• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT. Keywords: Toddlers, Smoking, Immunization Status, Exclusive Breastfeeding, vitamin A, kitchen smoke, ARI Pneumonia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT. Keywords: Toddlers, Smoking, Immunization Status, Exclusive Breastfeeding, vitamin A, kitchen smoke, ARI Pneumonia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FACTORS RELATED TO THE OCCURRENCE OF ACUTE RESPIRATORY TRACT INFECTIONS (ARI)

PNEUMONIA IN CHILDREN UNDER FIVE BATA LAIWORU AT LOCAL GOVERNMENT CLINIC

BATA LAIWORU SUBDISTRIC MUNA 2016

La Ode Alfisyahrin1 Yusuf Sabilu2 Nur Nashsriana Jufri3

Faculty of Public Health, University Halu Oleo 123

Alfisyahrinld93@gmail.com1 Yusufsabilu@yahoo.com2 Nurnashrianajufri@yahoo.co.id3

ABSTRACT

ARI station is the first cause of death in infants and toddlers group in Indonesia.ARI Pneumonia is an infection of lower respiratory tract which is a problem world health because of high death rate. The purpose of this study was to determine the relationship of smoking, immunization status, exclusive breastfeeding, provision of vitamin A, the smoke kitchen with ARI pneumonia in children under five at local government clinic Bata Laiworu, Bata Laiworu subdistric Muna in 2016. type observational analytic research with cross sectional approach with the aim of studying the dynamics between variables cause with effect, with an approach at once at one time or "point timeapproach". The population is all children who visit the health center Bata Laiworu period from January to May 2016 as many as 266 children under five. The samples consisted of 71 samples with sample using simple random sampling. The data was processed with SPSS version 16.0 and analyzed results of this study showed that smoking, Exclusive breastfeeding, Provision of vitamin A, kitchen smoke is a risk factor for ARI pneumonia in infants in at local government clinic Bata Laiworu, Bata Laiworu subdistric Muna in 2016, with the value of each, smoking habits (ρvalue = 0.001) exclusive breastfeeding (ρvalue = 0.003), provision of vitamin A (ρvalue = 0.018), smoke kitchen (ρvalue = 0.012), whereas the results of immunization status showed no risk factors with a value (ρvalue = 0.317) .Conclusion from this research that there is a relationship of smoking habits, Exclusive breastfeeding, Provision of vitamin A, and smoke with the incidence of pneumonia in children under five at local government clinic Bata Laiworu, Bata Laiworu subdistric Muna in 2016, while for immunization status is not there is a correlation with the incidence of pneumonia in children under at local government clinic Bata Laiworu, Bata Laiworu subdistric Muna in 2016.

Keywords: Toddlers, Smoking, Immunization Status, Exclusive Breastfeeding, vitamin A, kitchen smoke, ARI Pneumonia

(2)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

( ISPA )PNEUMONIA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS BATA LAIWORU

KECAMATAN BATA LAIWORU KABUPATEN MUNA TAHUN 2016

La Ode Alfisyahrin1 Yusuf Sabilu2 Nur Nashsriana Jufri3

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo123

Alfisyahrinld93@gmail.com1 Yusufsabilu@yahoo.com2 Nurnashrianajufri@yahoo.co.id3

ABSTRAK

ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita di Indonesia. ISPA Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang merupakan masalah kasehatan dunia karena angka kematiannya tinggi.. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok, status imunisasi, pemberian ASI Eksklusif, pemberian Vitamin A, asap dapur dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskemas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016. Jenis penelitian observasi analitik dengan pendekatan cross sectional dengan tujuan mempelajari dinamika antar variabel sebab dengan akibat, dengan pendekatan sekaligus pada satu saat atau “point timeapproach”. Populasi adalah semua balita yang berkunjung di Puskesmas Bata Laiworu periode bulan Januari-Mei 2016 sebanyak 266 balita. Sampel dalam penelitian terdiri dari 71 sampel dengan pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Data diolah dengan SPSS versi 16,0 dan dianalisis .Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok, Pemberian ASI eksklusif, Pemberian vitamin A, Asap Dapur merupakan faktor resiko kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016 , dengan nilai masing-masing, kebiasaan merokok (ρvalue = 0,001) ASI eksklusif (ρvalue = 0,003), Pemberian vitamin A (ρvalue = 0,018), Asap Dapur (ρvalue = 0,012), sedangkan hasil penelitian status imunisasi menunjukan bukan faktor resiko dengan nilai (ρvalue = 0,317).Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada hubungan kebiasaan merokok,Pemberian ASI Eksklusif, Pemberian vitamin A, dan Asap dengan kejadian Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskemas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016, sedangkan untuk status imunisasi tidak ada hubungan dengan kejadian Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskemas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016.

(3)

PENDAHULUAN

WHO memperkirakan di negara berkembang kejadian pneumonia anak-balita sebesar 151,8 juta kasus pneumonia per tahun, sekitar 8,7% (13,1 juta) diantaranya pneumonia berat. Di dunia terdapat 15 negara dengan prediksi kasus baru dan kejadian pneumonia paling tinggi anak-balita sebesar 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus diseluruh dunia. Lebih dari setengah terjadi pada 6 negara, yaitu: India 43 juta, China 21 juta, Pakistan 10 juta, Bangladesh, Indonesia, dan Nigeria sebesar 6 juta kasus, mencakup 44% populasi anak balita di dunia pertahun1.

angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 1,19%, pada kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu sebesar 2,89% dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,20%. Pneumonia juga selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama dan berkontribusi tinggi terhadap angka kematian balita di Indonesia2.

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang sering menyebabkan kematian. Penyebab Pneumonia adalah infeksi bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia mengakibatkan jaringan paru mengalami peradangan. Akibatnya kemampuan paru untuk menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tidak bisa bekerja3

Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%) (Tabel 3.4.1).

Period Prevalence pneumonia di Indonesia tahun 2013 menurun dibandingkan dengan tahun 20074.

ISPA Pneumonia masih menjadi masalah kesehatan yang cukup tinggi di Sulawesi Tenggara, Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara dalam 3 tahun terakhir menunjukkan bahwa pada tahun 2013 penderita ISPA Pneumoniapada balitatercatat 4.582 kasus, tahun 2014 tercatat 4.168 kasus. Sedangkan untuk tahun 2015 penderita ISPA Pneumoniapada balita tercatat 3.262 kasus5.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Muna pada tahun 2013 jumlah penderita ISPA Pneumonia pada balita sebanyak 611 kasus. Sedangkan pada tahun 201 sebanyak 522 kasus dan tahun 2015 penderita ISPA Pneumonia pada balita tercatat sebanyak 328 kasus.6

Berdasarkan Profil Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna Kasus ISPA Pneumonia pada Balita selalu masuk dalam 10 besar penyakit. Data tahun 3 tahun terakhir menunjukkan bahwa pada tahun 2013 tercatat 113 kasus, pada tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 151 kasus dan pada tahun 2015 penderita penyakit ISPA Pneumoniapada balita menjadi 160 kasus.7 METODE

Jenis penelitian yang digunakan observasional analitik yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Berdasarkan pendekatan penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional) dimana mempelajari dinamika antar variabel sebab dengan akibat, dengan pendekatan sekaligus pada satu saat atau “point timeapproach”8.

Penelitian ini bertempat di Wilayah Kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna Penelitian ini akan dilaksanakan selama 14 hari dari tanggal 2 Juli 2016 sampai selesai di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Balita yang berumur 6 bulan keatas yang pernah berkunjung di Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna. Jumlah Balita yang pernah berkunjung 5 bulan terakhir dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2016 berjumlah 266 balita, dengan jumlah sampel sebesar 71 balita dari populasi sebesar 266 balita.

HASIL

1.Analisis Univariat

a. Kejadian ISPA Pada Balita

Tabel 8: Distribusi Responden Menurut kejadian ISPA Pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna No Kejadian ISPA Pneumonia Jumlah (n) Persen(%) 1 Menderita 37 52,1 2 Tidak Menderita 34 47,9 Total 71 100

Sumber : Data Primer, Tahun2016

Tabel 8 menunjukan bahwa dari 71 responden, distribusi responden menurut kejadian ISPA

(4)

Pneumonia pada balita lebih banyak terdapat pada balita yang menderita ISPA Pneumonia dengan jumlah 37 (52,1%) dan terendah terdapat pada balita yang menderita ISPA Pneumonia dengan jumlah 34 (47,9%).

b. Kebiasaan Merokok

Tabel 9: Distribusi Responden Menurut Paparan Asap Rokok PadaBalita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna No Paparan Asap Rokok Jumlah (n) Persen(%) 1 Terpapar 44 62,0 2 Tidak Terpapar 27 38,0 Total 71 100

Sumber : Data Primer, Tahun2016

Tabel 9 menunjukan bahwa dari 71 balita, distribusi kebiasaan merokok lebih banyak balita yang terpapar yaitu sebanyak 44 balita (62,0%) dibandingkan dengan balita yang tidak terpapar yaitu sebanyak 27 balita (38,0%).

b. Status Imunisasi

Tabel 10: Distribusi Responden Menurut Status Imunisasi Pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna

No Status Imunisasi Jumlah

(n) Persen(%)

1 Tidak Lengkap 8 11,3

2 Lengkap 63 88,7

Total 71 100

Sumber : Data Primer, Tahun2016

Tabel 10 menunjukan bahwa dari dari 71 Responden, distribusi balita menurut status imunisasi lebih banyak terdapat pada balita yang status imunisasinya lengkap yaitu sebanyak 63 balita (88,7%)dibandingkan dengan balita yang status imunisasinya tidak lengkap yaitu sebanyak 8 balita (11,3%).

c. Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 11: Distribusi Responden Menurut Pemberian ASI Eksklusif Pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna

No ASI Eksklusif Jumlah (n) Persen (%) 1 Tidak 35 49,3 2 Ya 36 50,7 Total 71 100

Sumber : Data Primer,Tahun2016

Tabel 11 menunjukan bahwa dari 71 balita, distribusi pemberian ASI Eksklusif tidak jauh

berbeda pada balita yang diberi ASI eksklusif dengan yang tidak diberi ASI Eksklusif. Pada balita yang diberi ASI Eksklusif yaitu sebanyak 36 Balita (50,7%) sedangkan pada balita yang tidak diberi ASI Eksklusif yaitu sebanyak 35 Balita (49,3%). d. Pemberian Vitamin A

Tabel 12: Distribusi Responden Menurut Pemberian Vitamin A PadaBalita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna No Status Vitamin A Jumlah (n) Persen(%) 1 Tidak Lengkap 16 22,5 2 Lengkap 55 77,5 Total 71 100

Sumber : Data Primer, Tahun2016

Tabel 12 menunjukan bahwa dari 71 Responden, distribusi balita menurut status vitamin A lebih banyak terdapat pada balita yang status vitamin A lengkap yaitu sebanyak 55 Balita (77,5%) dibandingkan dengan balita yang status vitamin A tidak lengkap yaitu sebanyak 16 balita (22,5%). e. Asap Dapur

Tabel 13 : Distribusi Responden Menurut Paparan Asap Dapur PadaBalita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna No Paparan Asap Dapur Jumlah (n) Persen (%) 1 Terpapar 51 71,8 2 Tidak Terpapar 20 28,2 Total 71 100

Sumber : Data Primer, Tahun2016

Tabel 13 menunjukan bahwa dari 71 balita, distribusi Paparan asap dapur lebih banyak balita yang terpapar yaitu sebanyak 51 balita (71,8%) dibandingkan dengan balita yang tidak terpapar yaitu sebanyak 20 balita (28,2%).

(5)

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian ISPA Pneumonia Pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas

Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna

Tabel 14 : Hubungan Kebiasaan Merokok dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna

Menderita ISPA Pneumonia

Ya Tidak Total Kebiasaan merokok n % n % n % P- Value Terpapar 30 68,2 14 31,8 44 100 Tidak Terpapar 7 25,9 20 74,1 27 100 Total 37 52,1 34 47,9 71 100 0.001 Sumber : Data Primer, Tahun2016

Dari hasil penelitian dengan jumlah 71 responden, dapat diketahui bahwa dari 44 balita yang terpapar asap rokok terdapat 30 balita (68,2%) yang menderita ISPA Pneumonia dan 14 balita (31,8%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia, dan dari 27 balita yang tidak terpapar asap rokok terdapat 7 balita (25,9%) yang menderita ISPA Pneumonia dan 20 balita (74,1%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia.

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara Kebiasaan merokok dalam hal ini paparan asap rokok dengan kejadian ISPA Pneumonia diperoleh p-value = 0.001 (<0.05) artinya ada hubungan antara Kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016.

b.

Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pneumonia Pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna

Tabel 15 : Hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna

Menderita ISPA Pneumonia

Ya Tidak Total Status Imunisasi n % n % n % P- Value Tidak Lengkap 6 75,0 2 25,0 8 100 Lengkap 31 49,2 32 50,8 63 100 Total 37 52,1 34 47,9 71 100 0.317

Sumber : Data Primer, Tahun2016

Dari hasil penelitian dengan jumlah 71 responden, dapat diketahui bahwa dari 8 balita yang status imunisasinya tidak lengkap terdapat 6 balita (75,0%) yang menderita ISPA Pneumonia dan 2 balita (25,0%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia, dan dari 63 balita yang status imunisasinya lengkap terdapat 31 balita (49,2%)

yang menderita ISPA Pneumonia dan 32 balita (50,8%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia.

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara status antara status imunisasi dengan kejadian ISPA Pneumonia diperoleh p-value = 0.317 (>0.05) artinya tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016.

(6)

c.

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pneumonia Pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna

Tabel 16 : Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna

Menderita ISPA Pneumonia

Ya Tidak Total ASI Eksklusif n % n % n % P- Value Tidak 25 71,4 10 28,6 35 100 Ya 12 33,3 24 66,7 36 100 Total 37 52,1 34 47,9 71 100 0.003

Sumber : Data Primer, Tahun2016

Dari hasil penelitian dengan jumlah 71 responden, dapat diketahui bahwa dari 35 balita yang tidak ASI Eksklusif terdapat 25 balita (71,4%) yang menderita ISPA Pneumonia dan 10 balita (28,6%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia, dan dari 36 balita yang ASI Eksklusif terdapat 12 balita (33,3%) yang menderita ISPA Pneumonia dan 24 balita (66,7%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia.

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara Pemberian SI Ekslusif dengan kejadian ISPA Pneumonia diperoleh p-value = 0.003 (<0.05) artinya ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016.

d.

Hubungan Pemberian Vitamin A Dengan Kejadian ISPA Pneumonia Pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna

Tabel 17 : Hubungan Pemberian Vitamin A dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna

Menderita ISPA Pneumonia

Ya Tidak Total Status Vitamin A n % N % n % P- Value Tidak Lengkap 13 81,2 3 18,8 16 100 Lengkap 24 43,6 31 56,4 55 100 Total 37 52,1 34 47,9 71 100 0.018

Sumber : Data Primer, Tahun2016

Dari hasil penelitian dengan jumlah 71 responden, dapat diketahui bahwa dari 16 balita yang Status pemberian vitamin A tidak lengkap terdapat 13 balita (81,2%) yang menderita ISPA Pneumonia dan 3 balita (18,8%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia, dan dari 24 balita yang status pemberian vitamin A lengkap terdapat 24 balita (43,6%) yang menderita ISPA Pneumonia

dan 31 balita (56,4%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara status pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA Pneumonia diperoleh p-value = 0.018 (<0.05) artinya ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016

(7)

e. Hubungan Asap Dapur Dengan Kejadian ISPA Pneumonia Pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas Bata

Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna

Tabel 18 : Hubungan Asap Dapur dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna

Menderita ISPA Pneumonia

Ya Tidak Total Asap Dapur n % N % n % P- Value Terpapar 30 63,8 17 36,2 47 100 Tidak Terpapar 7 29,2 17 70,8 24 100 Total 37 52,1 34 47,9 71 100 0.012 Sumber : Data Primer, Tahun2016

Dari hasil penelitian dengan jumlah 71 responden, dapat diketahui bahwa dari 47 balita yang terpapar asap dapur terdapat 30 balita (63,8%) yang menderita ISPA Pneumonia dan 17 balita (36,2%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia, dan dari 24 balita yang tidak terpapar asap dapur terdapat 7 balita (29,2%) yang menderita ISPA Pneumonia dan 17 balita (70,8%) yang tidak menderita ISPA Pneumonia.

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara asap dapur dalam hal ini paparan asap dapur dengan kejadian ISPA Pneumonia diperoleh

p-value = 0.012 (<0.05) artinya ada hubungan antara asap dapur dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016.

DISKUSI

a. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian ISPA Pneumonia Pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara Kebiasaan merokok dalam hal ini paparan asap rokok dengan kejadian ISPA Pneumonia diperoleh p-value = 0.001 (<0.05) artinya ada hubungan antara Kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Diana (2010). Penelitian tersebut menemukan bahwa ada hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita.

Paparan asap rokok adalah suatu penyebab utama penyakit pneumonia dan peningkatan risiko infeksi paru-paru pada orang dewasa dan anak-anak. Asap rokok mengandung sekitar 3.000-an bahan kimia beracun, 43 di antaranya bersifat karsinogen (penyebab kanker). Pengaruh asap rokok pada perokok pasif itu tiga

kali lebih buruk daripada debu batu bara. Berbagai penelitian membuktikan asap rokok yang ditebarkan orang lain, imbasnya bisa menyebabkan berbagai penyakit, terutama pada bayi dan anak-anak. Mulai dari aneka gangguan pernapasan pada bayi, infeksi paru dan telinga, gangguan pertumbuhan, sampai kolik. Asap rokok menyebabkan iritasi persisten pada saluran pernapasan, perubahan struktur jaringan paru-paru. Dengan perubahan anatomi saluran pernapasan akan timbul perubahan fungsi paru-paru9.

Kebiasaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah memberikan pengaruh pada anggota keluarga yang lainnya yang tidak merokok. Asap rokok sangat berbahaya bagi kesehatan, khususnya terhadap balita karena bahan-bahan toksik yang terkandung dalam rokok 10.

Olehnya itu diperlukan Peran Ibu untuk memberi tahu kepada bapak atau anggota keluarga lain yang merokok pentingnya menghindari kebiasaan merokok didalam rumah agar balita atau anak akan terhindar dari Penyakit salah satunya ISPA Pneumonia.

b. Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Pneumonia Di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara status imunisasi dengan kejadian ISPA diperoleh p-value = 0.317 (>0.05) artinya tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016.

Pemberian imunisasi lengkap sebelum balita mencapai usia 1 tahun, balita akan terlindung dari beberapa penyebab utama dari infeksi pernapasan dalam termasuk batuk rejan, difentri, tuberkolosa dan campak. Penderita difentri, pertusis apabila tidak mendapat

(8)

pertolongan memadai akan berakibat fatal. Dengan pemberian imunisasi lengkap akan mencegah kematian pneumonia yang di akibatkan oleh komplikasi penyakit campak dan Pertusis11.

Untuk mengurangi factor resiko ISPA yang meningkatkan mortalitas diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapakan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Menurut peneliti sebelumnya cara terbukti paling efektif saat ini adalah pemberian imunisasi campak dan portusis (DPT) dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian balita dapat dicegah dan dengan imusisasi pertusis 6% kematian balita karena pneumonia dapat dicegah.

Imunisasi memberikan kekebalan tubuh untuk melindungi anak dari serangan penyakit menular, orang yang diberikan vaksin akan memeiliki kekebalan terhadap penyakit yang bersangkutan. Imunisasi yang efektif untuk mencegah terjadinya ISPA campak dan DPT12

Bayi dan balita yang terserang campak akan memiliki kekebalan terhadap Pneunomia

(pneumonia merupakan komplikasi dari campak). Sebagian besar kematian karena ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi diftri, pertusis dan campak.

Oleh karena itu cakupan imunisasi harus ditingkatakan dalam upaya pemberatasan ISPA maupun Pneumonia, sedangkan untuk mengurangi factor mortalitas ISPA diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA Pneumonia dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

c. Hubungan Riwayat ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pneumonia Pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna Tahun 2016

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA Pneumonia diperoleh p-value = 0,003 (< 0.05) artinya ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita diwilayah kerja puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016. Penelitian ini sejalan dengan Penelitian Purnawan (2012) di Denpasar tentang kejadian pneumonia pada balita usia <5 tahun menyimpulkan tidak memberikan ASI eksklusif merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia13.

ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi karena merupakan makanan alamiah yang sempuna, mudah dicerna, mengandung zat gizi

yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan, kekebalan dan mencegah dari berbagai penyakit serta dapat meningkatkan kecerdasan. Kolostrum mengandung banyak antibody untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi termasuk ISPA pada balita14.

Proporsi balita dengan riwayat pemberian ASI tidak eksklusif lebih banyak dari pada yang mendapat ASI secara Eksklusif, keadaan ini didukung dengan adanya perilaku keluarga yang memberikan madu pada bayi baru lahir dan kepercayaan apabila bayi sering menangis berarti bayi tersebut lapar dan tidak cukup hanya diberikan ASI, oleh karena itu bayi langsung diberikan susu formula.

Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki para ibu dan keluarga mengenai manfaat dan gizi yang terkandung dalam ASI. Keadaan tersebut dapat diintervensi dengan cara memberikan pengetahuan dengan cara penyuluhan kepada masyarakat, ibu – ibu, dan keluarga terutama suami sehingga mereka memberikan motivasi untuk mendukung pemberian ASI eksklusif. Penyuluhan kesehatan dapat dilakukan pada saat posyandu, arisan, dan tempat dimana masyarakat bisa berkumpul.

Pengetahuan tentang pemberian ASI eksklusif sangatlah penting diberikan kepada anak sekolah tingkat atas karena meraka adalah penerus bangsa yang akan melahirkan generasi – generasi yang baik.

d. Hubungan Pemberian Vitamin A Dengan Kejadian ISPA Pneumonia Pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna Tahun 2016

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA Pneumonia diperoleh p-value = 0.018 (<0.05) artinya ada hubungan antara Pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fedriyansah dkk (2010) yang menyatakan ada hubungan antara defisiensi vitamin A dengan kejadian infeksi pneumonia pada anak15.

Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan termasuk pneumonia. Vitamin A mempunyai fungsi yaitu dapat memelihara sel-sel epitel pada saluran pernapasan. Balita dengan tingkat asupan yang kurang, sel-sel epitelnya tidak mampu mengeluarkan mucus (lendir) dan tidak dapat membentuk cilia yang berfungsi untuk mencegah

(9)

masuknya benda asing pada permukaan sel yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh15.

Oleh karena itu diperlukan perhatian dari orang tua balita untuk membawa anaknya ke posyandu atau puskesmas agar mendapatkan Pemberian kapsul vitamin A sesuai dengan umur balita dan dilakukan secara rutin untuk mendapatkan status pemberian vitamin A lengkap. e. Hubungan Asap Dapur Dengan Kejadian ISPA Pneumonia Pada Balita Di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016

Berdasarkan hasil uji statistic Chi Square, antara Asap dapur dalam hal ini paparan asap dapur dengan kejadian ISPA Pneumonia diperoleh

p-value = 0.012 (<0.05) artinya ada hubungan antara Asap dapur dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna tahun 2016. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salmiati (2005) di Wilayah Kerja Puskesmas Bontobahari Kabupaten Bulukumba yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan bahan bakar biomassa dengan kejadian ISPA. Demikian pun dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh, Armilawaty (2008) di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kota Kendari.

Asap sisa pembakaran dari dapur mengandung partikel-partikel kecil dan gas-gas berbahaya. Yang paling tinggi adalah karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan sulfur dioksida (SO2). Paparan karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan manusia sesak nafas serta hemoglobin dalam darah bisa tercemar, paparan nitrogen dioksida (NO2) dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir seperti saluran pernaasan, mata dan hidung sedangkan paparan pada sulphur dioksida (SO2) dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa iritasi saluran pernafasan yang kronis16 .

Partikel-partikel tersebut bila masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan sel epitel dan silianya mudah rusak sehingga benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan tidak dapat dikeluarkan. Dengan demikian, saluran pernapasan akan mengerut yang disebabkan oleh saraf-saraf yang terdapat di dalam saluran pernapasan terganggu. Respon yang diberikan tubuh bila mengalami keadaan tersebut adalah mengeluarkan sekret atau benda asing secara aktif melalui batuk17.

SIMPULAN

1. Ada hubungan antara Kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna Tahun 2016.

2. Tidak ada hubungan antara Status Imunisasi dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna Tahun 2016.

3. Ada hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna Tahun 2016.

4. Ada hubungan antara Pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna Tahun 2016

5. Ada hubungan antara Asap Dapur dengan kejadian ISPA Pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bata Laiworu Kecamatan Bata Laiworu Kabupaten Muna Tahun 2016.

SARAN

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Muna dan Puskesmas Bata Laiworu agar melakukan upaya peningkatan program penanggulangan penyakit ISPA Pneumonia dengan cara melakukan sosialisasi, penyebaran informasi mengenai penyakit ISPA Pneumonia.

2. Kepada masyarakat dan khusus orang tua balita untuk selalu memperhatikan kesehatan anaknya agar tidak mudah terkena penyakit infeksi khususnya ISPA Pneumonia.

3. Diharapkan Kepada ibu yang mempunyai bayi atau balita kiranya dapat meberitahukan kepada ayah atau anggota keluarga lain supaya tidak merokok didalam rumah atau didekat anak agar anak terhindar dari paparan asap rokok.

4. Diharapkan kepada ibu yang mempunyai bayi atau balita kiranya dapat meluarkan waktunya untuk kepuskesmas atau posyandu agar bayi atau balitanya mendapatkan imunisasi yang lengkap.

5. Peningkatan kesadaran ibu akan pentingnya pemberian ASI ekslusif pada balita sampai berumur 6 bulan.

6. Diharapkan kepada ibu yang mempunyai bayi atau balita kiranya dapat meluarkan waktunya untuk kepuskesmas atau posyandu agar bayi atau balitanya mendapatkan Pemberian vitamin A yang lengkap.

7. Diharapkan kepada ibu ketika memberi tahu kepada anggota keluarga untuk memperbaiki kondisi fisik dapur agar memenuhi syarat kesehatan. Jika dapur terlanjur dibangun tanpa

(10)

cerobong asap, sebaiknya dapur dilengkapi dengan ventilasi yang baik sehingga keterpaparan anggota keluarga, khususnya balita terhadap asap dapur dapat dikurangi. Selain itu, Ibu perlu memperhatikan agar tidak membiarkan anak bermain atau berada di dapur saat ibu sedang memasak di dapur. DAFTAR PUSTAKA

1. WHO , 2012, Pneumonia, Sumber : http://www.who.int/mediacentre/ di akses pada tanggal 22 mei 2016

2. Kemenkes, 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta.

3. Sugihartono, 2011 , Analisis Faktor resiko kejadian Pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas sidorejo kota pagar alam.

4. Riskesdas. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.

5. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tenggara, 2016, Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara Tahun 2016, Kendari. 6. Dinas Kesehatan Kabupaten Muna, 2016, Profil

Dinas Kesehatan Kabupaten Muna Tahun 2016, Muna.

7. Puskesmas Bata Laiworu, Profil Puskesmas Bata Laiworu, 2016, Muna

8. Murti B, Prinsip Dan Metode Riset Epidemiologi, UGM, Yogyakarta, 1997. 9. Meta.

2010, Stop Merokok. Yogyakarta: Dara

Ilmu.

10. Naria & Safrudin A.N.S. 2008, Hubungan Antara Perilaku Merokok Orang Tua DanAnggota Keluarga Yang Tinggal Dalam Satu Rumah DenganKejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja

PuskesmasSempor Ii Kabupaten

Kebumen. Jurusan Keperawatan Stikes Muhammadiyah Gombong Stop Merokok. Yogyakarta: Dara Ilmu 11. Rusli, 2014, Kejadian BBLR, ASI Ekslusif, dan

Imunisasi Terhadap Infeksi Saluran pernapasan Akut pada balita. ( Akses juni 2015).

12. Sabri, L. Statistik Kesehatan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006

13. Purnawan, N., Purniti, S., Bagus SI. 2012.

Faktor-faktor yangberhubungan

dengan Pneumonia pada anak usia 2 bulan-5 tahun. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 14. UNICEF, 2002, Manfaat Imunisasi Untuk

Pencegahan ISPA pada balita.

15. Fedriyansah, H Nazir, Theodorus, Syarif H. 2010. Hubungan Kadar Seng dan

Vitamin A dengan Kejadian

Pneumonia dan Diare pada Anak. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

16. Syarif, Shandra, W. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tarakan Kota Makassar Tahun 2009. Skripsi tidak diterbitkan FKM Unhas.

17. Kassamsi. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Rembon Tahun 2008. Skripsi tidak diterbitkan FKM Unhas.

Gambar

Tabel  8:  Distribusi  Responden  Menurut  kejadian  ISPA  Pada  Balita  di  wilayah  kerja  Puskesmas  Bata  Laiworu  Kecamatan  Bata  Laiworu  Kabupaten  Muna No Kejadian ISPA Pneumonia Jumlah(n) Persen(%) 1 Menderita 37 52,1 2 Tidak Menderita 34 47,9 Total 71 100
Tabel  14  :  Hubungan  Kebiasaan  Merokok  dengan  kejadian  ISPA  Pneumonia  pada  balita  di  wilayah  kerja  Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna
Tabel  17  :  Hubungan  Pemberian  Vitamin  A  dengan  kejadian  ISPA  Pneumonia  pada  balita  di  wilayah  kerja  Puskesmas Bata Laiworu Kabupaten Muna
Tabel  18  :  Hubungan  Asap  Dapur  dengan  kejadian  ISPA  Pneumonia  pada  balita  di  wilayah  kerja  Puskesmas  Bata Laiworu Kabupaten Muna

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Hasil analisa dan interpretasi maka dapat disampaikan kesimpulan bahwa dalam upaya penurunan/ menghilangkan kadar Pb, Cd pada kupang beras dapat dilakukan

Menurut Sugiyono (2012: 72) “metode penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap orang lain dalam

Berdasarkan interpretasi tersebut endapan bijih terutama endapan bijih besi pada daerah survei ditafsirkan secara umum diduga merupakan bentuk endapan yang mengisi

Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Pada umumnya waktu menjalankan ibadah puasa di Indonesia adalah 8 jam. Tapi berbeda dengan di Belanda. Yang mana ketika musim panas berlangsung, waktu menjalankan ibadah

“Executive Information System (EIS) is a highly interactive MIS system providing managers and executive flexible access toinformation for monitoring operating

Uji Kemampuan Minyak Jintan Hitam(Nigella sativa) Menghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro.. Jember: Fakultas Kedokteran

Bapinta, adalah pertemuan keluarga besar keluarga mempelai lakilaki dan mempelai perempuan yang dilaksanakan oleh pemuka adat dayak tomun untuk menayakan apakah perjanjian waktu