml; terhadap kultur sel SiHa (Candra, 2006) dengan LC50 sebesar 1,72µg/ml, 0,04µg/ml, dan 32,56 µg/ml; sedangkan terhadap kultur sel Raji (Robbyono, 2006) dengan LC50 sebesar 15,3µg/ml, 24,0µg/ml.
B. Kanker
normal (Kimball, 1988). Kanker timbul dari sel tunggal yang mengalami mutasi. Mutasi gen menyebabkan pertumbuhan sel meningkat dibandingkan yang lain dan membiarkan sel-sel tersebut tidak terkendali perkembangannya (Macdonald and Ford, 1997).
Agen yang menyebabkan terjadinya kanker disebut karsinogen. Karsinogen mungkin dapat berupa zat kimia maupun fisika, seperti sinar radiasi ultraviolet, zat-zat kimia seperti hidrokarbon dan tar. Karsinogen berupa biologis misalnya virus (Franks and Teich, 1997).
Kanker dapat menyerang berbagai sel pada seluruh organ di dalam tubuh, dari kepala sampai ujung kaki. Dalam keadaan normal sel hanya akan membelah diri bila tubuh membutuhkan, misalnya ada sel yang mau diganti karena mati atau rusak. Sedangkan sel kanker akan membelah meskipun tidak diperlukan, sehingga terjadi sel-sel baru yang berlebihan. Sel-sel baru mempunyai sifat seperti induknya yang sakit yaitu sel-sel yang tidak mempunyai daya atur (Kuswibawati, 2000).
Tingkatan perubahan sel pada pertumbuhan kanker adalah sebagai berikut: 1. hiperplasi adalah pembengkakan organ tubuh akibat pertumbuhan sel-sel baru
yang abnormal karena hilangnya kontrol pertumbuhan.
2. metaplasi yaitu pertumbuhan epitel suatu jenis jaringan dewasa menjadi jaringan lain yang juga dewasa.
3. displasi yaitu perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dalam hal bentuk, besar dan orientasinya yang masih bersifat reversibel.
4. anaplasi yaitu perubahan serupa displasi yang menyimpang lebih jauh dari normal. Merupakan suatu ciri tumor ganas yang bersifat ireversibel.
5. karsinoma insitu yaitu gambaran sel menjadi sangat atipik namun belum terdapat pertumbuhan infiltratif.
6. invasi yaitu sel kanker telah menembus lapisan basal jaringan (Kuswibawati, 2000).
C. Protein
Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta (Poedjiadi, 1994).
Protein dalam tanaman terbagi menjadi dua yaitu protein biji dan protein daun. Beberapa protein biji memiliki sifat sebagai protein racun. Sebagian diantaranya mungkin berperan dalam melindungi tumbuhan dari serangan mikroba. Protein beracun lain memberikan harapan sebagai antikanker dan penyakit lain yang disebabkan oleh virus (Robinson, 1991).
dikenal dengan istilah fraksinasi. Maksud dari langkah-langkah fraksinasi adalah untuk memisahkan campuran protein ke dalam suatu seri fraksi protein. Fraksinasi protein dapat dilakukan dengan cara pengendapan dengan garam, misalnya dengan kalium atau amonium sulfat (Scopes cit Robbyono, 1994).
Keuntungan fraksinasi menggunakan amonium sulfat adalah keefektifannya yang melebihi garam kation yang lain, selain itu harganya lebih murah dan ada manfaat yang lebih besar lagi yaitu dapat menstabilkan protein yang dimurnikan. Pada konsentrasi garam yang tinggi dapat mencegah terjadinya proteolisis dan juga mencegah pertumbuhan bakteri. Selain itu, amonium sulfat bersifat inert, tidak bereaksi dengan protein yang dipisahkan. Namun kelemahannya, amonium sulfat biasanya terkontaminasi oleh logam berat seperti besi, sehingga dapat mengganggu proses pengendapan. Jumlah amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai kejenuhan yang diinginkan dapat ditentukan dengan rumus yang mudah (Scopes cit Candra, 1994).
Beberapa metode tersedia untuk determinasi protein, antara lain: 1) metode spektrofotometri
pada panjang gelombang 260 nm dan 280 untuk mengoreksi adanya komponen- komponen tersebut (Kerese, 1984).
2) metode biuret
Prinsip dari metode biuret adalah mencampur larutan yang mengandung protein dengan basa kuat kemudian direaksikan dengan larutan CuSO4 yang sangat encer, sehingga menghasilkan warna violet kemerahan sampai biru violet. Warna yang dihasilkan merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan karena reaksi antara Cu2+ dengan 4 atom N. Dua atom N yang berdekatan dari satu rantai peptida dengan 2 atom N yang berdekatan dari rantai peptida yang lain berikatan dengan Cu2+ sehingga membentuk kompleks warna biru violet, dimana semakin lama warna yang terbentuk akan semakin pekat (tua). Reaksi ini tidak dapat terjadi pada dipeptida dan asam amino bebas (kecuali serin dan Treonin). Range protein yang dapat dianalisis menggunakan merode biuret yaitu 0,2 sampai 2 mg (Alexander, 1985).
3) metode lowry
Kemudian terjadi reduksi reagen fosfomolibdat-fosfotungstat (reagen Folin- Ciocalteau) oleh tirosin, triptofan, dan sistein (Alexander,1985).
4) metode “dye-binding”
Interaksi antara reagen Coomassie Brilliant Blue G250 dengan protein memberikan perubahan warna yang teramati, sehingga kadar protein dapat ditetapkan dengan mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm (Alexander, 1985).
D. Sel Myeloma
Myeloma adalah tumor yang terdiri dari jenis sel yang biasa ditemukan dalam sumsum tulang (Katzung, 1989). Multiple myeloma (yang dikenal sebagai myeloma) merupakan penyakit hematologik progresif. Myeloma merupakan kanker pada sel plasma, bagian penting dari sistem imun yang menghasilkan immunoglobulin (antibodi) untuk membantu melawan infeksi dan penyakit.
Multiple myeloma ditandai dengan jumlah yang berlebihan dari sel plasma
abnormal pada sumsum tulang dan produksi berlebihan dari immunoglobulin monoklonal (IgG, IgA, IgD, atau IgE). Hypercalcemia, anemia, kerusakan ginjal, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri dan terganggunya produksi immunoglobulin adalah manifestasi klinis yang umum pada multiple myeloma
(Anonim, 2005).
media Dulbecco’s-Eagle’s dengan asam amino non essensial dan 20% serum kuda yang inaktif (Anonim cit Rahmawati, 1983).
Sel myeloma dapat menimbulkan efek pada tulang, akan tetapi sel myeloma bukan termasuk ke dalam kanker tulang melainkan sel myeloma merupakan sel kanker darah atau sel kanker plasma. Pengobatan sel myeloma tergantung pada stadium yang diderita. Penyakit ini jarang terjadi, akan tetapi merupakan suatu penyakit yang mematikan (Anonim cit Hariadi, 2003).
E. Sel Vero
F. Uji Sitotoksisitas
Uji sitotoksisitas adalah uji in vitro dengan menggunakan kultur sel yang digunakan dalam evaluasi keamanan obat, kosmetika, zat tambahan makanan, pestisida, dan digunakan juga untuk mendeteksi adanya aktivitas anti neoplastik dari suatu senyawa (Freshney, 1986).
Program pengembangan obat baru untuk mengidentifikasi agen kemoterapetik kanker yang baru melibatkan evaluasi preklinik yang luas dari sejumlah besar senyawa kimia. Uji tersebut biasanya dilakukan pada hewan percobaan yang mempunyai kesamaan sifat dengan manusia. Penelitian menggunakan hewan percobaan memegang peranan penting, namun ada beberapa pertimbangan yang menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan kultur sel. Pertimbangan tersebut antara lain tes in vitro lebih murah dibanding in vivo, ada perbedaan proses fisiologi antara hewan percobaan dan manusia, dan ada pertimbangan moral dalam penggunaan hewan untuk penelitian (Freshney, 1986).
G. Landasan Teori
Kanker adalah adalah penyakit pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh sehingga menyebabkan kematian.
Myeloma adalah tumor yang terdiri dari jenis sel yang biasa ditemukan dalam sumsum tulang dan sel myeloma telah digunakan sebagai model untuk mengetahui daya sitotoksik.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mencari alternatif obat antikanker yang berasal dari bahan alam. Salah satunya yaitu dengan menggunakan daun mimba. Dari hasil penelitian sitotoksisitas fraksi protein daun mimba hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30%, 60%, dan 100% jenuh terhadap kultur sel myeloma (Hariadi, 2006), diperoleh harga LC50 sebesar 0,5 µg/ml (fraksi 30%) dan 2,6 µg/ml (fraksi 60%) yang berarti memikili potensi untuk dikembangkan sebagai antikanker. Hal tersebut mendasari dilakukannya penelitian dengan memfraksinasi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, dan FP60. Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang fraksi protein yang memiliki efek sitotoksik paling besar dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
H. Hipotesis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian sitotoksisitas fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A.
Juss.) FP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap kultur sel Myeloma ini termasuk
penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel bebas
Kadar fraksi protein daun mimba yaitu 0,20 μg/ml; 0,39 μg/ml; 0,78 μg/ml;
1,56 μg/ml; 3,13 μg/ml; 6,25 μg/ml; 12,5 μg/ml; 25 μg/ml; 50 μg/ml; 100 μg/ml dan 200 μg/ml.
2. Variabel tergantung
Persentase kematian sel myeloma dan sel vero.
3. Variabel pengacau terkendali
a. pH dan suhu pembuatan fraksi protein, dikendalikan pada pH 7,2 dan
suhu 4oC.
b. Medium tumbuh sel dikendalikan dengan menggunakan medium RPMI
1640-serum (untuk sel myeloma) dan M199 (untuk sel vero).
c. Tempat tumbuh dan waktu pemanenan daun mimba dikendalikan dengan
memanen daun pada tempat dan waktu yang sama.
4. Variabel pengacau tak terkendali
5. Definisi operasional
a.Sitotoksisitas ialah sifat toksik atau beracun dari fraksi protein daun
mimba terhadap sel myeloma dan sel vero.
b.Fraksi protein ialah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A.
Juss.)FP30, FP40, FP50, dan FP60, dinyatakan dalam µg/ml.
c.LC50 ialah konsentrasi fraksi protein daun mimba yang mampu membunuh
atau menyebabkan kematian sejumlah 50% sel uji dan dinyatakan dalam
µg/ml.
C. Alat dan Bahan 1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat-alat gelas,
stamper, mortir, timbangan analitik (AND ER-400 H), alumunium foil, magnetic
stirrer, tabung conical, autoklaf, tissue culture flask, swing rotor sentrifuge
(PLC), inkubator (Nuaire), mikropipet, membran dialisis (Sigma), lemari
pendingin, cell counter (Nunc), 96-well plate (Nunc), spektrofotometer UV (Cecil
CE-292), ELISA reader (SLT 340 ATC), laminar air flow (Nuaire), mikroskop
(Olympus IMT-2), haemocytometer (Nebauer), kain monel, tissue, glove, masker.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah :
a. daun mimba segar
b. kultur sel myeloma yang diambil dari stok di Laboratorium Hayati
c. kultur sel vero (normal) yang diambil dari stok di Laboratorium Hayati
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
d. pereaksi-peraksi yang digunakan untuk preparasi fraksi protein daun
mimba
1) Larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 (Merck)
2) Larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 yang mengandung 0,14
M NaCl (Merck)
3) Amonium sulfat p.a. (Merck)
e. pereaksi-pereaksi untuk uji sitotoksisitas
1) Media pencuci: RPMI 1640 (Sigma), natrium bikarbonat, Hepes
2) Media penumbuh: RPMI 1640, M199, FBS (Foetal Bovine Serum)
10%, Penisilin-Streptomisin 1% (Gibco), dan Fungison 0,5%
(Gibco).
3) Reagen Stopper : Sodium Dodeksil Sulfat (SDS) dalam HCl 0,01 N
(Merck)
4) MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium
bromide) (Sigma)
D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian yaitu daun mimba,
telah dideterminasi terlebih dahulu di laboratorium Farmakognosi Fitokimia,
kebenarannya menggunakan acuan baku (Backer dan Backuizen van den Brink,
1965).
2. Pengumpulan daun mimba
Daun mimba yang digunakan diambil dari pohon mimba yang tumbuh di
pekarangan Laboratorium Hayati, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada
bulan Juni 2006.
3. Sterilisasi alat dan bahan
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh organisme, maka alat-alat
yang digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat
tersebut dicuci bersih dengan sabun dan dikeringkan, setelah itu dibungkus
dengan kertas payung dan disterilkan dalam autoklaf selama 20 menit pada suhu
1210C (Cook dan Martin cit Candra, 1961).
4. Preparasi fraksi protein dari daun mimba
Daun tanaman mimba dikumpulkan segar, diseleksi, dan ditimbang
sebanyak 400 gram. Daun kemudian dicuci bersih dengan air mengalir, dibungkus
plastik dan disimpan dalam freezer semalam. Bahan ditumbuk halus dalam mortir
bersih dan steril dengan penambahan sedikit demi sedikit dapar natrium fosfat 5
mM pH 7,2 yang mengandung 0,14 M NaCl pada suhu dingin (dengan
penambahan es di sekitarnya). Bahan diperas dan disaring dengan kain monel,
ditampung dalam tabung conical yang bersih dan steril. Cairan yang diperoleh
disentrifus dengan 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh
merupakan ekstrak gubal, dikumpulkan dalam beaker glass dan diukur
dengan menambahkan amonium sulfat hingga mencapai kejenuhan 30%.
Penambahan amonium sulfat dilakukan sedikit demi sedikit, diikuti pengadukan
teratur dengan magnetic stirrer pada suhu dingin, dilanjutkan dengan sentrifugasi
ultra dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4°C selama 25 menit. Supernatan
(1) ditampung dalam labu ukur sedangkan endapan yang diperoleh dilarutkan
dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Selanjutnya
endapan tadi didialisis dengan memasukkan larutan endapan dalam dapar natrium
fosfat ke dalam membran dialisis yang salah satu ujungnya telah dijepit dengan
penjepit khusus membran kemudian ujung membran yang lainnya ditutup dengan
dijepit dengan penjepit khusus membran dengan kuat. Membran dialisis lalu
digantung dalam beaker glass yang berisi dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2
sebanyak 1000 ml. Proses dialisis dilakukan dalam almari es selama semalam
dengan di-stirrer perlahan dan dilakukan penggantian dapar natrium fosfat satu
kali. Hasil dialisis disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 20 menit.
Endapan hasil dialisis dibuang dan supernatan diambil. Supernatan ini merupakan
sampel fraksi protein daun mimba FP30.
Supernatan (1), (2), dan (3) ditampung secara bertahap, kemudian
ditambah amonium sulfat hingga mencapai kejenuhan 40%, 50%, 60% dengan
menggunakan langkah-langkah yang sama dengan fraksi protein daun mimba
FP30. Hasil yang diperoleh merupakan sampel fraksi protein FP40, FP50 dan FP60.
5. Pengukuran kadar protein dengan spektrofotometri UV
Sampel fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50 dan FP60,
larutan dapar natrium fosfat 5 mM, diukur serapannya dengan spektrofotometer
UV pada panjang gelombang 280 nm dengan blanko larutan dapar natrium fosfat
5 mM. Untuk mengoreksi adanya serapan oleh asam nukleat pada panjang
gelombang tersebut maka pengukuran juga dilakukan pada panjang gelombang
260 nm.
Konsentrasi = ([1,55 x E(280)] – [0,76 x E(260)] x faktor pengenceran) mg/ml
(Layne cit Richterich & Colombo, 1981)
6. Propagasi dan panen Sel Myeloma a. Propagasi Sel Myeloma
Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam
penangas air 37oC, kemudian ampul disemprot dengan etanol 70%. Ampul dibuka
dan sel myeloma dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium
RPMI 1640. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang,
diganti dengan medium RPMI yang baru, kemudian disuspensikan perlahan.
Suspensi sel lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang
sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang
mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai homogen,
kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan
dalam inkubator dengan suhu 37oC dengan aliran 5% CO2. Setelah 24 jam,
medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya
cukup untuk penelitian (Freshney, 1986; Jacoby dan Pastan, 1979; Sambrook et al
b. Panen Sel Myeloma
Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), media
diganti dengan RPMI 1640 baru sebanyak 5 ml kemudian sel dilepaskan dari
dinding flask dengan cara diresuspensikan menggunakan pipet Pasteur. Sel
dipindahkan dalam tabung conical steril dan ditambahkan medium RPMI sampai
volume 10 ml dan disentrifugasi 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang
dan pelet sel diresuspensikan perlahan dengan 1 ml medium. Sel kemudian
dihitung menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium
sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2,5x104/100 μl dan siap dipakai
untuk penelitian (Freshney, 1986; Jacoby dan Pastan, 1979; Sambrook et al cit
Candra, 1989).
8. Propagasi dan panen sel Vero a. Propagasi Sel Vero
Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam
penangas air 37oC, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul
dibuka dan sel vero dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium
M199. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti
dengan medium M199 yang baru, kemudian disuspensikan perlahan. Suspensi sel
lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang sekali lagi.
Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang
mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai homogen,
kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan
medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya
cukup untuk penelitian (Freshney, 1986; Jacoby dan Pastan, 1979; Sambrook et al
cit Candra, 1989).
b. Panen sel Vero
Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), sel dicuci
dengan FBS 10% sebanyak 3 ml. Untuk melepaskan sel-sel dari dinding flask,
diberi tripsin 2,5% sebanyak 1 ml. Sel dipindahkan dalam tabung conical steril
yang sudah berisi M199 sebanyak 7 ml. Kemudian sel dibilas kembali dengan
FBS 10% sebanyak 3 ml. Hasil bilasan dituang ke dalam tabung conical yang
sama dan disentrifuse selama 5 menit. Untuk menghilangkan sisa tripsin, sel
dicuci sekali lagi dengan menggunakan medium yang sama. Kemudian pelet
ditambah media kultur sebanyak 1 ml. Selanjutnya lakukan perhitungan jumlah
sel dengan menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah
medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2,5x104/100 μl dan siap
dipakai untuk penelitian (Freshney, 1986; Jacoby dan Pastan, 1979; Sambrook et
al cit Candra, 1989).
9. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Myeloma
Untuk uji sitotoksisitas, sebanyak 100 μl suspensi sel Myeloma dengan
kepadatan 2,5x104/100 μl dimasukkan dalam sumuran-sumuran 96-well plate
yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 200 µg/ml pada
sumuran A1, B1 dan C1 pada kolom 1, kemudian pada sumuran A2, B2 dan C2 di
kolom 2 ditambahkan 100 μl suspensi sel Myeloma pada sumuran yang telah
seterusnya hingga diperoleh seri kadar yang terendah yang digunakan dalam
penelitian. Sebagai kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran
yang berisi medium RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 sedangkan
untuk faktor koreksi, 100 µl sampel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi
medium RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Selanjutnya 96-well
plate diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC, dalam inkubator dengan
aliran 5% CO2 (Freshney, 1986; Jacoby dan Pastan, 1979; Sambrook et al cit
Candra, 1989).
Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10 μl
MTT 2,5 μg/ml dalam media RPMI 1640, lalu diinkubasikan semalam pada suhu
37oC, dalam inkubator dengan aliran CO2 5%. Sel hidup akan bereaksi dengan
MTT dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 50 μl
reagen stopper pada setiap sumuran dan inkubasi semalam pada suhu kamar.
Serapan setiap sumuran dibaca deangan ELISA reader pada panjang gelombang
550 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup.
10. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Vero
Untuk uji sitotoksisitas, sebanyak 100 μl suspensi sel vero dengan
kepadatan 2,5x104/100 μl dimasukkan dalam sumuran-sumuran 96-well plate
yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 200 µg/ml pada
sumuran A1, B1 dan C1 pada kolom 1, kemudian pada sumuran A2, B2 dan C2 di
kolom 2 ditambahkan 100 μl suspensi sel vero pada sumuran yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 100 µg/ml, demikian seterusnya
Sebagai kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi
medium M199 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 sedangkan untuk faktor
koreksi, 100 µl sampel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium M199
dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Selanjutnya 96-well plate diinkubasikan
selama 24 jam pada suhu 37oC, dalam inkubator dengan aliran 5% CO2 (Freshney,
1986; Jacoby dan Pastan, 1979; Sambrook et al cit Candra, 1989).
Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10 μl
MTT 2,5 μg/ml dalam media M199, lalu diinkubasikan semalam pada suhu 37oC,
dalam inkubator dengan aliran CO2 5%. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT
dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 50 μl
reagen stopper pada setiap sumuran dan inkubasi semalam pada suhu kamar.
Serapan setiap sumuran dibaca deangan ELISA reader pada panjang gelombang
550 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup.
E. Analisis Hasil
Pada metode MTT ini, serapan terbaca menunjukkan jumlah sel yang
hidup dan hasil akhir uji sitotoksisitas yaitu persentase kematian sel yang dihitung
menggunakan modifikasi rumus Abbot, dengan persamaan berikut:
% Kematian sel = x 100% A
C) (B
A− −
Keterangan :
A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan
C = Rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel
Untuk menghitung harga LC50 dilakukan perhitungan secara statistik
menggunakan analisis probit sedangkan untuk menganalisis perbedaan antara
daya sitotoksik fraksi protein daun mimba terhadap sel Myeloma dan sel Vero
dilakukan pengolahan data dengan uji T independen.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman
Penelitian ini menggunakan bahan utama berupa daun mimba. Untuk menghindari
terjadinya kesalahan pada penggunaan tanaman yang digunakan maka dilakukan
determinasi. Determinasi dilakukan di laboratorium Farmakognosi Fitokimia,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dari determinasi
didapat kunci Meliaceae
-1b-2b-3b-4b-12b-13b-14b-17b-18b-19b-20b-21b-22b-
23b-24b-25b-26b-27a-28b-29b-30b-31a-32a-33a-34a-35a-36d-37b-38b-39b-41b-
42b44b45b46e50b51b53b54b56b57b58b59d72b73b74a75b76a77a78b103c104b106b107a108b109a110b115b119b126a136. Azadirachta
-1b-3b-4b-7b-10b-13b-15a. Azadirachta indica A. Juss -1a. hasil detrminasi
menyatakan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah benar
Azadirachta indica A. Juss.
B. Pengumpulan Daun Mimba
Daun mimba yang digunakan pada penelitian diambil dari pohon mimba
yang tumbuh di halaman Laboratorium Ilmu Hayati, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, pada bulan Juni 2006. Pemanenan daun mimba dilakukan pada
pohon dan waktu pemanenan yang sama. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya perbedaan kualitas dan kandungan kimia yang terdapat
pada daun mimba. Daun mimba yang digunakan dipilih yang tidak terlalu muda
C. Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan
terlebih dahulu untuk menghilangkan semua pengotor dan kontaminan yang bisa
mengganggu pada saat proses penelitian. Sterilisasi dilakukan dengan
menggunakan metode uap panas bertekanan yang dilakukan pada suhu 121°C
selama kurang lebih 20 menit. Prinsip kerja dari metode ini yaitu dengan
menaikkan tekanan hingga suhu tinggi sehingga terbentuk uap air panas. Uap air
panas tersebut akan membunuh mikroorganisme dengan menyebabkan terjadinya
koagulasi dan denaturasi protein pada mikroorganisme. Penetrasi uap air panas
yang cepat mengakibatkan perusakan sel mikroorganisme yang lebih cepat.
D. Preparasi Sampel Fraksi Protein Daun Mimba
Pada penelitian ini menggunakan sampel berupa fraksi protein daun
mimba. Sampel dibuat dari daun mimba yang sebelumnya sudah dicuci bersih
yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang menempel pada
daun, kemudian sampel disimpan di dalam freezer semalam agar daun menjadi
lebih kaku sehingga mudah dihaluskan. Daun ditumbuk sampai halus dengan
menggunakan mortir yang dialasi dengan wadah yang berisi es sehingga tercipta
suasana yang dingin di sekitar mortir. Pada saat penumbukan ditambahkan dapar
natrium fosfat 5 mM yang mengandung NaCl. Dapar ini berfungsi untuk
mengeluarkan atau mengekstraksi protein yang terdapat pada daun dan NaCl akan
mempermudah proses ekstraksi tersebut sehingga protein dapat larut dan stabil di
dalam buffer penggerak. Proses tersebut dilakukan pada suhu dingin supaya
mengalami denaturasi. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak gubal daun
mimba yang kemudian ditambahkan amonium sulfat sampai mencapai kejenuhan
30%. Penambahan amonium sulfat ini bertujuan untuk menarik air yang terdapat
di dalam larutan sehingga akan terjadi penurunan kelarutan protein dan agregasi
molekul protein yang menyebabkan protein terendapkan. Proses di atas disebut
mekanisme salting out. Ion anorganik dari amonium sulfat akan bersaing dengan
protein untuk mengikat air, karena amonium sulfat lebih polar dibanding protein
maka air akan lebih banyak terikat pada amonium sulfat sehingga terjadi
penurunan kelarutan protein dan pada akhirnya protein terendapkan. Pada
mekanisme salting out tersebut, penambahan amonium sulfat dilakukan secara
sedikit demi sedikit agar dapat larut sempurna. Dari proses sentrifugasi akan
diperoleh supernatan dan endapan. Supernatannya ditampung untuk digunakan
pada proses preparasi sampel fraksi berikutnya, sedangkan endapan yang
diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5 mM
pH 7,2. Endapan yang diperoleh didialisis dengan tujuan untuk menghilangkan
amonium sulfat yang masih terikat dengan protein. Amonium sulfat yang
memiliki ukuran molekul lebih kecil dari protein akan menembus membran
dialisis secara difusi pasif, hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan gradien
konsentrasi,dimana konsentrasi di tubing lebih tinggi dibanding dengan di luar.
Dialisis dilakukan semalaman supaya amonium sulfat dalam sampel dapat keluar
semua dengan sempurna sehingga diperoleh fraksi protein yang murni. Dapar
natrium fosfat diganti pada jam ke-4, agar gradien konsentrasi di dalam dan di
baik. Endapan hasil dialisis dibuang dan supernatan diambil. Supernatan ini
merupakan sampel fraksi protein daun mimba FP30.
Pada preparasi sampel fraksi protein daun mimba FP40, FP50 dan FP60
langkah pengerjaannya sama seperti di atas, yaitu dengan menggunakan
supernatan hasil pengendapan amonium sulfat. Jumlah amonium sulfat yang
ditambahkan berturut-turut untuk sampel fraksi protein daun mimba FP30, FP40,
FP50 dan FP60 adalah sebanyak 28,35 gram; 29,29 gram; 30,29 gram; dan 31,36
gram. Sampel fraksi-fraksi protein yang diperoleh berwarna hijau kecoklatan dan
disimpan dalam suhu dingin.
E. Pengukuran Kadar Protein dengan Spektrofotometri UV
Sampel fraksi protein daun mimba yang diperoleh kemudian diukur
kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang
280 nm dan 260 nm. Sampel fraksi protein tersebut dapat diukur kadarnya dengan
spektrofotometer UV karena memiliki asam amino aromatik yang dapat menyerap
sinar UV. Asam amino tersebut memiliki panjang gelombang maksimum pada
280 nm. Adanya asam nukleat dan senyawa yang mengandung cincin purin dan
pirimidin yang memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 280 nm
yang terdapat di dalam sampel protein dapat mengganggu dalam pengukuran
absorbansi. Oleh sebab itu, dilakukan pengukuran absorbansi juga pada panjang
gelombang 260 nm untuk mengoreksi adanya senyawa-senyawa tersebut.
Hasil yang diperoleh dari pengukuran menggunakan spektrofotometer
dihitung berdasarkan perhitungan kadar protein dari Layne cit Richterich &
Colombo (1981).
Tabel I. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometer UV pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm
Fraksi protein daun mimba
Absorbansi
pada λ 280 nm pada λ 260 nmAbsorbansi fraksi protein Konsentrasi daun mimba
(mg/ml)
FP30 0,223 0,245 15,95
FP40 0,195 0,276 9,25
FP50 0,203 0,214 15,20
FP60 0,542 0,641 35,29
`Pada penelitian ini, pengukuran kadar protein dilakukan dengan
spektrofotometri UV karena protein mengandung beberapa kromofor penting
seperti fenilalanin, tirosin dan triptofan yang mampu menyerap sinar UV. Selain
itu pengukuran kadar protein menggunakan metode spektrofotometri UV mudah
dilakukan, hanya membutuhkan sedikit sampel dan tidak membutuhkan reagen.
F. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba
Uji sitotoksisitas dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu
senyawa digunakan sebagai senyawa antikanker. Dipilih metode MTT karena
metode ini cukup baik, mudah, cepat, akurat, tidak menggunakan bahan
sel Myeloma sel Vero
Gambar 1. Sel Myeloma dan Sel Vero tanpa perlakuan
Pada penelitian ini, seri kadar yang digunakan sebanyak 11 konsentrasi
dengan konsentrasi tertinggi 200 µg/ml dan konsentrasi terendah 0,20 µg/ml.
Absorbansi dari sel diukur pada panjang gelombang 550 nm. Semakin banyak sel
yang masih hidup maka akan semakin banyak intensitas warna ungu yang
dihasilkan. Hal ini akan berbanding lurus dengan nilai absorbansi yang terbaca
pada ELISA Reader.
i i
ii ii
sel Myeloma sel Vero
Gambar 2. Sel Myeloma dan sel Vero yang diberi perlakuan fraksi protein daun mimba
Pada penelitian dilakukan pula pengukuran absorbansi pada perlakuan
tanpa sel yang akan digunakan sebagai faktor koreksi untuk mengurangi adanya
pengaruh fraksi protein yang berwarna terhadap absorbansi. Dengan adanya faktor
koreksi ini diharapkan absorbansi yang terbaca merupakan absorbansi yang
sebenarnya yang dihasilkan oleh sel yang tetap hidup setelah pemberian senyawa
uji tanpa adanya pengaruh dari warna senyawa uji yang digunakan. Hasil uji
sitotoksisitas yang diperoleh yaitu berupa persen kematian sel yang didapatkan
dengan menggunakan modifikasi rumus Abbot, tampak pada tabel berikut ini.
Tabel II. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel Myeloma
Rata-rata Persen Kematian Sel ( % ) Konsentrasi
fraksi protein daun mimba
(µg/ml)
FP30 FP40 FP50 FP60
0,20 46,88 40,40 52,67 48,13
0,39 52,49 45,83 50,62 50,09
0,78 49,76 44,92 47,79 47,26
1,56 51,84 43,84 46,65 48,34
3,13
57,22
49,08 47,48 48,45
6,25 69,25 43,22 45,10 47,95
12,5 52,51 51,70 47,23 50,29
25 62,46 63,85 50,71 55,62
50 82,07 76,51 52,92 69,37
100 91,64 86,99 67,84 75,75
Grafik konsentrasi vs % Kematian
0.20 0.39 0.78 1.56 3.13 6.25 12.50 25.00 50.00 100.00 200.00
Konsentrasi fraksi protein
Gambar 3. Persen kematian sel myeloma vs konsentrasi fraksi protein daun mimba
Dari tabel II dan gambar 3 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang
linier antara konsentrasi fraksi protein daun mimba dengan persen kematian sel
Myeloma. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan semakin tingginya konsentrasi
fraksi protein daun mimba maka semakin tinggi pula persen kematian sel
Myeloma. Namun pada grafik FP30, terlihat persen kematian sel yang naik turun
seiring dengan kenaikan konsentrasi fraksi protein daun mimba. Terdapat banyak
kemungkinan yang bisa menyebabkan hal tersebut antara lain yaitu digunakannya
subyek uji berupa sel yang pertumbuhan dan kematiannya dipengaruhi oleh
banyak faktor. Kematian sel tidak hanya disebabkan karena perlakuan dengan
fraksi protein daun mimba, akan tetapi dapat pula disebabkan karena proses
kematian alami sel. Kemungkinan lain yang dapat terjadi yaitu karena pengaruh
Tabel III. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel Vero
Rata-rata Persen Kematian Sel ( % ) Konsentrasi
Grafik konsentrasi vs % Kematian Sel Vero
0.20 0.39 0.78 1.56 3.13 6.25 12.50 25.00 50.00 100.00 200.00
Konsentrasi fraksi protein
Dari tabel III dan gambar 4 dapat dilihat bahwa persen kematian sel naik
turun sehingga tidak dapat ditarik suatu korelasi yang dapat menyatakan aktivitas
sitotoksik dari fraksi protein daun mimba yang digunakan. Seperti halnya yang
terjadi pada sel myeloma, kematian sel vero yang naik turun tersebut
kemungkinan disebabkan karena adanya kematian alami sel dan kondisi
penelitian.
Selanjutnya ditentukan nilai LC50 yang dilakukan dengan analisa probit
menggunakan SPSS 13. Penentuan nilai LC50 ini bertujuan untuk mengetahui
ketoksikan fraksi protein daun mimba terhadap sel myeloma dan sel vero. Dari
hasil pengolahan data, diperoleh harga LC50 sebagai berikut ini.
Tabel IV. Harga LC50 fraksi protein daun mimba pada sel myeloma
Fraksi protein Harga LC50 (µg/ml)
FP30 0,714
FP40 2,040
FP50 1,885
FP60 1,486
Tabel V. Harga LC50 fraksi protein daun mimba pada sel vero
Fraksi protein Harga LC50 (µg/ml)
FP30 0,014
FP40 > 1 g/ml
FP50 0,033
Semakin kecil harga LC50 maka senyawa semakin bersifat toksik,
sebaliknya semakin besar harga LC50 maka semakin bersifat tidak toksik (Meyer
et al, 1982). Dari data di atas dapat dilihat bahwa pada sel myeloma, nilai LC50
paling kecil dimiliki oleh FP30, yang berarti FP30 bersifat sangat toksik. Suatu
senyawa dikatakan memiliki aktivitas sebagai antikanker bila memiliki nilai LC50
lebih kecil dari 20 µg/ml (Suffness and Pezzuto, 1991). Apabila dilihat dari nilai
LC50; FP30, FP40, FP50 dan FP60 memiliki nilai LC50 lebih kecil dari 20 µg/ml,
sehingga bisa dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
Sedangkan untuk sel vero, nilai LC50 paling kecil juga dimiliki oleh
FP30, yang berarti fraksi protein tersebut bersifat sangat toksik. Namun pada FP50
dan FP60 juga memberikan nilai LC50 yang tidak jauh berbeda dengan nilai LC50
FP30. Dari data di atas dapat dilihat bahwa fraksi protein daun mimba juga bersifat
toksik pada sel vero. Hal ini dapat menjadi penghambat untuk mengembangkan
fraksi protein daun mimba sebagai senyawa antikanker. Dilakukan pula uji
Kolmogorov-Smirnov yang bertujuan untuk membandingkan tingkat kesesuaian
sampel dengan suatu distribusi tertentu. Hasil dari uji Kolmogorov-Smirnov
menunjukkan bahwa semua fraksi protein baik pada sel myeloma maupun sel vero
memiliki distribusi normal (α > 0,05).
Selanjutnya dilakukan penghitungan nilai r pada taraf kepercayaan 95%.
Untuk sel myeloma diperoleh hasil bahwa pada semua fraksi (FP30, FP40, FP50 dan
FP60) memiliki kolerasi yang linier antara konsentrasi dengan persen kematian
(rhitung > rtabel), sedangkan pada sel vero hanya FP40 saja yang tidak memiliki
Dilakukan pengolahan data dengan statistik uji T sampel independen
(independent-samples T Test) untuk melihat perbedaan antara persen kematian sel
Myeloma dengan sel Vero karena pemaparan fraksi protein daun mimba. Pada
FP30, FP50, dan FP60 menunjukkan bahwa LC50 sel Myeloma berbeda bermakna
dengan LC50 sel Vero (sig. < 0,05), yang berarti terdapat perbedaan respon antara
sel Myeloma dengan sel Vero karena adanya fraksi protein daun mimba. Hal
tersebut memungkinkan FP30, FP50, dan FP60 untuk dikembangkan sebagai
senyawa antikanker. Akan tetapi apabila membandingkan nilai LC50 antara sel
Myeloma dengan sel Vero, FP30, FP50, dan FP60 tidak memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai senyawa antikanker. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
melihat nilai LC50 pada sel vero yang nilainya lebih kecil daripada pada sel
myeloma yang berarti bahwa FP30, FP50, dan FP60 bersifat lebih toksik terhadap
sel vero (sel normal) daripada terhadap sel myeloma (sel kanker).
FP40 menunjukkan bahwa LC50 sel Myeloma berbeda tidak bermakna
dengan LC50 sel Vero. Hal ini berarti fraksi protein daun mimba FP40 memiliki
kemampuan yang sama untuk menginduksi kematian sel Myeloma dan sel Vero
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Harga LC50 fraksi protein daun mimbaFP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap sel
myeloma berturut-turut sebesar 0,71 μg/ml; 2,04 μg/ml; 1,88 μg/ml; dan 1,48 μg/ml.
2. Harga LC50 fraksi protein daun mimbaFP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap sel
vero berturut-turut sebesar 0,014 μg/ml; > 1 g/ml; 0,033 μg/ml; dan 0,048 μg/ml.
3. Fraksi protein daun mimba FP30 memiliki efek sitotoksik paling besar
terhadap sel myeloma.
4. Fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, dan FP60 memiliki daya sitotoksik
terhadap sel vero.
5. Fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, dan FP60tidak berpotensi untuk
dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
B. Saran
1. Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kematian sel myeloma.
2. Perlu dilakukan uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba dengan waktu
DAFTAR PUSTAKA
Albert, B., P., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K. dan Watson, J.D., 1994, Molecular
Biology of The Cell, Third Edition, Garland Publishing Inc., New York
Alexander, Renee R., 1985, Basic Biochemical Method, John Willey & Sons Inc., New York
Anonim, 1983, American Type Culture Collection Catalogue of Strain II, Fourth Ed, Liss.Inc., New York, 61,107,145
Anonim, 1985, Tanaman Obat Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 2003, What You Need to Know About Multiple Myeloma, http://www.cancer.gov/cancerinfo/wyntk/myeloma, November 2006 Anonim, 2004, www.indoneem.com/html/product/index, diakses pada Desember
2005
Anonim, 2005, Multiple Myeloma research foundation,
http://www.multiplemyeloma.org/about_myeloma/indexhtml, diakses November 2006
Anonim, 2006, Methods for Concentrating Protein Solutions,
http://sbio.uct.ac.za/Sbio/documentation/Protein%20Concentration.html, diakses tanggal 22 November 2006
Backer, C.A. dan Bakhuizen Van Den Brink, R.C., 1965, Flora of Java, N.V.P. Noordhoof, Groningen.
Barille, F.A., 1997, In Vitro Methods in Pharmaceutical Research, Academic Press, Valencia, Spanyol, 2-3, 34-43
Candra, 2006, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Amonium Sulfat 30%, 60% dan 100% Jenuh Terhadap Kultur Sel SiHa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Franks L.M., and Teich N.M., 1997, Introduction to the Cellular Biology of
Cancer, 3 ed, Oxford University Press, Oxford, 1-7
Ganiswara, S.G dan Nafrialdi, 1995, Antikanker, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, editor Sulistia Gan dkk, Fakultas Kedokteran Umum Universitas Indonesia, Jakarta
Hariadi, A., 2006, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica
A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Amonium Sulfat 30%, 60% dan 100% Jenuh Terhadap Kultur Sel Myeloma, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Hutapea, J.R., 1993, Inventoris Tanaman Obat Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Jakoby, W.B., and Pastan, I.H., Methods in Enzymology Cell Culture, Vol.LVIII, Academic Press Inc, New York
Kardinan, A dan Taryono, 2003, Tanaman Obat Penggempur Kanker, PT Agromdia Pustaka, Jakarta, 22-29
Katzung, B.G., 1989, Basic and Clinical Pharmacology, Fourth Ed, Prentice- Hall International Inc, USA
Keating, K., B., 1999, Neem: The Miracolous Healing Herb, http://www. NEEM.com / Azadirachta indica/ neem.Htm
Kerese, Istvan, 1984, Methods of Protein Analysis, John Willey & Sons Inc., New York
Kimball, J.W., 1988, Biologi, diterjemahkan oleh H. Siti Soetarmi Tjitrosomo, Nawangsari Sugiri, ed 5, Erlangga, Jakarta
Kuswibawati, L., 2000, Apa Itu Kanker, Kanker, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2-5
Macdonald F. and Ford C.H.J., 1997, Molecular Biology of Cancer, edisi I, 1-2 Bios Scientific Publisher Ltd, Oxford OX4 IRE, UK
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R, Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E., Mc Laughlin, J.L., 1982, Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for
Active Plant Constituents, Vol. 45, Planta Medica, 31-34
Poedjiadi, A., 1994, Dasar- Dasar Biokimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta Rahmawati, N., 2004, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta
indica A. Juss) terhadap Kultur Sel Myeloma, Skripsi, Fakultas Farmasi
Richterich, R., Colombo, J.P., 1981, Clinical Chemistry Theory, Practice, and Interpretation, 408, John Wiley & Sons, Ltd., New York
Robbyono, 2006, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica
A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Amonium Sulfat 30%, 60% dan 100% Jenuh Terhadap Kultur Sel Raji, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Robinson, T., 1991, Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi, diterjemahkan oleh Padmawinata, penerbit ITB, Bandung
Sambrook, J., Fritsch, E.F., and Maniatis, T., 1989, Molecular Cloning A
Laboratory Manual, Jilid 1, 2, dan 3, 22nd ed, Cold Spring Harbor
laboratory Press
Scopes, R.K., 1994, Protein Purification, Principles and Practice, 2nd edition, Jeringer- Verleg, New York
Soedibyo, M., Alam Sumber Kesehatan, Manfaat dan Kegunaan, cet I, Balai Pustaka, Jakarta
Suffness, M., and Pezzuto, J., 1991, Assay Related to Cancer Drug Discovery
Methods in Plant Biochemistry: Assay aBioactivity, Volume 6,
Academic Ress, London
Lampiran 1 . Jumlah penambahan amonium sulfat pada derajat kejenuhan tertentu
Penambahan amonium sulfat dihitung dengan menggunakan rumus:
G =
(
)
S1= % kejenuhan dari larutan awal
S2= % kejenuhan dari larutan akhir
G= gram amonium sulfat yang ditambahkan per liter
Rumus penambahan amonium sulfat di atas hanya dapat diaplikasikan ketika
penambahan amonium sulfat dilakukan pada suhu dingin (± 4oC).
(Anonim, 2006)
Supernatan 500 ml= ml g
ml
Supernatan 500 ml= ml g
•Fraksi protein daun mimba FP50
Supernatan 500 ml= ml g
ml
•Fraksi protein daun mimba FP60
L
Lampiran 2 . Absorbansi sel dengan metode MTT
Tabel VI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 30% terhadap kultur sel Myeloma
perlakuan (B) perlakuan tanpa sel (C) Kadar
200 0,636 0,619 0,600 0,635 0,626 0,623 0,499 0,525 0,516 0,513 1,041 100 0,609 0,567 0,647 0,600 0,615 0,608 0,469 0,508 0,565 0,514 1,092 50 0,687 0,739 0,778 0,706 0,710 0,724 0,480 0,585 0,505 0,523 1,116 25 0,914 0,909 0,966 0,984 0,949 0,944 0,466 0,618 0,489 0,524 1,147 12,5 0,902 0,965 0,990 1,046 1,039 0,988 0,409 0,467 0,495 0,457 1,199 6,25 0,870 0,830 0,845 0,896 0,906 0,869 0,559 0,502 0,515 0,525
3,13 0,960 1,027 0,973 1,021 1,051 1,006 0,524 0,531 0,528 0,528 1,56 1,022 1,027 1,071 1,023 1,070 1,043 0,489 0,500 0,522 0,504 0,78 1,045 1,052 1,100 1,054 1,098 1,070 0,496 0,503 0,524 0,508 0,39 1,060 1,047 1,070 1,085 0,973 1,047 0,516 0,511 0,519 0,515 0,20 1,128 1,055 1,088 1,143 1,148 1,112 0,508 0,521 0,525 0,518
Rata- rata 1,119
Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP 40% terhadap kultur sel Myeloma
Perlakuan (B) Perlakuan tanpa sel (C) Kadar
200 0,598 0,631 0,654 0,612 0,585 0,616 0,477 0,505 0,528 0,503 1,055 100 0,608 0,603 0,588 0,556 0,621 0,595 0,446 0,464 0,456 0,455 1,067 50 0,693 0,711 0,673 0,697 0,727 0,700 0,441 0,449 0,453 0,448 1,064 25 0,805 0,879 0,870 0,791 0,848 0,839 0,436 0,458 0,456 0,450 1,109 12,5 0,919 1,006 0,988 0,954 0,961 0,966 0,444 0,442 0,453 0,446 1,080 6,25 1,047 1,076 1,050 1,045 1,044 1,052 0,430 0,450 0,446 0,442
3,13 0,952 0,975 1,102 0,964 1,049 1,008 0,436 0,462 0,485 0,461 1,56 1,043 1,069 1,089 1,071 1,078 1,070 0,439 0,474 0,486 0,466 0,78 1,041 1,048 1,102 1,119 1,062 1,074 0,469 0,478 0,500 0,482 0,39 1,136 0,997 1,088 1,055 1,104 1,076 0,473 0,498 0,510 0,494 0,20 1,081 1,119 1,183 1,196 1,173 1,150 0,488 0,515 0,526 0,510