PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA
TERHADAP KINERJA
Studi Kasus pada Karyawan Administratif Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen
Oleh:
Yohanes Joko Pramono
NIM: 062214054
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA
TERHADAP KINERJA
Studi Kasus pada Karyawan Administratif Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen
Oleh:
Yohanes Joko Pramono
NIM: 062214054
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Halaman Motto
In Order To Succeed You Must Fail, So That You Know What Not To Do The Next
Time. (Anthony J. D’Angelo)
Yang menarik pada kalimat di atas adalah “untuk sukses maka anda harus gagal.
Tidak selalu kegagalan adalah hal negatif, gagal membuat kita tahu apa yang
seharusnya kita lakukan dan apa yang tidak boleh kita lakukan”.
Failure is Success if we learn from it.
(Malcolm Forbes)
Sedangkan pada kalimat kedua adalah “Kegagalan itu adalah sukses bila kita
belajar dari kegagalan tersebut. Jadi bila kita tidak belajar dari kegagalan maka
kegagalan hanya berarti kegagalan saja”.
Lebih baik bersiap diri untuk suatu peluang mesti ternyata tidak ada peluang
satupun yang muncul, dari pada memiliki suatu peluang tetapi tidak siap
menangkapnya.
(Whitney Young, Jr)
Berusaha tanpa berdoa adalah sombong, tetapi berdoa tanpa berusaha adalah
bodoh.
(Penulis)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia dan
rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja: Studi Kasus
pada Karyawan Administratif Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik berkat bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus dan Santo Yohanes Pembaptis yang selalu menyertai ku dengan
segala kasih dan segala berkat sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
2. Romo Dr. Ir.P. Wiryono P.,S.J. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Drs. Y.P. Supardiyono, M.Si., Akt., QIA selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak V. Mardi Widyadmono, SE., MBA selaku Ketua Program Studi
Manajemen Universitas Sanata Dharma.
viii
6. Bapak Antonius Budisusila SE, M.Soc. Sc., selaku dosen pembimbing II, yang
juga telah mengarahkan dan membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat
menjadi lebih sempurna.
7. Ibu Dra. Diah Utari Bertha Rivieda M.Si, selaku dosen penguji yang dengan
sabar telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji penulis dan memberikan
masukan yang sangat bermanfaat.
8. Segenap Dosen dan Staff pengajar Fakultas Ekonomi Program Studi
Manajemen, Humas dan Biro Administrasi Akademik yang sudah mau berbagi
pengalaman kerja selama saya berada di Universitas Sanata Dharma.
9. Bapak dan ibuku tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa,
dukungan, nasehat, kebahagiaan dan memberikan penghidupan yang begitu
layak bagiku. Terima kasih juga telah menjadikanku orang yang kuat dan tegar
dalam menghadapi hidup sehingga membuatku dewasa dalam menyikapi
hidup.
10. Ketiga
mbak-ku Kristina Herli Purwani, Martina Eni Siswanti dan Maria Titik
Wijiati, atas nasihat dan dukungan doa dan semangat sehingga skripsi ini bisa
segera terselesaikan.
ix
12. Teman-temanku satu
genk, Jono, Daru, Yanto, Wawan, Yoga, Dedi, George,
Meli, Avi, Angkit, Iren, Adven, Langgeng, Heri, Rizki, Vika.
Thanks for
everything.
13. Teman-teman Prodi manajemen angkatan 2006, terimakasih atas persahabatan
kita selama ini. Ketika segala tidak bisa di ajak bicara, tak bisa di percaya, tak
bisa memberi jawaban, kalian semua selalu menemaniku dalam tangis dan
tawaku. Terima kasih.
14. Teman-temanku Staff Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Universitas Sanata
Dharma angkatan 2009 – 2010, yang sudah mau berbagi pengalaman, tenaga,
suka dan duka di saat kita
Expo
kesekolah-sekolah baik dalam maupun luar
kota bahkan luar pulau.
15. Teman-temanku
yang
tergabung
dalam
Social
Business
Development
Programme
3 Desa di Muara Wahau Kutai Kalimantan Timur (Igna, Mbak
Puji, Putri, Baskoro dan Vita).
16. Segenap tim CSR PT. Swakarsa Sinarsentosa yang sudah memberi semangat
kepada untuk segera menyelesaikan skripsi ini (Pak Kokok, Mas Erwin, Mas
Topik, Pak Wens, Mas Kris, Pak Udin, Mas Triyanto, Mas Nandar, dll).
xi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………
v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS…………
vi
HALAMAN KATA PENGANTAR………
vii
A. Latar Belakang Masalah………...
1
B. Rumusan Masalah……….
4
C. Batasan Masalah………...
4
D. Tujuan Penelitian………..
4
E. Manfaat Penelitian………
5
F. Sistematika Penulisan………
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA……….
7
A. Landasan Teori……….
7
B. Penelitian Sebelumnya………..
44
C. Kerangka Teoretik Penelitian………
45
D. Hipotesis………...
46
BAB III METODE PENELITIAN………
47
A. Jenis Penelitian………..
47
B. Subyek dan Obyek Penelitian………
48
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ………....
48
xii
E. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ….………
52
F. Sumber Data
………
55
G. Teknik Pengumpulan Data ……. ………
55
H. Teknik Pengujian Instrumen……….
55
I. Teknik Analisis Data……….
58
J. Uji Kesesuaian dan Uji Statistik………...
63
BAB IV GAMBARAN UMUM UNIVERSITAS SANATA DHARMA
69
A. Pendahuluan ………..………..
69
B. Sejarah Berdirinya Universitas Sanata Dharma ………..
69
C. Lokasi Universitas Sanata Dharma ……….
73
D. Visi, Misi, Tujuan dan Motto Universitas Sanata Dharma ……….
74
E. Fasilitas di Universitas Sanata Dharma ………...
75
F. Sumber Daya Manusia ……….
76
G. Akreditasi Universitas Sanata Dharma ………
78
H. Struktur Organisasi Universitas Sanata Dharma ……….
78
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
………
81
A. Variabel Penelitian………
81
B. Analisis Profil Responden………
82
C. Pengujian Instrumen Penelitian………
86
D. Pengujian Model………..
90
E. Variabel Eksogen dan Endogen ………..
98
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………..
100
A. Kesimpulan………...
100
B. Saran……….
102
C. Keterbatasan……….
102
Daftar Pustaka………..
103
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul
Halaman
Tabel II.1
Goodness- of- fit Indices
43
Tabel III.1
Jumlah Populasi
53
Tabel III.2
Goodness- of- fit Indices
68
Tabel IV.1
Lokasi Universitas Sanata Dharma
73
Tabel IV.2
Daftar Tenaga Kerja Administratif
77
Tabel IV.3
Akreditasi Universitas Sanata Dharma
78
Tabel V.1
Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
82
Tabel V.2
Profil Responden Per Biro
83
Tabel V.3
Profil Responden Berdasarkan Tanggapan terhadap
Kuesioner Variabel Budaya Organisasi
84
Tabel V.4
Profil Responden Berdasarkan Tanggapan terhadap
Kuesioner Variabel Kepuasan Kerja
85
Tabel V.5
Profil Responden Berdasarkan Tanggapan terhadap
xiv
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Judul
Halaman
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Judul
Halaman
xvii
ABSTRAK
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA
TERHADAP KINERJA
Studi Kasus pada Karyawan Administratif Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Yohanes Joko Pramono
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2011
xviii
ABSTRACT
THE EFFECT OF ORGANIZATION CUSTOM AND
JOB SATISFACTION TO JOB PERFORMANCE
A Case Study on Administrative Staffs of Sanata Dharma University
Yogyakarta
Yohanes Joko Pramono
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2011
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan pemerintah berfikir secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal. Saat ini kemampuan sumber daya manusia masih rendah baik dilihat dari kemampuan intelektualnya maupun keterampilan teknis yang dimilikinya. Organisasi yang ingin bertahan dalam persaingan global, tentunya harus mampu menyikapi setiap keadaan. Organisasi harus dapat menciptakan kerjasama dan persepsi yang sama antara karyawan dengan satu tujuan yaitu pencapaian kinerja yang optimal. Hal ini disebabkan bahwa organisasi sadar bahwa karyawan merupakan asset yang sangat penting dan berharga. Karyawan merupakan sumber daya potensial yang dimiliki organisasi.
Membahas kepuasan kerja tidak akan terlepas dengan adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Dalam organisasi jasa, produktivitas individu maupun kelompok sangat mempengaruhi kinerja organisasi hal ini disebabkan oleh adanya proses pelayanan. Mengingat permasalahannya sangat komplek, maka pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut harus cermat dalam mengamati sumber daya yang ada. Banyak hal yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, sehingga organisasi harus menjaga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja agar dapat terpenuhi secara maksimal.
Persoalan kinerja karyawan akan dapat terpenuhi apabila beberapa variabel yang mempengaruhi mendukung. Variabel yang dimaksud adalah budaya organisasi dan kepuasan kerja. Dapat dikatakan pula bahwa secara tidak langsung kedua variabel tersebut mempengaruhi kinerja seseorang dan pada akhirnya pada kinerja organisasi dapat tercapai dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut, agar karyawan selalu puas maka organisasi harus memperhatikan lingkungan di mana karyawan melaksanakan tugasnya.
Budaya organisasi merupakan pengikat dalam bertindak dan mencerminkan ciri khas suatu organisasi. Dengan budaya membuat suatu organisasi belajar bagaimana berhubungan dengan lingkungan. Budaya menurut Stoner (1996:181) adalah inti dari kelompok atau masyarakat tertentu, apa yang berbeda mengenai cara para anggotanya saling berinteraksi dengan orang dari luar lingkungannya, dan bagaimana mereka menyelesaikan apa yang dikerjakannya. Budaya organisasi merupakan kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari dalam membuat keputusan untuk karyawan dan mengarahkan tindakan mereka untuk budaya orientasi hasil. Perilaku individu yang berada dalam organisasi tentunya sangat mempengaruhi organisasi, hal ini akibat adanya kemampuan individu yang berbeda-beda dalam menghadapi tugas atau aktivitasnya. Perilaku akan timbul atau muncul akibat pengaruh atau rangsangan dari lingkungan yang ada (baik internal maupun eksternal) begitu pula individu berperilaku karena adanya dorongan oleh serangkaian kebutuhan.
Sehubungan dengan hal tersebut penulis mencoba melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja” Studi Kasus pada Karyawan Administratif Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja?
2. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja? 3. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja?
C.Batasan Masalah
Agar penelitian yang dilakukan tidak terlalu luas dan pemecahan masalah dapat lebih terarah, maka penulis membatasi permasalahan yang ada sebagai berikut: 1. Tempat penelitian di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Subyek penelitian adalah Karyawan Administratif Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Penelitian yang dilakukan meliputi Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Kinerja.
D.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja.
E.Manfaat Penelitian
1. Bagi Universitas Sanata Dharma
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi organisasi dalam mengambil kebijakan untuk bagian sumber daya manusia khususnya di bidang peningkatan kinerja karyawan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan dan menambah pengetahuan pembaca juga dapat menjadi informasi untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kinerja karyawan khususnya di bidang manajemen sumber daya manusia. 2. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini memberikan kesempatan yang sangat berharga dalam menerapkan ilmu yang pernah didapat di bangku kuliah khususnya teori Manajemen Sumber Daya Manusia ke dalam praktek yang sebenarnya. F.Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini dikemukakan jenis penelitian, subyek dan obyek yang diteliti, waktu dan lokasi, variabel penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, teknik pengujian instrumen, dan teknik analisis data.
Bab IV : Gambaran Umum Universitas Sanata Dharma
Dalam bab ini dikemukakan mengenai profil Universitas Sanata Dharma secara menyeluruh.
Bab V : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini mengemukakan tentang variabel penelitian, profil responden, pengujian instrumen penelitian dan analisis SEM. Bab VI : Kesimpulan, Saran dan Keterbatasan Penelitian
7
Beberapa definisi manajemen menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Menurut Willams (2003:8) “Manajemen adalah bekerja melalui orang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas yang membantu pencapaian sasaran organisasi seefisien mungkin. Secara tradisional pekerjaan seorang manajer telah diuraikan menurut fungsi manajemen klasik yaitu merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan”.
Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Williams, Handoko juga
mengungkapkan bahwa:
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. (Handoko, 2003:8).
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah suatu
proses mengelola atau memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam
organisasi agar tercipta efektivitas dan efisiensi kerja demi tercapainya
tujuan organisasi.
2. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia sangatlah penting dalam suatu
organisasi. Hal ini disebabkan karena banyaknya disiplin ilmu yang ada di
dalam organisasi tersebut, yang memerlukan adanya suatu pengaturan dan
ini merupakan definisi manajemen sumber daya manusia menurut beberapa
ahli.
Menurut Dessler (2003:2) manajemen sumber daya manusia adalah:
“The policies and practices involved in crying out the “people” or human resource aspects of a management position, including recruiting, screening, training, rewarding, and appraising.” (Artinya, manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan-kebijakan yang di praktekkan dan berhubungan dengan pemberdayaan manusia atau aspek-aspek sumber daya manusia dari sebuah posisi manajemen termasuk perekrutan, seleksi, pelatihan, penghargaan, dan penilaian).
Manajemen sumber daya manusia menurut Griffin dan Ebert (2006:210):
“The set of organizational activities directing at attracting, developing, and maintaining an effective workforce.” (Artinya, manajemen sumber daya manusia merupakan kumpulan aktivitas organisasi yang diarahkan untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan tenaga kerja yang efektif).
Menurut Flippo (dalam Koesmono 2005:5) manajemen sumber daya
manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan
penggunaan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu,
organisasi dan masyarakat.
Dalam menjalankan aktivitasnya, manajemen sumber daya manusia
merupakan salah satu asset penting yang dimiliki oleh organisasi. Untuk
mengatur serta mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya dengan
baik sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi organisasi perlu
dilakukan proses sumber daya manusia.
3. Budaya Organisasi
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan
budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang
bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa.
Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara
berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat
anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang
menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan
bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula
dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi
secara keseluruhan.
Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan
organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat
mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan
aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari
masing- masing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya
di mana individu berada. Beraneka ragamnya bentuk organisasi, tentunya
mempunyai budaya yang berbeda-beda hal ini wajar karena lingkungan
organisasinya berbeda-beda pula. Menurut Hofstede (dalam Koesmono
2005:21) budaya merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang
Menurut Beach (dalam Koesmono 2005:12) kebudayaan merupakan
inti dari apa yang penting dalam organisasi. Seperti aktivitas memberi
perintah dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang dilakukan dan
tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota. Jadi budaya mengandung
apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan sehingga dapat
dikatakan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk menjalankan aktivitas
organisasi. Pada dasarnya budaya dalam organisasi merupakan alat untuk
mempersatukan setiap individu yang melakukan aktivitas secara
bersama-sama.
Kreitner dan Kinicki (dalam Koesmono 2005:532) mengemukakan
bahwa budaya organisasi adalah perekat sosial yang mengikat anggota dari
organisasi. Nampaknya agar suatu karakteristik atau kepribadian yang
berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lain dapat
disatukan dalam suatu kekuatan organisasi maka perlu adanya perekat
sosial.
Pendapat Robbins (dalam Koesmono 2005:289) budaya organisasi
merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota
organisasi, dan merupakan suatu sistem “makna bersama”. Mengingat
budaya organisasi merupakan suatu kesepakatan bersama para anggota
dalam suatu organisasi sehingga mempermudah lahirnya kesepakatan yang
lebih luas untuk kepentingan perorangan. Keutamaan budaya organisasi
merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku
individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dengan budaya
organisasi dan pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh
keanekaragaman sumber daya yang ada sebagai stimulus seseorang
bertindak.
Budaya organisasi yang berorientasi hasil menurut Terry (dalam
Koesmono 2005:70) adalah menekankan pada hasil atau pencapaian sasaran
dan kelakuan manusia melalui pemuasan kebutuhan dari usaha kerjanya.
Faktor yang mempengaruhi budaya organisasi berorientasi hasil meliputi:
a. Kemampuan intelektual
Menurut Robbins (dalam Koesmono 2005:46) kemampuan
intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan mental. Jadi tes yang mengukur dimensi kecerdasan yang
khusus merupakan peramal yang kuat dari kinerja.
Kecerdasan dalam arti umum adalah suatu kemampuan umum
yang kecerdasan intelektual lazim disebut dengan inteligensi. Tes
inteligensi dapat dipandang sebagai ukuran kemampuan belajar atau
inteligensi akademik. Fungsi-fungsi yang diajarkan dalam sistem
pendidikan merupakan hal penting yang mendasar dalam budaya yang
modern dan maju secara teknologis, karena itu skor pada sebuah tes
inteligensi akademik juga merupakan alat untuk memprediksi kinerja
yang efektif dalam banyak industri kerja. Hal tesebut menunjukkan
bahwa orang yang memiliki skor inteligensi yang cukup baik akan dapat
Keseimbangan yang baik antara IQ dengan EQ harus dapat dicapai.
Orang yang memiliki EQ yang baik tanpa ditunjang dengan IQ yang
baik pula belum tentu dapat berhasil dalam pekerjaannya. Hal ini karena
IQ masih memegang peranan yang penting dalam kinerja sesorang,
sehingga keberadaan IQ tidak boleh dihilangkan begitu saja. Jadi
perbaikan kemampuan kognitif adalah cara terbaik untuk meningkatkan
kinerja para pekerja. Kemampuan kognitif dalam hal ini kecerdasan
intelektual merupakan alat peramal yang paling baik untuk melihat
kinerja sesorang di masa yang akan datang.
Dimensi kemampuan intelektual menurut Robbins (1996:46) adalah
sebagai berikut:
1) Kecerdasan numerik adalah kemampuan untuk berhitung dengan
cepat dan tepat.
2) Pemahaman verbal adalah kemampuan memahami apa yang dibaca
atau didengar serta hubungan kata satu sama lain.
3) Kecepatan perseptual adalah kemampuan mengenali kemiripan dan
beda visual dengan cepat dan tepat.
4) Penalaran induktif adalah kemampuan mengenali suatu urutan logis
dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah tersebut.
5) Penalaran deduktif adalah kemampuan menggunakan logika dan
menilai implikasi dari suatu argumen.
6) Visualisasi ruang adalah kemampuan membayangkan bagaimana
7) Ingatan adalah kemampuan menahan dan mengenang kembali
pengalaman masa lalu.
b. Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik menurut Robbins (dalam Koesmono 2005:48)
adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa.
Kemampun fisik yang khusus memiliki makna penting untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan.
c. Sikap
Sikap menurut Robbins (dalam Koesmono 2005:138) adalah
penyataan evaluatif baik yang menguntungkan mengenai obyek, orang
atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan
sesuatu dan sikap dapat mempengaruhi perilaku kerja dalam organisasi,
jika karyawan meyakininya.
d. Perilaku
Perilaku menurut Ndraha (dalam Koesmono 2005:33) adalah
operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok
dalam atau terhadap suatu situasi dan kondisi lingkungan masyarakat,
Sumber: Terry (dalam Koesmono 2005:70)
Gambar II.1
Indikator-indikator Budaya Organisasi
4. Kepuasan Kerja
a.Pengertian
1) Pengertian Kepuasan Kerja (job satisfaction)
Kepuasan kerja merupakan hal yang penting yang dimiliki
individu di dalam bekerja. Setiap individu pekerja memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, maka tingkat kepuasan kerjanya pun
berbeda-beda pula. Tinggi rendahnya kepuasan kerja tersebut dapat
memberikan dampak yang tidak sama. Kepuasan kerja yang tinggi
sangat memungkinkan untuk mendorong terwujudnya tujuan
organisasi. Sementara tingkat kepuasan kerja yang rendah merupakan
ancaman yang akan membawa kehancuran organisasi segera maupun
secara perlahan.
Kemampuan intelektual
Kemampuan fisik
Sikap
Perilaku
Aktivitas manusia beraneka ragam dan salah satu bentuknya
adalah bekerja. Bekerja memiliki arti melaksanakan suatu tugas yang
diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang
bersangkutan. Hal ini didorong oleh adanya keinginan manusia yang
harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya bahwa seseorang
dalam bekerja akan merasa nyaman dan tinggi kesetiannya pada
organisasi apabila dalam bekerjanya memperoleh kepuasan kerja
sesuai dengan apa yang diinginkan.
Kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seorang individu
terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow
menempati peringkat yang tinggi. Sebab berkaitan dengan tujuan
manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya
dalam pekerjaan.
Stres yang dialami karyawan dan kepuasan kerja yang
didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja berkaitan,
tetapi sekaligus antagonistis. Karyawan dan organisasi merupakan dua
hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama
dalam menjalankan roda kehidupan organisasi. Apabila karyawan
memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda
pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja
dan pencapaian yang baik bagi organisasi. Di sisi lain, bagaimana
tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang
tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah.
Menurut Siagian (dalam Koesmono 2005:295) kepuasan kerja
pada dasarnya merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang
bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya.
Menurut Susilo (1990:123-124) kepuasan kerja merupakan
keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik
temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari organisasi dengan
tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan untuk karyawan yang
bersangkutan.
Sedangkan menurut Robbins (dalam Koesmono 2005:26)
kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang pegawai terhadap
pekerjaannya; selisih antara banyak ganjaran yang diterima seseorang
pegawai dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka
terima. Dari berbagai pendapat para ahli di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap positif yang
menyangkut penyesuaian karyawan terhadap faktor-faktor yang
2) Teori-Teori Kepuasan Kerja
a) Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Adam tahun 1963. Inti dari
teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas
bergantung pada keadilan yang diperolehnya atas suatu situasi.
Dalam teori ini terdapat empat faktor yaitu person, input, outcome,
dan comparison person.
Person adalah individu yang merasa diperlakukan secara
adil atau tidak adil. Input adalah segala sesuatu yang bernilai yang
disumbangkan seseorang terhadap pekerjaannya seperti
pendidikan, pengalaman, keahlian, jumlah upaya yang dicurahkan,
jumlah jam kerja dan peralatan pribadi, persediaan atau
perlengkapan yang digunakan dalam pekerjaan. Outcomes adalah
sesuatu yang bernilai yang diperoleh karyawan dari pekerjaannya
seperti gaji, tunjangan-tunjangan, status, pengakuan dan
kesempatan berprestasi. Comparison Person adalah orang lain
yang dijadikan sebagai pembanding dalam tes input-outcomes yang
dimiliki seseorang. Comparison person ini bisa berasal dari
seseorang yang bekerja di organisasi yang sama atau lain atau pula
bisa dengan dirinya sendiri di masa lampau. Menurut teori ini,
setiap karyawan akan membandingkan rasio input-outcomes
dirinya dengan rasio input-outcomes orang lain. Bila perbandingan
perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan, bisa
menimbulkan kepuasan tetapi bisa juga tidak (misalnya pada orang
yang moralis). Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan
merugikan akan timbul ketidakpuasan.
b) Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter yang
berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan
cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan
kenyataan yang dirasakan karyawan. Kepuasan atau ketidakpuasan
karyawan bergantung pada perbedaan (discrepancy) antara apa
yang didapat dengan apa yang diharapkan. Apabila yang didapat
pegawai ternyata lebih besar dari harapan, maka karyawan tersebut
menjadi puas. Tetapi apabila yang di dapat karyawan lebih rendah
dari harapan maka akan menyebabkan rasa tidak puas bagi
karyawan tersebut. Gain>Expect = positive descrepancy, Gain <
Expect = negative discrepancy.
c) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung
pada terpenuhinya atau tidak kebutuhan karyawan. Karyawan akan
merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya.
Semakin besar kebutuhan karyawan terpenuhi, makin puas pula
karyawan tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan
d) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah
bergantung kepada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat
bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh
para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan titik. Kelompok
acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolok ukur untuk menilai
dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas
apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang
diharapkan oleh kelompok acuan.
e) Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
Teori pengharapan dikembangkan oleh Voctor H. Vroom
yang kemudian teori tersebut diperluas oleh Porter dan Laurer.
Menurut teori ini, motivasi akibat dari suatu hasil yang ingin
dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu.
Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperoleh hal yang diinginkan itu
tipis, motivasipun akan menjadi rendah (Siagian dalam Rizeni
3) Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Faktor-faktor kepuasan kerja perlu dibahas, khususnya untuk
memenuhi pertanyaan tentang apa yang diukur dalam variabel
kepuasan kerja. Banyak peneliti memperlihatkan sejumlah aspek
situasi yang berbeda sebagai sumber yang penting dari kepuasan kerja.
Pendapat tersebut antara lain sebagai berikut:
Siagian (1986:25) menyatakan, bahwa harapan-harapan pada
organisasi, biasanya tercermin antara lain:
a) Kondisi kerja yang baik
b) Merasa diikutsertakan dalam proses pengamabilan keputusan,
terutama yang menyangkut nasibnya
c) Cara pendisiplinan yang diplomaatik
d) Penghargaan yang wajar atas prestasi kerja
e) Kesetiaan pimpinan terhadap bawahannya
f) Pembayaran yang adil dan wajar
g) Kesempatan promosi dan berkembang dalam organisasi
h) Adanya pengertian pimpinan jika bawahan menghadapi masaslah
pribadi
i) Jaminan adanya perlakuan yang adil dan objektif
Sedangkan Gilmer (dalam As’ad, 1999:114) bahwa faktor-faktor yang
menimbulkan kepusan kerja adalah:
a) Kesempatan untuk maju
b) Keamanan kerja
c) Gaji atau upah
d) Perusahaan dan manajemen
e) Pengawasan (supervisi)
f) Faktor intrinsik dari pekerjaan
g) Kondisi kerja
h) Aspek sosial dalam pekerjaan
i) Komunikasi
j) Fasilitas
Penelitian yang dilakukan oleh Caugemi dan Calaypool (dalam As’ad,
199:115) menemukan bahwa hal-hal yang menimbulkan rasa puas
adalah:
a) Prestasi
b) Penghargaan
c) Kenaikan jabatan
d) Pujian
Sedangkan yang menimbulkan perasaan tidak puas adalah:
a) Kebijakan perusahan
b) Supervisor
d) Gaji atau upah
Dari berbagai pendapat di atas dapat dirangkum mengenai
faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:
a) Kepuasan finansial yaitu terpenuhinya karyawan terhadap
kebutuhan finansial yang diterima untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi keryawan dapat
terpenuhi. Hal ini meliputi: besarnya gaji, jaminan sosial serta
tunjangan.
b)Kepuasan fisik yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi: jenis
pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan jam istirahat, perlengkapan
kerja, keadaan ruangan, penerangan, kondisi kesehatan karyawan.
c) Kepuasan sosial yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi
sosial baik antara sesama karyawan dengan atasan. Hal ini meliputi:
rekan kerja yang kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana serta
pengarahan dan perintah yang wajar.
d)Kepuasan psikologis yaitu faktor yang berhubungan dengan
kejiwaan karyawan yang meliputi: minat, ketentraman dalam
4) Pengukur Kepuasan Kerja
Robbins (1996:179) menyatakan bahwa ada dua cara yang dapat
digunakan untuk mengukur kepuasan atau ketidakpuasan kerja, yaitu:
a) Pendekatan angka nol global tunggal (single global rating).
b)Skor penjumlahan (summation score).
Metode lain yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja adalah
menggunakan wawancara (interview) secara individu kepada
karyawan dan kuesioner yang berhubungan dengan kepuasan kerja,
yang meliputi faktor kepuasan finansial, faktor sosial, faktor fisik dan
faktor psikologis yang disebar pada responden untuk dijawab sesuai
dengan keadaan yang sesungguhnya. Dengan metode ini dapat
diketahui secara mendalam mengenai bagaimana sikap karyawan
terhadap berbagai aspek pekerjaan.
Sumber: Siagian (1986:25); Gilmer (dalam As’ad 1999:114); Caugemi dan Calaypool (dalam As’ad 1999:115) dikembangkan dalam penelitian ini
Gambar II.2
Indikator-indikator Kepuasan Kerja
Kepuasan fisik
Kepuasan Sosial
Kepuasan Psikologis
5. Kinerja
a. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan suatu konsep yang bersifat universal yang
merupakan efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi,
dan karyawannya berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka
kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam memainkan
peran yang mereka lakukan di dalam suatu organisasi untuk memenuhi
standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan hasil dan
tindakan yang diinginkan (Winardi, 1996:44).
Kinerja karyawan secara umum merupakan hasil yang dicapai oleh
karyawan dalam bekerja yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu.
Robbins (1996:13) lebih lanjut mendefinisikan kinerja sebagai fungsi
hasil interaksi antara kemampuan dan motivasi. Maksud dan tujuan
kinerja adalah menyusun sasaran yang berguna, tidak hanya bagi evaluasi
kinerja pada akhir periode tertentu, melainkan hasil proses kerja
sepanjang periode tersebut (Simamora, 1997:56).
Dessler (1992:2) memberikan pengertian yang lain tentang kinerja
yaitu merupakan perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata
dengan standar kerja yang ditetapkan dan kinerja itu sendiri lebih
Menurut Mathis dan Jackson (2002:78) kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan.
Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan
kontribusi kepada organisasi.
Menurut Mangkunegara (dalam Koesmono 2005:67) kinerja
didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat
dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Cascio (dalam Koesmono
2005:275) mengatakan bahwa kinerja merupakan prestasi karyawan dari
tugas-tugasnya yang telah ditetapkan.
Soeprihantono (dalam Koesmono 2005:7) mengatakan bahwa
kinerja merupakan hasil pekerjaan seorang karyawan selama periode
tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standard,
target yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Sedangkan menurut Prawirosentono (dalam Koesmono 2005:2)
kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi
yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
b. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja karyawan merupakan proses organisasi yang
mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penilaian kinerja karyawan, yaitu:
1)Karakteristik situasi
2)Deskripsi dan spesifikasi pekerjaan
3)Tujuan penilaian kinerja.
c. Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja dibagi menjadi dua, yaitu:
1)Tujuan evaluasi
Penilaian kinerja ini dilakukan untuk menilai kinerja dan berguna
dalam pengambilan keputusan tentang perilaku dan kinerja karyawan.
2)Tujuan pengembangan
Tujuan dari penilaian kinerja adalah sesuatu yang menghasilkan
informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan perilaku dan
kinerja karyawan.
d. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan
Hal ini dirasa sangat penting bagi organisasi dalam pengambilan
keputusan mengenai identifikasi kebutuhan program pendidikan dan
pelatihan, rekruitmen, seleksi, program pengenalan, penempatan,
promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari proses manajemen
Manfaat penilaian kinerja bagi karyawan baru adalah memberikan
kepastian apakah mereka mampu untuk terus bergabung dengan
organisasi atau tidak. Untuk karyawan lama, memberikan kepastian
mengenai kelemahan dan kekuatan mereka. Untuk departemen sumber
daya manusia manfaat penilaian kinerja adalah memberikan umpan balik
dalam perencanaan sumber daya manusia untuk organisasi.
e. Pengukuran Kinerja
Metode yang digunakan dalam pengukuran kinerja karyawan adalah:
1) Rangking adalah metode pengukuran kinerja karyawan dengan cara
membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lain
untuk menentukan siapa yang lebih baik.
2) Perbandingan Karyawan dengan Karyawan, suatu cara untuk
memisahkan penilaian seseorang ke dalam berbagai faktor.
3) Granding adalah suatu cara penukuran kinerja karyawan dari tiap
karyawan yang kemudian dibandingkan dengan definisi
masing-masing kategori untuk dimasukkan kedalam salah satu kategori yang
telah ditentukan.
4) Skala Grafis adalah metode yang menilai baik atau tidaknya
pekerjaan seseorang karyawan berdasarkan faktor-faktor yang
dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan tersebut, seperti
kualitas dan kuantitas kerja, keterampilan kerja, tanggungjawab
5) Checklist adalah metode penilaian yang bukan sebagai penilai
karyawan tetapi hanya sekedar melaporkan tingkah laku karyawan.
Hasibuan (2001:94) mengungkapkan ada sebelas indikator variabel
kinerja, yaitu: kesetiaan, prestasi kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreatifitas,
kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan dan tanggung
jawab.
Sedangkan menurut Dessler (1992:329) ada enam indikator variabel
kinerja, yaitu: kualitas, produktivitas, pengetahuan mengenai pekerjaan,
kepercayaan, ketersediaan dan kebebasan.
Dan di dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga di antara indikator
yang dikemukakan oleh dua tokoh di atas, yaitu: kualitas, kerjasama dan
tanggung jawab.
Penjelasan masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kualitas
Kualitas kerja mengacu pada kualitas sumber daya manusia. Sangatlah
mustahil menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tanpa melalui
manusia dan produk yang berkualitas pula.
2) Kerjasama
Kerjasama sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat dipisahkan
dari komunitasnya dan setiap orang di dunia ini tidak ada yang dapat
berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk memenuhi
melakukan interaksi dengan lingkungannya, baik antar manusia
maupun dengan makhluk hidup lainnya.
3) Tanggung jawab
Tanggung jawab (responsibility) adalah perasaan menjadi pimpinan
bagi diri sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang semua keputusan
yang diambil, ketika karyawan mendapat suatu pekerjaan, karyawan
yang bersangkutan mengetahui bahwa itu adalah pekerjaannya.
f. Tujuan Pengukuran Kinerja
Tujuan mengevaluasi kinerja karyawan dapat dikategorikan menjadi dua
tujuan pokok, yaitu:
1) Tujuan administrasi pengambilan keputusan promosi dan mutasi,
seperti untuk menentukan jenis latihan kerja yang dibutuhkan,
kriteria seleksi, promosi, penempatan, mutasi dan metode
pembayaran gaji.
2) Tujuan individual employee development, yang meliputi sebagai alat
ukur untuk mengidentifikasi kelemahan individu yang dapat
dijadikan untuk memperbaiki kecakapan kerja, mendapatkan kinerja
yang baik, melihat kelemahan di masa lalu guna meningkatkan
kemampuan karyawan selanjutnya, juga mendorong atasan untuk
mengobservasi bawahannya untuk mengetahui kebutuhan dan minat
Sumber: Hasibuan (2001:94) dan Dessler (1992:329) dikembangkan dalam penelitian ini
Gambar II.3
Indikator-indikator Kinerja
6. SEM (Structural Equation Modeling)
SEM adalah teknik multivarian dikombinasikan dengan aspek regresi
berganda dan analisis faktor untuk menilai sebuah rangkaian dari interelasi
ketergantungan hubungan secara bersama. SEM meliputi segala kelompok
dari model yang dikenal dengan banyak nama, antara lain analisis structur
covariant, latent variable analysis, confirmatory factor analysis, dan AMOS
analysis. Akibat dari sebuah evolusi dalam multiequation modeling
dibangun dari prinsip-prinsip ekonomi matematika dan digabung dengan
prinsip dalam ukuran psikologi dan sosiologi. SEM telah muncul sebagai
alat integral dalam pengelolaan dan riset akademi.
Model persamaan struktural SEM adalah sekumpulan teknik-teknik
statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang
relatif “rumit” secara simultan. Hubungan yang rumit itu dapat dibangun
antara satu atau beberapa variabel yang dipengaruhi (dependent) dengan
satu atau beberapa variabel yang mempengaruhi (independent).
Manfaat SEM sebagai berikut: Kerjasama
Tanggungjawab
a. Mengkonfirmasikan unidimensionalitas dari berbagai indikator untuk
sebuah dimensi, konstruk atau konseptual.
b. Menguji kesesuaian atau ketepatan sebuah model berdasarkan model
empiris yang diteliti.
c. Menguji kesesuaian model sekaligus hubungan kausalitas antara faktor
yang dibangun atau diamati dalam model tersebut.
Sedangkan digunakannya program AMOS dalam penelitian ini dikarenakan
mempunyai kemampuan untuk:
a. Memperkirakan koefisien yang tidak diketahui dari persamaan struktural
linear.
b. Mencakup model yang memuat variabel-variabel laten
c. Memuat pengukuran kesalahan (error) baik pada variabel dependen dan
independen
d. Mengukur efek langsung dan tidak langsung dari variabel dependen dan
variabel independen
e.Memuat hubungan sebab akibat yang timbal balik, persamaan
(simultaenity) dan interdependensi.
Beberapa konversi yang berlaku dalam diagram SEM, adalah:
a. Variabel terukur (measured variable)
Variabel ini disebut juga observed variables, indicator variables
atau manifest variables, digambarkan dalam bentuk segi empat atau
bujur sangkar. Variabel terukur adalah variabel yang datanya harus
b. Faktor
Faktor adalah sebuah variabel bentukan, yang dibentuk melalui
indikator-indikator yang diamati dalam dunia nyata. Karena merupakan
variabel bentukan, maka disebut latent variables. Nama lain untuk
latent variables adalah construct atau unobserved variables. Faktor atau
konstruk atau variabel laten ini digambarkan dalam bentuk lingkar atau
oval atau elips.
c. Hubungan antar variabel
Hubungan antar variabel dinyatakan melalui garis. Karena itu bila tidak
ada garis berarti tidak ada hubungan langsung yang dihipotesakan.
Untuk membuat pemodelan SEM yang lengkap, perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengembangan Model Berbasis Teori
Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah
pencarian atau pengembangan sebuah model yang mempunyai
justifikasi teoretis yang kuat. Seorang peneliti harus melakukan
serangkaian telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi
atas model teoritis yang dikembangkan. Setelah itu, model tersebut
divalidasi secara empirik melalui komputasi program SEM. Tanpa
dasar yang kuat SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena
SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model, tetapi
b. Pengembangan Diagram Alur (path diagram)
Pada langkah kedua, model teoretis yang telah dibangunnya pada
langkah pertama akan digambarkan dalam sebuah path diagram. Path
diagram tersebut akan mempermudah melihat hubungan-hubungan
kausalitas yang ingin diuji. Sedemikian jauh, diketahui bahwa
hubungan-hubungan kausal biasanya dinyatakan dalam bentuk
persamaan. Tetapi dalam SEM hubungan kausalitas itu cukup
digambarkan dalam sebuah path diagram dan selanjutnya bahasa
program akan mengkonversi gambar-gambar persamaan dan persamaan
menjadi estimasi.
Konstruk-konstruk yang dibangun dalam diagram alur, yaitu:
1) Konstruk Eksogen (exogenous constructs)
Konstruk eksogen dikenal juga sebagai “source variables” atau
“independent variables” yang tidak diprediksi oleh variabel yang
lain dalam model.
2) Konstruk Endogen (endogenous constructs)
Konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu
atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu
atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk eksogen
c. Konversi Diagram Alur ke dalam Persamaan Struktural dan Spesifikasi
Model Pengukuran.
Setelah teoretis dikembangkan dan digambarkan dalam sebuah diagram
alur, peneliti dapat mulai mengkonversi spesifikasi model tersebut
kedalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibangun akan terdiri
dari:
1) Persamaan-persamaan struktural (structural equations).
Persamaan ini dirumuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas
antar berbagai konstruk.
Ghozali (2011:24) mengemukakan bahwa persamaan struktural pada
dasarnya dibangun dengan pedoman berikut ini:
Variabel Endogen = Variabel Eksogen + Error
2) Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model).
Pada spesifikasi itu peneliti menentukan variabel mana mengukur
konstruk mana, serta menentukan serangkaian matriks yang
menunjukkan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau
variabel.
d. Pemilihan Matrik Input dan Teknik Estimasi Model yang Dibangun.
Perbedaan SEM dengan teknik-teknik multivariant lainnya
adalah dalam input data yang digunakan dalam permodelan dan
estimasinya. SEM hanya menggunakan matriks varians atau kovarians
atau matrik korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang
Observasi individual tentu saja digunakan dalam program ini,
tetapi input-input itu akan segera dikonversi ke dalam bentuk matriks
kovarians atau matriks korelasi sebelum estimasi dilakukan. Hal ini
karena fokus SEM bukanlah pada data individual tetapi pada pola
hubungan antar responden.
Walaupun disampaikan bahwa observasi individual tidak menjadi
input analisis, tetapi ukuran sampel memegang peranan penting dalam
estimasi dan interpretasi hasil-hasil SEM. Ukuran sampel sebagaimana
dalam metode-metode statistik lainnya menghasilkan dasar untuk
mengestimasi kesalahan sampling.
Pedoman ukuran sampel adalah sebagai berikut:
1) Untuk teknik maximum Likelihood Estimation adalah 100–200
sampel.
2) Pedomannya adalah 5–10 kali jumlah parameter yang diestmasi.
3) Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5–10. Bila terdapat 20
indikator, besarnya sampel adalah antara 100–200.
4) Bila sampelnya sangat besar, maka peneliti dapat memilih teknik
estimasi. Misalnya bila jumlah sampai di atas 2500, dapat
menggunakan teknik estimasi ADF (Asymptotically Distribution
Setelah model dikembangkan dan input data di pilih, peneliti
harus memilih program komputer yang dapat digunakan untuk
mengestimasi modelnya. Terdapat banyak program antara lain
LISREL, EQS, COSAM, PLS dan AMOS. AMOS yang telah sampai
pada versi AMOS 19.00 merupakan salah satu program yang handal
untuk analisis model kausalitas ini dan program AMOS saat ini berada
di bawah bendera SPSS menggantikan kedudukan LISREL yang
sebelumnya dinaungi oleh SPSS. Ada pakar yang menyatakan saat ini
program AMOS adalah program yang tercanggih dan mudah untuk
digunakan. Teknik estimasi yang tersedia dalam AMOS 19.00 adalah
sebagai berikut:
1) Maximum Likelihood Estimation (ML)
2) Generalized Least Square Estimation (GLS)
3) Unweighted Least Square Estimation (ULS)
4) Scale Free Least Square Estimation (SLS)
5) Asymptotically Distribution-Free Estimation (ADF)
e. Menilai Problem Identifikasi
Pada program komputer yang digunakan untuk estimasi model
kausal ini, salah satu masalah yang akan dihadapi adalah masalah
identifikasi (identification problem). Problem identifikasi pada
prinsipnya adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang
dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Bila setiap kali
dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan banyak konstruk.
Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala berikut ini:
1) Standard error untuk salah satu atau beberapa koefisien adalah
sangat besar.
2) Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang
seharusnya disajikan.
3) Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang
negatif.
4) Munculnya korelasi yang sangat tinggi antar koefisien estimasi yang
didapat (misalnya lebih dari 0.9).
f. Kesesuaian Kriteria Goodness-of-fit
Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi, malalui telaah
terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit. Untuk itu tindakan pertama
yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan
dapat memenuhi asumsi-asumsi SEM yaitu ukuran sampel, normalitas
dan linearitas, outlier, dan multikolinearity serta singularity.
Setelah itu melakukan uji kesesuaian dan cut of valuenya yang
digunakan untuk menguji apakah sebuah model diterima atau ditolak.
Penjelasan-penjelasan mengenai asumsi-asumsi yang harus dipenuhi
dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis
1) Ukuran Sampel
Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan ini adalah
minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan
perbandingan 5 observasi untuk setiap estimated parameter. Karena
itu bila kita mengembangkan model dengan 20 parameter, maka
minimum sampel yang harus digunakan adalah sebanyak 100
sampel.
2) Normalitas dan Linearitas
Sebaran data harus di analisis untuk melihat apakah asumsi
normalitas dipenuhi sehingga data dapat diolah lebih lanjut untuk
pemodelan SEM ini. Normalitas dapat di uji dengan melihat gambar
histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik. Uji
normalitas ini perlu dilakukan baik untuk normalitas terhadap data
tunggal maupun normalitas multivariat dimana beberapa variabel
digunakan sekaligus dalam analisis akhir. Uji linearitas dapat
dilakukan dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan
memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk
menduga ada tidaknya linearitas.
3) Outliers
Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim
baik secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena
kombinasi kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat
treatment khusus pada outlier ini asal diketahui bagaimana
munculnya outliers itu.
4) Multicollinearity dan singularity
Multikolinearitas dapat di deteksi dari determinan matriks
kovarians. Nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil
(extremely small) memberi indikasi adanya problem
multikolinearitas atau singularitas.
Setelah memenuhi asumsi-asumsi SEM, maka selanjutnya adalah
menentukan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
pengaruh-pengaruh yang ditampilkan dalam model melalui Uji Kesesuaian dan Uji
Statistik yang dilakukan melalui pengujian:
1) X² – Chi Square statistic
Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah
likelihoodratio Chi-square statistic. Model yang diuji akan dipandang
baik atau memuaskan bila nilai chi-square nya rendah. Semakin kecil
nilai X² semakin baik model itu (karena dalam uji beda chi-square, X²
= 0, berarti benar-benar tidak ada perbedaan, H0 diterima) dan diterima
berdasarkan probabilitas dengan cut-off value sebesar p > 0.05 atau p >
0.10 (Hulland, Chow, & Lam dalam Ferdinand, 2002:56).
2) Probability
Probability adalah uji signifikansi terhadap perbedaan matriks kovarian
data dan matrik kovarians yang diestimasi. Nilai probability diharapkan
3) RMSEA – The Root Mean Square Error of Approximation
RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk
mengkompensasi chi-square statistic dalam sampel yang besar
(Baumgartner dan Homburg dalam Ferdinand, 2002:56). Nilai RMSEA
menunjukkan goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila model
diestimasi dalam populasi (Hair et al dalam Ferdinand, 2002:56).
Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan
indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close
fit dari model itu berdasarkan degrees of freedom (Browne dan Cudeck
dalam Ferdinand, 2002:56).
4) GFI – Goodness of Fit Index
Indeks kesesuaian (fit indeks) ini akan menghitung proporsi
tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel yang
dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasikan (Bentler
dan Tanaka & Huba dalam Ferdinand, 2002:57).
GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang mempunyai
rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai
yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah better fit.
5) AGFI – Adjusted Goodness-of-Fit Index
Tanaka & Huba (dalam Ferdinand, 2002:57) menyatakan bahwa
GFI adalah analog dari R² dalam regresi berganda. Fit index ini dapat di
db
d
diterima tidaknya model (Arbuckle dalam Ferdinand, 2002:57). Indeks
ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
AFGI = 1- (1- GFI)
Dimana :
=
=
jumlah – sampel – momentsd = deg ress – of – freedom
Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI
mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,90 (Hair et al dan
Hulland et al dalam Ferdinand, 2002:57-58). Perlu diketahui bahwa
GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi
tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai
sebesar 0,95 dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang baik, good
overall model fit (baik) sedangkan besaran nilai antara 0,90 – 0,95
menunjukkan tingkatan cukup adequate fit (Hulland et al dalam
Ferdinand, 2002:58).
6) CMIN/DF
The minimum sample discrepancy function (CMIN) dibagi
dengan degree of freedom nya akan menghasilkan indeks CMIN/DF,
yang umumnya dilaporkan oleh para peneliti sebagai salah satu
indikator untuk mengukur tingkat fit nya sebuah model. Dalam hal ini
sehingga disebut X²-relatif. Bila nilai X² relatif kurang dari 2,0 atau
bahkan kadang kurang dari 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara
model dan data (Arbuckle dalam Ferdinand, 2002:58).
7) TLI – Tucker Lewis Index
TLI adalah sebuah alternatif incremental fit indeks yang
membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline
model (Baumgartner & Homburg dalam Ferdinand, 2002:59). Nilai
yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model
adalah penerimaan ≥ 0,95 (Hair et al dalam Ferdinand, 2002: 59-60)
dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a verry good fit
(Arbuckle dalam Ferdinand, 2002: 60). Indeks ini diperoleh dengan
rumus sebagai berikut :
Cb/db – c/d TLI =
Cb/db
– 1
Dimana C adalah diskrepansi dari model yang dievaluasi dan d
adalah degrees of freedom nya, sementara cb dan db adalah diskrepansi
dan degrees of freedom dari baseline model yang dijadikan
pembanding.
8) CFI – Comparative Fit Index
Besaran indeks ini adalah rentang nilai sebesar 0-1, dimana
semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi a
verry good fit (Arbuckle dalam Ferdinand, 2002:60). Nilai yang
bahwa indeks ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel
karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah
model (Hulland et al dan Tanaka dalam Ferdinand, 2002:60). Indeks
CFI adalah identik dengan (RNI) Relative Noncentrality index
(MCDonald dan Marsh dalam Ferdinand, 2002:60). Diperoleh dengan
rumus sebagai berikut ini:
CFI = RNI = 1 – (C-d/Cb-db)
Dalam penilaian model, indeks TLI dan CFI sangat dianjurkan
untuk digunakan karena indeks ini relatif tidak sensitif terhadap
besarnya sampel dan kurang dipengaruhi pula oleh kerumitan model
(Hulland et al dalam Ferdinand, 2002: 61). Dengan demikian indeks
yang dapat digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model adalah
seperti yang diringkas dalam tabel II.1 berikut ini:
Tabel II.1 Goodness- of- fit Indices
g. Mengintepretasikan dan Memodifikasi Model
Langkah terakhir adalah mengintepretasikan model dan
memodifikasikan model bagi model-model yang tidak memenuhi
syarat pengujian yang dilakukan. Setelah model diestimasi, residualnya
haruslah kecil atau mendekati nol dan distribusi frekuensi dari kovarian
residual harus bersifat simetrik (Tabachnick & Fidell dalam Ferdinand,
2002:64). Pedoman untuk mempertimbangkan perlu tidaknya
modifikasi sebuah model yaitu dengan melihat jumlah residual yang
dihasilkan oleh model. Batas keamanan untuk jumlah residual adalah
5%.
B. Penelitian- penelitian Sebelumnya
1. Koesmono (2005) mengadakan penelitian terhadap karyawan dari
lima perusahaan pengolahan kayu berskala menengah dilima kota yaitu,
Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto dan Pasuruan. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi dan
kepuasan kerja serta kinerja karyawan pada sub sektor industri pengolahan
kayu skala menengah di Jawa Timur. Hasil penelitiannya ini adalah terdapat
hubungan kausalitas bahwa pengaruh yang terbesar yaitu motivasi terhadap
kepuasan kerja, urutan berikutnya budaya organisasi terhadap motivasi dan
motivasi terhadap kinerja, budaya organisasi terhadap kinerja dan budaya
organisasi terhadap kepuasan kerja, dan yang terakhir adalah kepuasan kerja
2. Sutanto (2002) melakukan penelitian yang hasilnya bahwa budaya
organisasi memiliki peran yang penting dalam peningkatan kinerja
karyawan. Efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan
budaya yang kuat, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi.
Organisasi yang berbudaya kuat akan mempunyai ciri khas tertentu sehinga
dapat memberikan daya tarik bagi individu untuk bergabung.
C. Kerangka Teoretik Penelitian
Untuk memudahkan memahami penelitian ini, maka penulis kemukakan
kerangka teoretik sebagai berikut:
Gambar II.4
Kerangka Teoretik Penelitian Budaya
Organisasi
Kepuasan Kerja
D. Hipotesis
Hipotesis dapat dianggap sebagai jawaban sementara dari penelitian sampai
dibuktikan dengan data yang terkumpul. Berdasarkan permasalahan di atas,
penulis dapat merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: Budaya organisasi yang kuat dapat membentuk identitas organisasi yang
memberikan keunggulan kompetitif, apabila budaya organisasi tercipta
dengan baik, maka dapat mendorong timbulnya kinerja karyawan yang
lebih baik. Jadi Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja.
H2: Budaya organisasi yang kuat dapat membentuk identitas organisasi yang
memberikan keunggulan kompetitif dan apabila hal itu dipelihara secara
berkesinambungan maka kinerja akan lebih baik lagi, dan kepuasan kerja
kan dirasa oleh karyawan. Jadi Budaya Organisasi berpengaruh terhadap
Kepuasan Kerja.
H3: Kepuasan kerja merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan
mempengaruhi semangat kerja. Keberhasilan seseorang dalam bekerja,
akan secara langsung mempengaruhi prestasi kerjanya di kemudian hari.
Dengan tercapainya kepuasan kerja, kinerja pun akan meningkat. Jadi
47
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan keseluruhan dari prosedur dan alat yang
digunakan dalam penelitian. Penentuan metode penelitian menjadi penting
karena akan digunakan untuk menentukan jawaban dari permasalahan
penelitian.
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang ada,
karakteristik masalah yang diteliti dalam penelitian ini dapat
diklasifikasikan sebagai penelitian studi korelasional. Tetapi berdasarkan
responden, penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai penelitian studi
kasus.
Peneliti melaksanakan kegiatan penelitian terhadap fakta yang terjadi
saat ini dari suatu populasi karyawan di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, dari data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis dan
ditarik kesimpulan. Penelitian ini menyajikan sampai sejauh mana pengaruh
budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja.
B. Subyek dan Obyek Penelitian
1. Subyek penelitian
Subyek penelitian adalah orang yang menjadi responden yang diberi
pernyataan untuk mendapat informasi bagi penulis. Dalam penelitian ini
subyek penelitian adalah para karyawan Administratif Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta bagian fungsi penunjang.
2. Obyek penelitian
Obyek penelitian adalah variabel yang diteliti oleh penulis. Obyek
penelitian dalam studi kasus ini adalah:
a) Budaya organisasi
b) Kepuasan kerja
c) Kinerja
C. Waktu dan Lokasi
1. Lokasi penelitian
Penulis melakukan penelitian di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Waktu penelitian