• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek antiinfllamasi jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) pada mencit putih betina galur Swiss - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek antiinfllamasi jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) pada mencit putih betina galur Swiss - USD Repository"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEK ANTIINFLAMASI JAMU KUNYIT ASAM RAMUAN SEGAR (2:1)

PADA MENCIT PUTIH BETINA GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Yeyen Kristiyana

NIM : 078114131

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

In this life we cannot always do great things

But we can do small things with great love

-Mother Teresa

-Karya ini kupersembahkan untuk:

Allah SWT sebagai ungkapan syukur dan pujianku

Ibu-Bapakku sebagai ungkapan sayang dan baktiku

(5)
(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan

kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Efek

Antiinflamasi Jamu Kunyit Asam Ramuan Segar (2:1) pada Mencit Putih Betina

Galur Swiss” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi

(S.Farm).

Dalam penelitian dan menyusun skripsi ini, penulis telah banyak

mendapat bantuan dan dukungan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak

yang berupa bimbingan, dorongan, pengarahan, saran maupun sarana. Maka dari

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan

pendampingan, dukungan, saran, serta kritik yang membangun.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan

pendampingan, dukungan, saran, serta kritik yang membangun.

4. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran,

pengarahan, serta dukungannya dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

5. Christine Patramurti, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing akademik serta

segenap dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang

telah mendampingi dan mendukung penulis selama menekuni studi di

(7)

vii

6. Bapak Mujiyono, Ibu Suparti dan Etik Pujiyati, untuk doa, kasih sayang, serta

dukungan yang tiada henti untuk penulis.

7. Ruhul Amin, untuk dukungan, kasih, semangat, dan motivasi yang selalu

diberikan kepada penulis.

8. Yosephine Dian, Prima Mustika, Dionisya Geovani, Noviani Lestari, Devi

Natania, Clarissa, Febri, Ivone, Oci serta seluruh teman-teman FKK B untuk

dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis.

9. Orpha, Usnul, Wahyu, Wiwit, Lady, Rima, Dwiki serta seluruh sahabat atas

dukungan moral, kasih sayang, perhatian, semangat, keceriaan dan doa yang

diberikan kepada penulis.

10. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Yohanes Ratijo dan Mas Kayatno, beserta

segenap staf laboran atas kerjasama, masukan, dan bantuan yang diberikan

selama penelitian.

11. Vino, untuk kesetiaannya menemani penulis dalam menyusun skripsi.

12. Semua orang atas dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini

masih banyak ketidaksempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan masukan

serta kritik yang membangun. Harapan penulis, semoga karya ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi masyarakat dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Juni 2011

(8)
(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

INTISARI... xviii

ABSTRACT... xvix

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang... 1

1. Permasalahan ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian... 5

1. Tujuan umum... 5

(10)

x

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Obat Tradisional ... 6

B. Kunyit ... 8

1. Keterangan botani... 8

2. Nama daerah ... 8

3. Morfologi Tumbuhan ... 8

4. Kandungan kimia... 9

5. Khasiat ... 10

6. Kurkumin... 11

C. Asam Jawa... 12

1. Keterangan botani... 12

2. Nama daerah ... 12

3. Morfologi Tumbuhan ... 12

4. Kandungan kimia... 13

5. Khasiat ... 14

D. Inflamasi ... 15

1. Definisi ... 15

2. Gejala... 16

3. Mekanisme... 17

E. Anti Inflamasi ... 20

F CataflamD-50 (K-diklofenak) ... 20

G Metode Uji Efek Anti Inflamasi ... 21

(11)

xi

I. Hipotesis ... 23

BAB III METODE PENELITIAN... 24

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 24

B. Variabel Penelitian ... 24

1. Variabel utama... 24

2. Variabel pengacau ... 24

C. Definisi Operasional ... 25

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 26

1. Bahan penelitian ... 26

2. Alat penelitian... 27

E. Tata Cara Penelitian... 27

1. Pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar... 27

2. Penyiapan hewan uji ... 28

3. Pembuatan formalin 0,5% ... 28

4. Penetapan dosis... 28

5. Uji pendahuluan... 29

6. Perlakuan hewan uji... 30

7. Skema perlakuan hewan uji ... 32

8. Penentuan % efek anti inflamasi ... 33

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

(12)

xii

1. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi subplantar

formalin 0,5% ... 34

2. Orientasi dosis cataflamD-50 (K-diklofenak) ... 36

3. Orientasi waktu pemberian cataflamD-50 (K-diklofenak)... 39

B. Hasil Uji Efek Anti Inflamasi Jamu Kunyit Asam (2:1) ... 41

C. Hasil Uji Hubungan Linieritas Antara Dosis Jamu Kunyit Asam (2:1) terhadap Efek Anti Inflamasi... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 50

A. Kesimpulan... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN... 56

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu

pemotongan kaki setelah injeksi subplantar formalin 0,5% ... 36

Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan dosis Cataflam

D-50 (K-diklofenak) ... 38

Tabel III. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu

pemberian CataflamD-50 dosis 9,1 mg/kg BB mencit ... 40

Tabel IV.Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada presentase efek

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur dari Kurkumin (Diferuloylmethane), Demethoxycurcumin,

and, Bisdemethoxycurcumin... 10

Gambar 2. Struktur unik dari kurkumin yang menyebabkan aktivitas biologi.. 11

Gambar 3. Struktur senyawa utama minyak atsiri asam jawa ... 14

Gambar 4. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid beserta

aksinya ... 18

Gambar 5. Struktur kalium diklofenak 2-[(2,6-dichlorophenyl)amino]

benzenacetic acid ... 21

Gambar 6. Skema kerja penelitian efek antiinflamasi pada jamu kunyit asam

ramuan segar (2:1) ... 32

Gambar 7. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit setelah injeksi

formalin 0,5% pada rentang waktu setiap 15 menit selama 1 jam... 35

Gambar 8. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit pemberian

CataflamD-50 dengan dosis 9,1,;13,65; dan 18,2 mg/kg BB... 37

Gambar 9. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit setelah pemberian

CataflamD-50 rentang waktu setiap 15 menit selama 1 jam... 39

Gambar 10. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit akibat perlakuan

jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) dalam empat peringkat dosis

(15)

xv

Gambar 11.Diagram batang % efek antiinflamasi akibat perlakuan jamu kunyit

asam ramuan segar (2:1) dalam empat peringkat dosis beserta

kontrolnya ... 43

Gambar 12.Grafik hubungan linieritas dosis 1.365, 2.730, 5.460 dan 10.920

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Pembelian Hewan Uji (mencit) di Laboratorium

Imunologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ... 56

Lampiran 2. Foto Rimpang Kunyit dan Asam Jawa ... 57

Lampiran 3. Foto jamu kunyit asam ramuan segar di Laboratorium Farmakologi-toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta... 57

Lampiran4. Foto dokumentasi injeksi subplantar pada hewan uji ... 58

Lampiran 5. Foto dokumentasi kaki mencit setelah pemotongan... 58

Lampiran 6. Perhitungan dosis formalin 0,5% untuk injeksi subplantar ... 58

Lampiran 7. Perhitungan dosis CataflamD-50 sebagai kontrol positif... 60

Lampiran 8. Perhitungan aquadest sebagai kontrol negatif ... 62

Lampiran 9. Perhitungan dosis jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) ... 63

Lampiran 10. Hasil perhitungan % efek antiinflamasi jamu kunyt asam ramuan segar (2:1) beserta kontrolnya ... 65

Lampiran 11. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data orientasi rentang waktu penimbangan kaki mencit setelah injeksi formalin 0,5% beserta hasil uji Scheffenya ... 66

Lampiran 12. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data orientasi penimbangan kaki mencit akibat perlakuan Cataflam D-50 dalam tiga peringkat dosis beserta hasil uji Scheffenya ... 69

Lampiran 13. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data

(17)

D-xvii

50 dosis 9,1 mg/kg BB dalam rentang waktu tertentu beserta hasil

uji Scheffenya ... 71

Lampiran 14. Hasil ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan

bhasil uji Scheffe, data penimbangan kaki mencit akibat pemberian

jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) dalam empat peringkat dosis

beserta kontrolnya... 73

Lampiran 15. Tabel r... 78

Lampiran 16. Tabel konversi perhitungan dosis Laurence and Bacharach, 1964

(18)

xviii

INTISARI

Jamu kunyit asam ramuan segar merupakan ramuan rimpang kunyit dan daging buah asam, biasanya diminum untuk mengurangi rasa nyeri haid pada wanita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) memiliki efek antiinflamasi.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah, menggunakan metode Langford, et al. (1972) termodifikasi.

Hewan uji dikelompokkan menjadi 7 kelompok (n=5), yaitu kelompok formalin 0,5%, kelompok kontrol negatif aquadest, kelompok kontrol positif kalium diklofenak dan kelompok lainnya kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) dengan dosis 1.365; 2.730; 5.460 dan 10.920 mg/kg BB. Jamu kunyit asam diberikan 45 menit sebelum injeksi subplantar dengan larutan formalin 0,5%. Setelah 1 jam mencit dikorbankan dan kedua kakinya dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Data bobot udema yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari persentase efek antiinflamasi. Distribusi data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dan uji Scheff dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil efek antiinflamasi jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) dosis 1.365; 2.730; 5.460 dan 10.920 mg/kg BB berturut-turut adalah 31,14%; 41,96%, 45,16% dan 50,79%. nilai ED50 dari jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) adalah 9.026 mg/kg BB mencit.

(19)

xix

ABSTRACT

The fresh blend of sour tumeric tonic is a combination of tumeric and tamarind which is drunk to decrease the painful because of menstruation. The goal of this research is to know whether the fresh concoction of sour tumeric tonic (2:1) has the anti-inflammatory effect.

This research is pure experimental research with one-way pattern, random complete research design which uses the Langford method, et al. (1972) modification.

The experiment animals are classified into seven groups (n=5), which are formalin group 0,5%, the aquaduct negative control group, the diclofenac potassium positive control group and others treatment groups such us the fresh blend sour tumeric tonic (2:1) with 1.365; 2.730; 5.640 and 10.920 mg/kg BB dose. The sour tumeric tonic is given 45 minutes before the injection of subplantar with formalin soluble 0,5%. After an hour, mencit is sacrificed and both foots are cut on the torsocrural joint, then it has to be weighted. The data of udema weight gained hence used to find the percentage of anti-inflammatory effect. The distribution data is analyzed with Kolmogorov-Smirnov test. It is continued by ANNOVA direction and Scheff test with 95% trusting standard.

The result of anti-inflammatory effect from the fresh blend of sour tumeric tonic (2:1) with 1.365; 2.730; 5.460 and10.920 mg/kg BB dose in a row are 31,14%; 41,96%, 45,16% and 50,79%. The grade of ED50from the fresh blend of sour tumeric tonic (2:1) is 9.026 mg/kg BW.

(20)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau radang merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang

disebabkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan, yang berfungsi untuk

menghancurkan, mengurangi atau mengurung (sekuester) baik agen pencedera

maupun jaringan yang cedera itu. Inflamasi ditandai dengan respon akut berupa

rasa nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor), dan

hilangnya fungsi jaringan (functiolessa). Inflamasi disebabkan oleh pelepasan

beberapa mediator kimia seperti histamin, bradikinin, kalidin, serotonin,

prostaglandin, leukotrin dan sebagainya (Jurenka, 2009). Inflamasi sering menjadi

masalah dalam masyarakat dan menimbulkan rasa yang tidak nyaman bagi

penderita. Rasa ketidaknyamanan itu sering mendorong penderita untuk segera

menangani masalah inflamasi.

Obat Antiinflamasi Non Steroid (OAINS) banyak digunakan untuk

penanganan inflamasi. Mekanisme OAINS dalam memberikan efek antiinflamasi

adalah bertindak secara tunggal maun kombinasi dari berbagai mekanisme yang

melibatkan inhibisi metabolisme asam arakidonat, dengan menghambat sintesis

prostaglandin, menghambat siklooksigenase (COX), menghambat lipoxygenase,

inhibisi sitokin (IL,TNF dll), pelepasan steroid hormon dari adrenal, stabilisasi

membran lisosomal dan uncoupling dari fosforilasi oksidatif (Kohli, Ansari dan

(21)

ginjal membuat rekomendasi penggunaan OAINS sebagai obat antiinflamasi

bermasalah (Tunstall,et al., 2006).

Pengobatan tradisional merupakan salah satu alternatif pengobatan saat

ini terus berkembang. Alasan masyarakat memilih obat tradisional yaitu asumsi

masyarakat bahwa obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih kecil

dibanding dengan obat modern. Menurut undang-undang Kesehatan No. 36 tahun

2009, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran

dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,

dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Anonim,

2009).

Salah satu produk jamu segar yang banyak digunakan oleh masyarakat

adalah jamu kunyit asam. Jamu kunyit asam tersebut merupakan ramuan rimpang

kunyit dan daging buah asam. Pada umumnya, masyarakat menggunakan jamu

kunyit asam untuk mengurangi rasa nyeri waktu haid (Sastroamidjojo, 2001).

Jamu kunyit asam adalah jamu yang diolah dengan bahan utama kunyit

dan asam (Limananti dan Triratnawati, 2003). Kunyit digunakan sebagai bumbu

makanan, zat warna dalam makanan dan pengobatan untuk berbagai penyakit.

Kunyit banyak digunakan dalam pengobatan tradisional di India untuk

menyembuhkan gangguan empedu, batuk, luka diabetes, gangguan hati, rematik

dan sinusitis. Dalam rimpang kunyit terkandung kurkumin, demethoxycurcumin

dan bisdemethoxycurcumin. Dalam berbagai penelitian ilmiah kurkumin ini

(22)

antivirus, antijamur, antitumor, antispasmodik danhepatoprotective(Kohli, et al.,

2005). Kurkumin ditemukan mampu menghambat metabolisme asam arakidonat,

menghambat siklooksigenase dan lipoksigenase, menghambat produksi sitokin

dan pelepasan steroid hormon (Jurenka, 2009). Asam kaya akan fitokimia karena

tanaman ini dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes, antimikroba antioksidan,

antiinflamasi, antimalaria, hepatoprotektif, pencahar, dan antioksidan (Bhadoriya,

Ganeshpurkar, Narwaria, Raid dan Jain, 2011). Senyawa dalam asam yang

berperan dalam antiinflamasi adalah anthocyanin karena agen tersebut mampu

menghambat kerja enzim siklooksigenase (COX) sehingga mampu menghambat

dilepaskannya prostaglandin (Nair,et al.,2004).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2008) tentang

perbandingan daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam segar

dengan menggunakan komposisi (20%:10%), jamu kunyit asam segar mempunyai

daya analgesik pada dosis 5.460 mg/kg BB sebesar 49,57%. Penelitian lain

dilakukan oleh Fadeli (2008) yang menunjukkan hasil bahwa dosis efektif ramuan

kunyit asam (20%:10%) kunyit asam adalah 2730 mg/kg BB. Nyeri merupakan

gejala awal terjadinya inflamasi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui efek antiinflamasi jamu kunyit asam ramuan segar yang diharapkan

mampu bermanfaat bagi pemerintah, industri obat tradisional, dan masyarakat

dalam mengembangkan obat tradisional jamu kunyit asam agar peredaran jamu

kunyit asam ramuan segar yang beredar di masyarakat dapat menjadi pilihan

(23)

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) memiliki khasiat sebagai

antiinflamasi?

b. Seberapa besar efek antiinflamasi jamu kunyit asam segar (2:1)?

c. Berapakah besar dosis efektif jamu kunyit asam ramuan segar (2:1)

sebagai agen antiinflamasi terhadap udema kaki mencit betina galur

Swiss yang diinduksi formalin 0,5%?

2. Keaslian penelitian

Sepengetahuan penulis penelitian mengenai daya antiinflamasi jamu

kunyit asam ramuan segar (2:1) belum pernah dilakukan. Adapun penelitian

yang pernah dilakukan yaitu:

a. Daya analgesik jamu kunyit asam instan dan jamu kunyit asam ramuan

segar pada mencit betina oleh Rahmawati, 2009 yang menunjukkan hasil

daya analgesik kunyit asam ramuan segar adalah 49,57% pada dosis

5.460 mg/kg BB.

b. Daya analgesik dari campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging

buah asam jawa dengan komposisi 20% :10% dan optimasi komposisi

menggunakan metode simplex lattice design oleh Fadeli, 2008 yang

menunjukkan hasil bahwa dosis efektif ramuan kunyit asam (20%:10%)

(24)

3. Manfaat penelitiana

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmiah

bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang obat tradisional

tentang khasiat jamu kunyit asam sebagai antiinflamasi.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi pada

masyarakat tentang penggunaan jamu kunyit asam sebagai alternatif obat

antiinflamasi beserta dosis efektifnya dalam menimbulkan efek.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk menambah informasi mengenai khasiat jamu kunyit asam

yang bermanfaat sebagai antiinflamasi.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui apakah jamu kunyit asam ramuan segar (2:1)

memberikan efek antiinflamasi.

b. Untuk mengetahui besarnya efek antiinflamasi jamu kunyit asam ramuan

segar (2:1).

c. Untuk mengetahui dosis efektif jamu kunyit asam ramuan segar (2:1)

sebagai agen antiinflamasi terhadap udema kaki mencit betina galur

(25)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2009

tentang kesehatan menyebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan

bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian

(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah

digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang

berlaku di masyarakat (Anonim, 2009).

WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional dalam

pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit. WHO

juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat

tradisional (WHO, 2003).

Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada

penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki

efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern jika digunakan

secara tepat, yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu

penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan telaah informasi, dan tanpa

penyalahgunaan obat tradisional itu sendiri (Sari, 2006).

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No.00.05.4.2411 tahun

(26)

pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga

jenis, yaitu:

1. Jamu, yang merupakan obat tradisional warisan nenek moyang yang harus

memiliki kriteria aman, klaim khasiat dibuktikan dengan data empiris, serta

memiliki persyaratan mutu yang berlaku.

2. Obat herbal terstandar, merupakan sediaan obat bahan alam yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya, dikembangkan berdasarkan bukti-bukti

ilmiah dan uji pra klinis pada hewan serta standarisasi bahan baku

3. Fitofarmaka, merupakan sediaan bahan alam yang telah dibuktikan keamanan

dan khasiatnya secara ilmiah, dikembangkan berdasarkan uji klinik,

standarisasi bahan baku yang sudah bisa diresepkan oleh dokter.

Menurut Hermanto (2007) pembuatan jamu menggunakan

bermacam-macam tumbuhan yang diambil langsung dari alam berupa bagian dari tumbuhan

seperti rimpang, daun-daunan, kulit batang dan buah. Efek samping jamu relatif

lebih kecil disbanding obat medis. Namun tidak mudah meyakinkan kalangan

medis untuk meresepkan jamu yang belum dilakukan penelitian ilmiah atau uji

klinik. Meski pada kenyatannya jamu sudah digunakan puluhan bahkan ratusan

tahun yang lalu secara turun temurun sebelum farmakologi modern masuk

Indonesia

Jamu ramuan segar adalah jamu yang diolah dengan cara sederhana dan

tradisional, yaitu dengan merebus seluruh bahan atau mengambil/memeras sari

yang terkandung dalam jamu kemudian dicampur dengan air matang ( Suharmiati

(27)

B. Kunyit

1. Keterangan botani

Kunyit (Curcuma domestica Val) termasuk dalam famili

Zingiberaceae (Rukmana, 1994).

2. Nama daerah

Hunik (batak), kunyir (Lampung), temu kuning, kunir (Jawa),

koneng (Sunda), konyet, temu koneng (Madura), kunidi (Sulawesi Utara),

kuminu (Ambon), rame (Irian) (Olivia, Alam, Hadibroto,2006).

3. Morfologi tumbuhan

Tanaman kunyit adalah terna berumur panjang yang mempunyai

cirri khas tumbuh berkelompok membentuk rumpun. Tinggi tanaman antara

40-100cm. Tanaman kunyit mempunyai daun besar berbentuk elips, 6-10

daun, panjang sampai 31-84cm, lebar sampai 10-18 cm, pangkal daun

meruncing, berwarna hijau muda. Batang semu berwarna hijau atau agak

keunguan, tinggi sampai 0,75-1 m. Perbungaan muncul langsung dari

rimpang, terletak di tengah-tengah batang, ibu tangkai bunga berambut kasar

dan rapat, saat kering tebalnya 2-5 mm, panjang 16-40 cm, daun kelopak

berambut berbentuk lanset panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5 cm, yang paling

bawah berwarna hijau, berbentuk bulat telur, makin ke atas makin menyempit

dan memanjang, warna putih atau putih keunguan, tajuk bagian ujung

berbelah-belah warna putih atau merah jambu. Bentuk bunga majemuk bulir

(28)

Bagian di dalam tanah berupa rimpang yang mempunyai struktur

berbeda dengan Zingiber (yaitu berupa induk rimpang tebal berdaging yang

membentuk anakan, rimpang lebih panjang dan langsing). Rimpang kunyit

bercabang-cabang membentuk rumpun. Warna kulit rimpang jingga

kecokelatan atau berwarna agak kuning sampai kehitaman. Warna bagian

dalam kuning jingga atau pusatnya lebih pucat dilengkapi bau khas yang

rasanya agak pahit dan khas (Winarto, 2004).

4. Kandungan kimia

Komponen kimia dalam rimpang kunyit adalah Minyak atsiri, pati,

zat pahit, resin, selulosa, dan beberapa mineral. Kandungan minyak atsiri

kunyit sekitar 3-5% yang terdiri dari senyawa d-alfa-pelandren

(1%),d-sabinen (0,6%), cineol (1%), borneol (0,5%), zingiberen (25%), timeron

(58%), seskuiterpen alcohol (5,8%), alfa-atlanton, dan gamma atlanton

(Winarto, 2004).

Kunyit mengandung protein (6,3%), lemak (5,1%), mineral (3,5%),

karbohidrat (69,4%) dan air (13,1%) (Chattopadhyay,et al, 2004). Menurut

Jurenka (2009), zat warna curcuminoid (3-4%) merupakan suatu senyawa

yang memberikan warna kuning yang terdiri dari curcumin

(29)

Gambar 1. Struktur dari Kurkumin (Diferuloylmethane),Demethoxycurcumin, and,Bisdemethoxycurcumin(Jurenka,2009)

5. Khasiat

Kunyit banyak digunakan di India, Cina dan asia tenggara sebagai

rempah-rempah, bahan pengawet makanan dan pewarna. Selain itu kunyit

digunakan dalam pengibatan tradisional sebagai obat rumah tangga untuk

berbagai penyakit, termasuk gangguan empedu, batuk, luka diabetes,

gangguan hati, rematik dan sinusitis (Chattopadhyay,et al., 2004).

Di Indonesia, khususnya daerah jawa, kunyit banyak digunakan

sebagai ramuan jamu karena berkhasiat dan menyejukkan. Manfaat utama

tanaman kunyit, yaitu sebagai bahan obat tradisional, bahan baku jamu

industri, kosmetik, bahan bumbu masak dan lain-lain. Di samping itu

rimpang kunyit bermanfaat sebagai analgetika, antiinflamasi, antioksidan,

antimikroba, pencegah kanker, antitumor, dan menurunkan kadar lemak

(30)

6. Kurkumin

Kurkumin merupakan sebuah polifenol lipofilik yang hampir tidak

larut dalam air namun cukup stabil dalam pH asam lambung. Kurkumin

(diferuloylmethane) merupakan komponen kunyit yang memiliki aktivitas

biologi dengan spektrum luas seperti: antiinflamasi, antioksidan, antifertilitas,

antimutagen, antivirus, antidiabetes, antikanker, antivenom, antijamur

(Chattopadhyay,et al., 2004).

Gambar. 2 Struktur unik dari kurkumin yang menyebabkan aktivitas biologi (Majeed, Badmaev, Shivakumar dan Rajendran, 1995)

Kurkumin merupakan suatu pigmen kuning dari kunyit, digunakan

sebagai bumbu masakan dan pewarna alami makanan. Selain itu juga memiliki

agen antiinfamasi. Terdapat efek yang menguntungkan pada suatu eksperimen

pada tikus yang dibuat kolitis dengan induksi 2,4,6-trinitrobenzene sulphonic

(31)

C. Asam Jawa

1. Keterangan botani

Asam Jawa (Tamarindus indica L.) termasuk dalam famili

Leguminosae (Hutapea, 1994).

2. Nama daerah

Asam jawa mempunyai nama daerah yaitu: bak mee (Aceh), acam

lagi (Gayo), asam jawa (Melayu), cumalagi (Minangkabau), tangkal asem

(Sunda), wit asem (Jawa), acem (Madura), celagi (Bali), bage (Sasak),

mangga (Bima),asam jawa(Dayak), asam jawi (Gorontalo), tamalagi (Buol),

camba (Makasar), kanefo (timur), asang jawa (Sulawesi Utara). Sementara,

untuk nama umum di dunia adalah tamarind, tamarindo, tamarind an

sampalok(Rukmana, 2005).

3. Morfologi tanaman

Pohon asam sering ditanam sebagai pohon pelindung di tepi jalan

raya. Di pedesaan, asam ditanam sebagai pohon buah. Asalnya dari Afrika

Tropis kemudian menyebar ke India, dan sekarang banyak ditanam di daerah

Tropis lainnya. Pohon ini terdapat di dataran rendah pada daerah yang musim

kemaraunya jelas sampai kering. Pohon tinggi 15-25 m, bercabang banyak,

dan berkayu keras. Daun majemuk menyirip genap, panjang 5-13 cm,

terdapat 10-15 pasang anak daun yang duduknya berhadapan dan bertangkai

sangat pendek, hampir duduk. Helaian anak daun bentuknya bulat panjang,

(32)

dan licin, berwarna hijau dengan warna sisi lebih muda, panjang 1-2,5 cm,

lebar 0,5-1 cm (Dalimartha, 2006).

Bunga dalam karangan berbentuk tandan yang panjangnya 2-16 cm,

terdiri atas 6-30 kuntum bunga yang letaknya hampir duduk, berwarna

kuning berurat merah, keluar dari ketiak daun atau ujung percabangan. Buah

polong, bertangkai, bulat panjang pipih, panjang 3,5-20 cm, lebar 2,5-4 cm,

bagian ujung melancip, di antara biji kerap menyempit, kulit dinding luar

rapuh, dan berwarna cokelat muda. Daging buah berwarna kuning sampai

cokelat kekuningan dan rasanya asam. Biji 1-12 cm, warnanya cokelat

mengkilap. Pohon asam berbuah sepanjang tahun. Daun asam jawa muda

disebut sinom. Berasa asam dan dapat digunakan sebagai penyedap masakan.

Perbanyakan dengan biji dan vegetatif (Dalimartha, 2006).

4. Kandungan kimia

Dalam asam jawa terdapat senyawa fenolik, asam malat, asam sitrat,

asam asetat, pektin, gula invert (25%-30%), asam suksinat, protein, lemak

dan elemen-elemen penting lainnya seperti kalsium, kalium, fosfor, zat besi

(Bhadoriya,et al., 2011).

Senyawa volatil dari asam jawa terdiri dari fenil asetaldehid

(25,4%), furfural (20,7%), benzyl benzoat (18,1%) dan limonene

(Krishnamurthy, Sapna and Parthasarathy, 2008). Selain agen-agen yang

ditemukan diatas, ternyata ditemukan agen aktif yaituanthocyanin. Senyawa

(33)

mekanisme menghambat prostaglandin dan siklooksigenase (Nair, et, al.,

2004).

Gambar 3. Struktur senyawa utama minyak atsiri asam jawa (Krishnamurthy, Sapna and Parthasarathy, 2008)

5. Khasiat

Daun asam jawa digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional

karena mempunyai beberapa khasiat. Rasa buah asam, manis, bersifat sejuk,

astringen. Daging buah asam berkhasiat sebagai pencahar (laksan), penyejuk,

pereda demam (antipiretik), antiseptik, abortivum, dan meningkatkan nafsu

makan. Daun berkhasiat penurun panas (antipiretik), pereda nyeri (analgesik)

dan antiseptik (Dalimartha, 2006).

Asam jawa digunakan sebagai obat tradisional di sebagian negara

tropis. Aktivitasnya sebagai obat tradisional antara lain digunakan untuk

nyeri diare, disentri, penyembuhan luka, malaria, demam, sembelit, dan

peradangan. Tanaman ini dilaporkan memiliki aktivitas anti diabetes,

antimikroba, antivenom, antioksidan, antimalaria, hepatoprotektif, pencahar,

(34)

D. Inflamasi

1. Definisi

Radang merupakan respon biologi komplek jaringan pembuluh

darah terhadap rangsangan berbahaya termasuk patogen, iritasi atau sel yang

rusak (Singh,Malhotra dan Subban, 2008).

Adanya jaringan yang rusak menyebabkan terjadinya pelepasan

mediator kimia dan reaksi imun yang meliputi: histamin, eicosanoid

(prostaglandin, tromboksan, leukotrien), PAF (platelet activating factor),

bradikinin, nitrit oksida, neuropeptida, dan cytokine (seperti interleukin,

intereferon, dll) (Rang, Dale, Ritter dan Flower, 2003).

Menurut waktu terjadinya, inflamasi dibagi menjadi 2 yaitu

inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut disebabkan oleh

rangsangan sesaat dan mendadak. Inflamasi kronis disebabkan oleh luka yang

berlangsung beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan

kelanjutan dari inflamasi akut (Sander, 2003).

Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme pertahanan dimana

tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya

pada tempat cedera untuk mempersiapkan keadaan perbaikan jaringan.

Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya

permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit, elemen darah dan mediator kimia

(35)

2. Gejala

Pada level makroskopik gejala reaksi radang yang dapat diamati

adalah kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor),

nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi (fungctio laesa)(Rang,et al., 2003).

Inflamasi dipicu oleh pelepasan beberapa jenis mediator kimiawi

dari jaringan yang rusak dan sel bermigrasi. Mediator kimiawi yang

dilepaskan bergantung pada tipe inflamasi yang mencakup senyawa seperti

histamin dan 5-hidroksitriptamin seperti prostaglandin, peptida kecil seperti

bradikinin, dan peptida yang lebih besar seperti interleukin-I yang merupakan

sitokin (Umaru,et al., 2009). Tanda-tanda utama radang :

Rubor (kemerahan), merupakan hal pertama yang terlihat di daerah

yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka

arteriola yang mensuplai darah tersebut melebar, dengan demikian labih

banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler yang

sebelumnya kosong atau sebagian saja yang merenggang dapat cepat terisi

penuh oleh darah ( Underwood, 1999).

Calor(panas), peningkatan suhu banyak terdapat pada bagian perifer

(tepi), seperti pada kulit. Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh

meningkatnya aliran darah melalui daerah tersebut mengakibatkan sistem

vaskuler dilatasi dan mengalirkan daerah yang hangat pada daerah tubuh

yang terkena peradangan( Underwood, 1999).

Tumor (bengkak), pembengkakan sebagai hasil adanya udema

(36)

merupakan bagian dari cairan eksudat dan dalam jumlah sedikit kelompok sel

radang aka masuk dalam daerah tersebut (Underwood, 1999).

Dolor(nyeri), merupakan reaksi peradangan yang dapat ditimbulkan

melalui beberapa cara. Perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion

tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Selain itu, pembengkakan

jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan darah local

yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit. Beberapa mediator

kimiawi termasuk prostaglandin dan serotonin diketahui juga menyebabkan

rasa sakit (Underwood, 1999).

Functio laesa (hilangnya fugsi), merupakan konsekuensi dari suatu

proses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik dilakukan

secara langsung ataupun reflek akan mengalami hambatan rasa sakit.

Pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan kurangnya gerak

jaringan (Underwood,1999).

3. Mekanisme

Kerusakan sel yang menyertai peradangan menyebabkan pelepasan

enzim lisosom dari leukosit melalui kerja atas membran sel, kemudian asam

arakidonat dilepaskan dari senyawa prekursor oleh fosfolipase. Enzim

siklooksigenase merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin dan

tromboksan. Lipoksigenase ialah enzim yang merubah asam arakidonat

menjadi leukotrien. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada

eosinofil, neutrofil dan makrofag yang mendorong terjadinya bronkokontriksi

(37)

Gambar 4. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid beserta aksinya (Ranget, al.,2003)

Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-carbon

polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat dan

berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi sebagai komponen fosfolipid

membran sel. Asam arakidonat dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase

seluler yang diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik, atau oleh

mediator inflamasi lainnya. Metabolisme asam arakidonat berlangsung melalui

salah satu dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang mencetuskan, yaitu

jalur siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolit asam arakidonat (disebut juga

eikosanoid) dapat memperantarai setiap langkah inflamasi. (Mitchell dan Cotran,

(38)

Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin E2 (PGE2), PGD2, PGF2, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Produk tersebut berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH2 sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur siklooksigenase. Beberapa

enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu. Misalnya, trombosit mengandung

enzim tromboksan sintetase sehingga produk utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor. Di sisi lain,

endotelium kekurangan dalam hal tromboksan sintetase, tetapi banyak memiliki

prostasiklin sintetase yang membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator dan penghambat kuat agregasi trombosit. PGD2merupakan metabolit utama dari jalur siklooksigenase pada sel mast. Bersama dengan PGE2 dan PGF2a, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan edema. Prostaglandin terlibat dalam

patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi (Mitchell dan Cotran, 2003).

Jalur lipoksigenase penting untuk membentuk bahan-bahan proinflamasi

yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim metabolit asam arakidonat utama

pada neutrofil. 5-HPETE (asam 5-hidroperoksieikosatetranoik) merupakan derivat

5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan direduksi menjadi 5-HETE

(asam 5-hidroksieikosatetraenoik) (sebagai kemotaksis untuk neutrofil) atau

diubah menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrien. Produk dari 5-HPETE

(39)

E. Antiinflamasi

Obat antiinflamasi non steroid (NSAID) banyak digunakan untuk

pengobatan nyeri dan untuk pengelolaan kerusakan edema dan jaringan akibat

radang. Golongan obat ini memiliki aktivitas antipiretik, analgesik dan

antiinflamasi dengan cara menghambat biosintesis (Deruiter, 2002).

Sediaan OAINS memiliki struktur kimia yang heterogen dan berbeda di

dalam farmakodinamikanya. Oleh karena itu berbagai cara telah dilakukan untuk

mengelompokkan OAINS, Meskipun secara umum, OAINS bekerja dengan

menghambat biosintesis prostaglandin, namun sekarang OAINS dikelompokkan

menurut selektivitasnya dalam menghambat COX-1 dan COX-2, apakah selektif

sebagai penghambat COX-2 atau non-selektif (Lelo, 2002).

F. CataflamD-50 (K-diklofenak))

Cataflam D-50 (K-diklofenak) merupakan tablet dispersible yang

mengandung 46,5 mg diklofenak asam bebas yang setara dengan 50 mg natrium

diklofenak. Tablet dispersible dirancang khusus agar dapat terurai dengan cepat

dalam air membentuk suspensi diklofenak asam bebas yang tidak berasa. Bentuk

suspensi ini untuk diminum. Nama kimia dari Cataflam D-50 adalah

2-[(2,6-dichlorophenyl)amino]benzenacetic acid, memiliki bobot molekul 334,25 dengan

(40)

Gambar 5. Struktur kalium diklofenak 2-[(2,6-dichlorophenyl)amino]

benzenacetic acid(Urheberecht, 2009)

CataflamD-50 termasuk dalam golongan obat antiinflamasi non steroid

(OAINS) yang mampu memberikan efek antiinflamasi, analgesik dan antipiretik

dengan mekanisme aksi penghambatan biosintesis prostaglandin (Novartis, 2009).

G. Metode Uji Efek Antiinflamasi

Banyak model uji antiinflamasi telah diterapkan. Beberapa metode yang

sering digunakan adalah induksi udema telapak kaki belakang, uji eritema UV,

dan artitis adjuvant. Teknik yang banyak digunakan dalam pengembangan obat

antiinflamasi adalah mengukur kemampuan menghambat udema pada tikus yang

dihasilkan oleh bahan iritan. Udema merupakan gejala utama inflamasi akut.

Udema merupakan parameter yang berguna ketika menguji agen aktif dalam

pengobatan inflamasi akut (Setyarini, 2009).

Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian ini metode

Langford, et al., 1972 termodifikasi yaitu dengan menginduksi pada hewan uji

berupa mencit dilakukan dengan cara penyuntikan subplantar pada telapak kaki

mencit, senyawa iritan yang dipakai dalam penelitian ini adalah larutan formalin

(41)

efek antiinflamasi dapat dihitung dari perubahan bobot kaki hewan uji. Adapun

rumus asli Langford,et al.adalah sebagai berikut :

Efek antiinflamasi (%) = UD

D x 100%

Keterangan :

U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi reta-rata berat kaki normal (kaki kanan)

D = harga rata-rata berat kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan)

Karena presentase efek antiinflamasi dihitung dari pengurangan bobot

udema menghasilkan > 100% maka rumus di atas diubah menjadi:

Langford,et al.termodifikasi

Efek antiinflamasi (%) = UD

U x 100%

Keterangan :

U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi reta-rata berat kaki normal (kaki kanan)

D = harga rata-rata berat kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan)

Letak perbedaannya adalah bahwa pada metode Langford, et al. (%) efek

antiinflamasi kelompok perlakuan merupakan hasil selisih rata-rata berat kaki

kelompok karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan

dibandingkan dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan, sedangkan pada

cara perhitungan yang digunakan adalah (%) efek antiinflamasi kelompok

perlakuan merupakan hasil selisih rata-rata berat kaki kelompok karagenin dengan

rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan dengan rata-rata berat kaki

(42)

untuk menyebabkan inflamasi, tidak menggunakan karagenin 1% melainkan

menggunakan formalin 0,5%.

H. Landasan Teori

Inflamasi merupakan respon biologi komplek jaringan pembuluh darah

terhadap rangsangan berbahaya termasuk patogen, iritasi atau sel yang rusak.

Kerusakan sel tersebut meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya

permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit, elemen darah dan mediator kimia ke

jaringan radang (Singh,et al., 2008).

Pemberian jamu kunyit asam ramuan segar secara peroral diduga akan

memberikan efek antiinflamai. Efek antiinflamasi disebabkan oleh adanya

kandungan kurkumin dalam kunyit. Kurkumin stabil pada suhu tinggi dan dalam

kondisi asam (Stancovic, 2004). Agen lain dalam jamu kunyit asam yang

berperan sebagai agen antiinflamasi adalah anthocyanin dalam asam jawa.

Menurut mekanisme kurkumin dananthocyaninsebagai agen antiinflamasi adalah

dengan menghambat produksi prostaglandin dan penghambatan aktifitas enzim

siklooksigenase (Sudjarwo, 2004; Nair,et, al.,2004)

I. Hipotesis

Jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) memiliki efek antiinflamasi

terhadap mencit betina galur Swiss yang diinduksi formalin 0,5%. Efek

(43)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian pengaruh pemberian jamu kunyit asam terhadap efek

antiinflamasi pada mencit betina, merupakan penelitian eksperimental murni

dengan rancangan acak lengkap pola satu arah.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel utama

a. Variable bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis jamu kunyit

asam ramuan segar (2:1).

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah bobot udema

pada kaki mencit yang diinduksi larutan formalin 0,5% yang nantinya akan

berpengaruh terhadap presentasi efek antiinflamasi jamu kunyit asam

ramuan segar (2:1).

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

1) hewan uji mencit putih betina galur Swiss

2) umur antara 2-3 bulan

(44)

4) jalur pemberian secara oral.

b. Variabel pengacau tak terkendali

1) kondisi patologis hewan uji

2) umur kunyit dan umur asam jawa.

C. Definisi Operasional

1. Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera

atau kerusakan pada jaringan. Gejala inflamasi ditandai denganrubor, kalor,

dolor, tumor, dan fungctio laesa. Dalam hal ini yang diukur adalah edema

(bengkak).

2. Berat edema adalah berat telapak kaki mencit yang di induksi oleh larutan

formalin 0,5% yang diinjeksikan secara sublantar.

3. Formalin adalah larutan 37% formaldehid dalam air. Untuk menginduksi

edema digunakan larutan formalin 0,5%.

4. Jamu kunyit asam ramuan segar yaitu sejumlah parutan rimpang kunyit dan

daging buah asam yang dilarutkan dalam aquadest dan diberikan secara

peroral. Dosis yang digunakan adalah 1.365; 2.730; 5.460 dan 10.920 mg/kg

BB mencit.

5. Uji efek antiinflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit betina galur

Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya, dan diukur

bobot kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang mencit pada

sendi torsocrural (sendi pada pergelangan kaki bagian bawah) kemudian

(45)

D. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

a. Bahan uji yang digunakan adalah jamu kunyit asam segar dengan

perbandingan (2:1). Jamu kunyit asam diracik sendiri dengan bahan

kunyit dan asam jawa yang diperoleh dari pasar Stan, Maguwoharjo,

Depok, Sleman, Yogyakarta. Kunyit yang dipilih adalah induk rimpang

kunyit tanpa bercabang dan warnanya kuning segar. Sedangkan daging

asam jawa yang digunakan adalah yang tua dan masak yang terlihat utuh

rangkaian daging buahnya dengan warna gelap kehitaman.

b. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit betina

galur swiss (umur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram) diperoleh

dari Laboratorium Hayati Imono, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

c. Bahan kimia

1) Formalin 0,5% merk Bratachem : digunakan sebagai bahan

penginduksi edema pada kaki mencit dengan injeksi subplantar.

Formalin berasal dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2) Kalium diklofenak : digunakan sebagai kontrol positif. Kalium

diklofenak yang digunakan berasal dari tablet Cataflam (Norvatis)

D (dispersible) 50 mg yang diperoleh dari Apotek Kimia Farma

(46)

3) Aquades : digunakan sebagai kontrol negatif. Aquades yang

diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Alat penelitian

a. Neraca merk Ohaus

b. Neraca analitik merk Mettler Toledo

c. SyringedanSpuitperoral dan injeksi intraperitoneal 1 ml

d. Stopwatchmerk Baby-G

e. Kotak kaca tempat pengamatan mencit

f. Mortir dan stamper

g. Alat-alat gelas

h. Gunting bedah.

E. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan jamu kunyit asam ramuan segar

Konsentrasi tertinggi larutan jamu kunyit asam ramuan segar adalah

436,8 mg/ml. Larutan jamu ramuan segar kunyit asam dibuat dalam 100 ml

sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 43,68 g/100ml. Perbandingan

kunyit: asam yang digunakan yaitu 2:1.

Kunyit : 2/3 x 43,68 g = 29,12 g

Asam : 1/3 x 43,68 g = 14,56 g

Proses pembuatan jamu kunyit asam adalah rimpang kunyit

(47)

sebanyak 14,56 g; kemudian direbus dengan 100 ml air mendidih selama 10

menit. Setelah itu rebusan jamu didiamkan hingga dingin, dan rebusan

diperas serta diambil sari yang terkandung didalamnya.

2. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah mencit betina,

galur Swiss, usia 2-3 bulan, dengan berat badan 20-30 gram. Hewan uji

dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Kelompok untuk orientasi sebanyak

33 ekor dan kelompok perlakuan sebanyak 35 ekor. Sebelum digunakan,

mencit dipuasakan 18-24 jam dan tetap diberi minum. Kelompok perlakuan

terdiri dari 7 kelompok yaitu kontrol negatif formalin 0,5 %, kontrol negatif

aquadest, kontrol positif kalium diklofenak. Dan kelompok perlakuan jamu

kunyit asam dalam 4 peringkat dosis.

3. Pembuatan formalin 0,5 %

Pembuatan larutan formalin 0,5% dari larutan formalin 100%

(formaldehid 37%) menggunakan rumus volume1x konsentrasi1= volume2x konsentrasi2. Larutan formalin 0,5% dibuat dengan mengambil formalin 100% sebanyak 0,5 ml kemudian diencerkan menggunakan air dalam labu

ukur hingga volume mencapai 100 ml.

4. Penetapan dosis

a. Kalium diklofenak (CataflamD-50)

Dosis efektif CataflamD-50 (K-Diklofenak) sebesar 50 mg untuk

manusia dengan berat badan 50 kg. Berat badan mencit rata-rata 20

(48)

9,1 mg/Kg BB mencit (dewi, 2010). Kemudian dosis lainnya diperoleh

dengan menaikkan dosis sebesar 50% dan 100% dari dosis efektif. Dosis

diklofenak yang digunakan sebagai dosis orientasi adalah 9,1; 13,65 dan

18,2 mg/kg BB.

b. Injeksi subpalantar formalin yang diberikan sebesar 0,025 ml tiap 20

gram BB mencit (Vogel, 2002). Berat badan mencit rata-rata 20 gram =

0,02 kg sehingga didapat dosis larutan formalin 0,5% sebesar 6,25

mg/Kg BB.

c. Penentuan dosis jamu kunyit asam

Penetapan dosis jamu kunyit asam ramuan segar komposisi kunyit :asam

= 2:1 berdasarkan perbandingan yang tercantum dalam kemasan jamu

instan Kunyit Asam. Dosis 1.365 mg/kg BB merupakan dosis terapi.

Dalam penelitian ini ditetapkan 4 peringkat dosis, dengan cara

menentukan kelipatannya. Angka kelipatan yang digunakan sebesar 2

kali dari dosis sebelumnya, sehingga diperoleh empat peringkat dosis

yaitu 1.365; 2.730; 5.460 dan 10.920 mg/kg BB mencit.

5. Uji pendahuluan

a. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi formalin 0,5%

Dua belas ekor hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok, tiap kelompok

diberi perlakuan pada kaki kiri bagian belakang diinjeksi dengan larutan

formalin 0,5% secara subplantar, kaki kanan diinjeksi dengan spuit injeksi

sbplantar tanpa larutan formalin 0,5%. Kemudian hewan uji dikorbankan

(49)

0,5% secara subpalntar, setelah itu kedua kaki mencit dipotong pada sendi

torsocruraldan ditimbang.

b. Orientasi dosis CataflamD-50 (K-Diklofenak)

Hewan uji dibagi menjadi tiga kelompok, masing-masing kelompok diberi

perlakuan secara peroral CataflamD-50 dengan dosis 9,1; 13,65 dan 18,2

mg/Kg BB mencit sebelum pemberian formalin 0,5% secara subplantar.

Kemudian hewan uji dikorbankan pada selang waktu terpilih berdasarkan

hasil orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi formalin

0,5%, kedua kaki dipotong pada senditorsocruraldan ditimbang.

c. Orientasi waktu pemberian CataflamD-50 (K-Diklofenak)

Hewan uji dibagi dalam empat kelompok, masing- masing kelompok

diberi perlakuan CataflamD-50 dengan dosis terpilih pada orientasi dosis

sebelumnya dengan variasi waktu 15, 30, 45 dan 60 menit sebelum

pemberian injeksi subplantar formalin 0,5%. Kemudian hewan uji

dikorbankan pada selang waktu terpilih berdasarkan hasil orientasi rentang

waktu pemotongan kaki setelah injeksi formalin 0,5%, kedua kaki

dipotong pada senditorsocruraldan ditimbang.

6. Perlakuan hewan uji

Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak tiga puluh ekor yang dibagi

secara acak menjadi 7 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor dengan

(50)

a. Kelompok I (kelompok kontrol negatif formalin 0,5%)

Kaki kiri bagian belakang mencit diinjeksi dengan larutan formalin 0,5%

secara subplantar sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik

subplantar tanpa formalin. Setelah 60 menit (berdasarkan uji

pendahuluan) kedua kaki dipotong pada sendi torsocrural dan

ditimbang.

b. Kelompok II (kelompok kontrol negatif aquadest)

Aquadest diberikan secara per oral pada mencit, setelah 45 menit kaki

kiri bagian belakang mencit diinjeksi dengan larutan formalin 0,5%

secara subplantar sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik

subplantar tanpa formalin, kemudian setelah 1 jam kedua kaki dipotong

pada senditorsocruraldan ditimbang.

c. Kelompok III (kontrol positif kalium diklofenak)

Tiga kelompok mencit diberi perlakuan per oral kalium diklofenak

dengan dosis sebesar 9,1 mg/kgBB, setelah 45 menit kaki kiri bagian

belakang mencit diinjeksi dengan larutan formalin 0,5% secara

subplantar sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik

subplantar tanpa formalin 0,5%, kemudian setelah 1 jam kedua kaki

dipotong pada senditorsocruraldan ditimbang.

d. Kelompok IV, V, VI dan VII (perlakuan jamu kunyit asam ramuan

segar 2:1)

Empat kelompok mencit diberi perlakuan per oral jamu kunyit asam

(51)

10.920 mg/Kg BB, setelah 45 menit kaki kiri bagian belakang mencit

diinjeksi dengan larutan formalin 0,5% secara subplantar sedangkan kaki

kanan bagian belakang mencit hanya diinjeksi subplantar tanpa formalin,

kemudian setelah 1 jam kedua kaki dipotong pada senditorsocrural dan

ditimbang.

7. Skema perlakuan pada hewan uji

(52)

8. Penentuan % efek antiinflamasi

Data penimbangan berat kaki belakang hewan uji digunakan untuk

mengetahui efek inflamasi. Berdasarkan metode Langfordet al.(1972) untuk

mengetahui daya antiinflamasi dalam (%), digunakan rumus :

% efek antiinflamasi = x 100%

Keterangan :

U = harga rata-rata berat kelompok formalin (kaki kiri) dikurangi reta-rata berat kaki normal (kaki kanan)

D = harga rata-rata berat kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan)

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang diperoleh dari hasil penimbangan bobot kedua kaki belakang

mencit dan telah diubah menjadi (%) daya antiinflamasi dianalisis dengan uji non

parametric Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas distribusi data.

Jika distribusi data normal, kemudian data dianalisis secara statistik menggunakan

Anova satu arah dengan taraf kepercayaan 95%, jika hasil yang diperoleh berbeda

bermakna, dilanjutkan dengan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% untuk

mengetahui letak perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan. Jika diperoleh

nilai p < 0,05 diartikan ada perbedaan bermakna, jika diperoleh nilai p > 0,05

(53)

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan atau orientasi dilakukan dalam penelitian efek

antiinflamasi jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) pada mencit putih betina galur

swiss bertujuan untuk mengoptimasi metode dan cara kerja yang tepat dan sesuai.

1. Orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi subplantar

formalin 0,5%

Orientasi tersebut bertujuan untuk mengetahui waktu pemotongan kaki

mencit yang menghasilkan udema paling optimal setelah mencit diinjeksi

formalin 0,5%. Formalin dipilih sebagai zat inflamatogen radang karena formalin

merupakan agen inflamasi yang bersifat bifasik (terdapat fase nosiseptif pada 5-15

menit dan fase inflamasi pada fase berikutnya) (Shi, Li, dan Clark, 2005). Selain

itu formalin dapat menimbulkan inflamasi dengan cepat dan gejala yang nyata,

yaitu edema yang ditimbulkan lebih besar dan timbul warna merah pada daerah

edema (Joseph, George, dan Nair, 2005). Hal ini tentu saja akan mempermudah

pengamatan.

Dalam orientasi ini rentang waktu yang diujikan adalah 15, 30, 45 dan 60

menit setelah diinjeksi formalin secara subplantar. Pemilihan ini atas dasar jurnal

yang dikemukakan oleh Canon, Leurs, dan Hough (2007) yang mengatakan

(54)

sampai menit ke-60 setelah injeksi formalin secara subplantar. Namun,

peningkatan akan terus terjadi sampai menit ke-240 secara tidak signifikan.

Gambar 7. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit setelah injeksi formalin 0,5% pada rentang waktu setiap 15 menit selama 1 jam

Data bobot udema kaki mencit dianalisis dengan analisis

Kolmogorov-Smirnov. Hasil menunjukkan bahwa distribusi data normal, karena nilai signifikan

angka lebih dari 0,05 (P>0,05), hal ini berarti data tidak berbeda bermakna dengan

distribusi normal. Kemudian data dilanjutkan dengan analisis varian satu arah

dengan taraf kepercayaan 95%, terlihat bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa

data memberikan hasil yang signifikan (p<0,05%). Selanjutnya untuk mengetahui

perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna dilakukan uji Scheffe

(55)

Tabel I. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi subplantar formalin 0,5%

Hasil uji Scheffe pemberian formalin 0,5% pada rentang waktu tertentu Kel Rata-rata bobot udema

(g) XSE

Kel. I : Kelompok mencit diukur pada menit-15 setelah pemberian formalin Kel. II : Kelompok mencit diukur pada menit-30 setelah pemberian formalin Kel. III : Kelompok mencit diukur pada menit-45 setelah pemberian formalin Kel. IV : Kelompok mencit diukur pada menit-60 setelah pemberian formalin tb : Berbeda tidak bermakna

b : Berbeda bermakna

X :Mean(rata-rata) bobot udema SE : Standard Error (SD/n)

Setelah uji Scheffe, ternyata kelompok I memberikan hasil berbeda

bermakna terhadap kelompok II, III dan IV (p<0,05), sedangkan antara kelompok

II, III dan IV, data menunjukkan berbeda tidak bermakna (p>0,05). Dari diagram

dapat dilihat yang memberikan udema maksimal adalah pada menit ke 60 setelah

injeksi formalin 0,5%. Maka dalam percobaan selanjutnya dipilih menit ke 60

setelah injeksi formalin karena rata-rata bobot udemnya paling maksimal.

2. Orientasi dosis Cataflam D-50 (K-diklofenak)

Orientasi ini bertujuan untuk menentukan dosis efektif Cataflam D-50

(K-diklofenak) sebagai efek antiinflamasi pada mencit yang diinduksi formalin

0,5%. CataflamD-50 dipilih sebagai kontrol positif karena termasuk salah satu

obat antiinflamasi non steroid (OAINS) yang mengandung kalium diklofenak 50

(56)

beredar dipasaran, namun tablet yang beredar dipasaran kebanyakan adalah tablet

yang telah di’coated’ karena bertujuan untuk mengurangi iritasi lambung

(Padmadisastra ,Abdassah, dan Wijanarko, 2007). Coated yang sering digunakan

adalah salut eterik, dimana bahan salut tersebut berfungsi untuk memprtahankan

obat dalam lambung terhadap asam lambung sehingga nantinya obat akan siap

diabsobsi di dalam usus. Dalam percobaan tablet yang dipilih adalah Cataflam

D-50 (K-diklofenak) dispersible karena bertujuan untuk mempermudah dalam

penggerusan dan proses pelarutan bersama dengan aquadest sehingga lebih

homogen ketika diberikan pada mencit secara peroral.

Dosis CataflamD-50 (K-diklofenak) sebesar 50 mg untuk manusia

dengan berat badan 50 kg. Jika dikonversikan ke dalam bobot mencit 20 gram

adalah 9,1 mg/kg BB (Dewi, 2010). Untuk dua dosis lainnya diambil 50% dan

100% dosis diatasnya sebagai dosis tertinggi sehingga diperoleh dosis 13,65

mg/kg BB dan 18,20 mg/kg BB.

(57)

Data bobot udema kaki mencit dianalisis dengan analisis

Kolmogorov-Smirnov. Hasil menunjukkan bahwa distribusi data normal, karena nilai signifikan

angka lebih dari 0,05 (P>0,05), hal ini berarti data tidak berbeda bermakna dengan

distribusi normal. Kemudian data dilanjutkan dengan analisis varian satu arah

dengan taraf kepercayaan 95%, terlihat bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa

data memberikan hasil yang signifikan (p<0,05%). Selanjutnya untuk mengetahui

perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna dilakukan uji Scheffe

yang dapat dilihat dari tabel II.

Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan dosis Cataflam D-50 (K-diklofenak)

Hasil uji Scheffe pemberian Cataflam D-50 pada orientasi dosis deklofenak Kel. Rata-rata bobot udema

(g) XSE

I II III

I 0.0409330.0027156 - b tb II 0.0562670.0006960 b - b III 0.0467220.0025738 tb b -Keterangan:

Kel. I : Kelompok mencit dosis 9,1 mg/kg BB Kel. II : Kelompok mencit dosis 13,65 mg/kg BB Kel. III: Kelompok mencit dosis 18,20 mg/kg BB Tb : Berbeda tidak bermakna

B : Berbeda bermakna

X :Mean(rata-rata) bobot udema SE : Standard Error (SD/n)

Berdasarkan hasil uji Scheffe di atas, diketahui bahwa dosis diklofenak

9,1 mg/kg BB dan 18,20 mg/kg BB berbeda bermakna terhadap dosis diklofenak

13,65 mg/kg BB. Namun dosis 9,1 mg/kg BB berbeda tidak bermakna terhadap

dosis 18,20 mg/kg BB. Dalam uji selanjutnya dosis yang dipilih adalah 9,1 mg/kg

(58)

menurunkan udema, selain itu dosis 9,1 mg/kgBB menimbulkan udema yang

paling rendah, yang berarti efek diklofenak sudah maksimal.

3. Orientasi waktu pemberian Cataflam D-50 (K-Diklofenak)

Orientasi ini bertujuan untuk menentukan waktu pemberian Cataflam

D-50 (K-diklofenak) yang paling efektif sebagai antiinflamasi pada mencit. Dosis

yang dipilih berdasarkan orientasi sebelumnya adalah Cataflam D-50

(K-diklofenak) 9,1 mg/kg BB sebagai dosis paling efektif untuk antiinflamasi.

Waktu pemberian diklofenak yang diujikan didasarkan pada penelitian

Widiyastuti (2008), yaitu 15, 30, 45 dan 60 menit sebelum injeksi subplantar

larutan formalin 0,5%.

Gambar 9. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit setelah pemberian CataflamD-50 rentang waktu setiap 15 menit selama 1 jam

Data bobot udema kaki mencit dianalisis dengan analisis

Kolmogorov-Smirnov. Hasil menunjukkan bahwa distribusi data normal, karena nilai signifikan

(59)

distribusi normal. Kemudian data dilanjutkan dengan analisis varian satu arah

dengan taraf kepercayaan 95%, terlihat bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa

data memberikan hasil yang signifikan (p<0,05%). Selanjutnya untuk mengetahui

perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna dilakukan uji scheffe

yang dapat dilihat dari tabel III.

Tabel III. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu pemberian CataflamD-50 dosis 9,1 mg/kg BB mencit

Hasil uji Scheffe pemberian Cataflam D-50 dosis 9,1 mg/kg BB pada rentang

waktu tertentu Kel. Rata-rata bobot udema

(g) XSE

Kel. I : 15 menit sebelum pemberian formalin 0,5% Kel. II : 30 menit sebelum pemberian formalin 0,5% Kel. III : 45 menit sebelum pemberian formalin 0,5% Kel. IV : 60 menit sebelum pemberian formalin 0,5% Tb : Berbeda tidak bermakna

B : Berbeda bermakna

X :Mean(rata-rata) bobot udema SE : Standard Error (SD/n)

Setelah uji Scheffe, ternyata kelompok III memberikan hasil berbeda

bermakna terhadap kelompok I, II, IV (p<0,05). Dan kelompok III juga

menunjukkan rata-rata bobot udema yang paling kecil. Berdasarkan data maka

dipilih waktu pemberian CataflamD-50 (K-diklofenak) adalah 45 menit sebelum

(60)

B. Hasil Uji Efek Antiinflamasi Jamu Kunyit Asam (2:1)

Penelitian efek antiinflamasi jamu kunyit asam ramuan segar dengan

perbandingan 2:1 pada mencit betina galur Swiss ini bertujuan untuk mengetahui

kemampuan serta besarnya efek antiinflamasi jamu kunyit asam ramuan segar

(2:1). Efek inflamasi ditandai dengan adanya penurunan bobot udema kaki mencit

setelah diinjeksi formalin 0,5% secara subplantar akibat pemberian jamu kunyit

asam secara peroral. Besarnya efek antiinflamasi dapat dilihat berdasarkan hasil

presentase efek antiinflamasi yang dihitung berdasarkan metode Langford, et al.,

(1972). Penelitian ini dilakukan dengan metode induksi udema telapak kaki

belakang yang terbentuk akibat induksi formalin 0,5% kemudian kaki dipotong

pada sendi torsocrural dan ditimbang. Metode potong kaki merupakan metode

yang seringkali dipakai untuk pengujian antiinflamasi di samping metode jangka

sorong atau metode pengukuran volume udema dengan pletismometer. Alasan

menggunakan metode potong kaki adalah mudah dilakukan dan waktu yang

dibutuhkan tidak terlalu lama.

Pengujian efek antiinflamasi jamu kunyit asam ramuan segar (2:1)

dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diperoleh pada uji pendahuluan. Dari

orientasi diperoleh watu pemotongan kaki mencit setelah injeksi subplantar

larutan formalin 0,5% adalah 1 jam. Dosis kontrol positif Cataflam D-50

(K-diklofenak) adalah 9,1 mg/kgBB yang diberikan 45 menit sebelum pemberian

(61)

Pada uji efek antiinflamasi jamu kunyit asam ramuan segar diberikan

dalam 4 peringkat dosis, untuk mengetahui perbandingan khasiat jamu kunyit

asam terhadap kontrolnya sebagai antiinflamasi. Keempat peringkat dosis jamu

kunyit asam berturut-turut sebesar 1.365; 2.730; 5.460 dan 10.920 mb/kg BB.

Gambar 10. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit akibat perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) dalam empat peringkat dosis

beserta kontrolnya

Dari diagram tersebut menunjukkan bahwa kontrol formalin 0,5%,

aquadest dan CataflamD-50 (K- diklofenak) masing-masing memberikan

rata-rata bobot udema sebesar 0,0632; 0,0589 dan 0,0315 gram. Perlakuan jamu kunyit

(62)

mencit masing-masing menunjukkan rata-rata bobot udema kaki mencit sebesar

0,0435; 0,0367; 0,0347 dan 0,0311 gram.

Untuk mengetahui efek antiinflamasi menggunakan metode Langford,et

al., (1972) termodifikasi. Dari hasil perhitungan diperoleh data persen efek

antiinflamasi kelompok formalin, aquadest dan CataflamD-50 (K- diklofenak)

dengan dosis 9,1 mg/kg BB masing-masing sebesar 0,032%, 6,81% dan 50,16%.

Hal ini berarti aquadest tidak memiliki kemampuan menurunkan inflamasi

sedangkan cataflam memiliki kemampuan menurunkan inflamasi yang cukup

besar. Untuk kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) dosis

1.365; 2.730; 5.460 dan 10.920 mg/kg BB mencit masing-masing menunjukkan

persen efek antiinflamasi berturut-turut sebesar 31,14%, 41,96%, 45,16% dan

(63)

Gambar 11. Diagram batang % efek antiinflamasi akibat perlakuan jamu kunyit asam ramuan segar (2:1) dalam empat peringkat dosis beserta

kontrolnya

Data bobot udema kaki mencit dianalisis dengan analisis

Kolmogorov-Smirnov. Hasil menunjukkan bahwa distribusi data normal, karena nilai signifikan

angka lebih dari 0,05 (P>0,05), hal ini berarti data tidak berbeda bermakna dengan

distribusi normal. Kemudian data dilanjutkan dengan analisis varian satu arah

dengan taraf kepercayaan 95%, terlihat bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa

data memberikan hasil yang signifikan (p<0,05%). Selanjutnya untuk mengetahui

perbedaan antar kelompok bermakna atau tidak bermakna dilakukan uji scheffe

yang dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada presentase efek antiinflamasi pada jamu kunyit asam beserta kontrolnya

Hasil uji Scheffe terhadap kelompok

Kel. I : kelompok kontrol Formalin 0,5% Kel. II : Kelompok kontrol aquadest

Kel. III: Kelompok kontrol positif CataflamD-50 dosis 9,1 mg/kg BB Kel. IV: Kelompok jamu kunyit asam dosis 1.365 mg/kg BB

Kel. V : Kelompok jamu kunyit asam dosis 2.730 mg/kg BB Kel. VI: Kelompok jamu kunyit asam dosis 5.460 mg/kg BB

Kel. VII : Kelompok jamu kunyit asam dosis 10.920 mg/kg BB tb : Berbeda tidak bermakna

b : Berbeda bermakna

(64)

% EA : % efek antiinflamasi

Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok perlakuan menunjukkan

bahwa pada kelompok kontrol formalin 0,5% menunjukkan rata-rata efek

antiinflamasi yang paling kecil. Kelompok kontrol aquadest juga menghasilkan

rata-rata persen efek inflamasi yang hampir sama dengan kelompok kontrol

formalin 0,5%. (berbeda tidak bermakna). Hal ini menunjukkan bahwa formalin

0,5% dan aquadest tidak memiliki efek antiinflamasi.

Hasil pengujian pada kelompok perlakuan jamu kunyit asam ramuan

segar (2:1) dalam semua peringkat dosis memiliki rata-rata efek antiinflamasi

yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatifnya. Artinya,

jamu kunyit asam memiliki kemampuan untuk menurunkan udema atau memiliki

efek antiinflamasi. Dari hasil uji ANOVA dan Scheffe menunjukkan bahwa efek

antiinflamasi kelompok perlakuan jamu kunyit asam dosis 1.365 mg/kg BB

berbeda bermakna (p<0,05) dengan efek antiinflamasi kelompok positif, yaitu

CataflamD-50. Dapat disimpulkan bahwa dosis 1.365 mg/kg BB tidak memiliki

daya antiinflamasi. Sedangkan efek inflamasi kelompok perlakuan jamu kunyit

asam dosis 2.730; 5.460 dan 10.920 mg/kg BB tidak berbeda bermakna (p>0,05)

dengan efek antiinflamasi kontrol positif Cataflam D-50 yang berisi kalium

diklofenak. Hal ini berarti jamu kunyit asam dengan dosis 2.730; 5.460 dan

10.920 mg/kg BB memiliki daya antiinflamasi, karena telah mampu bekerja

sebagai antiinflamasi dengan % efek antiinflamasi yang sebanding dengan kerja

Cataflam D-50 (K-diklofenak) dimana Cataflam telah diketahui secara pasti

Gambar

Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan dosis Cataflam
Gambar 12.Grafik hubungan linieritas dosis 1.365, 2.730, 5.460 dan 10.920
Gambar 1. Struktur dari Kurkumin (Diferuloylmethane), Demethoxycurcumin,
Gambar. 2Struktur unik dari kurkumin yang menyebabkan aktivitas biologi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pernah, suatu hari ada seorang putri cantik yang baru pertama kali bertemu dengan Prabu Nata langsung jatuh hati, tetapi sang Prabu tidak berkenan hatinya pad

Pengelolaan air tanah di Jawa Barat mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang telah diimplementasikan dalam Peraturan Daerah Nomor 5

Modul File memungkinkan pengajar untuk memasukkan materi ajar dalam bentuk file dokumen seperti word, power point, atau pdf.. File tersebut diunduh oleh siswa dan dibaca

Kawasan permukiman per- kotaan adalah kawasan yang diguna- kan untuk kegiatan permukiman dengan kegiatan utama non pertanian dan pada umumnya ditunjang

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Dengan demikian, untuk hipotesis nul (H 0 ) yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah IPA antara kelompok peserta didik yang belajar dengan

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dialami pihak RSISA tersebut, maka setidaknya dibutuhkan sebuah sistem aplikasi yang membantu pengunjung serta karyawan

Akan tetapi ketika pada saat itu saksi sedang berada dirumah tepatnya pada Hari Kamistanggal 11 Oktober Tahun 2012 sekira pukul 15.00 WIB mendapatkan laporan dari