• Tidak ada hasil yang ditemukan

L E M B A R A N D A E R A H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "L E M B A R A N D A E R A H"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

L E M B A R A N D A E R A H

KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

TAHUN 2002 NOMOR 42 SERI B NO. SERI 2

P E R A T U R A N D A E R A H

KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

NOMOR 11 TAHUN 2002

TENTANG

PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN,

Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka pengaturan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Hulu Sungai Selatan perlu disesuaikan; b. bahwa untuk maksud huruf a konsideran ini, perlu diatur dan ditetapkan dengan

dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1820);

2. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran

Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa

Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);

(2)

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

6. Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat

Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, tambahan lembaran Negara Nomor 3686);

7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

9. Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Daerah (lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negera Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 47, TamBahan-bahan Lembaran Negara Nomor 3174);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Nomor 1983 Nomor 36, Tambahan Lemabaran Negara Nomor 3258);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138); 16. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan

Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);

17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah;

18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 178 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;

19. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan Nomor 11 Tahun 1990 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan (Lembaran Daerah Tahun 1991 Seri D Nomor Seri 9);

(3)

20. Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 20 Tahun 2000 tentang Kewenangan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 22, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 16);

21. Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 19), sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 21 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 69);

22. Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2002, Nomor 29 Seri E Nomor Seri 1, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 35);

23. Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Pertambangan Bahan Galian Golongan C (Lembaran Daerah Tahun 2002, Nomor 39 Seri E Nomor Seri 3, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 40).

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Daerah adalah Kabupaten Hulu Sungai Selatan;

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan; c. Bupati adalah Bupati Hulu Sungai Selatan;

d. Pejabat tertentu adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Dinas Pendapatan adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan;

(4)

f. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah;

g. Bahan Galian Golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk bahan galian golongan A (Strategis) maupun bahan galian golongan B (Vital) sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian; h. Pengambilan bahan galian golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan

galian golongan C dari sumber alam didalam dan atau dipermukaan bumi untuk dimanfaatkan;

i. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pungutan Daerah atas pengambilan bahan galian golongan C;

j. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian golongan C;

k. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan;

l. Bendaharawan Khusus Penerima adalah bendaharawan khusus penerima pada

Dinas Pendapatan Kabupaten Hulu Sungai Selatan;

m. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya;

n. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat dengan SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran Pajak, objek pajak dan/atau harta dan kewajiban menurut peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah;

o. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat dengan SSPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ketempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Bupati;

p. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat dengan SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak;

q. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat dengan SKPDKB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;

r. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat dengan SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

s. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat dengan SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;

(5)

t. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat dengan SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;

u. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat dengan STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda;

v. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang terdapat dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau STPD; w. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak;

x. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah; y. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah adalah serangkaian

tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat jelas tindak pidana dibidang perpajakan Daerah yang terjadi serta menentukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK

Pasal 2

Dengan nama Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dipungut Pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C.

Pasal 3

(1) Obyek Pajak Pengambilan bahan galian Golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan galian golongan C.

(2) Bahan-bahan Galian Golongan C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. asbes;

b. batu tulis;

c. batu setengah permata; d. batu kapur; e. batu apung; f. batu permata; g. bentonit; h. dolomit; i. feldspar;

(6)

k. grafit; l. granit/andesit; m. gips; n. kalsit; o. koalin; p. leusit; q. magnesit; r. mika; s. marmer; t. nitrat; u. opsidien; v. oker;

w. pasir dan kerikil; x. pasir kuarsa; y. perlit; z. phospat; aa. talk;

bb. tanah serap (fullers earth); cc. tanah diatome;

dd. tanah liat; ee. tawas (alum); ff. tras;

gg. yarosif; hh. zeolit; ii. basal; jj. trakkit.

(3) Dikecualikan dari objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah kegiatan pengambilan bahan galian golongan C yang nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk mengambil bahan galian golongan C tersebut dan tidak dimanfaatkan secara ekonomis.

Pasal 4

(1) Subyek Pajak Pengambilan Bahan galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan bahan galian golongan C.

(2) Wajib Pajak Pengambilan Bahan Galian Golonghan C adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan bahan galian golongan C.

(7)

BAB III

DASAR PENGENAAN, BESARNYA TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 5

(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C.

(2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan bahan galian golongan C dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C.

(3) Nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini pada masing-masing jenis bahan galian golongan C ditetapkan secara priodik dengan Keputusan Bupati sesuai dengan harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat.

(4) Harga standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Pasal 6

Besarnya Tarif Pajak ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen).

Pasal 7

Cara penghitungan pajak adalah dengan mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Daerah ini.

BAB IV

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 8

Wilayah pemungutan pajak yang terhutang adalah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

BAB V

TATA CARA PEMUNGUTAN .

Pasal 9

(1) Pajak dipungut pada saat kegiatan pengambilan bahan galian golongan C dilakukan.

(2) Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan.

(3) Pajak dipungut dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(8)

BAB VI

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH

Pasal 10

(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.

(3) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.

(4) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB VII

TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK

Pasal 11

(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Bupati menetapkan jumlah pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD.

(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.

Pasal 12

(1) Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terhutang.

(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan:

a. SKPDKB;

b. SKPDKBT;

c. SKPDN.

(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan:

a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.

b. apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah gugur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak;

(9)

c. apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksiadministrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan.

(7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

BAB VIII

TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 13

(1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.

(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 X 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.

(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.

Pasal 14

(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.

(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(10)

(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 15

(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.

(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB IX

TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 16

(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang.

(3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 17

(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.

(2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

Pasal 18

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 X 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Pasal 19

Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.

(11)

Pasal 20

Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Pasal 21

Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB X

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK

Pasal 22

(1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.

(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB XI

PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 23

(1) Bupati karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat:

a. membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam

penertibannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah;

b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar; c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga,

denda dan kenaikan pajak yang terhutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilapan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya.

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan

penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh wajib pajak kepada Bupati, atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkannya SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan yang jelas.

(3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.

(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.

(12)

BAB XII

KEBERATAN DAN BANDING

Pasal 24

(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya pada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu:

a. SKPD;

b. SKPDKB;

c. SKPDKBT;

d. SKPDLB;

e. SKPDN.

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.

(4) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak memberikan putusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.

(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 25

(1) Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.

(2) Pengajuan Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 26

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

BAB XIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 27

(1) Atas kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

(13)

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.

Pasal 28

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan:

a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Masa pajak;

c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yang singkat dan jelas.

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.

(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.

Pasal 29

(1) Pengembalian kelebihan pajak dilakukan dengan penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

(2) Apabila kelebihan pembayaran Pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XIV

KADALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 30

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampai jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah.

(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tertangguh apabila:

(14)

b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 31

Pembinaan dan pengawasan untuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Bupati dan Pejabat yang ditunjuk

BAB XVI KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XVII PENYIDIKAN

Pasal 33

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;

e. Melakukan penggeladahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana perpajakan Daerah;

g. Menyuruh berhenti melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

(15)

h. Memotret orang seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan;

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana.

BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian C dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur dengan Keputusan Bupati.

Pasal 35

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Ditetapkan di Kandangan

pada tanggal 29 April 2002

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN,

Cap

Ttd,

(16)

Diundangkan di Kandangan

pada tanggal 1 Mei 2002

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN,

M. YUNANIE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2002 NOMOR 42 SERI B NOMOR SERI 2

(17)

P E N J E L A S A N

ATAS

PERATURAN DAERAH

KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

NOMOR 11 TAHUN 2002

TENTANG

PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

I. PENJELASANUMUM

Sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah danUndang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah danpenerimaan berupa Dana Perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka Pendapatan Asli Daerah yang antara lain berupa Pajak Dearah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Seiring dengan itu, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi daerah, salah satunya adalah Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.

Kemudian dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari sumber Pajak bahan Gakian Golongan C ini perlu diupayakan terus guna membiayai rumah tangga daerah sebagai wujud otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Upaya dimaksud adalah melalui penyempurnaan dasar hukum pemungutan Pajak Bahan Galian Golongan C.

Untuk mengatur pemungutan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C tersebut perlu diatur dan ditetapkan dalam suatu Peraturan daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup Jelas

(18)

Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan nilai pasar adalah harga rata-rata yang berlaku dilokasi setempat (lokasi penambangan bahan galian golongan C).

Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3)

Yang dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis dan nota perhitungan

Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) huruf c

Yang dimaksud dengan penetapan pajak secara jabatan adalah penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki olehBupati atau pejabat yang ditunjuk.

Ayat (4)

Cukup Jelas Ayat (5)

(19)

Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7) Cukup Jelas Pasal 13 Cukup Jelas Pasal 14 Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Cukup Jelas Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27 Cukup Jelas Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29 Cukup Jelas Pasal 30 Cukup Jelas

(20)

Pasal 31 Cukup Jelas Pasal 32 Cukup Jelas Pasal 33 Cukup Jelas Pasal 34 Cukup Jelas Pasal 35 Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP) dan teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS). Validitas data didasarkan pada validitas proses dengan

dalam bahasa fikih adat kebiasaan tersebut ialah (Urf) masyarakat boleh ketika tidak bertentangan dengan Syar’i. Dengan berdasarkan

Untuk atribut komunikasi efektif sebaiknya dipertimbangkan untuk ditingkatkan karena dengan komunikasi efektif karyawan dapat melakukan berbagi pengetahuan dengan lebih baik dan

Judul BPJT Tawarkan Lima Proyek Tanggal Senin, 21 November 2016 Media Bisnis Indonesia (Halaman, 7). Resume Badan Pengatur Jalan Tol Berencana menawarkan lima proyek jalan

Dari kedua studi kasus di atas terlihat bahwa dengan memperhitungan terlebih dahulu jumlah radio perunut yang akan diinjeksikan, studi interkoneksi antar sumur dapat

Dalam menganlisis data tersebut digunakan metode analisis deskriptif, yakni menggambarkan terlebih dahulu bagaimana proses dan pembelajaran dan pengembangan ilmu falak

1) Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan MLR dalam penelitian ini maka disimpulkan bahwa ada indikasi praktik manajemen laba riil pada perusahaan yang terdaftar

Pada tes uji tingkat performance penulis menggunakan tools berupa httperf dan ab (apache benchmark) sebagai uji beban serta teknik analisis yang digunakan adalah