• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua - USD Repository"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL DI RUMAH BERSAMA ORANG TUA

Dosen Pembimbing : A. Tanti Arini , S. Psi., M.Si

Disusun Oleh : Cicilia Wilis Ruspitosari

049114011

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL DI RUMAH BERSAMA ORANG TUA

Dosen Pembimbing : A. Tanti Arini , S. Psi., M.Si

Disusun Oleh : Cicilia Wilis Ruspitosari

049114011

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

T oopenmy eyestobeall I canbe…

T otravel roadsnot taken, tomeet facesunknown…

T ofeel thewind, totouchthestars…

I promisetodiscover my self…

T ostandtall withgreatness…

T ochasedownandcatchmy dream…

L ifeisadventure…

(6)

v

Kary a sederhana ini kupersembahkan untuk :

Orang tua,

saudara,

sahabat...

Terimakasihatas cintadan

(7)
(8)

vii

ORANG TUA

Cicilia Wilis Ruspitosari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris perbedaan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua. Hipotesis pada penelitian ini bahwa ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua, konsep diri remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua memiliki konsep diri yang lebih positif. Subjek pada penelitian ini adalah 120 responden dengan perincian 60 remaja yang tinggal di panti asuhan serta 60 remaja yang tinggal di rumah bersama dengan orang tua. Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah skala konsep diri dengan reliabilitas 0,847 dan menggunakan validitas isi. Metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian adalah uji-t dengan menggunakan programIndependent Sample t-test

Hasil penelitian menunjukkan nilai t sebesar 2,543 dan p sebesar 0,008 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua memiliki konsep diri yang lebih positif.

(9)

viii

WITH THEIR PARENTS

Cicilia Wilis Ruspitosari

ABSTRACT

This research aim to prove empirically the different of self-concept teenagers who live in orphanage and teenagers who live in house together with their parents. Hyphotesis of this research determines that there is significant difference between self-concept teenagers who live in orphanage and self-concept teenagers who live in house together with their parents, self-concept teenagers who live in house together with their parents is more positive. Subject of this research is 120 respondent with followed detail 60 teenagers who live in orphanage and 60 teenagers who live in house together with their parents. In this research, measurement device is self-concept scale with reliability 0,847 dan using contain validity. Method which is used to analyze research data is t-test by using programmable software Independent Sample Test. Result of this research yield t-value 2,543 an p 0,008 so then acquired conclusion that there is significant difference between self-concept teenagers who live in orphanage and teenagers who live in house together with their parents and teenagers who live in house together with their parents have more positive self-concept.

(10)

ix

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Cicilia Wilis Ruspitosari Nomor Mahasiswa : 049114011

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Perbedaan Konsep Diri Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan dan

Remaja Yang Tinggal Di Rumah Bersama Orang Tua

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 10 September 2011

Yang menyatakan,

(11)

x

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus Juru Selamat atas

terselesaikannya skripsi ini setelah mengalami banyak liku. Namun berkat doa dan

dukungan dari berbagai pihak membuat penulis dapat bertahan. Oleh karena itu

dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Jesus my Saviour,kulakukan terbaikku, Kau yang selebihnya.

2. Dr. Ch. Siwi Handayani, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dosen penguji. Terima kasih untuk masukan yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu Aquilina Tanti Arini S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi.

Terima kasih untuk kesabarannya ya Bu.

5. Ibu Lusia Pratidarmanastiti S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing

akademik sekaligus dosen penguji skripsi. Terima kasih untuk bantuan yang

sudah diberikan selama ini.

6. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S. Psi. Selaku dosen penguji skripsi. Terima

kasih atas masukan-masukan yang diberikan.

7. Semua dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang tidak apat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk pelajaran dan

pengalaman yang dibagikan selama ini.

8. Ibu yang begitu sabar dengan kasihnya yang selalu aku rasakan dan doanya

(12)

xi

terselesaikannya skripsi ini... thank’s a lot....

10. ‘Sahabat’ Arnoldus Yansen Dudi yang bertahun-tahun dengan setia dan

sabar menemani, mendampingi... I have nothing if I don’t have you...

11. Club “Jojoba”: Vania, Dora, Pristi, Atik (Walaupun ga pada jomblo .... ), thanks for your support although i’m the last...hehehe

12. Pengelola Panti Asuhan; Ibu Atik (Panti Asuhan Ibadah Bunda), Mas Ito

(Panti Asuhan Al-Lathif), Bpk Susanto ( Panti Asuhan Tunas Harapan),dan

Sr. Cecilia ( Panti Asuhan Gembala Baik) yang sudah memberikan ijin

untuk melakukan penelitian.

13. Teman-teman panti yang bersedia menyediakan waktunya untuk mengisi

skala penelitian di sela-sela kegiatannya.

14. Mas Gandung, Pak Gik, Mbak Nanik, Mas Doni dan Mas Muji yang selalu

direpotin sejak awal kuliah hingga sekarang.

15. Keluarga Togamas Ujo: Terimakasih atas kesempatan dan pelajaran hidup

yang diberikan...Bahagia pernah menjadi bagian dari keluarga ini.. Salam

Dahsyat!!!

16. Last but not least Lusi, Mbak Ayu, Chika, Ita, Japar, Paimun: Thank you

guys....

Yogyakarta, 22 Juni 2011

(13)

xii

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN...ii HALAMAN PENGESAHAN ...iii HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar belakang masalah... 1

B. Rumusan masalah ... 5

C. Tujuan penelitian ... 6

D. Manfaat penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Konsep diri ... 7

1. Pengertian konsep diri ... 7

(14)

xiii

4. Aspek – aspek konsep diri... 10

5. Jenis – jenis konsep diri ... 11

B. Remaja... 13

1. Pengertian remaja ... 13

2. Batasan usia remaja ... 15

3. Pengertian konsep diri remaja ... 16

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi Konsep diri remaja ... 17

C. Panti asuhan... 21

1. Pengertian panti asuhan... 21

2. Tujuan panti asuhan ... 22

3. Fungsi panti asuhan ... 22

D. Keluarga ... 23

1. Pengertian keluarga ... 23

2. Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak ... 23

E. Dinamika perbedaan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dengan remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua ... 24

F. Skema ... 28

G. Hipotesis... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Jenis penelitian ... 30

(15)

xiv

D. Subjek penelitian... 32

E. Metode pengambilan data ... 33

1. Tahap uji coba ... 33

2. Tahap penelitian ... 34

F. Uji validitas dan reabilitas ... 37

1. Validitas ... 37

2. Reabilitas ... 38

3. Seleksi item ... 39

G. Metode analisis data... 39

1. Uji normalitas ... 40

2. Uji homogenitas ... 40

3. Independent sample t – test ... 40

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Persiapan penelitian... 42

B. Pelaksanaan penelitian ... 43

C. Hasil penelitian... 44

1. karakteristik subjek penelitian ... 44

D. Analisis data... 45

1. Uji normalitas ... 45

2. Uji homogenitas ... 47

3. Uji hipotesis ... 48

(16)

xv

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(17)

xvi

Tabel 1.Blue PrintSkala Konsep Diri ... 36

Tabel 2. Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Konsep Diri Menurut Aspek ... 37

Tabel 3. Distribusi Aitem Sahih... 43

Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian... 44

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas ... 46

Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Perbedaan Antar Variabel ... 47

Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis Antar Variabel ... 48

(18)

xvii

Skala Konsep Diri ... 61

DataTry Out... 66

Data Aitem Sahih ... 69

Uji Normalitas... 72

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perkembangan kepribadian masa remaja mempunyai arti yang

khusus pada masa ini remaja tidak memiliki status yang jelas karena dirinya

bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa (Hurlock, 1999). Remaja

mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa

dirinya adalah manusia unik. Remaja mulai menyadari sifat-sifat yang melekat

pada dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan

yang dikejarnya dimasa depan, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya

sendiri. Inilah masa dalam kehidupan ketika seseorang ingin menentukan

siapakah ia pada saat sekarang dan ingin menjadi apa ia di masa yang akan

datang. Pada prinsipnya setiap orang memiliki harapan terhadap dirinya sendiri

(Hall,1993). Harapan terhadap diri sendiri ini tidak lepas dari peranan konsep diri,

dikarenakan konsep diri menentukan pengharapan individu. Mc. Candles (dalam

Pudjijogyanti, 1988) mengatakan bahwa konsep diri merupakan seperangkat

harapan serta penilaian perilaku yang menunjuk kepada harapan-harapan tersebut.

Pada proses penemuan identitas diri seorang remaja, konsep diri

merupakan hal yang penting untuk menentukan bagaimana identitas diri remaja

tersebut. Apabila remaja mempunyai konsep diri yang positif maka ia akan

(20)

memiliki keyakinan bahwa ia mampu melakukan tugas tertentu, namun apabila

remaja memiliki konsep diri yang negatif maka ia akan cenderung mempunyai

harapan rendah terhadap keberhasilannya dalam menyelesaikan suatu tugas.

Dalam hal ini konsep diri berperan menentukan keberhasilan dan kegagalan

seseorang dalam mengatasi persoalan dan penyesuaian dirinya (Hurlock,1999).

Hal ini dikuatkan oleh Calhoun dan Accocella (1993) yang

mengatakan bahwa konsep diri penting dalam pembentukan kepribadian karena

konsep diri merupakan inti atau faktor primer dalam kepribadian dan gambaran

seseorang mengenai dirinya sendiri. Konsep diri juga dianggap pemegang

peranan kunci pengintegrasian kepribadian individu di dalam memotivasi tingkah

laku serta di dalam pencapaian kesehatan mental (Burns, 1993).

Konsep diri yang dimiliki individu tidak terbentuk dengan sendirinya

namun berkembang sejalan perkembangan manusia dan merupakan hasil interaksi

dengan lingkungan sosialnya (Ballachey dkk,1982). Banyak faktor lingkungan

yang turut berpengaruh terhadap terbentuknya konsep diri, diantaranya yaitu

faktor keluarga karena hubungan individu dengan keluarga terutama dengan

orang tua merupakan kontak sosial yang pertama yang dialami individu dan

kontak sosial yang paling kuat (Calhoun & Acocella, 1990).

Adanya perhatian kehangatan serta kasih sayang antar anggota

keluarga akan menyebabkan remaja bersikap positif terhadap dirinya sendiri

maupun lingkungannya. Hal ini merupakan pangkal terbentuknya konsep diri

(21)

faktor yang dapat mendukung terbentuknya pribadi yang sehat pada anggota

keluarga, diantaranya yaitu: faktor kasih sayang , kepuasan emosi, perasaan aman

yang semuanya ini dapat diperoleh anak melalui pemberian perhatian, pengertian

serta kasih sayang orang tua.

Kenyataannya, tidak semua remaja dapat menikmati hidupnya dengan

baik. Hal ini bisa disebabkan karena factor ekonomi, ditinggal orang tua

meninggal ataupun permasalahan keluarga yang menyebabkan remaja mengalami

permasalahan-permasalahan sosial (Meizarra, Mappiere & Sumunanti, 1999)

diantaranya mereka harus hidup terpisah dari orang tuanya. Tidak sedikit juga

remaja yang telantar dan tidak memiliki tempat tinggal tetap. Untuk mengatasi hal

tersebut di masa sekarang banyak terdapat yayasan-yayasan panti asuhan untuk

menampung anak-anak yang mengalami permasalahan tersebut dan membina

serta mengasuh mereka agar dapat menikmati hidup dengan baik dan layak.

Kehidupan remaja di panti asuhan pada dasarnya sama dengan

kehidupan remaja di dalam lingkungan keluarga, mereka makan, tidur, bergaul

dan beraktivitas selayaknya remaja lain. Namun, ada beberapa perbedaan, hal ini

dapat dilihat dari hasil survai yang dilakukan peneliti pada salah satu panti asuhan

yaitu Panti Asuhan PBK Kulon Progo. Berdasarkan survai tersebut tampak

bahwa rasio antara jumlah pengasuh dan anak asuh cukup besar dengan jumlah

pangasuh 3 orang dan jumlah anak asuh 56 orang. Begitu juga dengan survai yang

dilakukan di Panti Asuhan GAV Kali Kuning yang hanya memiliki 2 orang

(22)

asuhan tersebut bukan tidak mungkin bahwa dipanti asuhan lain juga memiliki

kondisi yang hampir sama dengan kedua panti asuhan di atas.

Perbedaan rasio yang cukup besar antara jumlah pengasuh dan anak

asuh ini menyebabkan intensitas hubungan antara kedua pihak dan jadwal

pertemuan individu bisa dikatakan kurang sehingga anak-anak asuh kurang

mendapatkan perhatian secara individual. Kurangnya kasih sayang, perhatian, dan

bimbingan karena pengasuh harus berbagi perhatian dan kasih sayang dengan

yang lain mengakibatkan sedikitnya pendampingan yang diperoleh sehingga

remaja harus dapat mengatur hidupnya sendiri dan menentukan sendiri kemana

arah kehidupan yang akan dijalankan nantinya.

Situasi ini berbeda dengan apa yang dialami oleh remaja yang tinggal

di rumah bersama orang tuanya. Rata-rata pada jaman ini jumlah anak yang di

asuh dalam lingkungan keluarga tidak mencapai 6 orang sehingga diharapkan

terjalin hubungan emosional dan intensitas hubungan yang kuat antara anak dan

orang tua.

Sedikitnya perhatian yang diberikan oleh pengasuh kepada anak

asuhnya di panti asuhan dalam hal ini remaja menyebabkan persepsi remaja

terhadap diri mereka sendiri lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman

sebayanya yang tinggal bersama mereka di asrama. Semua itu disebabkan karena

remaja melakukan kegiatan dan menghabiskan waktu bersama dengan

teman-teman seasramanya. Remaja panti juga membutuhkan penerimaan dalam

(23)

yang diukir remaja dalam pergaulan dengan teman sebayanya mempengaruhi

pandangan remaja itu sendiri terhadap dirinya (Calhoun&Acocella,1990).

Pengaruh teman sebaya terhadap konsep diri remaja ini menguatkan penelitian

Lukman (2000) yang menunjukkan hasil bahwa konsep diri remaja panti asuhan

berada pada kategori sedang hal ini berarti anak panti asuhan berpotensi memiliki

konsep diri yang negatif tetapi tidak menutup kemungkinan juga mereka memiliki

konsep diri yang cenderung positif.

Di sisi lain, keberadaan remaja di panti asuhan dapat menjadi

hambatan dalam perkembangan konsep diri positif. Menurut Lukman (2000) anak

asuh panti asuhan telah “terlabeli” dengan label ‘ anak yatim’ yang perlu

dikasihani. Artinya label yang muncul secara internal dan pandangan lingkungan

sosial terhadap mereka membuat mereka harus menebak-nebak dalam penilaian

diri mereka sendiri.

Perbedaan situasi dan lingkungan antara panti asuhan dan rumah

bersama orang tua tidak menutup kemungkinan mempengaruhi konsep diri

remaja. Oleh sebab itu, berdasarkan uraian di atas penulis ingin meneliti apakah

ada perbedaan antara konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja

yang tinggal di rumah bersama orang tua.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan konsep diri antara remaja yang tinggal di panti

(24)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai

ada tidaknya perbedaan konsep diri antara remaja yang tinggal di rumah bersama

orang tua dengan remaja yang tinggal di panti asuhan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis:

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi gambaran bagi pengelola

yayasan panti asuhan dan orang tua mengenai salah satu faktor yang

berpengaruh dalam pembentukan konsep diri remaja itu sendiri.

2. Manfaat teoritis :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dan sumbangan

ilmu pengetahuan bagi Psikologi, khususnya bagi Psikologi Sosial, dan

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep diri

1. Pengertian Konsep Diri

Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh berbagai

pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu lain,

terutama dengan orang-orang terdekat. Sejarah individu dari masa lalu dapat

membuat dirinya memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan

sebenarnya (Centi,1993). Cara pandang individu terhadap dirinya akan

membentuk suatu konsep tentang dirinya sendiri. Konsep tentang dirinya

sendiri merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan individu karena

konsep diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi

(Calhoun&Acocella, 1990).

Pengharapan mengenai diri akan menentukan bagaimana individu

akan bertindak dalam hidup. Apabila seorang individu berpikir bahwa dirinya

bisa, maka individu tersebut cenderung akan sukses tapi bila individu tersebut

berpikir bahwa dirinya akan gagal, maka sebenarnya dirinya telah

menyiapkan diri untuk gagal. Jadi dapat dikatakan bahwa konsep diri

merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman baik itu

(26)

perasaan, pikiran, persepsi dan tingkah laku individu (Calhoun&acocella,

1990). Singkatnya, Calhoun dan Acocella (1990) mengartikan konsep diri

sebagai gambaran individu yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri,

pengharapan bagi dirinya sendiri dan penilaian terhadap dirinya sendiri.

2. Dimensi Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang

individu. Menurut (Calhoun & Acocella,1990), dimensi konsep diri terbagi

menjadi 3, yaitu:

1. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan.

Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu ketahui

tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas

seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain-lain serta

sesuatu yang mengacu pada kualitas individu seperti individu yang egois,

baik hati, tenang. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri

individu dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimiliki

individu tidaklah menetap sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah

dengan cara merubah tingkah laku individu tersebut atau dengan cara

(27)

2. Harapan

Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain individu

mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya, individu juga

memiliki satu set pandangan lain yaitu tentang kemungkinan menjadi apa

di masa mendatang (Rogers dalam Calhoun dan Acocella,1990).

Singkatnya, setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri

dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap individu.

3. Penilaian

Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap

dirinya sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya

sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri integrasi antara

pengetahuan dan harapan yang dimiliki individu. Ditambahkan pula

menurut Centi (1992) bahwa penilaian yang dilakukan individu adalah

bagaimana individu merasa dirinya sebagai pribadi yang dipikirkannya.

Konsep diri yang dimiliki setiap individu mencakup 3 dimensi

yaitu pengetahuan tentang dirinya sendiri, harapan mengenai dirinya

sendiri, dan penilaian mengenai dirinya. Pengetahuan adalah apa yang

individu ketahui tentang dirinya baik dari segi kualitas dan kuantitas.

Harapan adalah apa yang individu inginkan untuk dirinya di masa datang.

Penilaian muncul dari adanya kesenjangan antara pengetahuan diri dan

(28)

Berdasarkan pengertian dan dimensi konsep diri, kesimpulan

konsep diri dalam penelitian ini adalah penilaian individu terhadap dirinya

sendiri yang merupakan integrasi antara pengetahuan diri dengan harapan

yang dimiliki individu untuk masa depannya.

3. Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri yang dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan

melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri

tumbuh dan berkembang seiring perjalanannya terutama akibat dari hubungan

individu dengan individu lain. Ketika individu lahir, individu tidak memiliki

pengetahuan tentang dirinya, tidak memiliki harapan-harapan yang ingin

dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap dirinya sendiri (Calhoun &

acocella,1990). Namun seiring berjalannya waktu individu mulai bisa

membedakan antara dirinya, orang lain,dan benda-benda di sekitarnya dan

pada akhirnya individu mulai mengetahui siapa dirinya, apa yang

diinginkannya serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri

(Calhoun&acocella,1990).

4. Aspek – aspek Konsep Diri

Berzonky (1981) membagi diri atau ‘self’ menjadi 4 bagian, yaitu:

1. Diri fisik

Merupakan penilaian individu terhadap segala sesuatu yang

(29)

Contoh konsep diri positif terhadap aspek fisik: saya senang dengan warna

kulit saya.

2. Diri Psikis

Merupakan penilaian mengenai pikiran, perasaan, dan sikap

yang dimiliki oleh individu terhadap dirinya sendiri. Misalnya: Saya yakin

mampu melewati cobaan ini.

3. Diri Sosial

Merupakan penilaian terhadap peran sosial yang dimainkan

individu dan penilaian individu terhadap peran tersebut. Misalnya: Saya

senang dapat membantu teman yang sedang mengalami kesulitan.

4. Diri Moral

Merupakan penilaian individu terhadap nilai-nilai dan prinsip

yang memberi arti serta arah bagi kehidupannya. Misalnya: Saya memiliki

prinsip-prinsip yang saya pegang untuk kehidupan saya ke depan

Menurut Beronzky diri “self’ dibagi menjadi 4 yaitu: diri fisik,

diri psikis, diri moral, dan diri sosial. Empat bagian dari diri tersebut pada

penelitian ini akan dijadikan sebagai aspek konsep diri.

5. Jenis – jenis Konsep Diri

Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya

(30)

1. Konsep diri positif

Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai

suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat

stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah

individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima

segala fakta tentang dirinya, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi

positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki

konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan

realitas yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat

dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serat menganggap

bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.

Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah

individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala

sesuatu yang ada pada dirinya baik itu kekurangan atau kelebihan.

2. Konsep diri negatif

Calhoun dan Acocella(1990) membagi konsep diri negatif

menjadi dua tipe yaitu:

a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,

tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut

benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau

(31)

b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa

terjadi karena individu dididik dengan cara keras, sehingga

menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan

dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup

yang tepat.

Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri yang negatif

terdiri dari 2 tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya

dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya, sedangkan tipe kedua

adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil

atau lebih jelasnya kaku.

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja (Adolescene) berasal dari bahasa Yunani yaitu Adolescere,

yang berarti tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Istilah Adolescene

yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock,1999). Piaget

(dalam Hurlock,1999) mengatakan bahwa remaja merupakan usia di mana

individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa.

Sementara itu, Kartono (1990) mengatakan bahwa masa remaja juga

(32)

dengan masa dewasa. Pada periode remaja terjadi perubahan-perubahan besar

dan esensial mengenai fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, yang sangat

menonjol pada periode ini adalah kesadaran yang mendalam mengenai diri

sendiri di mana remaja mulai meyakini kemampuannya, potensi dan cita-cita

sendiri (Kartono,1990)

Pada remaja terdapat tugas-tugas perkembangan yang sebaiknya

dipenuhi. Menurut Hurlock (1999) semua tugas perkembangan pada masa

remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang

kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.

Adapun tugas perkembangan remaja itu adalah:

1. Mencapai peran sosial pria dan wanita

2. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria dan wanita.

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya

5. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang

6. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

7. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku dan mengnembangkan ideologi

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

(33)

masa dewasa. Pada masa remaja terdapat berbagai perubahan intelektual dan

cara berpikir remaja, terjadinya perubahan fisik yang sangat cepat, terjadinya

perubahan sosial, di mana remaja mulai berintegrasi dengan masyarakat luas

serta pada maa remaja mulai meyakini kemampuannya, potensi serta cita-cita

diri. Selanjutnya, pada masa remaja terdapat tugas-tugas perkembangan yang

sebaiknya dipenuhi sehingga pada akhirnya remaja bisa mantap melangkah ke

tahap perkembangan selanjutnya.

2. Batasan Usia Remaja

Banyak batasan usia remaja yang diungkapkan para ahli, diantaranya

adalah Monks, dkk (1999) yaitu masa remaja awal, masa remaja pertengahan

dan masa remaja akhir. Menurut Monks dkk fase-fase remaja dibagi menjadi 3

tahap:

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada rentang usia ini, remaja mengalami pertumbuhan jasmani

yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif

sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja

tidak mau dianggap anak-anak lagi namun belum bisa meninggalkan pola

kekanak-kanakannya. Selain itu, menurut Kartono (1990) pada masa ini

remaja belum tahu apa yang diinginkannya, remaja sering merasa sunyi,

(34)

b. Remaja Pertengahan (15- 18 tahun)

Pada rentang usia ini kepribadian remaja mulai menemukan

nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran

filosofis dan etis. Maka, dari perasaan yang penuh keraguan pada masa

remaja awal, pada rentang usia ini mulai timbul kemantapan pada diri

sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada

dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang telah

dilakukannya. Menurut Kartono (1990) pada masa ini remaja mulai

menemukan diri sendiri atau jati dirinya. Ditambahkan pula oleh Burns

(1993) bahwa konsep diri yang dimiliki remaja usia 14-18 tahun relatif

stabil karena pada usia ini tidak tampaknya gejolak dan stres.

c. Masa remaja Akhir (18-21 tahun)

Pada rentang usia ini, remaja sudah merasa mantap dan stabil.

Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan hidup yang

digariskannya sendiri dengan itikad baik dan keberanian. Remaja mulai

memahami arah kehidupannya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja

sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas

yang baru ditemukannya (Kartono,1990).

3. Pengertian Konsep Diri Remaja

Konsep diri berkembang seiring dengan pertumbuhan yang dialami

(35)

pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja

karena hal itu merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam

usaha untuk memperbaiki kepribadiannya (Hurlock,1999). Selain itu, konsep

diri juga penting bagi masa remaja karena pada masa ini tubuh remaja berubah

secara mendadak sehingga dapat mengubah pengetauhan tentang diri dan juga

pada masa ini merupakan saat di mana individu harus mengambil keputusan

mengenai kepribadiannya dalam rangka mengatasi berbagai pertanyaan

seperti pemilihan karir (Hardy dan Hayes,1988).

4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja

Menurut Hurlock (1999) pada masa remaja terdapat 8 hal yang

mempengaruhi konsep diri yang dimilikinya:

a. Usia kematangan

Remaja yang matang lebih awal dan diperlakukan hampir seperti

orang dewasa akan mengembangkan konsep diri yang menyenangkan

sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Tetapi apabila remaja

matang terlambat dan diperlakukan seperti anak-anak akan merasa

(36)

b. Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda bisa membuat remaja merasa

rendah diri. Daya tarik fisik yang dimiliki sangat mempengaruhi dalam

pembuatan penilaian tentang ciri kepribadian seorang remaja.

c. Kepatutan Seks

Kepatutan seks dalam penampilan fisik, minat, dan perilaku

membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks

membuat remaja sadar hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.

d. Nama dan Julukan

Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok

menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama dan julukan yang

bernada cemoohan.

e. Hubungan keluarga

Seorang remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan

salah satu anggota keluarga akan mengidentifikasikan dirinya dengan

orang tersebut dan juga ingin mengembangkan pola kepribadian yang

sama.

f. Teman-teman sebaya

Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam

(37)

tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan yang kedua, seorang

remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian

yang diakui oleh kelompok.

g. Kreativitas

Remaja yang semasa kanak-kanak didorong untuk kreatif dalam

bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan

individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada

konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak

didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui aka kurang mempunyai

perasaan identitas dan individualitas.

h. Cita-cita

Bila seorang remaja tidak memiliki cita-cita yang realistik maka

akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak

mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana remaja tersebut akan

menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistis dalam

kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan daripada

kegagalan. Hal ini menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasaan diri

(38)

Di sisi lain, Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun&Acocella,1990)

mengatakan bahwa konsep diri adalah hasil belajar individu melalui

hubungannya dengan orang lain, yang dimaksud ‘orang lain’ di sini adalah:

1. Orang tua

Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dialami seseorang

dan paling kuat. Informasi yang diberikan orang tua kepada anaknya lebih

mengena daripada informasi yang diberikan oleh orang lain. Oleh sebab itu

anak-anak yang tidak memiliki orang tua memperoleh kesukaran dalam

mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga hal ini akan menjadi

penyebab utama anak berkonsep diri negatif.

2. Teman sebaya

Teman sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam

mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat

berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri.

3. Masyarakat

Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada seorang

anak, seperti siapa bapaknya, ras, dan lain-lain sehingga hal ini sangat

berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa

individu tidak lahir dengan konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring dengan

pertumbuhan manusia melalui proses belajar. Hal-hal yang mempengaruhi

(39)

julukan, hubungan keluarga dalam hal ini terutama orang tua, teman-teman

sebaya, kreativitas,cita-cita, dan masyarakat.

C. Panti Asuhan

1. Pengertian Panti Asuhan

Panti asuhan merupakan lembaga perlindungan anak yang berfungsi

untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak. Perlindungan

terhadap hak anak termasuk di dalamnya adalah serangkaian kegiatan yang

bertujuan untuk mewujudkan hak anak sehingga terjamin kelangsungan hidup

dan tumbuh secara optimal baik jasmani, rohani, maupun sosial terutama

melindungi anak dari pengaruh yang tidak kondusif terhadap kelangsungan

hidupnya (Pedoman Perlindungan Anak,1999).

Selain itu, panti asuhan juga merupakan suatu lembaga pelayanan

kesejahteraan sosial yang memberikan kesempatan pada naka terlantar agar

dapat mengembangkan kepribadiannya, potensinya, serta kemampuannya

secara wajar (www.infosocieta.com). Menurut Soediharjo (dalam Pane,2000)

panti asuhan adalah satu tempat atau wadah yang berguna untuk menampung

anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar dalam rangka kesejahteraan

anak sebagai usaha mengentaskan anak penyandang masalah dengan

(40)

2. Tujuan Panti Asuhan

Panti Asuhan sebagai lembaga sosial yang menyelenggarakan

pembinaan dan pendampingan terhadap anak-anak yang kurang mampu,

memiliki peranan penting dalam mendewasakan anak dan dalam

mendampingi mereka menjadi anggota masyarakat yang baik. Menurut

Departemen Sosial (dalam Paulina, 1998) panti asuhan memiliki tujuan

sebagai berikut:

1. Supaya anak asuh dapat menjadi warga masyarakat yang hidup layak dan

mandiri serta penuh tanggung jawab baik pada diri sendiri, keluarga

maupun orang lain.

2. Memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak-anak asuh agar

3. Terpenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosialnya.

4. Memberikan asuhan dan bimbingan kepada anak asuh ke arah

pengembangan pribadi untuk menjadi anggota masyarakat yang mampu

hidup layak.

3. Fungsi Panti Asuhan

Menurut Departemen Sosial, fungsi panti asuhan adalah untuk

menampung anak-anak yatim, piatu atau keduanya, anak-anak terlantar

bahkan anak-anak yang mengalami kesulitan ekonomi untuk memperoleh

perhatian berupa pemenuhan kebutuhan dasarnya dan memperoleh status

(41)

kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Mereka dapat makan, minum, berisirahat,

mendapatkan perlindungan, memperoleh perhatian dan kasih sayang, serta

mendapatkan dukungan dan penghargaan dari teman lainnya. Selain itu, anak

asuh juga memperoleh pendidikan dan pembinaan untuk mengembangkan

ketrampilan dan potensi yang dimilikinya.

D. Keluarga

1. Pengertian keluarga

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001) keluarga adalah

satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat yang berisi

ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan bagian yang paling penting dari

“jaringan sosial” anak, sebab anggota keluarga merupakan lingkungan

pertama anak dan orang yang paling penting selama tahun-tahun formatif

awal ( Hurlock,2002).

2. Pengaruh keluarga pada perkembangan anak

Menurut Hurlock (2002) keluarga memberikan pengaruh pada

perkembangan anak:

a. Memberikan Perasaan aman karena menjadi anggota kelompok yang

stabil

b. Orang-orang yang diandalkannya dalam memenuhi kebutuhannya – fisik

(42)

c. Model pola perilaku yang disetujui guna belajar menjadi sosial

d. Bimbingan dalam pengembangan pola perilaku yang disetujui secara

sosial.

e. Orang-orang yang dapat diharapkan bantuannya dalam memecahkan

masalah yang dihadapi tiap anak dalam penyesuaian pada kehidupan.

f. Bimbingan dan bantuan dalam mempelajari kecakapan-motorik, verbal

dan sosial- yang diperlukan untuk penyesuaian.

g. Perangsang kemampuan untuk mencapai keberhasilan di sekolah dan

kehidupan sosial

h. Bantuan dalam menetapkan aspirasi yang sesuai dengan minat dan

kemampuan.

i. Sumber persahabatan sampai mereka cukup besar untuk mendapatkan

teman di luar rumah atau bila teman di luar rumah tidak ada.

E. Perbedaan Konsep Diri Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan Dengan Remaja yang Tinggal di Rumah Bersama Orang Tua

Konsep diri merupakan hal yang penting dalam perkembangan diri

sesorang. Sejak konsep diri terbentuk, seseorang akan berperilaku sesuai dengan

konsep dirinya tersebut. Apabila seseorang memiliki konsep diri yang positif

maka ia memiliki penghargaan yang tinggi terhadap dirinya sehingga segala

perilakunya akan selalu tertuju pada keberhasilan dan ia akan berusaha dan

(43)

seseorang memiliki konsep diri yang negatif maka akan muncul evaluasi yang

negatif pula tentang dirinya.

Konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman individu dengan lingkungan

dan lingkungan yang berperan besar dalam pembentukan konsep diri seseorang

adalah lingkungan keluarga. Keluarga merupakan kontak sosial pertama bagi

seorang individu dan keluarga dalam hal ini orang tua berperan penting dalam

pembentukan konsep diri (Calhoun dan Accocella,1990).

Hurlock (1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada

usia remaja. Konsep diri yang stabil penting bagi remaja karena hal itu

merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha memperbaiki

kepribadiaannya (Hurlock,1999)

Pada keluarga, remaja juga dapat mengandalkan pemenuhan

kebutuhannya secara fisik maupun psikologis (Hurlock,2002). Pemenuhan

terhadap kebutuhan fisik dapat menunjang penampilan diri remaja dalam bergaul

dengan lingkungan di luar lingkungan keluarganya dalam hal ini lingkungan

teman sebaya.

Di dalam keluarga, remaja mendapat bimbingan dalam pengembangan

pola perilaku yang disetujui secara sosial dan keluarga merupakan orang-orang

yang dapat diharapkan bantuannya dalam memecahkan masalah yang dihadapi

tiap anak dalam penyesuaian pada kehidupan (Hurlock,2002). Selain itu,

(44)

mempelajari kecakapan-motorik, verbal dan sosial- yang diperlukan untuk

penyesuaian serta keberhasilan di sekolahnya.

Keluarga juga membantu remaja untuk mampu menetapkan aspirasi

yang sesuai dengan minat dan kemampuan sehingga pada akhirnya remaja

memiliki cita-cita yang realistis sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Kondisi yang semacam ini menguatkan bahwa konsep diri positif dapat terbentuk

dari lingkungan keluarga.

Di sisi lain ada juga remaja yang harus tinggal di panti asuhan karena

keadaan yang memaksa mereka untuk tinggal di sana. Remaja yang tinggal di

panti asuhan tinggal bersama-sama dengan anak-anak lain yang memiliki nasib

yang sama. Keterbatasan ekonomi membuat para anak asuh penghuni panti

asuhan kurang memperhatikan penampilan diri karena mereka mengandalkan

segala pemenuhan kebutuhan fisik dari pihak lain dalam hal ini donatur. Kondisi

penampilan yang ‘apa adanya’ tidak menutup kemungkinan membuat para

remaja panti merasa rendah diri saat bergaul dengan lingkungan di luar panti.

Kenyataan bahwa remaja panti tinggal di panti asuhan dan

membutuhkan belas kasihan dari orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya,

memunculkan label ( julukan) dari masyarakat mengenai predikat mereka

sebagai ‘anak yang perlu dikasihani’ karena kondisi dan keadaan mereka. Label

semacam ini secara tidak langsung juga mempengaruhi kehidupan anak asuh

(45)

rendah diri ketika bergaul dengan teman-teman atau lingkungan di luar

lingkungan panti asuhan tempat mereka tinggal.

Anak asuh penghuni panti asuhan tinggal bersama pengasuh yang

kadang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah anak anak asuhnya sendiri.

Hal ini menyebabkan kurangnya perhatian secara individual dan kasih sayang

dari pengasuh. Kondisi semacam ini mengakibatkan anak harus ‘hidup’ sendiri,

belajar memecahkan masalah yang dihadapi sendiri, menerka-nerka

pengembangan pola perilaku yang disetujui secara sosial serta menetapkan

aspirasi yang sesuai dengan minat dan kemampuan sendiri. Dengan demikian si

anak dibiarkan ‘berpikir’ sendiri mengenai siapa diri mereka, apa yang mereka

mau, dan apa yang mereka butuhkan untuk diri mereka karena remaja kurang

mendapat pengarahan tentang apa keinginan mereka dan apa yang harus

dilakukan mereka untuk meraih cita-citanya. Sehingga pada akhirnya terbentuk

konsep diri yang cenderung negatif dalam diri anak asuh.

Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat beberapa perbedaan kondisi

atau situasi yang dialami oleh remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja

yang tinggal di rumah bersama orang tua yaitu: hal pemenuhan kebutuhan, label,

dan perhatian dari significant other dalam hal ini orang tua dan pengasuh. Maka

dari itu, dari perbedaan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat

konsep diri yang berbeda di antara kedua kelompok tersebut dan remaja yang

tinggal di rumah bersama orang tuan cenderung memiliki konsep diri yang lebih

(46)

F. SKEMA

Konsep diri remaja:

Penilaian individu tentang dirinya berdasarkan pengetahuan diri, dan harapan terhadap dirinya sendiri yang meliputi diri fisik, psikis, sosial dan moral.

Panti asuhan:

tempat atau wadah yang berguna untuk

menampung anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar dalam rangka kesejahteraan anak sebagai usaha mengentaskan anak yang mengalami masalah social.

Keluarga:

satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat yang berisi ayah, ibu, dan anak dan memiliki hubungan darah

Pemenuhan kebutuhan

anak asuh banyak, keterbatasan, mengandalkan belas kasihan dari pihak luar, dalam hal ini donatur

Label

Panti asuhan : remaja penghuni panti asuhan medapat label ‘anak panti yang perlu dikasihani’ dari masyakarat di luar panti asuhan.

Perhatian:

Panti asuhan: situasi di mana anak asuh banyak dan pengasuh sedikit mempengaruhi perhatian secara individual dari pengasuh terhadap anak asuhnya

Pemenuhan kebutuhan

jumlah anggota kelurga tidak begitu banyak sehingga secara umum kebutuhan dapat terpenuhi dan tidak perlu mengandalkan belas kasihan dari pihak luar (donator)

Label

remaja yang tinggal bersama keluarga tidak mendapat label sebagai ‘anak panti yang perlu dikasihani’ dari masyarakat di lingkungan keluarganya.

Perhatian:

: Perbandingan yang tidak jauh antara orang tua dan anak secara umum cenderung membuat orang tua lebih memaksimalkan perhatiannya terhadap masing-masing anak.

- Keterbatasan membuat para remaja panti asuhan berpenampilan ‘apa adanya’ sehingga tidak meutup kemungkinan mereka cenedrung merasa rendah diri, ketika bergaul dengan lingkungan di luar lingkungan panti asuhan. - Adanya label tersebut secara tidak langsung

membuat mereka merasa rendah diri dan secara tidak langsung juga mempengaruhi penerimaan dari teman sebaya di luar lingkungan

- Kurangnya perhatian maka anak dibiarkan “berpikir” sendiri mengenai siapa diri mereka, apa yang mereka mau, dan apa yang mereka butuhkan untuk diri mereka sehingga mereka kurang mendapat pengarahan tentang apa keinginan mereka dan cita-cita serta apa yang harus mereka lakukan untuk meraih cita-citanya.

- Lebih bisa eksplorasi dalam menunjang penampilan diri sehingga tidak menutup kemungkinan mereka cenderun g merasa percaya diri.

- Tidak perlu berpikir tentang adanya label ‘anak panti asuhan yang perlu dikasihani’ - Perhatian yang diberikan keluarga dapat

merangsang kemampuan remaja dalam mempelajari kecakapan motorik, verbal, dan social, serta memabntu remaja untuk mampu menetapkan aspirasi yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung positif

(47)

G. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan

antara konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di

rumah bersama orang tua, konsep diri remaja yang tinggal di rumah bersama

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian komparatif dengan

menggunakan metode kuesioner. Penelitian komparatif akan menemukan

perbedaan tentang benda, orang, kerja, ide-ide terhadap orang, kelompok, ataupun

prosedur kerja (Arikunto, 2002). Penelitian ini termasuk penelitian komparatif

karena ingin melihat apakah ada perbedaan konsep diri antara remaja yang tinggal

di rumah bersama orang tua dengan remaja yang tinggal di panti asuhan.

B. Identifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini merupakan faktor-faktor yang berperan

dalam peristiwa atau gejala yang menjadi objek pengamatan peneliti. Variabel

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lingkungan tempat tinggal remaja

yaitu: di rumah bersama orang tua dan di panti asuhan.

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah konsep diri.

(49)

C. Definisi Operasional

1. Konsep diri dapat didefinisikan penilaian individu mengenai dirinya sendiri

berdasarkan pengetahuan diri dan harapan terhadap dirinya sendiri yang

meliputi:

a. Physical self

Merupakan penilaian remaja terhadap segala sesuatu yang dimiliki

(tubuh, pakaian, benda, dll).

b. Social self

Merupakan penilaian remaja terhadap performannya di lingkungan sosial

dan peranan sosial yang dimainkan.

c. Moral self

Merupakan penilaian remaja terhadap nilai-nilai dan prinsip yang

memberi arti dan arah bagi kehidupannya.

d. Psychological self

Merupakan penilaian remaja mengenai pikiran, perasaan dan sikap-sikap

remaja.

Dilihat dari skala konsep diri, tingkat konsep diri yang didapat dari

skor total skala konsep diri yang mencakup 4 aspek tersebut maka semakin

(50)

2. Status lingkungan tempat tempat tinggal atau lingkungan adalah tempat atau

lingkungan remaja tersebut tumbuh dan tinggal dalam kesehariannya yang

dilaporkan remaja dalam skala konsep diri dalam kolom identitas.

D. Subjek Penelitian

Dalam menentukan batasan mengenai subjek penelitian, peneliti

memberi batasan mengenai populasi dan sampel dalam penelitian. Populasi

adalah keseluruhan subjek penelitian. Dari populasi yang ada akan diambil

contoh atau sampel yang diharapkan dapat mewakili populasinya

(Arikunto,1989). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja. Sedangkan sampel

adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1989). Sampel yang

diambil harus representatif dalam arti karakteristik dan sifat sampel mampu

menggambarkan sifat dan karakteristik populasinya. Dalam pengambilan sampel

harus benar-benar dapat berfungsi sebagai sampel atau dapat menggambarkan

keadaan yang sebenarnya.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan teknikpurposive

sampling untuk mengambil subjek. Purposive sampling adalah suatu teknik

pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat, karakteristik tertentu

yang merupakan ciri pokok populasi yang diteliti (Arikunto, 2002)

Subjek penelitian ini adalah remaja pria dan wanita yang berada pada

(51)

Selain itu, peneliti juga mengambil sample subjek remaja yang tinggal di rumah

bersama dengan keluarga.

E. Metode Pengambilan data

Peneliti menyebar angket skala konsep diri ke beberapa panti asuhan

dan komunitas-komunitas remaja yang di dalamnya terdapat subjek sample. Jenis

pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan angket skala konsep

diri karena subjek yang diambil banyak dan subjek penelitian ini adalah remaja

sehingga mereka telah mampu mengisi self report. Data yang dimaksud berupa

pernyataan-pernyataan langsung yang terarah kepada informasi mengenai data

atau opini yang menyangkut diri subjek. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar

penggunaan angket yaitu bahwa subjek merupakan orang yang paling mengetahui

tentang dirinya sendiri (Aswar,1999)

Dalam penelitian ini peneliti, langkah-langkah prosedur pengambilan

data adalah sebagai berikut:

1. Tahap uji coba (try out)

Tahap ini digunakan untuk menyeleksi aitem, dimana aitem yang

baik akan digunakan untuk penelitian dan aitem yang gugur akan dibuang.

Melakukan try out artinya mengujicobakan sekumpulan pernyataan sikap

yang telah disusun menjadi alat tes (uji coba) pada sekelompok uji coba yang

memiliki karakteristik yang mirip dengan subjek penelitian. Try out

(52)

yang telah ditetapkan sebagai subjek penelitian dengan jumlah masing-masing

kelomopk subjek 60 orang.

Sebelum membuat item, peneliti membuat blue print dimana blue

print akan memberikan gambaran mengenai isi skala dan menjadi acuan serta

pedoman bagi penulis untuk tetap berada dalam lingkup ukur yang benar.

Pada akhirnya, bila diikuti dengan baik, blue print akan mendukung validitas

isi skala (Aswar, 1999). Skala konsep diri yang disusun berdasarkan indicator

pada bab 2 yang terdiri dari aitem-aitem favorable dan aitem-aitem

unfavorable. Skala konsep diri ini digunakan untuk mengungkapkan tinggi

rendahnya konsep diri yang dimiliki subjek. Secara keseluruhan aitem skala

konsep diri terdiri dari 64 aitem yang terbagi menjadi 32 aitem favorable dan

32 aitem unfavorable.

2. Tahap penelitian

Setelah mengadakan seleksi aitem berdasarkan blue print dan

indicator perilaku yang ingin diungkap, selanjutnya dilakukan prosedur

seleksi aitem berdasarkan data empiris, yaitu data hasil uji coba aitem pada

kelompok subjek penelitian yang sesungguhnya.

Skala yang digunakan untuk mengukur penelitian ini dengan

menggunakan skala Likert dan pengumpulan data dengan menggunakan

metode Summated rated ratings yang terdiri atas empat kategori jawaban

(53)

peneliti meniadakan opsi jawaban tengah (jawaban ragu-ragu) dengan alasan

untuk menghindari subjek memilih opsi tersebut karena dapat diartikan bahwa

responden belum dapat memutuskan atau memberikan jawaban (netral) dan

efek kecenderungan untuk jawab ke tengah (central tendency effect) yang

akan menghilangkan banyaknya informasi yang dapat diperoleh dari subjek (

Hadi, 1991).

Dari skala ini, subjek diminta untuk memilih salah satu jawaban dari

empat alternative jawaban yang sesuai dengan keadaan subjek tersebut.

Alternatif jawaban yang tersedia dikategorikan menjadi 4 kategori, yaitu:

 SS : Sangat sesuai, berarti pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri

subjek

 S : Sesuai, berarti pernyataan tersebut sesuai dengan diri subjek

TS : Tidak sesuai, berarti pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri

subjek.

STS : Sangat tidak sesuai, berarti pernyataan tersebut sangat tidak sesuai

dengan diri subjek.

Isi dari pernyataan dalam angket terbagi menjadi dua yaitu

pernyataan yang mendukung (favorable) dan pernyataan yang tidak

mendukung (unfavorable). Scoring tiap aitem skala konsep diri tergantung

(54)

berikut : SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk pernyataan

unfavorable, skoringnya adalah SS = 1, S = 2, TS = 3, STS = 4.

Tabel 1

Blue print Skala Konsep Diri

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1 Fisik 8 8 16 aitem

2 Psikis 8 8 16 aitem

3 Sosial 8 8 16 aitem

4 Moral 8 8 16 aitem

Total 32 aitem 32 aitem 64 aitem

Skala penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti dimana butir-butir

pernyataan di dalamya merupakan uraian dari aspek-aspek dalam konsep diri.

Banyaknya butir dalam skala ini adalah 64 aitem. Berikut adalah tabel

distribusi aitem pra uji coba skala konsep diri (tabel 2) menurut aspek dan

(55)

Tabel 2

Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Konsep Diri Menurut Aspek Favorable / Unfavorable

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1 Fisik

Total 32 aitem 32 aitem 64 aitem

F. Uji Validitas dan Reabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui

sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam menjalankan fungsi

(56)

validitas yang tinggi bila menjalankan fungsinya sesuai dengan maksud

pengukuran tersebut.

Penelitian ini pengukuran validitas alat tes yang digunakan adalah

metode validitas isi. Validitas isi (Content Validity) ini merupakan validitas

estimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional, untuk

melihat sejauh mana isi tes tersebut mencerminkan atribut yang hendak

diukur, sehingga alat tes tersebut harus relevan dan tidak keluar dari batas

tujuan ukur (Azwar, 2004).

Sebelum uji coba, skala konsep diri diuji validitas isinya terlebih

dahulu menggunakan professional judgement atau analisis rasional yaitu

validitas isi dikoreksi oleh orang yang sudah ahli (Azwar, 1999) dalam hal ini

adalah dosen pembimbing.

2. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur

yang mengandung kecermatan pengukuran (Azwar, 1999). Singkatnya,

reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

Reliabilitas skala konsep diri diukur dengan teknik konsistensi internal yang

perhitungannya dilakukan dengan teknik koefisien Alpha Cronbach dalam

program SPSS for window versi 16.0. . Koefisien reliabilitas yang diperoleh

pada penelitian ini sebesar 0,847 sehingga dapat dikatakan bahwa reliabilitas

(57)

3. Seleksi Item

Seleksi item dilakukan dengan tujuan untuk memilih item-item yang

baik dan berkualitas. Hanya item yang mempunyai kualitas baik yang boleh

digunakan dalam skala penelitian, sedangkan item yang tidak mempunyai

kualitas baik harus disingkirkan atau direvisi kembali. Seleksi item dilakukan

dengan cara uji coba alat ukur atau biasa disebut tryout. Pengujian data

diskriminasi item menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi

antara distribusi skor item dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi

skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi

item total (rix) yang dikenal dengan sebutan Parameter Daya Beda Item

(Azwar, 2009). Penghitungan koefisien korelasi item total menggunakan

programSPSS 16.00 for Window.

H. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk mengolah data hasil

penelitian yang masih berupa data kasar menjadi data yang lebih mudah dibaca

dan diinterpretasikan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian

adalah uji-t dengan menggunakan program Independent Sample t-test dari SPSS

16,00 for windows. Melalui uji-t dapat dilihat perbedaan mean antara kedua

(58)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor

ada kedua kelompok sample mengikuti distribusi normal atau tidak. Uji

normalitas dilakukan dilakukan dengan menggunakanSPSS for windows versi

16,00 sedangkan metode yang digunakan di sini adalah One Sampel

Kolmogorov Smirnov Test. Cara untuk untuk mengetahui apakah sebaran

skornya berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat nilai

probabilitasnya. Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka

sebaran item item dinyatakan tidak normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari

sample yang akan diuji tersebut sama atau tidak. Caranya adalah dengan

melihat nilai probabilitasnya padaLevene Testdengan menggunakanSPSS for

windows versi 16,00Jika nilai probabilitas yang didapat lebih besar dari 0,05

(p>0,05) maka kedua kelompok memiliki varian yang tidak sama.

3. Independent Sample T-Test

Independent Sample T-Test digunakan untuk pengujian rata-rata dua

sample yang saling tidak berhubungan (bebas satu terhadap lainnya, sample

bersifat independent) atau pada prinsipnya yaitu ingin menguji apakah ada

(59)

samplenya. Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata

(60)

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Sebelum try out dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti melakukan

serangkaian proses perizinan di panti asuhan yang akan dijadikan subjek

penelitian. Subjek try out adalah subjek yang memiliki karakteristik yang mirip

dengan subjek penelitian yaitu remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua

dan remaja yang tinggal di panti asuhan.

Skala konsep diri yang diujikan pada saat try out nantinya akan

dianalisis untuk mendapatkan item terbaik dengan menggunakan analisa seleksi

item. Pengujian ini menggunakan taraf signifikasi 5% dengan N=120 yang

terbagi dalam 60 remaja yang tinggal di panti asuhan dan 60 remaja yang tinggal

di rumah bersama orang tua. Item yang dianggap valid adalah item yang

memiliki rxy ≥ 0,25. Dari hasil perhitungan, diperoleh koefisien korelasi item total yang berkisar antara - 0,259 - 0,649. Hasil pengujian dari 64 item, terdapat

32 item yang gugur dengan perbandingan jumlah item di masing-masing aspek

sebagai berikut :

(61)

Tabel 3

Distribusi Aitem Sahih

Objek Sikap

Nomor Item Gugur

Jumlah Nomor Item Sahih Jumlah

Aspek Fisik 2,9,18,24,59,60, 6

1,10,19,20,28,32,39,4

9 27,42 ,54,56,63,64 6

Aspek Moral

Penelitian untuk kelompok subjek panti asuhan dilakukan di 5 panti

asuhan yang ada di Yogyakarta yaitu: Panti Asuhan Remaja Al-Lathif, Panti

Asuhan Tunas Harapan, Panti Asuhan Ibadah Bunda, dan Panti Asuhan Gembala

Baik. Alasan diambilnya sampel panti asuhan tersebut karena ke lima panti

asuhan tersebut merupakan panti asuhan remaja atau memiliki anak asuh dengan

(62)

tinggal di rumah diambil dari beberapa sampel remaja yang diambil dengan

metodepurposive sampling.

Penelitian dilakukan dengan menyebarkan skala sejumlah 120

kuesioner, 60 kuesioner untuk kelompok subjek remaja panti asuhan dan 60

kuesioner untuk kelompok subjek remaja yang tinggal di rumah bersama orang

tua.

C. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek penelitian diambil dengan metode purposive sampling.

Dari pengambilan data tersebut diperoleh karakteristik subjek penelitian

sebagai berikut:

Tabel 4

Karakteristik Subjek Penelitian

Remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua

Jenis Kelamin L = 41 orang P = 19 orang

Rentang Usia 15 – 17 tahun

(63)

Remaja yang tinggal di panti asuhan Panti

Asuhan Jumlah Jumlah Jumlah subjek penelitian

Pengasuh

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor

mengikuti distribusi normal (Arikunto,2003). Jika p > 0,05 maka sebaran skor

dinyatakan normal dan jika p < 0,05 maka sebaran skor dinyatakan tidak

(64)

Uji normalitas dilakukan pada masing-masing kelompok, untuk skor konsep

diri diperoleh p sebesar 0,798 untuk kelompok subjek remaja yang tinggal di

rumah bersama orang tua dan p sebesar 0,547 untuk kelompok subjek yang

tinggal di panti asuhan. Jika p > 0,05 maka distribusi skor konsep diri remaja

yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal di rumah bersama orang

tua dinyatakan normal. Keseluruhan data tersebut menunjukkan bahwa

variabel tersebut adalah normal dan dapat digunakan sehingga salah satu

asumsi uji-t telah terpenuhi.

Tabel 5

Hasil Uji Normalitas

Variabel

Kolmogorov-Sminov Z

Asymp. Sig.

(2-tailed) Keterangan

Remaja yang tinggal di

rumah bersama orang tua 0,606 0,798 Normal

Remaja yang tinggal di

(65)

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan pada variabel konsep diri menggunakan

program SPSS for windowsversi 16,00. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

apakah varians tersebut adalah sama. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar

dari 0,05 (p>0,05) maka kedua kelompok sampel memiliki varians yang sama.

Begitu pula sebaliknya, jika probabilitasnya kurang dari 0,05 ( p<0,05) maka

kedua kelompok sampel memiliki varians yang berbeda.

Berdasarkan perhitungan uji homogenitas, diperoleh probabilitas

sebesar 0,037. Sehingga probabilitas tersebut lebih kecil dari 0,05 (p<0,05),

hal itu berarti bahwa kelompok sampel memiliki varians yang berbeda maka

pada uji hipotesis digunakan skorequal variances not assumed.

Tabel 6

Hasil Uji Homogenitas Perbedaan Antar Variabel

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

(66)

3. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada perbedaan konsep diri

antara remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua dengan remaja yang

tinggal di panti asuhan”. Uji hipotesis ini dilakukan setelah melakukan uji

normalitas dan uji homogenitas. Perhitungan uji hipotesis dilakukan dengan

menggunakan Independent Sample T- Test dari SPSS for windows versi

16.00.

Tabel 7

Hasil Uji Hipotesis Antar Variabel

Status N Mean

tinggal di rumah 60 60,000 6,48074 0,83666 2.453 0.016

bersama orang

tua

Remaja yang 60 56,450 9,14928 1,18117 2.453 0.016

(67)

Dari tabel skor rata-rata konsep diri remaja yang tinggal di rumah

bersama orang tua dan remaja yang tinggal di panti asuhan terdapat 120 subjek

yang terdiri dari 60 remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua dan 60

remaja yang tinggal di panti asuhan. Berdasarkan hasil uji hipotesis dan tabel

uji-t di atas menghasilkan t hitung sebesar 2,453 sedangkan nilai p sebesar

0,016 yang berarti p<0,05. Hal itu menunjukkan bahwa ada perbedaan yang

signifikan antara konsep diri remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua

dengan remaja yang tinggal di panti asuhan. Dalam penelitian ini

menggunakan signifikasi one tailed oleh sebab itu, nilai p yang diperoleh

dibagi 2 dan mendapatkan nilai 0,008 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa

ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja yang tinggal di rumah

bersama orang tua dan remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang

tinggal di rumah bersama orang tua memiliki konsep diri yang lebih positif.

4. Deskripsi Data

Untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok

terpisah maka dibuatlah kategorisasi berdasarkan model distribusi normal. Hal

ini dilakukan dengan cara membandingkan Mean Teoritik(MT) dan Mean

Empiris(ME). Perhitungan untuk mencari Mean Teoritik adalah sebagai

(68)

Tabel 8

Hasil Perbandingan Mean Empiris dan Teoritis

VARIABEL

MEAN EMPIRIS

MEAN TEORITIK

Remaja yang tinggal di

rumah bersama orang tua 60,000 80

Remaja yang tinggal di panti

asuhan 56,450 80

E. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan konsep diri antara

(69)

orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

antara konsep diri remaja yang di tinggal di rumah bersama orang tua dengan

remaja yang tinggal di panti asuhan. Hasil analisis tersebut dibuktikan dengan

t sebesar 2,453 dengan probabilitas sebesar 0,008 ( p<0,05) yang berarti Ho

ditolak sehingga konsep diri remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua

lebih positif dibanding remaja yang tinggal di panti asuhan.

Ballachey dkk (1982) mengungkapkan bahwa konsep diri yang

dimiliki individu tidak terbentuk dengan sendirinya namun berkembang

sejalan perkembangan manusia dan merupakan hasil interaksi dengan

lingkungan sosialnya. Lingkungan diartikan sebagai segala bentuk pengaruh

fisik maupun pikis yang diterima oleh remaja di panti asuhan dan remaja yang

tinggal di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan yang ditimbulkan

karena pengaruh perbedaan lingkungan tersebut haruslah diolah sedemikian

rupa sehingga pengaruh lingkungan yang diterima oleh remaja yang tinggal di

rumah dapat diadopsi semaksimal mungkin di panti asuhan.

Perbedaan dalam terbentuknya konsep diri yang relatif lebih negatif

dari anak panti asuhan dipengaruhi oleh adanya “label” anak ‘yatim yang

perlu dikasihani’ yang melekat pada diri mereka. Adanya label tersebut tidak

dapat dipungkiri mempengaruhi kepercayaan diri mereka dan tanpa disadari

kemungkinan manghambat berkembangnya konsep diri (Lukman, 2000)

karena secara tidak langsung anak panti memandang diri mereka berbeda

Gambar

Tabel 3. Distribusi Aitem Sahih............................................................................43
Tabel 1Blue print Skala Konsep Diri
Tabel 2
Tabel 3Distribusi Aitem Sahih
+6

Referensi

Dokumen terkait

Memiliki Kemampuan Dasar (KD) sebesar sekurang-kurangnya sama dengan nilai total HPS;Memiliki kemampuan dasar pada bidang pekerjaan yang sejenis dan kompleksitas yang setara (KD =

Analisis Kesalahan Siswa Berdasarkan Kategori Kesalahan Menurut Watson Dalam Menyelesaikan Permasalahan Statistika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 2 Genteng; Nanik Mujayanti,

Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository Universitas Jember Digital Repository

[r]

( market-based view ); (4) Masukan bagi konsumen jasa pendidikan tinggi swasta sebagai bahan evaluasi apakah keinginan mereka ( voice of the customers ) telah

Pembelajaran berjalan dengan lancer, yang diawali dengan presentasi kelompok yang bertugas dalam menjadi pemateri, kemudian ada sesi tanya jawab sekaligus diluruskan oleh

Untuk memantau angka lempeng sediaan uji yang telah diinokulasi, gunakan media agar yang sama seperti media untuk biakan awal mikroba yang bersangkutan, Jika tersedia inaktivator

Penelitian untuk menguji aktivitas ekstrak tanaman patikan kebo terhadap pertumbuhan bakteri isolat klinik, yaitu Gram positif ( Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus)