BAB II
KAJIAN TEORI
2.1Berbicara
2.1.1 Pengertian Kemampuan Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan anak untuk
berkomunikasi secara lisan dengan orang lain. Kemampuan ini
memberikan gambaran tentang kesanggupan anak menyusun
berbagai kosakata yang telah dikuasai menjadi suatu rangkaian
pembicaraan secara berstruktur (Depdiknas, 2005: 15).
Sedangkan menurut Dhieni (2007 : 36) bahwa perkembangan
berbicara pada anak berawal dari anak menggumam maupun
membeo, perkembangan berbicara memberikan kontribusi terbesar
tehadap perkembangan menulis pada anak. Secara bertahap
kemampuan anak meningkat, bermula dari mengekspresikan suara
saja, sehingga mengekspresikan nya dengan komunikasi.
Pada anak usia dini, kemampuan berbahasa yang paling
umum dan efektif dilakukan adalah kemampuan berbicara. Hal ini
selaras dengan karakteristik umum kemampuan bahasa anak pada
usia tersebut. Karakteristik ini meliputi kemampuan anak untuk
dapat berbicara dengan baik, melaksanakan tiga perintah lisan secara
berurutan dengan benar; mendengarkan dan menceritakan kembali
cerita sederhana dengan urutan yang mudah dipahami; menyebutkan
nama, jenis kelamin dan umurnya; menggunakan kata sambung
seperti : dan, karena, tetapi, menggunakan kata tanya seperti
bagaimana, apa, mengapa, kapan, membandingkan dua hal,
memahami konsep timbal balik, menyusun kalimat, mengucapkan
lebih dari tiga kalimat, dan mengenal tulisan sederhana (Dhieni
Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan
kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang
pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraan maupun
para penyimaknya, apakah dia bersikap tenang serta dapat
menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia bersikap tenang serta
dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkombinasikan
gagasan-gagasannya apakah dia waspada serta antusias ataukah
tidak.
1.1.2 Peran penting kemampuan bahasa lisan anak
Di dalam kelas, anak-anak yang fasih dalam bahasa lisan
menjadi pembelajar yang lebih sukses dibanding anak yang tidak
fasih. (Fey, Catts & Larrive dalam Otto 2015: 23). Begitu anak
belajar membaca dan menulis, anak-anak menggunakan pengetahuan
dasar bahasa lisannya sebagai dasar terhadap pengetahuan barunya
mengenai sistem bahasa tulis ketika mereka mulai fokus pada fitur
dan konsep bahasa tulis. Anak-anak yang fasih dalam bahasa lisan
bisa mengkomunikasikan idenya dan mengajukan pertanyaan selama
kegiatan pembelajaran. Dan lagi, kemampuan bahasa lisan anak
mempengaruhi perkembangan kemampuan membaca dan
menulisnya karena baik membaca maupun menulis melibatkan
bagaimana memproses dan menggunakan bahasa. Dasar dari
kemampuan bahasa lisan yang berkaitan dengan perkembangan
kemampuan membaca dan menulis meliputi kosakata, produksi dan
pemahaman sintaksis kesadaran fenomik, dan produksi serta
kesadaran naratif. ( Loban, Wells dan Windsor dalam Otto 2015 :
23).
Kemampuan bahasa lisan anak berkembang baik dalam
bentuk reseptif maupun ekspresif. Mendengarkan merupakan
diperlukan dalam “menerima bahasa”. Mendengarkan bukanlah suatu kegiatan yang pasif.
Agar menjadi efektif, mendengarkan harus menjadi suatu kegiatan yang aktif dan penuh tujuan. Di sekolah, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya untuk mendengarkan gurunya dan teman sekelasnya. Kemampuan mereka untuk mendengarkan dan memahami arahan serta instruksi gurunya dan kintribusi teman sekelasnya mempengaruhi apa dan seberapa banyak yang sudah dipelajari; tetapi perhatian yang jelas untuk mengembangakan kemampuan mendengarkan bisa saja tidak ada di banyak kelas.(Wolvin & Coakley dalam Otto 2015 : 23)
1.2 Bercerita
2.2.1 Pengertian Bercerita
Bercerita merupakan aktivitas menuturkan sesuatu yang
mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian yang
sungguh-sungguh terjadi maupun hasil rekaan. Bercerita dikatakan
sebagai menuturkan, yaitu menyanmpaikan gambar atau diskripsi
tentang kejadian tertentu. Artinya bercerita merupakan kegiatan
mendeskripsikan pengalaman atau kejadian yang telah dialaminya.
Menurut Rahayu (2013 : 8)
Sedangkan menurut Heroman dan Jones dalam Rahayu (2013
:80) Bercerita merupakan salah satu seni, bentuk hiburan dan
pandangan tertua yang telah dipercayai nilainya dari generasi ke
generasi berikutnya
2.2.2 Manfaat Kegiatan Bercerita
Manfaat kegiatan bercerita adalah anak dapat
mengembangakan kosakata, kemampuan berbicara, mengekspresikan
cerita yang disampaikan sesuai karakteristik tokoh yang dibacakan
dalam situasi yang menyenangkan, serta melatih keberanian anak
untuk tampil di depan umum. Menurut Rahayu (2013 : 81) kegiatan
1. Menyalurkan ekspresi anak dalam kegiatan yang
menyenangkan
2. Mendorong aktivitas, inisiatif dan kreativitas anak agar
berpartisipasi dalam kegiatan, memahami isi cerita yang
dibacakan; dan
3. Membantu anak menghilangkan rasa rendah diri,
murung, malu dan segan untuk tampil di depan teman
atau orang lain.
Manfaat lain dalam kegiatan bercerita adalah dapat
mengkomunikasikan nilai nilai budaya, sosial, keagamaan, menanamkan
etos kerja, etos waktu, etos alam, mengembangkan fantasi anak, dimensi
kognisi anak dan dimensi bahasa anak yang dikemukakan oleh
Moeslichstoen dalam Rahayu (2013 : 82)
Demikian juga yang dikatakan oleh Musfiroh dalam Rahayu (2013
: 82) bahwa manfaat dari kegiatan bercerita adalah mengasah imajinasi
anak , mengembangkan kemampuan berbahasa, aspek sosial, aspek moral,
kesadaran beragama, aspek emosi, semangat berpresentasi dan melatih
konsentrasi anak.
Menurut Rahayu (2013 : 83) kegiatan bercarita memiliki sejumlah
aspek yang diperlukan dalam perkembangan kejiwaan anak-anak, seperti
membantu perkembangan imajinasi anak, mendorong anak untuk
mencintai bahasa, memberi wadah bagi mereka untuk belajar berbagai
emosi dan perasaan, seperti sedih, gembira, simpati, marah, senang,
cemas, serta emosi yang lain.
2.2.3 Pemilihan Cerita Anak
Pemilihan cerita sangat diperlukan agar cerita yang dibawakan
anak disesuaikan dengan tingkat perkembangannya. Menurut pendapat
Whitehead dalam Rahayu (2013 : 84) menyatakan bahwa anak usia
intinya. Cerita tersebut meliputi binatang, rumah, anak-anak, mesin,
masyarakat (hal-hal yang ada di sekitar anak)
Cerita memiliki berbagai komponen, yang hadir dan tidak dapat
dipisahkan. Komponen cerita meliputi :
1) Tema
Tema adalah ide utama cerita dan menjadi dasar bagi
perkembangan cerita, karena setiap peristiwa-peristiwa yang
ada dalam cerita tidak dapat berdiri sendiri tanpa hubungan
yang jelas. Oleh karena itu, tema menjadi acuan untuk
membangun dan mengmbangkan serta mengarahkan cerita.
Tema merupakan ide utama cerita sehingga setiap cerita yang
disampaikan tidak boleh menyimpang dari tema tersebut.
2) Latar
Latar meliputi hubungan waktu, tempat, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan.
3) Tokoh
Tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa.
Tokoh cerita hadir sebagai pembawa pesan yang ingin
disampaikan kepada pembaca. Tokoh cerita memiliki kualitas
moral yang mengacu pada perwatakan tokoh cerita. Dalam
cerita ada tokoh yang baik dan tidak baik.
4) Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa atau struktur cerita yang
menghubungkan sebab akibat dalam cerita. Cerita tidak hanya
menunjukan urutan waktu secara lurus saja, tetapi urutan waktu
dapat berjalan ke belakang (flash back). Alur yang biasanya
sering digunakan untuk anak-anak dalam cerita adalah alur
maju berdasarkan usia dan tingkat konsentrasinya.
5) Gaya Bahasa
Penggunaan gaya bahasa dalam cerita perlu diperhatikan. Gaya
terlalu diskriptif tidak disukai anak namun cerita yang
mengandung rima-tima tertentu sangat disukai anak, seperti
“piko ingin bermain, piko tidak berkawan.” Gaya bahasa
tersebut mudah diingat dan dipahami anak.
6) Format Buku Cerita
Format buku cerita memegang peranan penting dalam menarik
minat anak. Bentuk, gambar, halaman, ilustrasi, pemilihan
huruf, perpaduan warna, tata letak serta kualitas kertas sangat
diminati anak-anak.
2.2.4 Bentuk-Bentuk Metode Bercerita Untuk Anak
Menurut Dhieni (2005:39) pelaksanaannya metode bercerita dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
o Bercerita tanpa alat peraga
Di mana pada pelaksanaannya tanpa menggunakan alat peraga
sebagai media bercerita dan guru harus memperhatikan ekspresi
wajah, gerak-gerik tubuh, dan suara guru harus dapat membantu
fantasi anak untuk mengkhayalkan hal-hal yang diceritakan guru.
o Bercerita dengan alat peraga
Di mana pada pelaksanaannya menggunakan alat peraga sebagai
media penjelas dari cerita yang didengarkan anak, sehingga
imajinasi anak terhadap suatu cerita tidak terlalu menyimpang dari
apa yang dimaksudkan oleh guru. Alat peraga yang digunakan
dapat berupa alat peraga langsung, yaitu menggunakan benda asli
atau benda sebenarnya (misalnya: kelinci, bunga, piring) agar anak
dapat memahami isi cerita dan dapat melihat langsung ciri-ciri
serta kegunaan dari alat tersebut. Alat peraga tak langsung, yaitu
menggunakan benda-benda yang bukan alat sebenarnya. Bercerita
dengan alat peraga tak langsung dapat berupa mainan yang
melambangkan benda itu sendiri seperti misalnya panci mainan,
2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita
Adapun kelebihan dan kekurangan metode bercerita (Dhieni, 2005
: 69)
Kelebihanya antara lain:
1. Dapat menjangkau jumlah anak yang relatif lebih banyak
2. Waktu yang disediakan dapat dimanfaatkan dengan efektif
dan efisien
3. Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana
4. Guru dapat menguuasai kelas dengan lebih mudah
5. Secara relatif tidak banyak memerlukan biaya
Kekuranganya antara lain:
1. Daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan
masih lemah sehingga sukar memahami tujuan pokok isi
cerita
2. Cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila
penyajianaya tidak menarik
2.3 Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian terdahulu yang menggunakan metode yang sama
untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak dan penelitian tersebut
dapat dikatakan berhasil.
1. Menurut Daroah dalam Meningkatkan Berbicara Melalui Metode
Bercerita dengan Media Audio Visual di Kelompok B1 RA Perwanida
02 Slawi tahun 2013, menuliskan bahwa hasil penelitiannya sudah
mencapai target peneliti yaitu antara 75% sampai 85%. Sehingga
anak-anak Kelompok B1 RA Perwanida sudah lebih mudah diajak
berkomunikasi, menyampaikan pendapatnya dan mampu menerima
bahasa sebagai sumber informasi melalui metode bercerita dengan
media audio visual.
2. Menurut Yulianti Kurnia dalam Meningkatkan kemampuan
Kemampuan Berbicara Anak Melalui Metode Bercerita Dengan Media
Big Book di PPT Tulip Surabaya tahun2014, menuliskan bahwa hasil
penelitaianya sudah mencapai target dan kemampuan berbicara anak
mengalami peningkatan menjadi 80%. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media big book dapat
meningkatkan kemampuan berbicara pada anak usia 2-3 tahun di PPT
Tulip Kecamatan Pabean Cantian Surabaya.
3. Menurut Mufarokhatul Jannah dalam Meningkatkan Kemampuan
Berbicara Anak Melalui Metode Bercerita Gambar Seri Flanel pada
Siswa Kelompok A2 TK Muslimat Al-Mustofa Gemekan Sooko
Kabupaten Mojokerto tahun 2013, menuliskan bahwa dari hasil
penelitiannya diperoleh hasil 85% dengan jumlah 17 anak yang
berhasil dapat disimpulkan bahwa metode bercerita gambar seri flanel
dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak pada kelompok A2
2.4 Kerangka Berpikir komunikasi antara siswa dan guru
2.5 Hipotesis Tindakan
Dengan metode bercerita dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak