BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang
mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan berada di
tangan rakyat yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh rakyat secara
langsung maupun melalui lembaga perwakilan. Partisipasi politik
merupakan aspek yang sangat penting dan merupakan ciri khas adanya
modernisasi politik. Di negara yang kehidupan masyarakatnya masih
tergolong tradisional dan sifat kepemimpinan politiknya ditentukan oleh
segolongan elit penguasa, maka partisipasi warga negara dalam ikut serta
mempengaruhi pengambilan keputusan dan mempengaruhi kehidupan
berbangsa dan bernegara relatif sangat rendah. Sementara itu di negara
yang proses modernisasi politiknya telah berjalan baik, maka tingkat
partisipasi politik warga negara cenderung meningkat.
Para ahli sependapat bahwa jumlah orang yang mengikuti kegiatan
yang tidak intensif, yaitu tidak menyita waktu dan tidak atas prakarsa
sendiri, seperti kegiatan berpartisipasi dalam pemilihan umum biasanya
cukup besar, namun ternyata fakta objektif menunjukkan sebaliknya. Hal
ini terjadi di Indonesia, yaitu tingkat partisipasi politik warga negara
terutama dalam menggunakan haknya pada pemilihan umum ternyata
Menurut Sukemi (2009) , dari pangalaman menyelenggarakan
pemilu sejak Orde Baru, gejala ke arah tidak menggunakan hak pilih
(golput) mengalami kenaikan. Hal ini terbukti dari data tingkat partisipasi
warga negara dalam pemilihan umum dan yang golput sejak pemilihan
umum tahun 1971 sampai dengan 2004 nampak bahwa jumlah partisipasi
politik tertinggi selama pemilu sejak era Orde Baru terjadi pada tahun
1971, yaitu mencapai 94 %, sedangkan yang golput 6 %. Hal ini dapat
dimengerti karena pemilu 1971 merupakan pemilu pertama era Orde Baru
sehingga masyarakat memiliki antusias yang sangat tinggi karena mereka
berharap akan terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam berbagai
aspek kehidupan. Kondisi ini ternyata mengalami perubahan pada pemilu
1977, karena tingkat partisipasi menurun menjadi 90,6 % dan berarti yang
golput meningkat menjadi 9,4 %.
Nampaknya ada kekecewaan dari sebagian masyarakat karena
mereka tidak merasakan ada perubahan sehingga mereka memilih untuk
tidak berpartisipasi dalam pemilu. Kondisi yang relatif sama juga terjadi
pada pemilu 1982, 1987, 1992, dan pemilu 1997 tingkat partisipasi politik
makin menurun dan angka golput makin meningkat.
Namun demikian, masih menurut Sukemi (2009), pada pemilu
1999 tingkat partisipasi warganegara Indonesia meningkat lagi menjadi
93,3 % dan hanya 6,7 % yang golput. Sebagaimana diketahui bahwa
pemilu 1999 merupakan pemilu pertama era reformasi, sehingga warga
berharap terjadi perubahan dalam kehidupan politik, seperti demokratisasi,
desentralisasi, hak asasi manusia yang menjadi bagian dari tuntutan
reformasi. Namun pada pemilu 2004, lagi-lagi tingkat partisipasi warga
negara dalam pemilu mengalami penurunan 4,9 % menjadi 84, 4 %, berarti
angka golput mengalami kenaikan menjadi 15,6%. Bahkan angka ini
semakin membesar ketika dilaksanakannya pemilu pada 2009 lalu, di
mana berdasarkan pengumuman resmi KPU pada hari Sabtu, 9 Mei 2009
jumlahnya mencapai 39,12 %. Warganegara nampaknya juga kecewa
dengan pemilu sebelumnya yang diharapkan dapat membawa perubahan di
negara ini tetapi ternyata tidak terwujud.
Banyaknya permasalahan yang melanda negeri ini meberikan efek
negatif terhadap dunia politik , sehingga mengakibatkan adanya beberapa
orang dikalangan masyarakat yang lebih memilih menjadi Golongan Putih
(Golput) dalam proses pengambilan suara. Hal ini tentu saja dapat
merugikan, baik bagi negara atau pemerintah maupun bagi diri mereka
sendiri yang tidak dapat menggunakan hak mereka sebagai warga negara
Indonesia. Untuk itulah perlu adanya sosialisasi politik untuk dapat
meningkatkan kembali partisipasi politik masyarakat.
Tidak berbeda dengan pemilihan umum yang dijelaskan diatas,
pemilihan kepala desa tentunyapun menjadi ajang pesta demokrasi bagi
masyarakat desa. Berdasarkan Peraturan daerah (Perda) No 12 tahun 2009
kabupaten Pemalang Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, Desa
diatur dan dipimpin oleh Kepala Desa yang ditentukan melalui pemilihan
kepala desa. Dalam hal ini, Calon-calon kepala desa berupaya untuk
menarik simpati masyarakat desa.
Pemilihan kepala desa dilakukan setiap lima tahun sekali seperti
halnya pemilihan presiden sesuai dengan pasal 6A (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD N RI Tahun 1945).
Pemilihan kepala desa dilakukan sesuai dengan mekanisme pemilihan
yang diatur di dalam Perda tempat atau daerah pemilihan. Dalam hal ini,
penulis menyoroti tetang upaya partisipasi politik masyarakat desa,
khusunya masyarakat Desa Mendelem, Kecamatan Belik, Kabupaten
Pemalang yang akan melaksanakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
pada tanggal 16 Desember 2012.
Sosialisasi politik kepada masyarakat desa tentunya tak lepas dari
peran pemerintah daerah atau desa, dimana dalam hal ini, peran dari
perangkat desa sebagai bagian dari pemerintahan daerah sangat diperlukan
guna membentuk masyarakat yang sadar politik atau melek politik. Begitu
pula dalam penyelenggaraan pemerintah desa harus sesuai dengan UU
No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Penyelenggaraan pemerintah desa tidak dapat lepas dari jabatan
Kabupaten Pemalang diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Pemalang No. 18 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan,
Pengangkatan, Pemberhentian dan Pelantikan Kepala Desa beserta
petunjuk pelaksanaannya yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah
No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Kepala Desa ditetapkan melalui
perolehan suara terbanyak, kecuali calon tunggal yang harus mendapat
suara 50% + 1 dari pemilih yang menggunakan hak memilih dalam
pemilihan yang nantinya dilantik oleh Bupati paling lama 30 hari setelah
pemungutan suara.
Pemilihan kepala desa tidak terlepas dari partisipasi politik
masyarakat desa. Partisipasi politik pada hakekatnya sebagai ukuran untuk
mengetahui kualitas kemampuan warga negara dalam menginterpretasikan
simbol kekuasaan (kebijaksanaan dalam menyejahterakan masyarakat
sekaligus langkah-langkahnya). Dengan kata lain, partisipasi politik adalah
proses memformulasikan ulang simbol-simbol komunikasi berdasarkan
tingkat rujukan yang dimiliki baik secara pribadi maupun secara kelompok
(individual reference, social references) yang berwujud dalam aktivitas
sikap dan prilaku (Soemarsono, 2002:4.5). Oleh karena itu, partisipasi
politik masyarakat dalam menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah
sangat diperlukan.
Proses sosialisasi politik erat kaitanya dengan pendidikan politik di
dalam masyarakat. Namun, hal itu dibenturkan pada realitas pendidikan
demikian pendidikan juga menjadi salah satu faktor kesadaran
berpartisipasi politik. Oleh karena itu, tingkat pendidikan juga dapat
menjadi faktor bagi tingkat partisipasi politik dalam masyarakat.
Partisipasi politik dan sosialisasi politik diwujudkan melalui
pendidikan politik didalam masyarakat. Dalam dunia pendidikan formal,
proses pendidikan politik tentunya dapat dilakukan secara terorganisir
melalui kurikulum dalam pendidikan yang ada, salah satunya melalui mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau yang disebut juga
Civic Education.
Pada pelaksanaannya PKn memiliki peranan yang sangat penting
bagi pembentukan kepribadian bangsa didalam menumbuhkan kompetensi
kewarganegaraan yang harus dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dalam hal
ini, tugas pendidik (Guru) khususnya bagi guru PKn tak hanya sebatas
pada ranah pendidikan formal. Oleh karena itu, peran seorang pendidik
ditengah-tengah masyarakat sangat diperlukan untuk bisa memberikan
pemahaman-pemhaman yang seharusnya dimengerti dan dipahami oleh
masyarakat.
Branson (1999 : 4) menegaskan tujuan civic education adalah
partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab dalam kehidupan politik
dan masyarakat baik di tingkat lokal dan nasional. Partisipasi semacam itu
memerlukan kompetensi kewarganegaraan sebagai berikut: (1).
Penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu; (2).
Pengembangan karakter atau sikap mental tertentu; dan (4). Komitmen
yang benar terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi
konstitusional. Oleh karena itu, didalam partisipasi politik dibutuhkan
pemhaman dan pengetahuan yang sesuai untuk bisa menciptakan
kehidupan demokrasi yang baik dan benar.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini difokuskan untuk
mengetahui tingkat partisipasi politik masyarakat dimana seringkali
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada masyarakat desa Mendelem yang
masih tergolong tradisional dengan tingkat pendidikan yang tergolong
masih kurang, menjadi alasan utama peneliti untuk dapat mengetahui
bagaimana partisipasi masyarakat desa Mendelem pada pemilihan kepala
desa. Dasar pemikiran inilah yang menjadikan motivasi peneliti untuk
mengungkap kondisi faktual yang terjadi, sehingga mengambil judul
penelitian Kajian Tentang Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan
Kepala Desa (Studi Deskriptif Terhadap Masyarakat Desa Mendelem
Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang).
2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dirumuskan masalah umum penelitian, yaitu:
bagaimana partisipasi politik masyarakat pada Pemilihan Kepala Desa
Mendelem ? Secara khusus dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
2. Bagaimana peran organisasi kemasyarakatan dalam memberikan
pengetahuan politik Masyarakat Desa Mendelem?
3. Bagaimana pemahaman politik masyarakat pada pilkades Mendelem?
4. Bagaimana perilaku politik masyarakat dalam pemilihan Kepala Desa
Mendelem?
3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara
faktual dan aktual mengenai partisipsi politik masyarakat pada
Pilkades.
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Proses pendidikan politik masyarakat desa Mendelem
2. Peran organisasi kemasyarakatan dalam memberikan pengetahuan
politik pada Masyarakat Desa Mendelem?
3. Tentang pemahaman politik masyarakat pada pilkades Mendelem?
4. Perilaku politik masyarakat dalam pemilihan Kepala Desa
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi peneliti sebagai wahana berlatih dan menambah ilmu
pengetahuan.
2. Bagi masyarakat hasil penelitian ini dapat memberikn wawasan
mengenai partisipasi politik Desa Mendelem dan mengenai
bentuk-bentuk partisipasi politik serta mengembangan pemikiran masyarakat
untuk berperan aktif dalam pelaksanaan kehidupan demokrasi.
3. Bagi pemerintah atau lembaga terkait hasil penelitian ini sebagai
sumbangan pemikiran para pengambi keputusan.
4. Bagi perguruan tinggi dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam