i
PEMIKIRAN TASAWUF DAN TAREKAT
PERSPEKTIF ABOEBAKAR ATJEH
TAHUN 1948-1977
Skripsi
Diajukan Untuk Dipertahankan
Dalam Ujian Sidang Sarjana Humaniora
Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam
Oleh:
LUTHFI KAIFAHMI
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
iii
PEMIKIRAN TASAWUF DAN TAREKAT
PERSPEKTIF ABOEBAKAR ATJEH
TAHUN 1948-1977
Skripsi
Diajukan Untuk Dipertahankan
Dalam Ujian Sidang Sarjana Humaniora
Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam
Oleh:
LUTHFI KAIFAHMI
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Tidak ada hasil terindah selain hasil karya sendiri, Ijhad wala taksal wa la taku ghofilan fanadamatul ‘uqba liman yatakasal, Bersungguh-sungguh dalam belajar
jangan pernah menyerah”
PP. GONTOR
PERSEMBAHAN
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya. Berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW, sang pemberi syafa’at di kelak akhir
zaman, beserta para keluarga, sahabat dan para pengikut-pengikutnya.
Dengan mengucap syukur yang tak tergambarkan dalam sebuah goresan pena, Alhamdulillah Skripsi dengan judul “ Pemikiran Tasawuf Dan Tarekat Perspektif Aboebakar Atjeh Tahun 1948-1977” telah terselesaikan, disusun guna sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi dan untuk memperoleh gelar S1 Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak, dari teman keluarga, dosen dan semuanya yang telah mendukung dan membantu terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
ix
3. Bapak Haryo Aji Nugroho, S.Sos. M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN Salatiga.
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. Selaku Dosen Pembimbing.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN Salatiga.
6. Kepada keluarga, Bapak dan Ibu yang telah mempercayai saya untuk menempuh studi S1 dan yang mengasuh saya sejak kecil. Adek saya Aghnia Chairani, Kakak saya Latifatul Baroroh dan suami Sudarto, Bude Dian, Pakde Muhlasin, Bulik Istirokah, Bulik Dah dan Pak Agus, Lik Ibul dan Bulik Puri, Lik Mami dan Mbak Nuning, seluruh keluarga Zubaidi Family yang selalu mensuport penyelesaian Skripsi ini.
7. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan jurusan Sejarah Peradaban Islam Angkatan I, Mbak Eli, Mbak Tatik, Tiara Sofiana, Ika Putri Mahanani, Ingkan Dhika Pratiwi, Nur Sirojudhin, Qisthi Faradina Ilma Mahanani,
Muhammad Sam’ani, Muhammad Sopi Sholeh, Sholeh Rubiyanto, M.Luthfi
Kharis, Erni Sulistyo, M. Nur Faizin, Laela Kurnia, M.Qosim M, Fera Askiya, Syarifatul Ulpa, Rifkhan Eko Susanto, Ikhsan Maulana, Wildan, Rohib, dan semua rekan satu Jurusan khususnya.
8. Kepada rekan KKN DESA GIYANTI, Ninik, Shinta, Mumun, Anis, Dewi, Mujib, Huda, Okta.
x
Kepada mereka semua penulis tidak bisa memberikan apa-apa, hanya ucapan
terimakasih tulus yang dapat penulis berikan kepada semuanya serta do’a semoga
Allah memberikan balasan dari semua kebaikan mereka.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, hanya harapan yang penulis berikan agar skripsi ini dapat membuka wawasan keilmuan untuk pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Salatiga, 24 September 2017 Penulis
xi
Salah satu persoalan utama yang selalu ramai diperbincangkan dan menjadi perdebatan sepanjang zaman adalah masalah ketuhanan. Hubungannya dengan ketuhanan, ilmu tasawuf merupakan kajian ilmu yang sering membahas tentang pengartian Tuhan. Permasalahan tentang tasawuf atau ajaran tarekat merupakan topik yang sering disinggung dalam karya oleh Aboebakar. Pada bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Tarekat, Aboebakar banyak menerangkan masalah ajaran tasawuf, serta persoalan tarekat. Tasawuf merupakan salah satu ilmu untuk mempelajari bagaimana cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketertarikan dengan Karya Aboebakar adalah karyanya yang berbeda dengan penulis lain dengan penemuan titik permasalahan dari sebuah topik permasalahan. Tujuan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengangkat peran Aboebakar dalam sumbangan karya intelektualnya kepada kaum intelektual di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian Sejarah dengan metode penelitian sejarah (Library Research) Sumber data diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penggabungan metode deskritif kritis, kualitatif, komparatif dan analisis. Untuk menemukan sebuah kesimpulan mengenai pemikiran Aboebakar Atjeh. Melalui karya Aboebakar Atjeh mengenai tasawuf, kita dapat belajar banyak mengenai bagaimana ilmu tasawuf muncul pada awalnya, dan bagaimana ilmu tersebut berkembang. Pemahaman mengenai tasawuf dalam buku Aboebakar Atjeh disebutkan sebagaimana ada beberapa konsep dalam tasawuf yaitu syari’at, tarekat,
hakekat dan ma’rifat.
Perbedaan antara pemikiran Aboebakar Atjeh dengan tokoh intelektual muslim lainnya di era awal kemerdekaan adalah dalam penulisannya ia membandikan titik-titik permasalahan dari suatu persoalan. Aboebakar Atjeh merupakan tokoh intelektual muslim yang tekun dan cerdas pada masa awal kemerdekaan. Pemikiranya tentang tasawuf dikenal sebagai sebuah kajian ilmu mistik mengenai bagaimana hubungan manusia dengan tuhannya dapat terjalin dengan baik.
xii DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN JUDUL ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... vi
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6
D. Kerangka Konseptual ... 7
xiii
F. Metode Penelitian ... 11 G. Sistematika Penulisan ... 17 BAB II. BIOGRAFI ABOEBAKAR ATJEH
A. Latar Belakang Kehidupan Aboebakar Atjeh ... 18 B. Perjuangan dan Prestasi Aboebakar Atjeh ... 20 C. Karya-Karya Aboebakar Atjeh ... 24
BAB III. PEMIKIRAN ABOEBAKAR ATJEH
A. Pemikiran Aboebakar Tentang Tasawuf ... 31 B. Pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tarekat ... 35 C. Hubungan Tasawuf dan Tarekat ... 42
BAB IV. ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN TASAWUF PERSPEKTIF ABOEBAKAR ATJEH
A. Tinjauan Krisis Terhadap Pemikiran Aboebakar Atjeh .... 45 B. Relevansi pemikiran Aboebakar Atjeh Terhadap Perkembangan
Intelektual Islam di Indonesia ... 50
BAB V. PENUTUP
xiv DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aceh merupakan daerah yang memiliki penduduk muslim cukup banyak. Sebagai daerah yang mayoritas beragama muslim, Aceh memiliki julukan sebagai Serambi Mekkah. Banyak ulama muslim yang menyebarkan ajaran-ajaranya disana. Salah satu ajaran yang berkembang pada awal masuknya Islam di Aceh adalah ajaran dari para Sufisme yang membawa ajaran tasawuf. Seiring dengan pekembangan intelektual di nusantara, banyak para ulama dan tokoh-tokoh intelektual muslim yang muncul dari daerah Aceh maupun daerah di luar Aceh. Salah seorang intelektual muslim yang berasal dari Aceh salah satunya adalah Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh.
Aboebakar merupakan tokoh intelektual yang lahir pada tahun 1909 di Peureumeu, Kabupaten Aceh Barat. Ia dikenal sebagai pakar dalam penyiaran, penelitian dan kebudayaan. Aboebakar adalah nama aslinya, Aboebakar Atjeh lahir di Peureumeu pada 18 April 1909, Kabupaten Aceh Barat, dari pasangan ulama, Ayahnya adalah Teungku Haji Syeh Abdurrahman. Ibunya bernama Teungku Hajjah Naim. Wafat pada 18 Desember 1979 di Jakarta, dan dimakamkan di Pemakaman Karet Jakarta.1 Beliau sering dijuluki dengan
“Ensiklopedia Berjalan”, berkat kepandaiannya. Banyak karya Aboebakar
2
yang cukup terkenal. Salah satunya adalah tulisannya tentang Tasawuf dan Tarekat yang diterbitkan pada media cetak di Yogjakarta di masa ketika Aboebakar mengemban ilmu di Yogjakarta, serta karya Aboebakar lainnya yang turut memberikan kontribusi untuk kemajuan intelektual di Indonesia khususnya dan untuk dunia keilmuan Islam pada umumnya. Dari berbagai macam karya Aboebakar, hanya beberapa yang telah dicetak ulang.
Melalui karya tulisnya Aboebakar terkenal dan masuk dalam buku tentang Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh di Indonesia yang ditulis oleh Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza. Tidak hanya terkenal dengan kecerdasannya, Aboebakar juga merupakan seorang yang aktif dalam pengelolaan perpustakaan, penulisan sejarah monument nasional serta aktif di beberapa organisasi, seperti sebagai orang yang ikut andil dalam pendirian Muhamadiyah di Kutaraja. Namun setelah beliau meninggal pada tahun 1979 kini hanya dapat dikenang melalui beberapa karyanya yang dicetak ulang oleh penerbit. Karya Aboebakar dikenal sebagai salah satu sumber ilmu dalam mempelajari ilmu tarekat dan tasawuf meskipun tidak fokus dalam permasalahan itu saja. Beliau juga pernah menulis sejarah tentang Wahid Hasyim pada masa sepeninggalan Wahid Hasyim sebagai satu kenangan untuk menggambarkan sosok Wahid Hasyim semasa hidupnya.
3
Pengantar Ilmu Tarekat, Aboebakar banyak menerangkan masalah ajaran tarekat, serta persoalan tasawuf. Tasawuf merupakan salah satu ilmu untuk mempelajari bagaimana cara mendekatkan diri kepada Tuhan.2 Pengertian
tentang tasawuf juga diartikan sebagai sebuah ilmu mistik dimana seseorang akan menemui keikhlasan hati dalam beribadah ketika telah mencapai tingkatan tertinggi atau tingkatan puncak pada ilmu tasawuf. Untuk mempelajari ilmu tasawuf ada beberapa hal yang sering disebut dan erat kaitanya, yaitu mengenai sufisme dan syariah. Sufisme merupakan orang yang melupakan dirinya, dan hidup dalam cahaya pandang ilahi, yang tidak begitu peduli akan dirinya atau juga sesuatu yang lain.3 Syariah berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah melalui rasul-Nya, dan berarti sesuai dengan agama yang diajarkan Rasul.4 Untuk lebih mudahnya Tasawuf merupakan
ilmu, syari’ah merupakan tuntunannya, Sufi merupakan orang yang
melakukan. Adapun syari’ah sebagai tuntunan, Tarekat sebagai alat untuk
melakukan syari’at itu hingga akhirnya ketika syari’at dan tarekat telah
dikuasai lahirlah yang dinamakan hakekat, tidak lain merupakan keadaan atau
2 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal. 8
3 Dr. Muhammad Abd.Haq Ansari, Antara Sufisme dan Syari’ahí (Jakarta Utara: CV. Rajawali, 1990) hal.41
4
ahwal, sedangkan tujuan akhirnya adalah ma’rifat, yaitu mengenai dan
mencintai Tuhan dengan sebaik-baiknya.5
Tasawuf dan Fiqh bisa diartikan sebagai sebuah tuntunan dalam Islam, namun kedua hal ini memiliki perbedaan yang terkadang menjadi titik
persoalan dalam penentuan sebuah syari’at. Konsep ketuhanan yang sering
dibahas dalam tasawuf merupakan bagian yang akan sering disinggung. Ketika membahas kepercayaan manusia, maka akan ditemukan dihampir semua manusia mempercayai adanya Tuhan yang mengatur alam ini. Orang Yunani kuno menganut paham politheisme (keyakinan banyak Tuhan), bintang adalah Tuhan (dewa), venus adalah Tuhan kecantikan, Mars adalah Dewa Peperangan, Minerva adalah Dewa Kekayaan. Sedangkan Tuhan tertinggi adalah Apollo atau Dewa Matahari. Berbagai macam kepercayaan dan mengenai konsep Tuhan memiliki perspektif yang berbeda-beda. Tuhan dalam kaitannya dengan tasawuf pun akan memilki arti yang berbeda-beda pada setiap orang.6 Seperti dalam karya Aboebakar Atjeh mengenai pemikiran Ibn Arabi, dimana Ibn Arabi mengartikan Tuhan sebagai segala zat yang ada diantara seluruh makluk , keadaan dan segala zat yang hidup kekal ataupun segalanya yang tak tergambarkan dengan kata-kata. Dengan perkataan Ibn Arabi yang penuh makna filosofis, Aboebakar berusaha menggambarkan
5 Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat (Jakarta: FA. H. M. TAWI & SON BAG. Penerbitan, 1966) hal.IX
5
pemikiran seorang tasawuf yang telah mencapai pada tingkatan hidup yang tak tergambar oleh manusia biasa.7
Hal-hal mengenai Tarekat dan Tasawuf dibahas Aboebakar dalam karyanya yang berjudul Pengantar Ilmu Tarekat. Hal ini yang menjadi keunikan karya-karya Aboebakar Atjeh dimana sebagai salah satu tokoh dalam dunia keislaman ia dapat menyajikan sumber pengetahuan dengan menyisipkan pengetahuannya tentang ajaran sufi ataupun tasawuf hampir disetiap karyanya. Tidak hanya dapat dikatakan seorang yang cukup aktif sebagai penulis buku keislaman, Aboebakar Atjeh juga dikenal sebagai tokoh yang cerdas.
Pada masa-masa mudanya Aboebakar aktif di sejumlah ormas dan partai. Pada 1923 aktif di Sarekat Islam di Aceh Barat, pada 1924 di Muhammadiyah, dan di Partai Masyumi sejak 1946. Pada masa kepemimpinan Menteri Agama KH. Wahid Hasyim, Aboeakar Aceh bekerja di Departemen Agama, membantu menteri dalam urusan penataan pelayanan haji. Selanjutnya, dipercaya oleh Kyai Wahid memimpin jama’ah haji ke Mekkah pada 1953. Karena keluasan ilmu dan kacakapannya dalam tulis-menulis, ia dipercaya mengomandani bidang publikasi Departemen Agama, sebelum kemudian menjadi staf ahli Menteri Agama. Setelah Pemilu 1955, ia
6
yang dikenal tawadlu dan tidak suka menonjolkan diri itu masuk menjadi anggota Konstituante mewakili Partai NU.8
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang pemikiran Aboebakar dalam bidang keislaman khususnya pemikiran Aboebakar Atjeh mengenai Tasawuf. Dengan melihat karya Aboebakar Aceh yang memberi kontribusi dalam keilmuan islam setidaknya dapat menggugah kembali kepada peneliti lain untuk mengkaji karya-karya Aboebakar Atjeh.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini batasan mulai tahun 1948-1977. Bedasarkan persoalan yang telah digambarkan dalam latar belakang permasalahan diatas maka akan dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tasawuf?
2. Bagaimana relevansi pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tasawuf dalam dunia keislaman?
C. Tujuan
Bedasarkan rumusan masalah yang telah disusun maka tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain adalah:
7
1. Mengetahui bagaimana Aboebakar Atjeh memandang islam terutama dalam bidang tasawuf dan beberapa ajaran-ajaran yang dituntunkan dalam Islam.
2. Mengetahui relevansi pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tasawuf dalam dunia keislaman.
D. Kerangka Konseptual
Penggunaan konsep dalam suatu penelitian merupakan suatu bagian yang penting untuk menyusun kategori-kategori dalam menyusun sebuah hipotesis, yang melalui bermacam kritik dan interpretasi data, serta memperlihatkan kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.9
Untuk memenuhi seluruh maksud tersebut, kajian mengenai tasawuf ini merupakan dari beberapa buku tentang tasawuf seperti karya Aboebakar Atjeh mengenai makna tasawuf merupakan suatu kajian ilmu mengenai pembentukan akhlak manusia untuk membersihkan diri dalam beribadah
kepada Allah. Dalam ajaran Tasawuf diterangkan bahwa syari’at itu hanya
peraturan belaka, tarekatlah yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan
syari’at, apabila syari’at dan tarekat sudah dikuasai maka lahirlah hakikat dan
tujuan akhirnya adalah ma’rifat.10
9 A.Muchsin, Tasawuf Di Aceh Dalam Abad XX (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2003)hal.27
8
Tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung dari sudut pandang yang digunakan. Ada tiga sudut pandang dalam memahami arti tasawuf yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang dan manusia sebagai makhluk ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah swt.11
E. Tinjauan Pustaka
Dari hasil penelusuran sumber dari beberapa perpustakaan baik online maupun secara langsung, ditemukan tulisan mengenai penulisan topik yang hampir sama dengan pembahasan dalam skripsi ini diantaranya desertasi yang ditulis oleh Misri A. Muchsin, dengan judul Tasawuf di Aceh Abad XX studi
pemikiran Teuku Haji Abdullah Ujong Rimba (1907-1983). 12Kajian tasawuf
hampir sama dengan topik yang akan ditulis, namun pada tulisan Misri A. Muchsin lebih fokus pada tasawuf saja. Dalam tulisannya juga mengambil dari tokoh dari Aceh yaitu Teuku Haji Abdullah Ujong Rimba, dimana dalam karya A. Muchsin ini menerangkan bagaimana tasawuf dapat memunculkan ilmu tarekat yang terbagi dalam beberapa macam. Mengenai tasawuf yang
11Esoterik: Jurnal Akhlak Tasawuf Vol 2 Nomor 1 2016 hal. 147
12Misri A. Muchsin, dengan judul Tasawuf di Aceh Abad XX studi pemikiran Teuku Haji Abdullah
9
akan diterangkan pada skripsi ini hanya sedikit gambaran mengenai pemikiran Aboebakar Aceh tentang islam yang sering membahas mengenai ilmu taswuf dan sufisme meskipun banyak karya beliau yang lain berkaitan dengan masalah keislaman.
Sumber data kedua diambil dari karya-karya Aboebakar Atjeh mengenai tulisanya berkaitan dengan keislaman seperti buku yang berjudul Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia Karya Aboebakar Atjeh. Buku ini diterbitkan oleh Ramdhani Solo pada cetakan pertama Tahun 1971. Isi dari buku ini menceritakan tentng bagaimana Islam masuk ke Indonesia dari awal mula munculnya ajaran Islam di kawasan ujung pulau Sumatera, Perlak dan Pasai. Dalam tulisannya ini pula diterangkan perbandingan sumber sejarah dari barat serta sumber dari timur untuk membandingkan bagaimana penulisan sejarah oleh orang barat dan bagaimana pula penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang timur. Buku ini juga membahas mengenai madzhab pertama yang muncul dikawasan Aceh seperti syiah dan madzhab Syafi’i.
10
Aboebakar, sufi adalah Golongan yang mementingkan kebersihan hidup batin, baik bagi orang-orangnya yang dinamakan orang-orang Sufi, nama ilmunya disebut Tasawwuf.13
Dalam Desertasi Misri A. Muchsin, dengan judul Tasawuf di Aceh Abad XX studi pemikiran Teuku Haji Abdullah Ujong Rimba (1907-1983), dibahas mengenai pemikiran tasawuf pula yang membahas bagaimana tasawuf berkembang di Aceh dengan masyarakatnya yang sangat kental dengan ajaran islam. Hal itu mencerminkan budaya orang aceh yang cukup kuat untuk menanamkan nilai-nilai dari ajaran tasawuf dalam masyarakatnya. Kaitannya dengan karya Aboebakar Atjeh mengenai Tarekat dan tasawuf adalah bagaimana tidak mungkin tulisan Aboebakar Atjeh banyak membahas tentang ajaran sufi, tasawuf dan tarekat. Disamping latar belakang keluarga yang agamis, lingkungan hidupnya pula juga dapat mempengaruhi pemikiran beliau untuk mengkaji ilmu tarekat dan tasawuf. Dalam desertasi tersebut banyak membahas juga tentang perkembangan tasawuf di Aceh pada abad XX. Mengenai isi pembahasan tentang tasawuf hampir sama dengan skripsi ini namun menurut perspektif yang berbeda dari Aboebakar Atjeh, mengenai bagaimana corak pemikiran mereka sehingga dapat menarik untuk dikaji.
Melihat karya lain dari skripsi mengenai Wahdatul Wujud yang ditulis oleh uswatun khasanah, mahasiswa UIN Walisongo Semarang. Dalam
11
tulisannya dapat dilihat ajaran Ibn Arabi yang merupakan ulama sufi namun memiliki pemikiran cukup mendalam hingga dianggap sebagai keyakinannya merupakan aliran sesat dengan menganggap masalah fiqh dimasukkan kedalam ilmu tasawuf dan melontarkan pengertian tentang fiqh tidak seperti yang dimaksudkan oleh ajaran fiqh. Wahdatul Wujud merupakan suatu konsep yang dikenalkan Ibn Arabi melalui ilmu tasawuf dengan pemikiran falsafinya, dimana dalam konsep Wahdatul Wujud atau Wujudiyah Ibn Arabi dan murid-muridnya berusaha menggambarkan tentang realitas Tuhan sebagai wujud mutlak dari semua yang ada. Ibn Arbi merupakan seorang sufi yang mencapai tingkatan puncak hingga dalam ajaran wahdatul wujudnya ia mengungkapkan wujud Tuhan dengan memaknainya menggunakan ilmu tasawuf yang diamalkannya sampai tingkatan puncak, hal itu mempengaruhi para ahli tasawuf setelahnya hingga muncul ajaran islam kejawen pemikiran beliau yang mengatakan bahwa manusia dapat menyatu dengan tuhan menjadi satu kajian yang menarik hingga ada sebuah karya dari Aboebakar yang berjudul Wasiat Ibn Arabi. 14
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yaitu dimulai pengumpulan sumber (heuristik) mencari dan
14 Uswatun Khasanah, Konsep Wadatul Wujud Ibn Arabi dan Manunggaling Kawulo Gusti
12
mengumpulkan sumber sebagian besar dilakukan melalui kegiatan bibliografis. Laboratorium penelitian bagi seorang sejarawan adalah perpustakaan, dan alatnya yang paling bermanfaat adalah katalog. Disaat sekarang kerja heuristik sudah diatur sedemikian rupa, sehingga tidak lagi menyusahkan sejarawan. Koleksi bibliografis sudah dikembangkan sedemikian profesional, sehingga usaha pencarian buku sumber dipermudah dan dipercepat.15 Melihat dari buku karya A.Daliman yang dimaksudkan dipermudah dalam menemukan koleksi bibliografias ialah dengan kemajuan teknologi dan pola pikir manusia kini mencari bibliografi atau sumber-sumber sejarah bisa lebih mudah dilihat dari banyak perpustakan yang mendukung keberadaan sumber, media massa yang kini sudah dibuat sedemikian rupa dengan mengumpulkan kembali pecahan sumber yang mampu diakses melalui smartphone maupun media lain. Dibalik hal itu kini banyak masyarakat yang mulai menyadari akan pentingnya sebuah dokumen baik resmi maupun dokumen pribadi. Selain itu penelitian sejarah telah diolah menjadi suatu hal menarik yang dapat dijadikan pendukung untuk membangun potensi pada daerah tertentu ataupun mengangkat peran suatu tokoh di masa lalu.
Pada penelitian ini sumber yang di ambil adalah buku-buku tentang karya Aboebakar Atjeh sebagai sumber utama serta beberapa buku sumber lainnya melalui penelusuran pustaka. Berikut metode dalam penelitian sejarah:
13 1. Heuristik
Menurut terminologinya heuristik dari bahasa Yunani heuristiken yaitu mengumpulkan atau menemukan sumber. Proses heuristik memiliki beberapa pengelompokan jenis sumber seperti sumber umum dan sumber khusus. Sumber sejarah bersifat umum dapat diggunakan sebagai sumber bagi hampir setiap cabang ilmu sejarah. Sedangkan sumber sejarah yang bersifat khusus hanya dapat digunakan untuk salah satu cabang ilmu sejarah saja.16 Sumber primer atau sumber khusus dalam penelitian ini
adalah berupa karya-karya Aboebakar Atjeh. Buku Aboebakar yang mejadi sumber primer pada penelitian ini antara lain bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Tarekat, Wasiat Ibn Arabi, Selain sumber primer adapula sumber sekunder yang sesuai dengan masalah yang diteliti, sumber sekunder yang penulis gunakan diantaranya yaitu, karya Aboebakar ASWAJA, Perbandingan Fiqh Lima Madzhab, Skripsi Wahdatul Wujud, Desertasi Pemikiran Tasawuf di Ujong Rimba, Metode Penelitian Sejarah serta buku lain berkaitan dengan topik penelitian ini. Penulis juga mengadakan penelitian lapangan di berbagai perpustakaan, seperti: Perpustakaan Jurusan SPI IAIN Salatiga, Perpustakaan IAIN Salatiga, Perpustakaan Daerah Kota Salatiga, Badan Arsip Daerah Kota Yogyakarta, Perpustakaan Provinsi Yogjakarta, Perpustakaan UIN Yogjakarta serta Perpustakaan Boyolali. Sumber khusus dan sumber
14
umum dalam penelitian ini cukup banyak namun lebih fokus kepada karya Aboebakar tentang Islam. Untuk langkah selanjutnya dalam metode penelitian sejarah adalah kritik sumber.
2. Kritik sumber (verifikasi)
Kritik sumber merupakan langkah yang dilakukan untuk menguji kebenaran melalui proses validasi terhadap fakta-fakta atau bukti-bukti sejarah. Dengan demikian melalui kritik sumber diinginkan agar data-data sejarah yang diberikan oleh informan hendak diuji terlebih dahulu validitas dan rehabilitasnya, sehingga semua data itu sesuai dengan fakta-fakta sejarah yang sesungguhnya.17 Guna mendapatkan fakta-fakta sejarah yang cukup dalam tahap kedua ini dibagi menjadi:
a. Kritik Ekstern
Kritik ekstern adalah usaha mendapatkan otentisitas sumber dengan melakukan penelitian fisik terhadap suatu sumber.
b. Kritik Intern
Kritik intern adalah kritik yang mengacu pada kredibilitas sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak dimanipulasi, mengandung bias, dikecohkan, dan lain-lain. Kritik intern ditujukan untuk memahami isi teks.18
17 A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah (Jogjakarta: Ombak,2012) Hal.66
15
Kritik intern hanya dapat diterapkan apabila kita sedang menghadapi penulisan di dalam dokumen-dokumen atau di dalam inskripsi pada monumen-monumen, mata uang, medali, atau stempel. Dokumen dapat dikatakan dengan usaha paling sedikit mengenai imajinasi, untuk mengucapkan suatu bahasa.19
3. Interpretasi.
Proses perjalanan sejarah yang bermuara pada metode sejarah dengan empat tahap, heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, pada hakikatnya berpuncak pada tahap interpretasi. Heuristik dan kritik berfungsi untuk menyeleksi sumber-sumber atau data-data sejarah yang valid dan reliabel. Sedang dalam tahap interpretasi dan historiografi fungsi utamanya terletak pada interpretasi. Interpretasi berarti menafsirkan atau memberi makna kepada fakta-fakta atau bukti-bukti sejarah sebagai saksi relitas di masa lampau adalah hanya saksi-saksi bisu belaka. Suatu peristiwa agar menjadi cerita sejarah yang baik maka perlu diinterpretasikan berbagai fakta yang saling terpisah antara satu dengan yang lainnya sehingga menjadi satu kesatuan bermakna. Interpretasi atau tafsir sebenarnya sangat individual, artinya siapa saja dapat menafsirkan. Terjadi perbedaan dalam penginterpretasian hal itu dipengaruhi oleh
16
perbedaan latar belakang, pengaruh, motivasi, pola pikir, dan lain-lain yang mempengaruhi interpretasinya.20
Fakta atau bukti dan saksi-saksi sejarah itu tidak bisa berbicara sendiri mengenai apa yang disaksikannya dari realitas masa lampau. Untuk mengungkapkan makna dan signifikansi dirinya, fakta dan bukti sejarah harus menyandarkan dirinya pada kekuatan informasi dari luar. Sejarawan berfungsi sebagai determinan terhadap makna sejarah yang diinterpretasikan dari fakta-fakta atau bukti sejarah.21
4. Historiografi
Pada langkah berikutnya yang keempat sampailah pada penulisan sejarah (historiografi). Penulisan sejarah menjadi sarana mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian yang diungkap, diuji (verifikasi) dan di interptretasikan. Penulisan sejarah tidak semudah dalam penulisan ilmiah, tidak cukup dengan menghadirkan informasi dan agrumentasi. 22
20 Suhartono, W. Pranoto. Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) hlm. 55. 21 A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah (Jogjakarta: Ombak,2012) Hal.81
17 G. Sistematika Penulisan
18 BAB II
BIOGRAFI ABOEBAKAR ATJEH
A. Latar Belakang Aboebakar Atjeh
Aboebakar Atjeh, adalah seorang ilmuan dan intelektual Islam yang termasyhur pada masanya (1909-1979). Julukan “Atjeh” dibelakang namanya
“Aboebakar” juga merupakan pemberian dari Presiden Soekarno karena
keluasan wawasan dan ketinggian ilmu agama yang dimiliki oleh putra kelahiran Aceh ini. Aboebakar telah menghasilkan karya intelektual yang berkualitas dan banyak menjadi rujukan kaum intelektual generasi setelahnya.23
Dua hal penting untuk diingat tentang Aboebakar Atjeh. Pertama ia seorang pengamat sejarah yang tekun dan mendalam. Kedua ia seorang penganjur moral yang sangat konsisten. Ia dikenal sebagai pakar dalam penyiaran, penelitian dan kebudayaan. Aboebakar adalah nama aslinya Aboebakar Atjeh, lahir di Peureumeu pada 18 April 1909, Kabupaten Aceh Barat, dari pasangan ulama, Ayahnya adalah Teungku Haji Syeh Abdurrahman. Ibunya bernama Teungku Hajjah Naim. Wafat pada 18 Desember 1979 di Jakarta, dan dimakamkan di Pemakaman Karet Jakarta.24
Seorang ulama Indonesia dan pengarang yang, menulis banyak buku tentang agama Islam, filsafat, tasawuf, sejarah dan kebudayaan Aceh. Kata
23Prof. Dr. H. Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi, (Bandung : Sega Arsy.2016) hal.7
19
Aceh adalah tambahan nama yang diberikan oleh presiden RI pertama, Soekarno yang mengagumi keluasan ilmunya. Sejak kecil belajar di beberapa dayah terkenal di Aceh. Diantaranya di Dayah Teungku Haji Abdussalam Meuraxa, dan pada Dayah Manyang Tuanku Raja Keumala di Peulanggahan di Kutaraja (Banda Aceh ). Ayahnya Syeikh Abdurrahman, adalah imam Masjid Raya Kutaraja (sekarang Banda Aceh) dan keturunan Kadi Sultan di
Aceh Barat. Ia belajar mengaji Al Qur’an pada ayahnya dan mempelajari
ajaran Islam dari beberapa guru Agama, teungku di kampung kelahirannya. Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar Volkschool di Meulaboh, kemudian dilanjutkan ke Kweekschool Islamiyah (Sekolah Guru Islam) di Sumatera Barat. Setelah itu ia pindah ke Yogyakarta dan Jakarta dan disini ia mempelajari beberapa bahasa asing melalui kursus-kursus, Ia menguasai bahasa Arab, Belanda, Inggris dan memahami bahasa Jepang, Perancis dan Jerman. Ia juga mengerti beberapa bahasa daerah seperti bahasa Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda dan Gayo. Pernah menuntut ilmu di Mekkah, namun tidak lama.25
Aceh merupakan daerah yang pertama kali Islam masuk ke Indonesia. Hal ini menyebabkan provinsi Aceh sampai dengan sekarang Islamnya masih kuat, bahkan Aceh terkenal pula sebagai serambi Mekkah, lagi pula zaman dahulu bangsa Indonesia yang ingin menunaikan ibadah haji ke Mekkah harus
25 Hamid, Shalahuddin, 100 tokoh islam paling berpengaruh di Indonesia (Jakarta: PT.INTIMEDIA
20
melewati pelabuhan Aceh. Arab, China, Eropa dan India merupakan faktor luar yang sangat mempengaruhi serta membantu pembentukan modernisasi Aceh, dan menurut beberapa sumber dapat mempenaruhi bukan hanya budaya dan sosiologi alam akan tetapi juga ras. Tentu saja ciri-ciri bentuk phisik dapat dijumpai pada masyarakat Aceh. Percampuran ini telah berlangsung selama berabad-abad oleh karena mengadakan hubungan dengan dunia luar. Banyak etnis-etnis Eropa, umumnya kita jumpai di daerah Lammo kabupaten Aceh Barat, sementara ciri orang India dapat dijumpai di antara orang-orang yang berdomisili di daerah pesisir.26
Tidak heran ketika seorang intelektual dari Aceh seperti Aboebakar memiliki keyakinan yang kuat terhadap Agama Islam. Dengan keadaan sosial masyarakat yang kebanyakan adalah masyarakat muslim, tentunya akan membentuk pemikiran Aboebakar Aceh terkadang condong kepada kebudayaan yang ada pada tanah kelahirannya yaitu Aceh meskipun pada usia dewasa beliau banyak hidup di luar daerah Aceh.
D. Perjuangan dan Prestasi Aboebakar Aceh
Pada masa sebelum kemerdekaan, zaman kependudukan Jepang, dan zaman setelah proklamasi, ia banyak melakukan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Kegiatan itu antara lain, Pada tahun 1923 Aboebakar Atjeh
26A.Taufiq, Tuhana, Aceh Bergolak Dulu dan Kini (Yogyakarta:GAMA GLOBAL MEDIA.2000)hal.
21
aktif di Sarekat Islam di Aceh Barat. Mendirikan Muhammadiyah di Kotaraja (1924), bekerja sebagai pegawai rendahan, kemudian menjadi pegawai senior, pada tahun 1923 merupakan tahun meninggalnya tokoh pendiri Muhammadiyah Ahmad Dahlan, namun organisasi yang didirikan oleh Ahmad Dahlan ini tidak bubar begitu saja.27 Hal itu dikarenakan organisasi Muhammadiyah sudah memiliki infrastruktur yang baik, bahkan generasi setelahnya masih memelihara warisan Ahmad Dahlan sebagaimana yang di
syari’ahkan oleh tokoh pendiri Muhammadiyah itu. Begitu banyaknya ranting Muhammadiyah yang telah berdiri menjadi pendukung perkembangan organisasi Muhammadiyah di Indonesia. Perkembangan muhammadiyah cukup pesat di pulau Jawa dikarenakan awal mula munculnya gerakan ini. Meskipun di Aceh juga ada ranting Muhammadiyah namun tidak sebesar dan sebanyak yang ada di pulau Jawa.
Pada zaman Belanda sebagai Pustakawan dan editor pada kantor Urusan Dalam Negeri (1930-1955). Pada masa ini merupakan salah satu masa yang dapat dikatakan sebagai masa dimana Belanda menjadi Raja di Indonesia dengan keberadaannya di penjuru wilayah Indonesia meskipun pada tahun 1945 Indonesia telah memproklamirkan Kemerdekaannya. Salah satu hal yang mungkin untuk Aboebakar Aceh tetap konsisten mengembangkan karyanya dalam dunia pengetahuan ialah kondisi wilayah Aceh yang pada saat
22
itu masih utuh tidak diduduki oleh Belanda sehingga memungkinkan seseorang untuk melakukan kebebasan dalam menuntut ilmu.
Di masa pendudukan Jepang, ia menjadi pimpinan asrama dan pegawai perpustakaan pada Shumubu Nito Syoki (1944). Bekerja dalam kependudukan Jepang bukan berarti menunjukkan ketundukkannya terhadap orang-orang Jepang, namun hal itu justru menambah pengetahuannya dalam ilmu kepustakaan. Di samping menjadi guru Latihan Kursus Kader Da’ie. Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia menjadi pegawai pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (1945). Kemudian atas penunjukkan Rasjidi ia menjabat Kepala Perpustakaan Islam Kementrian Agama di Yogyakarta (1946). Anggota pimpinan Partai Masyumi di Yogyakarta (1946).
Pada tahun 1950, ia menjadi pimpinan editor majalah Mimbar Agama, majalah resmi Departemen Agama. Pada tahun 1948 bersama menteri agama waktu itu KH Masjkur, ia mempelopori gagasan penulisan Al-Qur’an Pusaka. Al-Qur’an tersebut berukuran 65x120cm dan kini disimpan di Masjid Baitul Rahim, Istana Negara, Jakarta.28 Aboebakar Atjeh juga tercatat sebagai
anggota pengurus penulisan sejarah untuk Monumen Nasional, menjadi salah seorang anggota panitia pembangunan Masjid Istiqlal Jakarta , seorang pencetus pendirinya Masjid Agung Al Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, turut mendirikan Perpustakaan Kutub Khanah Iskandar Muda di
28Hamid, Shalahuddin, 100 tokoh islam paling berpengaruh di Indonesia (Jakarta: PT.INTIMEDIA
23
Banda Aceh (1949-1950), dan mendirikan serta menjadi pengurus Perpustakaan Islam di Jakarta yang kemudian dipindah ke Yogyakarta. Pada tahun 1953 Aboebakar Atjeh dipercayai oleh Kyai Wahid Hasyim memimpin jama’ah haji ke Mekkah. Karena keluasan ilmu dan kecakapannya dalam tulis-menulis, ia dipercaya mengomandani bidang publikasi Departemen Agama, sebelum kemudian menjadi staf ahli Kementerian Agama. Setelah Pemilu 1955, ia masuk menjadi anggota konstituante mewakili Partai NU.29
Sebagai ulama dan cendikiawan , ia aktif memberikan pengajian agama di masjid-masjid dan menjadi penceramah agama Islam pada pusroh (Pusat Rohani) Angkatan Bersenjata RI di Jakarta , dan menjadi Dosen pada beberapa perguruan Tinggi di Jakarta seperti IAIN , Universitas Ibnu Khaldun, dan Universitas Islam di Jakarta, pada tanggal 30 Januari 1967 ia menerima gelar doktor honoriscausa dalam bidang Ilmu Agama Islam dari Universitas Islam di Jakarta. Sebagai pejabat tinggi Departemen Agama RI ia berkesempatan mengunjungi beberapa Negara, seperti Filipina, Pakistan, Jepang (dalam rangka urusan mencetak Al-Qur’an), Arab Saudi (sebagai anggota delegasi Indonesia ke Kongres Islam), dan Mesir (sebagai anggota rombongan Menteri Luar Negeri). Pada hari tua sampai wafatnya, ia menjadi ikhwan Tarekat Kadiriah – Naqsabandiah yang berpusat di Surabaya.
24 E. Karya-Karya Aboebakar Atjeh
Sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh dalam dunia keislaman, Aboebakar menuangkan gagasan serta pemikirannya melalui karya-karya tulisannya. Tarekat, tasawuf, filsafat merupakan topik yang banyak dibicarakan. Karya pertamanya dengan judul buku Sejarah Al-Qur’an diterbitkan pada tahun 1951. Pada tahun 1950 Aboebakar Aceh menjadi salah satu penggagasan penulisan Al-Qur’an Pusaka. Hal itulah yang menjadi salah satu dasar penulisan buku Sejarah Al-Qur’an. Tidak hanya menulis buku tentang sejarah Al-Qur’an, Aboebakar juga menulis beberapa buku
bertemakan sejarah seperti buku berjudul Sejarah Ka’bah, Sejarah Filsafat,
Sejarah Masjid, dan Sejarah mengenai K.H Wahid Hasyim. 30
Karangan Aboebakar Aceh mengenai Sejarah K.H Wahid Hasyim merupakan karyanya yang ditulis untuk megenang perjuangan Wahid Hasyim selama Hidupnya. Bersampul hijau , buku itu terbilang tebal terdiri dari 975 pagina. Itulah karya Aboebakar Atjeh yang mengupas asal-usul pesantren, cerita walisongo, sampai kiprah Kiai Wahid Hasyim dalam jagad politik, hingga buah karangannya yang tersebar dimana-mana. Bisa dibilang buku inilah buku terlengkap yang mengupas kehidupan Wahid Hasyim. Judulya sesuai isinya, Sedjarah Kehidupan K.H.A Wahid Hasyim.
30Hamid, Shalahuddin, 100 tokoh islam paling berpengaruh di Indonesia (Jakarta: PT.INTIMEDIA
25
Sedjarah Kehidupan Wahid Hasyim diterbitkan pada 1957 untuk memperingati empat tahun meninggalnya K.H.A Wahid Hasyim. Idenya muncul pada 1954. Waktu itu Menteri Agama Masjkur menggelar upacara peringatan setahun wafatnya Wahid Hasyim dengan menyerahkan lukisan tentang Wahid kepada Nyonya Sholehah. Saat itu dibentuklah panitia peringatan, yang salah satu bentuk peringatan tersebut adalah penerbitan Biografi.31
Pada penulisannya mengenai Wahid Hasyim, Aboebakar mendapatkan sumber-sumber dari para keluarga Wahid Hasyim mulai dari anak, istri sampai dengan kerabat dimintai keterangan mengenai kehidupan Wahid Hasyim. Tidak semudah kedengaranya dalam menulis kehidupan Wahid Hasyim banyak sumber yang belum ditemukan, namun disiasati oleh Aboebakar dengan menambahkan beberapa tulisan mengenai kiprah Wahid Hasyim dalam jagad politik dan beberapa hal lainnya. Keterbatasan sumber tidak mengurangi semangat Aboebakar dalam menuliskan sebuah karyanya untuk mengenang meninggalnya K.H.A Wahid Hasyim.
Buku bertema sejarah lainnya yang pernah ditulis oleh Aboebakar adalah Sejarah Masuknya Islam di Indonesia. Pada buku ini, tulisan Aboebakar berisi tentang bagaimana awal mula islam masuk kekawasan
31KPS, Wahid Hasyim. Untuk Republik dari tebu Ireng. Seri buku Tempo: Tokoh Islam Di awal
26
Indonesia melalui jalur perdagangan yang cukup besar di kawasan Aceh, tepatnya di daerah Perlak dan Samudera Pasai. Dalam tulisannya ini Aboebakar tidak hanya mengambil dari sumber-sumber yang mengatakan bahwa Islam masuk dari jalur perdagangan yang terjadi di Samudera Pasai dan Perlak, tetapi beliau juga membandingkan sumber tulisan dari barat dengan sumber tulisan yang ditulis oleh orang timur. Beberapa keterangan mengenai ajaran-ajaran islam yang masuk ke Indonesia juga diterangkan dalam buku ini sebagaimana disebutkan bahwa ajaran sufi masuk ke Indonesia masuk ke Indonesia dan berkembang pesat di kawasan Aceh cukup pesat hingga sekarang.
27
membahas permasalahan yang ada dalam tarekat serta contoh penyelesaiannya.
Dalam satu tulisannya, “Kebangkitan Dunia Baru Islam di Indonesia”,
untuk satu bab buku terjemahan Stoddard, Dunia Baru Islam (1966), ia menunjukkan kontribusi masing-masing, yang reformis-modernis-tradisi maupun Kaum Tua-Kaum Muda, bagi kemerdekaan Indonesia. Semua tulisan diarahkan pada pendekatan rekonsiliasi titik temu dan pencarian sintesa-sintesa baru bagi kemajuan dan pengumpulan kekuatan bangsa ini. Isi tulisan macam ini tidak kita temukan pada sejumlah sarjana Indonesia didikan Amerika, Eropa maupun Australia, yang selalu mencari titik lemah pada komunitas pesantren, pengumpulan titi kelemahan bangsa ini, serta penojolan titik-titik tengkar di antara berbagai komponen bangsa ini. Selain itu juga Aboebakar menterjemahkan beberapa karya para penulis Eropa dan Orientalis tentang sejarah Aceh kedalam bahasa Indonesia. Menulis dalam bahasa Aceh untuk buku pelajaran sekolah Aceh pada masa kolonial.32
Karya Aboebakar Atjeh yang berkaitan dengan Tasawuf diantaranya adalah bukunya berjudul Pengantar Sejarah Sufi, Pengantar Ilmu Tarekat, serta Wasiat Ibn Arabi. Dalam buku yang berjudul Pengantar Ilmu Tarekat diterangkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan tarekat dari masalah Tasawuf yang menjadi ilmu pokok dalam tarekat hingga persoalan-persoalan ajaran tarekat serta macam-macam tarekat. Karya-karya
28
Aboebakar terkenal pada masa awal kemerdekaan karena beliau merupakan salah seorang penulis yang aktif dan tekun. Berkat ketekunannya itu Aboebakar Atjeh dipercayai sebagai pengelola perpustakaan serta penulisan-penulisan sejarah, seperti yang telah diterbitkan. Karya Aboebakar mengenai tasawuf lainnya yang berjudul Wasiat Ibn Arabi berisi tentang pemikiran Ibn
Arabi mengenai syari’at-syari’at Islam. Dalam bukunya ini juga dapat
dipelajari mengenai contoh tentang hakekat dan ma’rifat dalam ilmu tasawuf,
29
Karya-karya tulis Aboebakar Atjeh yang diterbitkan antara lain: 1. Sejarah Al-Qur’an, cetakan II, 1951, dan cetakan VI, 1989. 2. Sejarah Ka’bah dan Manasik Haji, cet.III, 1963.
3. Sejarah Hidup K.H.A. Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar,1957.
4. Sejarah Masjid dan amal Ibadah di dalamnya, 1955; Mutiara Akhlaq,1959.
5. Ahlus Sunnah wal-Jama’ah: Keyakinan dan I’tiqad, 1969. 6. Sejarah Filsafat Islam, cet II, 1982, cet III, V, 1989. 7. Pengantar Ilmu Tarekat, cet. I, 1963 dan cet. V 1988.
8. Perbandingan Mazhab Syi’ah, Rasionalisme dalam Islam, cet. I, 1965, dan cet. II, 1980.
9. Gerakan Salafiyah di Indonesia, 1970.
10.Perbandingan Mazhab Salaf, Islam dalam masa Murni, 1970, cet. II, 1986 11.Wasiat Ibnu Arabi Kupasan Hakikat dan Ma’rifat dalam Tasawuf Islam,
1976.
12.Ilmu Fiqih Islam dalam Lima Mazhab, 1977. 13.Pendidikan Sufi, 1985
14.Potret Dakwah Muhammad SAW dan para Sahabatnya, 1986 15.Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia, 1982
30
31 BAB III
PEMIKIRAN ABOEBAKAR ATJEH
A. Pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tasawuf
Tasawuf atau sering dikenal dengan ajaran sufi merupakan salah satu hal yang ada dalam ajaran keislaman. Tasawuf menjadi salah satu ilmu untuk mendekatkan seorang muslim kepada Sang Pencipta. Ketika seseorang belajar tasawuf hal yang dilakukan adalah memusatkan segala pikirannya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan pembersihan jiwa. Pengertian tasawuf juga dapat diartikan sebagai sebuah kajian ilmu mistik yang membahas tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Ilmu tasawuf merupakan salah satu pembentukan akhlak, banyak perhatian terhadap ilmu tasawuf seperti yang dilakukan para ahli Eropa. Dikatakan sebagai kajian ilmu mistik karena seorang sufi akan berusaha untuk membersihkan dirinya dari segala perbuatan yang di benci oleh Tuhan agar dapat tempat terbaik di sisiNya, dengan melakukan pembersihan jiwa seperti halnya melakukan meditasi untuk menemukan ketenangan jiwa agar dapat berkomunikasi dengan Tuhan lebih dekat.33
Perkembangan tasawuf dan ajaran sufi di Nusantara tumbuh di wilayah Aceh pada awal mula masuknya Islam ke nusantara. Aceh dikenal sebagai kawasan yang cukup banyak jumlah penduduk muslimnya serta
32
kebanyakan dari penduduk Aceh mengenal ajaran sufi atau tasawuf. Jika melihat sejarah ulama sufi, cukup banyak ulama sufi yang menyebarkan ajaran tasawuf di nusantara seperti salah satu contoh di sekitar Abad ke-12 M, di Aceh pernah tampil tokoh sufi Syeh Abdullah Arif, yaitu sebuah nama yang berarti seorang yang mengenal Tuhan dengan sebenar-benarnya, atau lebih tegasnya menurut ajaran tasawuf beliau adalah seorang Wali Allah. Syeh Abdullah Arif adalah seorang pendatang ke wilayah nusantara bersama banyak mubaligh lainya diantaranya sahabatnya bernama Syeh Ismail Zaffi. Kedua ulama sufi ini pernah menjadi murid Syeh Abdul Qodir Al Jailani, ulama pengagas Tarekat Qadiriyah ini menurut H.M Zainuddin pernah datang ke Aceh mengembangkan ajaran tarekatnya itu.34 Ulama-ulama sufi yang datang tentunya akan membawa pengaruh yang cukup besar terhadap kondisi sosial kemasyarakatan khususnya ajaran-ajaran keyakinan di wilayah yang ditempati. Hal itu juga yang dapat digambarkan pada kondisi sosial masyarakat Aceh.
Ketika membicarakan arti kehidupan dengan orang sufi, maka akan dapat diketahui bahwa orang-orang sufi meletakkan makna hidup itu lebih tinggi daripada hidup biasanya, kadang demikian tingginya sehingga orang tidak biasa tidak dapat memahami itu. Jika mereka berbicara mengenai hukum dalam Islam, maka yang dipentingkannya adalah tujuan dari pada hukum itu,
33
dengan demikian itikadnya seringkali berbeda atau kelihatan berbeda dengan pegajian-pengajian ilmu fiqh biasa.35
Dalam perdebatan sebuah permasalahan fiqh maupun persoalan keislaman lainnya seorang sufi lebih melihat dengan pandangan mereka yang
cukup dalam untuk memahami suatu ijma’, ataupun suatu syari’at. Sebagai contoh dalam tulisan Aboebakar Atjeh mengenai tokoh sufi Ibn Arabi dimana dalam sebuah persoalan penentuan kiblat sholat orang Islam yaitu ditetapkan
menghadap Ka’bah, namun Ibn Arabi mengatakan hal itu bukanlah suatu
syarat dengan mengatasnamakan Firman Allah. Hal demikian sepintas
seakan-akan Ibn Arabi seakan-akan menentang keputusan berqiblat kepada Ka’bah, namun
hal itu menunjukkan pandangan tasawuf yang telah mempengaruhi ajaran fiqhnya sehingga pembahasan itu lebih banyak ditujukan kepada hal lain. Sebagaimana dengan orang tasawuf yang lain melihat syari’at kepentingan
bagi orang awam dan melihat hakekat itu sebagai kepentingan syari’at dan
ilmu fiqh itu baginya tidak lain daripada sebuah muqadimah untuk pelajaran keadaan hati. Dengan demikian pemikiran filosofi yang kuat dapat mempengaruhi pandangan seorang sufi.36
Ulama fiqh dan tasawuf memiliki perbedaan dengan jalannya masing-masing, dimana ahli fiqh biasanya berjalan diatas jalannya sendiri dan ahli tasawuf berjalan pula menurut keyakinan sendiri, sehingga terjadilah antara
34
kedua jalan fikiran itu lama kelamaan terbentuk jurang pemisah satu sama lain. Bahkan tekadang terjadi saling tuduh menuduh antara golongan yang
menamakan dirinya ahli syari’at dengan golongan yang dinamakan ahli
hakekat. Tetapi meskipun demikian jika satu sama lain saling mendekati dengan mempertahakan pendirian satu sama lain tidak akan menjadi masalah selama masih ada kerukunan dan sikap toleransi antar kedua pihak. Dalam ucapan sufi di sebuah percakapan mengenai seorang murid dengan gurunya yang juga seorang sufi, seolah menunjukkan jalan menuju surga ialah ajaran
syari’at dan jalan menuju Allah adalah Hakikat. 37
Ulama sufi membagi ulama atas dua bagian ada ulama umum dan ulama khusus. Ulama umum memberikan fatwanya tentang halal dan haram, dan oleh karena itu mereka dinamakan ahli ustuwanah, yang mengajar pada tiang-tiang tertentu dalam masjid. Tetapi ulama khusus ialah orang-orang
yang alim tentang ilmu tauhid dan ilmu ma’rifat Tuhan, yang dinamakan ahli
zawiyah dengan kedudukannya yang terasing dan terpencil. Jadi dalam ilmu tasawuf menurut Aboebakar, banyak cara untuk memahaminya. Namun pengartian ilmu tasawuf sebagai sebuah ilmu yang mempersulit cara peribadahan, merupak sebuah pendapat yang keliru. Dimana sebenarnya adanya ilmu tasawuf dengan beragam macam istilah didalamnya adalah salah satu jalan untuk mempelajari cara beribadah dengan kesungguhan hati. Bukan
35
hanya sekedar tahu cara melakukan ibadah serta sekedar melakukan tata cara ibadah itu sendiri, namun tasawuf mengajarkan untuk menanamkan keyakinan beribadah kepada Tuhan dengan hati yang bersih, dengan ketulusan hati, niat yang sungguh-sungguh, bukan hanya sekedar tahu dan paham saja.
B. Pemikiran Aboebakar Atjeh Tentang Tarekat
Tarekat adalah jalan, petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh nabi dan dikerjakan oleh
sahabat dan tabi’in, turun menurun sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan berantai.38 Ketika belajar tasawuf tarekat tidak akan asing karena tarekat merupakan jalan untuk mempelajari ilmu tasawuf. Dalam tarekat ada yang dikenal dengan sebutan murid dan guru. Pada dasarnya tarekat merupakan ajaran yang diperoleh seorang guru yang diamalkan dan diajarkan kepada muridnya. Syeh atau guru mempunyai kedudukan yang penting dalam tarekat.
Guru tidak saja merupakan pemimpin yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari agar tidak menyimpang dari pada ajaran-ajaran Islam dan terjerumus kedalam maksiat, berbuat dosa besar atau dosa kecil, yang segera harus ditegurnya, tetapi ia merupakan pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam
36
tarekat itu. Ia merupakan perantara dalam ibadah antara murid dan Tuhan. Oleh karena itu jabatan guru tidaklah dipangku oleh sembarang orang, meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang suatu tarekat, tetapi yang terpenting adalah ia harus mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan batin yang murni. Bermacam-macam nama yang tinggi diberikan kepadanya menurut kedudukan, misalnya nussak, orang yang mengerjakan segala amal dan perintah agama, ubbad, orang yang mengajar dan memberi contoh kepada murid-muridnya, imam, pemimpin yang tidak saja dalam segala ibadah tetapi dalam sesuatu aliran keyakinan, syeh, kepala dari kumpulan tarekat dan kadang-kadang dinamakan juga denga nama kehormatan sadah yang artinya penghulu atau orang yang dihormati dan memiliki kekuasaan penuh dipercayai untuk memegang kekuasan tersebut.39
Dalam beberapa hal seperti yang telah disebutkan, sebagai seorang guru harus memiliki kebersihan kerohanian dan juga telah mencapai tingkatan yang tinggi termasuk salah satunya adalah sempurna suluknya dalam ilmu
syari’at dan hakikat menurut Qur’an, Sunnnah dan Ijma’ serta sempurna
pengajarannya dari seorang mursyid, yang sudah sampai pada makam yang tinggi, dari tingkat ketingkat hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w dan kepada Allah s.w.t dengan melakukan kesungguhan, ikatan-ikatan janji dan wasiat, serta memperoleh izin dan idjazah, untuk mengajarkan suluk itu
37
kepada orang lain. Maka dari itu seorang Syeh seharusnya bukan dari seseorang jahiliyah yang hanya ingin menempati kedudukan sebagai seorang syeh karena dorongan nafsunya belaka, syeh yang arif mempunyai sifat sungguh-sungguh dan memiliki sifat sebagaimana yang telah disebutkan. Seorang syeh yang belum pernah memiliki mursyid, maka mursyidnya itu adalah setan.
38
dalam kesempetan melakukan wirid bersama murid serta pengajaran amalan
serta petunjuk mengenai syari’at dan tarekat, sehingga dapat menghindarkan
segala keraguan dan memimpin muridnya beribadah kepada Tuhan dengan amalan yang sah. Kedelapan, seorang mursyid mengusahakan segala ucapanyan bersih dari pengaruh hawa nafsu, terutama ucapanya yang pada pendapatnya akan memberikan bekas kepada kehidupan batin murid-muridnya. Kesembilan, seorang mursyid selalu bijaksana, lapang dada, ikhlas serta memberikan amal yang sesuai dengan kemampuan muridnya dengan tiada suatu paksaan. Kesepuluh, sabar.
39
40
sebagai kelakuan-kelakuan yang terpuji dan ditirunya. Kedua puluh tiga bahwa ia harus menjaga sikap pada waktu seorang muridnya datang menemuinya jangan memalingkan pandangan, apabilan ia datang kepada seorang murid hendaklah dijaga sopan santun tingkah lakunya dalam keadaan yang sebaik-baiknya.
Keduapuluh empat, hendaklah ia suka bertanya kepada seorang murid yang yang tidak hadir atau kelihatan serta memeriksa sebab tidak hadir itu. Apabila murid itu ternyata sakit, segeralah menengok, apabila murid itu memerlukan sesuatu maka segera berikhtiar untuk menolongnya, apabila murid ternyata uzur hendaklah ia menyuruh memanggil dan berkirim salam.
Ghazali menyatakan, bahwa murid tak boleh tidak harus memiliki syeh yang memimpinnya, sebab jalan imam adalah samar, sedang jalan iblis banyak dan terang. Dan siapa yang tak mempunyai Syeh sebagai penunjuk jalan, ia pasti akan dituntun oleh iblis dalam perjalanannja. Karena itu murid harus berpegang kepada Syehnya, sebagaimana seorang buta dipinggir sungai berpegang kepada pemimpinnya, mempertanyakan diri kepadanya, jangan menentangnya sedikitpun dan berjanji mengikutinya dengan mutlak. Murid harus tahu, bahwa keuntungan yang didapatinya karena kekeliruan Syehnya, apabila ia bersalah, lebih besar daripada keuntungan yang diperolehnya dari kebenarannya sendiri apabila ia benar. 40
41
Adab murid terhadap gurunya cukup banyak, namun yang terpenting adalah seorang murid tidak boleh sekali-kali menentang gurunya, sebaliknya harus membesarkan kedudukan gurunya itu lahir dan batin. Ia tidak boleh meremehkan apalagi mencemoohkan, mengecam gurunya didepan dan dibelakang. Salah satu yang harus diyakini ialah bahwa maksud nya itu hanya akan terjadi karena didikan dan asuhan gurunya, dan oleh karena itu jika pandangannya terpengaruh oleh pendapat guru-guru lain, maka yang demikian itu akan menjauhkan dirinya daripada mursyidnya, dan tidak akan ada limpahan atas percikan cahaya dari guru. Selain menghargai dan menghormati gurunya, seorang murid juga harus memiliki adab terhadap sendiri. Adab murid terhadap dirinya sendiri dalam kehidupan tarekat yang terpenting
adalah mempercayai dan meyakini Allah ta’ala itu senantiasamelihat
kepadanya dan mengawasi dia didalam segala tingkah lakunya dan dalam segala keadaan, oleh karena itu hendaklah ia selalu ingat kepadaNya baik sedang berjalan, baik sedang duduk, atau sedang sibuk dengan salah satu pekerjaannya, karena semua itu tidak dapat mencegah dia dari pada dzikir dan ingat kepada Tuhannya, bahkan demikian rupa sehingga nama Tuhan itu mengalir keseluruh pokok dan liang-liang hatinya.
Tarekat menurut Aboebakar dapat diartikan sebagai cara atau jalan
42
Tuhan. Ajaran dalam tarekat yang terlihat adalah kehormatan seorang guru yang mengajarkan ajaran kepada muridnya, serta bagaimana murid menghormati gurunya agar ilmu pengajaran dari guru dapat diterima dan
diamalkan sesuai dengan syari’at yang telah dituntunkan. Seorang guru juga
menghargai dan menghormati hak seorang murid serta sebaliknya murid dan guru harus dapat menciptakan sebuah suasana yang baik dalam rangka
mempelajari syari’at ajaran agama yang diberikan Tuhan kepada makhluk -makluknya. Sesuai tujuan penciptaan alam semesta beserta isinya untuk senantiasa tunduk dan beribadah kepada Tuhan.
C. Hubungan Tarekat dan Tasawuf
43
Semua bimbingan guru itu dinamakan tarekat, secara minimum tarekat namanya, tetapi jika pelaksanaan ibadah itu berbekas kepada jiwanya, pelaksanaan itu secara maksimum hakekat namanya, sedang hasilnya sebagai tujuan terakhir dari pada semua pelaksanaan ibadah itu ialah mengenal Tuhan sebaik-baiknya, yang dengan istilah sufi Ma’rifat namanya. Mengenal Allah, untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadah itu.41
Dalam ilmu tasawuf penjelasan ini disebutkan syari’at itu merupakan
peraturan, tarekat itu merupakan pelaksanaan, hakekat itu merupakan keadaan
dan ma’rifat itu adalah tujuan yang akhir. Dengan kata lain Sunnah harus
dilakukan dengan tarekat, tidak cukup hanya keterangan dari nabi saja, jika tidak dilihat pekerjaan dan cara melakukannya, yang melihat itu adalah sahabat-sahabat, yang menceritakan kembali kepada murid-muridnya, yaitu
tabi’in, yang menceritakan pula kepada pengikutnya, yaitu tabi’in-tabi’in dan selanjutnya, sebagaimana yang dituliskan dalam hadist , dalam Asar dan dalam kitab-kitab ulama. Jadi dengan demikian itu dapatlah kita katakan
bahwa bukanlah Qur’an itu tidak lengkap atau Sunnah dan Ilmu Fiqh itu tidak
sempurna, tetapi masih ada penjelasan lebih lanjut dan bimbingan lebih teratur, agar pelaksanaan dari pada peraturan-peraturan Tuhan dan Nabi itu dapat dilakukan menurut semestinya, tidak menurut penangkapan otak orang yang hanya membacanya saja dan melakukan sesukanya. Naqsabandi berkata
44
bahwa syari’at itu segala apa yang diwajibkan, dan hakekat itu tidak bisa
terlepas dari syari’at. Seperti yang dimaksudkan Imam Malik bahwa barang siapa mempelajari fiqh saja tidak mempelajari tasawuf , maka dia fasik, barang siapa mempelajari tasawuf saja dengan tidak mengenal fiqh, maka dia itu zindiq, dan barang siapa mempelajari serta mengamalkan keduanya, maka itulah mutahaqqiq yaitu ahli hakekat yang sebenarnya.42
Ketika seseorang berniat untuk bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah maka hal yang perlu dilakukannya adalah mempelajari cara untuk melakukan ibadah yang baik dan benar menurut tuntunan yang telah diberikan Tuhan kepada makluknya melalui para manusia pilihannya yaitu para nabi dan rosul yang kemudian diajarkan kepada pengikut rosulullah. Untuk mempelajari cara beribadah dibutuhkan sebuah ilmu, untuk mengamalkan ilmu tersebut diperlukan cara. Begitu pula hubungan tasawuf dan tarekat sebagai ilmu dan cara untuk melakukan ibadah yang baik dengan kesungguhan hati, kebersihan jiwa serta ketulusan hati untuk fokus dan khusyuk dalam mekukan suatu ibadah. Seperti contoh kecil ketika seseorang tengah belajar tata cara beribadah dengan ustadz atau gurunya.
45 BAB IV
ANALISIS TERHADAP KARYA ABOEBAKAR ATJEH
TENTANG TAREKAT DAN TASAWUF
A. Tinjauan Krisis Terhadap Pemikiran Aboebakar Atjeh
Berikut ini merupakan hasil tinjauan ktitis terhadap pemikiran Aboebakar Atjeh tentang tasawuf. Menurut Aboebakar Atjeh ilmu tasawuf, sufisme dan tarekat merupakan satu kesatuan yang berkaitan satu sama lain ketika seseorang mempelajari ilmu tasawuf berarti ia melakukan tarekat minimum dimana seperti contoh ketika seorang muslim belajar mengenai tata cara sholat maka ia telah melakukan ajaran tarekat kepada guru atau orang yang mengajarinya. Antara tarekat dan tasawuf harus seimbang agar tidak menimbulkan sebuah penyimpangan ilmu. Adapun penggambaran hubungan tasawuf dengan tarekat yang telah dituliskan dalam buku karya Aboebakar Atjeh yang berjudul Pengantar Ilmu Tarekat uraian tentang mistik. Dalam bukunya ini pembaca akan dapat mengenal dunia tarekat dan tasawuf lebih dekat dengan mengenal asal usul tasawuf serta tarekat dan pembagian tarekat kemudian hal yang lain yang berkaitan.
46
ucapan cukup keras dengan mengucap ucapan bedasarkan kekuatan pribadinya. Memang Ibn Arabi merupakan seorang tokoh tasawuf yang dikenal sebagai pengajar ilmu sesat pada kalangan orang awam, namun hal itu tak lantas dapat dijadikan sebagai sebuah keputusan untuk menyalahkan adanya ilmu tasawuf dalam dunia islam. Ketika melihat karya Aboebakar, perbedaan antara Ibn Arabi dan Al-Ghazali akan terlihat jelas dengan uraiannya mengenai kepengaruhan ilmu tasawuf yang dipelajari oleh Ibn Arabi telah mempengaruhi ajaran fiqhnya, dimana pada pengertian Ibn Arabi mengenai arti Tuhan dan permasalahan Fiqh islam lainnya, semisal penentuan arah kiblat menjadi sorotan yang cukup mengherankan ketika ucapan-ucapan
Ibn Arabi yang mengatakan bahwa Ka’bah bukan merupakan suatu syarat
47
hidup biasa, terkadang demikian tingginya sehingga orang biasa tak dapat memahaminya, jika mereka membicarakan sesuatu hubungan dalam Islam, maka yang dipentingkan ialah tujuan daripada hukum itu dan dengan demikian ijtihadnya acapkali berbeda atau terlihat berbeda dengan pengajaran fiqh biasa.43
Perbedaan pemikiran antara Al-Ghazali dan Ibn Arabi yang terlihat adalah ketika Al-Ghazali menghormati hukum-hukum dan mengajarkan ajaran fiqh, sesudah itu barulah ia pindah kepada pengertian sufi. Sedangkan perhatian Ibn Arabi beralih dari bumi ke angkasa raya, meningkat bersama panggilan jiwanya ke langit, kepada keindahan bintang-bintang yang bertaburan di cakrawala, pandangannya berpindah dari ruang bilik yang sempit keluar dunia yang lebih luas dan kepada keindahan yang mengagumkan serta menajubkan. Ibn Arabi jatuh cinta, cinta yang mesra, cinta yang berpadu dengan kepuasan ruhani. Ia duduk termenung pada malam hari yang sepi, sambil bertopang dagu, melihat dengan sirnya keindahan bintang-bintang itu sejauh mata memandang. Ia mengaku dalam karangannya pada suatu malam Ibn Arabi bermimpi mengawasi bintang-bintang, tidak ada sebuahpun diantara bintang yang tidak dinikahinya, dengan kelezatan ruhani yang mesra, dan dalam kata-kata Ibn Arabi semua bulan dan bintang telah
48
membukakan pengetahuan yang luas tentang alam semesta, tentang rahasia yang dalam.44
Dalam khazanah Islam, pemikiran manusia biasanya ada tiga tingkat. Tingkat pertama, tingkat rasional, logis. Tingkatan kedua adalah yang bersifat spiritual, rohaniah. Yang ini terkait dengan perasaan-perasaan atau pengalaman-pengalaman keagamaan, dan diantara keduanya ada imajinasi, atau daya imajinal. Yang bersifat rasional-logis biasanya disampaikan lewat bahasa yang mengandalkan prosedur logis. Yang spiritual, kata dari sebagian orang, termasuk salah satunya Al-Ghazali, seorang sufi besar dalam sejarah islam 45 tak bisa diungkapkan secara rasional. Tetapi beberapa sufi tertentu mencoba mengungkapkannya, termasuk di dalamnya yang amat terkenal dan produktif dalam mengungkapkan perasaan-perasaan keagamaan adalah Ibn Arabi. Perbedaan pemikiran biasa dengan pemikiran sufi itulah yang mempengaruhi pengertian dari suatu permasalahan dalam dunia keislaman.46
Qusyairi, salah seorang penulis buku standar tentang Tasawuf, dalam salah satu perbincangannya tentang terminologi sufi menunjukksn bahwa keadaan-keadaan mistikal bukanlah merupakan hasil dari upaya, melainkan bagian dari barokah Tuhan. Pada ungkapan-ungkapan orang sufi banyak ungkapan yang menjadi sebuah rumus pemahaman tasawuf seperti contoh
44 Aboebakar Atjeh, Wasiat Ibn Arabi (Bandung: SEGA ARSY,2016) Hal. 58
45 Haidar Bagir, Islam Tuhan Islam Manusia, Agama dan Spiritualitas di Zaman Kacau (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2017) Hal.64
49
ungkapan Ibn Arabi, Harf merupakan sebuah ungkapan yang dengannya Tuhan berkomunikasi denganmu. Dengan kata lain, bukan hanya para sufi seperti menyangkal bahwa ilham datang dari alam imajinal-jika ia dipercayai sebagai berada di bawah tingkat alam rasional, seperti yang dipahami para filsuf-mereka boleh jadi tak percaya pada keperluan untuk membatasinya dengan daya rasional. Satu-satunya pembatasan bagi para sufi muncul oleh keperluan mempertimbangkan konteks pengajaran ilham-ilham kepada para murid sufisme yang belum mencapai suatu tingkat yang memampukan mereka untuk menyerap ilham-ilham itu dalam segenap keseluruhannya. Itu yang menyebabkan para sufi terkadang menyederhanakan setiap ilham yang diterimanya dalam pengalaman-kemistikan yang dilewati dengan sebuah bahasa yang lebih sederhana dan sesuai.47
Melihat buku karya Aboebakar Atjeh ilmu tasawuf hadir dalam dunia keislaman karena para sufi melihat kerusuhan di dunia tentang manusia yang tidak percaya dengan keberadaan Tuhan dan manusia yang cenderung mencintai dirinya sendiri. Sebab pertama manusia tidak percaya tentang adanya Tuhan dalam kehidupannya mengakibatkan manusia tidak takut dengan larangan dan tidak patuh terhadap perintah-perintah Tuhan untuk mengdakan perdamaian di dunia ini. Hal itu yang dimaksudkan dalam membentuk manusia yang mengenal Tuhannya dan senantiasa beribadah
50
kepada Tuhannya. Sebab yang kedua ketika manusia cenderung mencintai dirinya sendiri menyebabkan timbulya beberapa keadaan, seperti mencintai harta benda dan kekayaan, mencintai makan minum yang lezat, yang berlimpah-limpah, mencintai anak isteri yang berlebihan, mencintai rumah tanggga yang besar dan megah, mencintai kedudukan yang tinggi dan berpengaruh, mencintai nama yang harum dan masyhur, yang akhirnya membawa kepada kecintaan yang sangat kepada dunia dan ingin hidup kekal diatas permukaan bumi.48
B. Relevansi Pemikiran Aboebakar Atjeh Terhadap Perkembangan Intelektual Islam Di Indonesia.
Relevansi Pemikiran Aboebakar tentunya dalam bidang keilmuan tasawuf yang berkembang di Indonesia cukup banyak mengenai bagaimana ilmu tasawuf menjadi suatu kajian ilmu yang cukup populer dalam era modern meskiput dalam penyebutanya bermacam-macam. Ajaran ajaran tasawuf yang berkembang di Indonesia menimbulkan dampak yang mengemparkan masayarakat muslim khususnya para pemeluk agama islam di Indonesia. Terkadang hal itu menjadi sebuah perdebatan dalam penentuan
suatu aturan syari’at Islam. Pengaruh fanatisme sering kali menjadi penyebab
utama para ahli tasawuf dijadikan sebagai sebuah hujatan yang dikecam oleh