• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI KELOMPOK SUPORTER BOLA DALAM MEMBENTUK KOHESIVITAS (Studi Kasus Pada The Jakmania UNJ) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KOMUNIKASI KELOMPOK SUPORTER BOLA DALAM MEMBENTUK KOHESIVITAS (Studi Kasus Pada The Jakmania UNJ) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI KELOMPOK SUPORTER BOLA

DALAM MEMBENTUK KOHESIVITAS

(Studi Kasus Pada The Jakmania UNJ)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Sidang Skripsi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh :

Tulus Muliawan

6662091725

KONSENTRASI JURNALISTIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : TULUS MULIAWAN

NIM : 6662091725

Tempat Tangga Lahir : Bekasi, 24 Juli 1991 Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul KOMUNIKASI KELOMPOK SUPORTER BOLA DALAM MEMBENTUK KOHESIVITAS (Studi Kasus Pada The Jakmania UNJ) adalah hasil karya sendiri, dan seluruh sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila kemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.

Serang, Oktober 2013

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Tulus Muliawan. NIM. 6662091725. Skripsi. Pola Komunikasi Kelompok Dalam Membangun Kohesivitas Kelompok (Analisis Deskriptif The Jakmania UNJ)

Penelitian ini dilatarbelakangi ketertarikan peneliti terhadap dunia sepak bola. Salah satu area ketertarikan peneliti ada pada dinamika kelompok suporter di Indonesia, khususnya The Jakmania. Fanatisme yang dimiliki para anggota The Jakmania memberikan dampak positif pada perkembangan klub. Namun, tak jarang pula memberikan dampak negatif. Meski memiliki latar belakang karakter, sosial, atau budaya yang berbeda, The Jakmania mampu menjaga kohesivitas. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan penelitian guna melihat pembentukan kohesivitas tersebut dari sudut pandang komunikasi. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada The Jakmania UNJ. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap pola komunikasi yang dilakukan The Jakmania UNJ untuk membangun kohesivitas kelompok. Penelitian ini dilandasi oleh Teori Berpikir Kelompok karya Irvin L. Janis. Teori ini menjelaskan bahwa kohesivitas terbentuk lewat komunikasi yang intensif, antusiasme yang tinggi dari para anggota kelompok, serta mengutamakan konsensus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Peneliti menunjuk empat informan kunci dan satu informan pendukung sebagai sumber informasi. Untuk mengumpulakn data, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Pemaparan dilakukan secara deskriptif untuk menjawab pertanyaan yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa The Jakmania UNJ selalu menerapkan komunikasi yang baik dan intensif untuk meningkatkan kohesivitas kelompok. Kohesivitas kelompok tersebut terlihat dari kekompakkan dan soliditas yang terjalin di antara para anggota kelompok. Penelitian ini juga mengungkap bahwa komunikasi punya peran besar dalam meningkatkan kohesivitas kelompok.

(6)

ABSTRACT

Tulus Muliawan. NIM. 6662091725. Thesis. In Group Communication Pattern to Build a Group Cohesiveness (Descriptive Anaysis The Jakmania UNJ).

This research come from my interest about football. One of some my interest is about the dynamic of Indonesian club supporters, especially The Jakmania. The fabaticism that had by The Jakmania give lots of good influences for the team (Persija). But, sometimes they also give a bad impact. Although they have different character, social life, or culture, The Jakmania always keep their Cohesiveness perfectly. From that fact, I try to make a research to see how cohesiveness were build from communication perspective. In this research, I have my focused to The Jakmania UNJ. The intention of this research are to reveal communication pattern thai done by The Jakmania UNJ to build a cohesiveness. I using Grup Think theory from Irvin L. Janis as a basic of this research. This theory said that ini cohesiveness were build by a high intensity communication, high enthusiasm of the group members , and they always try to find a consensus as a priority. The method used in this research is descriptive qualitative. Researchers pointed to four key informants and the informants support as resources. To compile the data, researchers using interviews, observation, and documentation study. Be descriptive presentation to answer questions that have been identified previously. Results of this study indicate that the Jakmania UNJ always apply good communication and intensively to build group cohesiveness. Group cohesiveness is evident from the compactness and solidity that exists among the members of the group. The study also revealed that communication had a big role in improving group cohesiveness.

(7)

Jakob Oetama bersama PK. Ojong membangun Kompas

Gramedia dengan modal keyakinan. Keyakinan tersebut mampu

mengembangkan empat pegawai di tahun 65 menjadi 21 ribu

lebih pegawai di tahun 2013.

Namun, jangan lupa. Ada mimpi, usaha, dan doa yang menyertai

keyakinan itu…

“Bermimpi, berusaha

, dan berdoa ; Kunci sukses

kehidupan

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas berkah, rahmat, dan hidayah dari-Nya, skripsi yang berjudul ―Pola Komunikasi Kelompok Dalam Membangun Kohesivitas Kelompok (Analisis Deskriptif The Jakmania UNJ)‖ini Alhamdulillah dapat diselesaikan tepat waktu.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari sejumlah pihak sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mempersembahkan ucapan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah :

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultas Ageng Tirtayasa.

3. Kandung Sapto N, S.Sos,. M.Si, selaku Pembatu Dekan I Bidang Akademik, Mia Dwianna, S.Sos., M.Ikom, selaku Pembatu Dekan II Bidang Keuangan, dan Ismanto, S.Sos., MM, selaku Pembatu Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultas Ageng Tirtayasa.

4. Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si, selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultas Ageng Tirtayasa serta Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom, selaku Sekertaris Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

(9)

hampir satu tahun terakhir. Serta seluruh dosen pengajar di program studi Ilmu Komunikasi.

6. Agung Nugroho, Ahmad Ian Fachrizal, Naufal Fadhlan, Eko Ramdani, dan Larico Ranggamone, selaku informan peneltian yang telah memberikan bantuan sangat besar untuk penelitian ini.

7. Kedua orang tua, Bapak Pursito dan Ibu Winarti dan keluarga besar di Bekasi. Keluarga kecil di Serang, Mas Iman Suwaja, Mbak Titik Setyowati, Kezia dan Rachel, serta Mas Paimo, Mbak Rini, dan Tole, yang menjadi teman hidup penulis selam menuntut ilmu di Serang. Terima kasih atas segala dukungan dan do’a yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah sampai meraih gelar sarjana.

8. Teman setia, Henry, Dochi, Susa, Widya, dan semua teman-teman Ilmu Komunikasi 2009 baik jurnalistik maupun humas. Keluarga besar Orange Pers dan Untirta TV, tempat penulis mengembangkan minat dan bakat. Terima kasih atas waktu dan pengalaman yang pernah dibagikan.

9. Yulisesa Eka Fazriani, teman spesial yang selalu mengisi keseharian penulis dengan cerita yang beragam. Sahabat-sahabat GOES, tempat penulis berbagi kisah indah sejak masa SMA.

10.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sadar, skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis bersedia menerima saran serta kritik sebagai bahan instropeksi diri dan pembelajaran.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Serang, Oktober 2013

Penulis

(10)

DAFTAR ISI 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

2.2.2 Fungsi Komunikasi Kelompok ... 17

2.3 Kohesivitas ... 18

2.3.1 Definisi Kohesuvutas ... 18

2.3.2 Kohesivitas Kelompok... 18

2.4 Suporter... 20

2.5 The Jakmania ... 20

2.6 Teori berpikir Kelompok ... 22

2.7 Kerangka Berpikir ... 28

2.8 Penelitian Sebelumnya ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Post Positivistik ... 32

3.2 Metode Penelitian ... 33

(11)

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 34

3.5 Informan Penelitian ... 37

3.6 Teknik analisis Data ... 38

3.7 Uji Validitas Data ... 40

3.8 Lokasi dan Jadwal Penelitian ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Obyek penelitian ... 43

4.1.1 The Jakmania UNJ ... 44

4.2 Deskripsi Data Informan... 48

4.2.1 Eko Ramdhani ... 48

4.2.2 Ahmad Ian Fachrizal ... 49

4.2.3 Agung Nugroho ... 49

4.2.4 Naufal Fadhlan ... 50

4.2.5 Larico Ranggamone ... 46

4.3 Pembahasan... 51

4.3.1 Komunikasi kelompok dalam The Jakmania UNJ ... 52

4.3.2 Kohesivitas kelompok The Jakmania UNJ ... 67

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya ... 29

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 28

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Biodata Eko Ramdhani... 103

2. Transkrip Wawancara Eko Ramdhani ... 103

3. Biodata Agung Nugroho ... 109

4. Transkrip Wawancara Agung Nugroho ... 109

5. Biodata Naufal Fadhlan ... 115

6. Transkrip Naufal Fadhlan ... 115

7. Biodata Ahmad Ian Fachrizal ... 120

8. Transkrip Wawancara Ahmad Ian Fachrizal ... 121

9. Screen shoot Twitter resmi @Orange_UNJ ... 126

10. Screen shoot Twitter resmi @Orange_UNJ ... 126

11. Gambar halaman www.bolanews.com ... 127

12. Gambar halaman www.bolanews.com 2 ... 127

13. FOTO Kopdar mingguan di Teater Terbuka UNJ ... 128

14. FOTO Kopdar mingguan di Teater Terbuka UNJ ... 128

(15)

1

1.1Latar Belakang Masalah

Penelitian ini berawal dari ketertarikan peneliti terhadap dunia sepak bola. Salah satu hal yang mengundang ketertarikan peneliti adalah dinamika dan fanatisme suporter di Indonesia, khususnya The Jakmania, kelompok pendukung klub Persija Jakarta. Peneliti tertarik meneliti tentang bagaimana para anggota The Jakmania bisa menjalin kekompakkan –dalam penelitian ini lebih sering disebut sebagai kohesivitas—meski masing-masing dari mereka memiliki latar belakang sosial, budaya, dan karakter pribadi yang berbeda. Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi, tentunya penulis akan membahas masalah ini dari perspektif komunikasi, yaitu komunikasi kelompok. Pada peneltitian ini, peneliti menaruk fokus penelitian pada salah satu bagian kecil dari keluarga besar The Jakmania, yakni The Jakmania UNJ.

Tidak bisa dimungkiri, dewasa ini sepak bola menjadi hal yang sulit dipisahkan dari keseharian masyarakat. Penyebabnya, olah raga yang dimainkan 11 orang dalam satu tim tersebut sudah menjadi salah satu sarana hiburan masyarakat, yang tak tergantikan oleh hiburan yang lainnya. Peran sepak bola sebagai sarana hiburan masyarakat tersebut, berlangsung hampir di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia.

(16)

Jawa Tengah, sepak bola telah menjadi sarana hiburan massal masyarakat yang tidak tertandingi sejak zaman Kerajaan Surakarta Hadiningrat. Saat itu, Sri Susuhan X (1893-1939) kerap mengadakan pasar malam di sepuluh malam terakhir di bulan puasa. Panitia pasar malam menambah semarak malam menjelang lebaran tersebut dengan pertandingan sepak bola malam hari.

Stadion Sriwedari Solo kala itu dibanjiri penonton, terlebih lagi jika yang bertanding adalah PSIM Yogyakarta melawan tuan rumah Persis Solo. Penonton yang datang bukan hanya dari Solo dan Yogyakarta, tetapi juga dari kota-kota lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur1. Kenyataan tersebut telah menggambarkan betapa hebatnya daya tarik sepak bola terhadap kebutuhan hiburan masyarakat. Jarak dan waktu bukan menjadi halangan bagi masyarakat untuk tetap menikmati sebuah pertandingan sepak bola pada waktu itu.

Seiring perkembangan zaman, sepak bola Indonesia semakin universal. Tidak ada lagi batasan-batasan tertentu bagi penggemar sepak bola, seperti usia dan jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan menyukai sepak bola. Hal itu dapat dibuktikan dengan perbauran mereka di tribun penonton pada banyak pertandingan sepak bola hampir di seluruh Indonesia. Fakta tersebut sekaligus menunjukkan bahwa sepak bola bukan hanya olah raga bagi laki-laki, tetapi juga bagi kaum perempuan. Perbedaan gender bukan menjadi halangan bagi penggemar sepak bola.

1

(17)

Sejarah sepak bola Indonesia membuktikan, para penonton atau lebih dikenal dengan suporter, sudah menjadi hal penting yang mempengaruhi kinerja sebuah tim sepak bola. Melalui dukungan langsung baik dari stadion maupun melalui layar televisi, tidak bisa dimungkiri bahwa penampilan sebuah tim sepak bola cenderung menjadi lebih baik. Dorongan psikologis dari para suporter menumbuhkan semangat dalam diri setiap pemain yang bermain dalam sebuah pertandingan sepak bola. Kita bisa melihat buktinya pada turnamen Piala AFC 2007 di Jakarta. Dukungan penuh suporter membuat Indonesia berhasil mengalahkan Bahrain di laga awal dengan permainan yang memukau. Meski akhirnya harus takluk dari Arab Saudi dan Korea Selatan, penampilan Bambang Pamungkas dan kawan-kawan tetap dipuji para suporter.

(18)

penelitian ini, peneliti akan memfokuskan diri pada kelompok The Jakmania Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang berada di bawah korwil Rawamangun.

Menurut perspektif komunikasi, perwakilan-perwakilan daerah Jakmania itu merupakan kelompok kecil. Kelompok kecil diartikan sebagai sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu diantara mereka. Kelompok kecil tersebut memiliki karakteristik tertentu. Pertama, kelompok kecil merupakan sekumpulan orang yang jumlahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim dan penerima dengan mudah. Kedua, di dalam kelompok kecil perilaku seorang anggota menjadi nyata bagi semua anggota lainnya. Ketiga, diantara anggota kelompok harus ada tujuan yang sama. Hal ini tidak berarti bahwa semua anggota harus mempunyai tujuan yang persis sama untuk menjadi anggota kelompok. Akan tetapi, pada umumnya harus ada alasan serupa bagi perorangan itu untuk berinteraksi.2

Setiap manusia perlu berinteraksi, demikian pula manusia-manusia yang berada dalam sebuah kelompok. Dalam sebuah literatur dijelaskan bahwa anggota kelompok perlu melakukan komunikasi kelompok karena berkaitan dengan produktivitas kelompok atau upaya-upaya untuk mencapai produktivitas tersebut. Caranya adalah melalui masukan dari anggota (member input), variabel perantara (mediating variabels), dan keluaran dari kelompok (group output).

2

(19)

Masukan atau input yang berasal dari anggota kelompok dapat diidentifikasikan sebagai perilaku, interkasi, dan harapan yang bersifat individual. Sementara itu, variabel perantara merujuk pada struktur formal dan struktur peran dari kelompok seperti status, norma, dan tujuan kelompok. Kemudian, yang dimaksud dengan output kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari tugas atau tujuan kelompok, yang mengarah pada produktivitas, semangat, dan keterpaduan kelompok.3

Keterpaduan atau soliditas kelompok dalam kajian psikologi komunikasi biasa dikenal dengan istilah kohesivitas kelompok atau group cohesiveness. Collins dan Raven mengartikan kohesivitas kelompok sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegah meninggalkan kelompok. Menurut McDavid dan Harari, kohesivitas suatu kelompok dapat diukur melalui beberapa cara diantaranya dari keterikatan anggota secara interpersonal satu sama lain, ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok, serta sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya. Kelompok yang sangat kohesif mempunyai suasana yang mempertinggi respon atau umpan balik, dan arena itu mendorong komunikasi yang lebih efektif.

Kohesivitas yang dibangun dengan komunikasi kelompok sangat dipengaruhi oleh tingkah laku anggota kelompok. Dalam buku Psikologi Kelompok karya Jalaluddin Rakhmat dikatakan bahwa semakin tinggi intensitas komunikasi dalam kelompok, semakin tinggi pula kohesivitas kelompok.

3

(20)

Tingginya tingkat soliditas atau kohesivitas kelompok juga akan membuat semakin tinggi pula rasa saling memiliki antara anggota kelompok.4 Dengan demikian, komunikasi jelas memiliki pengar yang besar terhadap kohesivitas kelompok.

Dalam kehidupan berkelompok, tidak mudah tentunya untuk membangun sebuah suasana di mana para anggotanya berada dalam kondisi yang padu atau kohesif. Apalagi jika para anggota kelompok berasal dari latar belakang berbeda, seperti yang terjadi dalam kelompok The Jakmania UNJ. Sebuah universitas umumnya tidak hanya terdiri dari mahasiswa lokal, tetapi juga mahasiswa dari berbagai daerah. Apalagi universitas sebesar UNJ, yang notabene universitas terkemuka berskala nasional. Para anggota The Jakmania UNJ berasal dari latar belakang sosial dan budaya yang berbeda. Beberapa dari mereka datang dari berbagai wilayah di Indonesia, namun perbedaan latar belakang itu bisa bersatu di bawah bendera The Jakmania. Hal itu lah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana komunikasi kelompok yang dilakukan untuk membentuk kohesivitas dengan mengadakan penelitian berjudul ‖Komunikasi Kelompok

Suporter Bola dalam Membentuk Kohesivitas (Studi Kasus pada The Jakmania UNJ)‖.

4

(21)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana komunikasi kelompok yang dilakukan dalam membentuk kohesivitas suporter The Jakmania UNJ?

1.3Identifikasi Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1) Bagaimana komunikasi kelompok dalam The Jakmania UNJ? 2) Bagaimana kohesivitas kelompok suporter The Jakmania UNJ?

3) Bagaimana komunikasi kelompok dalam membentuk kohesivitas kelompok The Jakmania UNJ?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui komunikasi kelompok dalam The Jakmania UNJ 2) Untuk mengetahui kohesivitas kelompok suporter The Jakmania UNJ

(22)

1.5Manfaat Penelitian

Peneliti berharap penelitian ini bisa berguna bagi banyak pihak di kemudian hari. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagi akademis, dapat menambah pengetahuan dan wawasan, terutama terkait dengan masalah dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan bacaan atau literatur tambahan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik terhadap bidang kajian ini.

(23)

9

2.1Komunikasi

2.1.1 Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu

communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya

communis, yang bermakna umum atau bersama-sama. Sama disini adalah sama makna. Jadi kalau dua orang terlibat komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Percakapan kedua orang tadi dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.5

Para pakar memiliki pandangannya masing-masing dalam mendefinisikan ilmu komunikasi. Menurut Harold Lasswell komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Menurut Lasswell, cara terbaik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Artinya siapa bicara apa melalui media apa kepada siapa dan apa efek yang ditimbulkan? Menurutnya, komunikasi meliputi lima unsur penting sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Singkatnya, komunikasi adalah proses penyampaian

5

(24)

pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media yang bisa menimbulkan efek tertentu.

Pakar yang lain juga memberikan definisi tentang komunikasi. Menurut Berger dan Chaffe (1983:17), ilmu komunikasi merupakan ilmu yang mencari untuk memahami mengenai produksi, pemrosesan dan efek dari simbol serta sistem signal, dengan mengembangkan pengujian teori-teori menurut hukum generalisasi guna menjelaskan fenomena yang berhubungan dengan produksi, pemrosesan, dan efeknya.

Menurut Shannon dan Weaver komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.6

Pakar komunikasi Joseph Devito juga memberikan pandangannya soal definisi komunikasi. Menurutnya, komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian atau penerimaan pesan yang dilakukan seseorang atau lebih, yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan dalam suatu konteks yang menimbulkan efek dan kesempatan untuk arus balik.7

Oleh sebab itu, Devito menilai komunikasi meliputi beberapa komponen yang terdiri dari konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian atau encoding, proses penerimaan atau decoding, serta efek. Menurut Devito, komponen-kompenen tersebut merupakan inti dari komunikasi, yang menilai bahwa komponen itu sangat berpengaruh dalam menentukan

6

Deddy Mulyana. op. cit. hlm 68.

7

(25)

berlangsungnya sebuah proses yang bernama komunikasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu dalam kurun waktu tertentu dan mengharapkan respon.

2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi

Berdasarkan definisi yang dibuat pakar komunikasi Harold Lasswell, komunikasi memiliki lima unsur yang saling berketergantungan satu sama lain, diantaranya adalah sumber (source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator dan pembicara. Selanjutnya, Lasswell menyebutkan lima unsur utama komunikasi, yaitu :

1) Sumber (komunikator), yaitu pihak yang berinisiatif atau mempunyai atau kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber bisa menjadi seorang individu, kelompok, atau bahkan sebuah organisasi. Proses ini dikenal dengan penyandian (encoding).

2) Pesan, yaitu seperangkat simbol verbal atau non-verbal yang mewakili perasaan, nilai dan gagasan dari komunikator.

(26)

4) Penerima, yaitu orang yang menerima pesan dari sumber, yang biasa disebut dengan sasaran/tujuan, komunikate, penyandi-balik, khalayak, pendengar, atau penafsir.

5) Efek, yaitu kejadian pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, meliputi penambahan pengetahuan, terhibur, perubahan sikap, perubahan keyakinan, atau perubahan perilaku.

2.1.3 Fungsi Komunikasi

Sejumlah pakar komunikasi memiliki pendapat yang berbeda-beda soal fungsi komunikasi. Akan tetapi, semua merujuk pada titik yang sama, yakni menyebarkan informasi untuk memberikan efek tertentu terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator.

Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup sehari-hari, meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita pada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.8

Menurut William I. Gorden, komunikasi memiliki empat fungsi, yakni komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental. Berikut penjabarannya :

8

(27)

1) Fungsi komunikasi sosial, komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain dengan memupuk hubungan dengan orang lain. 2) Fungsi komunikasi ekspresif, komunikasi menjadi instrument dalam

menyampaikan perasaan (emosi).

3) Fungsi komunikasi ritual, biasanya dilakukan secara kolektif. Mereka berpartisipasi dalam bentuk komuniaksi ritual untuk menegaskan komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, atau negara mereka. 4) Fungsi komunikasi instrumental, fungsi ini menginformasikan, mengajar,

mendorong, mengubah sikap, menggerakan tindakan, dan juga menghibur.9 Sean MacBride juga memberikan pandangannya tentang fungsi komunikasi. Menurutnya, komunikasi punya fungsi yang jauh lebih banyak dari yang sebelumnya diungkapkan William. Menurut MacBride, setidaknya komunikasi memiliki delapan fungsi, yang terdiri dari :

1) Informasi, yakni pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar yang memberikan pengaruh terhadap lingkungan, serta mengambil keputusan dengan tepat. 2) Sosialisasi, yakni penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan

orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif dan membuat dia sadar akan fungsi sosialnya, sehingga ia dapat aktif di masyarakat.

9

(28)

3) Motivasi, yakni menjelaskan tujuan masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, serta mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan yang dikejar bersama.

4) Perdebatan dan diskusi, yakni menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyedakan bukti-bukti yang relevan sesuai kebutuhan masyarakat umum dengan tujuan agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

5) Pendidikan, yakni pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mengembangkan intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

6) Memajukan kebudayaan, yakni penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, membangun imajinasi, serta mendorong kreativitas seseorang sesuai kebutuhan estetikanya.

7) Hiburan, yakni penyebarluasan simbol, sinyal, suara, dan citra dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, komedi, olah raga, dan lain sebagainya untuk kesenangan.

(29)

2.1.4 Jenis Komunikasi

Banyak pakar komunikasi mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Sama halnya dengan definisi komunikasi, konteks atau jenis komunikasi juga banyak didefinisikan secara berbeda-beda. Menurut Verderber misalnya, konteks komunikasi terdiri dari konteks fisik, konteks sosial, konteks historis, konteks psikologis, dan konteks kultural.

Sementara itu, G.R. Miller membagi komunikasi menjadi enam kategori. Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteks atau tingkatanya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Enam kategori tersebut terdiri dari, komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Keenam kategori ini yang sering dipahami sebagai jenis-jenis komunikasi yang absolut. 10

2.2Komunikasi Kelompok

2.2.1 Definisi Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga orang bahkan lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif di antara para anggotanya. Intensitas hubungan di antara mereka merupakan persyaratan utama yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok tersebut. Kelompok juga memiliki tujuan dan aturan yang dibuat sendiri dan merupakan kontribusi arus

10

(30)

informasi di antara para anggota sehingga mampu menciptakan atribut kelompok sebagai identitas yang khas yang melekat pada kelompok tersebut.11

Menurut Deddy Mulyana, dalam buku berjudul Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, kelompok didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama (adanya hubungan saling berketergantungan), mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.

Bentuk kelompok sangat bermacam-macam. Mulai dari keluarga, tetangga, kawan-kawan, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengan melakukan rapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil, jadi bersifat tatap muka. Umpan balik dari seorang peserta dalam komunikasi kelompok masih bisa diidentifikasi dan ditanggapi langsung oleh peserta lainnya.

Komunikasi kelompok memfokuskan pembahasannya pada interaksi di antara orang-orang dalam kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antarpribadi.12 Kelompok merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dengan kehidupan kita, karena kelompok memungkinkan kita dapat berbagi informasi, pegalaman, dan pengetahuan dengan anggota kelompok yang lain.

11

Burhan Bungin. 2006. Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Kencana. Jakarta. hlm. 266.

12

(31)

2.2.2 Fungsi Komunikasi Kelompok

Keberadaan suatu kelompok ditandai dengan adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok, dan para anggota kelompok itu sendiri. Berikut adalah fungsi-fungsi tersebut.13

1) Fungsi hubungan sosial, yakni bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di antara para anggotanya. 2) Fungsi pendidikan, yakni bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun

informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan. Fungsi ini akan sangat efektif jika setiap anggota membawa pengetahuan yang bermanfaat bagi kelompoknya.

3) Fungsi persuasi, yakni bagaimana seorang anggota kelompok mempersuasi anggota kelompok lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 4) Fungsi pemecahan masalah, yakni pemecahan masalah berkaitan dengan

penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya, sedangkan pembuat keputusan berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi.

5) Fungsi terapi, yakni objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya. Individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus.

13

(32)

2.3Kohesivitas

2.3.1 Definisi Kohesivitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III tahun 2008, kohesi diartikan sebagai kekuatan tarik-menarik di antara molekul-molekul dalam suatu benda. Sedangkan dalam perspektif sosial, kohesi berarti hubungan yang erat; perpaduan yang kukuh; melekat satu sama lain, dan padu. Secara singkat kohesivitas bias diartikan sebagai kekompakkan, soliditas, yang terangkum dalam sebuah kesatuan.

2.3.2 Kohesivitas Kelompok

Menurut Collins dan Raven, kohesivitas kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegah meninggalkan kelompok. Kohesivitas kelompok merupakan suatu keadaan di mana kelompok memiliki solidaritas tinggi, saling bekerja sama dengan baik, dan memiliki komitmen bersama yang kuat untuk mencapai tujuan kelompok sehingga anggota kelompoknya merasa puas. 14 Dalam kelompok yang kohesif anggotanya mempersepsi anggota kelompok yang lain secara positif sehingga konflik dan pertentangan selalu diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Menurut McDavid dan Harari, kohesivitas suatu kelompok dapat diukur dari (1) keterikatan anggota secara interpersonal pada satu sama lain, (2) ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok, dan (3) sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan

14

(33)

personalnya. Kelompok yang sangat kohesif mempunyai suasana yang mempertinggi umpan balik, dan arena itu mendorong komunikasi yang lebih efektif.

―Kohesivitas yang dibangun dengan komunikasi sangat berpengaruh pada tingkah laku anggota kelompok. Semakin tinggi intensitas komunikasi dalam kelompok akan membuat semakin tinggi soliditas dan keterpaduan. Tingginya tingkat soliditas dan keterpaduan kelompok juga akan membuat semakin tinggi pula rasa saling memiliki antara anggota kelompok.15 Kohesivitas merupakan kekuatan yang saling tarik menarik di antara anggota-anggota kelompok. Ibaratnya, sepiring nasi di antara butir-butirnya saling melekat.‖16

Berikut adalah faktor-faktor yang menentukan kohesivitas kelompok menurut McDavid dan Harari :

1) Perilaku normatif yang kuat ketika individu diidentifikasikan ke dalam kelompok yang diikuti.

2) Lamanya menjadi anggota kelompok.semakin lama seseorang menjadi anggota kelompok akan memperlihatkan sifat kooperatif dan solidaritas yang tinggi.

Pakar lainnya menyatakan bahwa kohesi kelompok merupakan keadaan dimana para anggota kelompok saling menyukai dan saling mencintai satu sama lain. Kohesi merupakan rasa tertarik di antara para anggota.17 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kesamaan sikap, nilai-nilai, sifat-sifat pribadi serta demografis dapat mempengaruhi tingginya kohesi yang ada dalam kelompok yang bersangkutan.

15

Ibid, hlm 346.

16

Wiryanto. 2008, Pengantar Ilmu Komunikasi, Grasindo, Jakarta, hlm 50.

17

(34)

2.4Suporter

Istilah ―penonton‖, secara harfiah berasal dari awalan pe- dan kata kerja

tonton dalam bahasa Indonesia. Awalan pe- dalam hal ini berarti orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan kata kerja. Bila kata kerjanya tonton, maka penonton berarti orang yang menyaksikan suatu pertunjukan atau tontonan.

Sementara itu menurut akar katanya, kata ―suporter ― berasal dari kata

kerja dalam bahasa Inggris to support dan akhiran –er. To support artinya mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku. Jadi suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan.

Penonton adalah orang yang melihat atau menyaksikan pertandingan sepak bola, sehingga bersifat pasif. Sedangkan suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di lingkungan sepak bola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim.18

2.5The Jakmania

The Jakmania berdiri sejak Ligina IV, tepatnya 19 Desember 1997. Markas dan sekretariat The Jakmania berada di Stadion Menteng, Jakarta Pusat. Selasa dan Jumat merupakan rutinitas The Jakmania untuk kumpul bersama guna memberikan laporan perkembangan The Jakmania. Kegiatan ini sangat didukung oleh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso. Sebagai pembina Persija, memang Bang

18

Lihat : Perbedaan Istilah antara Penonton dan Suporter Sepak bola.

(35)

Yos (sapaan akrabnya) sangat menyukai sepak bola. Ia ingin sekali membangkitkan kembali sepak bola Jakarta yang telah lama hilang.

Pada awalnya, anggota The Jakmania hanya sekitar 100 orang, dengan pengurus sebanyak 40 orang. Ketika dibentuk, dipilihlah figur yang dikenal di mata masyarakat. Gugun Gondrong merupakan sosok paling ideal saat itu. Meski dari kalangan selebritis, Gugun tidak ingin diberlakukan berlebihan, ia ingin merasa sama dengan yang lain.

Pengurus The Jakmania waktu itu akhirnya membuat lambang sebuah tangan dengan jari berbentuk huruf ―J‖. Ide ini berasal dari Edi Supatmo, yang

waktu itu menjadi Humas Persija. Hingga sekarang, lambang itu masih dipertahankan dan selalu diperagakan sebagai simbol jati diri Jakmania. Hingga kini The Jakmania terdiri dari hampir 7200 anggota yang tersebar di seluruh Indonesia.19

The Jakmania saat ini dipimpin oleh Larico Ranggamone. Larico merupakan Ketua Umum The Jakmania periode 2012-2014. Sebelumnya, Larico juga sempat memimpin Jakmania pada periode 2010-2012. Larico kembali terpilih untuk memimpin Jakmania pada Musyawarah Besar II di GOR Ragunan, Sabtu, 19 Januari 2012.20

Pada Mubes tersebut, Larico bertarung dengan lima calon lainnya untuk memperebutkan kursi nomor satu di The Jakmania, yakni Richard Ahmad, Suryadi, Agung, Faisal Kamarullah, dan Aples. Setelah melalui verifikasi oleh

19

Lihat : Sejarah The Jakmania, http/jakmania.org/organisasi/sejarah. Akses tanggal 20 April 2012.

20

(36)

komisi pemilihan, dua nama calon terakhir dianggap gugur karena tidak memenuhi syarat, yakni tidak dipilih oleh tiga korwil.

Maka, majulah empat calon, yakni Larico Ranggamone, Richard Ahmad, Suryadi, Agung. Putaran pertama menggunakan sistem blok, dimana dari 52 korwil yang saat ini ada, 47 korwil yang hadir dalam mubes dan memiliki hak suara, selanjutnya maju ke putaran kedua. Larico melaju mulus setelah mendapat 21 suara, ditemani oleh Agung dengan 15 suara, disusul Richard dengan 7 suara, dan Suryadi 4 suara.

Larico memastikan diri terpilih sebagai Ketua Umum The Jakmania periode 2012-2014 setelah mampu meraup 10 tambahan suara, dengan total mengumpulkan 31 suara. Agung harus puas dengan 16 suara. Setelah terpilih, Larico menyatakan kesiapannya untuk memajukan organisasi The Jakmania. Namun, dia tidak bisa bekerja sendiri dan meminta semua pihak membantu kerjanya.

2.6Teori Berpikir Kelompok

Teori Berpikir Kelompok (groupthink) lahir dari penelitian yang dilakukan oleh Irvin L Janis. Groupthink menunjukkan suatu metode berpikir sekelompok orang yang kohesif (solid) untuk mencapai kata mufakat. Menurut teori ini, proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, dilakukan oleh anggota-anggotanya yang selalu berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi.21

21

(37)

Selanjutnya, Janis menjelaskan bahwa kelompok yang sangat kohesif biasanya terlalu banyak menyimpan atau menginvestasikan energi untuk memelihara niat baik dalam kelompk ini. Sehingga sering mengorbankan pembuatan keputusan yang baik dari proses tersebut. Groupthink juga dapat didefinisikan sebagai suatu situasi dalam proses pengambilan keputusan yang menunjukkan timbulnya kemerosotan efesiensi mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok.22

Pada teori ini, disebutkan bahwa dalam kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi, maka para anggotanya akan lebih antusias dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Para anggota juga merasa dimampukan untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan. Akan tetapi, biasanya anggota kelompok tidak bersedia untuk mengemukakan keberatan mereka mengenai solusi yang diambil. Sebab, pemikirian kolektif ini selalu mementingkan hubungan yang tetap baik, tetap bersatu, memiliki semangat kebersamaan, dan memiliki kohesivitas tinggi.

Anggota-anggota kelompok sering kali terlibat di dalam sebuah gaya pertimbangan dimana pencarian konsensus lebih diutamakan dibandingkan dengan pertimbangan akal sehat. Kelompok yang memiliki kemiripan antar anggotanya dan memiliki hubungan baik satu sama lain, cenderung gagal menyadari akan adanya pendapat yang berlawanan. Mereka menekan konflik hanya agar dapat bergaul dengan baik antar anggota. Lahirnya konsep groupthink

juga didorong oleh kajian secara mendalam mengenai komunikasi kelompok yang

22

(38)

telah dikembangkan oleh Raimond Cattel.23

Melalui penelitiannya, ia memfokuskannya pada keperibadian kelompok sebagai tahap awal.

Teori yang dibangun menunjukkan bahwa terdapat pola-pola tetap dari perilaku kelompok yang dapat diprediksi, yaitu:

1) Sifat-sifat dari kepribadian kelompok 2) Struktural internal hubungan antar anggota 3) Sifat keanggotaan kelompok.

Akan tetapi, temuan teoritis tersebut masih belum mampu memberikan jawaban atas suatu pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh hubungan antar pribadi dalam kelompok. Hal inilah yang memunculkan suatu hipotesis dari Janis untuk menguji beberapa kasus terperinci yang ikut memfasilitasi keputusan-keputusan yang dibuat kelompok.

Hasil pengujian yang dilakukan Janis menunjukkan bahwa terdapat suatu kondisi yang mengarah pada munculnya kepuasan kelompok yang baik. Menurut Janis, asumsi penting dari groupthink adalah:

1) Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang menunjukkan kohesivitas tinggi.

2) Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang menyatu. 3) Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali bersifat

kompleks.

23

(39)

Ilustrasi Janis selanjutnya mengungkapkan kondisi nyata suatu kelompok yang dihinggapi oleh pikiran kelompok, yaitu dengan menunjukkan delapan gejala perilaku kelompok, yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Persepsi yang keliru (illusions), bahwa ada keyakinan kalau kelompok tidak akan terkalahkan.

2) Rasionalitas kolektif, dengan cara membenarkan hal-hal yang salah sebagai seakan-akan masuk akal.

3) Percaya pada moralitas terpendam yang ada dalam diri kelompok. 4) Streotip terhadap kelompok lain (menganggap buruk kelompok lain).

5) Tekanan langsung pada anggota yang pendapatnya berbeda dari pendapat kelompok.

6) Sensor diri sendiri terhadap penyimpangan dari sensus kelompok. 7) Ilusi bahwa semua anggota kelompok sepakat dan bersuara bulat.

8) Otomatis menjaga mental untuk mencegah atau menyaring informasi-informasi yang tidak mendukung, hal ini dilakukan oleh para penjaga pikiran kelompok.

(40)

mencapai kebulatan suara, meskipun pada dasarnya ada di antara kelompok yang tidak mendukung.

2.7Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memulai penelitian dengan memahami masalah yang akan diangkat, yaitu bagaimana pola komuninaki kelompok diterapkan dalam membentuk kohesivitas. Dari inti masalah tersebut, peneliti mulai mengembangkan penelitian ini dengan mengidentifikasi masalah dalam bentuk poin-poin pertanyaan.

Setelah poin-poin identifikasi dibuat, peneliti mulai menghubungkan masalah yang diangkat dalam penelitian ini dengan teori dalam kajian ilmu komunikasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori berpikir kelompok karya Irvin L. Janis. Teori berpikir kelompok dirasa cocok dengan masalah yang akan peneliti angkat dalam penelitian sederhana ini. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, teori ini menjelaskan bagaimana hubungan kohesivitas dengan sejumlah komponen pembentuknya, slah satunya adalah komunikasi.

Dari teori berpikir kelompok, peneliti menemukan sejumlah indikator penting yang berhubungan erat dengan poin-poin pertanyaan yang tertera di identifikasi masalah pada bab dua. Indikator-indikator tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yaitu indikator komunikasi dan indikator kohesivitas.

(41)

membangun antusiasme yang tinggi dari seluruh anggota, dan komunikasi di antara para anggota berlangsung dengan intensitas yang tinggi.

Sementara itu, indikator dan konsep kohesivitas terdiri dari terjalinnya hubungan yang sangat baik antar anggota, seluruh anggota selalu mengutamakan konsensus, pola piker para anggota kelompok menjadi tidak kritis, soliditas terbangun dengan sangat kuat, dan menghasilkan kepuasan kelompok.

(42)

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Hipotesis Kerja :

1. Komunikasi Kelompok Berperan dalam Membentuk Kohesivitas Kelompok 2. Komunikasi Kelompok Tidak

Berperan dalam Membentuk Kohesivitas Kelompok

Komunikasi Kelompok Suporter Bola dalam Membentuk Kohesivitas

(Studi Kasus pada The Jakmania UNJ)

Teori Berpikir Kelompok

Komunikasi

Komunikasi sangat kompleks Efektif

Antusiasme Tinggi Intensif

Kohesivitas

Terjalin hubungan sangat baik Mengutamakan consensus

(43)

2.8Penelitian Sebelumnya

Danariansari Lilis Marpaung Indra Sopyan Tulus Muliawan

Universitas Sumatera Utara Sumatera Utara Unikom

(44)
(45)
(46)

32

3.1Paradigma Post Positivistik

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan Post Positivistik sebagai cara pandang sebuah realitas. Post positivistik merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan dari positivistik, yang selalu menekankan pemikiran yang objektif. Cara pandang ini banyak berlawanan dengan positivistik, yang menilai bahwa dalam sebuah penelitian peneliti harus menjaga jarak dengan informan. Dalam post positivistik, peneliti justru harus berhubungan langsung bahkan menjadi bagian dari objek penelitian untuk mengungkap kebenaran sebuah fenomena.Oleh karena itu, hubungan antara peneliti dengan infornan harus interaktif, dengan catatn bahwa peneliti harus bertindak senetral mungkin agar tingkat subjektivitas bisa ditekan seminim mungkin.

Paradigma post positivistik didasari oleh cara pandang Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher, yang lebih dikenal dengan fenomenologi. Pandangan ini berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak sejumlah orang, ayng dibayangkan atau dipikirkan oleh orang-orang itu sendiri. 24Fenomenologis juga merujuk pada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial.

24

(47)

3.2Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan pendekatan kualitatif, Hal ini didasarkan pada rumusan yang muncul dalam penelitian ini menuntut peneliti untuk melakukan berbagai aktivitas dalam rangka menjelaskan dan memahami fokus pada penelitian ini. Menurut Jane Ricjie, penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.25

Denzim dan Lincoln menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.26 Peneliti sengaja memilih metode deskriptif ini dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara jelas tentang pola komunikasi yang dilakukan anggota The Jakmania UNJ dalam membentuk kohesivitas kelompok.

Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, akurat tentang fakta dan sifat populasi atau objek tertentu.27 Metode deskriptif merupakan metode penelitian dengan penafsiran data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, rekaman video, dokumen pribadi, atau dokumen lainnya.28

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, 2006, hlm 59.

28

(48)

3.3Teknik Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan teknik studi kasus terhadap kelompok suporter The The Jakmania UNJ. Studi kasusadalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data yang bisa digunkan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komperhensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, peristiwa, atau organisasi secara sistematis. Dalam penelitian ini, periset dapat menggunakan berbagai teknik pengumpulan data seperti wawancara mendalam, observasi partisipan, studi dokumentasi, kuesioner, rekaman, serta bukti-bukti fisik lainnya.29

Robert K. Yin memberikan batasan mengenai metode studi kasus sebagai riset yang meneliti fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, ketika batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak jelas, dan di mana multisumber bukti dimanfaatkan. Multisumber bukti ini diperoleh dari penggunaan berbagai instrument pengumpulan data.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hal ini didasarkan pada pentingnya ketiga teknik tersebut dalam membantu peneliti dalam meneliti masalah ini.

Menurut Lincoln dan Guba, tujuan wawancara adalah untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,

29

(49)

tuntutan, memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain.30

Selain wawancara, peneliti juga menggunakan observasi dalam upaya pengumpulan data pada penelitian ini. Yang diamati dalam prosses ini adalah interaksi diantara subjek yang diriset. Keunggulan metode ini adalah data yang dikumpulkan dalam dua bentuk, yaitu interaksi dan percakapan. Ini meliputi apa saja yang dilakukan, perbincangan apa saja yang dilakukan termasuk benda apa saja yang mereka gunakan dalam kegiatan sehari-hari.31

Teknik terakhir dalam pengumpulan data ini adalah studi dokumentasi. Dokumentasi di dapat dari berita-berita di surat kabar dan dokumen pribadi kelompok. Peneliti memilih teknik ini untuk mendapatkan informasi guna mendukung analisis data. Berikut penjabaran ketiga metode tersebut :

1) Wawancara

Wawancara digunakan sebagai salah satu teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari informan.

Menurut Susan Stainback, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam mengintepretasikan situasi dan fenomena yang terjadi dengan wawancara, dimana hal ini tidak bisa ditemukan dengan observasi.32 Esterberg membagi macam-macam wawancara menjadi tiga jenis,

30

Lexy J. Moleong. op. cit. hlm 186.

31

Rachmat Kriyantono. op. cit. hlm 108.

32

(50)

yaitu wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur, dan wawancara tidak berstruktur. Berikut penjabarannya :

a. Wawancara terstruktur, yakni peneliti sudah mempersiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, lalu pengumpul data mencatatnya. Dengan metode ini, wawancara dapat dilakukan oleh beberapa orang yang berbeda.

b. Wawancara semiterstruktur, yakni jenis wawancara yang sudah termasuk

in-depth interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.

c. Wawancara tidak berstruktur, yakni wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. Pedoman wawancara yang dihgunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara terstruktur. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, peneliti sudah mempersiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Informsn diberi pertanyaan yang sama, lalu peneliti mencatatnya. Peneliti juga menambahkan sejumlah pertanyaan yang sifatnya spontan, berdasarkan jawaban dari informan. Istilah ini biasa disebut probing.

2) Observasi

(51)

sebuah situasi social dan makna dari perilaku tersebut.33 Selanjutnya Sanafiah Faisal (1990) membagi observasi kedalam beberapa kelompok, di antaranya adalah :

a. Observasi partisipatif, yaitu peneliti terlibat langsung dalam keseharian objek penelitian yang sedang diamati. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut merasakan apa yang dilakukan oleh objek penelitian. Dengan cara ini, data yang diperoleh di lapngan akan lebih lengkap.

b. Observasi terang-terangan dan samar-samar, yaitu peneliti menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang atau akan melakukan penelitian. Jadi, mereka yang diteliti mengetahui dari awal sampai akhir bahwa mereka sedang diteliti.

c. Observasi tidak terstruktur, yaitu observasi yang dilakukan secara tidak bertruktur karena fokus penelitian belum jelas. Fokus observasi kemudian akan berkembang seiring berjalannya waktu.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi partisipatif. Namun, dalam hal ini peneliti ada di kategori pasif. Maksudnya, peneliti terlibat langsung dalam keseharian objek penelitian yang sedang diamati, akan tetapi peneliti tidak sepenuhnya terlibat langsung dalam kegiatan tersebut.

3) Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi banyak digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggali data-data masa lampau secara sistematis dan objektif. Studi dokumentasi juga turut melengkapi metode pengumpulan data lainnya seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu observasi dan wawancara. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan intepretasi data.

33

(52)

3.5Informan Penelitian

Dalam suatu penelitian, diperlukan data-data dari sumber tertentu yang sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menjadikan beberapa anggota The Jakmania UNJ sebagai informan utama, dan seorang informan pendukung. Mereka diantaranya adalah :

1) Informan kunci : Agung Nugroho, salah seorang anggota senior The Jakmania UNJ yang masih aktif. Agung menjadi salah satu sosok penting dalam membangun kembali komunitas The Jakmania UNJ yang sempat vakum selama beberapa waktu.

2) Informan pendukung : Ahmad Ian Fachrizal (Ketua The Jakmania UNJ), beserta dua anggota The Jakmania UNJ yang telah bergabung sebagai suporter selama dua tahun, yaitu, Eko Ramdhani dan Naufal Fadhlan.

3.6Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang akan diceritakan kepada orang lain.34

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan terhadap data yang terdapat di lapangan. Proses analisis data dari hasil observasi dan wawancara ini dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya proses pengumpulan data dan setelah selesai

34

(53)

pengumpulan data dalam suatu periode tertentu. Tujuannya, agar tidak ada data yang ambigu atau yang tertinggal. Peneliti berharap, cara ini dapat menghasilkan analisis yang akurat.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif model Miles dan Haberman. Analisis ini dilakukan berdasarkan pada penelitian lapangan. Miles dan Haberman mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Model interaksi dalam analisis data kualitatif dipakai untuk menganalisis data selama di lapangan.35

Miles dan haberman juga membagi aktivitas analisis data ke dalam tiga bagian yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan atau verivikasi. Berikut penjelasannya :

1) Reduksi data, yaitu upaya untuk mengelompokkkan data yang diperoleh di lapangan ke dalam suatu kelas-kelas yang lebih spesifik. Semakin lama peneliti berada di lapangan, akan semakin banyak pula data yang diperoleh. Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, mencari hal-hal penting, lalu dicari tema dan polanya.dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakuak pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya lagi bila diperlukan.

35

(54)

2) Penyajian data, dalam penelitian kualitatif biasanya para penbeliti menyajikan data dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Penyajian data ini dilakukan untuk memudahkan pembaca memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.selain dengan cara naratif, penyajian data juga bias dilakukan dengan menambahkan grafik, bagan, atau matrik.

3) kesimpulan atau verivikasi, merupakan temuan baru yang seebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih samar sehingga menjadi jelas. Bentuknya dapat berupa hubungan kausal (sebab - akibat) atau interaktif, hipotesis, atau bias juga teori.

3.7Uji Validitas Data

Dalam metode penelitian kualitatif, hasil temuan atau data yang diperoleh peneliti dapat dinyatakan valid apabila hasil temuan atau data yang diperoleh sesuai dengan temuan atau data yang sebenarnya terjadi pada objek yang diteliti. Demikian juga dengan penelitian mengenai komunikasi kelompok yang peneliti lakukan ini. Penelitian ini dianggap valid apabila hasil temuan yang diperoleh peneliti sesuai atau sama dengan yang sebenarnya terjadi pada objek penelitian. Untuk itu diperlukan uji validitas data.

(55)

dalam melakukan triangulasi data adalah dengan triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu.

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara memeriksa data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sementara triangulasi teknik dilakukan dengan cara memeriksa data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu peneliti wajib memeriksanya dengan observasi. Yang ketiga adalah triangulasi waktu, cara kerjanya seperti ini, data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara pada pagi hari, saat narasumber masih segar dan belum punya masalah, wajib diuji ulang dengan teknik dan waktu yang berbeda untuk memastikan kredibilitas data. Jika hasilnya belum cocok, maka harus terus menerus diulang sampai hasilnya bisa masuk dalam kategori kredibel.

(56)

3.8Lokasi dan Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di beberapa tempat, di antaranya di Bekasi, Jawa Barat dan di markas suporter The Jakmania UNJ, yang berada di lingkungan kampus UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur. Waktu penelitian ini dimulai dari awal April 2013. Penelitian ini kemudia berakhir pada akhir September 2013. Seperti penelitian pada umumnya, penelitian ini dilakukan dimulai dari penyusunan latar belakang penelitian, pemilihan informan, observasi, wawancara, pengambilan data penelitian, sampai dengan penyelesaian penelitian. Berikut adalah perincian waktu penelitian, yang disampaikan dalam bentuk pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.1

Jadwal Penelitian

Bulan

No. Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September Oktober

1. Pra Riset

2. Pengajuan judul

3. Bab I, II, dan III

4. Sidang Outline

5. Riset Lapangan

6. Bab IV

7. Bab V

8. Acc Bab IV dan V

(57)

44

4.1Deskripsi Obyek Penelitian

Pada dasarnya, setiap kelompok menginginkan adanya kesamaan pandangan dan tujuan di antara para anggotanya. Salah satu jalan untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui komunikasi. Komunikasi punya peran yang sangat besar sebagai salah satu cara untuk mengekspresikan pendapat, agar keinginan dan harapan setiap anggota termasuk ketua kelompok bisa tercapai.

Kendati demikian, tidak semua bentuk komunikasi bisa mewujudkan keinginan dan harapan para anggota. Salah satu cara terbaik dalam mewujudkan keinginan dan harapan itu adalah dengan menerapkan pola komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif kerap didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi pengertian antara komunikator dan komunikan, menimbulkan kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang semakin baik, dan perubahan perilaku.36

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi yang efektif akan membuat pesan yang ingin disampaikan komunikator dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka pesan yang ingin disampaikan setiap anggota atau pemimpin kelompok The Jakmania UNJ bisa sampai dengan baik kepada komunikan dan memberikan pengaruh atau respon terhadap pesan yang disampaikan.

36

(58)

4.1.1 The Jakmania UNJ

Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pembahasan pada kelompok suporter The Jakmania UNJ. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, The Jakmania UNJ merupakan salah satu bagian kecil dari keluarga besar The Jakmania. The Jakmania UNJ dipilih sebagai obyek penelitian karena memiliki kriteria yang sejalan dengan maksud penelitian ini, yaitu mengungkap cara berkomunikasi untuk menyatukan perbedaan karakter dan latar belakang anggota menjadi satu kesatuan yang kohesif. Selajutnya, kata ―kohesif‖ dalam penelitian

ini akan lebih sering ditulis sebagai solid.

The Jakmania UNJ lahir pada awal 2000-an. Kelompok ini awalnya terdiri satu-dua orang yang memiliki kecintaan yang sama terhadap klub Persija. Karena memiliki hasrat untuk memperbanyak anggota kelompok suporter pecinta Persija, Budi Prasetyo alias Bepe, salah satu pecinta Persija di UNJ mencari rekan-rekan mahasiswa lainnya yang memiliki kecintaan yang sama terhadap Persija untuk bergabung membentuk komunitas khusus pecinta Persija. Salah satu rekan dekat Bepe yang ikut mendampingi membangun komunitas The Jakmania UNJ adalah Bayu Oktara atau akrab disapa Nero. Keduanya bekerja sama mencari pengikut untuk membangun komunitas pecinta Persija bernama The Jakmania UNJ.

(59)

sekaligus bertatap muka. Di luar itu, mereka cenderung menjalani kegiatan masing-masing.

Komunitas The Jakmania UNJ mulai berkembang semakin pesat saat dipimpin oleh Erwin Tri Laksmana pada 2004. Anggota kelompok menjadi semakin banyak dan struktur organisasi diperjelas. Namun, meski struktur mulai jelas, komunitas ini sempat mengalami vakum selama beberapa tahun karena Erwin meninggalkan komunitas. Erwin terpaksa meninggalkan kelompok karena harus menyelesaikan skripsinya. Akibatnya, para anggota The Jakmania UNJ pergi meninggalkan kelompok.

Setelah sempat vakum selama beberapa tahun, The Jakmania UNJ kembali bangkit. Feri Hendrawan menjadi inisiator bangkitnya The Jakmania UNJ pada 2009. Sejak saat itu, komunitas ini berjalan dengan stabil dan semakin banyak memiliki anggota. Perkembangan komunitas ini semakin pesat di bawah kepemimpinan Ahmad Ian Fachrizal. Mahasiswa jurusan Matematika angkatan 2011 itu terpilih menjadi ketua periode 2013-2014 pada hari ulang tahun The Jakmania ke-13 yang jatuh pada 3 Maret 2013. Ia terpilih lewat pemungutan suara yang dilakukan di Kedai Kopi Rawamangun, Jakarta Timur, bersamaan dengan kegiatan nonton bareng Persija melawan Persib Bandung.

(60)

komunitas atau paguyuban The Jakmania yang beranggotakan komunitas-komunitas pecinta Persija di kalangan Mahasiswa.

Penelitian di lapangan ini dilakukan selama kurang lebih tiga bulan, terhitung sejak Juli s.d September 2013, di Jakarta dan Bekasi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab tiga, untuk lebih memahami pola komunikasi dalam kelompok, peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi dalam pengumpulan data. Sebagai tambahan, peneliti juga mempelajari dokumentasi dari sejumlah kabar di media massa. Wawancara ini dilakukan secara terpisah pada periode Juli s.d September. Langkah ini diambil untuk menggali informasi lebih dalam baik dari informan utama maupun informan pendukung.

Dengan cara tersebut, peneliti bisa mendapatkan gambaran lengkap serta mendeskripsikan pola komunikasi yang diterapkan The Jakmania UNJ dalam membangun soliditas kelompok. Dalam melakukan wawancara, peneliti terjun langsung ke lapangan dan berjumpa para anggota kelompok. Penulis melontarkan serangkaian pertanyaan yang sebelumnya telah dibuat. Peneliti juga menambahkan pertanyaan susulan atas jawaban dari informan guna memperkaya data penelitian. Selanjutnya, jawaban-jawaban dari para informan tersebut peneliti catat dengan cepat pada sebuah buku catatan. Peneliti menilai metode mencatat cepat sebagai cara terbaik untuk mendokumentasikan data penelitian.

(61)

melengkapi metode wawancara dengan merekam sejumlah hasil wawancara lewat telpon seluler. Cara itu dilakukan untuk mendukung metode mencatat cepat yang peneliti lakukan sebelumnya.

Selain melalui wawancara, peneliti juga melengkapi penelitian dengan observasi. Sama halnya dengan wawancara, kegiatan ini dilakukan untuk lebih memahami pola perilaku komunikasi dalam kelompok. Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan penelitian ini, mulai dari April s.d Oktober. Upaya ini diharapkan bisa menambah gambaran mengenai keseharian anggota dalam kelompok, baik itu dalam berkomunikasi maupun melakukan kegiatan sosial lainnya.

Dalam melakukan observasi, peneliti hadir langsung di tengah-tengah keseharian kelompok. Mulai dari berbincang biasa, hingga berdiskusi mengenai pembentukan agenda kegiatan. Akan tetapi, peneliti termasuk ke dalam metode observasi yang pasif karena tidak langsung bergabung dalam kelompok tersebut. Hampir mirip dengan metode wawancara, dalam melakukan observasi, peneliti juga mencatat hasil pengamatan ke dalam catatan singkat di buku catatan. Selain melalui wawancara dan observasi, peneliti juga melengkapi data lewat studi dokumentasi di media massa cetak maupun online.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Tabel 2.1
Tabel  3.1
Gambar 4.1 Lima macam jaringan komunikasi

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok sosial memiliki peran yang besar dalam membentuk modal sosial dalam masyarakat, dan salah satunya adalah kelompok arisan. Untuk membentuk itu, perlu upaya

berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen organisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kohesivitas kelompok dan. komunikasi interpersonal secara simultan

Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena

hal prestasi maupun eksistensi. 3) Kelompok UKM unit kegiatan seni, Klasik, Pandawa, Teater Kafe Ide. diharapkan mampu menjadi contoh bagi UKM lain yang

Peneliti mencoba mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah diperoleh dan hasil wawancara dengan informan dengan melakukan observasi langsung, peneliti dapat

Dilihat dari data yang sudah valid, hal tersebut sudah dapat menyimpulkan bahwa dari setiap butir pertanyaan untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh komunikasi orangtua

Kelompok sosial memiliki peran yang besar dalam membentuk modal sosial dalam masyarakat, dan salah satunya adalah kelompok arisan. Untuk membentuk itu, perlu upaya

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, peneliti menyimpulkan bahwa proses komunikasi pada diskusi kelompok beda budaya, menempatkan para partisipan murid