• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT PISANG BEBAS PENYAKIT LAYU FUSARIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TEKNIK PERBANYAKAN BIBIT PISANG BEBAS PENYAKIT LAYU FUSARIUM"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1* I Made Sudantha dan 1 Suwardji

Tujuan dari IbM ini adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan

anggota kelompok tani dalam pembuatan biofungisida dan biokompos dari bahan-bahan yang tersedia di lapangan. Selain itu untuk meningkatkan keterampilan anggota kelompok tani dalam penerapan biofungisida dan biokompos untuk penyediaan dan penanaman bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium di lahan kering. meningkatkan ketahanan terinduksi bibit pisang terhadap penyakit layu Fusarium. Metode kegiatan yang digunakan dalam pengabdian pada masyarakat ini adalah Metode Andragogi atau Metode Pendidikan Orang Dewasa. Pemberian materi menggunakan metode ceramah dan diskusi yang dilakukan di Pondok Pertemuan Kelompok Tani Desa Montong Are Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat. Praktek lapang menggunakan metode pelatihan dan pendampingan yang dilakukan di lahan kering milik anggota kelompok tani. Kegiatan IbM ini diikuti oleh 10 orang anggota Gapoktan Montong Are Bersatu

dan Kelompok Tani Tumbuh Jaya. Hasil kegiatan IbM ini antara lain pengetahuan dan

keterampilan anggota kelompok tani peserta menjadi meningkat tentang teknik pembuatan biofungisida, biokompos, bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium dan teknik budidaya tanaman pisang di lahan kering. Anggota kelompok tani peserta telah mampu membuat sendiri biofungisida dan biokompos dan mengaplikasikan untuk bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium dan budidaya tanaman pisang di lahan kering.

_______________________________________________

Kata Kunci: biofungisida, biokompos, Fusarium, pisang, lahan kering

PENDAHULUAN

Gabungan Kelompok Tani Montong Are Bersatu dan Kelompok Tani Tumbuh

Jaya merupakan dua Kelompok Tani yang ada di Desa Montong Are Kecamatan

Kediri Kabupaten Lombok Barat yang bergerak dalam usaha budidaya tanaman. Salah

satu tanaman yang dikembangkan oleh kelompok tani ini adalah tanaman pisang.

Tanaman pisang diusahakan oleh petani untuk memenuhi gizi keluarga dan

masyarakat. Buah pisang dikonsumsi dalam keadaan segar atau bahan olahan seperti

(2)

atau jantung pisang dapat dijadikan sayur. Daun pisang dapat digunakan untuk

membungkus kue atau barang jualan di pasar.

Salah satu kendala dalam usaha pengembangan tanaman pisang untuk

meningkatkan mutu dan produksi di Desa ini adalah adanya penyakit layu Fusarium

yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f. sp. cubense. Penyakit layu

Fusarium ini dijumpai hampir di seluruh tanaman pisang di Desa ini dan

menyebabkan produksi buah pisang dan luas pertanaman pisang menjadi berkurang.

Penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang mulai terjadi di Kabupaten

Lombok Barat termasuk Desa Montong Are pada tahun 1994. Akibat dari adanya

penyakit ini terjadi pengurangan luas tanaman pisang. Pada tahun 2002 luas tanaman

pisang sekitar 100 ha dan pada tahun 2011 menurun menjadi 50 ha atau terjadi

pengurangan luas tanaman pisang sekitar 50 %. Demikian pula terjadi penurunan

produksi buah pisang, yaitu pada tahun 2002 sebanyak 8.000 ton dan pada tahun 2011

menurun menjadi sebanyak 6.000 ton atau terjadi penurunan sekitar 25 %.

Intensitas keparahan penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang di Kebun

pisang Kabupaten Lombok Barat rata-rata 24,80 %. Varietas pisang yang mengalami

kerusakan yang terberat akibat penyakit layu Fusarium adalah varietas kepok rata-rata

85,10 %, varietas susu rata-rata 21,70 %, varietas hijau rata-rata 15,30 % dan varietas

ketip rata-rata 10,20 %.

Sampai saat ini penyakit layu Fusarium merupakan salah satu penyakit pada

tanaman pisang yang sulit dikendalikan, karena jamur F. oxysporum f. sp. cubense

memiliki struktur bertahan berupa klamidospora yang dapat bertahan dalam tanah

sebagai saprofit dalam waktu relatif lama sekitar tiga sampai empat tahun walau tanpa

tanaman inang. Selain itu sulitnya pengendalian penyakit ini disebabkan karena

penularannya melalui bibit pisang yang sudah terinfeksi, sehingga penyebarannya

menjadi cepat dan meluas. Pengendalian penyakit layu Fusarium di Desa ini

dilakukan dengan penyemprotan fungisida dan eradikasi, namun belum mampu

mengendalikan penyakit ini. Informasi tentang keragaman varietas pisang terhadap

(3)

pengendalian secara hayati menggunakan biokfungisida dan biokompos hasil

fermentasi jamur saprofit dan endofit antagonis Trichoderma spp. serta penyediaan

bibit bebas penyakit layu Fusarium.

Permasalahan yang dihadapi oleh Gapoktan Montong Are Bersatu dan

Kelompok Tani Tumbuh Jaya dalam pengembangan tanaman pisang adalah:

1. Sulit mendapatkan bibit pisang bermutu dan sehat (bebas dari penyakit layu

Fusarium), sebagian besar tanaman induk sudah terinfeksi penyakit layu Fusarium.

2. Belum dipahami teknik pembuatan biofungisida dan biokompos secara benar

3. Belum dipahami teknik pembibitan pisang yang baik

4. Belum dipahami teknik budidaya tanaman pisang yang benar

Salah satu syarat penting untuk meningkatkan produksi dan kualitas buah

pisang, maka keempat permasalahan di atas harus dapat diatasi oleh kelompok tani

pisang. Telah diketahui bahwa bibit bermutu adalah bibit yang sifat unggulnya sama

dengan induknya, sedang bibit sehat adalah bibit yang bebas penyakit layu Fusarium

dan dapat menjamin produksi yang tinggi. Pengembangan pisang dalam skala besar

atau di tingkat petani memerlukan teknik pembibitan yang benar untuk mendapatkan

bibit bermutu dan sehat.

Berdasarkan analisis situasi tersebut maka dilakukan IbM dengan tujuan untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan anggota kelompok tani dalam

pembuatan biofungisida dan biokompos dari bahan-bahan yang tersedia di lapangan.

Meningkatkan keterampilan anggota kelompok tanai dalam penerapan biofungisida

dan biokompos untuk meningkatkan ketahanan terinduksi bibit pisang terhadap

penyakit layu Fusarium. Meningkatkan keterampilan anggota kelompok tanai dalam

budidaya tanaman pisang bebas penyakit layu Fusarium di lahan kering.

METODE PELAKSANAAN

Metode kegiatan yang digunakan dalam Diklat ini adalah Metode Andragogi

atau Metode Pendidikan Orang Dewasa (POD) seperti yang tampak pada diagram alir

(4)

Tahapan-tahapan Diklat yang diterapkan kepada Gapoktan Montong Are

Bersatu dan Tumbuh Jaya di Desa Montong Are Kecamatan Kediri sebagai berikut:

1. Untuk kelompok Tani Tumbuh Jaya (jumlah anggota/kader yang dilatih 5 orang)

(5)

lahan kering.

2. Praktek lapang tentang teknik pembuatan biofungisida, teknik pembuatan

biokompos, teknik perbanyakan bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium dan

teknik budidaya tanaman pisang di lahan kering.

Evaluasi untuk mengukur keberhasilan kegiatan IbM ini dilakukan terhadap:

1. Respon peserta pada saat penyampaian teori, penilaian akan dilakukan dengan cara

pemberian pre-test dan post-test tertulis pada saat sebelum pemberian teori dan

setelah pemberian teori.

2. Respon peserta pada saat pelaksanaan praktek pembuatan biofungisida, biokompos,

pembibitan pisang bebas penyakit layu Fusarium dan teknik budidaya tanaman

pisang di lahan kering.

Target dari kegiatan IbM ini adalah:

1. Target terhadap petani adalah dapat membuat secara mandiri biofungisida,

biokompos, bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium dan teknik budidaya pisang

di lahan kering (Tabel 1).

2. Target IbM ini berupa Potensi Paten, Publikasi Nasional, Teknologi Tepat Guna

(Model Pembuatan Biofungisida, Biokompos, Perbanyakan Bibit Pisang Bebas

Penyakit Layu Fusarium dan Budidaya Tanaman Pisang di Lahan Kering) dan

Laporan.

Tabel 1. Target jumlah biofungisida, biokompos, bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium yang dibuat dan jumlah bibit yang ditanam di lahan kering.

(6)

HASIL KEGIATAN

Kegiatan IbM ini dilaksanakan di Pondok Pertemuan Gapoktan Montong Are

Bersatu yang diikuti oleh 5 orang anggota dan 5 orang anggota Kelompok Tani

Tumbuh Jaya, nama-nama peserta disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nama-nama anggota Gapoktan Montong Are Bersatu dan Kelompok Tani Tumbuh Jaya Desa Montong Are yang mengikuti kegiatan IbM

No. Nama Alamat

1. Hj. Rianah Gapoktan Montong Are Bersatu 2. Sanawi Gapoktan Montong Are Bersatu

3. Irwan Gapoktan Montong Are Bersatu

4. Humaidi Gapoktan Montong Are Bersatu

5. Hasbi Gapoktan Montong Are Bersatu

6. H. Mukhlis M.Z. Kelompok Tani Tumbuh Jaya 7. Siti Hari Elfa Kelompok Tani Tumbuh Jaya 8. Mas Huriadi Kelompok Tani Tumbuh Jaya

9. Kamran Kelompok Tani Tumbuh Jaya

10. Raisah Kelompok Tani Tumbuh Jaya

Metode kegiatan yang digunakan dalam Diklat IbM ini adalah Metode

Andragogi atau Metode Pendidikan Orang Dewasa (POD) yang dilakukan melalui

ceramah dan diskusi dengan pemberian 20 % teori-teori, yaitu:

1. Teknik pembuatan biofungisida dan teknik pembuatan biokompos disampaikan

oleh Prof. Dr. Ir. I Made Sudantha, MS.

2. Teknik perbanyakan bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium dan teknik budidaya

tanaman pisang di lahan kering disampaikan oleh Prof. Ir. Suwardji, M.App.Sc.,

Ph.D.

Pelaksanaan IbM dengan metode Diklat ini dilakukan di ruang pertemuan

Gapoktan Montong Are Bersatu Desa Montong Are Kecamatan Kediri Kabupaten

Lombok Barat pada tanggal 25 September 2013 yang dihadiri oleh 10 orang anggota

(7)

Gambar 1. Tim pelaksana pengabdian pada masyarakat pada saat memberikan materi penyuluhan

Gambar 2. Anggota kelompok tani peserta yang hadir pada saat pemberian materi penyuluhan

Diskusi yang berkembang pada saat penyampaian materi antara lain:

1. Permasalahan yang dihadapi oleh petani pada umumnya tentang sulitnya

pengendalian penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang. Selama ini petani

melakukan pengendalian dengan cara eradikasi yaitu pemusnahan tanaman pisang

dan bibit pisang yang sudah terinfeksi penyakit layu Fusarium.

2. Petani belum mengetahui cara pembuatan biofungisida dan biokompos secara

sederhana menggunakan bahan-bahan yang ada di lapangan.

3. Petani belum pernah menanam bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium dan

petani belum memahami kriteria dan ciri-ciri bibit pisang bebas penyakit layu

Fusarium.

(8)

seperti lahan pekarangan, lahan tegalan, lahan kebun dan lahan kering lainnya

untuk budidaya tanaman pisang.

5. Petani belum memahami teknik budidaya tanaman pisang berbasis pertanian

organik yang lebih mengutamakan penggunaan bahan-bahan alami seperti pupuk

kandang, biokompos, dan pestisida biologis.

Praktek lapang dalam kegiatan IbM ini mulai dilaksanakan pada tanggal 26

September sampai dengan 30 Oktober 2013 menggunakan metode pelatihan dan

pendampingan. Metode pelatihan dan pendampingan dilakukan melalui praktek

langsung yang dilakukan oleh anggota kelompok tani peserta, sedang tim pelaksana

hanya mendampingi selama praktek berlangsung. Praktek lapang dilaksanakan

dengan porsi 80 % materi praktek lapangan yang meliputi:

1. Pembuatan biofungisida dan pembuatan biokompos dilakukan langsung oleh

anggota Gapoktan Montong Are Bersatu yang didampingi oleh Prof. Dr. Ir. I

Made Sudantha, MS. dan Irfan Jayadi, SP.

2. Perbanyakan bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium dan teknik budidaya

tanaman pisang di lahan kering dilakukan langsung oleh anggota kelompok tani

Tumbuh Jaya yang didampingi oleh Prof. Dr. Ir. I Made Sudantha, MS. dan Prof.

Ir. Suwardji, Ph.D., Ph.D. serta Irfan Jayadi, SP.

Persiapan bahan-bahan pelatihan dipersiapkan di Laboratorium Produksi

Fakultas Pertanian Universitas Mataram dan persiapan praktek lapangan juga

dilakukan sejak bulan Juli sampai dengan bulan September 2013. Pelaksanaan IbM

dengan metode praktek lapangan dan pendampingan ini dilakukan di lahan kering

milik anggota kelompok tani di Desa Montong Are Kecamatan Kediri Kabupaten

Lombok Barat yang dimulai sejak tanggal 26 September sampai dengan 30 Oktober

(9)

Gambar 3. Biofungisida Formulasi Cair

Gambar 4. Biofungisida formulasi tablet dan serbuk

Praktek pembuatan biofungisida sederhana formulasi butiran yang dilakukan

oleh anggota kelompok tani peserta menggunakan substrat seresah daun kopi dan

tanah liat dengan prosedur sebagai berikut: Formulasi granula/butiran dibuat dengan

mencampur substrat daun kopi dengan tanah liat/clay steril masing-masing berukuran

2 mm dengan perbandingan 10:1 (v/v) sebanyak 200 g/ kantong plastik, kemudian

diinokulasi dengan suspensi biomasa konidia jamur T. harzianum isolat SAPRO-07.

Biofungisida yang dibuat oleh anggota kelompok tani peserta sebanyak 100 kg yang

digunakan untuk penyediaan bibit pisang bebas penyakitb layu Fusarium (Gambar 3

dan 4).

A B

(10)

Gambar 5. Persiapan larutan Biotrichon yang mengandung jamur T. harzianum

sebagai dekomposer pada pembuatan biokompos

(11)

Praktek pembuatan biokompos sederhana yang dilakukan oleh anggota

kelompok tani peserta menggunakan jerami padi dan kotoran sapi dengan prosedur

sebagai berikut: Jerami padi dan seresah daun yang digunakan untuk pembuatan

kompos dipotong-potong terlebih dahulu menjadi bagian yang lebih kecil, kemudian

dikeringkan. Selanjutnya bahan dikomposkan dengan cara yaitu menebarkan plastik

terpal, lalu mengatur media yang telah dibasahi setebal 30 cm, lalu di atasnya ditutupi

dengan suplemen berupa kotoran kuda dan dedak padi setebal 5 cm, kemudian

disiramkan dengan larutan Biotrihcon yaitu jamur saprofit T. harzianum isolat

SAPRO-07 secara merata sambil bahan kompos diaduk, sampai kandungan air

mencapai 30 - 40 %. Selanjutnya dibungkus rapat-rapat dan dibiarkan selama 2

minggu dengan pembalikan setelah 1 minggu. Cara membuat larutan Biotricon yaitu

dengan cara 50 g biakan jamur saprofit T. harzianum isolat SAPRO-07 dihancurkan

dalam 1 liter air, kemudian ditambahkan 2,5 g gula pasir. Kebutuhan bahan untuk 100

kg bahan kompos adalah 250 g Biotricon, 5 liter air bersih dan 12,5 g gula pasir.

Biokompos yang dibuat oleh anggota kelompok tani peserta sebanyak 500 kg yang

digunakan untuk penyediaan bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium (Gambar 5 –

6).

(12)

Gambar 9. Anakan pisang kepok dan pisang ketip yang digunakan untuk bibit bebas penyakit layu Fusarium

Gambar 10. Bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium yang ditanam dalam polibag setelah diperlakukan dengan biofungisida dan biokompos

Praktek perbanyakan bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium yang dilakukan

oleh anggota kelompok tani peserta yang didampingi oleh Tim Pelaksana Kegiatan dengan prosedur seperti yang tampak pada Gambar 8 – 10 sebagai berikut:

a. Pemilihan Bahan Bibit Tanaman

Menggunakan bonggol dari anakan yang berumur 3 - 8 bulan dan cara

pembibitan sebagai berikut: Anakan pisang dipisahkan dari induknya, lalu

dibersihkan dari akar dan tanah. Batang anakan dipotong dan disisakan 20 cm dari

(13)

dicairkan. Jumlah anakan pisang yang disiapkan sebanyak 100 anakan pisang yang

diambil dari tanaman induk yang terindikasi bebas penyakit layu Fusarium.

b. Sterilisasi Bahan.

Disiapkan air secukupnya dalam panci atau drum, dipanaskan sampai suhunya

mencapai sekitar 50o C, selanjutnya biofungisida Trichon dilarutkan sebanyak 2 ml

atau 2 gram per liter, kemudian diaduk agar larutan merata. Bibit atau bonggol mati

meristem direndam ke dalam larutan selama 15 - 20 menit, dan bibit diangkat dari

larutan dan ditiriskan pada tempat yang teduh. Sterilisasi diperlukan untuk mencegah

terbawanya penyakit layu Fusarium dari tempat pengambilan bonggol.

c. Media Pembibitan

Media pembibitan dibuat dari campuran tanah dan biokompos dengan

perbandingan 1 : 1. Media dimasukkan ke dalam polybag berdiameter 20 cm dan

tinggi 25 cm. Calon bibit dari media semaian yang telah berdaun 2 dipindahkan

ke media pemisahan (polybag). Bibit bebas penyakit layu Fusarium siap dipindah

kelapangan jika sudah terbentuk daun baru dan tinggi tanaman sekitar 75 cm.

(14)

Gambar 12. Tanaman pisang bebas penyakit layu Fusarium yang berhasil ditanam oleh anggota kelompok tani

(15)

Praktek budidaya tanaman pisang bebas penyakit layu Fusarium di lahan kering

yang dilakukan oleh anggota kelompok tani peserta yang didampingi oleh Tim

Pelaksana Kegiatan dengan prosedur seperti yang tampak pada Gambar 11 – 14

sebagai berikut:

a. Persiapan lahan

Lahan yang ditanami pisang dibersihkan dari gulma, rumput atau semak-semak.

Tanah yang masih padat digemburkan menggunakan pacul, kemudian dibuat

sengkedan terutama pada tanah miring dan dibuat juga saluran pengeluaran air.

b. Teknik Penanaman

Dibuat lubang tanam berukuran 30 x 30 x 30 cm dengan jarak tanam 3 x 3 m.

Tanah galian bagian atas dipisahkan dari bagian bawah. Tanah galian bagian atas

dicampur biokompos yang mengandung jamur T. harzianum isolat SAPRO-07. Bibit

pisang dimasukkan ke lubang tanam dengan posisi tegak, kemudian ditutup terlebih

dulu dengan tanah bagian atas yang sudah dicampur biokompos yang mengandung

jamur T. harzianum isolat SAPRO-07 dan siram dengan larutan biofungisida yang

mengandung jamur T. harzianum isolat SAPRO-07 sebanyak 5ml/ liter air.

c. Pemeliharaan Tanaman

Pemotongan anakan pisang dilakukan sedemikian rupa sehingga dalam satu

rumpun terdapat tiga anakan yang masing-masing berbeda umur (fase tumbuhan).

Penyiangan dilakukan bersamaan dengan penggemburan dan penimbunan tanah.

Daun pisang yang kering dipangkas. Pengairan dilakukan dengan cara disiram atau

mengisi parit saluran air. Untuk menjaga lahan tetap lembab dipasang mulsa berupa

daun kering ataupun basah.

Ada beberapa faktor pendorong yang dapat digunakan sebagai indikator

keberhasilan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini, yaitu: (a) Respon anggota

kelompok tani peserta yang kuat dan aktif selama kegiatan ini berlangsung, hal ini

sebagai indikasi bahwa para peserta mudah dan mau untuk mengadopsi teknologi

baru. (b) Tersedianya bahan-bahan alami yang murah dan mudah dicari di lapang serta

tersedia berlimpah seperti seperti seresah daun kopi dan tanah liat sebagai bahan dasar

pembuatan biofungisida, jerami padi dan pupuk kandang sapi sebagai bahan dasar

untuk pembuatan biokompos. (c) Tersedianya lahan kering yang cukup luas sebagai

(16)

biofungisida, biokompos dan bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium.

Ada beberapa faktor penghambat yang dapat menghambat prospek

pengembangan budidaya pisang di lahan kering, antara lain: (a) Kurangnya modal

usaha untuk perluasan budidaya pisang di lahan kering. (b) Kurangnya sarana dan

prasarana pendukung di kelompok tani apabila ingin melanjutkan pengembangan

biofungisida dan biokompos kearah komersial. (c) Kurang tersedianya air pengairan

terutama di musim kemarau untuk kebutuhan pengairan tanaman pisang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil kegiatan IbM yang dilaksanakan melalui metode Diklat maka

dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengetahuan dan keterampilan anggota Gapoktan Montong Are Bersatu dan

Kelompok Tani Tumbuh Jaya menjadi meningkat tentang teknik pembuatan

biofungisida, biokompos, bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium dan teknik

budidaya tanaman pisang di lahan kering yang ditunjukkan dengan respon peserta

dan diskusi pada saat penyampaian materi.

2. Anggota Gapoktan Montong Are Bersatu telah mampu membuat sendiri

biofungisida dan biokompos sederhana menggunakan bahan-bahan yang tersedia di

lapangan.

3. Anggota Kelompok Tani Tumbuh Jaya telah mampu mengaplikasikan biofungisida

dan biokompos pada bibit pisang sehingga bibit pisang menjadi meningkat

ketahanan terinduksinya terhadap penyakit layu Fusarium.

4. Keterampilan anggota Kelompok Tani Tumbuh Jaya telah meningkat dalam

penerapan budidaya tanaman pisang bebas penyakit layu Fusarium di lahan kering.

Berdasarkan hasil kegiatan IbM yang telah dilaksanakan, maka dapat disarankan

hal-hal sebagai berikut:

(17)

2. Perlu dipertimbangkan pembuatan biofungisida, biokompos dan bibit pisang bebas

penyakit layu Fusarium secara komersial dalam skala industri rumah tangga untuk

meningkatkan pendapatan Gapoktan Montong Are Bersatu dan Kelompok Tani

Tumbuh Jaya.

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan I Edisi Pertama. Bayumedia Publishing dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur – Indonesia. 137 hal.

Abd-El Moity, H. and M. N. Shatla.1981. Biological Control of White Rot Disease of Onion (Sclerotium cepivorum) by Trichoderma harzianum. Phytopathologiche Zeitschrift 100: 29 - 35.

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 485 hal.

Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB. 2007. Data Serangan OPT pada Tanaman Pisang. BPTPH NTB, Mataram.

Basuki. 1985. Peranan Belerang Sebagai Pemacu Pengendalian Biologi Penyakit Akar Putih Pada Karet. Disertasi Doktor, UGM Yogyakarta.

Booth, G. 1971. The Genus Fusarium. Commonwealth Mycological Institute. Kew, Surrey, England. 237 p.

Bharat, R., R. S. Upadhayay and A. K. Srivastava. 1988. Utilization of Cellulose and Gallic Acid by Litter Inhabiting Fungi and Its Possible Implication in Litter Decomposition of A Tropical Deciduous Forest, Pedobiologia. Dept. Bot. Banaes Hindu University, Varanasi, India.

Cook, R. J. and K. F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The American Phytopathol. Society, St. Paul MN. 539 p.

Domsch, K. H.; W. Gams and T. Anderson. 1980. Compendium of Soil Fungi. Academic Press. New York. 859 p.

Dinas Pertanian NTB, 2007. Data Perkembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura di NTB. Dinas Pertanian NTB, Mataram.

(18)

Hadar, Y.; I Chet and Y. Henis. 1979. Biological Control of Rhizoctonia solani

Damping-Off with Wheat Bran Culture of Trichoderma harzianum.

Phytopathology 69 ; 64 - 69.

Harman, G. E. and A. Taylor, 1988. Improved seedling performance by integration of biological kontrol agents at favourable pH levels with solid matrix priming. Phytopatholgy 78: 520 – 525.

Lumyong, S., P. Lumyong and K. D. Hyde, 2004. Endophytes. In Jones, E. B. G., M. Tantichareon and K. D. Hyde (Ed.), Thai Fungal Diversity. Published by BIOTEC Thailand and Biodiversity Research and Training Program (BRTI/TRF. Biotec). 197 – 212.

Papavizas, G. C. 1985. Trichoderma and Gliocladium: Biology, Ecology and Potential for Biocontrol. Ann. Rev. Phytopathology 23: 23 - 54.

Rifai, M. A. 1969. A revision of the marga Trichoderma. Commonwealth Mycological Institute, Mycol. Papers 116: 1 - 56.

Salisbury, F. B. and C. W. Ross, 1995. Fisiology Tumbuhan Jilid 3. Perkembangan tumbuhan dan fisiologi Tumbuhan (Terjemahan D. R. Lukman dan Sumaryono). Penerbit ITB Bandung.

Semangun, H. 1987. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 850 hal.

Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB. Disertasi Program Doktor Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Sudantha, I. M., I. G. M. Kusnarta, M. Rahayu dan I. N. Sudana. 2009. Karakterisasi dan Potensi Jamur Saprofit dan Endofit Antagonistik Untuk Meningkatkan Ketahanan Induksi Tanaman Pisang terhadap Penyakit Layu Fusarium di Nusa Tenggara Barat. Laporan Penelitian Kerjasama Kemitraan Pertanian Perguruan Tinggi (KKP3T) Badan Litbang Deptan, Mataram. 109 hal.

(19)

Trautman, N. and E. Olynciw, 1996. Compost microorganism. Cornell Composting. Science and Engineering. Cornell University. 16 hal.

(20)

Gambar

Tabel 1. Target jumlah biofungisida, biokompos, bibit pisang bebas penyakit layu Fusarium yang dibuat dan jumlah bibit yang ditanam di lahan kering
Tabel 2. Nama-nama anggota Gapoktan  Montong Are Bersatu dan Kelompok Tani Tumbuh Jaya Desa Montong Are yang mengikuti kegiatan IbM
Gambar 1. Tim pelaksana pengabdian pada masyarakat pada saat memberikan materi penyuluhan
Gambar 4. Biofungisida formulasi tablet dan serbuk
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kadar protein dan lipid pada mikroalgae spesies Spirulina platensis dan Botryococcus braunii sebagai pakan alami ikan

Dengan metode pendampingan tersebut, masyarakat diharapkan tidak hanya mengerti tentang tahapan pemasaran hasil produk pertanian, tetapi dapat mempraktikkan secara langsung

Selain itu, faktor lain yang mendasari penggunaan benthos sebagai organisme indikator perairan adalah karena sifat benthos yang relatif diam atau memiliki mobilitas yang

Pada tabel 18 dan 19 terlihat bahwa karakteristik individu dan organisasi yang mempunyai hubungan erat dan berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

Gen-gen yang mengalami mutasi di dalam gamet dapat berupa mutasi autosomal (jika gen-gennya terdapat pada kromosom autosomal).. Mutasi autosomal dapan menghasilkan mutasi

Hasil penelitian berupa crossplot dan struktur geologi lapangan Penobscot dengan analisis atribut seismik dan metode SCI untuk memberikan pola sebaran AI yang

Selain daripada itu, Kim (dipetik dalam Williams, 2005)merangkumkan ke dalam satu hipotesis bahawa kecekapan komunikasi antara budaya merupakan hasil daripada kemampuan

Kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana menggunakan model kepemimpinan servant mempunyai OR 5,691 artinya berpeluang meningkatkan kinerja pe-