• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - BAB I NILA TRI HARDIYAANI SEJARAH'14

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - BAB I NILA TRI HARDIYAANI SEJARAH'14"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Australia telah dimulai sejak tahun 1945. Hubungan antara kedua negara yang sudah terjalin cukup panjang ini tidak terlapas dari berbagai masalah, tercatat beberapa peristiwa atau isu yang

pernah membuat hubungan kedua negara ini berfluktuasi, diantaranya adalah isu Irian Barat pada tahun 1950, isu konfrontasi Indonesia-Malaysia pada tahun 1961,

dan isu Timor Timur pada tahun 1974.

Beragam masalah yang ditemui oleh kedua negara ini, dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah perbedaan latar belakang sejarah dan

budaya serta prioritas-prioritas kebijakan politik dalam dan luar negeri masing-masing negara. Australia yang memiliki budaya politik warisan model westminister dari kerajaan Inggris tentunya memiliki perbedaan dalam menjalankan kebijakannya dengan Indonesia yang menerapkan demokrasi (Zulkifli, 1999: 50).

Selain itu dalam mengambil kebijakan politik luar negeri, Australia memiliki dua faktor mendasar yaitu letak geografis Australia dan tradisi ke-Inggrisan. Faktor pertama adalah letak geografis Australia yang pada bagian

Timur dikelilingi oleh Samudra Pasifik dan bagiaan baratnya dikelilingi oleh Samudra India memberikan kekhawatiran bagi Australia, akan tetapi pada bagian

(2)

Sabuk utara ini membentuk sebuah kunci srategis bagi pertahanan Auatralia. Pulau-pulau yang dipandang sebagai sebuah pagar penangkal bagi

Australia, juga dinilai sebagai garis lemah dalam pertahanan negeri itu. Australia khawatir jika pulau-pulau tersebut jatuh ke tangan kekuasaan yang bermusuhan,

maka keberadaan Australia akan terancam. Kekhawatiran ini dikarenakan oleh pemikiran Australia bahwa keberadaan Australia juga ditentukan oleh siapa yang akan menguasai pulau-pulau yang berbatasan dengan sebelah utara Australia.

Oleh karena itu Australia berpikir bahwa tidak ada satupun kekuasaan asing yang bermusuhan bisa dibiarkan berada di dekat Australia (Hilman, 1997: 2-3).

Faktor kedua adalah adanya tradisi ke-Inggrisan yang dimiliki oleh masyarakat Australia. Hadirnya tradisi tersebut di masyarakat Australia karena adanya latar belakang sejarah, bahwa Australia merupakan bekas koloni Inggris.

Selain itu keterkaitan dengan Inggris dari segi keamanan, perdagangan, hubungan-hubungan luar negeri dan sistem pendidikan yang beracuan atau

diterapkan oleh Inggris. Sikap Australia yang menjaga jarak dengan negara-negara Asia tetangganya dan lebih memilih berdekatan dengan Inggris juga disebabkan oleh rasa bahwa dirinya lebih tinggi dari bangsa-bangsa Asia, karena

unsur keturunan Inggris dan ras kulit putih (Hilman, 1997: 5).

Pada awal berdirinya, Australia menyandarkan politik luar negerinya

kepada Inggris. Semua hubungan dengan bangsa dan negara lain masih ditangani oleh pemerintah Inggris, dapat dikatakan hubungan luar negeri Australia sangat tergantung pada Inggris. Sampai dengan meletusnya Perang Dunia II kiblat politik

(3)

melalui kaca mata Inggris. Cakrawala seperti itu masih dianggap cukup dan tidak ada salahnya untuk dipertahankan. Namun serangan Jepang terhadap Pearl

Harbour yang mengawali Perang Pasifik sebagia bagian dari Perang Dunia II telah membuka cakrawala baru bagi Australia dengan tidak lagi bergantung pada

Inggris (Siboro, 2012: 62).

Perubahan politik luar negeri Australia disebabkan oleh serangkaian peristiwa yang terjadi pada tahun 1941-1942. Pada masa-masa ini merupakan titik

yang menentukan bagi Australia untuk melihat kembali kebijakan politik luar negeri negaranya. Kejatuhan Singapura, Malaya, dan Hindia Belanda ke tangan

Jepang telah menunjukan ketidakmampuan Inggris dalam menjamin keamanan Australia. Peristiwa-peristiwa ini memaksa Australia untuk menghadapi masalah hubungan luar negeri di luar konteks persemakmuran (Siboro, 2012: 68).

Dalam menjalankan politik luar negerinya Australia menjalin hubungan bilateral dengan Indonesia yang secara geografis letaknya berdekatan dengan

Indonesia. Hubungan Indonesia dengan Australia sudah mulai terlihat ketika bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945, Australia memberikan dukungan dan rasa simpati kepada Indonesia

(Siboro, 2012: 129).

Hubungan kedua negara ini berkembang lebih lanjut pada bulan Juli

1947, ketika Australia mulai memberikan perannya terhadap Indonesia di dalam komisi Jasa-Jasa Baik PBB dan juga melalui kebijakan-kebijakan di Dewan Keamanan yang mencerminkan suatu sikap pro-Indonesia. Sikap konsisten

(4)

tersebut ketika Belanda melakukan dua kali agresi militernya. Pada saat itu juga Indonesia meminta Australia untuk mewakili Indonesia dalam Komisi Tiga

Negara yang diusahakan oleh PBB untuk menengahi perselisihan antara Indonesia dengan Belanda. Australia mewakili Indonesia dalam perundingan yang menuju

pada pengakuan kedaulatan Belanda atas kemerdekaan Indonesia tahun 1949. Disamping itu Australia juga mensponsori Indonesia untuk menjadi anggota PBB pada tahun 1950 (Hilman, 1997: 9-10).

Hubungan Indonesia-Australia yang telah diibina selama 65 tahun, yang diawali pada tahun 1945tidak hanya memiliki masa-masa indah tapi juga

seringkali mengalami masa-masa renggang. Salah satu faktor yang memicu kerenggangan hubungan kedua negara tersebut adalah mengenai masalah Timor Timur. Masalah Timor Timur mendapatkan perhatian cukup banyak, baik dari

pemerintah maupun rakyat Australia.

Sebelum tahun 1974, Timor Timur mendapatkan perhatian kecil dari

pemerintah Australia ataupun masyarakat Australia. Perhatian yang ditunjukan untuk Timor Timur pun hanya letaknya yang berdekatan dengan Australia dan berhubungan dengan masalah pertahanan dan keamanan Australia. Adanya

perhatian Australia terhadap Timor Timur menekankan bahwa diperlukannya pemerintah yang stabil di Timor Timur yaitu Portugis (Hilman, 1997: 15)

Perhatian Australia terhadap Timor Timur mulai berubah pada tahun 1974, ketika terjadi perubahan situasi politik di Portugis yang mempengaruhi koloni-koloninya. Australia mengkhawatirkan jika Timor Timur jatuh ke bangsa

(5)

mendukung agar Timor Timur bergabung dengan Indonesia. Dekolonisasi yang dilakukan oleh pemerintah Portugal di seluruh wilayah jajahannya membuka

sejarah baru bagi rakyat Timor Timur. Selama empat abad lamanya pendudukan Portugis di Timor Timur tidak membawa perubahan yang signifikan bagi

masyarakat Timor Timur, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Selama pendudukan Portugis, pribumi Timor Timur juga telah melakukan perlawanan-perlawanan secara sporadis, namun hal itu

dapat ditekan oleh Portugis. Hingga akhirnya pada pada tanggal 17 Juli 1976 wilayah Timor Timur bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagai provinsi yang ke-27 dengan nama Provinsi Timor Timur setelah melalui proses yang cukup panjang (Noor Machmuddin, 1997:8).

Bergabungnya Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia

membawa reaksi dari dunia internasional. Ada beberapa negara yang pro dan kontra terhadap penggabungan Timor Timur. Negara yang pro terhadap

penggabungan tersebut misalnya Amerika dan Australia. Kedua negara tersebut menyetujui bahkan Australia mendukung sekali jika Timor Timur bergabung dengan Indonesia. Sedangkan sikap kontra dari penggabungan Timor Timur ke

dalam wilayah Indonesia terlihat dari negara-negara berhaluan komunis, seperti pemerintah Afrika radikal yaitu negara Mozambique yang bersimpati kepada

Fretilin. Sementara itu Papua New Guinea yang baru merdeka, yang memiliki perbatasan bersama dengan Indonesia memberikan suara abstain, bahkan kekompakan ASEAN diuji ketika Singapura juga bersikap abstain (Leifer,

(6)

Berintegrasinya Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia tidak terlepas dari dukungan Australia melalui Perdana Menteri Whitlam yang menyarankan

agar Timor Timur bergabung dengan Indonesia. Timor Timur menjadi menarik perhatian masyarakat Australia, setelah dipublikasikan kebijakan Pemerintah

Partai Buruh Australia di bawah Whitlam. Kebijakan Whitlam tidak hanya mendapat kritik dari Pemerintah Australia, tetapi juga dari kalangan masyrakat Australia sendiri. Integrasi Timor Timur menjadi bagian dasar pertimbangan bagi

Australia, khususnya Perdana Menteri selanjutnya setelah Whitlam, seperti dinyatakan menurut Gareth Evans bahwa keputussan Whitlam untuk mengambil

peranan terhadap proses dekolonisasi Timor Timur, telah berdampak terhadap pengambilan kebijakan selanjutnya. Keputusan Whitlam mengenai Timor Timur juga telah menjadi sumber dari permasalahan yang selama ini menggangu

hubungan Indonesia-Australia (Evans, 1991:27).

Kebijakan politik luar negeri Australia terhadap Indonesia mengenai

krisis Timor Timur selalu diwarnai perubahan sikap politik dari masing-masing partai politik yang sedang berkuasa. Dalam kurun waktu 1997-1999, Australia mulai menunjukan sikap inkonsistensinya dalam menjalankan politik luar

negerinya dengan mendukung kemerdekaan Timor Timur dari Indonesia. Hal tersebut telah memicu keretakan hubungan Indonesia-Australia (Syamsul Hadi,

dkk, 2007: 194).

Richard Cauvel (2005:1) menjelaskan bahwa, hubungan Indonesia- Australia sempat nyaris putus karena beratnya krisis Timor Timur. Australia yang

(7)

Timur tahun 1976 dengan Indonesia, berubah drastis ke sisi negatif terhadap Indonesia dalam kurun waktu tertentu, terkait masalah-masalah yang terjadi di

Timor Timur. Australia menunjukan perubahan sikap politik yang terlihat dalam pelaksanaan politik luar negeri dan sikap elit politiknya terhadap Indonesia,

sehingga membuat hubungan kedua negara turun pada titik yang terendah. Perubahan sikap tersebut dimulai ketika terjadi pergeseran Perdana Menteri di Australia, karena setiap Perdana Menteri memiliki kebijakan yang berbeda-beda

dalam menangani masalah Timor Timur. Hal tersebut berpengaruh terhadap hubungan bilateral kedua negara yang selalu labil dalam menjalankan kebijakan

politik luar negerinya.

Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah judul skripsi yaitu Dinamika Hubungan

Indonesia-Australia pasca Integrasi Timor Timur ke Wilayah Indonesia Tahun 1974-2002.

B.Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi diatas, Dinamika Hubungan

Indonesia-Australia Pasca Integrasi Timor Timur ke Wilayah Indonesia Tahun 1974-2002, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini dapat dirumuskan

sebagai berikut.

1. Bagaimana proses integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia?

2. Bagaimana reaksi dunia internasional terhadap proses integrasi Timor

(8)

3. Bagaimana dinamika hubungan Indonesia-Australia pasca berintegrasinya Timor Timur ke wilayah Indonesia?

C.Tujuan Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, sesuai dengan judul yang dibahas penulis mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, sebagai berikut.

1. Mengetahui proses integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia.

2. Mengetahui reaksi dunia terhadap proses integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia.

3. Mengetahui dinamika hubungan Indonesia-Australia pascaintegrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia.

D.Manfaat Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan judul yang dibahas,

mempunyai beberapa manfaat teoris dan manfaat praktis, diantaranya yaitu: 1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dengan penulisan skripsi ini dapat memperoleh gambaran yang

jelas dan tepat mengenai kondisi Timor Timur saat dijajah Portugis sampai proses integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia.

(9)

c. Menjadi bahan referensi atau pustaka bagi semua pihak yang berkepentingan dengan masalah yang diangkat dalam skripsi ini.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menilai secara kritis, analitis dan dapat mengambil hikmah dari adanya

proses integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia dan pengaruh akibat integrasi ini terhadap hubungan Indonesia- Australia.

b. Menumbuhkan kesadaran bagi mahasiswa sejarah untuk mengkritisi setiap

peristiwa sejarah yang telah terjadi.

c. Merupakan wujud nyata dari tanggung jawab penulis sebagai mahasiswa

pendidikan sejarah serta menjaga integritas sebagai sejarawan pendidikan.

E.Tinjauan Pustaka

Dalam menyusun penelitian ini, penulis menggunakan buku-buku sebagai sumber referensi, agar kajian yang dihasilkan lebih luas paparannya dan

bersifat objektif. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan di bawah ini.

Menurut Neonbasu dalam bukunya yang berjudul Peta Politik dan Dinamika Pembangunan Timor Timur (1997: 37) menjelaskan tentang proses dekolonisasi pasca Revolusi Bunga tahun 1974 yang dilakukan oleh Pemerintah Portugis di seluruh wilayah jajahannya. Dalam bukunya ia membicarakan

perjalanan Timor Timur dari dekolonisasi sampai bergabung dengan Republik Indonesia tahun1976.Kebijakan dekolonisasi yang dilakukan oleh Portugis memberikan kesempatan bagi rakyat Timor Timur untuk membentuk partai

(10)

(Uniao Democratica Timorense), APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense), FRETILIN (Frente Revolucionario de Timor Leste Independete), KOTA (Klibur Oan Timor Aswa‟in), dan Trabalhista.

Menurut penulis, buku tersebut sangat membantu untuk mengetahui latar

belakang terjadinya Revolusi Bunga di Portugal yang mempengaruhi semua daerah jajahannya, termasuk juga Timor Timur. Buku karya Neonbasu tersebut juga menyinggung tentang tanggapan dan sikap politis bangsa-bangsa mengenai

integarsi Timor Timur, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih kepada penulis. Lebih dari itu, buku tersebut juga memaparkan tentang pelaksanaan HAM

di Timor Timur, Insiden Dili 12 November 1991 dan masalah lainnya, namun sayangnya peristiwa-peristiwa tersebut hanya diulas sedikit dan kurang spesifik.

Sementara itu, paparan Taylor dalam bukunya yang berjudul Perang Tersembunyi: Sejarah Timor Timur yang Dilupakan (1998:105) menjelaskan tentang strategi yang dilakukan Indonesia untuk mengantisipasi pihak Fretilin

yang selalu menimbulkan kekacauan di Timor Timur. Dalam buku ini juga dijelaskan tentang berbagai peristiwa yang terjadi di Timor Timur menjelang bergabungnya Timor Timur ke dalam Republik Indonesia. Lebih jauh lagi, juga

dijelaskan tentang berbagai strategi internasional dalam masalah Timor Timur dengan mendukung invasi Indonesia di Timor Timur.

Lebih jauh, mengenai tulisan Taylor banyak memberikan penjelasan tentang strategi yang dilakukan Indonesia dalam menumpas kejahatan Fretilin di daerah-daerah perbatasan. Buku ini banyak memberikan penjelasan tentang

(11)

Indonesia. Selain itu, karya Taylor ini juga menjelaskan tentang adanya genjatan senjata yang dilakukan Indonesia dengan Fretilin, serta campur tangan Australia

dalam masalah Timor Timur. Bagi penulis buku ini sangat membantu, karena dapat memberikan informasi mengenai berbagai taktik dan cara yang ditempuh

Indonesia untuk mewujudkan keamanan di Timor Timur pasca integrasi.

Sementara itu, Dunn dalam bukunya yang berjudul East Timor: A Rough Passage to Independence, Longueville (2003:7) menyatakan, bahwa iklim perang dingin telah mendesak Indonesia untuk ikut campur dalam masalah Timor Timur. Pemerintah Indonesia yang pada waktu itu dipimpin Soeharto, memiliki reputasi

anti komunisme, hal itu ditandai oleh kesuksesannya dalam menumpas PKI, oleh karena itu bagi negara-negara barat seperti Amerika dan Australia mendukung upaya Indonesia untuk mengintegrasikan Timor Timur ke dalam wilayahnya.

Sementara itu mengenai partai politik di Timor Timur, Dunn lebih memfokuskan bahasannya terhadap konflik internal antar partai politik di Timor

Timur. Konflik tersebut merupakan awal yang memicu keterlibatan Indonesia dan negara barat. Menurut Dunn, banyak dokumen yang menunjukan bahwa Amerika Serikat juga mengetahui tentang rencana Indonesia untuk menguasai Timor Timur

dengan cara militer namun tidak mau melibatkan diri sacara langsung, bahkan Australia pun mendukung dan menolak untuk memberikan pengakuan kepada

bangsa baru itu serta menganggap tindakan fretilin sebagai provokator yang tidak bertanggung jawab (Dunn, 2003:152).

Tulisan Dunn, banyak memberikan informasi penting mengenai proses

(12)

bahwa tidak hanya Indonesia saja yang terlibat dalam masalah itu, namun negara barat seperti Amerika dan Australia turut ikut campur didalamnya. Walaupun

demikian, Dunn terlalu fokus pada keterlibatan Indonesia dan konflik internal yang terjadi di Timor Timur, sehingga peranan Australia dalam proses

kemerdekaan Timor Timur tidak begitu jelas dipaparkan.

Menurut Leifer dalam bukunya yang berjudul Politik Luar NegeriIndonesia (1986:221) mengatakan, bahwa kepentingan Indonesia di Timor Timur bukanlah ungkapan keserakahan wilayah belaka. Kepentingan itu memperlihatkan kekuatiran yang mendalam terhadap kemungkinan ancaman

terhadap keamanan republik yang mungkin timbul dari perubahan politik yang tak menentu di koloni yang berdampingn. Terdapat kemungkinan bahwa pemerintahan Soeharto menentang munculnya suatu negara merdeka untuk

menggantikan kekuasaan Portugis. Paparan Leifer merupakan kajian yang penting untuk mengetahui politik luar negeri Indonesia terkait masalah Timor Timur.

Sementara itu, Leifer lebih memfokuskan tentang kepentingan Indonesia di Timor Timur sebagai salah satu bentuk politik luar negerinya, yang tidak menginginkan adanya sebuah negara baru berhaluan komunis, selain itu sebagai

upaya untuk tetap menjaga stabilitas keamanan Republik Indonesia dari ancaman kekacauan yang terjadi di Timor Timur.

Secara jelas, Soekanto dalam bukunya yang berjudul Integrasi: Kebulatan Tekad Rakyat Timor Timur (1997: 305) yang mendeskripsikan dengan jelas dari awal proses dekolonisasi hingga pembentukan Pemerintah Sementara

(13)

buku ini juga dijelaskan peran PBB dalam masalah Timor Timur, sebagiamana diketahui bahwa PBB belum dapat mengakui integrasi Timor Timur ke dalam

Indonesia. Disamping itu juga diulas mengenai dukungan dan penolakan integarsi Timor Timur ke wilayah Indonesia dari dunia internasional.

Menurut penulis paparan Soekanto cukup mewakili peran PBB dalam masalah Timor Timur, dan dari buku ini juga penulis dapat mengetahui berbagai reaksi internasional dari penggabungan Timor Timur dalam setiap sidang yang

dilakukan oleh PBB. Buku ini memberikan informasi yang lebih banyak mengenai perjalanan integrasi Timor Timur ke Indonesia.

Pendapat lain dari Chauvel dalam bukunya yang berjudul Budaya dan Politik Australia (1992:15) menjelaskan, bahwa kehidupan politik di Australia yang bersifat kompetitif, konfrontatif, dan penuh pertentangan, pragmatis dalam

perumusan ide-ide dan kebijaksanaan politiknya. Menurut Chauvel kehidupan politik Australia sangat didominasi oleh persaingan antara dua partai utama yakni

Partai Buruh dan Partai Liberal. Tulisannya juga menggambarkan peran dari media massa dalam perpolitikan di Australia yang begitu sangat mempengaruhi terhadap penentuan kebijakan politik Auastalia.

Lebih jauh lagi Chauvel dalam buku yang berbeda Indonesia-Australia: Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan Politik Bilateral (2005: 1) menjelaskan, bahwa hubungan Indonesia-Australia berada pada episode “jungkir balik” dalam menangani kasus Timor Timur tahun 1999, hubungan bilateral

kedua negara tersebut dikatakan nyaris putus karena beratnya masalah Timor

(14)

negeri Australia di bawah Perdana Menteri john howard kepada Indonesia mengenai kasus Timor Timur yang mengakibatkan hubungan keduanya berada

pada titik terendah.

Dalam tulisan Chauvel sangat membantu dalam penulisan skripsi ini

terutama dalam memahami hal-hal yang mempengaruhi kehidupan perpolitikan Australia. Penulis melihat hal itu sebagai suatu kelebihan dari buku tersebut karena dapat menjadi bahan perbandingan dalam kehidupan politik yang terjadi di

Indonesia. Namun sebagai kekurangannya buku Chauvel tidak mengulas permasalahan Timor Timur secara jelas, karena bukunya lebih tervokus pada

keadaan sosial-politik serta budaya yang ada di Australia.

Berbeda dengan buku sebelumnya, tulisan Chauvel yang menjelaskan tentang hubungan Indonesia-Australia sebagai tantangan dan kesempatan dalam

hubungan politik bilateral lebih lengkap, karena di dalamnya berisi keadaan hubungan bilateral kedua negara tersebut yang berada pada episode jungkir balik

dan bahkan sempat nyaris putus karena krisis Timor Timur. Di dalam buku ini berisi sub bab yang menjelaskan hubungan Indonesia-Australia mengenai masalah-masalah yang terjadi di Indonesia, tidak hanya dalam kasus Timor Timur

saja, tapi kasus-kasus lain yang mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia-Australia, seperti terorisme, masalah Papua, kebebasan Pers juga disinggung.

Sementara itu, menurut Jawahir Thantowi dalam bukunya yang berjudul Hukum Internasional di Indonesia (2002: 157) menjelaskan, bahwa hubungan diplomatik Indonesia-Australia mengalami pasang surut dan hubungan bilateral

(15)

dengan Australia, khususnya dalam kaitannya dengan Timor Timur, karena kelemahan Indonesia dalam bidang diplomasi.

Penjelasan dari Jawahir Thantowi menurut penulis juga dapat membantu dalam menyusun skripsi ini, karena di dalamnya menjelaskan tentang hubungan

diplomatik Indonesia dengan Australia dan menyinggung tentang faktor penyebab dari keretakan hubungan kedua negara tersebut diantaranya yaitu krisis Timor Timur. Tulisan Jawahir lebih memfokuskan tentang pelanggaran-pelanggaran

yang dilakukan oleh kedua negara tersebut, sehingga tidak menyeluruh membahas Timor Timur.

Kemudian dijelaskan dalam surat kabar, salah satunya Anwar (Kompas, 1997:3) memaparkan keterlibatan dari Australia yang mendukung integrasi Timor Timur dengan Indonesia. Selama hampir perempat abad Australia menjadi salah

satu negara yang mendukung Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia dan ini dibuktikan dengan adanya kebijaksanaan non intervensi dari PM Australia George

Whitlam atas masalah Timor Timur tersebut. Berdasarkan paparan dalam artikel tadi, dapat diketahui bahwa masalah Timor Timur telah mengundang berbagai pihak untuk turut serta dalam masalahnya baik secara langsung maupun tidak

langsung tergantung kepentingannya masing-masing.

Anwar (Kompas, 24 April 1997) menjelaskan bahwa ada hal positif dan

negatif dalam hubungan antara kedua negara itu. Sehubungan dengan masalah Timor Timur, hubungan antara Australia dan Indonesia dipandang Anwar dari segi negatif karena menurutnya semenjak bekas jajahan Portugis itu

(16)

menentang Indonesia dengan kuat dan sebaliknya bagi Indonesia hal tersebut menjadi tekanan serta masalah yang serius bagi hubungan baik yang pernah

terjalin antara Australia dengan Indonesia.

Dari masing-masing tulisan diatas memiliki fokus kajian yang

berbeda-beda. Bagi penulis buku-buku diatas sangat membantu dalam melakukan penelitian ini. Meskipun dalam pembahasannya masing-masing buku memiliki kelebihan dan kekurangan, namun hal tersebut saling mengisi satu sama lain

sehingga kekurangan-kekurangan yang ada dapat diatasi dengan buku yang lainnya.

Selain menggunakan sumber buku dan artikel sebagai bahan penulisan skripsi, penulis juga menggunakan beberapa penelitian yang relevan atau penelitian sejenis yang sesuai dengan pembahasan, diantaranya yaitu.

Seperti dijelaskan dalam penelitiannya Alit Hindun (2009: V) yang berjudul Peranan Pemerintah Soeharto dalam Integtrasi Timor Timur ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 1976. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa integrasi Timor Timur ke Indonesia karena adanya proses dekolonisasi yang dilakukan oleh pemerintah Portugal pada saat itu, dan

memberikan tiga pilihan kepada Timor Timur, diantaranya yaitu bergabung dengan tetap menjadi daerah jajahan Portugis, menentukan nasib sendiri, atau

beragabung dengan Indonesia. Hingga akhirnya Timor Timur bergabung dengan Indonesia setelah melalui proses yang cukup panjang dan menyisakan konflik dari dalam partai di Timor Timur baik yang pro dan kontra terhadap penggabungan

(17)

Penelitian yang lainnya dilakukan oleh Etin Matsuroh(2010: V)yang berjudul Keterlibatan Australia dalam Disintegrasi Timor Timur dengan Republik Indonesia 1999. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa keterlibatan Australia dalam pelepasan Timor Timur dari Indonesia merupakan faktor

ekonomi yang hendak dicapai oleh Australia, yaitu Australia menginginkan celah Timor sebagai salah satu sumber gas alam yang ada di Indonesia. Hal tersebut memicu ketegangan hubungan bertetangga dengan Indonesia.

Lebih jauh lagi penelitian yang dilakukan oleh Hastutining Dyah Wijiyatmi (2011: VI) yang berjudul Hubungan Bilateral RI- Timor Timur Pasca Kemerdekaan Timor Timur. Skripsi ini menjelaskan tentang hubungan kerjasama Indonesia dengan Timor Leste sesudah melepaskan diri Indonesia.

Dari masing-masing penelitian skripsi diatas memiliki karakteristik yang

berbeda-beda, dapat disimpulkan jika skripsi yang berjudul Peranan Pemerintah Soeharto dalam Integtrasi Timor Timur ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 1976, hanya menjelaskan bagaimana keadaan Timor Timur ketika dibawah pengaruh kekuasaan Portugis hingga tercapainya integrasi dengan Indonesia. Dalam skripsi ini tidak menjelaskan bagaimana politik luar negeri

Indonesia dengan negara-negara tetangga pada tahun-tahun sesudah 1976. Skripsi ini juga tidak menyinggung keterlibatan Australia dalam masalah integrasi Timor

(18)

berintegrasi dengan Indonesia yang penjelasannya hanya dibatasi pada tahun 1976 saja, sehingga perkembangan selanjutnya tidak disinggung.

Sementara itu, skripsi yang berjudul Keterlibatan Australia dalam Disintegrasi Timor Timur dengan Republik Indonesia 1999, lebih menekankan keterlibatan Australia pada faktor ekonomi yang ada di Timor Timur dan tidak menyinggung bagaimana hubungan Indonesia dengan Australia setelah Timor Timur melepaskan diri dari Indonesia, sehingga penelitiannya kurang lengkap.

Skripsi ini berjudul Hubungan Bilateral RI-Timor Timur pasca kemerdekaan Timor Timur, fokus kajiannya hanya menyangkut hubungan kerjasama Indonesia dengan Timor Timur setelah merdeka, seperti penanganan pengungsi, hubungan ekonomi, sehingga dalam penelitiannya tidak menyinggung hubungan Indonesia dengan Australia pasca integarasi Timor Timur.

Dari hasil penelitian skripsi-skripsi di atas memiliki perbedaan sendiri-sendiri. Hal itu digunakan oleh penulis untuk membandingkan antara skripsi yang

satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian skripsi yang akan penulis sajikan jelas berbeda dengan penelitian sebelumnya dan tidak dikaji permasalahan yang sama. Penulis dalam skripsi ini memaparkan tiga masalah, diantaranya yaitu mengenai

proses integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia, Reaksi dunia internasional terhadap integrasi dan dinamika hubungan Indonesia-Australia pasca integrasi.

(19)

F. Landasan Teori dan Pendekatan

1. Landasan Teori

Kata “teori” berasal dari bahasa Yunani theoria, yang berarti diantaranya

kaidah yang mendasari suatu gejala yang sudah melalui verivikasi (Kuntowijoyo,

2013:89).

Menurut pengertian lain teori ialah aturan menjelaskan proporsi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan

terdiri atas representasi simbolik dari:

(1) hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian yang diukur, (2) mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian, (3) hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apapun secara langsung. Fungsi teori ada empat, yaitu (1) mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, (2) menjai pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, (4) menyajikan penjelasan, dan dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan “mengapa” (Marx dan Goodson dalam Lexy J. Moleong, 2007: 118).

Dalam mengkaji skripsi ini yang berjudul Dinamika Hubungan

Indonesia-Australia Pasca Integrasi Timor Timur ke Wilayah Indonesia Tahun 1974-2002, maka penulis akan menguraikannya terlebih dahulu.

Kata Dinamika berasal dari kata dynamics (Yunani) yang bermakna “kekuatan” (force). “Dynamics is facts or concept wich refer to conditions of change, expecially to forces”. Menurut Slamet Santoso (2004: 5), Dinamika

(20)

interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan kelompok yang lain secara keseluruhan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dinamika ialah

kedinamisan atau keteraturan yang jelas dalam hubungan.

Dinamika hubungan internasional merupakan suatu hubungan

internasional yang terjadi antar negara yang selalu mengalami perubahan, baik itu perubahan positif maupun negatif. Hubungan internasional adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai

kepentingan nasional suatu negara.

Dinamika hubungan internasional pada satu dasawarsa terakhir ini

menunjukan berbagai kecenderungan baru yang secara substansial sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Berbagai kecenderungan baru yang tengah melanda dunia ini tentunya membawa pula konsekwensi-konsekwensi baru bagi

tata interaksi global, sehingga tidaklah berlebihan apabila Stanley Hoffman menyatakan bahwa “Our world become more and more complax” (Hoffman,

1998: 25).

Dari berbagai kecenderungan diatas, paling tidak ada dua aspek yang mempengaruhi terjadinya dinamika hubungan internasional yakni perubahan aktor

hubungan internasional dan konsep “power” (kekuasaan). Menurut Stanley Hoffman perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan internasional

meliputi lima bagian utama, yaitu: aktor (pelaku hubungan internasional); tujuan para aktor’ power’ hirarki interaksi dan sistem internasional itu sendiri. Perubahan

pada aktor diindikasikan dengan perubahan (bertambah atau berkurangnya)

(21)

Tujuan aktor negara dan kekuasaan merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan, dengan kata lain tujuan setiap aktor (negara) adalah power. Dalam

studi hubungan internasional, kekuasaan adalah salah satu konsep yang paling sering digunakan. Kekuasaan menurut Arnold Schwarzenberger salah satu faktor

utama dalam hubungan internasional. Ia menyatakan bahwa kelompok-kelompok masyarakat (negara) dalam suatu sistem internasional akan melakukan apa yang mereka kuasai secara fisik lebih daripada apa yang seharusnya mereka lakukan

secara moral. Kekuasaanjuga diartikan sebagai fungsi dari jumlah penduduk, teritorial, kapabilitas ekonomi, kekuatan militer, stabilitas politik dan kepiawian

diplomasi internasional (Lebow, 1994: 249).

Sejalan dengan berbagai perubahan mendasar yang kini sedang melanda dunia, sumber-sumber kekuasaan dalam hubungan internasional kini telah

berpindah pula dari penekanan pada kekuatan militter menuju spektrum lainnya. Faktor-faktor seperti penguasaan teknologi, pendidikan, budaya dan pertumbuhan

ekonomi menjadi semakin penting ketimbang geografi, jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam mengukur national power.

Dari ilustrasi diatas, kita dapat menarik pemahaman bahwasannya konsep

power memiliki beberapa karakteristik. Pertama, power bersifat dinamis. Dalam hal ini, power yang dimiliki suatu aktor negara dapat berubah (meningkat atau

menurun) sesuai dengan perkembangan nasional aktor negara tersebut. Kedua, power juga bersifat relatif. Dalam arti bisa diperbandingkan dengan power yang dimiliki aktor negara lainnnya. Terakhir, kekuasaan bersifat situasional dan

(22)

Dari berbagai uraian diatas mengenai perubahan aktor baik dari sisi kuantitas dan kualitas serta perubahan karakter kekuasaan lah telah menunjukan

dinamika hubungan internasional yang begitu pesat dan tinggi. Dinamika ini tentunya akan membawa konsekwensi yang juga sangat besar terhadap pola

interaksi antar aktor hubungan internasional.

Untuk tetap menjalin hubungan baik antar negara yaitu dengan cara diplomasi. Menurut Dr. Louise Diamond dan Ambassador John McDonald

dalambukunyaMulty Track Diplomation (1996: 21) menyebutkan pentingnya diplomasi:

“…..diplomacy is associated in our minds with an interactive process,

aback-and-forth between various parties, it about relationship, communication, connectedness. These are the key elements not only of peacemaking endeavors but also of social systems. If the term jiggles the mind to associate the system with this efforts and qualities it will be relevant.

Aktor-aktor pemerintah yang efektif dalam sebuah sistem akan mempengaruhi suksesnya diplomasi. Diplomasi dianggap sukses apabila kedua

belah pihak berhasil mengatasi kepentingan-kepentingan yang berbeda, atau apabila kedua belah pihak berhasil berkompromi dalam mengatasi perbedaan

kepentingan(Sukawarsini, 2008: 15).

Selain pemerintah, salah satu diplomasi multi-track yang patut diperhitungkan ialah peran media massa dalam menciptakan opini publik. Media

(23)

diplomasi antara dua negara. Hal ini karena mobilisasi opini publik melalui pencitraan media (multilateral dan unilateral) yang konsisten akan mempengaruhi

dinamika diplomasi yang diimplementasikan dalam foreign policysuatu negara (Sukawarsini, 2008: 16).

Sementara itu, kata integrasi dapat diartikan sebagai proses mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuat masyarakat menjadi lebih baik atau harmonis. Sedangkan integrasi nasional merupakan proses penyatuan

unsur-unsur nasional agar tercapai suatu kesatuan nasional yang serasi dan harmonis bagi suatu negara. Ide pokok integrasi nasional adalah memaksimalkan

persamaan dan meminimalkan perbedaan dalam pendayagunaan potensi, pemenuhan aspirasi, dan penanggulangan setiap masalah kebangsaan (Saafroedin Bahar, 1996: 13).

Integrasi nasional pada hakikatnya adalah bersatunya suatu bangsa yang menempati wilayah tertentu dalam sebuah negara yang berdaulat. Dalam realitas

integrasi nasional dapat dilihat dari aspek politik, lazim disebut integrasi politik, aspek ekonomi (integrasi ekonomi), aspek sosial budaya (integrasi sosial budaya, hubungan antar suku, lapisan dan golongan) (Drake, 1989: 16).

Integrasi suatu bangsa dapat terjadi karena beberapa hal, diataranya yaitu: adanya ikatan budaya, suku, bahasa, geografis yang sama pada suatu

(24)

Untuk menjelaskan sripsi ini, penulis menggunakan teori Neoliberalisme sebagai pendekatan untuk menganalisa hubungan internasional antara Indonesia

dengan Australia.

Teori Neoliberalisme merupakan suatu teori dari studi Hubungan

Internasional. Kata neo yang berarti baru, merupakan perspektif yang baru, dalam artian teori neoliberalisme memperbaharui teori sebelumnya yaitu liberalisme. Dalam teori neoliberalisme ada beberapa asumsi dasar yang melandasi

neoliberalisme, yakni pertama, neoliberalisme meyakini bahwa negara merupakan aktor yang paling penting dalam hubungan internasional, negara merupakan aktor

rasional dan instrumental yang selalu memaksimalkan kepentingannya dalam setiap issue-area. Kedua, dalam lingkungan yang kompetitif, negara akan memaksimalkan kepentingannya melalui kerjasama, dan kerjasama merupakan

fokus utama dari pendekatan neoliberalis. Ketiga, hambatan yang paling besar untuk menuju ke kerjasama yang sukses adalah ketidakpatuhan dan kecurangan

oleh negara. Keempat, kerjasama tidak akan terjadi apabila tidak ada masalah, tetapi negara akan mengalihkan loyalitas dan sumber dayanya kepada institusi jika memberikan keuntungan mutualisme, dan jika institusi tersebut menyediakan

kesempatan yang lebih untuk mempertahankan kepentingan internasionalnya. Neoliberalis percaya bahwa dengan kerjasama membuat segalanya lebih efisien,

dan institusi merupakan wadah untuk menjalin kerjasama tersebut (Jackson, 2005: 155).

Neoliberalisme muncul sebagai respon terhadap penjelasan tentang sistem

(25)

sifat dasar dari sistem internasional adalah anarki (Perwita & Yani 2006: 25). Anarki berasal dari bahasa yunani anarkhos yang berarti tidak ada aturan. Lebih jauh anarki didefinisikan sebagai tidak adanya suatu entitas yang dapat mengontrol sistem dunia secara keseluruhan. Menurut Waltz (1959: 15) sistem

internasional dijalankan oleh negara-negara berdaulat yang salingmemperjuangkan kepentingan nasional, terutama aspek keamanan. Karena masing-masing negara berusaha untuk mencapai tujuannya tersebut, maka

perilaku negara cenderung konfliktual. Oleh karena itu, Waltz mengatakan bahwa international anarchy is the permissive cause of war.

Menurut Mingst (2003, 64-65) penyebab kerja sama salah satunya adalah karena setiap negara saling membutuhkan satu sama lain. Dengan demikian mereka akan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya secara

terus menerus. Sedangkan menurut Keohane, kerjasama terjadi karena adanya mutual interest di antara masing-masing aktor. Lebih lanjut Banyu Perwita dan Yanyan Moch. Yani (2006: 34) menjelaskan bahwa, kerjasama terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan, dan

keamanan. Hal tersebut akan memunculkan kepentingan yang beranekaragam sehingga mengakibatkan berbagai masalah sosial. Untuk mencari solusi dari

berbagai masalah tersebut maka beberapa negara membentuk suatu kerjasama internasional.

Menurut Burchil dan Andrew Linklater (2009: 65) dalam suasana

(26)

gain. Dengan tujuan ini, negara-negara tentunya akan berusaha untuk bekerjasama semaksimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal tanpa

mengorbankan pihak yang lainnya. Ketika hubungan kerjasama telah terjalin dengan sangat erat, maka akan tercipta interdependensi yang membuat mereka

bisa mengkalkulasi sebesar apa kerugian yang akan didapat jika mereka tidak bekerja sama.

Dalam suatu kerjasama tentu sering terjadi friksi, miskomunikasi, atau

hambatan-hambatan lainnya yang berpotensi menimbulkan konflik. Jika konflik tersebut membahayakan kepentingan negara, maka sifat agresifitas negara

tentunya akan muncul, terutama bagi negara yang memiliki kapabilitas militer yang kuat. Karena kepentingan nasional merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para pengambil keputusan dalam menafsirkan situasi internasional

dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang penting. Oleh karena, masalah keamanan adalah masalah yang serius dan penting. Hal ini diakui oleh

Neo-liberalisme, maka perlu dibentuk sebuah institusi. Dengan demikian institusi akan membuat keamanan menjadi dapat dijaga, terutama bagi negara yang lemah dalam kapabilitas militer (Mingst 2003: 65).

Teori Neo-Liberalisme adalah teori yang berusaha untuk menghilangkan potensi-potensi konflik melalui institution sebagai instrumen utamanya. Dengan demikian, teori ini menekankan pada pentingnya kehadiran sebuah institusi dalam kerjasama. Institusi, menurut James A. Robinson (2008: 166) adalah aturan dan norma-norma yang menentukan insentif dan kendala yang dihadapi individu

(27)

Teori Neoliberalisme membantu menjelaskan bagaimana peranan dari sebuah institusi sebagai wadah untuk menjalin kerjasama. Tindakan Negara

sangat bergantung pada pengaturan institusi yang berlaku. Institusi dalam teori ini memegang peranan yang begitu penting, karena institusi dapat membentuk

perilaku aktor agar merespon insentif kerjasama, mengatasi masalah kecurangan dalam bekerjasama, serta masalah miskomunikasi antar aktor. Selain itu pula institusi juga dapat berperan sebagai wadah kerjasama, dimana biaya kerjasama

akan lebih murah dari yang seharusnya. Kemampuan Negara untuk bekerjasama pun tergantung pada pihak yang membuat institusi. Menurut Nye (1971: 24) Peran

institusi disini adalah juga untuk melembagakan hubungan yang damai dan teratur berdasarkan dialog, kerjasama, dan saling menghormati

Jadi, institusi selain berperan dalam menjaga keamanan suatu negara

dalam bekerja sama, institusi juga dijadikan sebagai upaya untuk memaksimalkan keuntungan bersama dan menghindari terjadinya kecurangan-kecurangan. Institusi

dibagi menjadi tiga bentuk yaitu, yaitu organisasi internasional, rezim internasional, dan perjanjian internasional.

Nye(1971: 35) menjelaskan organisasi internasional adalah suatu struktur

formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara anggota-anggota (pemerintah dan non-pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat

(28)

rasional. Dengan demikian, negara-negara akan terikat oleh ikatan organisasi internasional, sehingga segala tindakan negara akan menjadi terkontrol.

Rezim internasional menurut Nye seperti yang dikutip oleh Banyu Perwita (Perwita & Yani 2006: 28) adalah serangkaian rencana yang di dalamnya terdapat

aturan, norma, dan prosedur-prosedur yang mengatur tingkah laku tingkah laku dan mengontrol efek yang ditimbulkan oleh rezim itu sendiri. Dengan demikian, perbedaan antara rezim dan organisasi internasional adalah bahwa rezim

internasional memiliki rewards and punishments yang jelas. Jika anggotanya melanggar aturan tersebut, maka akan mendapat sanksi yag tegas, bukan hanya

sanksi moral. Dengan adanya sanksi yang tegas itu, maka negara akan mengalami kerugian yang besar jika mereka tidak mengikuti aturan yang ada.

Sementara perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan tanpa

membentuk suatu lembaga administrasi formal. Perjanjian lebih kepada aturan yang menjadi dasar hubungan antar para penandatangan perjanjian tersebut.

Lebih jauh, Neoliberalisme berusaha menjelaskan bagaimana cara agar aktor negara mau terlibat dalam kerjasama dan institusi, dan ketika mereka telah menjadi bagian dari institusi tersebut mereka tidak lagi keluar.

Neoliberalisme berusaha untuk membentuk suatu institusi yang mapan. Dalam sebuah institusi harus ada incentive yang jelas. Incentive adalahestimasi keuntungan yang akan didapatkan jika terlibat dan kerugian jika tidak terlibat serta dampaknya jika keluar. Ketika insentif yang ditawarkan mampu memenuhi estimasi-estimasi tersebut. Maka akan terciptalah apa yang disebut dengan

(29)

Neoliberalismeyang dianggap sebagai keberhasilan. Karena interdependensi adalah refleksi dari perdamaian.

Interdependensi mengacu pada situasi yang dikarakteristikan dengan adanya efek resiprokal antara negara yang berbeda, dimana efek ini merupakan

hasil transaksi internasional, yaitu aliran arus barang, uang, manusia, dan informasi yang melewati batas negara. Hubungan saling ketergantungan yang terjadi antara kedua negara merupakan akibat yang ditimbulkan oleh hubungan

kerjasama yang tumbuh pesat sehingga memberikan keuntungan yang besar bagi kedua negara. (Perwita & Yani 2006: 78).

Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa neoliberalisme adalah sebuah perspektif yang berusaha untuk menciptakan perdamaian melalui kerangka kerjasama yang dikelola dalam sebuah institusi formal yang saling

menguntungkan. Dengan adanya keuntungan ini, maka semua aktor internasional akan menghilangkan sikap utilateralisme dan lebih mementingkan aspek

keuntungan bersama.

Teori diatas digunakan untuk mendeskripsikan bentuk hubungan kerjasama Indonesia dengan Australia yang terjalin selama kurang lebih 65 tahun

dan dalam hubungan bilateral tersebut tidak jarang selalu berada pada posisi labil.. Mengenai masalah Timor Timur tampaknya hubungan Australia-Indonesia berada

(30)

keduanya.Disamping itu juga karena adanya campur tangan dari negara lain dalam menangani kasus Timor Timur.

2. Pendekatan Penelitian

Penulisan sejarah merupakan bentuk dan proses pengisahan atas peristiwa-peristiwa manusia yang telah terjadi di masa lampau (Sartono Kartodirdjo, 1982: 71). Penulisan sejarah memerlukan pendekatan

secaramultidimensional untuk memperkuat makna peritiwa masa lampau guna mendekati suatu peristiwa dalam berbagai aspek kehidupan. Suatu peristiwa

terjadi karena suatu sebab melainkan karena beberapa sebab. Berbagai sebab ini akan saling mempengaruhi, sehingga pendekatan yang multidimensional diharapkan mampu mengkaji secara komprehensif. Pendekatan multidimensional

ini memang sesuai untuk mempelajari fenomena historis secara kompleks. Ada nilai strategis dari pendekatan multidimensional ini, yaitu daya penerangnya untuk

mengatasi pendekatan yang berakar pada filsafat tertentu dan menimbulkan determinisme, yaitu segala konsekuensi dari kejadian-kejadian sebelumnya dan di luar kemauan (Sartono Kartodirdjo, 1992:71).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan ilmu hubungan internasional yang merupakan studi untuk mempelajari hubungan antar bangsa

dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara untuk suatu kepentingan nasional negara tersebut. Ilmu hubungan internasional pada awalnya merupakan bagian dari ilmu sejarah dan ilmu politik, namun pada akhirnya hubungan

(31)

cakupannya ilmu hubungan internasional memiliki kajian yang luas diantaranya yaitu terdiri dari politik internasional, hukum internasional, ekonomi, bangsa,

negara, pemerintah, rakyat, wilayah, konfederensi, organisasi internasional, organisasi perindustrian, organisasi kebudayaan dan organisasi keagamaan

(Wright, 1957: 6).

K.J. Holsti (1976: 21-22 dalam M. Sabir, 1987: 3) menguraikan bahwa, hubungan internasional dapat dikaitkan dengan segala bentuk interaksi antara

anggota masyarakat yang terpisah, apakah disponsori pemerintah atau tidak. Hubungan internasional mencakup segala analisa politik luar negeri atau

proses-proses politik antar bangsa-bangsa. Di dalamnya termasuk pula Serikat Buruh Internasional, Palang Merah Internasional, pariwisata, perdagangan internasional, komunikasi dan pengangkutan, dan sebagainya. Penyelidikan internasional tidak

tertarik oleh hubungan seperti ini, kecuali jika hubungan-hubungan itu terlibat di dalamnya tujuan pemerintah atau digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk

mencapai tujuan politik dan militer.

Pada dasarnya tujuan utama studi hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku aktor, negara maupun non

negara, di dalam arena transaksi internasional, dimana perilaku tersebut dapat berwujud perang, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi

internasional dan sebagainya.

Pendekatan ilmu bantu hubungan internasionaldigunakan oleh penulis untuk menjelaskan hubungan internasional antara Indonesia dengan Australia

(32)

yang merupakan suatu titik puncak keretakan hubungan kedua negara tersebut. Selain itu, pendekatan ini juga digunakan oleh penulis untuk mengetahui sejauh

mana hubungan Indonesia dengan Australia sebagai negara tetangga di Asia yang telah menjalin hubungan selama lebih dari setengah abad.

Pendekatan lainnya yang digunakan untuk memperdalam analisa dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan pendekatan politik. Pendekatan Politik sebagai ilmu yang mempelajari tentang kekuasaan baik dalam suatu wilayah

ataupun negara tertentu. Dalam pendekatan politik ini juga mempelajarai tentang tingkah laku negara serta politik luar negeri yang ada pada sebuah negara tertentu.

Menurut Sartono Kartodirdjo, pendekatan politik adalah pendekatan yang menjelaskan struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hierarki sosial, pertentangan kekuasaan dan sebagainya. Dalam skripsi ini pendekatan politik

digunakan untuk menjelaskan bagaimana hubungan politik luar negeri Indonesia dengan Australia dalam kurun waktu tertentu, berkaitan dengan bergabungnya

Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia. Selain itu, pendekatan politik juga digunakan oleh penulis untuk menganalisis bagaimana politik luar negeri Indonesia dengan masalah Timor Timur sebagai bentuk untuk menjaga tertib

kawasan, dan politik luar negeri Australia terhadap Indonesia.

G.Metode Penulisan

Didalam menyusun tulisan sejarah, seorang sejarawan membutuhkan beberapa aturan, filsafat dan etika, bukan saja untuk menulis sejarah yang akan

(33)

mempertimbangkan secara cerdas penulisan sejarah oleh orang lain. Hal ini tidak terlepas dari permasalahan subyektivitas seorang sejarawan di dalam menyusun

sebuah karya sejarah. Oleh sebab itu didalam menysun sebuah penelitian yang berkaitan dengan sejarah harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah penelitian

melalui suatu metode yang terstruktur dan sistematik sehingga dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya (Gottschalk, 1975:18).

Metode diartikan sebagai prosedur atau proses untuk mendapatkan

sesuatu. Metode juga dapat diartikan suatu prosedur, tehnik, atau cara melakukan penyelidikan yang sistematis yang dipakai oleh atau yang sessuai untuk suatu

ilmu (sains), seni, atau disiplin tertentu. Dengan demikian metode sejarah yaitu suatu tehnik sesuai prosedur untuk menganalisis peristiwa sejarah dengan melakukan penelitian dari masa lampau yang kemudian direkonstruksi kembali

berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh beberapa tahapan (Helius Sjamsudin, 2012: 11).

Dari uraian diatas, skripsi yang berjudul Dinamika Hubungan Indonesia-Australia Pasca Integrasi Timor Timur ke Wilayah Indonesia Tahun 1974-2002, menggunakan metode literatur dengan alasan, sumber-sumber sejarah yang

digunakan sebagai pedoman penulisan adalah menggunakan sumber-sumber dari literatur yang sesuai dengan judul skripsi. Adapun cara kerjanya menurut

Kuntowijoyo (1995:34) adalah sebagai berikut. 1. Heuristik

Heuristik adalah proses pencarian atau pengumpulan sumber-sumber

(34)

untuk diproses menjadi fakta-fakta sebagai bahan penulisan. Sumber sejarah disebut juga sebagai data sejarah, dalam bahasa latin disebut datum (tunggal) dan

data (jamak). Sumber-sumber yang beraneka ragam menurut sifatnya, dapat dibedakan menjadi:

a) Sumber Primer

Sumber primer sebagai kesaksian dari saksi mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain, atau dengan alat mekanis. Sumber primer

merupakan saksi pandangan mata atas peristiwa yang terjadi. Sebagai laporan pandangan mata maka sumber primer harus dihasilkan oleh pelaku atau orang

sezaman dengan peristiwa yang dikisahkan. Sumber-sumber primer tersebut dapat berwujud kronik, autobiografi, memoir, surat kabar, publikasi umum, surat-surat pribadi, catatan harian, notulen rapat dan sastra (Helius Sjamsuddin, 2007:111).

Sumber-sumber ini tidak perlu asli, bisa berupa hasil copy, asal tidak berubah isi kesaksiannya (Gottschalk, 1976:35).

Sumber primer dalam penelitian ini menggunakan sumber dokumen sebagai sumber primer untuk mencari kebenaran fakta dari peristiwa tersebut, sehingga data yang dihasilkan tidak bersifat subjektif. Adapun data-data yang

(35)

Menurut Helius Sjamsudin (2012: 83) mengartikan bahwa sumber sekunder adalah sumber sejarah yang telah ditulis oleh sejarawan sekarang atau

sebelumnya berdasarkan pada sumber primer atau sumber pertama.

Menurut bahannya, sumber sekunder dibagi menjadi dua kategori, yaitu

sumber tertulis (dokumen) dan sumber tidak tertulis (artifact). Dalam skripsi ini penulis melakukan penelusuran pustaka, baik menggunakan buku-buku- atau jurnal diberbagai perpustakaan antara lain di Laboratorium Sejarah UMP, UPT

Perpustakaan UMP, Perpustakaan UGM, Perpustakaan UNY, Perpustakaan UNSOED, Perpustakaan Ignatius Yogyakarta, Perpustakaan Siliwangi, dan di

berbagai tempat lainnya yang menyediakan data-data yang penulis butuhkan. 2. Verifikasi/ Kritik Sumber

Setelah sumber-sumber didapatkan, langkah selanjutnya yang ditempuh

sejarawan adalah mengkritik sumber. Kritik sumber ini ditempuh sebab tak semua sumber yang didapatkan tersebut dapat dipakai. Ada beberapa alasan sumber tak

dapat dipakai yakni masalah otensitas, integritas, dan kreadibilitas sumber tersebut. Untuk itulah sumber-sumber tersebut harus dikritik baik secara ekstren maupun intern.

a) Kritik Ekstern

Kritik Eksternal adalah cara melakukan verivikasi atau pengujian

terterhadap spek-aspek luar dari sumber sejarah. Kritik ekstern berguna untuk mencari otensititas dan integritas terhadap sumber sejarah. Hal itu mengantisipasi akan kepalsuan sember yang digunakan. Dalam meneliti skripsi ini, penulis

(36)

kemudian dibukukan dalam suatu buku. Selain itu juga dengan menggunakan sumber dari surat kabar.

Adapun kritik yang dilakukan penulis terhadap sumber tersebut dengan melihat surat kabar yang sesuai dengan tema pembahasan, yaitu dengan penulis

melihat dari bahan yang dipakai, misalnya kertas, jenis tinta, gaya huruf sejaman dengan peristiwanya atau tidak. Dengan memperhatikan hal demikian maka data-data dan fakta-fakta yang diperoleh dapat diuji kebenarannya dan tidak bersifat

ambigu.

b) Kritik Intern

Apabila sumber terbukti terpercaya secara eksternnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan kritik intern yaitu pengujian atas isi sumber. Dalam penelitian ini penulis melakukan kritik terhadap kebenaran cerita yang termuat

dalam sebuah dokumen.

Selain itu, penulis juga melakukan kritik terhadap dokumen, dan

buku-buku yang digunakan sebagai penunjang dalam mengumpulkan fakta-fakta. Kritik intern dilakukan oleh penulis dengan melihat tingkat kebenaran fakta-fakta yang dijelaskan dalam masing-masing buku, apakah data atau informasi yang dicetak

itu memiliki kredibilitas (kebiasaan untuk dipercaya) atau tidak. Penulis membanding-bandingkan dari satu buku dengan buku yang lainnya sehingga tidak

hanya terfokus dari satu sumber saja. 3. Interpretasi

Merupakan kegiatan mengumpulkan fakta yang menghubung-hubungkan

(37)

sejarah yang bermakna. Dengan demikian akan terlihat gerak sejarah. Dari tahap ini dihasilkan dua jenis fakta, yaitu fakta yang masih harus dijelaskan

(explanandum) dan fakta yang dapat berfungsi sebagai alat penjelas (explanans). 4. Penulisan Sejarah

Penulisan sejarah atau historiografi, merupakan proses menggarap fakta-fakta tunggal yang masih terisolasi yang belum memiliki makna (explanandum). Fakta-fakta semacam itu dihubungkan dengan makna-makna lain sebagai penjelas

(explanans), sehingga menghasilkan rangkaian fakta yang lengkap dan membentuk penjelasan yang lebih bermakna. Tahap ini merupakan proses

penyusunan kisah (naratif) untuk menggambarkan (deskripsi) dari peristiwa yang direkonstruksi.

H.Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disistemtiskan dalam bab-bab tertentu, namun

antara ssatu bab dengan bab yang lainnya memiliki hubungan. Kemudian dari bab dibagi lagi menjadi sub bab, sehingga dalam pembahasan akan menghasilkan pembahasan yang runtut. Adapun kerangka penulisannya tersistematika sebagai

berikut.

Bab pertama pendahuluan meliputi, latar belakang masalah yang merupakan deskripsi singkat dari kegelisahan akademik, rumusan masalah adalah pertanyaan singkat dari kegelisahan akademik, tujuan penelitian adalah tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, manfaat penelitian adalah apa yang akan

(38)

tinjuan pustaka, landasan teori dan pendekatan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab keduaberisi tentang proses integrasi Timor Timor ke wilayah Republik Indonesia yang meliputi, latar belakang integrasi, proses integrasi Timor

Timur ke wilayah Republik Indonesia (1974-1976), proses referendum lepasnya Timor Timur dari wilayah Republik Indonesia (1999-2002).

Bab ketiga berisi tentang reaksi dunia internasionalterhadap proses integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia yang meliputi, negara-negara pro integrasi, dan negara-negara kontra integrasi.

Bab keempatberisi tentanghubungan Australia-Indonesia pasca integrasi Timor Timur ke wilayah Indonesia yang meliputi, faktor-faktor penentu kebijakan Australia, Kebijakan Perdana Menteri Australia terhadap Indonesia pasca integrasi

Timor Timur, Dampak Perubahan Kebijkan Australia terhadap Indonesia Pasca Referendum Timor Timur.

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek

“Kecuali mengenai Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, hukum Syarak dan undang-undang diri dan keluarga bagi orang yang menganut agama Islam,

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Sehubungan dengan Surat Penawaran Saudara pada Paket Pekerjaan Pengadaan Bahan Bangunan di Kecamatan Sei Menggaris pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata