• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menginterpretasi bentuklahan, terutama berkaitan dengan proses-proses yang membentuk dan memodifikasi bentuklahan tersebut (Panizza, 1996; Bremer, 2003). Tiga aspek yang dipelajari dalam geomorfologi meliputi aspek morfologi, material penyusun dan proses. Ketiga aspek tersebut memiliki keterkaitan dan saling berpengaruh satu sama lain. Dalam proses yang sudah teratur, material penyusun dan proses geomorfologi yang terjadi akan menghasilkan bentukan morfologi yang khas.

Penelitian untuk melihat keterkaitan ketiga aspek geomorfologi menjadi menarik untuk dilakukan di wilayah yang masih belum stabil. Karakteristik material dan intensitas proses yang terjadi wilayah yang aktif mengalami pergerakan akan menghasilkan karakteristik morfologi dengan pola yang berbeda. Salah satu wilayah yang masih belum stabil adalah wilayah rawan longsor di Desa Margoyoso.

Longsor di Desa Margoyoso hampir terjadi setiap tahun, terutama pada musim penghujan. Berdasarkan data dari dokumen kesiapsiagaan Desa Margoyoso tahun 2014, dalam waktu empat tahun terakhir, terdapat 17 kejadian longsor yang tersebar di enam dusun Desa Margoyoso. Titik longsor paling banyak terdapat di Dusun Kalisari, dengan rincian empat titik lokasi longsor aktif dan tiga titik lokasi yang berpotensi terjadi longsor. Salah satu longsor besar yang masih aktif di Dusun Kalisari memiliki luasan 7.163 m2 (Gambar 1.1).

Beberapa alasan yang menjadi landasan pentingnya dilakukan penelitian di longsor besar Desa Margoyoso antara lain, 1) kajian mendalam tentang longsor besar Desa Margoyoso belum pernah dilakukan, 2) longsor besar Desa Margoyoso memiliki status longsor aktif, 3) material longsor besar Dusun Kalisari belum stabil, sehingga masih selalu mengalami

(2)

2 pergerakan, 4) proses erosi di permukaan longsor terjadi dengan intesitas tinggi dan 5) tingginya intensitas proses yang terjadi berpengaruh terhadap perubahan konfigurasi permukaan tanah.

Alasan-alasan yang telah dikemukakan menjadi dasar perlunya dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengungkap keterkaitan antara morfologi mikro yang terbentuk pada permukaan longsor aktif dengan karakteristik material penyusun dan proses geomorfoginya. Analisis tentang keterkaitan antara aspek morfologi, material penyusun dan proses geomorfologi secara mikro perlu dilakukan. Tujuannya adalah untuk membuktikan keterkaitan ketiga aspek geomorfologi dalam skala makro apakah juga berlaku pada skala mikro di wilayah yang belum stabil.

Gambar 1.1 Longsor Besar Dusun Kalisari, Desa Margoyoso yang diteliti (397777 mT, 9163183 mU)

Sumber: Dokumentasi Lapangan, 2012

1.2.Rumusan Masalah

Geomorfologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan (Panizza, 1996; Bremer, 2003). Aspek kajian geomorfologi lebih ditekankan pada proses-proses yang membentuk bentuklahan dalam skala waktu yang bervariasi. Proses dalam kajian geomorfologi meliputi proses endogen yang bersifat konstruktif maupun proses eksogen yang bersifat destruktif (Bremer, 2003; Brooks, 2011).

Brooks (2011) menjelaskan bahwa proses merupakan agensi yang bersifat aktif yang memiliki peranan penting dalam mengubah karakteristik

(3)

3 bentuklahan. Kajian proses dalam geomorfologi memiliki ruang lingkup dan skala yang luas. Dalam lingkup dan skala detail, proses geomorfologi meliputi segala proses yang bekerja di permukaan bumi dalam kurun waktu yang relatif singkat, seperti proses longsor dan erosi. Sementara dalam skala general, proses geomorfologi melibatkan material yang lebih dalam hingga mencapai ke lapisan kerak bumi, misalnya proses pergerakan lempeng bumi. Proses ini membutuhkan waktu yang lebih panjang.

Bremer (2003) membagi proses geomorofologi dalam tiga skala, yaitu skala makro (megageomorfologi), meso dan mikro. Dalam skala makro, proses geomorfologi membutuhkan waktu yang lebih panjang dan material yang lebih luas dan dalam, seperti halnya kajian tentang lapisan kontinental. Untuk skala meso proses geomorfologi bekerja pada material dari permukaan hingga ke batuan dasar, misalnya pembentukan tanah secara pedogenesis. Pada skala mikro, kajian proses geomorfologi hanya pada permukaan tanah dan berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, misalnya proses erosi.

Proses geomorfologi yang bekerja dalam skala berbeda akan menghasilkan karakteristik bentuklahan yang berbeda pula. Dalam skala makro dan meso, proses geomorfologi terjadi dengan intesitas lebih rendah, sehingga perubahan morfologi bentuklahan terjadi dalam waktu relatif panjang. Sebaliknya, dalam skala mikro proses geomorfologi bekerja dalam waktu yang lebih singkat dengan intensitas yang lebih tinggi, sehingga morfologi bentuklahan akan mengalami perubahan dengan cepat.

Kajian geomorfologi saat ini lebih banyak difokuskan pada kajian dalam skala makro dan meso. Adapun kajian dalam skala mikro masih kurang. Carassco et al. (2009) melakukan penelitian tentang perubahan morfologi pesisir akibat tenaga gelombang yang lemah di pesisir Ancao, Peninsula. Penelitian lain dilakukan oleh Pereira et al. (2009) dengan tujuan untuk mempelajari karakteristik morfodinamika dan perubahan morfologi di kawasan pesisir Brazil. Pareta & Pareta (2011) melakukan penelitian di DAS Karawan untuk melihat karakteristik morfometri secara detail. Penelitian geomorfologi dalam skala makro dilakukan oleh Costa et al. (2010) di

(4)

4 Amerika Latin dan Karibia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi sumber seismik melalui pendekatan geomorfologi. Perucca & Moreiras (2010) meneliti tentang bahaya seismik dan gunungapi di wilayah Argentina dengan menggunakan data-data geologi.

Penelitian geomorfologi dalam skala mikro saat ini masih kurang. Analisis morfologi dalam skala mikro yang direpresentasikan melalui karakteristik mikrorelief lebih banyak digunakan untuk penelitian vegetasi. Seperti yang dilakukan oleh Moser et al. (2007) yang meneliti tentang pengaruh kondisi mikrorelief terhadap pola distribusi vegetasi di lahan basah. Penelitian tersebut dilanjutkan oleh Moser et al. pada tahun 2009 untuk mengetahui distribusi nutrient tanah berdasarkan kondisi mikrorelief. Penelitian lain dilakukan oleh Pouliot et al. (2011) untuk melihat pembentukan dan perkembangan kondisi mikrorelief dalam beberapa tahun di lahan gambut.

Kurangnya penelitian dalam skala mikro menjadi ketimpangan dalam kajian perkembangan ilmu geomorfologi. Penelitian tentang relief mikro perlu dilakukan karena relief mikro dapat menginisiasi proses geomorfologi, baik dalam skala meso maupun makro. Kajian geomorfologi dalam skala mikro perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana karakteristik proses yang terjadi dalam waktu singkat dan apa pengaruhnya terhadap perubahan morfologi dan karakteristik material penyusun di wilayah yang belum stabil.

Wilayah longsor aktif merupakan wilayah yang dinamis. Proses geomorfologi terjadi secara intensif, terutama di bagian permukaan. Proses geomorfologi yang terjadi meliputi proses erosi dan gerak massa. Tingginya intensitas proses erosi dan gerak massa akan berdampak pada perubahan karakteristik morfologi mikro yang terbentuk di permukaan.

1.3.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diturunkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut,

(5)

5 1. bagaimana karakteristik mikrorelief yang terbentuk di wilayah longsor

aktif Desa Margoyoso?

2. bagaimana karakteristik material tanah permukaan di wilayah longsor aktif Desa Margoyoso?

3. apakah karakteristik mikrorelief di wilayah longsor aktif Desa Margoyoso memiliki hubungan dengan karakteristik material tanah permukaan?

1.4.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,

1. mengkaji karakteristik mikrorelief yang terbentuk di wilayah longsor aktif Desa Margoyoso.

2. mengidentifikasi karakteristik tanah permukaan di wilayah longsor aktif Desa Margoyoso.

3. menganalisis karakteristik mikrorelief di wilayah longsor aktif Desa Margoyoso dalam hubungannya dengan karakteristik material tanah permukaan.

1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1.Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat di lokasi penelitian. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan gambaran tentang karakteristik mikrorelief dan sifat fisik tanah permukaan di wilayah longsor besar Desa Margoyoso, sehingga dapat digunakan untuk memprediksi proses longsoran selanjutnya.

1.5.2.Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian diharapkan mampu menguatkan teori tentang geomorfologi dan memberikan pemikiran baru mengenai keterkaitan antara morfologi, material penyusun dan proses geomorfologi yang terjadi di wilayah yang masih mengalami pergerakan secara aktif.

(6)

6 Selain itu, hasil penelitian diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu dan kajian tentang mikrorelief dari sudut pandang geomorfologi.

1.6.Batasan Istilah

Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil pemikiran dan pendapat peneliti sendiri yang telah disesuaikan dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan penelitian, meliputi :

Alterasi adalah proses pelapukan pada batuan dasar yang disebabkan oleh adanya proses hidrotermal dari dalam kerak bumi (Watt, 1981; Kiryukhin, 2010).

DEM adalah kumpulan data bertipe raster yang berisi informasi elevasi dari kenampakan objek di permukaan tanah (Moore et al., 1991 dalam Hugget, 2003).

Fotogrametri merupakan teknik pengukuran menggunakan beberapa foto yang bertampalan untuk memperoleh kesan tiga dimensi (Smith, 2006; Matthews, 2008).

Lereng adalah merupakan perbandingan beda tinggi antara dua titik dengan jarak horisontal kedua titik tersebut.

Lereng atas kepala longsor adalah bagian longsor dengan elevasi 459-464 mdpal dan kemiringan lereng 150-300.

Lereng bawah kepala longsor adalah bagian longsor dengan elevasi 454-459 mdpal dan kemiringan lereng 80-150.

Longsor adalah gerakan material tanah penyusun lereng menuju lokasi yang lebih rendah akibat adanya faktor-faktor yang memicu terjadinya pergerakan (Conforth, 2005; Hardiyatmo, 2006; USGS, 2008). Material tanah permukaan merupakan material lepas-lepas yang berada di

lapisan atas, terbentuk dari hasil deposisi longsor, mengalami kontak langsung dengan iklim dan media tumbuh tanaman dengan perakaran halus.

Mikrorelief merupakan kondisi kekasarhalusan permukaan tanah yang terbentuk secara mikro dengan perbedaan elevasi sekitar 1cm,

(7)

7 dipengaruhi oleh aktivitas aliran di permukaan tanah (Moser et al.,

2007; Poulliot et al., 2011)

Morfologi longsor merupakan karakteristik dan bentuk permukaan tanah yang terbentuk akibat proses longsor

Proses geomorfologi adalah proses yang bekerja pada material tanah permukaan, meliputi proses destruksi, proses transportasi dan proses deposisi yang berpengaruh terhadap perubahan mikrorelief (Bremer, 2003; Brooks, 2011).

Proses geogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan tanah yang dipengaruhi oleh proses geomorfologi seperti pengendapan material longsor dan material aluvium, sehingga membentuk lapisan-lapisan tanah (Sutanto, 2005; Sartohadi et al. 2012).

Proses pedogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan tanah yang dipengaruhi oleh pergerakan air dalam solum tanah sehingga membentuk horison-horison tanah (Sutanto, 2005; Sartohadi et al.

Gambar

Gambar 1.1 Longsor Besar Dusun Kalisari, Desa Margoyoso yang diteliti   (397777 mT, 9163183 mU)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan menerapkan konsep business intelligence dengan pengklasifikasian algoritma yang tepat dalam percepatan penyelesaian perkara dan sebagai alat

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Medical Surgical and Critical Care Nursing Community Health and Primary Care Nursing Geriatric Nursing. Room 2

Untuk merancang permainan game education berjudul Feed Living Beings diperlukan solusi rumus untuk membuat education itu dapat berjalan sesuai proses yang diinginkan agar goal

melakukan pencatatan keuangan sama sekali. Ini adalah kasus yang umum terjadi pada sektor UMKM dimana pelaku usahanya hanya berfokus pada perolehan pendapat untuk

Dalam pengamatan yang dilakukan dari bulan Mei sampai Agustus 2009 pada perkebunan jambu mete di Dusun Jugil, Desa Sambik Bangkol, Lombok Utara, ditemukan 19 spesies

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, saat ini manusia telah membuat bahan aditif yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan bahan aditif alami, bahan aditif buatan manusia

PSEKP selain merupakan institusi penelitian dan kebijakan di Indonesia yang sangat responsif dalam melakukan kajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian dan telah banyak