SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Hubungan Masyarakat Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh: KHIMATULLAH
NIM 6662111928
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
v
“HIDUP HANYA SEKALI HIDUPLAH YANG BERARTI”
“MAN JADDA WA JADDA”
Barang Siapa yang Bersungguh-sungguh Maka Dapatlah Dia
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada : kedua orangtuaku
tercinta yang telah tiada, kakak-kakak dan adikku tersayang
serta teman-teman tercinta dan juga kepada istriku yang
paling ku sayang dan pihak yang telah membantu
vi
Debus adalah suatu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa, kebal senjata tajam, kebal api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala dan lain-lain. Debus dikenal sejak abad ke 18, dan sebagai kesenian asli Banten. Kesenian debus adalah kesenian yang bergerak dan tumbuh di tiga daerah kabupaten yang ada di Banten yakni Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Lebak. Komunikasi adalah proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih lewat penggunaan simbol-simbol atau tanda-tanda. Dalam komunikasi transendental para partisipannya adalah manusia dan allah. Transendental secara bahasa dalam istilah filsafat berarti suatu yang tidak dialami tapi dapat diketahui, suatu pengalaman yang terbebas dari penomena namun berada dalam gugusan pengetahuan seseorang. Komunikasi yang melibatkan manusia dengan Tuhannya itulah yang sering disebut komunikasi transendental (Mulyana, 1999:49). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan studi deskritif. Menurut Dr. H. Furqan Padepokan Maung Pande merupakan perkumpulan perguruan Debus dari segala macam perguruan yang ada di Indonesia. Hasil dari penelitian ini, peneliti menemukan bentuk komunikasi transcendental pemain debus dengan cara tarekat islam. Tarekat bisa diartikan cara atau metode, jadi metode yang digunakan pemain debus Maung Pande dengan beribadah kepada allah bisa dalam bentuk shalat, puasa, dan dzikir. Silat atau bela diri menjadi cara pemain debus Maung Pande menempa kemampuannya dalam mencapai kekebalannya, Padepokan Maung Pande menggunakan aliran silat Tdjimande. Dalam Maung Pande khususnya punya cara lain dalam mempersiapkan diri sebagai pemain debus dengan meningkatkan keyakinannya kepada Allah dengan percaya atas pertolongan Allah sebagai penyelamat dan percaya bahwa atas segala sesuatu berpasrah hanya milik Allah.
vii
Debus is an art that demonstrates a remarkable human ability, immune to sharp weapons, immune to fire, drinking hard water, inserting objects into whole coconut, frying eggs in the head and others. Debus known since the 18th century, and as the original art of Banten. Debus art is an art that moves and grows in three districts of Banten is Serang, Pandeglang, and Lebak. Communication is the process of creating meaning between two or more people through the use of symbols or signs. In transcendental communication the participants are human and god. In Transcendental philosophy is language the term means something that is not experienced but it is known, an experience which is free from the phenomenon but are in clusters of one's knowledge. Communication involving humans with their God is often called transcendental communication (Mulyana, 1999: 49). This research uses qualitative research method with descriptive study. According to Dr. H. Furqan Padepokan Maung Pande is an association of Debus colleges from all kinds of institution in Indonesia. The results of this study, researchers found a form of transcendental communication players debus by way of Islamic tarekat. Tarekat can be interpreted way or method, so the method used debus player Maung Pande with worship to Allah can be in the form of prayer, fasting, and dhikr. Silat or martial arts become the way players debus Maung Pande forge his ability to achieve immunity, Padepokan Maung Pande using Tdjimande silat flow. In Maung Pande in particular has another way of preparing himself as a debus player by increasing his belief in God by believing in God's help as a savior and believing that all things are God-given.
viii
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Komunikasi Transendental Pemain Debus (Studi Deskriptif Padepokan Maung Pande), Penulisan skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk meraih kesarjanaan strata
satu (S1) Program Studi Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Humas, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang-Banten.
Perjuangan dan semangat yang tinggi akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik, guna menjadi syarat kelulusan dan pendidikan selama di universitas. Skripsi ini saya dedikasikan untuk semua orang yang terlibat selama saya mengenyam pendidikan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam penyampaian keberhasilan penulis untuk menyelesaikan penulisan ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak yang sangat berarti. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Pimpinan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos,. M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ix
5. Bapak Teguh Iman Prasetya, SE., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II, terimakasih atas waktu, kesempatan, kesabaran, bimbingan dan arahannya yang sangat berarti bagi penulis.
6. Ibu Uliviana Restu, S.Sos., M.I.Kom dan Bapak Ronny Yudhi Septa Priana, M.Si. selaku Dosen penguji yang telah memberikan penilaian terbaik dan terimakasih atas waktu dan kesempatannya.
7. Seluruh Dosen Fisip Untirta yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat menjadi ilmu yang bermanfaat.
8. Seluruh staf karyawan FISIP Untirta, terkhusu Ibu Nur yang melayani kepentingan penulis dalam berbagai hal untuk memperlancar jalannya perkuliahan dan penyusunan skripsi.
9. Abah Almarhum H. Ach. Matin Sy yang telah mendidik dan membesarkan serta Doanya yang senantiasa menuntun penulis hingga saat ini.
10.Mamah Almarhumah Hj. Yumyah yang telah memberikan kasih sayang dan Doa serta dukungannya kepada penulis hingga saat ini. 11.Adinda istriku Hanie Nur Aeni, S.I.kom yang telah mendukung serta
x
13.Kakak ipar Mia Herawati, Ahmad Zumri, Akhmad Fery Setiawan, dan Peri Sandi Huizche atas segala dukungan serta doanya.
14.Bapak Mertua H. Asep Soleh dan Adik ipar Ria Kuraesin yang memberikan Doa serta dukungan.
15.Alzasya Asdrie Rivaldie, Fahmi Ilhamullah, Teguh Nugraha, Friska Riama Tampubolon, Siti Roifatul Roihah, Febri Nurunnisa, Achmad Ramdani, Anindita P Suhendar, Fahmi Malik Akbar serta teman-teman seperjuangan lainnya.
16.Teman-teman mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Untirta.
17.Karyawan Visco Tailor yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah memberikan Doa serta dukungannya. 18.A. Ruli Hidayat yang menjadi partner bisnis serta memberikan
dukungan dan nasihat kepada penulis.
19.Niki Elam Pamungkas, Tb. Dicki dan Zemi Firdaus sahabat dari SMP yang hingga saat ini terjalin persahabatannya dan memberikan Doa serta dukungan.
xi
xii
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Identifikasi Masalah ... 9
1.4 Manfaat Teoritis ... 10
1.5 Manfaat Praktis ... 10
BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 11
xiii
2.2.1 Definisi Debus ... 21
2.2.2 Sejarah Debus ... 22
2.3 Kerangka Berfikir ... 25
2.4 Penelitian Sebelum ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30
3.1 Metodologi Penelitian ... 30
3.2 Paradigma Penelitian ... 31
3.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 32
3.4 Lokasi Penelitian ... 33
3.5 Fenomena Yang Diamati ... 33
3.5.1 Definisi Konsep ... 33
3.5.2 Definisi Operasional ... 34
3.6 Instrumen Penelitian ... 34
3.7 Informan Penelitian ... 35
3.8 Teknik Pengolahan Data ... 36
xiv
4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 43
4.2.1 Proses Ritual Debus ... 44
4.3 Profil Informan ... 50
4.3.1Profil Informan Kumci ... 50
4.3.2Profil Informan Pendukung ... 52
4.3 Pembahasan ... 54
4.4.1 Proses Komunikasi Transendental ... 55
4.4.2 Pertunjukan Debus ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
5.1 Kesimpulan ... 73
5.2 saran... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
LAMPIRAN ... 76
1.1 Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan kebutuhan dasar atau primer manusia. Komunikasi merupakan sarana interaksi antar manusia yang efektif. Dinyatakan berinteraksi jika mereka yang terlibat masing-masing melakukan aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi yang dilakukan oleh manusia disebut tindakan komunikasi. Tindakan komunikasi menyangkut perasaan, pikiran dan perbuatan manusia.
Sejak kita lahir dan selama hidupnya manusia akan selalu terlibat dalam tindakan-tindakan komunikasi. Tindakan komunikasi dapat terjadi dalam berbagai konteks kehidupan manusia dan sebagai makhluk sosial, kita perlu berhubugan, bergaul dengan sesama manusia lain. Itu merupakan sisi dinamis dari manusia. Hubungan yang dilakukan atau dijalin setiap saat merupakan kegiatan berkomunikasi. Dalam ilmu komunikasi dikenal dengan istilah komunikasi yang dilakukan antara manusia dengan Tuhannya, dalam ilmu komunikasl disebut komunikasi transendental dan komunikasi ini dalam istilah Islam dikenal dengan sebutan hablu minnallah dan habluminannas.
Menurut pensiunan Kepala Seksi Kebudayaan Kandepdikbud Kabupaten Serang, (Alm) Tb. A. Sastra Suganda, debus berasal dari kata tembus. Ada juga yang menyebutkan bahwa debus berasal dari kata gedebus, yaitu nama salah satu benda tajam yang digunakan dalam pertunjukan kekebalan tubuh. Benda tajam tersebut terbuat dari besi, dan digunakan untuk melukai diri sendiri. Oleh karena itu kata debus dapat diartikan sebagai tidak tembus.
Meskipun kata debus sangat akrab di kalangan penduduk Banten, bahkan Indonesia, namun asal usul dan arti dasar dari kata tersebut tidak dikenal secara luas. Bahkan para pemain debus sendiri banyak yang tidak mengetahui artinya. Bahkan debus sering dimaknai ―tembus‖, ―ora tembus‖, dan ―dada tembus‖, bahkan ada yang mengatakan bahwa debus itu kependekan dari ―Dzikiran, Batin
dan Salawat‖.
Kesenian debus merupakan bentuk kesenian yang dikombinasikan dengan seni tari, seni suara, seni teater dan seni kebatinan yang bernuansa magis. Kesenian debus biasannya dipertunjukkan sebagai pelengkap upacara adat, atau untuk hiburan masyarakat. Pertunjukan ini dimulai dengan pembukaan (gembung), yaitu oembacaan sholawat atau lantunan puji-pujian kepada Nabi Muhammad, dzikir kepada Allah, diiringi instrument tabuh selama tiga puluh menit.Acara selanjutnya adalah beluk, yaitu lantunan nyanyian dzikir dengan suara keras, melengking, bersahut-sahutan dengan iringan tetabuhan.
makan api, memasukan jarum kawat ke dalam lidah, kulit pipi dan anggota tubuh lainnya sampai tembus tanpa mengeluarkan darah, mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tapi dapat disembuhkan seketika itu juga hanya dengan mengusapnya, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulitnya tetap utuh. Selain itu, juga ada atraksi menggoreng kerupuk atau telur di atas kepala, membakar tubuh dengan api, menaiki atau menduduki tangga yang disusun dari golok yang sangat tajam, serta bergulingan di atas tumpukan kaca atau beling. Atraksi diakhiri dengan gemrung, yaitu permainan alat-alat music tetabuhan.
Kesenian yang satu ini dalam perkembangannya telah dikenal sampai ke dunia Internasional serta menjadi identitas kesenian khas masyarakat Banten. Ada beberapa versi yang menjelaskan tentang asal usul munculnya kesenian Debus di Banten. Di daerah lain ada juga kesenian seperti kesian Debus, dengan sebutan yang berbeda namun proses ritual dan pertunjukkannya hampir sama.
Kesenian debus adalah kesenian yang bergerak dan tumbuh di tiga daerah kabupaten yang ada di Banten yakni Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Lebak. Istilah debus sampai saat ini belum ditemui arti yang pasti. Namun menurut Almarhum Tb A. Sastrasuganda (dalam Aminudin, 1995:155) kata debus berasal dari kata ― tembus ― yakni alat yang tajam yang dapat menembus badan manusia.
Asal kata ini masuk akal mengingat alat-alat yang dipakai dalam permainan debus adalah senjata atau alat-alat yang tajam yang bisa melukai manusia seperti golok, parang, dan lain sebagainya. Debus sering dinamai pula dengan istilah Almadad (kekuatan) (Maman. 2004).
dalam perjalannya tidak terlepas dari pengaruh agama islam, maupun agama lainnya. Kesenian rakyat yang berkembang di Banten hingga sampai saat ini diantarannya adalah Debus.
Secara antropolgis dapat dikatakan bahwa menjadi sifat universal bagi pengalaman hidup umat manusia untuk mencari dan mengagumi keindahan (seni). Di dalam bahasa kesenian, manusia tidak berbicara dengan pikirannya, melainkan ia berkomunikasi langsung dengan perasaanya. Di dalam kesenian berpencarlah satu kegairahann kreasi yang spontan dari manusia. Dalam perkembangan sejarah kesenian, dikatakan Harsojo (1977: 260) bahwa ketika manusia masih hidup dalam kelompok-kelompok yang kecil yang hidup di daerah-daerah pedesaan dari pertanian yang tradisional, kesenian itu lebih mempunyai fungsi sosialnya. Dalam melakukan upacara-upacara kesenian memainkan peranan yang penting dan banyak orang ikut serta dalam kesenian itu.Kesenian ini disebut kesenian rakyat. Cirinya ialah bahwa nilai-nilai yang terjalin dalam kesenian itu merupakan refleksi dari cara hidup sehari-hari atau bersumber kepada mitos-mitos.
kitab-kitab Manaqib Abdul Qadir pada kesempatan tertentu telah menjadi bagian dari ritual keagamaan pada masyarakat. Pembacaan manaqib ini lazim dianggap berfaedah melindungi pembacanya terhadap segala bahaya, berkat keramahan Syekh Abdul Qadir.
Komunikasi adalah proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih lewat penggunaan simbol-simbol atau tanda-tanda. Dalam komunikasi transcendental para partisipannya adalah manusia dan allah.
Inti dari proses komunikasi adalah persepsi, yakni proses internal dengan mana manusia memilih, mengevaluasi, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari sekitarnya. Rangsangan tersebut bisa berbentuk lambing-lambang, tanda-tanda, atau kejadian-kejadian. Jika persepsi kita tidak akurat, tak mungkin komunikasi kita efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan tertentu dan mengabaikan yang lain, memberi makna tertentu pada pesan tersebut dan tidak memberi makna lain. Karena tidak ada dua manusia yang mempunyai pengalaman (dan rujukan nilai) yang persis sama, maka tidak ada dua manusia yang mempunyai persepsi sama terhadap suatu rangsangan.
Persepsi akurat yang dituntut dalam komunikasi yang efektif bukan saja persepsi terhadap objek diluar diri manusia, tapi juga persepsi terhadap dirinya sensiri. Dengan kata lain, komunikator yang efektif harus mengenal dirinya senidir, yakni siapa dirinya menurut pikirannya. Idealnya, konep diri kita menurut kita ini sesuai dengan konsep diri kita menurut orang lain.
komunikasi yang dilakukan atau yang terjadi antara manusia dengan Tuhannya. Jadi, partisipan dalam komunikasi transendental adalah Tuhan dan manusia.
Bagi umat muslim, cara mendekatkan diri pada Allah SWT tentu bermacam-macam, yaitu dengan shalat lima waktu, berpuasa, shalat sunat, berdzikir, menunaikan zakat, beribadah haji, infaq, sadaqah, dan lain-lain. Semua itu adalah bentuk ibadah, yang dilakukan oleh umat muslim untuk mencari ridlo Allah SWT. Ketika kita melakukan shalat sesungguhnya kita sedang melakukan komunikasi dengan Tuhan. Tuhan bertindak sebagai komunikan (penerima pesan) dan kita bertindak sebagai komunikator (pengirim pesan). Pada saat itu sebenamya tidak ada pembatas antara manusia dengan Allah SWT. Komunikasi langsung terjadi asal kita benar-benar punya keyakinan yang kuat bahwa Allah ada di hadapan kita sedang memperhatikan dan mendengar doa kita. Takbir, ruku, dan sujud adalah bentuk tawadhlu kita pada-Nya, memasrahkan seluruh jiwa dan raga kita pada Allah SWT.
Terkadang komunikasi transcendental juga disebut sebagai komunikasi ritual, komunikasi ritual dapat dikatakan sebuah proses dalam hal pemaknaan sebuah pesan melalui simbol-simbol, jika dilihat dari pengertiannya bahwa:
“Komunikasi Ritual dapat dimaknai sebagai proses pemaknaan pesan
sebuah kelompok terhadap aktifitas religi dan system kepercayaan yang dianutnnya. Dalam prosesnya selalu terjadi pemaknaan simbol-simbol tertentu yang menandakan terjadinya proses Komunikasi Ritual
tersebut. Dalam proses Komunikasi Ritual itu kerap terjadi persainggan dengan paham-paham kegamaan sakral yang kemudiaan ikut mewarnai
proses tersebut.” (Mulyana : 2005).
Permainan Debus yang dilakukan oleh masyarakat Banten, jika dicermati secara mendalam didalamnya terkandung nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama. Nilai itu adalah nilai religius.
Nilai religius tercermin dalam do‘a yang dipanjatkan oleh para pemain.
Do‘a tersebut bertujuan agar para pemain selalu di lindungi dan selalu
mendapatkan keselamatan dari Allah SWT selama menyelenggarakan permainan Debus, oleh karena itu kesenian Debus selalu berkaitan dengan Tradisi Islam. Istilah tradisi islam tidak secara langsung menunjukan bahwa hal tersebut sesuai dengan ajaran atau nilai-nilai keislaman, apalagi kalau itu dinilai secara fiqh. Meskipun itu tetap dinamakan tradisi islam tetapi sering di dalamnya terjadi kontroversi antara yang setuju bahwa hal tersebut sesuai dengan nilai-nilai islam ada juga yang menolaknya. Apalagi yang berkaitan dengan amalan-amalan yang terdapat dalam tradisi tarekat, banyak yang berpendapat bahwa hal itu tidak sessuai dengan yang dipesankan dalam Kitab Suci Al Quran.
Kesenian Debus sebagai kesenian di mana kita dapat memahami berbagai ajaran yang terkandung di dalamnya, seperti hubungan antar individu dalam kelompoknya, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Kesenian tersebut masih ada oleh karena adanya sebuah kepercayaan masyarakat serta kaitannya dengan kepentingan individual dalam arti kepuasan pribadi.
Debus seperti puasa, berdoa bahkan dengan melantunkan mantra yang dapat membuat pemain Debus mencapai kekebalannya.
Dengan mengetahui proses-proses ritual melalui komunikasi Transendental, bisa lebih mengatahui apa dasar proses ritual terlebih dahulu baik sebelum, pada saat, dan sesudah pertunjukan debus berlangsung, serta mengatahui pesan apa yang ada pada ritual tersebut sehingga proses ritual itu dapat dikatakan begitu syakral dan maknanya yang sangat dalam.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui “Komunikasi Transendental dalam Debus (Studi Deskriptif Pemain Debus Maung Pande di Pandeglang)”
1.2Perumusan Masalah
Pokok permasalahan yang diteliti adalah ―Bagaimana Latar Belakang
Kekebalan Pemain Debus Terhadap Benda Tajam Melalui Proses Komunikasi
Transendental dengan Studi Deskriptif”
1.3Identifikasi Penelitian
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimana Komunikasi Transendental pemain debus dengan proses ritual dalam sebuah pertunjukan Debus?
1.4Tujuan Penelitian
1. Mengetahui proses ritual melalui Komunikasi Transendental sebelum pertunjukkan pada pemain Debus.
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara spesifik, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui proses-proses ritual sebuah pertunjukan debus yang dilakukan oleh para pemain Debus, proses yang akan diteliti adalah proses ritual melalui komunikasi transendental, kesenian debus dekat dan kental akan hal-hal agamis dan mistis. Peneliti ingin mengungkap proses ritual melalui komunikasi transcendental yang dilakukan pemain kepada Tuhan dengan studi Deskriptif, dengan melalui proses-proses komunikasi transenden.
1.5.2 Manfaat Praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Komunikasi
Pengertian Komunikasi
Pengertian Komunikasi secara umum adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan atau informasi antara dua individu atau lebih dengan efektif sehingga dapat dipahami dengan mudah. Istilah komunikasi dalam bahasa inggris disebut communication, yang berasal dari kata communication atau communis yang memiliki arti sama atau sama yang memiliki makna pengertian bersama.
Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi menurut Wiliam I. Gorden yang dikutip dari buku Ilmu Komunikasi karya Deddy Mulyana. Ada empat fungsi komunikasi, yakni komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi intrumental. Fungsi suatu peristiwa komunikasi (communication event) tampaknya tidak sama sekali independen, melainkan berkaitan dengan fungsi fungsi lainnya, meskipun terdapat suatu fungsi yang dominan.
a. Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan komunikasi penting untuk membangun kosep diri kita, aktualisasidiri., untuk kelangsungan hidupa, untuk memperoleh kebahagian, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain.
b. Komunikasi Ekpresif
Perasaan-perassan tersebut dikomunikasikan terutama melalui pesan-pesan nonverbal.
c. Komunikasi Ritual
Erat kaitannya dengan komunikasi ekpresif adalah komunikasi ritula. Yang biasa dilakukan secara kolektif. Suatu komuntas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang hidup, yang disebut para ontropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun,
siraman, pernikahan hingga upacara kematian. d. Komunikasi Instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum; menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan kenyakinan, dan mengubah prilaku atau gerakan tindakan, dan juga menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang bertujuan memberitahuakan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginnginkan pendengar mempercayai bahwa fakta atu informasi yang disampaikan akurat dan layak diketahui. (2015:4-34)
Unsur-unsur Komunikasi
pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat dan atau hasil apa ? (Who? Says What? In Which Channel? To Whom? With What Effect?)(2007:6)
Penjelasan diatas sudah menjelaskan unsur-unsur yang ada pada komunikasi. Berikut adalah uraian unsur-unsur komunikasi menurut Lasswell pada 5 Unsur yaitu :
a. Sumber (source)
Nama lain dari sumber adalah sender, communicator, speaker, encoder, atau originator. Merupakan pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. b. Pesan (message)
Merupakan seperangkat symbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber (source).
c. Saluran (channel/media)
Merupakan alat yang digunakan sumber (source) untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran pun merujuk pada bentuk pesan dan cara penyajian pesan.
d. Penerima (receive)
e. Efek (effect)
Merupakan apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut.
Sifat-sifat Komunikasi
Sifat-sifat komuniksi menurut Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek adalah sebagai berikut:
a. Tatap Muka (face to Face)
Komunikasi yang dilakukan dengan cara bertemu langsung dengan teman bicara dimana dalam kegiatan komunikasi ini komunikan dan komunikator sling bertatap muka.
b. Bermedia (mediate)
Komunikasi yang dilakukan dengan cara menggunakan suatu media dimana berkaitan erat dengan penguasaan pengetahuan dan pengguanaan teknologi komunikasi. (2001:32)
2.1.2 Komunikasi Transendental
istilah agama diartikan suatu pengalaman mistik atau supernatural karenanya berada diluar jangkauan dunia materi. Memaknai komunikasi transcendental sebagai komunikasi antara manusia dengan tuhan yang terkait dengan bidang agama dan dianggap sebagai komunikasi ―gaib‖. Sekalipun dianggap sebagai komunikasi gaib, Mulyana
menggarisbawahi bahwa komunikasi transcendental merupakan hal penting bagi manusia karena melalui komunikasi ini seseorang yakin akan keberhasilannya dapat menentukan nasib, baik di dunia maupun akhirat.
Selain sisi historis, komunikasi transcendental dapat dilihat dari perspektif antropologi metafisik. Perspektif tersebut melihat budaya sebagai seperangkat kompleksitas keyakinan, nilai, dan konsep yang memungkinkan bagi sebuah kelompok untuk menalar kehidupannya dan memberikan arah dalam menjalani kehidupan.
Metafisika, seperti ilmu lainnya merupakan kegiatan abstaksi manusia. Metafisika sebagai sebuah cabang ilmu menunjukkan dan menggarisbawahi bahwa manusi adalah makhluk rasional. Hanya makhluk rasional yang mengadakan abstraksi. Tujuan abstraksi ini dapat ditemukan dalam semua ilmu pengetahuan (membuka Tabir).
Antropologi berarti ‗ilmu tentang manusia‘. Dahulu, istilah ini
dipergunakan dalam arti lain, yakni ‗ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia‘. Ilmu antropologi merupakan suatu integrasi dari beberapa ilmu yang masing-masing mempelajari suatu kompleks masalah-masalah khusus mengenai makhluk manusia. Kajian di antaranya membentuk antropologi menjadi sebuah ilmu adalah etnografi, ilmu anatomi, filsafat positivism, bahasa, dan konsepevolusi dalam ilmu biologi.
Antropologi metafisik berusaha secara falsafi memahami manusia secara fundamental yang mendasari segala kegiatan dan pengetahuan manusia dengan tetap meresapi seanteronya. Pada kenyataannya, pengetahuan tentang manusia hanya dipahami secara implisit dan tersembunyi dalam gejala-gejala lain. Pemahaman yang terpendam itu bersifat prailmiah atau prareflektif. Pemahaman merupakan suatu kesadaran (conscienta). Kesadaran tersebut mengiringi dan menyertai segala pengertian dan kegiatan manusia yang tidak merumuskan inti secara jelas, melainkan hanya diketahui lewat intuisi atau pengalaman konkret.
Antropologi metafisik berusaha seperti dalam kajian filsafat untuk mengekspisitkan, membeberkan, dan menjelaskan hakikat manusia serta mengemukakan sesuatu yang hanya ‗tersirat‘ menjadi tersurat.
fundamental yang mengandung seluruh struktur pokok seperti yang dihayati manusia.
Fenomena yang diungkap oleh antropologi metafisik berusaha mengungkapkan dualitas manusia yang lazim disifatkan, yakni keterbatasan atau keterikatan dan transendensi atau kebebasan.
Komunikasi transendental bisa diartikan proses membagi ide, informasi, dan pesan dengan orang lain pada tempat dan waktu tertentu serta berhubungan erat dengan hal-hal yang bersifat transenden (metafisik dan pengalaman supernatural). Hingga komponen komunikasi seperti siapa (what) bisa bersifat metafisik, isi (say what) juga berhubungan dengan metafisik, demikian juga dengan kepada siapa (to whom) dan media perantara (channel) serta efeknya.
Segi komunikasi transendental ini membedakan dari komunikasi pada umumnya, karena ia tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat muslim, jika diselidiki ternyata semangat komunikasi yang terjalin akan memperlihatkan semangat transenden sebagai pemicu aktifitas komunikasi setiap individu. Maksudnya pesan serta motif berkomunikasi dalam rangka mentransfer pesan-pesan transeden untuk disebarkan kepada halayak luas. Sehingga kemudian menyebar menjadi topik pembicaraan dalam berbagai kesempatan interaksi sosial yang terjadi pada masyarakat.
bidang agama. Komunikasi islam dikatakan transendental karena area pembahasannya menyangkut hal-hal yang transenden selain area empirik yang terjadi pada masyarakat muslim. Menurut Nina Syam (2006) Komunikasi Transendental adalah komunikasi yang terjadi antara manusia dengan tuhan, atau dapat pula difahami bahwa komunikasi transcendental berkenaan dengan Agama. Seperti ditegaskan oleh Hayat Padje (2008: 20) bahwa Komunikasi transendental adalah komunikasi dengan sesuatu yang bersifat ―gaib‖ termasuk komunikasi dengan Tuhan.
Konsep Rudolf Otto tentag sikap kagum-terpesona terhadap sesuatu yang gaib adalah suatu konsepsi yang tepat untuk menjelaskan atas religi yang berorientasi kepada sikap manusia dalam menghadapi dunia gaib. Konsep itu sendiri diuraikan oleh Otto dalam bukunya yang telah menarik perhatian semua kalangan, yaitu Das Heilige (Suatu yang Keramat) (1917). Menurut Otto, semua system religi, kepercayaan, dan
agama di dunia terpusat pada suatu konsep tentang hal yang gaib (mysterium) yang dianggap maha-dasyat (tremendum) dan keramat (sacer) oleh manusia.
Sifat dari sesuatu yang gaib serta keramat itu adalah maha-abadi, maha-dahsyat, maha-baik, maha-adil, maha-bijaksana, tak terlihat, tidak berubah, tidak terbatas, dan sebagainya.
Seluruh sifat zat yang gaib tersebut sulit dilukiskan oleh bahasa manusia manapun juga, karena ―sesuatu yang gaib serta keramat‖ itu
dicakup oleh pikiran dan akal manusia. Walaupun demikian, dalam semua masyarakat dan kebudayaan di dunia, ―sesuatu yang gaib dan keramat‖
tadi dapat menimbulkan sikap kagum-terpesona, selalu akan manrik perhatian manusia, dan mendorong timbulnya hasrat untuk menghayati rasa bersatu denganNya.
Daalam arti makro, komunikasi transendental merupakan komunikasi antara hamba dengan Tuhannya, tetapi hamba yang bagaimana yang dapat berkomunikasi dengan Allah SWT.? Untuk menjawab pertanyaan tentang fenomena transenden di dalam diri manusia dalam pendekatan post-modernisme ini, kita kembali pada ranah kajian tentang ruh atau jiwa.
Kajian komunikasi transendental dalam pendekatan post-modernisme mengembangkan diri dengan kekuatan ilahi dalam diri, jiwa, dan hati manusia dalam meluruskan prasangka, sehingga komunikasi transendental dilihat dari pendekatan post-modernisme dan eksistensi fitrah manusia di muka bumi.
spiritual akan menjadi dasar untuk mengungkap kisteri komunikasi dan kesamaran komunikasi di luar batas kemampuuan berpikir manusia.
2.2 Debus
2.2.1 Definisi Debus
Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain.
Kesenian ini berawal pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1651—1692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.
Ada beberapa definisi Debus yang peneliti temukan, seperti Debus merupakan pencak silat yang berhubungan dengan ilmu kekebalan sebagai refleksi sikap masyarakat Banten untuk mempertahankan agamanya. Debus sejenis kekebalan yang dimiliki oleh seseorang terhadap benda tajam. Debus merupakan kekuatan gaib atau ajaib yang tahan terhadap benda tajam, tusukan, pukulan, dan dibakar oieh api.
Sastrasuganda yaitu pensiunan Kepala Seksi Kebudayaan Kandepdikbud kabupaten Serang, mengatakan bahwa Debus berasal dari bahasa Sunda. Kata debus ―tembus‖ (Sandjin Aminuddin, 1997:153). Debus yang berarti
tembus menunjukkan bahwa alat-alat yang diperagakan adalah benda-benda tajam dalam permainan tersebut dapat menembus badan para pemainnya. Kedua, Debus berasal dari kata gedebus, yaitu nama salah satu benda tajam yang digunakan dalam permainan tersebut. Karena permainan Debus adalah permainan kekebalan tubuh, maka debus dapat pula diartikan ―tidak tembus‖ oleh berbagai senjata yang ditusukkan atau
dibacokkan ke tubuh manusia.
Menurut Dr H Imron Arifin yang meneliti debus tahun 1988, nama debus berasal dari bahasa Arab yang bermakna ―jarum‖ atau alat penusuk.
Sebab permainan itu ditandai oleh keberadaan alat tusuk baik yang ditusukkan ke pipi, leher, dada, tangan, maupun almadad yang ditikamkan ke tubuh tapi tidak tembus. Istilah debus sendiri berasal dari Baghdad terkait dengan aliran tarikat tertentu.
2.2.1 Sejarah Debus
Asal mula debus tidak dapat dipisahkan dari penyebaran agama Islam di daerah Banten. Debus adalah salah satu sarana dalam penyebaran agama Islam tersebut. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasaa pada abad XVII (1651-1652), Debus dijadikan alat meningkatkan semangat juang dalam perjuangan melawan Belanda.
Kesenian debus adalah kesenian yang bergerak dan tumbuh di tiga akal mengingat alat-alat yang dipakai dalam permainan debus adalah senjata atau alat-alat yang tajam yang bisa melukai manusia seperti golok, parang, dan lain sebagainya. Debus sering dinamai pula dengan istilah Almadad (kekuatan) (Maman. 2004).
Debus dikolaborasikan dengan kesenian Pencak silat, maka dapat dikatakan bahwa Debus merupakan kesenian bela diri. Sultan Ageng Tirtayasa memberi warna Debus dengan ilmu kekebalan tubuh kepada para pengikutnya dengan jampi-jampi yang diambil dari ayat suci Al-Qur‘an. Ayat-ayat tersebut dihapalkan dan diresapi secara mendalam
melawan penjajah Belanda pada masanya yang dilandasi ajaran agama Islam sebagai keyakinan dalam melakukan perjuangan tersebut.
Menurut Dr H Imron Arifin, kesenian debus berasal dari Tarikat Rifa‘iyyah, yaitu tarikat yang dinisbatkan kepada Syaikh Ahmad Rifa‘i al
-Baghdady, seorang tokoh sufi yang mengajar pengetahuan ruhani aneh. Dikatakan ganjil dan aneh, karena Syaikh Ahmad Rifa‘i mengajari murid
-muridnya untuk berdzikir yang khusyuk di mana untuk menguji kekhusyukan Syaikh Ahmad Rifa‘i melakukan tindakan-tindakan ganjil
seperti menyulut tubuh muridnya dengan bara api, digigitkan ular kobra, ditusuk besi tajam, dikepruk benda keras, bahkan dilempar ke kobaran api. Jika sang murid masih sakit dan berteriak, maka itu pertanda dzikirnya kurang khusyuk Begitulah tarikat Rifa‘iyyah dikenal sebagai penyebar ajaran debus dalam berdzikir yang dilakukan dengan suara lantang.
Ajaran Tarikat Rifa‘iyyah diketahui disebarkan di Aceh oleh
Syaikh Nuruddin Ar-Raniri di mana tokoh ini memiliki murid Syaikh Yusuf Tajul Khalwati al-Makassari. Rupanya, Syaikh Yusuf Tajul Khalwati al-Makassari inilah yang pertama kali mengajarkan debus di Banten, karena beliau bersama-sama dengan Sultan Ageng Tirtayasa melawan Belanda. Namun belum diketahui, kapan debus sebagai metode dalam tarikat berubah menjadi seni.
atau melukai setiap pemain debus, yang mempertunjukkan atraksi kekebalan tubuh. Selain itu juga masih banyak variasi-variasi atraksi lain seperti menusuk perut, dengan benda tajam biasanya menggunakan paku Banten yang runcing, memakan bara api, menusukkan jarum panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan hasilnya tidak ada luka sama sekali dan tidak mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat di badan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian fenomena komunikasi spiritual meskipun dapat dilakukan, tetapi tidak bisa meneliti secara utuh realitas/unsur yang ada dalam komunikasi tersebut, terutama realitas tentang Allah SWT sebagai salah satu partisipan dari komunikasi transendental (spiritual). Terdapat beberapa aspek/wilayah yang dapat diteliti sekitar dinamika dan realitas komunikasi spiritual.
Dalam proses komunikasi spiritual banyak tersirat serta tersurat peluang dan wilayah penelitian yang dapat dilakukan oleh ilmuwan komunikasi. Banyak aspek komunikasi spiritual yang dapat diteliti, misalnya partisipan komunikasi spiritual, media komunikasi spiritual, pesan komunikasi spiritual, proses komunikasi spiritual, feedback dan efek komunikasi spiritual, serta aspek-aspek lainnya.
Sebagai landasan berpijak penelitian, maka dalam melakukan penelitian tentang fenomena komunikasi spiritual manusia dapat menggunakan beberapa teori, yang disesuaikan dengan konteks penelitian yang akan dilakukan. Ketika ingin mendeskripsikan tentang bagaimana tradisi, cara, metode dan pola komunikasi spiritual seseorang, maka lebih tepat bila menggunakan paradigma penelitian postposivisme.
2.4 Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya banyak sekali yang membahas seni tradisional Debus Banten. Kini peneliti ingin memberikan perbandingan penelitian yang saat ini akan peneliti lakukan dengan penelitian sebelumnya yang telah terlaksaakan.
Nama Makmum Muzzari R Isman Pratama
Universitas Universitas Indonesia Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan atau Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).
Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2009:21), ―Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.‖ Jenis penelitian deskriptif kualitatif
yang digunakan pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai proses ritual dalam pertunjukan Debus melalui studi Komunikasi Trasendental secara mendalam dan komprehensif. Selain itu, dengan pendekatan kualitatif diharapkan dapat mengungkapkan situasi dan permasalahan yang dihadapi dalam pertunjukan Debus.
“Memaparkan situasi atau peristiwa, mengumpulkan informasi aktual
secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada
waktu yang akan datang”. (Rakhmat 1998 : 25)
Penelitian ini direncanakan dengan cara peneliti mengunjungi langsung ke lokasi perguruan paguyuban Maung Pande yang berlokasi di Desa Alas Wangi Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Perguruan paguyuban tersebut memiliki beberapa pemain debus yang sudah berpengalaman. Paguyuban tersebut dipimpin oleh seorang guru besar yang masih ada hingga saat ini.
Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Peneliti mengunjungi lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi. Penelitian dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian. Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber informasi yang erat hubungannya dengan peristiwa atau kejadian yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula.
3.2Paradigma Penelitian
apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana, 2003).
Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigm postpositivisme. Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata, ada sesuai hukum alam. Tetapi pada sisi lain, Postpositivisme berpendapat bahwa manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas.
Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.
Peneliti menggunakan paradigma postpositivisme untuk mengetahui proses Komunikasi Transendental dalam pencapaian proses pemain debus dalam mencapai kekebalannya. Dengan menggunakan paradigma tersebut peneliti dapat menganalisis setiap proses komunikasi secara mendalam dan jelas, dan mendeskripsikannya sesuai dengan realitas yang ada.
3.3Ruang Lingkup / Fokus Penelitian
juga ingin memudah para pembaca dalam memahami penelitian ini. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pertama, penulis ingin mengetahui bagaimana proses pemain Debus mempersiapkan pertunjukannya.
2. Kedua, penulis ingin mengetahui bagaimana hubungan antara komunikasi transcendental pada proses ritual yang biasa dilakukan oleh pemain debus.
3. Ketiga, penulis ingin mengetahui bagaimana tarekat islam mempengaruhi proses ritual pemain debus sebelum mempersiapkan pertunjukannya.
4. Keempat, penulis ingin menjelaskan bagaimana kolaborasi antara komunikasi transcendental dengan proses ritual sehingga pemain Debus dapat mencapai kekebalannya.
3.4Lokasi Penelitian
Peneliti melakukan penelitian di Pergururuan Paguyuban Maung Pande, di Desa Alas Wangi Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
3.5Fenomena yang Diamati 3.5.1 Definisi Konsep
batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Yaitu, penulis ingin mengetahui bagaimana proses komunikasi transendental dalam sebuah pertunjukan debus. Selain itu, mengapa komunikasi transendental dilakukan sebelum pertunjukan debus dan bagaimana proses komunikasi transendental yang dilakukan para pemain Debus.
3.5.2 Definisi Operasional
Fenomena yang akan diamati dalam penelitian kualitatif ini yaitu bagaimana proses komunikasi transendental pemain debus dalam pertunjukkannya dan mengapa harus ada ritual dari para pemain debus sebelum peruntukkan di mulai.
3.6Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi intrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri Sugiyono (2010: 59). Peneliti sebagai human intrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Oleh karenanya dalam penelitian ini, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen penelitian sebagai pengumpul data utama.
3.7Informan Penelitian
analisis penelitian dan konsep serta proporsi sebagai temuan peneliti. Terdapat dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Ruslan (2004:29) mengartikan bahwa data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian lapangan perorangan, kelompok dan organisasi. Sedangkan Bungin (2009:122) mengartikan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atas data yang kita butuhkan. Maka data sekunder didapat dari Informan pendukung. Selain itu, penulis melakukan observasi dengan jenis observer as participant, dimana penulis akan mengikuti kegiatan apa saja yang dilakukan oleh informan berdasarkan izin dari informan tersebut.
Informan yang akan di teliti nanti seorang informan yang terpercaya yang dapat menjelaskan pokok bahasan yang akan di teliti. Banyak informan pendukung sebagai pendukung observasi agar tercapainya apa yang telanh direncanakan oleh peneliti untuk keperluan observasi. Adapun informan-informan yang nanti akan dimintai keterangan dan penyataannya yang berhubungan dengan Komunikasi Transesndental dalam Debus.
informan yang dibagi menjadi tiga bagian, yakni informan kunci (key informan),informan kedua (second informan), dan informan pendukung.
Tabel 3.1
Penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sebuah penelitian yang dilakukan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu lapangan dan pustaka. Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi
1. Wawancara
pembuktian terhadap informasi yang digunakan. wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih mendalam dari narasumber yang menguasai permainan debus.
Wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur atau wawancara mendalam. Hal ini dilakukan untuk dapat lebih dekat dan mampu menyelami informan secara personal sehingga informasi yang didapatkan dapat lebih banyak. Proses wawancara dilakukan dengan narasumber yang dianggap memiliki kompetensi dan relevan dengan objek penelitian. 2. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti untuk mengamati atau mencatat suatu peristiwa dengan penyaksian langsung dan biasanya peneliti dapat sebagai partisipan atau observer dalam menyaksikan atau mengamati suatu objek perestiwa yang sedang ditelitinya.
3. Dokumentasi
3.7.1 Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada analisis Milles & Hiberman, yaitu proses analisis data yang digunakan secara serempak mulai dari proses pengumpulan data, mereduksi, mengklarifikasi, mendeskripsikan, menyimpulkan, dan menganalisis serta menginterpretasikan semua informasi secara selektif. Analisis data terkandung dalam tiga tahapan akhir yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang pada umumnya dilakukan dengan mengklasifikasikan sesuai hakikatnya sehingga masing-masing data dapat lebih mudah untuk dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun dan terstruktur berisi proses interpretasi, pemberian makna, baik secara emik atau etik, baik terhadap unsur-unsur maupun totalitas sehingga memberi kemudahan dalam penarikan kesimpulan.
c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Peneliti melakukan penelitian di Pergururuan Paguyuban Maung Pande, di Desa Alas Wangi Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
3.8Jadwal Penelitian
Sedangkan estimasi untuk jadwal penelitian dilakukan dengan beberapa tahap dan berkala melalui tahapan pra penelitian dan penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan jadwal yang penulis susun sebagai berikut :
1 Pengajuan Judul Penelitian X
2 Pengesahan Judul Penelitian X
7 Pengajuan Instrumen Penelitian
X
8 Penyusunan Bab 4 dan 5 X
9 Pengajuan Bab 4 dan 5 X
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan secara studi deskriptif bagaimana pemain debus Maung Pande dapat mencapai kekebalannya melalui komunikasi transendental. Hasil wawancara dengan informan dan observasi lapangan, peneliti akan mengolahnya menjadi hasil penelitian yang konkret dan dapat dijadikan bahan referensi.
4.1.1 Sejarah Padepokan Maung Pande
Awal mula Padepokan Maung Pande didirikan atas dasar ingin membentuk paguyuban antar pendekar di Banten, pada tahun 1979 oleh Alm. Tb. Kemed Abdul Kohar dan Alm. Tb. Asmail Hasan di Menes Kab. Pandeglang Provinsi Banten. Versi lain terbentuknya Padepokan Maung Pande menurut Dr. H. Furqan selaku informan kunci, beliau mengatakan:
“awal mula terbentuknya maung pande itu atas ajakan H. Chasan Sohib
untuk membawa jawara-jawara banten ke Jakarta bertemu pemerintah pusat, membahas pembentukan daerah otonomi baru, yaitu membentuk Provinsi Banten. Setelah Provinsi Banten Terbentuk perkumpulan jawara-jawara banten yang H. Chasan sohib bentuk akhirnya dengan Abah Tb. Asmail (ayahnya kang Surya) lanjutkan dan dijadikan Padepokan Maung Pande” (wawancara 12 juli 2018)
disebut Paguyubannya para Jawara Banten, kadang juga disebut sebagai Paguyuban atau perkumpulan berbagai aliran Debus yang ada di Indonesia. Sampai saat ini Maung Pande telah mendidik 20.000 anggota yang akhirnya membentuk padepokan mereka sendiri. Saat ini anggota yang terdaftar dan aktif dalam berbagai kegiatan yang di adakan oleh Maung Pande maupun hasil undangan ada 600 anggota.
Berdasarkan wawancara dengan informan, saat ini Paguyuban Padepokan Maung Pande telah membentuk perguruan-perguruan dibawah naungan Maung Pande, saat ini yang terdata sebagai turunan perguruan Maung Pande ada 125 perguruan di Banten, namun Paguyuban Padepokan Maung Pande tidak hanya ada di Provinsi Banten saja namun tersebar juga di daerah-daerah yang ada di Indonesia, ada sekitar 240 perguruan turunan Paguyuban Padepokan Maung Pande yang terdaftar dan tersebar di daerah di Indonesia.
Padepokan Maung Pande secara legalitas dikukuhkan pada tahun 2005, dikukuhkan secara legal hanya menjadi yayasan untuk melestarikan kebudayaan kesenian Debus Banten.
Karena pada dasarnya pertunjukkan Debus juga dijadikan alat untuk syiar islam kepada masyarakat sekitar.
4.2 Deskripsi Data Penelitian
Penelitian dilakukan di dua tempat, pertama wawancara di kediaman Dr. H. Furqan di desa Kadu Gading Menes dengan fokus wawancara mengenai proses pemain debus dalam mencapai kekebalannya melalui Komunikasi Transendental dan Kesenian Debus dilihat secara ilmiah melalui kacamata seorang Dokter. Kedua penelitian dilakukan di kediaman Kang Surya yang bertepatan acara Aqiqah putrinya. Dengan fokus observasi proses sebelum pertunjukkan Debus dan hasil pertunjukkannya.
Dalam setiap proses pasti terdapat adanya sebuah tahapan yang harus dilalui, tahapan-tahapan tersebut dilalui untuk pencapaian tujuan tertentu. Pada pertunjukan debus ini terdapat adanya tahapan-tahapan dimana setiap pemain debus harus dapat melewatinya yaitu dimanamakan proses ritual. Dalam tahapan ini setiap pemain debus harus sungguh-sungguh untuk melewatinya, karena tahapan ini merupakan awal dalam mempelajari debus itu sendiri.
ritual itu sendiri dari awal hingga akhir serta kesulitan seperti apa yang harus dilalui dan dijalani.
4.2.1 Proses Ritual Debus
Dalam setiap proses pasti terdapat adanya sebuah tahapan yang harus dilalui, tahapan-tahapan tersebut dilalui untuk pencapaian tujuan tertentu. Pada debus Padepokan Maung Pande ini terdapat adanya tahapan-tahapan dimana setiap pemain debus harus dapat melewatinya yaitu dimanamakan proses ritual. Dalam tahapan ini setiap pemain debus harus sungguh-sungguh untuk melewatinya, karena tahapan ini merupakan awal dalam mempelajari debus itu sendiri.
Pada setiap ritual yang dilakukan oleh pemain debus bersifat sakral dan bahkan ritual itu hanya dapat diketahui oleh orang yang memang benar-benar mendalami kesenian debus, tidak semua orang tahu apa saja ritual pada kesenian debus Banten ini karena sifatnya sangat rahasia. Pada saat peneliti melakukan wawancara guru besar Padepokan Maung Pande tidak medeskripsikan secara jelas proses ritual pemian debus secara rinci, yang dijelaskannya hanya secara umum.
dimaksudkan agar peneliti mengetahui asal-usul ritual pemain debus itu sudah ada sejak jaman dahulu, Dr. H. Furqan menjelaskan bahwa:
―Di maung pande ritual-ritual seperti itu sebenernya adanya di awal sebelum pemain itu bisa dan berniat mendalaminya dan nanti pada saat pemain itu tampil tidak perlu lagi bantuan gurunya. Di maung pande biasanya kita ritualnya dengan shalat, puasa, dan dzikir, itu kan sudah umum ya, nah disini kita lebih menekankan keyakinan atas pertolongan Allah SWT sebagai pelindung dan penyelamat saat kita mempertunjukkan debus, nah makannya kalo mau mentas debus tidak boleh takabbur atau sombong, nanti ga di lindungin dan ditolongin sama Allah.‖ (wawancara Informan Kunci 12 juli 2018).
Kutipan diatas di perkuat oleh informan ke 2, mengenai proses atau tahapan yang dilakukan pemain debus sebelum pertunjukkan. Kang Surya menguatkan dengan berkata sebagai berikut :
―Pada saat pelaksanaan, seperti biasa doa-doa dibaca dahulu, kemudian musik dimainkan, musik mulai pelan kemudian pemain duduk didepan panggung dengan posisi kaki melipat kebelakang, disitu biasanya bakar kemenyan terlebih dahulu, tapi kemenyan disini kita pake Cuma sebagai artistik untuk meningkatkan suasa mistik dan kesan seram. kemudian guru atau ketua maju kedepan untuk melantunkan doa-doa atau dzikiran sebagai pembukaan ritual sebelum atraksi dimulai. Ada beberapa doa pada saat pelaksanaan debus ini misalnya ketika mau melakukan permainan golok disini ada doa-anya seperti membaca bismillah, kemudian ayat 20, kulhu falakbinnas, syahadat-syahadat, dan doa hadarat. itu sebagian doa yang bisa dikasih tau. Selebihnya harus belajar sendiri agar bisa dan tau makna didalamnya‖ (wawancara informan Pendukung 12 Juli 2018).
bagian tubuh yang berdarah dan tersayat tidak bisa merapat dan keluar banyak darah.
Ada istilah sohor atau takabbur, artinya sombong, guru selalu mengingkatkan akan persiapan sebelum pertunjukkan jangan sampai apa yang di pertunjukkan atas dasar niat yang salah, seperti sombong itu sendiri. Menghilangkan niat sombong bukan karena tidak ingin dilihat, melainkan untuk jangan sampai ingin dilihat hebat dan mempunyai kemampuan kekebalan terhadap benda tajam. Dalam mempertunjukkan debus harus dengan niat untuk semata-mata melestarikan kebudayaan tang telah diturunkan oleh nenek moyang kita.
Kembali pada pembahasan awal, bagaimana proses ritual pemain debus sebelum mencapai kekebalannya. Peneliti ingin menjelaskan tahapan yang dilakukan seorang pemain debus sampai akhirnya ia bisa mencapai kekebalannya. Informasi yang peneliti dapatkan, bahwa biasanya tidak ada persiapan atau proses ritual khusus. Berikut kutipan percakapan dengan Kang Surya.
―Persiapan khusus, kalo saya mah tidak ada, murid-murid saya juga tidak ada, tapi ya itu tadi adanya keyakinan dan tekad yang kuat dari tiap pemain. Paling saya ngatransfer doa lewat jejampean terus nanti tinggal ditanam. Yang pasti harus yakin karena semuanya milik Allah SWT. Kalo persiapan balik lagi itu ada di tahapan awal pemain itu ingin bisa dan mempelajari, begitu kalau menurut saya mah.‖
Pertama, sebagai orang yang ingin belajar dan memperdalam ilmu
kekebalan, sebelum menjadi pemain harus mencari dan memilih guru atau syaikh yang kita percayai dan dapat mentransfer ilmunya serta membimbing
agar dapat focus mencapai tujuannya menjadi pemain debus.
Kedua, setelah mendapatkan guru, tahapan selanjutnya adalah guru
akan mengarahkan syarat sebagai pemain debus itu harus taat pada ajaran atau tarekat islam dengan tidak meninggalkan ibadah. Biasanya awal mula prosesnya pemain debus akan diarahkan melakukan puasa, ada puasa 7 hari, 30 hari dan puasa patih geni selama 2 hari.
Dalam tahapan ini pemain debus harus mentaati segala peraturan yang dibuat oleh guru maupun padepokan, karena peraturan itu biasanya itu sudah menjadi ketetapan yang sudah dibuat dan turun temurun dilaksanakan. Dasar mentaati peraturan dari guru juga saja saja harus menjauhi larangan-larangan yang sudah ada dalam peraturan tarekat islam, seperti berzinah, minum-minuman keras, mencuri dan lain-lain.
Ketiga, tahapan ketiga ini pemain debus harus berlatih memperkuat
tubuh agar tidak mudah terluka maupun tertusuk benda tajam. Karena pada dasarnya pertunjukkan debus sendiri menggunakkan trik olah tubuh yang dengan kita berlatih olah raga bisa dengan melakukan pemanasan atau mengencangkan otot-otot.
Keempat, silat menjadi tahapan paling penting, dimana setiap aliran
kemampuan bersilat. Pada sebelum pertunjukkan debus dipertunjukkan ada pertunjukkan silat yang biasa sebagai tansisi sebelum pertunkukkan debus di mulai. Aliran yang digunakan oleh Padepokan Maung pande adalah aliran silat Tjimande.
Kelima, tahapan terakhir pemain debus harus bisa meyakinkan dirinya
bisa tahan dan kebal terhadap benda tajam. Pada tahap ini komunikasi transcendental dipergunakan, beda dengan tahapan kedua dengan solat atau ibadah lainnya, tahapan ini memiliki cara dengan melantunkan ayat-ayat suci alquran dan mantra dari gurunya pemain debus dapat mencapai kekebalannya.
Tahapan ritual sebelum pelaksanaan kesenian debus Banten berlangsung beragam tergantung sejarah awal mereka bagaimana, tapi disini pada intinya hampir sama tergantung mereka memaknainya seperti apa, setelah melakukan wawancara peneliti mendapatkan jawaban tentang tahapan sebelum debus itu berlangsung, meliputi, puasa terlebih dahulu, ada yang menyarankan puasa itu dilaksanakan selama 7, atau 30 hari ada pula dengan berpuasa 9 hari yang ke 3 harinya puasa geni, dimana puasa yang dilakukan tanpa makan dan minum secara berturut-turut.
Setiap malam jumat dengan rutin para pemain debus berserta guru mereka selalu mengadakan doa bersama dan pada malam jumat malam Padepokan Maung Pande biasanya menggelar latihan di kediaman kang Surya sebagai guru. Secara rutin Padepokan Maung Pande memiliki jadwal latihan setiap malam jumat, dan malam sabtu.
Jika dilihat dari tahapan tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahawa setiap kegiatan ritual yang dilakukan mempunyai persiapan khusus, persiapan yang paling utama terletak pada diri pemain itu sendiri, dimana ada kesiapan baik mental maupun fisik. Karena ilmu debus merupakan ilmu yang dasarnya adalah keyakinan, keyakinan disisni bahwa seorang pemain debus harus yakin terhadap Allah SWT dan yakin terhadap diri sendiri.
langsung juga belajar debus belajar ilmu keislaman dan ilmu keselamatan dunia dan akherat.
4.3 Profil Informan
4.3.1 Profil Informan Kunci
Nama : Dr. H. Furqan
TTL : Menes, 20 Oktober 1964
Pekerjaan : Dokter
Jabatan : Ketua Umun
Bapak Dr. H. Furqan merupakan seorang tenaga medis di daerahnya Menes Pandeglang. Pria kelahiran Menes 20 Oktober 54 tahun silam ini, menjabat sebagai ketua umum dari tahun 2005 setelah Padepokan Maung Pande di kukuhkan oleh notaris. Beliau mulai belajar debus pada saat beliau masih remaja, beliau tumbuh dan lahir dari keluarga kiyai yang setiap harinya mempelajari ilmu agama, dari kecil sudah diajarkan ilmu bela diri atau silat oleh orang tuanya yang akhirnya beliau juga mempelajari ilmu Debus.
kelahirannya untuk mengabdi dan melestarikan kebudayaan Debus Padepokan Maung Pande.
Gambar 4.1
Dr. H. Furqan (Ketua Umum)
4.2.2 Profil Informan Pendukung
Nama : Surya Galung
TTL : Pandeglang, 4 Juli 1974
Pekerjaan : Guru
Jabatan : Guru Besar
Paguyuban Padepokan Maung pande, yaitu Tb. Asmail Hasan. Kang Surya menekuni kesenian Debus sejak kecil hingga akhirnya dikukuhkan sebagai Guru Besar, kang Surya saat ini telah mengajarkan silat dan kesenian Debus lebih dari 20.000 orang.
Alumni Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung ini, memiliki background sebagai seniman karawitan, namanya banyak dikenal diberbagai daerah sebagai Guru Besar Debus. Banyak perguruan-perguruan Debus yang beliau latih, yang akhirnya menjadi bagian naungan Padepokan Maung Pande.
4.2.3 Profil Informan Pendukung
Nama : H. Sofyan S.Pd,.
TTL : Menes, 7 Agustus 1968
Pekerjaan : Pegawai Negri Sipil
Jabatan : Sekertaris Jenderal
Bapak H. Sofyan S.Pd, menjabat sebagai sekjen Padepokan maung pande, bapak H. Sofyan bekerja sehari-hari sebagai Kepala sekolah SDN di Menes. Putra asli Menes ini lahir pada 7 Agustus 1968 berperan memasukkan kesenian Debus ke dalam sekolah-sekolah agar kesenian Debus maupun Silat Banten dapat terus di lestarikan dan di jaga.
4.4 Pembahasan
Peneliti mencoba mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah diperoleh dan hasil wawancara dengan informan dengan melakukan observasi langsung, peneliti dapat menganalisa proses komunikasi transendental pada pelaksanaan kesenian debus Maung Pande dengan 2 orang sebagai informan dan 1 orang sebagai informan kunci yang terdiri dari 1 orang ketua umum sekaligus pemain debus dari Padepokan Maung Pande, 1 orang ketua harian sekaligus guru besar atau pelatih debus, dan 1 orang sekjen Padepokan Maung Pande, observasi dan wawancara penelitian ini dilakukan di Kecamatan Menes Pandeglang.
Pembahasan disini peneliti menggunakan teori Komunikasi dasar yang dikemukakan oleh Laswell, dan teori Komunikasi Transendental menurut Nina Syam. Dalam pembahasan peneliti menggunakan unsur teori tersebut untuk menguatkan menelitian dan agar bisa diuji hubungan antara objek yang diteliti dengan terori yang digunakan.
4.4.1 Proses Komunikasi Transendental
Ritual dalam permainan debus sebenarnya adalah bentuk-bentuk keagamaan yang dilandaskan atas ajaran agama atau kepercayaan. Dalam permainan debus, proses komunikasi transendental harus dilaksanakan dengan benar sesuai peraturan, hal ini terkait dengan tingkat kesiapan dan keberhasilan dalam mencapai kekebalan seorang pemain debus.
Contoh komunikasi transendental pemain debus sebelum bisa melakukan permainan debus bisa dengan berpuasa. Puasa merupakan latihan pengendalian diri menahan hawa nafsu. Puasa dalam debus bukan seperti puasa di Bulan Ramadhan seperti biasanya, sedangkan puasa dalam debus merupakan upaya pengolahan batin dengan menggingat akan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Jumlah hari puasa yang harus dilakukan seorang pemain debus bergantung pada kemampuan apa yang ingin ia dapat, misalkan puasa yang dilakukan 3 hari, 7 hari, dan sampai 40 hari. Pada setiap padepokan akan berbeda kebijakan atau peraturan terkait puasa. Adapun larangan yang harus dipatuhi, tidak berzinah, tidak mencuri, tidak berjudi, dan tidak minum-minuman keras. Yang dilarang oleh agama itulah yang harus dijauhi oleh seorang pemain debus dalam proses komunikasi transendental.
yang memiliki niat untuk melestarikan kesenian debus, di Padepokan Maung Pande ada cara lain selain menggunakan tarekat islam, yaitu menggunakan kepercayaan dan kepasrahan kepada Allah SWT.
Kepercayaan dan kepasrahan atas Allah SWT bisa disebut sebagai komunikasi Transendental, dimana hubungan sakral manusia kepada Allah dengan cara berpasrah dan mempercayai segala keselamatan hanya milik allah. Dibalik proses kepercayaan dan kepasrahan atas Allah SWT tetap ada unsur tarekat islam didalamnya, karena dengan kita sholat, dzikir dan puasa merupakan hal yang wajib dilakukan oleh seorang muslim.
Berdasarkan teori komunikasi yang peneliti gunakan, Lasswell menjelaskan komunikasi merupakan suatu proses yang menjelaskana siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan akibat atau efek apa?. Berdasarkan proses diatas peneliti menemukan bagaimana proses komunikasi transcendental pemain debus menggunakkan unsur-unsur atau proses yang berdasarkan teori Lasswell.
a. Sumber
b. Pesan
Pesan yang disampaikan oleh pemain debus adalah harapan dan niat keinginan untuk menjadi kebal terhadap benda tajam. Dalam Komunikasi Transendental pesan yang disampaikan tidak terlihat wujudnya namun pesan yang dikomunikasikan memiliki efek pada akhirnya. Secara spesifik isi pesan yang disampaikan oleh pemain debus memiliki esensi pencapaian proses ritual yang dilakukan oleh pemain debus.
c. Saluran
Saluran atau media yang digunakkan oleh pemain debus dalam mencapai kekebalannya melalui Shalat, Puasa, dan Wirid. Shalat, puasa, dan wirid merupakan alat atau media yang digunakkan untuk menyampaikan pesan kepada penerima. Contohnya, shalat tujuan utama pemain debus berkomunikasi dengan AllahSWT, focus pada ibadahnya namun dibalik itu ada tujuan lain untuk menyampaikan pesan pemain debus ingin mencapai kekebalannya.
d. Penerima
Dalam penelitian ini, merujuk pada siapa penerima pesan dalam komunikasi transendental. Penerima pesan yang dikomunikasikan oleh pemain debus adalah Tuhan atau Allah SWT. Allah SWT dijadikan penerima pesan yang disampaikan oleh pemain debus, dengan harapan mencapai apa yang di harapkan dan pencapaian kekebalannya.
e. Efek
mengisyaratkan atas diterimanya pesan yang disampaikan pemain debus. Pada efek yang dihasilkan peran guru juga berpengaruh, karena guru juga yang mendorong pesan tersampaikan agar harapan dan niat pemain debus tersebut dapat diterima oleh Allah SWT.