• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kedisiplinan - PENINGKATAN KEDISIPLINAN DAN PRESTASI BELAJAR IPA MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS IV SD NEGERI 2 KEMANGKON - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kedisiplinan - PENINGKATAN KEDISIPLINAN DAN PRESTASI BELAJAR IPA MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA MELALUI METODE EKSPERIMEN DI KELAS IV SD NEGERI 2 KEMANGKON - repository perpustakaan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Kedisiplinan

a. Pengertian Kedisiplinan

Mustari (2011: 42) berpendapat bahwa disiplin merujuk pada instruksi sistematis yang diberikan kepada murid (disciple). Untuk mendisiplinkan berarti menginstruksikan orang untuk mengikuti tatanan melalui aturan-aturan tertentu. Sikap disiplin adalah kesiapan yang kompleks dari seseorang individu untuk memperlakukan suatu obyek. Rachmad Natawijaya (dalam Suharjono, 2005: 3).

(2)

b. Strategi Untuk Menerapkan Kedisiplinan

Ada sembilan strategi untuk menerapkan kedisiplinan pada peserta didik menurut pendapat Reisman dan Payne (dalam Mulyasa, 2006: 21), antara lain:

1) Konsep diri (self-concept); strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri masing-masing individu merupakan factor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaanya dalam memecahkan masalah.

2) Ketrampilan berkomunikasi (communication skill); guru harus memiliki ketrampilan komunikasi yang efaktif agar guru mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.

3) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences); perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta

(3)

4) Klasifikasi nilai (values clarification); strategi ini digunakan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk system nilainya sendiri.

5) Analisis transaksional (transactional analysis); disarankan agar guru berperan sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.

6) Terapi realitas (reality therapy); sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus bersikap positif dan bertanggung jawab.

7) Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline); metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan. Prinsip-prinsip modifikasi yang sistematis diimplementasikan di dalam kelas, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menulis nama-nama pesrta didik yang berperilaku menyimpang.

8) Modifikasi perilaku (behavior modification); perilaku salah disebabkan oleh lingkungan, sebagai tindakan remidiasi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.

(4)

sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.

Reisman dan Payne (dalam Mulyasa, 2006: 22) berpendapat bahwa, untuk menerapkan kedisiplinan pada peserta didik dengan strategi tersebut, harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu guru harus melakukan hal-hal berikut:

a) Mempelajari pengalaman peserta didik disekolah melaui kartu catatan kumulatif;

b) Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir di kelas;

c) Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan peserta didik;

d) Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak bertela-tela;

e) Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi banyak penyimpangan;

f) Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dijadikan sebagai tauladan bagi peserta didik;

(5)

h) Menyesuaikan argumentasi demngan kemampuan peserta didik, jangan memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru, atau mengukur kemampuan peserta didik dari kemampuan gurunya; dan

i) Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya. c. Cara Membentuk Karakter Disiplin

Aunillah (2011: 56) berpendapat ada sepuluh hal yang perlu dilakukan oleh guru untuk membentuk karakter disiplin dada diri peserta didik, diantaranya adalah:

1) Konsisten

(6)

2) Bersifat Jelas

Sikap kedisiplinan harus ditanamkan kepada peserta didik dengan membuat peraturan yang jelas. Peraturan yang jelas dan sederhana dapat mempermudah peserta didik untuk melakukannya. Sebaliknya, peraturan yang kurang jelas dan cenderung berbelit-belit dapat menjadikan peserta didik merasa enggan untuk mematuhi peraturan tersebut sehingga ia akan melakukan pemberontakan dengan cara melanggarnya.

3) Mempertahankan Harga Diri

Jika ada peserta didik yang melakukan pelanggaran kedisiplinan, sebaiknya guru jangan menegur di depan orang banyak. Cara seperti itu dapat membuatnya merasa malu dan cenderung berusaha mempertahankan sikapnya. Alangkah lebih baik jika guru memberikan nasihat secara personal sehingga dengan cara seperti ini membuatnya merasa dihargai.

4) Sebuah Alasan yang Bisa Dipahami

(7)

5) Menghadiahkan Pujian

Tidak ada salahnya jika guru memberikan apresiasi berupa pujian kepada peserta didik apabila ia telah mematuhi aturan dan tata tertib kedisiplinan yang ada di sekolah. Sebuah pujian yang dikatakan secara jujur dan terbuka oleh seorang guru akan membuat peserta didik merasa dihargai sehingga ia tidak merasa tertekan dengan adanya peraturan tersebut.

6) Memberikan Hukuman

Hukuman hendaknya tidak sampai menyakiti fisik dan psikologis peserta didik. Guru harus memberikan hukuman yang mendidik, seperti membersihkan kelas dan lain sebagainya.

7) Bersikap Luwes

Guru harus bersikap luwes dalam menegakan disiplin. Hindari sikap kaku terhadap peserta didik dalam menegakan peraturan supaya ia tidak merasa tertekan. Sebaliknya, peraturan dan hukuman harus disesuaikan dengan situasi peserta didik. 8) Melibatkan Peserta Didik

(8)

9) Bersikap Tegas

Bersikap tegas bukan berarti bersikap kasar. Ketegasan dalam hal ini lebih berarti sebagai keseriusan guru dalam menerapkan peraturan kedisiplinan itu. Sehingga, dengan sendirinya guru juga berusaha mentaatinya.

10) Jangan Emosional

Guru harus menghindari emosi yang berlebihan dalam menghukum peserta didik. Karena hal itu dapat membuat guru tidak objektif dalam menghukum peserta didik.

d. Indikator Keberhasilan Karakter Disiplin

Hasan (dalam Fitri, 2012: 39) mengemukakan ada dua jenis indikator yang dikembangkan dalam pendidikan karakter ini. Pertama, indikator untuk kelas dan untuk sekolah. Kedua, indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan guru kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini juga brkenaan dengan program dan kegiatan sekolah sehari-hari. Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku seorang peserta didik dengan mata pelajaran tertentu, salah satunya adalah IPA.

Indikator Kedisiplinan yang dapat diterapkan didalam kelas antara lain:

(9)

2) Menegakaan prinsip dengan memberikan punishment bagi yang melanggar dan reward bagi yang berprestasi.

3) Menjalankan tata tertib sekolah.

Indikator pendidikan karakter mata pelajaran IPA berhubungan dengan kedisiplinan dapat dilakukan dengan:

1) Penanaman ketelitian dan sistematisasi dalam melakukan percobaan.

2) Pembinaan tanggung jawab melalui pengembalian alat-alat yang dipakai untuk percobaan ke tempat semula dalam keadaan rapi, bersih dan aman.

3) Pembinaan kejujuran melalui pembuatan laporan sesuai dengan hasil percobaan.

e. Tujuan Penarapan Karakter Disiplin

Brown dan Bown (dalam Gunawan, 2012: 269) mengemukakan tentang pentingnya disiplin dalam proses pendidikan dan pembelajaran untuk mengajarkan hal-hal berikut:

1) Rasa hormat terhadap otoritas/kewenangan; disiplin akan menyedarkan setiap siswa tentang kedudukannya, baik didalam kelas maupun diluar kelas, misalnya kedudukannya sebagai siswa yang harus hormat terhadap guru dan kepala sekolah.

(10)

menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungannya.

3) Kebutuhan untuk berorganisasi; disiplin dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan dalam diri setiap siswa mengenai kebutuhan berorganisasi.

4) Rasa hormat kepada orang lain; dengan ada dan dijunjungnya disiplin dalam proses belajar mengajar, setiap siswa akan tahu dan memahami hak dan kewajibannya, serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain.

5) Kebutuhan untuk melakukan hal yang menyenangkan; dalam kehidupan selau dijumpai hal yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam proses belajar mengajarpada khususnya.

6) Memperkenalkan contoh perilaku tidak disiplin; dengan memberikan contoh perilaku yang tidak disiplin diharapkan siswa dapat menghindari dirinya atau dapat membedakan mana perilaku disiplin dan tidak disiplin.

(11)

dalam membangun karakter anak di dalam pembelajaran, karena dengan disiplian anak akan terbiasa tepat waktu dalam melakuakan kegiatan sehari-hari, tidak hanya disekolah saja akan tetapi di rumah maupun di lingkungan masyarakat. Selain itu, kedisiplinan bertujuan membangun karakter pada peserta didik untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan di dalam lingkungan belajar. Hal ini berkaitan dengan proses pembalajaran, jika peserta didik disiplin dalam mengikuti proses belajar, maka pembelajaran yang berlangsung akan menyenangkan bagi peserta didik.

2. Prestasi Belajar a. Hakikat Belajar

1) Pengertian Belajar

Belajar memiliki pengertian yang beragam di dalam dunia pendidikan. Belajar menurut Djamarah (2002: 12) adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata “belajar” merupakan kata yang tidak asing,

bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di pendidikan formal. Kegiatan belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan. Entah malam hari, sore hari bahkan malam hari, karena kebiasaan belajar setiap anak berbeda-beda.

(12)

dengan binatang. Belajar dilakukan manusia seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja, baik di sekolah, kelas, jalanan dan dalam waktu yang tidak ditentukan sebelumnya. Belajar dilakukan manusia untuk tujuan tertentu. Belajar terjadi ketika ada interaksi antara individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

2) Ciri-Ciri Perubahan Tingkah Laku dalam Belajar

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya, oleh karena itu tidak semua perubahan yang terjadi pada diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Dari hal diatas terdapat ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar menurut pendapat (Slameto, 2010: 3), diantaranya: a) Perubahan terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa seseorang

yang belajar akan menyadari perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi suatu perubahan pada dirinya;

(13)

c) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Dalam perubahan belajar, perubahan-perubahan tersebut senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya perubahan tersebut tidak terjadi dengan sendirinya melainkankarena usaha individu itu sendiri;

d) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap;

e) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Ini berarti perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari;

(14)

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Keberhasilan belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut Hanifah dan Suhana (2010: 8), antara lain:

a) Peserta didik dengan sejumlah latar belakangnya, yang mencakup: tingkat kecerdasan, bakat, sikap, minat, motivasi, keyakinan, kesadaran, kedisiplinan dan tanggung jawab.

b) Pengajar professional yang memiliki: kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi personal, kompetensi professional, kualifikasi pendidikan yang memadai dan kesejahteraan yang memadai.

c) Atmosfir pembelajaran partisipasif dan interaktif yang dimanifestasikan dengan adanya komunikasi timbal balik dan multi arah (multiple comunication) secara aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan, yaitu: komunikasi antara guru dengan peserta didik, komunikasi antara peserta didik dengan peserta didik dan komunikasi kontekstual dengan integratif anatara guru, peserta didik dan lingkungannya.

(15)

e) Kurikulum sebagai kerangka dasar atau arah, khusus mengenai perubahan tingkah laku (behavior change) peserta didik secara integral, baik yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

f) Lingkungan agama, social, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi serta lingkungan alam sekitar, yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan.

g) Atmosfir kepemimpinan pembelajaran yang sehat partisipatif, demokratis, dan situasional yang dapat membangun kebahagiaan intelektual, kebahagiaan emosional, kebahagiaan dalam merekayasa ancaman menjadi peluang, dan kebahagiaan spiritual.

h) Pembiayaan yang memadai, baik biaya rutin maupun biaya pembangunan yang datangnya dari pihak pemerintah, orang tua, maupun stakeholder yang lainnya sehingga sekolah mampu melangkah maju dari sebagai pengguna dana menjadi penggali dana.

4) Prinsip-prinsip Belajar

(16)

a) Belajar berdasarkan keseluruhan

Bahan pelajaran tidak dianggap terpisah, akan tetapi merupakan satu keseluruhan. Bahan pelajaran yang telah lama tersimpan di otak dihubung-hubungkan dengan bahan pelajaran yang baru saja dikuasai, sehingga tidak terpisah dan berdiri sendiri.

b) Belajar adalah suatu proses perkembangan

Anak-anak baru dapat mempalajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menarima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme yang berkembang, kesediaanya mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi juga perkembangan anak karena lingkungan dan pengalaman.

c) Peserta didik sebagai organisme keseluruhan

Peserta didik tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniahnya. Dalam pengajaran moderen, selain mengajar guru juga mendidik untuk membentuk pribadi peserta didik.

d) Terjadi transfer

(17)

Bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul, maka dapat dipindahkan untuk menguasai kemampuan yang lainya. e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman

Pengalaman adalah hasil dari suatu interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. Misalnya, peserta didik terkena api, kejadian ini menjadi pengalaman bagi peserta didik. Karena api tersebut menyentuh kulitnya, ia merasa peanas dan kulitnya mengelupas. Dari pengalamannya itu peserta didik tidak akan mengulangi untuk bermain api. Dengan demikian, belajar itu baru timbul apabila seseorang menemukan suatu situasi/persoalan baru dalam kehidupannya. Dalam menanggapi hal tersebut ia akan menggunakan semua pengalaman yang telah dimilikinya, dengan kata lain peserta didik mengadakan analisis reorganisasi pengalamannya.

f) Belajar harus dengan insight

Insight adalah suatu saat dalam proses belajar dan seseorang melihat pengertian tentang sangkut paut dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.

g) Belajar lebih berhasil bila berhubungan langsung dengan minat, keinginan dan tujuan.

(18)

Disekolah progresif, peserta didik diajak membicarakan tentang proyek/unit agar mengetahui tujuan yang akan dicapai dan yakian akan manfaatnya.

h) Belajar berlangsung terus menerus

Belajar tidak hanya berlangsung disekolah, tetapi juga diluar sekolah. Oleh karena itu, dalam rangka untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya, peserta didik harus banyak belaja, tidak hanya di sekolah saja, akan tetapi belajar diluar sekolah. Peserta didik dapat memperoleh pengetahuan atau pengalaman sendiri-sendiri dirumah atau dimasyarakat.

b. Hakikat Prestasi Belajar 1) Pengertian Prestasi

(19)

Prestasi menurut Suharjono (2005: 3) adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya) belajar, penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya, ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

2) Indikator Prestasi Belajar

Syah (2011: 216) berpendapat bahwa pada prinsipnya pengungkapan prestasi belajar ideal meliputi seganap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pangalaman dan proses belajar siswa. Namun, dalam mengungkapkan ranah tersebut sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdiemensi karsa.

3) Prinsip-prinsip Pengukuran Prestasi Belajar

Gronlund (dalam Azwar, 2011: 18) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi sebagai berikut:

(20)

b) Tes prestasi harus mengukur suatu sample yang representative dari hasil belajat dan dari materi yang dicakup oleh program instruksioner atau pengajaran.

c) Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.

d) Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya.

e) Reliabilitas tes prestasi harus disesuaikan setinggi mungkin dan hasil ukurnya harus ditefsirkan dengan hati-hati.

f) Tes prestasi harus bisa digunakan untuk meningkatkan belajar peserta didik.

4) Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar

Tardif (dalam Syah, 2007: 216) mengemukakan bahwa ada dua macam pendekatan yang amat populer dalam mengevaluasi dan menilai tingkat keberhasilan atau prestasi belajar, yakni: 1)

Norm referencing atau Norm refrenced assasment; dan 2)

Criterion referencing atau Criterian Referenced assessment. Di

(21)

Table 2.1

Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi

(22)
(23)

2. Kecakapan

IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal. Trianto (2011: 141). Sedangkan Aly dan Rahma (2010: 18) berpendapat bahwa IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-mengait antara cara yang satu dengan yang lainnya.

b. Dimensi IPA

(24)

1) IPA Sebagai Produk

IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks. Buku teks IPA merupakan body of knowledge dari IPA. Buku teks memang penting, tetapi ada

sisi lain IPA yang tidak kalah penting yaitu dimensi “proses”,

maksudnya proses mendapatkan ilmu itu sendiri. Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak peserta didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar merupakan summber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis digunakan.

2) IPA Sebagai Proses

(25)

mengendalikan variable; 7) merencanakan dan melaksanakan penelitian; 8) inferensi; 9) aplikasi; dan 10) komunikasi.

Jadi, pada hakikatnya dalam proses mendapatkan IPA diperlukan 10 ketrampilan dasar. Oleh karena itu, jenis-jenis ketrampilan dasar yang diperlukan dalam proses mendapatkan IPA disebut juga “ketrampilan proses”. Untuk memahami suatu konsep,

peserta didik tidak diberi tahu oleh guru, akan tetapi guru memberi peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan ketrampilan dasar melalui percobaan dan membuat kesimpulan. Mengapa penemuan begitu penting bagi proses belajar siswa?. J. Bruner (dalam Sulistyorini, S. 2007: 10) memberikan empat alasan, yaitu: a) Dapat mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik; b) Mendapatkan motivasi intrinsik;

c) Menghayati bagaimana ilmu itu diperoleh;

d) Memperoleh daya ingat yang lebih lama retensinya. 3) IPA Sebagai Pemupukan Sikap

Sikap pada pengajaran IPA di SD/MI di batasi pengertiannya pada “sikap ilmiah pada alam sekitar”. Menurut Wynne Harlend

dan Hendro Darmojo (dalam Sulistyorini, 2007: 10), ada sembilan aspek dari ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia SD/MI, yaitu:

a) Sikap ingin tahu;

(26)

c) Sikap kerja sama; d) Sikap kerja sama;

e) Sikap tidak berprasangka; f) Sikap mawas diri;

g) Sikap bertanggung jawab; h) Sikap berpikir bebas, dan i) Sikap kedisiplinan diri.

Sikap ilmiah ini bisa dikembangkan ketika siswa melakukan diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan dilapangan. Dalam hal ini, maksud dari sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah adalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamati. Anak usia SD/MI mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan bertanya: kepada gurunya, temannya, atau kepada diri sendiri. Melalui kerja kelompok, maka “tembok ketidaktahuan” dapat dikuak untuk memperoleh

(27)

c. Nilai-nilai IPA

Trianto (2011: 138) berpendapat, sebagian besar ilmuan mengatakan bahwa IPA tidak menjangkau nilai-nilai moral atau etika, juga tidak membahas keindahan (estetika), tetapi IPA mengandung nilai-nilai tertentu yang berguna bagi masyarakat. Yang dimaksud nilai disini adalah sesuatu yang dianggap berharga yang terdapat dalam IPA dan menjadi tujuab yang akan dicapai. Nilai-nilai yang terkandung dalam IPA bukanlah niali-nilai nonkebendaan, diantaranya:

1) Nilai Praktis

Penerapan dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang secara langsung dapat dimanfaatkan masyarakat. Kemudian dengan teknologi tersebut membantu pula mengembangkan penemuan-penemuan baru yang secara tidak langsung juga bermanfaat bagi kehidupan. Dengan demikian, sains mempunyai nilai praktis, yaitu sesuatu yang bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari.

2) Nilai intelektual

(28)

Keberhasilan memecahkan masalah tersebut akan memberikan kepuasan intelaktual.

3) Nilai sosial, budaya, ekonomi dan politik

IPA mempunyai nilai-nilai sosial-ekonomi-politik berarti kemajuan IPA dan teknologi suatu bangsa, menyebabkan bangsa tersebut memperoleh kedudukan yang kuat dalam peraturan sosial-ekonomi-politik internasional.

4) Nilai kependidikan

Berkembangnya IPA dan teknologi serta diterapkannya psikologi belajar pada pelajaran IPA, maka IPA diakui bukan hanya sebagai suatu mata pelajaran melainkan sebagai alat pendidikan. Artinya pelajaran IPA dan pelajaran lainnyamerupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Nilai-nilai tersebut antara lain:

a) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut metode ilmiah.

b) Ketrampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, dan mempergunakan peralatan untuk memecahkan masalah. c) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan

masalah. 5) Nilai keagamaan

(29)

sadar dengan adanya hukum-hukum alam, sadar akan adanya keterkaitan di alam raya ini dengan Maha Pengaturnya. Walau bagaimanapun manusia membaca, mempelajari dan menerjemahkan alam, manusia akan semakin sadar akan keterbatasan ilmunya.

d. Fungsi dan tujuan IPA

Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi Depdiknas (dalam Trianto 2011: 138) adalah sebagai berikut:

1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengembangkan ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah.

3) Mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.

4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup dimasyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

(30)

pelajaran IPA materi Perubahan Wujud Benda. Pada model pembelajaran ini, siswa ditekankan pada kemampuan menyelesaikan permasalahan melalui pengamatan, kemudian menyajikan laporan hasil pengamatannya untuk dipaparkan, sehingga dari kegiatan pembelajaran tersebut dapat menggali pengetahuan siswa.

4. Materi Pokok Preubahan Wujud Benda  Standar Kompetensi:

6. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya.

 Kompetensi Dasar:

6.1. Menidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu.

6.2. Mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud cair padat cair ; cait gas cair ; padat gas.

 Materi Pokok:

Perubahan Wujud Benda

Gambar 2.1 Bagan perubahan wujud benda Padat

(31)

Tabel 2.2

Perubahan Wujud Benda

Perubahan Perubahan Wujud Faktor yang

mempengaruhi perubahan Menghablur Perubahan wujud benda

dari gas menjadi padat Suhu dan waktu Menyublim Perubahan wujud benda

dari padat menjadi cair Suhu dan waktu Mengembun Perubahan wujud benda

dari gas menjadi cair Suhu dan waktu Menguap Perubahan wujud benda

dari air menjadi gas

Suhu dan waktu

Mencair Perubahan wujud benda

dari padat menjadi cair Suhu dan waktu Membeku Perubahan wujud benda

dari cair menjadi padat Suhu dan waktu

Sumber : Sulistyanto dan Edi (2008: 81) 7. Metode Eksperimen

a. Pengertian Metode Eksperimen

Asmani (2012: 34) berpendapat bahwa metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik, baik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan sesuatu proses atau percobaan”.

(32)

berpendapat bahwa metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.

Djamarah dan Zain (2010: 84) berpendapat bahwa metode eksperimen (percobaan) adalah penyajian pembelajaran dengan peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari”. Dalam proses pembelajaran dengan metode percobaan ini, peserta didik diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu.

Metode eksperimen merupakan metode yang melibatkan siswa didalam suatu percobaan, mengamati dan membuktikan sendiri kebenaran yang sedang diamatinya. Hal ini diharapkan akan mempermudah siswa dalam memahami suatu materi, karene siswa menglami secara langsung.

b. Kelebihan Metode Eksperimen

Sagala (2010: 220) berpendapat metode eksperimen mempunyai kebaikan sebagai berikut:

(33)

2. Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seseorang ilmuwan. 3. Metode ini didukung oleh asas-asas didaktik modern, antara lain: a)

siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian, b) siswa terhindar jauh dari verbalisme, c) memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis, d) mengembangkan sikap berpikir ilmiah, dan e) hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi.

Roestiyah (2008: 82) mengemukakan eksperimen sering kali digunakan dalam pembelajaran karena memiliki kelebihan sebagai berikut:

1. Dengan eksperimen siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti kebenarannya, dan tidak mudah percaya pula kata orang, sebelum ia membuktikan kebenarannya.

2. Mereka lebih aktif berpikir dan berbuat, hal mana itu sangat dikehendaki oleh kegiatan mengajar belajar yang modern, dimana siswa lebih banyak aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru. 3. Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen di samping

(34)

4. Dengan eksperimen siswa membuktikan sendiri kebenaran sesuatu teori, sehingga akan mengubah sikap mereka yang tahayul, ialah peristiwa-peristiwa yang tidak masuk akal.

c. Langkah-langkah Metode Eksperimen

Jusuf (dalam Sudaryo 1991: 39) berpendapat bahwa langkah-langkah penggunaan metode eksperimen sebagai berikut:

No Guru Siswa

1 Menetapkan tujuan percobaan. Mendengarkan petunjuk guru dengan cermat.

2 Mempersiapkan alat-alat yang digunakan.

Beberapa siswa membantu guru mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan.

3 Memperhitungkan banyaknya siswa dikelas itu, agar tidak berdesak-desakan.

Menyiapkan alat tulis untuk mencatat hasil percobaannya.

4 Kalau alat mencukupi setiap anak dapat melakukan

6 Menjaga kedisiplinan agar alat tidak dipergunakan untuk main-main.

Tidak memainkan alat-alat percobaan.

7 Memberikan penjelasan pada siswa apa yang harus

dilakukan, diperhatikan dan

(35)

apa yang tidak boleh dilakukan.

seperti yang diharapkan.

8 Mempersiapkan siswa untuk melakukan percobaan.

Melakukan percobaan dengan teliti dan mencatat hasilnya. 9 Selama percobaan guru

mendampingi siswa melakukan percobaan.

Jika terjadi kebingungan maka siswa dapat menanyakan kepada guru.

10 Setelah percobaan selesai guru mengumpulkan hasil laporan percobaan untuk diperiksa.

Laporan disiapkan untuk diserahkan guru.

11 Meneliti apakah semua alat sudah bersih dan disimpan kembali pada tempatnya.

Membersihkan semua alat yang telah digunakan.

d. Teknik Penerapan Metode Eksperimen

Roestiyah (2008: 81) berpendapat bahwa teknik eksperimen dapat digunakan secara efektif dan efisien, apabila dalam pelaksanaannya memperhatikan hal-hal berikut

1. Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa.

(36)

3. Kemudian dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu.

4. Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih, maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memperoleh pengetahuan, pengalaman serta keterampilan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen itu.

5. Perlu dimengerti juga bahwa tidak semua masalah bisa dieksperimenkan, seperti masalah yang mengenai kejiwaan, beberapa segi kehidupan sosial dan keyakinan manusia. Kemungkinan lain karena sangat terbatasnya suatu alat, sehingga masalah itu tidak bisa diadakan percobaan karena alatnya belum ada.

Bila siswa akan melaksanakan suatu eksperimen perlu memperhatikan prosedur sebagai berikut:

a) Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, mereka harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.

b) Kepada siswa perlu diterangkan pula tentang:

(37)

2) Agar tidak mengalami kegagalan siswa perlu mengetahui variabel-variabel yang harus dikontrol dengan ketat.

3) Urutan yang akan ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung.

4) Seluruh proses atau hal-hal yang penting saja yang akan dicatat.

5) Perlu menetapkan bentuk catatan atau laporan berupa uraian, perhitungan, grafik dan sebagainya.

c) Selama eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen.

d) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikan ke kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau sekedar tanya jawab.

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian Yeni Setiyowati tahun 2011 yang berjudul Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV pada Materi Penggunaan Energi Alternatif Melalui Metode Eksperimen di SD Negeri Cinangsi 01 Kecamatan Gandrungmangu menyimpulkan:

(38)

dengan katagori cukup baik, pada siklus II respon rata-rata 73,94 dengan kategori sangat baik.

2. Penggunaan metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar, pada siklus I diperoleh persentase 44,73% dan pada siklus II diperoleh persentase 86,84%.

Hasil ini menunjukan bahwa metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa kelas IV pada materi Penggunaan Energi Alternatif di SD Negeri Cinangsi 01 Kecamatan Gandrungmangu .

C. Kerangka Pikir

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruahan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi dalam proses pembelajaran kedisiplinan peserta didik sangat mempengaruhi perubahan dalam proses pembelajaran dan tentunya berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik. Dari hasil wawancara dengan guru kelas VI, kurangnya kedisiplinan peserta didik dalam proses pembelajaran mempengaruhi prestasi belajar peserta didik.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif dan mampu meningkatkan kedisiplinan serta prestasi belajar peserta didik, salah satunya menggunakan model Problem Based Instruction. Penggunaan model Problem Based

(39)

berpikir dan meningkatnya prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan analisis teoritik dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Jika Materi Pelajaran IPA pada Kompetensi Dasar

Gambar

Table 2.1 Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi
Gambar 2.1 Bagan perubahan wujud benda
Tabel 2.2 Perubahan Wujud Benda

Referensi

Dokumen terkait

Pada Juni 2009 mendapat gelar Sarjana Sastra Indonesia dengan skripsi yang berjudul “Perlawanan Tokoh Gie Terhadap Pemerintahan Orde Lama dan Awal Pemerintahan Orde Baru dalam

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Hakikat Fisika ... Konsep Diri ... Pengertian Konsep Diri

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh rasio keuangan CAMEL secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengambil kasus asuhan kebidanan ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum pada Ny.A umur kehamilan 10

Pada gambar 4.4. didapatkan daya output tertinggi 8,59 watt pada kecepatan angin 7,60. ini menunjukan bahwa semakin besar kecepatan angin dan luas penampang sudu, maka

[r]

Instalasi jaringan LAN menggunakan router Cisco memiliki beberapa kelebihan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan efektifitas kinerjanya, namun masih

Makalah pada Workshop Penyempurnaan Hasil Karya Lomba Pembuatan Media Pembelajaran SMA Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dikmenum, Jakarta.. Meningkatkan Kemampuan