ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL DI RUMAH BERSAMA ORANG TUA
Dosen Pembimbing : A. Tanti Arini , S. Psi., M.Si
Disusun Oleh : Cicilia Wilis Ruspitosari
049114011
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL DI RUMAH BERSAMA ORANG TUA
Dosen Pembimbing : A. Tanti Arini , S. Psi., M.Si
Disusun Oleh : Cicilia Wilis Ruspitosari
049114011
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
T oopenmy eyestobeall I canbe…
T otravel roadsnot taken, tomeet facesunknown…
T ofeel thewind, totouchthestars…
I promisetodiscover my self…
T ostandtall withgreatness…
T ochasedownandcatchmy dream…
L ifeisadventure…
…
…
…
…
…
v
Kary a sederhana ini kupersembahkan untuk :
Orang tua,
saudara,
sahabat...
Terimakasihatas cintadan
vii
ORANG TUA
Cicilia Wilis Ruspitosari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris perbedaan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua. Hipotesis pada penelitian ini bahwa ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua, konsep diri remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua memiliki konsep diri yang lebih positif. Subjek pada penelitian ini adalah 120 responden dengan perincian 60 remaja yang tinggal di panti asuhan serta 60 remaja yang tinggal di rumah bersama dengan orang tua. Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah skala konsep diri dengan reliabilitas 0,847 dan menggunakan validitas isi. Metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian adalah uji-t dengan menggunakan programIndependent Sample t-test
Hasil penelitian menunjukkan nilai t sebesar 2,543 dan p sebesar 0,008 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua memiliki konsep diri yang lebih positif.
viii
WITH THEIR PARENTS
Cicilia Wilis Ruspitosari
ABSTRACT
This research aim to prove empirically the different of self-concept teenagers who live in orphanage and teenagers who live in house together with their parents. Hyphotesis of this research determines that there is significant difference between self-concept teenagers who live in orphanage and self-concept teenagers who live in house together with their parents, self-concept teenagers who live in house together with their parents is more positive. Subject of this research is 120 respondent with followed detail 60 teenagers who live in orphanage and 60 teenagers who live in house together with their parents. In this research, measurement device is self-concept scale with reliability 0,847 dan using contain validity. Method which is used to analyze research data is t-test by using programmable software Independent Sample Test. Result of this research yield t-value 2,543 an p 0,008 so then acquired conclusion that there is significant difference between self-concept teenagers who live in orphanage and teenagers who live in house together with their parents and teenagers who live in house together with their parents have more positive self-concept.
ix
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Cicilia Wilis Ruspitosari Nomor Mahasiswa : 049114011
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Perbedaan Konsep Diri Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan dan
Remaja Yang Tinggal Di Rumah Bersama Orang Tua
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 10 September 2011
Yang menyatakan,
x
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus Juru Selamat atas
terselesaikannya skripsi ini setelah mengalami banyak liku. Namun berkat doa dan
dukungan dari berbagai pihak membuat penulis dapat bertahan. Oleh karena itu
dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Jesus my Saviour,kulakukan terbaikku, Kau yang selebihnya.
2. Dr. Ch. Siwi Handayani, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Dosen penguji. Terima kasih untuk masukan yang diberikan kepada penulis.
4. Ibu Aquilina Tanti Arini S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima kasih untuk kesabarannya ya Bu.
5. Ibu Lusia Pratidarmanastiti S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing
akademik sekaligus dosen penguji skripsi. Terima kasih untuk bantuan yang
sudah diberikan selama ini.
6. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S. Psi. Selaku dosen penguji skripsi. Terima
kasih atas masukan-masukan yang diberikan.
7. Semua dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang tidak apat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk pelajaran dan
pengalaman yang dibagikan selama ini.
8. Ibu yang begitu sabar dengan kasihnya yang selalu aku rasakan dan doanya
xi
terselesaikannya skripsi ini... thank’s a lot....
10. ‘Sahabat’ Arnoldus Yansen Dudi yang bertahun-tahun dengan setia dan
sabar menemani, mendampingi... I have nothing if I don’t have you...
11. Club “Jojoba”: Vania, Dora, Pristi, Atik (Walaupun ga pada jomblo .... ), thanks for your support although i’m the last...hehehe
12. Pengelola Panti Asuhan; Ibu Atik (Panti Asuhan Ibadah Bunda), Mas Ito
(Panti Asuhan Al-Lathif), Bpk Susanto ( Panti Asuhan Tunas Harapan),dan
Sr. Cecilia ( Panti Asuhan Gembala Baik) yang sudah memberikan ijin
untuk melakukan penelitian.
13. Teman-teman panti yang bersedia menyediakan waktunya untuk mengisi
skala penelitian di sela-sela kegiatannya.
14. Mas Gandung, Pak Gik, Mbak Nanik, Mas Doni dan Mas Muji yang selalu
direpotin sejak awal kuliah hingga sekarang.
15. Keluarga Togamas Ujo: Terimakasih atas kesempatan dan pelajaran hidup
yang diberikan...Bahagia pernah menjadi bagian dari keluarga ini.. Salam
Dahsyat!!!
16. Last but not least Lusi, Mbak Ayu, Chika, Ita, Japar, Paimun: Thank you
guys....
Yogyakarta, 22 Juni 2011
xii
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN...ii HALAMAN PENGESAHAN ...iii HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
ABSTRAK...vii
ABSTRACT... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar belakang masalah... 1
B. Rumusan masalah ... 5
C. Tujuan penelitian ... 6
D. Manfaat penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Konsep diri ... 7
1. Pengertian konsep diri ... 7
xiii
4. Aspek – aspek konsep diri... 10
5. Jenis – jenis konsep diri ... 11
B. Remaja... 13
1. Pengertian remaja ... 13
2. Batasan usia remaja ... 15
3. Pengertian konsep diri remaja ... 16
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi Konsep diri remaja ... 17
C. Panti asuhan... 21
1. Pengertian panti asuhan... 21
2. Tujuan panti asuhan ... 22
3. Fungsi panti asuhan ... 22
D. Keluarga ... 23
1. Pengertian keluarga ... 23
2. Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak ... 23
E. Dinamika perbedaan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dengan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua ... 24
F. Skema ... 28
G. Hipotesis... 29
BAB III METODE PENELITIAN... 30
A. Jenis penelitian ... 30
xiv
D. Subjek penelitian... 32
E. Metode pengambilan data ... 33
1. Tahap uji coba ... 33
2. Tahap penelitian ... 34
F. Uji validitas dan reabilitas ... 37
1. Validitas ... 37
2. Reabilitas ... 38
3. Seleksi item ... 39
G. Metode analisis data... 39
1. Uji normalitas ... 40
2. Uji homogenitas ... 40
3. Independent sample t – test ... 40
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Persiapan penelitian... 42
B. Pelaksanaan penelitian ... 43
C. Hasil penelitian... 44
1. karakteristik subjek penelitian ... 44
D. Analisis data... 45
1. Uji normalitas ... 45
2. Uji homogenitas ... 47
3. Uji hipotesis ... 48
xv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 58
xvi
Tabel 1.Blue PrintSkala Konsep Diri ... 36
Tabel 2. Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Konsep Diri Menurut Aspek ... 37
Tabel 3. Distribusi Aitem Sahih... 43
Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian... 44
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas ... 46
Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Perbedaan Antar Variabel ... 47
Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis Antar Variabel ... 48
xvii
Skala Konsep Diri ... 61
DataTry Out... 66
Data Aitem Sahih ... 69
Uji Normalitas... 72
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan kepribadian masa remaja mempunyai arti yang
khusus pada masa ini remaja tidak memiliki status yang jelas karena dirinya
bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa (Hurlock, 1999). Remaja
mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa
dirinya adalah manusia unik. Remaja mulai menyadari sifat-sifat yang melekat
pada dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan
yang dikejarnya dimasa depan, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya
sendiri. Inilah masa dalam kehidupan ketika seseorang ingin menentukan
siapakah ia pada saat sekarang dan ingin menjadi apa ia di masa yang akan
datang. Pada prinsipnya setiap orang memiliki harapan terhadap dirinya sendiri
(Hall,1993). Harapan terhadap diri sendiri ini tidak lepas dari peranan konsep diri,
dikarenakan konsep diri menentukan pengharapan individu. Mc. Candles (dalam
Pudjijogyanti, 1988) mengatakan bahwa konsep diri merupakan seperangkat
harapan serta penilaian perilaku yang menunjuk kepada harapan-harapan tersebut.
Pada proses penemuan identitas diri seorang remaja, konsep diri
merupakan hal yang penting untuk menentukan bagaimana identitas diri remaja
tersebut. Apabila remaja mempunyai konsep diri yang positif maka ia akan
memiliki keyakinan bahwa ia mampu melakukan tugas tertentu, namun apabila
remaja memiliki konsep diri yang negatif maka ia akan cenderung mempunyai
harapan rendah terhadap keberhasilannya dalam menyelesaikan suatu tugas.
Dalam hal ini konsep diri berperan menentukan keberhasilan dan kegagalan
seseorang dalam mengatasi persoalan dan penyesuaian dirinya (Hurlock,1999).
Hal ini dikuatkan oleh Calhoun dan Accocella (1993) yang
mengatakan bahwa konsep diri penting dalam pembentukan kepribadian karena
konsep diri merupakan inti atau faktor primer dalam kepribadian dan gambaran
seseorang mengenai dirinya sendiri. Konsep diri juga dianggap pemegang
peranan kunci pengintegrasian kepribadian individu di dalam memotivasi tingkah
laku serta di dalam pencapaian kesehatan mental (Burns, 1993).
Konsep diri yang dimiliki individu tidak terbentuk dengan sendirinya
namun berkembang sejalan perkembangan manusia dan merupakan hasil interaksi
dengan lingkungan sosialnya (Ballachey dkk,1982). Banyak faktor lingkungan
yang turut berpengaruh terhadap terbentuknya konsep diri, diantaranya yaitu
faktor keluarga karena hubungan individu dengan keluarga terutama dengan
orang tua merupakan kontak sosial yang pertama yang dialami individu dan
kontak sosial yang paling kuat (Calhoun & Acocella, 1990).
Adanya perhatian kehangatan serta kasih sayang antar anggota
keluarga akan menyebabkan remaja bersikap positif terhadap dirinya sendiri
maupun lingkungannya. Hal ini merupakan pangkal terbentuknya konsep diri
faktor yang dapat mendukung terbentuknya pribadi yang sehat pada anggota
keluarga, diantaranya yaitu: faktor kasih sayang , kepuasan emosi, perasaan aman
yang semuanya ini dapat diperoleh anak melalui pemberian perhatian, pengertian
serta kasih sayang orang tua.
Kenyataannya, tidak semua remaja dapat menikmati hidupnya dengan
baik. Hal ini bisa disebabkan karena factor ekonomi, ditinggal orang tua
meninggal ataupun permasalahan keluarga yang menyebabkan remaja mengalami
permasalahan-permasalahan sosial (Meizarra, Mappiere & Sumunanti, 1999)
diantaranya mereka harus hidup terpisah dari orang tuanya. Tidak sedikit juga
remaja yang telantar dan tidak memiliki tempat tinggal tetap. Untuk mengatasi hal
tersebut di masa sekarang banyak terdapat yayasan-yayasan panti asuhan untuk
menampung anak-anak yang mengalami permasalahan tersebut dan membina
serta mengasuh mereka agar dapat menikmati hidup dengan baik dan layak.
Kehidupan remaja di panti asuhan pada dasarnya sama dengan
kehidupan remaja di dalam lingkungan keluarga, mereka makan, tidur, bergaul
dan beraktivitas selayaknya remaja lain. Namun, ada beberapa perbedaan, hal ini
dapat dilihat dari hasil survai yang dilakukan peneliti pada salah satu panti asuhan
yaitu Panti Asuhan PBK Kulon Progo. Berdasarkan survai tersebut tampak
bahwa rasio antara jumlah pengasuh dan anak asuh cukup besar dengan jumlah
pangasuh 3 orang dan jumlah anak asuh 56 orang. Begitu juga dengan survai yang
dilakukan di Panti Asuhan GAV Kali Kuning yang hanya memiliki 2 orang
asuhan tersebut bukan tidak mungkin bahwa dipanti asuhan lain juga memiliki
kondisi yang hampir sama dengan kedua panti asuhan di atas.
Perbedaan rasio yang cukup besar antara jumlah pengasuh dan anak
asuh ini menyebabkan intensitas hubungan antara kedua pihak dan jadwal
pertemuan individu bisa dikatakan kurang sehingga anak-anak asuh kurang
mendapatkan perhatian secara individual. Kurangnya kasih sayang, perhatian, dan
bimbingan karena pengasuh harus berbagi perhatian dan kasih sayang dengan
yang lain mengakibatkan sedikitnya pendampingan yang diperoleh sehingga
remaja harus dapat mengatur hidupnya sendiri dan menentukan sendiri kemana
arah kehidupan yang akan dijalankan nantinya.
Situasi ini berbeda dengan apa yang dialami oleh remaja yang tinggal
di rumah bersama orang tuanya. Rata-rata pada jaman ini jumlah anak yang di
asuh dalam lingkungan keluarga tidak mencapai 6 orang sehingga diharapkan
terjalin hubungan emosional dan intensitas hubungan yang kuat antara anak dan
orang tua.
Sedikitnya perhatian yang diberikan oleh pengasuh kepada anak
asuhnya di panti asuhan dalam hal ini remaja menyebabkan persepsi remaja
terhadap diri mereka sendiri lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman
sebayanya yang tinggal bersama mereka di asrama. Semua itu disebabkan karena
remaja melakukan kegiatan dan menghabiskan waktu bersama dengan
teman-teman seasramanya. Remaja panti juga membutuhkan penerimaan dalam
yang diukir remaja dalam pergaulan dengan teman sebayanya mempengaruhi
pandangan remaja itu sendiri terhadap dirinya (Calhoun&Acocella,1990).
Pengaruh teman sebaya terhadap konsep diri remaja ini menguatkan penelitian
Lukman (2000) yang menunjukkan hasil bahwa konsep diri remaja panti asuhan
berada pada kategori sedang hal ini berarti anak panti asuhan berpotensi memiliki
konsep diri yang negatif tetapi tidak menutup kemungkinan juga mereka memiliki
konsep diri yang cenderung positif.
Di sisi lain, keberadaan remaja di panti asuhan dapat menjadi
hambatan dalam perkembangan konsep diri positif. Menurut Lukman (2000) anak
asuh panti asuhan telah “terlabeli” dengan label ‘ anak yatim’ yang perlu
dikasihani. Artinya label yang muncul secara internal dan pandangan lingkungan
sosial terhadap mereka membuat mereka harus menebak-nebak dalam penilaian
diri mereka sendiri.
Perbedaan situasi dan lingkungan antara panti asuhan dan rumah
bersama orang tua tidak menutup kemungkinan mempengaruhi konsep diri
remaja. Oleh sebab itu, berdasarkan uraian di atas penulis ingin meneliti apakah
ada perbedaan antara konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja
yang tinggal di rumah bersama orang tua.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan konsep diri antara remaja yang tinggal di panti
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai
ada tidaknya perbedaan konsep diri antara remaja yang tinggal di rumah bersama
orang tua dengan remaja yang tinggal di panti asuhan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis:
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi gambaran bagi pengelola
yayasan panti asuhan dan orang tua mengenai salah satu faktor yang
berpengaruh dalam pembentukan konsep diri remaja itu sendiri.
2. Manfaat teoritis :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dan sumbangan
ilmu pengetahuan bagi Psikologi, khususnya bagi Psikologi Sosial, dan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep diri
1. Pengertian Konsep Diri
Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh berbagai
pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu lain,
terutama dengan orang-orang terdekat. Sejarah individu dari masa lalu dapat
membuat dirinya memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan
sebenarnya (Centi,1993). Cara pandang individu terhadap dirinya akan
membentuk suatu konsep tentang dirinya sendiri. Konsep tentang dirinya
sendiri merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan individu karena
konsep diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi
(Calhoun&Acocella, 1990).
Pengharapan mengenai diri akan menentukan bagaimana individu
akan bertindak dalam hidup. Apabila seorang individu berpikir bahwa dirinya
bisa, maka individu tersebut cenderung akan sukses tapi bila individu tersebut
berpikir bahwa dirinya akan gagal, maka sebenarnya dirinya telah
menyiapkan diri untuk gagal. Jadi dapat dikatakan bahwa konsep diri
merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman baik itu
perasaan, pikiran, persepsi dan tingkah laku individu (Calhoun&acocella,
1990). Singkatnya, Calhoun dan Acocella (1990) mengartikan konsep diri
sebagai gambaran individu yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri,
pengharapan bagi dirinya sendiri dan penilaian terhadap dirinya sendiri.
2. Dimensi Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang
individu. Menurut (Calhoun & Acocella,1990), dimensi konsep diri terbagi
menjadi 3, yaitu:
1. Pengetahuan
Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan.
Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu ketahui
tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas
seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain-lain serta
sesuatu yang mengacu pada kualitas individu seperti individu yang egois,
baik hati, tenang. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri
individu dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimiliki
individu tidaklah menetap sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah
dengan cara merubah tingkah laku individu tersebut atau dengan cara
2. Harapan
Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain individu
mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya, individu juga
memiliki satu set pandangan lain yaitu tentang kemungkinan menjadi apa
di masa mendatang (Rogers dalam Calhoun dan Acocella,1990).
Singkatnya, setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri
dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap individu.
3. Penilaian
Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap
dirinya sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya
sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri integrasi antara
pengetahuan dan harapan yang dimiliki individu. Ditambahkan pula
menurut Centi (1992) bahwa penilaian yang dilakukan individu adalah
bagaimana individu merasa dirinya sebagai pribadi yang dipikirkannya.
Konsep diri yang dimiliki setiap individu mencakup 3 dimensi
yaitu pengetahuan tentang dirinya sendiri, harapan mengenai dirinya
sendiri, dan penilaian mengenai dirinya. Pengetahuan adalah apa yang
individu ketahui tentang dirinya baik dari segi kualitas dan kuantitas.
Harapan adalah apa yang individu inginkan untuk dirinya di masa datang.
Penilaian muncul dari adanya kesenjangan antara pengetahuan diri dan
Berdasarkan pengertian dan dimensi konsep diri, kesimpulan
konsep diri dalam penelitian ini adalah penilaian individu terhadap dirinya
sendiri yang merupakan integrasi antara pengetahuan diri dengan harapan
yang dimiliki individu untuk masa depannya.
3. Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri yang dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan
melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri
tumbuh dan berkembang seiring perjalanannya terutama akibat dari hubungan
individu dengan individu lain. Ketika individu lahir, individu tidak memiliki
pengetahuan tentang dirinya, tidak memiliki harapan-harapan yang ingin
dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap dirinya sendiri (Calhoun &
acocella,1990). Namun seiring berjalannya waktu individu mulai bisa
membedakan antara dirinya, orang lain,dan benda-benda di sekitarnya dan
pada akhirnya individu mulai mengetahui siapa dirinya, apa yang
diinginkannya serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri
(Calhoun&acocella,1990).
4. Aspek – aspek Konsep Diri
Berzonky (1981) membagi diri atau ‘self’ menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Diri fisik
Merupakan penilaian individu terhadap segala sesuatu yang
Contoh konsep diri positif terhadap aspek fisik: saya senang dengan warna
kulit saya.
2. Diri Psikis
Merupakan penilaian mengenai pikiran, perasaan, dan sikap
yang dimiliki oleh individu terhadap dirinya sendiri. Misalnya: Saya yakin
mampu melewati cobaan ini.
3. Diri Sosial
Merupakan penilaian terhadap peran sosial yang dimainkan
individu dan penilaian individu terhadap peran tersebut. Misalnya: Saya
senang dapat membantu teman yang sedang mengalami kesulitan.
4. Diri Moral
Merupakan penilaian individu terhadap nilai-nilai dan prinsip
yang memberi arti serta arah bagi kehidupannya. Misalnya: Saya memiliki
prinsip-prinsip yang saya pegang untuk kehidupan saya ke depan
Menurut Beronzky diri “self’ dibagi menjadi 4 yaitu: diri fisik,
diri psikis, diri moral, dan diri sosial. Empat bagian dari diri tersebut pada
penelitian ini akan dijadikan sebagai aspek konsep diri.
5. Jenis – jenis Konsep Diri
Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya
1. Konsep diri positif
Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai
suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat
stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah
individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima
segala fakta tentang dirinya, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi
positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki
konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan
realitas yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat
dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serat menganggap
bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.
Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah
individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala
sesuatu yang ada pada dirinya baik itu kekurangan atau kelebihan.
2. Konsep diri negatif
Calhoun dan Acocella(1990) membagi konsep diri negatif
menjadi dua tipe yaitu:
a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,
tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut
benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau
b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa
terjadi karena individu dididik dengan cara keras, sehingga
menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan
dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup
yang tepat.
Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri yang negatif
terdiri dari 2 tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya
dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya, sedangkan tipe kedua
adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil
atau lebih jelasnya kaku.
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja (Adolescene) berasal dari bahasa Yunani yaitu Adolescere,
yang berarti tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Istilah Adolescene
yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock,1999). Piaget
(dalam Hurlock,1999) mengatakan bahwa remaja merupakan usia di mana
individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa.
Sementara itu, Kartono (1990) mengatakan bahwa masa remaja juga
dengan masa dewasa. Pada periode remaja terjadi perubahan-perubahan besar
dan esensial mengenai fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, yang sangat
menonjol pada periode ini adalah kesadaran yang mendalam mengenai diri
sendiri di mana remaja mulai meyakini kemampuannya, potensi dan cita-cita
sendiri (Kartono,1990)
Pada remaja terdapat tugas-tugas perkembangan yang sebaiknya
dipenuhi. Menurut Hurlock (1999) semua tugas perkembangan pada masa
remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang
kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.
Adapun tugas perkembangan remaja itu adalah:
1. Mencapai peran sosial pria dan wanita
2. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria dan wanita.
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya
5. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang
6. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
7. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku dan mengnembangkan ideologi
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
masa dewasa. Pada masa remaja terdapat berbagai perubahan intelektual dan
cara berpikir remaja, terjadinya perubahan fisik yang sangat cepat, terjadinya
perubahan sosial, di mana remaja mulai berintegrasi dengan masyarakat luas
serta pada maa remaja mulai meyakini kemampuannya, potensi serta cita-cita
diri. Selanjutnya, pada masa remaja terdapat tugas-tugas perkembangan yang
sebaiknya dipenuhi sehingga pada akhirnya remaja bisa mantap melangkah ke
tahap perkembangan selanjutnya.
2. Batasan Usia Remaja
Banyak batasan usia remaja yang diungkapkan para ahli, diantaranya
adalah Monks, dkk (1999) yaitu masa remaja awal, masa remaja pertengahan
dan masa remaja akhir. Menurut Monks dkk fase-fase remaja dibagi menjadi 3
tahap:
a. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada rentang usia ini, remaja mengalami pertumbuhan jasmani
yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif
sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja
tidak mau dianggap anak-anak lagi namun belum bisa meninggalkan pola
kekanak-kanakannya. Selain itu, menurut Kartono (1990) pada masa ini
remaja belum tahu apa yang diinginkannya, remaja sering merasa sunyi,
b. Remaja Pertengahan (15- 18 tahun)
Pada rentang usia ini kepribadian remaja mulai menemukan
nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran
filosofis dan etis. Maka, dari perasaan yang penuh keraguan pada masa
remaja awal, pada rentang usia ini mulai timbul kemantapan pada diri
sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada
dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang telah
dilakukannya. Menurut Kartono (1990) pada masa ini remaja mulai
menemukan diri sendiri atau jati dirinya. Ditambahkan pula oleh Burns
(1993) bahwa konsep diri yang dimiliki remaja usia 14-18 tahun relatif
stabil karena pada usia ini tidak tampaknya gejolak dan stres.
c. Masa remaja Akhir (18-21 tahun)
Pada rentang usia ini, remaja sudah merasa mantap dan stabil.
Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan hidup yang
digariskannya sendiri dengan itikad baik dan keberanian. Remaja mulai
memahami arah kehidupannya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja
sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas
yang baru ditemukannya (Kartono,1990).
3. Pengertian Konsep Diri Remaja
Konsep diri berkembang seiring dengan pertumbuhan yang dialami
pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja
karena hal itu merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam
usaha untuk memperbaiki kepribadiannya (Hurlock,1999). Selain itu, konsep
diri juga penting bagi masa remaja karena pada masa ini tubuh remaja berubah
secara mendadak sehingga dapat mengubah pengetauhan tentang diri dan juga
pada masa ini merupakan saat di mana individu harus mengambil keputusan
mengenai kepribadiannya dalam rangka mengatasi berbagai pertanyaan
seperti pemilihan karir (Hardy dan Hayes,1988).
4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja
Menurut Hurlock (1999) pada masa remaja terdapat 8 hal yang
mempengaruhi konsep diri yang dimilikinya:
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal dan diperlakukan hampir seperti
orang dewasa akan mengembangkan konsep diri yang menyenangkan
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Tetapi apabila remaja
matang terlambat dan diperlakukan seperti anak-anak akan merasa
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda bisa membuat remaja merasa
rendah diri. Daya tarik fisik yang dimiliki sangat mempengaruhi dalam
pembuatan penilaian tentang ciri kepribadian seorang remaja.
c. Kepatutan Seks
Kepatutan seks dalam penampilan fisik, minat, dan perilaku
membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks
membuat remaja sadar hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.
d. Nama dan Julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok
menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama dan julukan yang
bernada cemoohan.
e. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan
salah satu anggota keluarga akan mengidentifikasikan dirinya dengan
orang tersebut dan juga ingin mengembangkan pola kepribadian yang
sama.
f. Teman-teman sebaya
Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam
tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan yang kedua, seorang
remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian
yang diakui oleh kelompok.
g. Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong untuk kreatif dalam
bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan
individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada
konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak
didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui aka kurang mempunyai
perasaan identitas dan individualitas.
h. Cita-cita
Bila seorang remaja tidak memiliki cita-cita yang realistik maka
akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak
mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana remaja tersebut akan
menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistis dalam
kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan daripada
kegagalan. Hal ini menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasaan diri
Di sisi lain, Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun&Acocella,1990)
mengatakan bahwa konsep diri adalah hasil belajar individu melalui
hubungannya dengan orang lain, yang dimaksud ‘orang lain’ di sini adalah:
1. Orang tua
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dialami seseorang
dan paling kuat. Informasi yang diberikan orang tua kepada anaknya lebih
mengena daripada informasi yang diberikan oleh orang lain. Oleh sebab itu
anak-anak yang tidak memiliki orang tua memperoleh kesukaran dalam
mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga hal ini akan menjadi
penyebab utama anak berkonsep diri negatif.
2. Teman sebaya
Teman sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam
mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat
berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri.
3. Masyarakat
Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada seorang
anak, seperti siapa bapaknya, ras, dan lain-lain sehingga hal ini sangat
berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa
individu tidak lahir dengan konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring dengan
pertumbuhan manusia melalui proses belajar. Hal-hal yang mempengaruhi
julukan, hubungan keluarga dalam hal ini terutama orang tua, teman-teman
sebaya, kreativitas,cita-cita, dan masyarakat.
C. Panti Asuhan
1. Pengertian Panti Asuhan
Panti asuhan merupakan lembaga perlindungan anak yang berfungsi
untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak. Perlindungan
terhadap hak anak termasuk di dalamnya adalah serangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk mewujudkan hak anak sehingga terjamin kelangsungan hidup
dan tumbuh secara optimal baik jasmani, rohani, maupun sosial terutama
melindungi anak dari pengaruh yang tidak kondusif terhadap kelangsungan
hidupnya (Pedoman Perlindungan Anak,1999).
Selain itu, panti asuhan juga merupakan suatu lembaga pelayanan
kesejahteraan sosial yang memberikan kesempatan pada naka terlantar agar
dapat mengembangkan kepribadiannya, potensinya, serta kemampuannya
secara wajar (www.infosocieta.com). Menurut Soediharjo (dalam Pane,2000)
panti asuhan adalah satu tempat atau wadah yang berguna untuk menampung
anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar dalam rangka kesejahteraan
anak sebagai usaha mengentaskan anak penyandang masalah dengan
2. Tujuan Panti Asuhan
Panti Asuhan sebagai lembaga sosial yang menyelenggarakan
pembinaan dan pendampingan terhadap anak-anak yang kurang mampu,
memiliki peranan penting dalam mendewasakan anak dan dalam
mendampingi mereka menjadi anggota masyarakat yang baik. Menurut
Departemen Sosial (dalam Paulina, 1998) panti asuhan memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Supaya anak asuh dapat menjadi warga masyarakat yang hidup layak dan
mandiri serta penuh tanggung jawab baik pada diri sendiri, keluarga
maupun orang lain.
2. Memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak-anak asuh agar
3. Terpenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosialnya.
4. Memberikan asuhan dan bimbingan kepada anak asuh ke arah
pengembangan pribadi untuk menjadi anggota masyarakat yang mampu
hidup layak.
3. Fungsi Panti Asuhan
Menurut Departemen Sosial, fungsi panti asuhan adalah untuk
menampung anak-anak yatim, piatu atau keduanya, anak-anak terlantar
bahkan anak-anak yang mengalami kesulitan ekonomi untuk memperoleh
perhatian berupa pemenuhan kebutuhan dasarnya dan memperoleh status
kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Mereka dapat makan, minum, berisirahat,
mendapatkan perlindungan, memperoleh perhatian dan kasih sayang, serta
mendapatkan dukungan dan penghargaan dari teman lainnya. Selain itu, anak
asuh juga memperoleh pendidikan dan pembinaan untuk mengembangkan
ketrampilan dan potensi yang dimilikinya.
D. Keluarga
1. Pengertian keluarga
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001) keluarga adalah
satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat yang berisi
ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan bagian yang paling penting dari
“jaringan sosial” anak, sebab anggota keluarga merupakan lingkungan
pertama anak dan orang yang paling penting selama tahun-tahun formatif
awal ( Hurlock,2002).
2. Pengaruh keluarga pada perkembangan anak
Menurut Hurlock (2002) keluarga memberikan pengaruh pada
perkembangan anak:
a. Memberikan Perasaan aman karena menjadi anggota kelompok yang
stabil
b. Orang-orang yang diandalkannya dalam memenuhi kebutuhannya – fisik
c. Model pola perilaku yang disetujui guna belajar menjadi sosial
d. Bimbingan dalam pengembangan pola perilaku yang disetujui secara
sosial.
e. Orang-orang yang dapat diharapkan bantuannya dalam memecahkan
masalah yang dihadapi tiap anak dalam penyesuaian pada kehidupan.
f. Bimbingan dan bantuan dalam mempelajari kecakapan-motorik, verbal
dan sosial- yang diperlukan untuk penyesuaian.
g. Perangsang kemampuan untuk mencapai keberhasilan di sekolah dan
kehidupan sosial
h. Bantuan dalam menetapkan aspirasi yang sesuai dengan minat dan
kemampuan.
i. Sumber persahabatan sampai mereka cukup besar untuk mendapatkan
teman di luar rumah atau bila teman di luar rumah tidak ada.
E. Perbedaan Konsep Diri Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan Dengan Remaja yang Tinggal di Rumah Bersama Orang Tua
Konsep diri merupakan hal yang penting dalam perkembangan diri
sesorang. Sejak konsep diri terbentuk, seseorang akan berperilaku sesuai dengan
konsep dirinya tersebut. Apabila seseorang memiliki konsep diri yang positif
maka ia memiliki penghargaan yang tinggi terhadap dirinya sehingga segala
perilakunya akan selalu tertuju pada keberhasilan dan ia akan berusaha dan
seseorang memiliki konsep diri yang negatif maka akan muncul evaluasi yang
negatif pula tentang dirinya.
Konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman individu dengan lingkungan
dan lingkungan yang berperan besar dalam pembentukan konsep diri seseorang
adalah lingkungan keluarga. Keluarga merupakan kontak sosial pertama bagi
seorang individu dan keluarga dalam hal ini orang tua berperan penting dalam
pembentukan konsep diri (Calhoun dan Accocella,1990).
Hurlock (1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada
usia remaja. Konsep diri yang stabil penting bagi remaja karena hal itu
merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha memperbaiki
kepribadiaannya (Hurlock,1999)
Pada keluarga, remaja juga dapat mengandalkan pemenuhan
kebutuhannya secara fisik maupun psikologis (Hurlock,2002). Pemenuhan
terhadap kebutuhan fisik dapat menunjang penampilan diri remaja dalam bergaul
dengan lingkungan di luar lingkungan keluarganya dalam hal ini lingkungan
teman sebaya.
Di dalam keluarga, remaja mendapat bimbingan dalam pengembangan
pola perilaku yang disetujui secara sosial dan keluarga merupakan orang-orang
yang dapat diharapkan bantuannya dalam memecahkan masalah yang dihadapi
tiap anak dalam penyesuaian pada kehidupan (Hurlock,2002). Selain itu,
mempelajari kecakapan-motorik, verbal dan sosial- yang diperlukan untuk
penyesuaian serta keberhasilan di sekolahnya.
Keluarga juga membantu remaja untuk mampu menetapkan aspirasi
yang sesuai dengan minat dan kemampuan sehingga pada akhirnya remaja
memiliki cita-cita yang realistis sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Kondisi yang semacam ini menguatkan bahwa konsep diri positif dapat terbentuk
dari lingkungan keluarga.
Di sisi lain ada juga remaja yang harus tinggal di panti asuhan karena
keadaan yang memaksa mereka untuk tinggal di sana. Remaja yang tinggal di
panti asuhan tinggal bersama-sama dengan anak-anak lain yang memiliki nasib
yang sama. Keterbatasan ekonomi membuat para anak asuh penghuni panti
asuhan kurang memperhatikan penampilan diri karena mereka mengandalkan
segala pemenuhan kebutuhan fisik dari pihak lain dalam hal ini donatur. Kondisi
penampilan yang ‘apa adanya’ tidak menutup kemungkinan membuat para
remaja panti merasa rendah diri saat bergaul dengan lingkungan di luar panti.
Kenyataan bahwa remaja panti tinggal di panti asuhan dan
membutuhkan belas kasihan dari orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya,
memunculkan label ( julukan) dari masyarakat mengenai predikat mereka
sebagai ‘anak yang perlu dikasihani’ karena kondisi dan keadaan mereka. Label
semacam ini secara tidak langsung juga mempengaruhi kehidupan anak asuh
rendah diri ketika bergaul dengan teman-teman atau lingkungan di luar
lingkungan panti asuhan tempat mereka tinggal.
Anak asuh penghuni panti asuhan tinggal bersama pengasuh yang
kadang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah anak anak asuhnya sendiri.
Hal ini menyebabkan kurangnya perhatian secara individual dan kasih sayang
dari pengasuh. Kondisi semacam ini mengakibatkan anak harus ‘hidup’ sendiri,
belajar memecahkan masalah yang dihadapi sendiri, menerka-nerka
pengembangan pola perilaku yang disetujui secara sosial serta menetapkan
aspirasi yang sesuai dengan minat dan kemampuan sendiri. Dengan demikian si
anak dibiarkan ‘berpikir’ sendiri mengenai siapa diri mereka, apa yang mereka
mau, dan apa yang mereka butuhkan untuk diri mereka karena remaja kurang
mendapat pengarahan tentang apa keinginan mereka dan apa yang harus
dilakukan mereka untuk meraih cita-citanya. Sehingga pada akhirnya terbentuk
konsep diri yang cenderung negatif dalam diri anak asuh.
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat beberapa perbedaan kondisi
atau situasi yang dialami oleh remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja
yang tinggal di rumah bersama orang tua yaitu: hal pemenuhan kebutuhan, label,
dan perhatian dari significant other dalam hal ini orang tua dan pengasuh. Maka
dari itu, dari perbedaan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat
konsep diri yang berbeda di antara kedua kelompok tersebut dan remaja yang
tinggal di rumah bersama orang tuan cenderung memiliki konsep diri yang lebih
F. SKEMA
Konsep diri remaja:
Penilaian individu tentang dirinya berdasarkan pengetahuan diri, dan harapan terhadap dirinya sendiri yang meliputi diri fisik, psikis, sosial dan moral.
Panti asuhan:
tempat atau wadah yang berguna untuk
menampung anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar dalam rangka kesejahteraan anak sebagai usaha mengentaskan anak yang mengalami masalah social.
Keluarga:
satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat yang berisi ayah, ibu, dan anak dan memiliki hubungan darah
Pemenuhan kebutuhan
anak asuh banyak, keterbatasan, mengandalkan belas kasihan dari pihak luar, dalam hal ini donatur
Label
Panti asuhan : remaja penghuni panti asuhan medapat label ‘anak panti yang perlu dikasihani’ dari masyakarat di luar panti asuhan.
Perhatian:
Panti asuhan: situasi di mana anak asuh banyak dan pengasuh sedikit mempengaruhi perhatian secara individual dari pengasuh terhadap anak asuhnya
Pemenuhan kebutuhan
jumlah anggota kelurga tidak begitu banyak sehingga secara umum kebutuhan dapat terpenuhi dan tidak perlu mengandalkan belas kasihan dari pihak luar (donator)
Label
remaja yang tinggal bersama keluarga tidak mendapat label sebagai ‘anak panti yang perlu dikasihani’ dari masyarakat di lingkungan keluarganya.
Perhatian:
: Perbandingan yang tidak jauh antara orang tua dan anak secara umum cenderung membuat orang tua lebih memaksimalkan perhatiannya terhadap masing-masing anak.
- Keterbatasan membuat para remaja panti asuhan berpenampilan ‘apa adanya’ sehingga tidak meutup kemungkinan mereka cenedrung merasa rendah diri, ketika bergaul dengan lingkungan di luar lingkungan panti asuhan. - Adanya label tersebut secara tidak langsung
membuat mereka merasa rendah diri dan secara tidak langsung juga mempengaruhi penerimaan dari teman sebaya di luar lingkungan
- Kurangnya perhatian maka anak dibiarkan “berpikir” sendiri mengenai siapa diri mereka, apa yang mereka mau, dan apa yang mereka butuhkan untuk diri mereka sehingga mereka kurang mendapat pengarahan tentang apa keinginan mereka dan cita-cita serta apa yang harus mereka lakukan untuk meraih cita-citanya.
- Lebih bisa eksplorasi dalam menunjang penampilan diri sehingga tidak menutup kemungkinan mereka cenderun g merasa percaya diri.
- Tidak perlu berpikir tentang adanya label ‘anak panti asuhan yang perlu dikasihani’ - Perhatian yang diberikan keluarga dapat
merangsang kemampuan remaja dalam mempelajari kecakapan motorik, verbal, dan social, serta memabntu remaja untuk mampu menetapkan aspirasi yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung positif
G. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan
antara konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di
rumah bersama orang tua, konsep diri remaja yang tinggal di rumah bersama
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian komparatif dengan
menggunakan metode kuesioner. Penelitian komparatif akan menemukan
perbedaan tentang benda, orang, kerja, ide-ide terhadap orang, kelompok, ataupun
prosedur kerja (Arikunto, 2002). Penelitian ini termasuk penelitian komparatif
karena ingin melihat apakah ada perbedaan konsep diri antara remaja yang tinggal
di rumah bersama orang tua dengan remaja yang tinggal di panti asuhan.
B. Identifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini merupakan faktor-faktor yang berperan
dalam peristiwa atau gejala yang menjadi objek pengamatan peneliti. Variabel
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lingkungan tempat tinggal remaja
yaitu: di rumah bersama orang tua dan di panti asuhan.
2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah konsep diri.
C. Definisi Operasional
1. Konsep diri dapat didefinisikan penilaian individu mengenai dirinya sendiri
berdasarkan pengetahuan diri dan harapan terhadap dirinya sendiri yang
meliputi:
a. Physical self
Merupakan penilaian remaja terhadap segala sesuatu yang dimiliki
(tubuh, pakaian, benda, dll).
b. Social self
Merupakan penilaian remaja terhadap performannya di lingkungan sosial
dan peranan sosial yang dimainkan.
c. Moral self
Merupakan penilaian remaja terhadap nilai-nilai dan prinsip yang
memberi arti dan arah bagi kehidupannya.
d. Psychological self
Merupakan penilaian remaja mengenai pikiran, perasaan dan sikap-sikap
remaja.
Dilihat dari skala konsep diri, tingkat konsep diri yang didapat dari
skor total skala konsep diri yang mencakup 4 aspek tersebut maka semakin
2. Status lingkungan tempat tempat tinggal atau lingkungan adalah tempat atau
lingkungan remaja tersebut tumbuh dan tinggal dalam kesehariannya yang
dilaporkan remaja dalam skala konsep diri dalam kolom identitas.
D. Subjek Penelitian
Dalam menentukan batasan mengenai subjek penelitian, peneliti
memberi batasan mengenai populasi dan sampel dalam penelitian. Populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian. Dari populasi yang ada akan diambil
contoh atau sampel yang diharapkan dapat mewakili populasinya
(Arikunto,1989). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja. Sedangkan sampel
adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1989). Sampel yang
diambil harus representatif dalam arti karakteristik dan sifat sampel mampu
menggambarkan sifat dan karakteristik populasinya. Dalam pengambilan sampel
harus benar-benar dapat berfungsi sebagai sampel atau dapat menggambarkan
keadaan yang sebenarnya.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan teknikpurposive
sampling untuk mengambil subjek. Purposive sampling adalah suatu teknik
pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat, karakteristik tertentu
yang merupakan ciri pokok populasi yang diteliti (Arikunto, 2002)
Subjek penelitian ini adalah remaja pria dan wanita yang berada pada
Selain itu, peneliti juga mengambil sample subjek remaja yang tinggal di rumah
bersama dengan keluarga.
E. Metode Pengambilan data
Peneliti menyebar angket skala konsep diri ke beberapa panti asuhan
dan komunitas-komunitas remaja yang di dalamnya terdapat subjek sample. Jenis
pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan angket skala konsep
diri karena subjek yang diambil banyak dan subjek penelitian ini adalah remaja
sehingga mereka telah mampu mengisi self report. Data yang dimaksud berupa
pernyataan-pernyataan langsung yang terarah kepada informasi mengenai data
atau opini yang menyangkut diri subjek. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar
penggunaan angket yaitu bahwa subjek merupakan orang yang paling mengetahui
tentang dirinya sendiri (Aswar,1999)
Dalam penelitian ini peneliti, langkah-langkah prosedur pengambilan
data adalah sebagai berikut:
1. Tahap uji coba (try out)
Tahap ini digunakan untuk menyeleksi aitem, dimana aitem yang
baik akan digunakan untuk penelitian dan aitem yang gugur akan dibuang.
Melakukan try out artinya mengujicobakan sekumpulan pernyataan sikap
yang telah disusun menjadi alat tes (uji coba) pada sekelompok uji coba yang
memiliki karakteristik yang mirip dengan subjek penelitian. Try out
yang telah ditetapkan sebagai subjek penelitian dengan jumlah masing-masing
kelomopk subjek 60 orang.
Sebelum membuat item, peneliti membuat blue print dimana blue
print akan memberikan gambaran mengenai isi skala dan menjadi acuan serta
pedoman bagi penulis untuk tetap berada dalam lingkup ukur yang benar.
Pada akhirnya, bila diikuti dengan baik, blue print akan mendukung validitas
isi skala (Aswar, 1999). Skala konsep diri yang disusun berdasarkan indicator
pada bab 2 yang terdiri dari aitem-aitem favorable dan aitem-aitem
unfavorable. Skala konsep diri ini digunakan untuk mengungkapkan tinggi
rendahnya konsep diri yang dimiliki subjek. Secara keseluruhan aitem skala
konsep diri terdiri dari 64 aitem yang terbagi menjadi 32 aitem favorable dan
32 aitem unfavorable.
2. Tahap penelitian
Setelah mengadakan seleksi aitem berdasarkan blue print dan
indicator perilaku yang ingin diungkap, selanjutnya dilakukan prosedur
seleksi aitem berdasarkan data empiris, yaitu data hasil uji coba aitem pada
kelompok subjek penelitian yang sesungguhnya.
Skala yang digunakan untuk mengukur penelitian ini dengan
menggunakan skala Likert dan pengumpulan data dengan menggunakan
metode Summated rated ratings yang terdiri atas empat kategori jawaban
peneliti meniadakan opsi jawaban tengah (jawaban ragu-ragu) dengan alasan
untuk menghindari subjek memilih opsi tersebut karena dapat diartikan bahwa
responden belum dapat memutuskan atau memberikan jawaban (netral) dan
efek kecenderungan untuk jawab ke tengah (central tendency effect) yang
akan menghilangkan banyaknya informasi yang dapat diperoleh dari subjek (
Hadi, 1991).
Dari skala ini, subjek diminta untuk memilih salah satu jawaban dari
empat alternative jawaban yang sesuai dengan keadaan subjek tersebut.
Alternatif jawaban yang tersedia dikategorikan menjadi 4 kategori, yaitu:
SS : Sangat sesuai, berarti pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri
subjek
S : Sesuai, berarti pernyataan tersebut sesuai dengan diri subjek
TS : Tidak sesuai, berarti pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri
subjek.
STS : Sangat tidak sesuai, berarti pernyataan tersebut sangat tidak sesuai
dengan diri subjek.
Isi dari pernyataan dalam angket terbagi menjadi dua yaitu
pernyataan yang mendukung (favorable) dan pernyataan yang tidak
mendukung (unfavorable). Scoring tiap aitem skala konsep diri tergantung
berikut : SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk pernyataan
unfavorable, skoringnya adalah SS = 1, S = 2, TS = 3, STS = 4.
Tabel 1
Blue print Skala Konsep Diri
No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
1 Fisik 8 8 16 aitem
2 Psikis 8 8 16 aitem
3 Sosial 8 8 16 aitem
4 Moral 8 8 16 aitem
Total 32 aitem 32 aitem 64 aitem
Skala penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti dimana butir-butir
pernyataan di dalamya merupakan uraian dari aspek-aspek dalam konsep diri.
Banyaknya butir dalam skala ini adalah 64 aitem. Berikut adalah tabel
distribusi aitem pra uji coba skala konsep diri (tabel 2) menurut aspek dan
Tabel 2
Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Konsep Diri Menurut Aspek Favorable / Unfavorable
No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
1 Fisik
Total 32 aitem 32 aitem 64 aitem
F. Uji Validitas dan Reabilitas
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui
sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam menjalankan fungsi
validitas yang tinggi bila menjalankan fungsinya sesuai dengan maksud
pengukuran tersebut.
Penelitian ini pengukuran validitas alat tes yang digunakan adalah
metode validitas isi. Validitas isi (Content Validity) ini merupakan validitas
estimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional, untuk
melihat sejauh mana isi tes tersebut mencerminkan atribut yang hendak
diukur, sehingga alat tes tersebut harus relevan dan tidak keluar dari batas
tujuan ukur (Azwar, 2004).
Sebelum uji coba, skala konsep diri diuji validitas isinya terlebih
dahulu menggunakan professional judgement atau analisis rasional yaitu
validitas isi dikoreksi oleh orang yang sudah ahli (Azwar, 1999) dalam hal ini
adalah dosen pembimbing.
2. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur
yang mengandung kecermatan pengukuran (Azwar, 1999). Singkatnya,
reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Reliabilitas skala konsep diri diukur dengan teknik konsistensi internal yang
perhitungannya dilakukan dengan teknik koefisien Alpha Cronbach dalam
program SPSS for window versi 16.0. . Koefisien reliabilitas yang diperoleh
pada penelitian ini sebesar 0,847 sehingga dapat dikatakan bahwa reliabilitas
3. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan dengan tujuan untuk memilih item-item yang
baik dan berkualitas. Hanya item yang mempunyai kualitas baik yang boleh
digunakan dalam skala penelitian, sedangkan item yang tidak mempunyai
kualitas baik harus disingkirkan atau direvisi kembali. Seleksi item dilakukan
dengan cara uji coba alat ukur atau biasa disebut tryout. Pengujian data
diskriminasi item menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi
antara distribusi skor item dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi
skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi
item total (rix) yang dikenal dengan sebutan Parameter Daya Beda Item
(Azwar, 2009). Penghitungan koefisien korelasi item total menggunakan
programSPSS 16.00 for Window.
H. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk mengolah data hasil
penelitian yang masih berupa data kasar menjadi data yang lebih mudah dibaca
dan diinterpretasikan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian
adalah uji-t dengan menggunakan program Independent Sample t-test dari SPSS
16,00 for windows. Melalui uji-t dapat dilihat perbedaan mean antara kedua
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor
ada kedua kelompok sample mengikuti distribusi normal atau tidak. Uji
normalitas dilakukan dilakukan dengan menggunakanSPSS for windows versi
16,00 sedangkan metode yang digunakan di sini adalah One Sampel
Kolmogorov Smirnov Test. Cara untuk untuk mengetahui apakah sebaran
skornya berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat nilai
probabilitasnya. Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka
sebaran item item dinyatakan tidak normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari
sample yang akan diuji tersebut sama atau tidak. Caranya adalah dengan
melihat nilai probabilitasnya padaLevene Testdengan menggunakanSPSS for
windows versi 16,00Jika nilai probabilitas yang didapat lebih besar dari 0,05
(p>0,05) maka kedua kelompok memiliki varian yang tidak sama.
3. Independent Sample T-Test
Independent Sample T-Test digunakan untuk pengujian rata-rata dua
sample yang saling tidak berhubungan (bebas satu terhadap lainnya, sample
bersifat independent) atau pada prinsipnya yaitu ingin menguji apakah ada
samplenya. Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata
BAB IV
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Sebelum try out dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti melakukan
serangkaian proses perizinan di panti asuhan yang akan dijadikan subjek
penelitian. Subjek try out adalah subjek yang memiliki karakteristik yang mirip
dengan subjek penelitian yaitu remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua
dan remaja yang tinggal di panti asuhan.
Skala konsep diri yang diujikan pada saat try out nantinya akan
dianalisis untuk mendapatkan item terbaik dengan menggunakan analisa seleksi
item. Pengujian ini menggunakan taraf signifikasi 5% dengan N=120 yang
terbagi dalam 60 remaja yang tinggal di panti asuhan dan 60 remaja yang tinggal
di rumah bersama orang tua. Item yang dianggap valid adalah item yang
memiliki rxy ≥ 0,25. Dari hasil perhitungan, diperoleh koefisien korelasi item total yang berkisar antara - 0,259 - 0,649. Hasil pengujian dari 64 item, terdapat
32 item yang gugur dengan perbandingan jumlah item di masing-masing aspek
sebagai berikut :
Tabel 3
Distribusi Aitem Sahih
Objek Sikap
Nomor Item Gugur
Jumlah Nomor Item Sahih Jumlah
Aspek Fisik 2,9,18,24,59,60, 6
1,10,19,20,28,32,39,4
9 27,42 ,54,56,63,64 6
Aspek Moral
Penelitian untuk kelompok subjek panti asuhan dilakukan di 5 panti
asuhan yang ada di Yogyakarta yaitu: Panti Asuhan Remaja Al-Lathif, Panti
Asuhan Tunas Harapan, Panti Asuhan Ibadah Bunda, dan Panti Asuhan Gembala
Baik. Alasan diambilnya sampel panti asuhan tersebut karena ke lima panti
asuhan tersebut merupakan panti asuhan remaja atau memiliki anak asuh dengan
tinggal di rumah diambil dari beberapa sampel remaja yang diambil dengan
metodepurposive sampling.
Penelitian dilakukan dengan menyebarkan skala sejumlah 120
kuesioner, 60 kuesioner untuk kelompok subjek remaja panti asuhan dan 60
kuesioner untuk kelompok subjek remaja yang tinggal di rumah bersama orang
tua.
C. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian diambil dengan metode purposive sampling.
Dari pengambilan data tersebut diperoleh karakteristik subjek penelitian
sebagai berikut:
Tabel 4
Karakteristik Subjek Penelitian
Remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua
Jenis Kelamin L = 41 orang P = 19 orang
Rentang Usia 15 – 17 tahun
Remaja yang tinggal di panti asuhan Panti
Asuhan Jumlah Jumlah Jumlah subjek penelitian
Pengasuh
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor
mengikuti distribusi normal (Arikunto,2003). Jika p > 0,05 maka sebaran skor
dinyatakan normal dan jika p < 0,05 maka sebaran skor dinyatakan tidak
Uji normalitas dilakukan pada masing-masing kelompok, untuk skor konsep
diri diperoleh p sebesar 0,798 untuk kelompok subjek remaja yang tinggal di
rumah bersama orang tua dan p sebesar 0,547 untuk kelompok subjek yang
tinggal di panti asuhan. Jika p > 0,05 maka distribusi skor konsep diri remaja
yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang
tua dinyatakan normal. Keseluruhan data tersebut menunjukkan bahwa
variabel tersebut adalah normal dan dapat digunakan sehingga salah satu
asumsi uji-t telah terpenuhi.
Tabel 5
Hasil Uji Normalitas
Variabel
Kolmogorov-Sminov Z
Asymp. Sig.
(2-tailed) Keterangan
Remaja yang tinggal di
rumah bersama orang tua 0,606 0,798 Normal
Remaja yang tinggal di
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan pada variabel konsep diri menggunakan
program SPSS for windowsversi 16,00. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah varians tersebut adalah sama. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar
dari 0,05 (p>0,05) maka kedua kelompok sampel memiliki varians yang sama.
Begitu pula sebaliknya, jika probabilitasnya kurang dari 0,05 ( p<0,05) maka
kedua kelompok sampel memiliki varians yang berbeda.
Berdasarkan perhitungan uji homogenitas, diperoleh probabilitas
sebesar 0,037. Sehingga probabilitas tersebut lebih kecil dari 0,05 (p<0,05),
hal itu berarti bahwa kelompok sampel memiliki varians yang berbeda maka
pada uji hipotesis digunakan skorequal variances not assumed.
Tabel 6
Hasil Uji Homogenitas Perbedaan Antar Variabel
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
3. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada perbedaan konsep diri
antara remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua dengan remaja yang
tinggal di panti asuhan”. Uji hipotesis ini dilakukan setelah melakukan uji
normalitas dan uji homogenitas. Perhitungan uji hipotesis dilakukan dengan
menggunakan Independent Sample T- Test dari SPSS for windows versi
16.00.
Tabel 7
Hasil Uji Hipotesis Antar Variabel
Status N Mean
tinggal di rumah 60 60,000 6,48074 0,83666 2.453 0.016
bersama orang
tua
Remaja yang 60 56,450 9,14928 1,18117 2.453 0.016
Dari tabel skor rata-rata konsep diri remaja yang tinggal di rumah
bersama orang tua dan remaja yang tinggal di panti asuhan terdapat 120 subjek
yang terdiri dari 60 remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua dan 60
remaja yang tinggal di panti asuhan. Berdasarkan hasil uji hipotesis dan tabel
uji-t di atas menghasilkan t hitung sebesar 2,453 sedangkan nilai p sebesar
0,016 yang berarti p<0,05. Hal itu menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara konsep diri remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua
dengan remaja yang tinggal di panti asuhan. Dalam penelitian ini
menggunakan signifikasi one tailed oleh sebab itu, nilai p yang diperoleh
dibagi 2 dan mendapatkan nilai 0,008 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa
ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja yang tinggal di rumah
bersama orang tua dan remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang
tinggal di rumah bersama orang tua memiliki konsep diri yang lebih positif.
4. Deskripsi Data
Untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok
terpisah maka dibuatlah kategorisasi berdasarkan model distribusi normal. Hal
ini dilakukan dengan cara membandingkan Mean Teoritik(MT) dan Mean
Empiris(ME). Perhitungan untuk mencari Mean Teoritik adalah sebagai
Tabel 8
Hasil Perbandingan Mean Empiris dan Teoritis
VARIABEL
MEAN EMPIRIS
MEAN TEORITIK
Remaja yang tinggal di
rumah bersama orang tua 60,000 80
Remaja yang tinggal di panti
asuhan 56,450 80
E. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan konsep diri antara
orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan
antara konsep diri remaja yang di tinggal di rumah bersama orang tua dengan
remaja yang tinggal di panti asuhan. Hasil analisis tersebut dibuktikan dengan
t sebesar 2,453 dengan probabilitas sebesar 0,008 ( p<0,05) yang berarti Ho
ditolak sehingga konsep diri remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua
lebih positif dibanding remaja yang tinggal di panti asuhan.
Ballachey dkk (1982) mengungkapkan bahwa konsep diri yang
dimiliki individu tidak terbentuk dengan sendirinya namun berkembang
sejalan perkembangan manusia dan merupakan hasil interaksi dengan
lingkungan sosialnya. Lingkungan diartikan sebagai segala bentuk pengaruh
fisik maupun pikis yang diterima oleh remaja di panti asuhan dan remaja yang
tinggal di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan yang ditimbulkan
karena pengaruh perbedaan lingkungan tersebut haruslah diolah sedemikian
rupa sehingga pengaruh lingkungan yang diterima oleh remaja yang tinggal di
rumah dapat diadopsi semaksimal mungkin di panti asuhan.
Perbedaan dalam terbentuknya konsep diri yang relatif lebih negatif
dari anak panti asuhan dipengaruhi oleh adanya “label” anak ‘yatim yang
perlu dikasihani’ yang melekat pada diri mereka. Adanya label tersebut tidak
dapat dipungkiri mempengaruhi kepercayaan diri mereka dan tanpa disadari
kemungkinan manghambat berkembangnya konsep diri (Lukman, 2000)
karena secara tidak langsung anak panti memandang diri mereka berbeda