• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek span 80 dan tween 80 sebagai emulgator terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi oral A/M ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) : apikasi desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek span 80 dan tween 80 sebagai emulgator terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi oral A/M ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) : apikasi desain faktorial - USD Repository"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Lia Yumi Yusvita NIM: 068114030

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Lia Yumi Yusvita NIM: 068114030

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

H

H

A

A

L

L

A

A

M

M

A

A

N

N

P

P

E

E

R

R

S

S

E

E

M

M

B

B

A

A

H

H

A

A

N

N

T

T

u

u

g

g

a

a

s

s

k

k

i

i

t

t

a

a

b

b

u

u

k

k

a

a

n

n

l

l

a

a

h

h

u

u

n

n

t

t

u

u

k

k

B

B

E

E

R

R

H

H

A

A

S

S

I

I

L

L

T

T

u

u

g

g

a

a

s

s

k

k

i

i

t

t

a

a

a

a

d

d

a

a

l

l

a

a

h

h

u

u

n

n

t

t

u

u

k

k

M

M

E

E

N

N

C

C

O

O

B

B

A

A

,

,

K

K

a

a

r

r

e

e

n

n

a

a

d

d

i

i

d

d

a

a

l

l

a

a

m

m

m

m

e

e

n

n

c

c

o

o

b

b

a

a

i

i

t

t

u

u

l

l

a

a

h

h

K

K

i

i

t

t

a

a

M

M

E

E

N

N

E

E

M

M

U

U

K

K

A

A

N

N

d

d

a

a

n

n

B

B

E

E

L

L

A

A

J

J

A

A

R

R

M

M

e

e

m

m

b

b

a

a

n

n

g

g

u

u

n

n

k

k

e

e

s

s

e

e

m

m

p

p

a

a

t

t

a

a

n

n

u

u

n

n

t

t

u

u

k

k

B

B

E

E

R

R

H

H

A

A

S

S

I

I

L

L

~

~

M

M

a

a

r

r

i

i

o

o

T

T

e

e

g

g

u

u

h

h

~

~

Untuk segala sesuatu ada masanya

Untuk apapun di bawah langit ada waktunya

Ia membuat segala sesuatu

Indah pada waktunya

~ Pengkotbah 3:1 & 11a~

K

Kaarryyaa kkeecciillkkuu iinnii kkuuppeerrsseemmbbaahhkkaann uunnttuukk:: M

Myy LLoorrdd aanndd SSaavviioorr JJeessuuss CChhrriisstt

M

Myy bbeelloovveedd PPaappaa,, MMaammaa

M

Myy bbrrootthheerr DDoonnnnyy,, HHeennggkkyy,, EEnnddrryy

M

Myy lliittttllee ssiisstteerr YYeennii S

Saahhaabbaatt--ssaahhaabbaattkkuu A

(6)

PRAKATA

Puji Syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas semua rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm).

Selama perkuliahan, penelitian hingga proses penyusunan skripsi, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak yang berupa dukungan, sarana, bimbingan, nasihat, kritik, dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada 1. Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta

2. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

3. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang diberikan.

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah menguji sekaligus memberikan kritik dan saran kepada penulis.

5. Jeffry Julianus, M.Si., atas diskusi, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.

(7)

7. Papa, mama, Donny, Hengky, Endry, Yeni dan Amui atas dukungan, kasih sayang dan cintanya.

8. Vita, Dani, dan Yosephine sebagai teman satu tim atas bantuan, kerjasama, canda tawa, keluh kesah dan dukungannya selama penyusunan skripsi ini. 9. Sahabat-sahabatku Feli, Pika, Ana, Desy, Dewi, Anggie, Jeane dan Dian yang

selalu memberikan bantuan, dukungan, motivasi dan doa.

10.Intan, Grace, Si, Marissa, Handa, Henny, Rico, Dani, Reni, atas kerjasama, canda tawa dan keluh kesah selama penyusunan skripsi serta semua teman-teman angkatan 2006, terima kasih atas segala semangat dan kebersamaan kita yang indah.

11.Keluarga kost “Pelangi” atas kebersamaan dan dukungan selama ini.

12.Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Mas Iswandi, Mas Sigit, serta laboran-laboran yang lain yang telah membantu penulis selama penelitian.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini masih banyak kesalahan dan kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga laporan akhir ini dapat berguna bagi semua pihak,khususnya dalam bidang farmasi.

(8)
(9)
(10)

INTISARI

Sifat fisis dan stabilitas emulsi oral air dalam minyak (A/M) ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) dipengaruhi oleh emulgator, yaitu span 80 dan tween 80. Bila tween 80 dicampur dengan span 80 dalam komposisi yang sesuai dan dalam pembuatannya fase air didispersikan ke dalam minyak maka span 80 dan tween 80 akan tersusun secara berselang-seling pada antarmuka fase minyak dan air membentuk lapisan monolayer sehingga menghasilkan sifat emulgator yang baik dan membentuk emulsi tipe A/M yang stabil.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek span 80, tween 80, dan interaksinya terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi oral A/M. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode desain faktorial dengan dua faktor yaitu span 80–tween 80 dan dua level yaitu level tinggi–level rendah. Sifat fisis emulsi yang diuji adalah viskositas 24 jam, ukuran droplet 24 jam (percentile 90), dan indeks creaming 24 jam. Stabilitas emulsi yang diuji adalah profil viskositas, profil ukuran droplet, dan profil indeks creaming selama penyimpanan 1 bulan dan pergeseran ukuran droplet setelah penyimpanan 1 bulan. Data dianalisis secara statistik menggunakan Design Expert 7.1.4 dengan taraf kepercayaan 75 % untuk mengetahui signifikansi (p<0,05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tween 80 memberikan efek yang signifikan (p<0,05) terhadap ukuran droplet, sedangkan span 80 dan interaksinya memberikan efek yang tidak signifikan (p>0,05) terhadap ukuran droplet. Span 80, tween 80, dan interaksinya memberikan efek yang tidak signifikan (p> 0,05) terhadap viskositas, indeks creaming dan pergeseran ukuran droplet.

(11)

ABSTRACT

Physical properties and stability of water in oil (W/O) oral emulsion was influenced by emulsifying agent, which span 80 and tween 80. When tween 80 mixed with span 80 in the appropriate composition and in the manufacture water phase was dispersed into oil phase, span 80 and tween 80 will be arranged in criss-cross at the interface oil phase and water phase to form a monolayer to produce a good emulsifying agent character and stable W/O emulsion.

The aim of this study was to determine how the effect of span 80, tween 80 and their interaction on the physical properties and stability of Momordica charantia L. fruit ethanolic extract W/O oral emulsion. Therefore, in this study used factorial design method with two factor i.e. span 80-tween 80 and two level i.e. high level-low level. The emulsion physical properties tested were viscosity 24 hour, globule size (percentile 90) 24 hour, and creaming index 24 hour. Emulsion stability tested were the profiles of viscosity, droplet size, and creaming index for one month storage and droplet size shift over one month storage. The data were analyzed statistically using Design Expert 7.1.4 for knowing the significance (p<0,05) of each factor and their interaction in giving effect.

The results of this study showed that tween 80 provide a significant effect (p<0,05) against droplet size, whereas span 80 and their interaction did not provides significant effect (p>0,05) against droplet size. Span 80, tween 80 and their interaction was not significant effect (p>0,05) to the viscosity, creaming index and droplet size shift.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR PERSAMAAN ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I. PENDAHIULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

(13)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5

A. Pare ... 5

1. Keterangan Botani ... 5

2. Morfologi ... 5

3. Kandungan kimia ... 6

4. Kegunaan ... 6

B. Emulsi ... 8

C. Proses Emulsifikasi ... 9

1. Teori tegangan permukaan ... 9

2. Oriented Wedge Theory ... 10

3. Teori plastik ... 11

4. Teori pasak ... 11

5. Teori lapisan listrik rangkap ... 12

6. Metode phase inversion temperature ... 12

D. Emulgator ... 14

1. Tween 80 ... 14

2. Span 80 ... 15

E. Sistem HLB (Hydrophile-Lipophile Balance) ... 17

F. Formulasi ... 17

1. Gliserin ... 17

2. Sukrosa ... 18

3. Virgin coconut oil ... 18

(14)

5. Aquadest ... 20

G. Pencampuran ... 20

H. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi ... 24

1. Viskositas ... 24

2. Ukuran droplet ... 26

3. Stabilitas emulsi ... 28

I. Metode Desain Faktorial ... 34

J. Landasan Teori ... 36

K. Hipotesis ... 37

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 38

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 38

1. Variabel penelitian ... 38

2. Definisi operasional ... 39

C. Alat dan Bahan Penelitian ... 40

1. Alat penelitian ... 40

2. Bahan penelitian ... 41

D. Alur Penelitian ... 42

E. Tata Cara Penelitian ... 43

1. Verifikasi ekstrak buah pare ... 43

a. Ekstraksi buah pare ... 43

b. Uji kualitatif ekstrak buah pare secara KLT ... 43

(15)

a. Formula ... 44

b. Pembuatan larutan sukrosa 5%b/v ... 45

c. Pembuatan emulsi ... 45

3. Uji tipe emulsi ... 45

4. Uji sifat fisis dan stabilitas emulsi ... 46

a. Uji viskositas ... 46

b. Uji ukuran droplet ... 46

c. Uji indeks creaming ... 47

F. Analisis Data ... 47

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Verifikasi Ekstrak Buah Pare ... 49

1.Ekstraksi buah pare ... 49

2. Uji kualitatif ekstrak etanol buah pare secara KLT ... 49

B. Pembuatan Emulsi Ekstrak Pare ... 51

C. Penentuan Tipe Emulsi ... 57

D. Karakteristik Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi ... 58

1. Sifat fisis emulsi oral A/M ekstrak etanol buah pare. ... 61

2. Stabilitas emulsi oral A/M ekstrak etanol buah pare ... 62

E. Efek Span 80, Tween 80, dan Interaksinya Terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi ... 67

1. Viskositas ... 69

2. Ukuran droplet ... 71

(16)

4. Pergeseran ukuran droplet ... 77

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

LAMPIRAN ... 86

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Klasifikasi surfaktan berdasarkan nilai HLB ... 16

Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level ... 35

Tabel III. Formula emulsi ekstrak pare 100 g ... 44

Tabel IV. Formula percobaan desain faktorial (200 g) ... 44

Tabel V. Formula emulsi A/M ekstrak etanol buah pare ... 44

Tabel VI. Nilai HLB teoritis emulsi ekstrak pare ... 57

Tabel VII. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi Oral A/M Ektrak Etanol Buah Pare . 61 Tabel VIII Efek dan % Kontribusi Span 80, Tween 80, dan Interaksi Span 80-Tween 80 Terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi Oral A/M. ... 68

Tabel IX. Persamaan desain faktorial ... 68

Tabel X. Hasil Perhitungan ANOVA dengan Design Expert pada respon viskositas 24 jam ... 71

Tabel XI. Hasil perhitungan ANOVA dengan Design Expert pada respon ukuran droplet 24 jam ... 73

Tabel XII. Hasil Perhitungan ANOVA dengan Design Expert pada respon Indeks Creaming ... 79

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman pare ... 5

Gambar 2. Struktur molekul Tween 80 ... 14

Gambar 3. Struktur molekul Span 80 ... 16

Gambar 4. Struktur molekul gliserin ... 17

Gambar 5. Struktur molekul sukrosa ... 18

Gambar 6. Struktur molekul metil paraben ... 19

Gambar 7. Rumus molekul aquadest ... 20

Gambar 8. a. Propeller mixer dan b. Turbine mixer ... 21

Gambar 9. Gambaran skematis dari suatu homogenizer ... 22

Gambar 10. Ultra Turrax ... 23

Gambar 11. Ultrasonifier dengan prinsip alat peniup Pohlman ... 23

Gambar 12. Gambaran skematis penggiling koloid ... 24

Gambar 13. Contoh grafik distribusi frekuensi ukuran droplet ... 28

Gambar 14. Fenomena ketidakstabilan dalam emulsi... 32

Gambar 15. Skema alur penelitian ... 42

Gambar 16. Kromatogram KLT diamati dengan sinar UV 254 nm ... 50

Gambar 17. Interaksi antara span 80 dan tween 80 pada permukaan emulsi A/M ... 55

Gambar 18. Gambar emulsi di bawah mikroskop perbesaran 100x setelah penambahan zat warna methyleneblue ... 58

(19)

Gambar 20. Profil periodik ukuran droplet (X±SD) dari 3 replikasi selama penyimpanan 1 bulan ... 63 Gambar 21. Profil periodik indeks creaming (X±SD) dari 3 replikasi selama

penyimpanan 1 bulan ... 64 Gambar 22. Grafik hubungan efek faktor span 80, tween 80, dan interaksinya

terhadap respon viskositas emulsi A.M setelah pembuatan 24 jam .. 70 Gambar 23. Grafik hubungan efek faktor span 80, tween 80 dan interaksinya

terhadap respon ukuran droplet (percentile 90) emulsi A/M setelah 24 jam pembuatan ... 72 Gambar 24. Grafik hubungan efek faktor span 80, tween 80, dan interaksinya

terhadap respon indeks creaming emulsi A/M 24 jam setelah pembuatan ... 75 Gambar 25. Grafik hubungan efek faktor span 80, tween 80 dan interaksinya

(20)

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan (1). ... 25

Persamaan (2). ... 29

Persamaan (3). ... 35

Persamaan (4). ... 36

Persamaan (5). ... 36

Persamaan (6). ... 36

Persamaan (7). ... 47

Persamaan (8). ... 47

Persamaan (9). ... 68

Persamaan (10). ... 68

Persamaan (11). ... 68

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (COA) dan Flowchart Proses Pembuatan Ekstrak Etanol Pare (Momordica charantia L.) ... 86 Lampiran 2. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Pare dan Data

Penimbangan ... 89 Lampiran 3. Notasi Desain Faktorial dan Percobaan Desain Faktorial ... 90 Lampiran 4. Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Emulsi A/M Ekstrak Etanol

Buah Pare ... 92 Lampiran 5. Uji Normalitas dan Uji Signifikansi (Friedman Test) Terhadap

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pare (Momordica charantia L.) adalah tumbuhan di daerah tropis dan tumbuh baik di dataran rendah yang termasuk dalam familia Cucurbitaceae. Ekstrak buah pare telah dibuktikan secara ilmiah memiliki aktivitas hipoglikemik, antioksidan, kontrasepsi, antibakteri (Teoh, Latiff, Das, 2008) dan anti ulserogenik (Gurbuz dan Bilge, 2000). Perasan buah pare, dan serbuk kering telah dibuktikan secara uji klinis memberikan efek hipoglikemik sedang, dengan efek samping hipoglikemik koma dan konvulsi pada anak-anak, mengurangi fertilitas

mencit, favism-like syndrome, meningkatkan γ-glutamiltransferase dan fosfatase

dalam hewan, dan sakit kepala. Buah pare dibuktikan secara invitro memiliki aktivitas sebagai antiviral, antineoplastik (Basch, Gabardi, Ulbricht, 2003), wound healing (Teoh et al., 2008).

Pengembangan ekstrak pare untuk pengobatan berbagai penyakit membutuhkan bentuk sediaan yang siap digunakan dalam uji klinis pada manusia. Sediaan oral merupakan sediaan yang paling banyak diminati. Tantangan dalam pembuatan sediaan oral ekstrak etanol pare adalah adanya kandungan kukurbitasin yang memberikan rasa pahit dalam ekstrak etanol pare.

(23)

berkurang karena difusi dari droplet ekstrak etanol pare terhambat oleh fase minyak sehingga ekstrak pare tidak terlarut di saliva dan tidak menimbulkan rasa pahit di mulut. Selain itu emulsi A/M ekstrak etanol buah pare digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan sediaan oral prolonged-release dalam emulsi tipe A/M/A.

Pemilihan dan komposisi emulgator dalam sistem emulsi menjadi kunci dalam sifat fisis dan stabilitas suatu emulsi. Emulgator yang dipilih dalam sistem emulsi A/M ekstrak etanol pare adalah span 80 dan tween 80. Span 80 mempunyai nilai HLB 4,3 dan tween 80 mempunyai nilai HLB 15. Bila tween 80 dicampur dengan span 80 dalam komposisi yang sesuai dan dalam pembuatannya fase air didispersikan ke dalam minyak maka span 80 dan tween 80 akan tersusun secara berselang-seling pada antarmuka fase minyak dan fase air membentuk

monolayer yang mengelilingi droplet sehingga menghasilkan sifat emulgator yang baik dan membentuk emulsi tipe A/M yang stabil. Variasi jumlah tween 80 dan span 80 akan memberikan efek yang dapat diukur kebermaknaannya dalam menentukan parameter-parameter sediaan emulsi yaitu sifat fisis dan stabilitas emulsi. Emulsi A/M dibuat pada HLB 6 yang didasarkan pada required HLB dari HLB minyak VCO yang digunakan sehingga dapat menghasilkan emulsi yang stabil.

(24)

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas produk secara simultan. Faktor yang diteliti adalah span 80 dan tween 80, sedangkan level yang diteliti adalah variasi jumlah span 80 dan tween 80. Pemilihan level didasarkan pada pembentukan sistem Hidrofilik-Lipofilik Balance (HLB) pada emulsi tipe A/M yaitu pada nilai 3-6. Kebermaknaan efek tween 80 dan span 80 terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi M/A ekstrak etanol pare dianalisis dengan ANOVA dengan program

Design Expert 7.14 pada taraf kepercayaan 95%.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan: Apakah variansi jumlah span 80, tween 80, dan kombinasi span 80-tween 80 pada level yang diteliti memberikan efek yang signifikan terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi oral A/M ekstrak etanol buah pare?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang efek span 80 dan tween 80 terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi oral air dalam minyak (A/M) ekstrak etanol buah pare: aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis.

(25)

b. Manfaat Metodologis

Menambah informasi dalam bidang kefarmasiaan mengenai penggunaan metode desain faktorial dalam mengamati efek penambahan span 80 dan tween 80 terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi A/M.

c. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui efek penambahan span 80, tween 80, dan interaksinya dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas emulsi A/M, sehingga dapat diterima di masyarakat.

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Membuat formula emulsi oral A/M dengan zat aktif yang berasal dari bahan alam yaitu ekstrak buah pare dalam bentuk sediaan emulsi dengan span 80 dan tween 80 sebagai emulgator.

2. Tujuan khusus

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pare 1. Keterangan botani

Pare (Momordica charantia L.) termasuk famili Cucurbitaceae (Taylor, 2002) memiliki sinonim Momordica chinensis, M. elegans, M. indica, M. operculata, M. sinensis, Sicyos fauriei (Anonim, 2006).

2. Morfologi

Gambar 1. Tanaman pare (Anonim, 2005)

(27)

berkelamin dua dalam satu pohon, bertangkai panjang, berwarna kuning. Buah bulat memanjang, dengan 8-10 rusuk memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan, panjangnya 8-30 cm, rasanya pahit. Warna buah hijau, bila masak menjadi oranye yang pecah dengan 3 katup. Biji banyak, coklat kekuningan, bentuknya pipih memanjang, keras (Anonim, 2005).

3. Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terdapat dalam pare antara lain alkaloid, diosgenin, kukurbitasin (momordioksida), cucurbitin, momorcharin, asam linoleat, asam linolenat, momordicosida, dan asam oleanat (Dickinson, 2008). Buah pare yang diekstraksi dengan etanol mengandung kukurbitasin K dan L yang menyebabkan rasa pahit dan kukurbitasin F1 (C45H68O12), F2 (C36H58O8), G

(C45H68O12) dan I (C36H58O8) yang tidak menyebabkan rasa pahit (Okabe,

Miyahara, Yamamuchi, 1982).

4. Kegunaan

Pare telah digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus. Aktivitas antiviral dan antineoplastik secara in vitro juga telah dilaporkan. Uji klinis menunjukkan bahwa perasan pare, buah, dan serbuk keringnya memberikan efek hipoglikemik sedang, dengan efek samping hipoglikemik koma dan konvulsi pada anak-anak, mengurangi fertilitas mencit,

favism-like syndrome, meningkatkan γ-glutamiltransferase dan fosfatase dalam

(28)

Efek buah pare sebagai anti-virus HIV terletak pada kandungan protein momorcharin alfa dan beta, atau pada protein MAP30 (Momordica Antiviral Protein 30) (Manitto, 1981; Liu, 1993). Pare juga digunakan secara topikal pada kulit untuk mengobati penyakit vaginitis, hemorrhoids, scabies, eksim, dan penyakit kulit lainnya (Gislene et al., 2000).

Ekstrak etanol buah pare memiliki aktivitas antibakteri, yaitu pada konsentrasi 0,1 mg/ml (terhadap S. pyogenes) dan pada konsentrasi 1 mg/ml (terhadap E.coli dan S.aureus) (Abalaka et al., 2009). Selain itu, ekstrak etanol buah pare memiliki aktivitas sebagai anti ulserogenik (Gurbuz dan Bilge, 2000), antibakteri dan wound healing (Teoh et al., 2008).

Rasa pahit buah Pare disebabkan oleh kandungan kukurbitasin (momordikosida K dan L), yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel (West, 1971). Ekstrak etanol buah pare yang mengandung kukurbitasin dapat berperan sebagai penghambat spermatogenesis dan bersifat reversibel (Jackson dan Jones, 1972) pada dosis 750 mg/kgBB mencit (Sutyarso, 1992). Selain itu, ekstrak etanol pare juga memiliki aktivitas antitumor (Rita et al., 2008) dan hipoglikemik. Bila aktivitas hipoglikemik dibandingkan dengan aktivitas dari tolbutamide dan sulphonylurea diperoleh bahwa 500 mg/kg ekstrak etanol buah pare menyebabkan 10-15 % penurunan glukosa darah setelah 1 minggu (Biyani et al., 2003).

(29)

g/kg). Studi toksikologi menunjukkan bahwa pare aman untuk kesehatan manusia dan tidak memiliki efek toksik (Chopra, Nayar, Chopra, 1956).

B. Emulsi

Emulsi merupakan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (Anonim, 1995). Emulsi adalah campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang tidak saling campur secara termodinamika dengan suatu emulgator yang mengikat kedua jenis cairan tersebut (Allen, 2002).

Suatu emulsi terdiri dari fase dispers (fase internal atau discontinuous

phase), medium dispers (fase eksternal atau continuous phase), dan komponen ketiga yang diketahui sebagai emulgator. Jika fase minyak terdispersi dalam fase air disebut emulsi tipe minyak dalam air (M/A). Sedangkan jika fase air yang terdispersi dalam fase minyak disebut emulsi tipe air dalam minyak (A/M). Emulsi tipe A/M tidak larut dalam air, tidak dapat dicuci dengan air, mengabsorpsi air,

occlusive, dan berminyak. Sedangkan emulsi tipe M/A dapat larut air, dapat dicuci dengan air, mengabsopsi air, nonocclusive, dan tidak berminyak (Allen, 2002).

Uji penentuan tipe emulsi dilakukan untuk memastikan apakah emulsi yang dibuat merupakan tipe M/A atau A/M. Uji yang sering dilakukan adalah : • Uji miscibility dalam minyak atau air. Emulsi hanya akan tercampur dengan

liquid yang memiliki fase kontinu yang sama.

• Uji staining. Menggunakan pewarna yang larut air atau larut minyak, yang

(30)

• Percobaan cincin. Satu tetes emulsi yang diuji diberikan pada kertas saring,

jika emulsi M/A maka menunjukkan sebuah cincin air disekeliling tetesan. • Pengukuran daya hantar. Dua kawat yang dihubungkan dengan sebuah baterai

lampu senter dicelupkan ke dalam contoh emulsi, maka akan berlangsung suatu ayunan hanya pada emulsi M/A yang terdapat pada sisipan miliampere. Hal ini dikarenakan air sebagai fase luar yang memungkinkan suatu aliran listrik. Pada emulsi A/M fase minyak sebaagi isolator sehingga jarum ampermeter tidak bergerak (Voigt, 1994).

C. Proses Emulsifikasi

Banyak teori telah dikembangkan dalam upaya untuk menjelaskan bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam meningkatkan emulsifikasi dan dalam menjaga stabilitas dari emulsi yang dihasilkan. Teori yang paling lazim digunakan adalah:

1. Teori tegangan permukaan

(31)

permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan luas permukaan total dari tetesan-tetesan itu sendiri sebelum bergabung. Zat-zat yang dapat meningkatkan penurunan tahanan untuk pecah dapat merangsang suatu cairan untuk menjadi tetesan atau droplet-droplet yang lebih kecil. Zat-zat yang dapat meningkatkan penurunan tahanan untuk pecah dapat merangsang suatu cairan untuk menjadi tetesan atau droplet-droplet yang lebih kecil. Zat-zat yang menurunankan tegangan ini disebut surface active agent (emulgator) (Ansel, 1989).

2. Oriented Wedge Theory

(32)

3. Teori plastik

Teori ini menempatkan zat pengemulsi pada antar muka antara minyak air, mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorbsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan ini mencegah kontak dan bersatunya fase terdispersi, makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut akan makin besar dan makin stabil emulsinya. Pembentukan emulsi tipe A/M atau M/A tergantung pada derajat kelarutan dari zat pengemulsi dalam kedua fase tersebut, zat yang larut dalam air akan merangsang terbentuknya emulsi M/A dan zat pengemulsi yang larut dalam minyak sebaliknya (Ansel, 1989).

4. Teori pasak

Dengan teori pasak perbandingan hipnotik pada batas antar permukaan dapat dibayangkan. Teori ini mempertimbangkan bangun geometrik emulgator dan menjelaskan mengapa suatu emulgator menyebabkan pembentukan emulsi M/A, yang lain emulsi A/M. Dalam hal emulgatornya larut air, bagian hidrofilnya akan menebal dan memenuhi ruang melalui keteraturan steriknya atau akibat proses hidratasinya (Voigt, 1994).

(33)

tetesan air. Teori pasak bukan teori yang bersifat mutlak dan berlaku umum (Voigt, 1994).

5. Teori lapisan listrik rangkap

Jika terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap droplet minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari droplet minyak yang akan mengadakan penggabungan menjadi satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang menyelubungi setiap droplet minyak mempunyai susunan yang sama. Dengan demikian, antara sesama droplet akan tolak menolak, stabilitas emulsi akan bertambah (Parrott, 1971).

6. Metode phase inversion temperature (PIT)

(34)

terjadi pada suhu yang spesifik untuk masing-masing emulsi dan dapat di determinasi secara eksperimental. Emulsi M/A relatif stabil bila disimpan dan digunakan pada suhu 200C dan 650C di bawah PIT, karena film yang terbentuk cukup hidrasi. Campuran emulgator dengan HLB yang sama menghasilkan emulsi dengan PIT yang berbeda karena aditif dan interaksi diantara komponen berpengaruh terhadap PIT bukan HLB (Eccleston, 2007).

D. Emulgator

Emulgator adalah senyawa yang mengurangi tegangan antar muka antara fase minyak dan air, meminimalkan energi permukaan dari droplet yang terbentuk. Emulgator merupakan suatu molekul yang mempunyai rantai hidrokarbon non polar dan polar pada tiap ujung rantai molekulnya. Emulgator dapat menarik fase minyak dan air sekaligus dan menempatkan diri di antara kedua fase tersebut (Allen, 2002). Emulgator bekerja dengan membentuk film atau lapisan disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan berfungsi untuk mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers (Anief, 2005).

(35)

1. Tween 80

Tween 80 mempunyai nama lain polysorbate 80. Polysorbate

merupakan polyethylene glycol turunan dari sorbitan ester. Tween 80 merupakan ester oleat dari sorbitol di mana tiap molekul sorbitolnya berkopolimerisasi dengan 20 molekul etilenoksida (anhidrida sorbitol : etilenoksida = 1:20). Polysorbate 80 berupa cairan kental berwarna kuning muda sampai kuning sawo (Anonim, 1993), berbau karamel yang dapat menyebabkan pusing (Greenberg, 1954), panas dan kadang-kadang pahit (Anonim, 1993), bersifat netral, tidak mudah menguap, dan stabil terhadap suhu. Polysorbate menghasilkan emulsi M/A dengan tekstur yang halus, stabil pada konsentrasi elektrolit yang tinggi dan perubahan pH. Umumnya,

polysorbate dimodifikasi dengan sorbitan ester dalam penggunaannya untuk pembuatan emulsi A/M atau M/A (Aulton, 1991).

Gambar 2. Struktur molekul Tween 80 (Anonim, 2009b)

(36)

Sheskey, Quinn, 2006). Tween 80 mempunyai nilai phase inversion temperature (PIT) sebesar 93 0C (Benerito, Singleton, 1956).

2. Span 80

Span 80 mempunyai nama lain sorbitan monooleat. Pemeriannya berupa warna kuning gading, cairan seperti minyak kental, bau khas tajam, terasa lunak. Kelarutannya tidak larut tetapi terdispersi dalam air, bercampur dengan alkohol, tidak larut dalam propilenglikol, larut dalam hampir semua minyak mineral dan nabati, sedikit dalam eter (Anonim, 1988). Berat jenis pada 20 oC adalah 1,01 g/cm3. Nilai HLB 4,3. Viskositas pada 25 oC adalah 970-1080 mPas. Span 20 termasuk dalam golongan sorbitan ester yang berfungsi sebagi emulgator, dan surfaktan nonionik. Sorbitan monoester digunakan secara luas pada kosmetik, makanan, dan formulasi produk farmasetik sebagai surfaktan lipofilik nonionik. Span 80 jika digunakan sebagai emulgator dan dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik pada emulsi maka konsentrasi yang diperbolehkan adalah sebesar 1-10% (Rowe et

al., 2006). Span 80 memiliki sifat non-toksik dan non-iritatif (Anonim, 2007).

Gambar 3. Struktur molekul Span 80 (Anonim,2009a)

(37)

ester sorbitan, seperti span 20 tetapi lebih lipofilik dari span 20, berguna untuk membuat emulsi tipe A/M, bagian kecil dari tween 60 atau tween 80 dapat mengurangi viskositas dan membantu pembentukan emulsi, sehingga tidak perlu menggunakan homogenizer sampai konsistensinya 10 %, dapat dimasukkan dalam basis tipe parafin untuk membentuk tipe anhidrat yang mampu menyerap sejumlah besar air (Anonim, 1988).

Umumnya digunakan dalam pembuatan emulsi, krim, dan salep sebagai emulgator. Bila digunakan tanpa campuran apapun, membentuk emulsi A/M. namun dikombinasikan dengan polysorbate dengan komposisi tertentu dapat membentuk emulsi A/M maupun M/A (Aulton, 1991).

E. Sistem HLB (Hydrophile – Lipophile Balance)

Sistem HLB (Hydrophile-Lipophile Balance) adalah suatu nilai polaritas dari surfaktan / emulgator (Kim,2004). Nilai HLB menerangkan keseimbangan hidrofil-lipofil, yang diberikan dari ukuran dan kuatnya gugus lipofil dan gugus hidrofil. Atas dasar efisiesi sistem HLB dibuat skala 1-20. Semakin lipofil suatu surfaktan, semakin rendah nilai HLB (Voigt,1994).

Tabel I. Klasifikasi surfaktan berdasarkan nilai HLB (Kim, 2004)

HLB Penggunaan 1-3 Antifoaming agent

3-6 W/O emulsifying agent

7-9 Wetting agent

8-16 O/W emulsifying agent

13-15 Detergents

(38)

Metode pemilihan emulgator berdasarkan pada tipe minyak yang memerlukan emulgator dengan harga HLB yang spesifik untuk menghasilkan emulsi yang stabil. Oleh karena itu, minyak sering memiliki 2 harga “required”

HLB, yang satu nilainya rendah dan lainnya tinggi, untuk proses emulsifikasi membentuk emulsi A/M atau M/A. Sejumlah emulgator ataupun campurannya memiliki nilai HLB yang mendekati nilai “required” HLB minyak sehingga dapat dihasilkan emulsi yang stabil (Eccleston, 2007).

F. Formulasi 1. Gliserin

Gambar 4. Struktur molekul gliserin (Rowe et al., 2006)

Nama lain dari gliserin adalah gliserol, glycerolum, 1,2,3-propanetriol, trihydroxypropane glycerol, glycerolum (Rowe et al., 2006). Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 101,0% C3H8O3.

Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopik, dan netral terhadap lakmus. Gliserin dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap. Bobot jenisnya tidak kurang dari 1,249 (Anonim, 1995). Pada sediaan oral gliserin digunakan sebagai solven, pemanis, pengawet, agen peningkat viskositas (Rowe

(39)

2. Sukrosa

Gambar 5. Struktur molekul sukrosa (Anonim, 1995)

Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari Saccharum officinarum Linn (Familia Gramineae), Beta vulgaris Linn (Familia Chenopodoaceae) dan sumber-sumber lain. Tidak mengandung bahan tambahan. Sukrosa merupakan hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara, larutannya netral terhadap lakmus. Sukrosa sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Anonim, 1995). Sukrosa digunakan sebagai bahan penyalut, granulasi, penyalut gula tambahan, suspending agent, pemanis, bahan pengikat dalam tablet, pengencer pada tablet dan kapsul, pengisi tablet dan agen peningkat viskositas (Rowe et al., 2006).

3. Virgin coconut oil

(40)

(Medium Chain Fatty Acid/MCFA) (Timoti, 2005). Required HLB untuk VCO adalah 6 (Philip, 2004).

VCO mengandung asam laurat yang dalam tubuh manusia diubah menjadi monolaurin dan yang menjadi paling kuat dalam membunuh virus, bakteri, cendawan, dan protozoa. Di samping itu sebagai Asam Lemak Rantai Sedang (MCFA) berfungsi meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga dapat menambah energi dan dapat mengontrol berat badan. Asam lemak ini sangat mudah diserap oleh tubuh, tidak ditimbun dulu sebagai lemak seperti asam lemak berantai panjang (Anonim, 2008).

4. Metil paraben

HO COOCH3

Gambar 6. Struktur molekul metil paraben (Anonim, 1995)

Metil paraben disebut juga nipagin. Metil paraben digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur dan merupakan pengawet yang sering digunakan dalam makanan dan kosmetik (Kim, 2004). Metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C8H8O3 dihitung terhadap zat yang

(41)

5. Aquadest (Aqua purificata/Air murni) H2O

Gambar 7. Rumus bangun aquadest (Anonim, 1995)

Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain. Air murni digunakan untuk pembuatan sediaan-sediaan. Pemerian: merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan pH antara 5-7 (Anonim, 1995).

G. Pencampuran

Proses pencampuran dalam pembuatan sediaan emulsi merupakan proses dispersi dari fase minyak dan air untuk membentuk emulsi yang baik. Prinsip mekanisme pencampuran cair-cair ada tiga, yaitu 1) Bulk transport: terjadi dari gerakan sejumlah besar material dari satu tempat ke tempat lain. 2) Turbulent mixing: terjadi dari gerakan secara acak dari molekul yang dipaksa bergerak secara turbulen. 3) Molecular diffusion: merupakan analog dari diffusion mixing

dimana terjadi gerakan acak droplet secara individu, terjadi redistribusi droplet-droplet (Aulton, 2002).

Emulsi bisa disiapkan dengan beberapa cara, tergantung pada sifat komponen emulsi. Alat untuk membuat emulsi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: 1. Pengaduk mekanik

(42)

yang masuk dari bagian atas (propeller mixer) dapat digunakan untuk pengembangan kerja rutin di laboratorium dan untuk tujuan produksi (Lachmann, Lieberman, Kanig, 1994). Propeller mixer mempunyai mata pisau yang bersiku sehingga menyebabkan sirkulasi cairan dengan aliran aksial dan radial (Aulton, 1990) . Jika diperlukan pengocokan kuat atau viskositas sediaan sedang digunakan

turbine mixer (Lachmann, 1994).

a b

Gambar 8. a. Propeller mixer dan b. Turbine mixer (Wagtech, 2009)

2. Homogenizer

Dalam suatu homogenizer, dispersi dari dua cairan dicapai dengan melewatkan campuran melalui suatu lubang masuk kecil pada tekanan tinggi.

(43)

Gambar 9. Gambaran skematis dari suatu homogenizer (Lachmann, 1994)

Jika proses homogenisasi dilakukan dalam pembuatan emulsi, maka sering dihasilkan peningkatan viskositas emulsi. Penyebab naiknya viskositas tersebut masih belum dapat dijelaskan. Kemungkinan terbentuk lapisan tipis emulgator yang sangat kuat dan rapat akibat pembesaran batas antar permukaan yang menyebabkan terjadinya fenomena tersebut. Dapat juga karena terjadi pembengkakan tambahan dari stabilisator yang digunakan akibat kuatnya penghalusan. Pada proses homogenisasi terjadi peningkatan suhu sehingga menyebabkan viskositas emulsi menjadi lebih encer dan mempermudah dalam pencampuran (Voigt, 1994).

(44)

Gambar 10. Ultra Turrax (Carlloth.de, 2009)

3. Ultrasonifier

Alat ini digunakan untuk membuat emulsi dengan viskositas sedang dan ukuran droplet kecil. Peralatan dalam perdagangan berdasarkan prinsip peniup cairan Pohlman. Dispersi dipaksa melalui suatu mulut pada tekanan biasa dan dibiarkan masuk melewati suatu pisau. Tekanan yang dibutuhkan berkisar kira-kira 150-350 psi dan menyebabkan pisau bergetar cepat menghasilkan suatu bunyi ultrasonik (Lachmann, 1994).

(45)

4.Penggiling koloid

Gambar12. Gambaran skematis penggiling koloid (Mollet and Grubenmann, 2001)

Penggiling koloid melaksanakan prinsip shear tinggi, yang secara normal digerakkan antara rotor dan stator dari penggiling tersebut. Penggiling koloid terutama digunakan untuk mengecilkan zat padat dan untuk mendispersi suspensi yang mengandung zat padat yang sedikit dibasahi, tetapi juga berguna untuk pembuatan emulsi yang relatif kental (Lachmann, 1994).

H. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi 1. Viskositas

Reologi mendeskripsikan aliran liquid dan deformasi solid. Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasi dibagi menjadi dua yaitu sistem Newton dan sistem non-Newton. Dispersi heterogen cairan dan padatan seperti larutan koloid, emulsi, suspensi cair, salep, dan produk serupa termasuk dalam sistem non-Newton (Martin et al., 1993).

(46)

ukuran droplet (polydisperse), maka semakin rendah viskositasnya jika dibandingkan dengan sistem yang memiliki ukuran droplet rata-rata serupa (monodisperse), tetapi dengan distribusi ukuran droplet yang lebih sempit. Tipe zat pengemulsi akan mempengaruhi flokulasi dan daya tarik-menarik droplet sehingga mempengaruhi viskositas emulsi (Martin et al., 1993). Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh viskositas fase kontinu karena menentukan difusi droplet (Mollet and Grubenmann, 2001).

Viskositas juga dipengaruhi oleh konsentrasi fase dalam, yaitu berdasarkan persamaan Einstein sebagai berikut.

η = η0 (1 + 2,5φ)... persamaan (1)

Keterangan : η = viskositas emulsi

η0 = viskositas fase kontinu

φ = rasio fase dalam terhadap fase kontinu (Mollet and

Grubenmann, 2001).

(47)

Pengukuran viskositas dapat menggunakan berbagai jenis viskometer: a. Viskometer kapiler, yang ditentukan adalah waktu tempuh cairan di dalam

sebuah kapiler standar. Viskometer kapiler digunakan untuk bahan-bahan yang mengikuti tipe aliran Newton dan untuk cairan yang volumenya kecil digunakan viskometer kapiler bertekanan menurut HESS (Voigt, 1994). b. Falling sphere viskometer, digunakan untuk bahan-bahan yang mengikuti tipe

aliran Newton. Viskometer ini berdasarkan hukum Stokes. Sebagai skala pengukurannya adalah waktu jatuh sebuah bola di dalam cairan (Voigt, 1994). c. Viskometer rotasi, digunakan untuk bahan-bahan baik yang mengikuti tipe

aliran Newton maupun non-Newton. Sampel yang diukur berada dalam celah cincin di antara dua silinder yang disusun konsentris, di mana salah satu silindernya dapat berputar. Disebabkan oleh kekentalan di bagian dalamnya maka pada silinder sebelah dalam akan dihasilkan momen putar, yang harganya diukur dengan menggunakan sudut putaran sebuah per melingkar. Penyimpangan yang terbaca dan ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada sebuah skala adalah proporsional dengan momen putar dan juga dengan tegangan geser (Voigt, 1994). Viskometer rotasi dikenal juga sebagai cup and bob viskometer (Martin et al., 1993).

2. Ukuran droplet

(48)

(Lachmann, 1994). Ukuran droplet yang lebih besar akan cenderung mengalami koalesen sehingga ukuran droplet menjadi lebih besar lagi dan emulsi terpisah. Droplet dengan ukuran yang lebih kecil memberikan stabilitas emulsi yang lebih baik. Distribusi ukuran droplet dipengaruhi oleh karakteristik emulgator dan metode pembuatan (Eccleston, 2007).

Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi tentang droplet kecil. Satuan ukuran droplet yang sering digunakan dalam mikromeritik adalah mikrometer (µm) yang sering disebut micron. Dalam bidang farmasi ada informasi yang perlu diperoleh dari droplet yaitu (1) bentuk dan luas permukaan droplet dan (2) ukuran droplet dan distribusi ukuran droplet. Data tentang ukuran droplet diperoleh dalam diameter droplet dan distribusi diameter (ukuran) droplet, sedangkan bentuk droplet memberikan gambaran tentang luas permukaan spesifik droplet dan teksturnya (kasar atau halus permukaan droplet) (Martin et al., 1993).

(49)

Distribusi ukuran droplet, jika jumlah droplet yang terletak dalam suatu kisaran ukuran tertentu diplotkan terhadap kisaran diameter atau diameter droplet rata-rata, akan diperoleh kurva distribusi frekuensi. Grafik kurva distribusi frekuensi biasa ditunjukkan seperti pada gambar 13 :

Gambar 13. Contoh grafik distribusi frekuensi ukuran droplet (Martin et al., 1993)

Plot ini memberikan gambaran yang jelas dari distribusi bahwa suatu garis tengah rata-rata tidak dapat dicapai. Hal ini perlu diperhatikan karena mungkin saja terdapat dua sampel yang garis tengah atau diameter rata-ratanya sama tetapi distribusi berbeda. Dari kurva distribusi frekuensi juga dapat terlihat ukuran droplet berapa yang sering muncul atau terjadi pada sampel disebut modus. Metode lain yang sering digunakan dalam menampilkan data adalah dengan memplotkan persetasi kumulatif di atas atau di bawah suatu ukuran tertentu terhadap ukuran droplet (Martin et al., 1993).

3. Stabilitas emulsi

(50)

yang panjang (Voigt, 1994). Ketidakstabilan dalam emulsi (gambar 14) dibedakan menjadi:

a. Creaming atau sedimentasi

Creaming adalah pemisahan emulsi menjadi 2 bagian, dimana bagian yang satu memiliki fase dispersi lebih banyak dari bagian yang lain. Peningkatan creaming sangat memungkinkan terjadinya koalesen dari droplet, karena kedua hal tersebut sangat erat hubungannya. Emulsi yang mengalami

creaming terlihat tidak elegan dan jika emulsi tidak digojog secara cukup, ada kemungkinan pasien tidak mendapat dosis yang benar (Aulton, 2002).

Kebanyakan minyak memiliki densitas yang lebih kecil dibanding air sehingga droplet minyak dalam emulsi M/A akan berada pada permukaan emulsi dan membentuk suatu lapisan tersendiri. Pada emulsi A/M, suatu lapisan bawah terbentuk akibat sedimentasi droplet air (Eccleston, 2007). Peningkatan creaming memungkinkan terjadinya coalescence dari droplet (Aulton, 2002).

Menurut hukum Stokes, kecepatan terbentuknya creaming dapat dikurangi dengan ukuran droplet yang kecil, meningkatkan viskositas dari fase kontinyu, mengurangi perbedaan densitas antara kedua fase, dan mengontrol konsentrasi fase dispersi (Aulton, 2002).

18η g )

ρ

(ρ d

v 1 2

2

= ... persamaan (2)

Keterangan: v = kecepatan creaming ρ2= kerapatan fase kontinyu

d = diameter tetesan ρ1=kerapatan fase dispersi

(51)

b. Flokulasi

Flokulasi menggambarkan adanya penggabungan antara droplet emulsi yang lemah dan reversible yang dipisahkan oleh suatu lapisan film dari fase kontinyu. Penggabungan ini meningkat karena adanya interaksi gaya tarik-menarik dan tolak-menolak antara droplet-droplet dan bersifat reversible

dengan adanya pengadukan ringan. Flokulasi biasanya menjadi prekursor terjadinya coalescence (Eccleston, 2007). Flokulasi tergantung pada elektrostatik repulsion (Carstensen, 1973).

c. Koalesen

Koalesen dari gelembung minyak pada emulsi M/A tertahan dengan adanya lapisan emulsifier yang teradsorbsi kuat secara mekanis disekitar setiap droplet. Dua droplet yang saling berdekatan satu sama lain akan menyebabkan permukaan yang berdekatan tersebut menjadi rata. Perubahan dari bentuk bulat menjadi bentuk lain menghasilkan peningkatan luas permukaan dan karenanya meningkatkan energi bebas permukaan total, penyimpangan bentuk droplet ini akan tertahan dan pengeringan film fase kontinu dari antara dua droplet akan tertunda (Aulton, 2002).

d. Cracking

(52)

(Anief, 2005). Cracking pada emulsi dapat terjadi karena penambahan emulgator yang inkompatibel, dekomposisi emulgator oleh zat kimia atau mikrobiologi, penambahan elektrolit, perubahan suhu dan pH (Ali, Baboota, dan Ahuja, 2008).

e. Inversi

Merupakan proses dimana emulsi berubah dari satu tipe ke tipe lain, misalnya dari M/A ke A/M (Anief, 2005). Inversi dapat disebabkan oleh penambahan elektrolit atau merubah fase volume rasio atau perubahan temperatur. Inversi dapat dicegah dengan menggunakan emulgator yang cocok dengan konsentrasi yang cukup, menjaga konsentrasi fase dispers antara 30-60 % dan menyimpan emulsi pada tempat yang terhindar dari panas matahari secara langsung (Ali et al., 2008).

f. Ostwald ripening

Ostwald ripening cenderung terjadi pada emulsi yang bersifat

(53)

Gambar 14. Fenomena ketidakstabilan dalam emulsi (Eccleston,2007)

(54)

penyimpanan, dan pemakaian, dan karena itu produk mengandung preservatif yang sesuai (Nielloud, 2000).

Uji stabilitas emulsi penting untuk mengetahui apakah sebuah emulsi tetap stabil selama periode waktu tertentu, uji yang biasa dilakukan adalah :

a. Uji makroskopik (indekscreaming).

Stabilitas fisis dari emulsi dapat diketahui dengan uji derajat creaming

atau koalesen yang terjadi pada periode waktu tertentu. Ini dilakukan dengan menghitung rasio volume emulsi yang mengalami pemisahan dibandingkan volume total emulsi (Aulton, 2002).

b. Analisis ukuran droplet.

Jika rata-rata ukuran droplet meningkat seiring bertambahnya waktu (bersamaan dengan penurunan jumlah droplet), dapat diasumsikan bahwa koalesen adalah penyebabnya (Aulton, 2002).

c. Perubahan viskositas.

Sudah ditunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi viskositas emulsi. Adanya variasi pada ukuran atau jumlah droplet dan perpindahan gerakan bahan pengemulsi yang berlebihan selama periode waktu tertentu dapat dideteksi dengan perubahan viskositas secara nyata supaya perbandingan stabilitas relatif dan produknya hampir sama sehubungan dengan kecepatan pembentukan

(55)

I. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika. Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1990).

Metode desain faktorial dapat mengevaluasi 2 faktor secara simultan sedangkan penelitian klasik hanya dapat mengevaluasi 1 faktor saja dengan faktor lain dibuat tetap atau konstan (Bolton, 1990).

Metode desain faktorial telah banyak digunakan oleh para peneliti. Contoh penggunaan desain faktorial adalah pada penelitian berjudul efek HPMC dan carbopol terhadap sifat pelepasan dan pengapungan pada gastric floating

sistem penghantaran obat menggunakan desain faktorial (Li, Lin, Daggy, Mirchandani, dan Chien, 2003); optimasi formula terhadap kontrol pelepasan natrium diklofenak mikrosphere menggunakan desain faktorial (Gohel, Amin, 1998); Formulasi dan evaluasi mekanisme pelepasan dan sweeling emulsi air dalam minyak menggunakan desain faktorial (Bjerregaard et al., 1999)

(56)

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2………persamaan (3)

Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati X1, X2 = level bagian A, level bagian B

bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan

bo = rata-rata hasil semua percobaan

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n=4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV. Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990).

Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi

1 - - +

a + - -

b - + -

ab + + +

Keterangan:

(-) = level rendah (+) = level tinggi

Percobaan (1) = faktor A level rendah, faktor B rendah Percobaan a = faktor A level tinggi, faktor B rendah Percobaan b = faktor A level rendah, faktor B tinggi Percobaan ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi

(57)

level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1990):

Efek faktorial I = [(a-(1)) + (ab-b)] / 2...persamaan (4) Efek faktorial II = [(b-(1)) + (ab-a)] / 2...persamaan (5) Efek faktorial III = [(ab-b) - (a-(1))] / 2... persamaan (6)

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990).

J. Landasan Teori

Pare adalah tanaman yang termasuk dalam familia Cucurbitaceae.

Ekstrak pare. Ekstrak buah pare telah dibuktikan secara ilmiah memiliki aktivitas hipoglikemik, antioksidan, antispermatogenesis, antibakteri, wound healing (Teoh

et al., 2008), anti ulserogenik (Gurbuz dan Bilge, 2000), antiviral dan antineoplastik (Basch et al., 2003).

(58)

tidak terlarut di saliva dan dapat mengurangi rasa pahit. Selain itu, emulsi A/M ekstrak etanol buah pare digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan sediaan oral prolonged-release dalam emulsi tipe A/M/A.

Pemilihan dan komposisi emulgator dalam sistem emulsi menjadi kunci dalam stabilitas suatu emulsi. Emulgator yang dipilih dalam sistem emulsi A/M ekstrak etanol pare adalah span 80 dan tween 80. Bila tween 80 dicampur dengan span 80 dalam komposisi yang sesuai dan dalam pembuatannya fase air didispersikan ke dalam minyak maka akan memiliki sifat emulgator yang baik dan membentuk emulsi tipe A/M yang stabil. Variasi jumlah tween 80 dan span 80 akan memberikan efek yang dapat diukur kebermaknaannya dalam menentukan parameter-parameter sediaan emulsi yaitu sifat fisis dan stabilitas emulsi. Emulsi A/M dibuat pada HLB 6 yang didasarkan pada required HLB dari HLB minyak VCO yang digunakan sehingga dapat menghasilkan emulsi yang stabil.

Variasi jumlah span 80 dan tween 80 serta kombinasi keduanya memungkinkan terjadinya pengaruh yang berbeda terhadap respon dapat dilihat dengan metode desain faktorial dua level dan dua faktor. Kebermaknaan efek tween 80 dan span 80 terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi M/A ekstrak etanol pare dianalisis dengan Design expert 7.14 pada taraf kepercayaan 95%.

K. Hipotesis

(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial).

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi jumlah emulgator span 80 dan tween 80 level tinggi dan level rendah.

b. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (vikositas, ukuran droplet, dan indeks creaming) dan stabilitas emulsi (pergeseran ukuran droplet, dan profil vikositas, ukuran droplet, indeks creaming selama 1 bulan penyimpanan).

c. Variabel Pengacau Terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini sifat dari wadah penyimpanan, dan lama penyimpanan.

d. Variabel Pengacau Tak Terkendali

(60)

2. Definisi Operasional

a. Emulsi oral air dalam minyak (A/M) ekstrak etanol buah pare adalah dispersi fase air dalam minyak yang dibuat dari ekstrak etanol buah pare dengan menggunakan span 80 dan tween 80 sebagai emulgator sesuai formula yang telah ditentukan dan dibuat sesuai prosedur pembuatan emulsi pada penelitian ini.

b. Ekstrak etanol buah pare adalah ekstrak kering buah pare berupa sebuk halus diekstraksi dengan pelarut etanol 75 % dari Javaplant - Surakarta.

c. Emulgator adalah suatu senyawa yang dapat menurunkan tegangan muka diantara dua cairan yang tidak saling campur sehingga salah satu cairan dapat terdispersi di dalam cairan yang lainnya.

d. Desain faktorial adalah desain penelitian yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efek dari 2 faktor secara simultan.

e. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor, yaitu span 80 (faktor A) dan tween 80 (faktor B). f. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada 2 level,

(61)

g. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah hasil percobaan sifat fisis emulsi (ukuran droplet, indeks creaming dan viskositas) dan stabilitas sediaan emulsi (pergeseran ukuran droplet dan profil periodik ukuran droplet, viskositas, dan indeks creaming).

h. Efek adalah respon yang disebabkan variasi level dan faktor.

i. Sifat fisis emulsi adalah parameter untuk mengetahui kualitas fisis emulsi dalam penelitian ini adalah viskositas, ukuran droplet dan indeks creaming

24 jam setelah pembuatan.

j. Stabilitas emulsi adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas fisis dan stabilitas sediaan emulsi meliputi pergeseran ukuran droplet, dan profil viskositas, profil ukuran droplet, profil indeks creaming

selama penyimpanan selama 1 bulan.

k. Percentile 90 adalah 90 % dari populasi droplet memiliki ukuran dibawah nilai tertentu.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian

(62)

termometer, timbangan (METTLER TOLEDO GB3002 - Switzerland), gelas objek (25.4 x 76.2 mm dan tebal 0.8 mm microscope slides – China), Ultra Turrax (Ystral Gmbh D-7801 Dottingen tipe X 1020 Holland) dan Viskometer seri VT 04 (RION-JAPAN).

2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol buah pare yang berasal dari Javaplant Surakarta (Indonesia); buah pare dari Pasar Stan, Yogyakarta; gliserin (Pharmaceutical grade) dari distributor PT Brataco Chemica Yogyakarta, aquadest dari Laboratorium Kimia Organik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Indonesia, Span 80 (Pharmaceutical grade) dari distributor PT Brataco Chemica Yogyakarta, Tween 80 (Pharmaceutical

grade) distributor PT Brataco Chemica Yogyakarta, minyak VCO (Virgin coconut oil) dari Bantul Indonesia, sukrosa 50%bv (Gulaku PT. Sweet

(63)

D. Alur Penelitian

Gambar 15. Skema alur penelitian 1. Uji tipe emulsi: dengan metode warna (methylene blue) 2. Uji sifat fisis meliputi:

Vikositas, ukuran droplet, dan indekscreaming setelah 24 jam. 3. Uji stabilitas meliputi:

Profil periodik ukuran droplet, viskositas, dan indeks creaming selama penyimpanan 1 bulan (24 jam, 7 hari, 15 hari, 21 hari, 1 bulan), dan pergeseran ukuran droplet.

Verifikasi ekstrak etanol pare: - Ekstraksi Pare

- Uji kualitatif Kromatografi Lapis tipis

Pembuatan emulsi oral A/M dengan variasi jumlah span 80 dan Tween 80. 1. Pencampuran fase air (ekstrak pare, aquadest, tween 80, gliserin, sukrosa) 2. Pencampuran fase minyak (VCO, Span80)

3. Tuang fase air ke dalam fase minyak porsi per porsi sambil dicampur dengan propeller mixer kecepatan 500 rpm selama 15 menit suhu 350C. 4. Homogenisasi dengan Ultra Turrax selama 3x1 menit.

Analisis data viskositas, ukuran droplet, indeks creaming, dan pergeseran ukuran droplet dengan menggunakan Design expert 7.14

(64)

E. Tata Cara Penelitian

1. Verifikasi ekstrak etanol buah pare dari PT. Javaplant Surakarta, Indonesia.

a. Ekstraksi buah pare

Sebanyak 4 kg buah pare dikumpulkan dan dibersihkan, kemudian buah pare dicelupkan ke dalam alkohol (etanol) panas selama 10 menit. Selanjutnya dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu ±50oC. Buah pare yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga menjadi serbuk (Rita, Suirta, Sabikin, 2008).

Serbuk buah pare kemudian diekstraksi dengan etanol 75% secara maserasi selama 24 jam. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotary

vacum evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat (Rita et al., 2008).

b. Uji Kualitatif Ekstrak Buah Pare secara Kromotografi Lapis Tipis (KLT)

Ekstrak pare hasil ekstraksi dan ekstrak pare yang dibeli masing-masing ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dilarutkan dalam pelarut

(65)

2. Pembuatan emulsi oral A/M ekstrak etanol buah pare a. Formula

Tabel III . Formula emulsi ekstrak pare 100 g

Bahan Jumlah (g)

Ekstrak etanol pare

Aquadest

Gliserin

Sukrosa 50 % bv

Span 80 Tween 80 VCO Metil paraben 14 10 7,9 5 12,6 2,4 48 0,1 Jumlah 100

Tabel IV. Formula percobaan desain faktorial (200 g)

Formula Span 20 (g) Tween 20 (g) Nilai HLB 1 a b ab 25,2 28 25,2 28 2 2 4,8 4,8 5,08 5,01 6,01 5,86

Dari desain penelitian di atas diperoleh komposisi setiap bahan pada masing- masing formula (200 g) sebagai berikut:

Tabel V. Formula emulsi A/M ekstrak etanol buah pare Bahan 1 (g) a (g) b (g) ab (g) Ekstrak pare

Aquadest

Gliserin

Sukrosa 50 % bv

VCO Span 80 Tween 80 Metil paraben 28 20 15,8 10 96 25,2 2 0,2 28 20 15,8 10 96 28 2 0,2 28 20 15,8 10 96 25,2 4,8 0,2 28 20 15,8 10 96 28 4,8 0,2

(66)

b. Pembuatan larutan sukrosa 50 % bv

Sukrosa ditmbang kurang lebih seksama 100 g, kemudian dilarutkan dengan aquadest hingga 200 ml.

c. Pembuatan emulsi

Ekstrak etanol buah pare dilarutkan dalam aquadest. Tween 80, gliserin, dan sukrosa 50 % b/v ditambahkan ke dalam campuran ekstrak etanol pare dan aquadest, kemudian di campur dengan propeller mixer dengan kecepatan 500 rpm selama 15 menit pada suhu 350C (fase air). VCO dan span 80 dicampur dengan propeller mixer dengan kecepatan 500 rpm selama 15 menit pada suhu 350C (fase minyak). Metil paraben ditambahkan ke dalam fase minyak dan tuang fase air ke dalam fase minyak porsi per porsi sambil dicampur dengan propeller mixer dengan kecepatan 500 rpm selama 15 menit pada suhu 350C. Ukuran droplet diperkecil dengan menggunakan Ultra Turrax 3x1 menit (Bjerregaard et al., 1999). Tiap formula direplikasi sebanyak 3 kali.

3. Uji Tipe Emulsi (Metode warna)

(67)

4. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi a. Uji Viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat Viskometer Rion seri VT 04. Cara: emulsi diambil 150 ml dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas emulsi diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04E). Uji ini dilakukan 24 jam, 7 hari, 15hari, 21 hari dan 1 bulan (Prinderre et al., 1998).

Sifat fisis emulsi ditunjukkan dengan viskositas setelah 24 jam. Stabilitas sediaan emulsi ditunjukkan melalui profil viskositas secara periodik selama 1 bulan.

b. Uji Ukuran Droplet

Sejumlah emulsi diteteskan pada gelas objek kemudian diamati ukuran droplet yang terdispersi pada emulsi dengan menggunakan fotomikroskop pada perbesaran 100x. Diameter terjauh diukur dari tiap droplet sejumlah 500 droplet (Martin et al., 1993) dengan menggunakan program MOTIC Image Plus 2.0 yang telah dikalibrasi dengan lensa objektif skala 10 µm. Uji ini dilakukan 24 jam, 7 hari, 15 hari, 21 hari, dan 1 bulan.

(68)

% pergeseran ukuran droplet = 100% X | jam 24 droplet ukuran bulan 1 droplet kuran u jam 24 droplet ukuran

| − ... persamaan (7)

c. Uji indeks creaming

Emulsi tiap formula dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala. Pemisahan fase yang terjadi diamati pada 24 jam, 7 hari, 15 hari, 21 hari, 1 bulan. Hasil pemisahan fase dinyatakan dengan persentase indeks creaming.

dengan rumus: x 100%

ho hu -ho creaming indeks

% = ... persamaan (8)

Keterangan: hu = tinggi creaming yang terjadi

ho = tinggi emulsi mula-mula (Aulton, 2002).

Sifat fisis emulsi ditunjukkan dengan indeks creaming setelah 24 jam. Stabilitas sediaan emulsi ditunjukkan melalui profil indeks creaming secara periodik selama 1 bulan.

F. Analisis Data

Data standarisasi ekstrak etanol buah pare mengacu pada standar yang tercantum dalam Certificate of Analysis dan verifikasi ekstrak dengan kromatografi lapis tipis (KLT).

(69)

desain faktorial dapat dihitung besarnya efek span 80 dan tween 80 dan interaksinya dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas.

Analisis data profil periodik viskositas, ukuran droplet dan indeks

creaming selama 1 bulan menggunakan uji Repeated Measure ANOVA serta uji

Friedman dan uji Wilcoxon. Apabila data yang diperoleh normal maka diuji dengan Repeated Measure ANOVA, sedangkan apabila data yang diperoleh tidak normal maka diuji dengan Friedman dan uji Wilcoxon pada tingkat kepercayaan 95 %. Dari hasil analisis akan diperoleh nilai p (probability value). Bila nilai p kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada 2 pengukuran yang berbeda secara signifikan dan jika p lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bemakna diantara hasil pengukuran dari waktu ke waktu.

Analisis data viskositas 24 jam, ukuran droplet 24 jam, indeks creaming

(70)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Verifikasi Ekstrak Etanol Buah Pare 1. Ekstraksi buah pare

Ekstrak etanol buah pare yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak etanol kering yang dibeli dari Javaplant-Surakarta, Indonesia. Data standarisasi ekstrak etanol buah pare mengacu pada standar yang tercantum dalam Certificate of Analysis (CoA) dan verifikasi ekstrak dengan kromatografi lapis tipis (KLT).

Ekstraksi buah pare dilakukan dengan mengeringkan dan menghaluskan buah pare menjadi serbuk, kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 75% selama 24 jam. Setelah dilakukan maserasi, ekstrak cair dipekatkan dengan rotary

vacum evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat dan dikeringkan di dalam oven (Rita et al., 2008). Sebelum buah pare dikeringkan terlebih dahulu direndam dengan etanol panas yang bertujuan untuk menghentikan aktivitas metabolisme enzim yang ada dalam buah pare dengan cara mendenaturasi protein yang menyusun enzim tersebut.

2. Uji kualitatif ekstrak etanol buah pare secara kromatografi lapis tipis (KLT)

(71)

kandungan senyawa yang sama dengan ekstrak pare buatan (diinginkan). Uji kualitatif ekstrak etanol buah pare secara KLT menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak campuran asam asetat : benzene (2:8 v/v) dengan jarak elusi 10 cm dan dideteksi pada sinar UV 254nm (Rita et al., 2008). Verifikasi dilakukan dengan membandingkan harga Rf yang dihasilkan oleh ekstrak pare Javaplant-Surakarta, Indonesia (ekstrak sampel) dengan ekstrak pare buatan. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak titik pusat bercak dari awal dengan jarak garis depan pelarut dari titik awal.

Pengujian ekstrak pare menggunakan 2 pelarut, yaitu etanol dan air. Pemilihan pelarut etanol didasarkan pada ekstraksi pare yang menggunakan etanol 75 %. Pemilihan pelarut air didasarkan pada Certificate of Analysis (CoA) ekstrak pare dari Javaplant yang menyatakan bahwa ekstrak etanol pare larut dalam air.

Keterangan:

Fase diam = silika gel GF 254

Fase gerak = asam asetat:benzene b b (2:8 v/v)

Jarak elusi = 10 cm

E1 = ekstrak sampel (Javaplant) dalam n n pelarut etanol 75%

A1 = ekstrak sampel (Javaplant)dalam n b pelarut air

E2 = ekstrak buatan dalam etanol 75% A2 = ekstrak buatan dalam pelarut air

(72)

Hasil pengamatan kromatogram KLT dengan sinar UV 254 nm (gambar 16), pada ekstrak etanol pare sampel (E1) mempunyai 2 bercak sedangkan ekstrak etanol pare buatan (E2) mempunyai 3 bercak yaitu bercak 1 E1 dan E2 dengan Rf 0,05 dan warna hijau; bercak 2 E1 dan E2 dengan Rf 0,51 dan warna hijau; bercak 3 E2 dengan Rf 0,71 dan warna hijau. Hal ini kemungkinan dikarenakan jumlah ekstrak etanol pare sampel (E1) yang ditotolkan pada lempeng KLT lebih sedikit dibandingkan jumlah ekstrak etanol pare buatan (E2) sehingga jumlah yang ditotolkan tidak mencukupi untuk menghasilkan bercak 3. Ekstrak pare sampel dan buatan dalam pelarut air (gambar 16) menghasilkan bercak dengan Rf yang sama yaitu 0,03 dengan warna hijau.

Dari hasil kromatogram KLT yang diperoleh men

Gambar

Gambar 1. Tanaman pare (Anonim, 2005)
Gambar 5. Struktur molekul sukrosa (Anonim, 1995)
Gambar 9. Gambaran skematis dari suatu  homogenizer (Lachmann, 1994)
Gambar 11.  Ultrasonifier dengan prinsip alat peniup Pohlman (Lachmann, 1994)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas peserta didik berupa hasil belajar ranah afektif dan ranah psikomotorik

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi (migas) di dunia. Potensi migas Indonesia tersebar secara merata hampir di seluruh wilayah

Dampak kesehatan penting langsung dari penggunaan energi tersebut pada rumah tangga khususnya pada orang tidak mampu adalah adanya anak yang terbakar atau luka

Ilmari Laukkosen Vaasan Jaakkoo -kirjan mukaan Ikola on ollut Lapuan tapahtumista innoissaan ja että hän on kovasti tapahtumia hehkuttanut myös Kokoomuksen eduskuntaryhmän

Melakukan pengujian dan pengukuran pada kecepatan download , browsing , dan streaming video 360p pada WLAN yang disediakan untuk mahasiswa pada setiap lantai gedung

flourescens P60 terhadap mutu patologis benih menunjukkan bahwa persentase serangan patogen tular-benih tidak berbeda nyata dengan persentase serangan patogen tular-benihpada

Fokus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian bentuk penerapan manajemen lingkungan yang telah dilakukan JCM dengan rencana bentuk pengelolaan dalam

Dengan terdapat ornamen pada bidang segitiga atap Anak perempuan terakhir Pemimpin rumah Setelah revitalisasi kaki pondasi sudah diubah menjadi campuran semen, batu