• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 2.1. Hak dan Kewajiban Buruh dan Majikan - SANKSI PIDANA BAGI PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 2.1. Hak dan Kewajiban Buruh dan Majikan - SANKSI PIDANA BAGI PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

2.1.Hak dan Kewajiban Buruh dan Majikan

Dalam dunia ketenagakerjaan hubungan antara buruh dan majikan

tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai

pengusaha. Pengertian pengusaha dalam Pasal 1 angka 5 Undang – Undang no. 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 1 angka 7 Undang-Undang 21

Tahun 2000 Tentang Serikat buruh adalah :

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu

perusahaan milik sendiri;

b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri

sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di

Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b

yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.

Di samping itu, masyarakat memandang istilah buruh lebih rendah

atau hina dibandingan istilah pekerja. Pandangan masyarakat ini perlu diluruskan.

Oleh karena itu, pengertian buruh atau pekerja dalam Pasal 1 angka 3

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 1 angka 6

Undang-Undang 21 Tahun 2000 Tentang Serikat buruh adalah setiap orang yang

(2)

pengertian istilah buruh diganti dengan istilah pekerja yaitu orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.7

Berdasarkan pengertian tersebut, buruh merupakan bagian dari tenaga

kerja yang dalam pengertian buruh tersebut adalah seseorang yang telah

mendapatkan pekerjaan. Selain itu, pada pengertian tersebut memiliki makna

yang lebih luas karena dapat mencakup semua golongan baik perseorangan,

persekutuan, atua badan hukum dengan menerima upah atau imbalan dalam

bentuk apapun. Dalam hal perseorangan di dalam pengertian tersebut tidak

membedakan antara buruh sebagai orang yang melakukan pekerjaan kasar

sedangkan pekerja melakukan pekerjaan dengan keahlian khusus di perkantoran.

Sehingga pandangan masyarakat mengenai buruh dan pekerja selama

ini adalah pandangan sempit semata yang ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Oleh karena itu masyarakat harusnya dapat lebih luas dan mengerti mengenai

makna dari buruh atau pekerja sehingga tidak dipandang sebalah mata.

Berdasarkan pengertian tersebut maka antar buruh dan pekerja adalah sama.

Hubungan kerja antara buruh dan majikan pada dasarnya adalah hubungan kerja

karena adanya suatu perjanjian kerja. Syarat suatu perjanjian kerja sama dengan

syarat perjanjian pada umumnya. Mengenai syarat sah perjanjian pada umunya

diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa terdapat empat

syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

7

(3)

Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan

kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan

pihak yang lain.8 Pernyataan Kehendak tidak selalu harus dinyatakan secara

tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang

mengungkapkan pernyataan kehendak para pihak.9

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan merupakan kemampuan yang menurut hukum untuk membuat

suatu perbuatan (perikatan atau perjanjian). Kecakapan untuk melakukan

perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini:10

a) Person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaan (meerderjarig);

Usia kedewasaan menurut Pasal 1330 KUHPerdata juncto Pasal 330

KUHPerdata adalah menggunakan standar usia 21 tahun atau telah

menikah walaupun sebelum genap berusia 21 tahun. Khusus yang

bercerai sebelum umur 21 tahun tetap dianggap cakap hukum.

Walaupun standar kedewasaan berusia 21 tahun atau telah menikah,

tetapi tidak semua yang mencapai usia 21 tahun dianggap cakap karena

berada dibawah pengampuan.

b) Rechtpersoon (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan

(bevoegheid).

8

J.H. Niewenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan,(terjemahan Djasadin Saragih), Surabaya, 1985, Hlm. 56. (dalam buku.Agus Yudha Hernako, yang berjudul Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial hlm. 162)

9

Agus Yudha Hernako, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta:Kencana, 2011, hlm.162

10Ibid.

(4)

Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan yang melekat pada

pihak yang mewakilinya.

c. Suatu hal tertentu

Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau mengenai

bendanya.11 Mengenai hal dan objek tertentu ini dapat dilihat dalam Pasal

1332, 1333, dan 1334 KUHPerdata. Substansi pasal-pasal tersebut

memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus terpenuhi hal atau

objek tertentu.12 Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para

pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak.13

d. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal dapat dilihat dari substansi pasal 1335 dan pasal 1337

KUH Perdata, adapun sebab yang diperbolehkan maksudnya adalah bahwa

apa yang hendak dicapai para pihak dalam perjanjian atau kontrak tersebut

harus disertai itikad baik dan tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan.14

Selain itu, di dalam KUHPerdata juga mengatur mengenai

perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan. Dalam Pasal 1601 KUHPerdata

menjelaskan bahwa perjanjian untuk melakukan pekerjaan terdapat 2 (dua)

macam perjanjian yaitu perjanjian perburuhan dan pemborongan pekerjaan.

Perjanjian perburuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 1601 huruf a adalah

perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di

11

.C.S.T. Kansil, dan Christine S.T. Kansil,., Modul Hukum Perdata (Termasuk Asas-asas Hukum Perdata), Jakarta: Pradnya Paramita, 2000, hlm. 227

(5)

bawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk melakukan pekerjaan dengan

menerima upah. Sedangkan, pemborongan pekerjaan sebagaimana diatur dalam

Pasal 1601 hurud b adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si

pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi

pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan suatu harga yang ditentukan.

Oleh karena itu, Perjanjian yang terkait dengan pembahasan mengenai

hubungan majikan dan buruh adalah perjanjian perburuhan. Dalam KUHPerdata

mengenai ketentuan perjanjian perburuhan diatur dalam Pasal 1601 huruf d

sampai Pasal 1601 huruf i. Oleh karena itu, terdapat beberapa ketentuan dalam

perjanjian perburuhan adalah sebagai berikut:

1. Suatu perjanjian perburuhan yang dibuat secara tertulis maka biaya akta dan

biaya tambahan lainnya dibebankan kepada majikan,

2. Apabila pada saat dibuat perjanjian perburuhan diberikan dan diterima uang

panjar maka tidak ada satu pihak pun berhak meminta untuk dikembalikan

karena meniadakan perjanjian. Tetapi uang panjar hanya dapat dikurangkan

dari upah jika hubungan kerja telah berlangsung.

3. Apabila perjanjian perburuhan dibuat oleh seorang perempuan yang sudah

bersuami sebagai buruh maka undang-undang menganggap bahwa ia sudah

mendapatkan izin dari suaminya.

4. Apabila seseorang belum cakap melakukan perjanjian perburuhan sebagai

buruh dianggap cakap jika dikuasakan oleh wakilnya menurut undang-undang

baik lisan maupun tertulis. Tetapi, Apabila dia belum cakap melakukan

(6)

serta tiada perlawanan dari pihak wakilnya menurut undang-undang maka

dianggap telah dikuasakan dengan lisan.

5. Suatu perjanjian perburuhan antara suami istri adalah batal.

Di samping itu mengenai ketenagakerjaan telah diatur secara khusus

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam

Undang-Undang ini salah satunya mengatur mengenai Perjanjian kerja

sebagaimana dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

adalah perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja

yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dalam

perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Perjanjian yang

diadakan secara lisan maupun secara tertulis, biasanya diadakan dengan singkat

sekali dan tidak memuat semua hak dan kewajiban kedua belah pihak.15 Perjanjian

kerja menurut Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan dibuat atas dasar :

a. Kesepakatan kedua belah pihak;

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,

kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mengenai isi perjanjian kerja tertulis, diatur dalam Pasal 54 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

sekurang-kurangnya memuat:

15

(7)

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

c. Jabatan atau jenis pekerjaan;

d. Tempat pekerjaan;

e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f. Syarat-Syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusahadan

pekerja/buruh;

g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Dalam hal perjanjian terdapat beberapa jenis perjanjian kerja. Adapun

jenis perjanjian kerja adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian kerja secara tertulis.

Perjanjian kerja yang harus diadakan secara tertulis seperti dimintakan oleh

Aanullende Plantersregelling (Peraturan Perburuhan di Perusahaan

Perkebunan), hanya memuat antara lain:16

a. Macam pekerjaan;

b. Lamanya perjanjian itu berlaku;

c. Besarnya upah berupa uang sebulanya;

d. Lama waktu istirahat (cuti) dan sebesarnya upah selama cuti itu;

16Ibid,

(8)

e. Jika ada, besarnya bagian dari keuntungan (Tantieme) dan cara

menghitung keuntungan;

f.Jika ada, cara pemberian pension atau bentuk pemberian untuk hari tua

lainnya;

g. Bentuk upah lainya;

h. Tempat kemana pekerja itu nanti harus dikembalikan atas biaya majikan.

Di dalam perjanjian kerja secara tertulis terdapat 2 (dua) jenis perjanjian kerja

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan yang dibuat untuk waktu tertentu atau untuk

waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu

didasarkan pada jangka waktu atau selesainya suatu perjanjian tertentu.

Sedangkan untuk waktu tidak tertentu, dalam hubungan kerja yang tidak

dibatasi oleh jangka waktu maupun selesaianya suatu perjanjian tertentu.

Tetapi dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan mengatur mengenai perjanjian kerja untuk waktu tidak

tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.

2. Perjanjian kerja secara lisan.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

hanya mengatur dan menetapkan syarat mengenai perjanjian secara tertulis.

Tetapi dalam Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “ Perjanjian Kerja dibuat

secara tertulis maupun lisan”. Oleh karena itu, perjanjian yang dibuat secara

(9)

dalam ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Adanya hubungan antara buruh dan majikan berakibat timbulnya hak

dan kewajiban antara buruh dan majikan. Menurut Darwan Prints, yang dimaksud

hak disini adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat

dari kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah suatu

prestasi baik berupa benda atau jasa yang harus dilakukan oleh seseorang karena

kedudukan atau statusnya.17 Mengenai hak – hak bagi buruh atau pekerja dapat

diuraikan sebagai berikut:

1) Hak – hak untuk mendapatkan upah atau gaji (Pasal 1602 KUHPerdata, Pasal

88 – 97 Undang – Undang no. 13 tahun 2003; Peratutan Pemerintah Nomor 8

tahun 1981 tentang Perlindungan Upah);

2) Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak (Pasal 4 Undang – Undang no

13 tahun 2003);

3) Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan kemampuan (Pasal

5 Undang – Undang no. 13 tahun 2003);

4) Hak mendapat pembinaan keahlian untuk memperoleh serta menambah

keahlian dan keterampilan (Pasal 9 – 30 Undang – Undang no. 13 tahun

2003);

5) Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, serta perlakuan

yang sesuai dengan martabat manusia (Pasal 86 – 87 Undang – Undang no.

(10)

13 tahun 2003, Pasal 3 Undang – Undang no. 3 tahun 1992 tentang

Jamsostek);

6) Hak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja (Pasal 104

Undang – Undang no. 13 tahun 2003 jo. Undang – Undang no. 21 tahun 2000

tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh);

7) Hak atas istirahat tahunan (Pasal 79 Undang – Undang no. 13 tahun 2003);

8) Hak atas upah penuh selama istirahat tahunan (Pasal 88 – 98 Undang –

Undang no. 13 tahun 2003);

9) Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat

diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit – dikitnya

enam bulan terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir;

yaitu dalam hal hubungan kerja diputuskan oleh majikan tanpa alasan –

alasan mendesak yang diberikan oleh buruh, atau oleh buruh alasan – alasan

mendesak yang diberikan oleh majikan (Pasal 150 – 172 Undang – Undang

no. 13 tahun 2003);

10) Hak untuk melakukan perundingan atau penyelesaian perselisihan hubungan

industrial (Pasal 6 – 115 Undang – Undang no. 2 tahun 2004).

Menurut konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 tentang kebebasan

berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi, terdapat empat macam hak

tenaga kerja yaitu hak berserikat, hak berunding kolektif, hak mogok, hak

mendapatkan upah. Disamping itu tenaga kerja juga mempunyai kewajiban

sebagai berikut: 18

18Ibid

(11)

1) Wajib melakukan prestasi atau pekerjaan bagi majikan;

2) Wajib mematuhi peratutan perusahaan;

3) Wajib mematuhi perjanjian kerja;

4) Wajib mematuhi perjanjian perburuhan;

5) Wajib menjaga rahasia perusahaan;

6) Wajib mematuhi peraturan dari majikan;

7) Wajib memenuhi segala kewajiban selama izin belum diberikan dalam hal ada

banding yang belum ada putusanya.

Disamping hak dan kewajiban buruh terdapat juga hak dan kewajiban

pengushaha. hak pengusaha adalah sesuatu yang harus diberikan pada pengusaha

sebagai konsekuensi adanya pekerja yang bekerja padanya atau karena

kedudukanya sebagai pengusaha.19 Adapun hak – hak dari pengusaha itu sebagai

berikut:

1) Berhak mendapatkan kewajiban buruh yaitu menyelesaiakan pekerjaannya

sampai tanggal yang diperjanjikan (Pasal 162 Undang–Undang no. 13 tahun

2003)

2) Berhak memberhentikan atau memutuskan hubungan kerja kepada buruh jika

terjadi perubahan status kepemilikan perusahaan (Pasal 163 Undang – Undang

no. 13 tahun 2003);

3) Berhak memutuskan hubungan kerja jika dalam dua tahun terakhir perusahaan

mengalami kerugian atau sedang melakukan efisiensi (Pasal 164 Undang –

Undang no. 13 tahun 2003);

19

(12)

4) Berhak memutuskan hubungan kerja dikarenakan perusahaan pailit dan

memberikan uang pesangon sebesar satu kali (Pasal 165 Undang – Undang no.

13 tahun 2003);

5) Berhak meminta ganti rugi kepada buruh, bila terjadi kerusakan dan kerugian

baik milik perusahaan maupun milik pihak ketiga oleh buruh karena

kesengajaan atau kelalaiannya ( Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8

Tahun 1981);

6) Berhak menjatuhkan denda atas pelanggaran sesuatu apabila hal itu diatur

secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan (Pasal 20

ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981);

7) Berhak memperhitungkan upah dengan:

(a)Denda, potongan dan ganti rugi;

(b)Sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan

perjanjian tertulis;

(c)Uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan cicilan

hutang buruh terhadap pengusaha, dengan ketentuan harus ada tanda bukti

tertulis. (Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981)

Pengusaha atau majikan juga memiliki kewajiban yang harus

dipenuhi. Adapun kewajiban pengusaha atau majikan adalah:

1) Memberikan uang penganti gaji untuk pekerja yang mengundurkan diri apabila

ia sudah bekerja lama di perusahaan tersebut ( Pasal 162 Undang – Undang no.

(13)

2) Memberikan uang penggantian hak kepada buruh jika terjadi penggabungan

perusahaan dan terjadi perubahaan status dan kepemilikan perusahaan tersebut

(Pasal 163 Undang – Undang no. 13 tahun 2003);

3) Memberikan uang penghargaan atas kerja buruh (Pasal 164 Undang – Undang

no. 13 tahun 2003);

4) Memberikan tunjangan hari tua dan pembayaran premi pensiun kepada buruh

yang sudah tidak bisa bekerja atau pensiun (Pasal 167 Undang – Undang no. 13

tahun 2003);

5) Memjaga atau melindungi keselamatan para buruh yang bekerja di perusahaan

tersebut (Pasal 169 Undang – Undang no. 13 tahun 2003);

6) Berkewajiban memberikan pelatihan keterampilan bagi para buruh (Pasal 9 –

30 Undang – Undang no. 13 tahun 2003).

2.2 Jenis – Jenis Pemutusan Hubungan kerja

Dalam aspek hubungan industrial sangat erat kaitannya dengan

hubungan antara buruh atau pekerja dengan majikan. Sehingga antara hubungan

buruh dengan majikan sering terjadi perselisihan yang mengakibatkan buruknya

hubungan antara buruh dan majikan. Perselisihan itu terjadi karena adanya

permasalahan atau konflik dalam suatu hubungan kerja yang disebabkan oleh

kurang baiknya hubungan antara buruh dan majikan. Pihak buruh seringkali

beranggapan bahwa pihak majikanlah yang menyebabkan terjadinya perselisihan

atau konflik karena tidak memenuhi perjanjiaan kerja, begitu pula sebaliknya

(14)

Konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya

perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara.20

Pengertian konflik menurut beberapa ahli sebagai berikut:21 Menurut Robbins,

Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak

lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi secara

negatif pihak lain. Dan menurut Alabaness, konflik adalah kondisi yang

dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya

ketidaksesuain antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian

tujuan pihak lain.

Dari kedua pengertian konflik yang disampaikan di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih

banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan

merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai

konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga

sebaliknya. Setiap adanya perselisihan maupun konflik dapat menimbulkan

pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah

pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan

berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.22 Oleh

karena itu pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan suatu peristiwa yang

tidak diharapkan terjadinya, terutama bagi para buruh atau pekerja karena dengan

20

http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-konflik-faktor-penyebabnya.html sumber Sopiah, 2008.Perilaku Organisasional. Penerbit CV ANDI OFFSET : Yogyakarta.

21 Ibid 22

(15)

adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut maka para buruh atau pekerja

akan kehilangan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri

maupun keluarga.

Pada umumnya, makhluk sosial selalu melakukan interaksi dengan

manusia lainnya, maka sudah hal yang wajar jika dalam interaksi tersebut terjadi

perbedaan pendapat yang mengakibatkan konflik antara satu sama lainnya. Sama

halnya denga hubungan kerja antara buruh dan majikan yang terikat dengan

perjanjian kerja sehingga terjadinya konflik tidak dapat dihindari. Perselisihan

dalam dunia kerja antara para pihak dalam satu perusahan disebut sebagai

perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan hubungan industrial sebagaimana dalam Pasal 1 angka 22

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah

perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau

gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh

karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan

perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Sehubungan dengan

perumusan tersebut maka perselisihan hubungan industrial dibedakan menjadi:

(16)

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena salah satu pihak pada

perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan tidak memenuhi isi perjanjian itu

atau peraturan majikan ataupun menyalahi ketentuan hukum.23

b. Perselisihan Kepentingan

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan antara serikat pekerja atau

beberapa serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha karena

tidak adanya persesuaian paham mengenai syarat kerja dan/atau keadaan

perburuhan.24

c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul

karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan

kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Contohnya adalah

ketidaksepakatan alasan Pemutusan Hubungan Kerja dan perbedaan hitungan

pesangon.25

d. Perselisihan Antar Serikat Pekerja atau Serikat Buruh Hanya Dalam Satu

Perusahaan

Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah perselisihan antara

serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya

dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai

keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan.26

(17)

Berdasarkan uraian diatas, salah satu perselisihan yang akan dibahas

secara rinci adalah perselisahan pemutusan hubungan kerja. Perselisihan

pemutusan hubungan kerja dapat mengakibatkan pihak pengusaha atau majikan

tidak membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang

penggantian hak yang merupakan kewajiban dari pengusaha atau majikan yang

harus diberikan kepada pekerja atau buruh. Akibat dari pengusaha atau majikan

yang tidak membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan

uang penggantian hak telah melanggar kemerdekaan buruh yaitu menerima upah

sebagai hak yang mendasar dari para buruh. Dalam hal pemutusan hubungan

kerja, pengusaha dilarang melakukan dengan alasan sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

a. Pekerja atau buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan

dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus –

menerus;

b. Pekerja atau buruh berhalangan melakukan pekerjaannya karena memnuhi

kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –

undangan yang berlaku;

c. Pekerja atau buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d. Pekerja atau buruh menikah;

e. Pekerja atau buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau

(18)

f. Pekerja atau buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkwaninan

dengan pekerja atau buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah

diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja

bersama;

g. Pekerja atau buruh mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat

pekerja atau serikat buruh, pekerja atau buruh melakukan kegiatan serikat

pekerja atau serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas

kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. Pekerja atau buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib

mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,

jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. Pekerja atau buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,

atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang

jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Cara – cara yang dianut pada pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh

majikan itu, merupakan aspek yang sangat penting dalam hubungan kerja. Hal

tersebut karena aturan dan praktik yang dilakukan dalam hal pemberhentian atau

penghematan mempengaruhi kepentingan vital dari majikan dan tenaga kerja.27

Ada beberapa jenis pemutusan hubungan kerja yaitu:

1. Pemutusan hubungan kerja oleh majikan atau pengusaha

27

(19)

Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja dengan alasan pekerja atau

buruh telah melakukan kesalahan yang berat sebagaimana diatur dalam pasal

158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan sebagai berikut:

a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang

milik perusahaan;

b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan

perhusaan;

c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukan, memakai dan/atau

mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainya di lingkungan

kerja;

d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja

atau pengusaha di lingkungan kerja;

f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan peraturan perundang – undangan;

g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan

bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugiaan bagi

perusahaan;

h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha

dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

i.Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya

(20)

j.Melakukan perbuatan lainya dilingkungan perusahaan yang diancam

pidana lima tahun atau lebih.

2. Pemutusan hubungan kerja oleh buruh atau pekerja

Pekerja dapat mengakhiri hubungan kerja tanpa pernyataan pengakhiran atau

tanpa mengindahkan aturan yang berlaku bagi pernyataan pengakhiran, tetapi

pekerja yang berbuat demikian tanpa persetujuan majikan bertindak

berlawanan dengan hukum, untuk menghindari segala akibat dari tindakan

yang berlawanan dengan hukum itu pekerja harus secepatnya membayar ganti

rugi atau pekerja mengkahiri hubungan kerja dengan alasan mendesak yang

seketika itu harus diberitahukan kepada majikan.28 Alasan mendesak tersebut

adalah keadaan yang sedemikian rupa sehingga mengakibatkan bahwa dari

pihak pekerja adalah tidak layak mengharapkan untuk meneruskan hubungan

kerja.29 Alasan mendesak itu antara lain adalah:30

1. Apabila majikan menganiaya, menghina secara kasar, atau melakukan

ancaman yang membahayakan pihak pekerja, anggota keluarga atau

anggota rumah tangga pekerja, atau membiarkan tindakan semacam itu

dilakukan oleh anggota rumah tangga atau pekerja bawahan majikan;

2. Apabila majikan membujuk atau mencoba membujuk pekerja, anggota

keluarga atau anggota rumah tangga pekerja untuk melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan undang – undangan atau dengan tata susila

28

Ibid. hlm.43. 29

Ibid. 30

(21)

atau membiarkan pembujukan atau percobaan pembujukan semacam itu

dilakukan oleh anggota rumah tangga atau pekerja bawahan majika;

3. Apabila majikan tidak membayar upah pada waktunya;

4. Apabila majikan tidak memenuhi secara layak makan dan pemondokan

seperti yang dijanjikan;

5. Apabila majikan tidak member cukup pekerjaan kepada pekerja yang

upahnya ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang dilakukan;

6. Apabila majikan tidak memberi atau cukup member bantuan yang

diperjanjikan kepada pekerja yang upahnya ditetapkan berdasarkan hasil

pekerjaan yang dilakukan;

7. Apabila majikan dengan jalan lain secara keterlaluan melalikan

kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh perjanjian;

8. Apabila majikan dalam hal hubungan kerja tidak mencakupnya,

menyuruh pekerja meskipun telah ditolak, untuk melakukan pekerjaan di

perusahaan seorang majikan yang lain;

9. Apabila terus berlangsungnya hubungan kerja bagi pekerja dapat

menimbulkan bahaya besar yang mengancam jiwa, kesehatan, kesusilaan

atau nama baiknya yang tidak terlihat pada waktu pembuatan perjanjian

kerja;

10. Apabila pekerja karena sakit atau alasan lain dilukar kesalahanya,

menjadi tidak mampu melakukan pekerjaan yang diperjanjikan.

Jika alasan mendesak yang digunakan pekerja untuk memutuskan hubungan

(22)

kesalahanya, maka pihak majikanlah yang harus membayar ganti rugi

menurut masa kerja pekerja atau ganti rugi sepenuhnya.31

3. Hubungan kerja putus demi hukum

Hubungan kerja dapat putus demi hukum artinya hubungan kerja tersebut

harus putus dengan sendirinya dan kepada buruh atau pekerja, pengusaha

tidak perlu mendapatkan penetapan pemutusan hubungan kerja dari lembaga

yang berwenang sebagaimana diatur dalam pasal 154 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut:

a. Pekerja atau buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah

dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b. Pekerja atau buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara

tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau

intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan

perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

c. Pekerja atau buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau

perusahaan perundang-undangan; atau

d. Pekerja atau buruh meninggal dunia.

4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan

Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ialah pemutusan hubungan kerja

oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan (majikan

31

(23)

atau buruh) berdasarkan alasan penting.32 Alasan penting adalah disamping

alasan mendesak juga karena perubahan keadaan pribadi atau kekayaan

pemohon atau perubahaan keadaan dimana pekerjaan yang dilakukan

sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak untuk memutuskan

hubungan kerja.

Setiap pemutusan hubungan kerja memiliki konsekuensi bagi para

pihak. Konsekuensinya merupakan hak buruh dan kewaiban majikan. Mengenai

hak buruh merupakan kewajiban dari pihak majikan dalam pemutusan hubungan

kerja. Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja maka pengusaha diwajibkan

membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang

penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana yang diatur dalam Pasal

156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Perhitungan mengenai uang pesangon diatur dalam Pasal 156 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu:

a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua)

bulan upah;

c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga)

bulan upah;

d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4

(empat) bulan upah;

32

(24)

e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5

(lima) bulan upah;

f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6

(enam) bulan upah;

g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7

(tujuh) bulan upah;

h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8

(delapan) bulan upah;

i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah

Selain itu, ada juga perhitungan uang penghargaan masa kerja

sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (3) yaitu:

a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua)

bulan upah;

b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3

(tiga) bulan upah;

c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (duabelas)

tahun, 4 (empat) bulan upah;

d. Masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas)

tahun, 5 (lima) bulan upah;

e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan

belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21

(25)

g. Masa kerja 21 (duapuluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24

(duapuluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. Masa kerja 24 (duapuluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Di samping itu,terdapat juga uang penggantian hak yang seharusnya

diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan meliputi:

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di

mana pekerja/buruh diterima bekerja;

c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15%

(lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa

kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau

perjanjian kerja bersama.

Selain itu, pemutusan hubungan kerja juga dapat dilakukan dengan

pengunduran diri yang dilakukan oleh buruh atau pekerja. Pengunduran diri

adalah pemberitahuan sukarela oleh karyawan kepada perusahaan (pemberi kerja)

bahwa yang bersangkutan berniat untuk mengakhiri pekerjaan.33 Pada dasarnya,

pekerja/buruh yang mengundurkan diri itu harus memenuhi syarat berdasarkan

Pasal 162 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yaitu:

33

(26)

a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;

b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

Bagi buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri

sebagaimana diatur dalam Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan, hanya memperoleh uang penggantian hak sesuai

dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan. Tetapi bagi buruh yang tugas dan fungsinya tidak

mewakili kepentingan pengusaha secara langsung berdasarkan Pasal 162 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga berhak

diberikan uang pisah yang nilainya dan pelaksanaan pemberiannya, merupakan

kewenangan para pihak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan

Referensi

Dokumen terkait

DIAGNOSA TUJUAN PERENCANAAN INTERVENSI RASIONAL Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya trakeostomi Klien akan mengkomu nikasikan kebutuhan dasar dengan

menuntut wanita itu hebat kalau anda sendiri tidak pantas bagi wanita yang hebat. Dalam menjalin sebuah hubungan, jangan menuntut sesuatu yang tidak Anda bangun di diri

“ Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning pada Siswa Kelas V SDN Madyogondo 2 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun

Data responden sebanyak 210 mahasiswa dan Structural Equation Modelling dan juga WrapPLS digunakan untuk menguji hipotesis – hipotesis dari karateristik layanan wesbite

Dari hasil pengujian terhadap 14 sampel minuman Ice Coffee Blended yang beredar di dua kelurahan yang ada di Kecamatan Samarinda Ulu yaitu Kelurahan Gunung

Penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel atau beberapa variabel.. Penelitian tidak menuntut

Secara umum, perbedaan kelimpahan perifiton setiap stasiun dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan yang sama untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah merancang dan mengimplementasikan sistem berbasis jaringan syaraf tiruan backpropagation yang dapat digunakan untuk