• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PEMASYARAKATAN, PEMBINAAN DAN ANAK. Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa Balai Pemasyarakatan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PEMASYARAKATAN, PEMBINAAN DAN ANAK. Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa Balai Pemasyarakatan yang"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PEMASYARAKATAN,

PEMBINAAN DAN ANAK

2.1. Esensi Balai Pemasyarakatan

2.1.1. Pengertian Balai Pemasyarakatan

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa ”Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan.” Pengertian Klien Pemasyarakatan sendiri menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS.

Pembimbingan yang dilakukan oleh BAPAS merupakan bagian dari suatu Sistem Pemasyarakatan yang diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Pasal 2 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995).

Balai Pemasyarakatan didirikan di setiap ibukota Kabupaten atau Kotamadya. Menurut Pasal 6 ayat (3) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, pembimbingan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan dilakukan terhadap:

(2)

a. Terpidana bersyarat;

b. Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas;

c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial;

d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk.

Sedangkan menurut Purnianti, Mimik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, Balai Pemasyarakatan adalah:“unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang mengenai pembinaan klien pemasyarakatan yang terdiri dari terpidana bersyarat (Dewasa dan Anak), narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, serta anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau diserahkan kepada keluarga asuh, anak Negara yang mendapat cuti menjelang bebas serta anak Negara yang diputus oleh Hakim dikembalikan kepada orang tuanya”.29

Bila diasumsikan, Balai Pemasyarakatan (BAPAS) adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan kemasyarakatan, dalam hal ini berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dimana LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

2.1.2. Sejarah Singkat Balai Pemasyarakatan

Balai Pemasyarakatan yang disingkat BAPAS pada awalnya disebut dengan Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Balai BISPA) yang merupakan unit pelaksana teknis di bidang bimbingan klien kemasyarakatan. Bimbingan kemasyarakatan adalah bagian dari sistem pemasyarakatan yang merupakan bagian dari tata peradilan pidana yang mengandung aspek penegakan hukum berdasarkan pada Pancasila. Sistem pemasyarakatan ini merupakan pembaharuan dari sistem kepenjaraan yang baku pada tanggal 27 April 1964.

29Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk, 2004, Analisa Situas Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia,Unicef, Jakarta, h. 8.

(3)

Lahirnya sistem pemasyarakatan tersebut, kemudian terbentuk unit pelaksana teknis bidang Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) pada tahun 1966 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Kabinet tanggal 3 Nopember 1966 Nomor 75/4/Kep/1966. Oleh karena Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) menjadi bagian dari sistem pembinaan tuna warga, maka tugasnya mencakup segala macam bentuk pembinaan bagi tuna warga, termasuk anak nakal yang dianggap membahayakan masyarakat.30

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor Y.S.4/2/23 tahun 1976, tanggal 11 Maret 1976 tentang Pembentukan Kantor- Kantor Direktorat Jenderal Bina Tuna Warga di Kabupaten/ Kota Madya maka Kantor Balai BISPA Denpasar mulai didirikan pada tahun 1976 tanpa upacara peresmian dengan diberikan tempat sementara diserabi depan sebelah selatan pintu masuk Lembaga Pemasyarakatan (Kantor Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Denpasar) Jalan Diponogoro Nomor 98 yang dulunya bekas ruangan jaga militer (penjagaan tahanan G.30 S/PKI) yang terdiri dari tiga ruangan, yaitu ruangan kepala, ruangan tata usaha dan ruangan teknis pembinaan dengan jumlah pegawai pertama kalinya sebelas orang.

Pada tahun 1997 Balai BISPA berubah nama menjadi Balai Pemasyarakatan (BAPAS) berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.01.PR.07.03 tahun 1997. Demikian halnya Balai BISPA Kelas I Denpasar dengan sendiri berubah menjadi Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas I Denpasar. BAPAS Kelas I

(4)

Denpasar merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali yang dalam menunaikan tugas pokok dan fungsinya bermitra dengan instansi pemerintah penegak hukum yaitu ; Pengadilan Negeri, Kejaksaan Negeri.31

2.1.3. Tugas, Fungsi dan Kedudukan Balai Pemasyarakatan

Balai Pemasyarakatan (BAPAS) mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ‘Tugas dari BAPAS salah satunya adalah membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar sidang Anak dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas/Case work).’32 Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, tugas pokok Balai Pemasyarakatan adalah:

a. Membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar sidang anak dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan;

b. Membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal yang berdasar putusan hakim dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari lembaga pemasyarakatan.

Tugas-tugas tersebut merupakan suatu kegiatan pemberian bimbingan terhadap orang-orang dan anak-anak yang dikenai suatu sanksi. Bimbingan kemasyarakatan merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan yang menjiwai

31 Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas I Denpasar, tanpa tahun terbit, BAPAS (Balai

Pemasyarakatan) Kelas I Denpasar, Bali, h.2.

(5)

tata peradilan pidana dan mengandung aspek pelaksanaan bimbingan kepada para pelanggar hukum.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Balai Pemasyarakatan mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Melaksanakan penelitian kemasyarakatan untuk sidang pengadilan anak maupun untuk pembinaan dalam Lapas (asismilasi, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat);

2. Melakukan registrasi klien pemasyarakatan;

3. Melakukan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak;

4. Mengikuti sidang peradilan di pengadilan negeri dan sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) di lembaga pemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku;

5. Memberikan bantuan bimbingan kepada bekas narapidana, anak negara dan klien pemasyarakatan yang memerlukan;

6. Melakukan urusan tata usaha Balai Pemasyarakatan.33

1. Melaksanakan penelitian kemasyarakatan untuk sidang pengadilan anak maupun untuk pembinaan dalam Lapas (asismilasi, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat);

I Ketut Latera yang dalam hal ini menjabat sebagai Kepala Seksi Pembimbingan Klien Anak, dimana beliau menyebutkan bahwa pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan fungsinya yaitu melakukan penelitian kemasyarakatan sejak Tersangka anak ditangkap oleh polisi dan dibuatkan berita acara pemeriksaan hingga setelah Terdakwa anak (klien) diputus oleh hakim, pembimbing kemasyarakatan selalu dilibatkan oleh kepolisian. Pembimbing kemasyarakatan melakukan penelitian guna menyusun penelitian kemasyarakatan (litmas). Tanpa adanya hasil penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan, berkas perkara klien dianggap belum lengkap

33Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar, Profil Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar, Balai

(6)

dan sidang dapat dibatalkan. Litmas ini berisi tentang latar belakang anak secara keseluruhan, seperti data diri, keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar, sampai dengan latar belakang kasus, seperti kronologi kejadian, motif, gambaran mengenai kasus, kondisi tersangka. Begitu juga hal yang dilakukan untuk pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan seperti asimilasi yaitu proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan didalam kehidupan masyarakat, cuti menjelang bebas yaitu proses pembinaan narapidana dan anak pidana diluar lembaga pemasyarakatan setelah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana minimal sekurang- kurangnya 9 (Sembilan) bulan berkelakuan baik, dan pembebasan bersyarat merupakan proses pembinaan narapidana dan anak pidana diluar lembaga pemasyarakatan setelah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana minimal sekurang- kurangnya 9 (Sembilan) bulan, penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh balai pemasyarakatan berisi kesimpulan petugas Bapas tentang kasus yang bersangkutan dan rekomendasi mengenai disposisi (untuk kasus dewasa disebut vonis) apa yang terbaik bagi anak. Rekomendasi yang bisa diberikan mulai dari kembali ke orang tua, pidana bersyarat, pidana dengan keringanan hukuman, pidana sesuai perbuatan, anak negara, dan anak sipil. (Wawancara, tanggal 09 April 2015).

I Made Suryadi, selaku anak yang dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar karena melakukan tindak pidana persetubuhan, mengungkapkan bahwa pada saat melaksanakan proses

(7)

pemeriksaan sampai pada saat proses peradilan ia selalu didampingi oleh petugas bapas, dan petugas bapas menanyakan hal- hal yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan, lingkungan tempat ia tinggal serta keluarganya, namun ia tidak mengetahui bahwa yang dilakukan oleh bapas adalah melakukan penelitian kemasyarakatan yang akan melakukan rekomendasi terhadapan putusan hakim yang akan memberikan yang terbaik terhadapnya. (Wawancara, tanggal 16 April 2015).

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh I Made Suryadi, Putu Yoga Widya Putra selaku anak yang dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar karena melakukan tindak pidana persetubuhan, juga mengatakan bahwa pada saat melaksanakan proses pemeriksaan sampai pada saat proses peradilan selalu didampingi oleh petugas bapas, dan selama proses pemeriksaan petugas bapas menanyakan hal- hal yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan, hal- hal yang menyebabkan ia ingin melakukan perbuatan persetubuhan tersebut, bagaimanakah keadaan lingkungan tempat ia tinggal serta keluarganya, namun ia tidak mengetahui bahwa yang dilakukan oleh bapas adalah melakukan penelitian kemasyarakatan yang akan melakukan rekomendasi terhadapan putusan hakim yang akan memberikan yang terbaik terhadapnya. (Wawancara, tanggal 24 April 2015).

Kesimpulan yang dapat diambil dari wawancara dengan dua anak yang sedang dibimbing di Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar adalah bahwa dalam menjalankan fungsinya yaitu melaksanakan penelitian kemasyarakatan untuk sidang pengadilan anak maupun untuk pembinaan dalam Lapas bahwa

(8)

diketahui Bapas menjalankan fungsinya dengan baik demi kelancaran proses hukum terhadap anak tersebut dan demi memberikan hasil yang terbaik untuk anak tersebut dimana anak adalah generasi penerus bangsa yang masa depannya masih panjang.

2. Melakukan registrasi klien pemasyarakatan;

Registrasi klien pemasyarakatan dalam hal ini merupakan proses yang dilakukan oleh petugas balai pemasyarakatan dalam rangka melakukan suatu proses pencatatan data atau pendaftaran klien pemasyarakatan yang berupa pencatatan yang diantaranya putusan atau penetapan pengadilan, atau Keputusan Menteri dan jati diri, pembuatan pas foto, pengambilan sidik jari dan pembuatan berita acara serah terima klien baik narapidana dewasa ataupun narapidana anak yang akan dibimbing di balai pemasyarakatan, demikian ternyata berdasarkan wawancara yang dilakukan di Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar dengan I Putu Suwarsa, selaku seksi Bimbingan Kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar (Wawancara, tanggal 09 April 2015). 3. Melakukan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak;

Dalam menjalankan fungsinya, I Ketut Latera, selaku Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak mengungkapkan bahwa, balai pemasyarakatan melakukan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak yang berkonflik dengan hukum dengan cara melakukan bimbingan mental spiritual yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan melalui kesadaran beragama, melakukan bimbingan kesadaran hukum yang berupa penyuluhan hukum baik perorangan maupun kelompok sebagai pedoman agar klien tidak

(9)

melanggar hukum lagi dan memahami norma- norma hukum. (Wawancara, tanggal tanggal 09 April 2015).

I Made Suryadi, anak yang dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar karena melakukan tindak pidana persetubuhan, mengatakan bahwa ia melakukan bimbingan di BAPAS Klas I Denpasar selama sebulan sekali. Serta ia mengatakan banyak merasakan perubahan dalam dirinya setelah dibimbing di bapas, perubahan tersebut yang paling jelas ia rasakan adalah dalam hal spiritualnya, dan ia telah sadar bahwa perbuatan yang dahalu dilakukan tidak akan ia ulangi kembali. (Wawancara, tanggal 16 April 2015).

Senada dengan yang diungkapkan oleh I Made Suryadi, Putu Yoga Widya Putra selaku anak yang dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar karena melakukan tindak pidana persetubuhan, juga mengatakan bahwa ia melakukan bimbingan selama sekali dalam sebulan. Serta ia mengatakan banyak merasakan perubahan dalam dirinya setelah dibimbing di bapas, perubahan tersebut yang paling jelas ia rasakan adalah dalam hal spiritualnya serta pola hidup yang makin sehat, dan ia telah sadar bahwa perbuatan yang dahulu dilakukan tidak akan ia ulangi kembali. (Wawancara, tanggal 24 April 2015).

Hasil wawancara yang dilakukan dengan I Ketut Latera, selaku Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak mengatakan bahwa pelaksanaan bimbingan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dilakukan berdasarkan lamanya masa pidana anak tersebut di Lapas Anak, selain dari alasan tersebut beliau juga mengatakan bahwa kurangnya sumber daya manusia juga sebagai faktor

(10)

penghambat dijalankannya bimbingan yang cukup rutin. (Wawancara, tanggal 28 April 2015).

Hasil wawancara dengan dua anak yang sedang dibimbing di Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar tersebut diatas, hemat penulis bahwa dalam menjalankan fungsinya yaitu melakukan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak diketahui bahwa Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar telah melaksanakan fungsinya dengan baik, yaitu dengan melakukan bimbingan yang dilakukan selama sebulan sekali walaupun ada kendala di dalam hal sumber daya manusia yang kurang memadai.

4. Mengikuti sidang peradilan di pengadilan negeri dan sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) di lembaga pemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku;

I Ketut Latera, selaku Ketua Seksi Bimbingan Klien Anak beliau menuturkan pelaksanakan mengikuti sidang peradilan di pengadilan negeri dan sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) adalah petugas balai pemasyarakatan yang ditunjuk secara khusus untuk mengikuti hal tersebut. Dalam pelaksanaannya mengikuti sidang peradilan di pengadilan negeri dan sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) lebih sering terjadi dalam pembinaan terhadap klien narapidana dewasa, ini dikarenakan klien anak lebih sering dilakukan proses diversi, penyelesaian perkara di luar pengadilan yang melibatkan korban, pelaku, orang tua beserta petugas pemasyarakatan.

Lebih lanjut I Ketut Latera, selaku Ketua Seksi Bimbingan Klien Anak mengatakan bahwa apabila ada anak yang berkonflik dengan hukum mengikuti

(11)

sidang peradilan di pengadilan negeri, maka bapas bertugas melakukan pendampingan serta menyampaikan hasil penelitian serta melakukan rekomendasi dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik untuk anak. (Wawancara, tanggal 09 April 2015).

Sejalan dengan yang dikemukanan oleh I Made Suryadi, anak yang dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar karena melakukan tindak pidana persetubuhan bahwa ia mengatakan petugas balai pemasyarakatan selalu mendampinginya dalam proses sidang di pengadilan negeri dan ikut dalam melakukan rekomendasi dalam hal pemidanaan dengan mempertimbangkan kepentingan yang terbaik untuknya. (Wawancara, tanggal 16 April 2015).

Senada dengan yang diungkapkan oleh I Made Suryadi, Putu Yoga Widya Putra selaku anak yang dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar karena melakukan tindak pidana persetubuhan, juga mengatakan bahwa petugas bapas selalu mendampinginya dalam proses sidang di pengadilan negeri, menanyakan hal- hal apa saja yang berkaitan dengan tindak pidana yang ia lakukan dan ikut dalam melakukan rekomendasi dalam hal pemidanaan dengan mempertimbangkan kepentingan yang terbaik untuknya. (Wawancara, tanggal 24 April 2015).

Hemat penulis dari wawancara dengan kedua anak yang sedang dibina di Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar tersebut diatas bahwa dalam menjalankan fungsinya yaitu mengikuti sidang peradilan di pengadilan negeri dan sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) di lembaga pemasyarakatan

(12)

sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dapat di ketahui bapas telah menjalankan fungsinya dengan baik. Dimana bapas turut serta dalam proses sidang peradilan menyangkut mengenai anak yang berkonflik dengan hukum serta turut memberikan rekomendasi kepada hakim terkait dengan jatuhan pidana yang akan dikenakan terhadap anak tersebut dengan pertimbangan- pertimbangan demi yang terbaik untuk anak tersebut.

5. Memberikan bantuan bimbingan kepada bekas narapidana, anak negara dan klien pemasyarakatan yang memerlukan;

I Ketut Latera, selaku Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak mengungkapkan dalam hal ini memberikan bantuan bimbingan kepada bekas narapidana, anak negara dan klien pemasyarakatan adalah bantuan bimbingan yang dilakukan oleh petugas balai pemasyarakatan yang berupa datang ke kediaman bekas narapidana, anak negara dan klien pemasyarakatan berada. Ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keadaan bekas narapidana, anak negara dan klien pemasyarakatan tersebut, apakah bekas narapidana, anak negara dan klien pemasyarakatan tersebut telah menyadari kesalahannya, telah memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali di lingkungan masyarakat, serta menjadi anak yang aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Lebih lanjut ditambahkan, dalam prakteknya bapas belum pernah melakukan bimbingan terhadap bekas narapidana, anak negara dan klien pemasyarakatan karena selama ini bekas narapidana dan keluarganya belum

(13)

pernah ada meminta bimbingan kepada pihak bapas. Oleh karena itu bapas tidak mempunyai kewenangan untuk membimbing kecuali mereka yang meminta untuk dibimbing. (Wawancara, tanggal 09 April 2015).

6. Melakukan urusan tata usaha Balai Pemasyarakatan.

Sekti Pertiwi selaku Seksi Bimbingan Kerja di Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar mengatakan bahwa urusan tata usaha yang dilakukan di balai pemasyarakatan adalah penyelenggaraan urusan tulis menulis yang berbuhungan dengan pelaksanaan administrasi balai pemasyarakatan. (Wawancara, tanggal 09 April 2015).

Kedudukan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) adalah sebagai unit pelaksana teknis (UPT) di bidang pembimbingan luar Lembaga Pemasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di Propinsi. Hal ini mengandung pengertian bahwa Balai Pemasyarakatan masuk dalam naungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) yang secara teknis berada di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

Balai pemasyarakatan merupakan suatu organisasi dengan mekanisme kerja yang menggambarkan hubungan dan jalur-jalur perintah atau komando vertikal maupun horizontal dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam hal ini setiap petugas harus mengerti dan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Oleh karena itu penerapan organisasi Balai Pemasyarakatan telah diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(14)

Dalam struktur organisasi Balai Pemasyarakatan dibedakan dengan klasifikasi berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02.12.07.03 Tahun 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1997 menghapus Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) menjadi Balai Pemasyarakatan (BAPAS). Perihal klasifikasi tersebut didasarkan atas lokasi, beban kerja, dan wilayah kerja. Berdasarkan hal tersebut, Balai Pemasyarakatan diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu:

1. Balai Pemasyarakatan Kelas 1; 2. Balai Pemasyarakatan Kelas 2.

2.2. Esensi Pembinaan Terhadap Anak

2.2.1. Pengertian Pembinaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa ‘pembinaan berarti proses, cara, perbuatan membina, usaha, tindakan dan kegiatan yang diadakan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik’.34 ‘Pembinaan juga dapat berarti suatu kegiatan yang mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada sesuai dengan apa yang diharapkan’.35

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Masyarakat menyebutkan bahwa “Pembinaan

34Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, tanpa tahun terbit, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,

Difa Publisher, tanpa tempat terbit, h. 168.

35Hendyat Soetopo dan Wanty Soemamto, 1982, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum,

(15)

adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan”.

Berdasarkan definisi tersebut dapat diasumsikan bahwa pembinaan adalah suatu usaha kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan apa yang sudah ada kepada yang lebih baik (sempurna) baik dengan melalui pemeliharaan dan bimbingan terhadap apa yang sudah ada (yang sudah dimiliki). Serta juga mendapatkan hal yang belum dimilikinya yaitu pengetahuan dan kecakapan yang baru.

Pasal 6 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa ‘Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS’. Jadi dalam uraian Pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tugas BAPAS adalah sebagai pembimbing pemasyarakatan bukan sebagai Pembina kemasyarakatan. Hal tersebut senada dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Masyarakat yang menyatakan pembimbingan adalah pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas, ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Klien Pemasyarakatan. Klien Pemasyarakatan adalah Warga Binaan Pemasyarakatan yang dibimbing oleh BAPAS.

(16)

2.2.2. Pembinaan Klien Anak

Berdasarkan Pasal 42 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, klien anak merupakan Terpidana bersyarat, Narapidana, Anak Pidana, dan Anak Negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas, Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial, Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial dan Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya.

‘Bimbingan klien ialah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para klien pemasyarakatan di luar tembok’.36 Pembinaan klien anak adalah suatu pelaksanaan dalam rangka penegakan hukum yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan.

Bimbingan klien pemasyarakatan pada hakekatnya adalah pembinaan klien di luar Lembaga sebagai salah satu sistem perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan. Untuk membimbing klien anak tidak lepas dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang bertujuan untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali di masyarakat.

36Keputusan Menteri Kehakiman Nomor:M.02-PK.04.10,Tahun 1990,Tentang Pola

Pembinaan Narapidana/Tahanan,From http://www.Departemen hukumdanham.Co.id DitjenPas= Search , diakses pada tangal 10 April 2015.

(17)

Secara singkat bimbingan klien adalah daya upaya yang bertujuan untuk memperbaiki klien dengan maksud secara langsung dapat menghindarkan diri atas terjadinya pengulangan tingkah laku atau perbuatan yang melanggar norma atau hukum yang berlaku. Menurut CM Marianti Soewandi ‘bimbingan klien ini dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat, di dalam keluarga, tidak di dalam Lapas. Bimbingan yang diberikan harus dapat mendorong dan memantapkan hasrat klien untuk sembuh dan memiliki kedudukan sosial serta dapat melaksanakan peran sosialnya secara wajar dalam masyarakat’. 37

Dalam menjalani masa pidanya di lapas, anak yang berkonflik dengan hukum berhak mendapat binaan dari petugas lapas itu sendiri, pembinaan yang diterapkan bagi seorang narapidana anak haruslah berbeda dengan pola-pola pembinaan yang diterapkan bagi narapidana dewasa. Narapidana anak yang masih mempunyai masa depan yang panjang dibandingkan orang dewasa.

I Ketut Latera, yang dalam hal ini menjabat sebagai Kepala Seksi Pembimbingan Klien Anak di Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar, mengatakan bahwa pembinaan yang dilakukan di lapas merupakan sepenuhnya tanggung jawab oleh lapas, bapas hanya membimbing warga binaan yang telah mendapat pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat. Bentuk-bentuk Pola Pembinaan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak terbagi atas 3 (tiga) ruang lingkup pembinaan yaitu : pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian dan upaya pemasyarakatan.

37CM Marianti Soewandi. 2003. Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan,

Bimbingan dan Penyuluhan Klien. : SekretariatJenderal Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, h. 34.

(18)

a. Pembinaan Kepribadian yang meliputi kesadaran beragama, berbangsa dan bernegara, kemampuan intelektual, kesadaran hukum, mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pembinaan kepribadian di lembaga pemasyarakatan anak terbagi atas 3 bagian yakni : 1. Pendidikan Keagamaan (diisi oleh rohaniawan baik Islam, Kristen, Hindu dan Budha), 2.Pendidikan Umum 3.Pembinaan kepramukaan yang bertujuan membentuk watak dan jiwa yang sportif serta bertanggung jawab dalam diri anak pidana sehingga nantinya setelah mereka keluar dari lembaga pemasyarakatan anak dapat diterima kembali di masyarakat.

b. Pembinaan Kemandirian Kegiatannya terdiri atas: kerja/keterampilan seperti mengolah tempurung, membuat sulaman, pertanian dan perkebunan.

c. Upaya Pemasyarakatan, Upaya pemasyarakatan maksudnya adalah pembinaan narapidana guna dipersiapkan terjun kembali ketengah-tengah masyarakat. (Wawancara, tanggal 16 April 2015).

Sejalan dengan yang dikemukanan oleh I Made Suryadi, anak yang dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar karena melakukan tindak pidana persetubuhan, bahwa ia mengatakan selama menjalani masa pidana di lapas ia rutin mendapatkan pembinaan berupa bimbingan kerohanian serta mendapatkan pelajaran ketrampilan seperti perkebunan serta membuat hiasan rumah dari barang- barang bekas. Serta ia mengatakan banyak merasakan perubahan dalam dirinya setelah melakukan pembinaan di lapas. (Wawancara, tanggal 16 April 2015).

(19)

Seorang anak yang berkonflik dengan hukum yang masa pidananya akan segera berakhir atau anak tersebut dalam yang telah mendapat pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas atau cuti bersyarat, maka selanjutnya dilakukan pembimbingan di Balai Pemasyarakaan dengan pelaksananya adanya Seksi Bagian Klien Anak. Dalam melakukan bimbingan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, I Ketut Latera, menambahkan bahwa terdapat beberapa model pembimbingan yang diterapkan di Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar, yaitu : 1. Bimbingan mental Spriritual, yang bertujuan meningkatkan keimanan dan

ketaqwaan melalui kesadaran beragama. Memberi pengertian akibat dari perbuatannya yang melanggar hukum.

2. Bimbingan kesadaran hukum, bimbingan ini merupakan memberikan penyuluhan hukum baik perorangan maupun kelompok sebagai pedoman agar klien anak tidak lagi melanggar hukum lagi dan memahami norma- norma hukum.

3. Bimbingan kemandirian, bimbingan ini diberikan dalam rangka peningkatan dan pengembangan bakat/ kemampuan yang dimiliki klien anak dengan harapan nantinya mempunyai bekal dalam bidang- bidang ketrampilan yang dapat diterapkan di masyarakat. Bimbingan ini memberikan berupa penyuluhan- penyuluhan lapangan pekerjaan, dunia usaha, serta bidang ketrampilan.

Lebih lanjut oleh I Made Suryadi, anak yang dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar karena melakukan tindak pidana persetubuhan, mengemukakan bahwa selama melakukan pembimbingan di Balai Pemasyakatan

(20)

Klas I Denpasar, ia telah mempelajari tentang spiritual keagamaan, penyuluhan mengenai pentingnya hukum serta dibimbimbing agar menjadi anak yang lebih mandiri dan tidak lagi mengulangi perbuatannya kembali.

Senada dengan yang diungkapkan oleh I Made Suryadi, Putu Yoga Widya Putra selaku anak yang dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar karena melakukan tindak pidana persetubuhan, juga mengatakan bahwa selama melakukan pembimbingan di Balai Pemasyakatan Klas I Denpasar, ia telah mempelajari tentang spiritual keagamaan, kesadaran bahwa perbuatan yang dilakukan terdahulu merupakan suatu pelanggaran hukum, penyuluhan mengenai pentingnya hukum serta dibimbimbing agar menjadi anak yang lebih mandiri dan tidak lagi mengulangi perbuatannya kembali. (Wawancara, tanggal 24 April 2015).

2.3. Ensensi Anak

2.3.1. Pengertian Tentang Anak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, anak didefinisikan sebagai ‘keturunan pertama (sesudah ibu bapak) dan anak-anak adalah manusia yang masih kecil belum dewasa’.38

Pengertian anak di sini mencakup batas usia anak. Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai anak. Yang dimaksud dengan batas usia anak adalah ‘pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum’.39 Pengertian

38Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Op.Cit, h. 54.

39Maulana Hasan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak,

(21)

anak selain di atur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga diatur dalam peraturan- peraturan lainnya yang merupakan hukum positif Indonesia. Apabila dijabarkan secara terperinci, maka ada beberapa batasan umur dari hukum positif Indonesia tentang batasan umur bagi anak, yaitu :

a. Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang- undang ini tidak langsung mengatur tentang kapan seseorang digolongkan anak, tetapi secara tersirat tercantum dalam Pasal 6 ayat (2) yang memuat mengenai perkawinan bagi seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Dalam Pasal 7 ayat (1) memuat batas minimum usia untuk dapat kawin bagi pria adalah 19 (sembilanbelas) tahun, dan bagi wanita 16 (enambelas) tahun.40

Pasal 47 ayat (1) menyatakan, bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapanbelas) tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaaan orang tuanya. Pasal 50 ayat (1) berbunyi anak yang belum mencapai umur 18 (delapanbelas) tahun atau belum pernah kawin, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali.

b. Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

40Irma Setyowati Soemitri, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, h.

(22)

Menurut Pasal 171 KUHAP dinyatakan anak adalah mereka yang umurnya yang belum cukup 15 (limabelas) tahun dan belum pernah kawin.

c. Kitab Undang- Undang Hukum Perdata

Anak adalah mereka yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun dan belum kawin. Lebih lengkapnya di dalam Pasal 330 B.W. dinyatakan bahwa:

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap duapuluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan, sebelum umur mereka genap duapuluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian.” d. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 45 KUHP, definisi anak yang belum dewasa ialah apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, ketika ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya anak tersebut dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau pemeliharanya, atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman. Ketentuan Pasal 45, 46 dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Alasan penghapusan Pasal 45 ini adalah karena tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana khusus yang dilakukan oleh anak yang berumur dibawah enambelas tahun, maka dari itu dihapuskanlah pasal 45 ini dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

(23)

e. Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Pasal 1 Angka 1 menyebutkan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapanbelas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. f. Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Anak adalah anak didik pemasyarakatan yang terdiri dari Anak Pidana, Anak Negara dan Anak Sipil. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapanbelas) tahun.

Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk didik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapanbelas) tahun.

Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapanbelas) tahun.

g. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Batasan umur menjadi sangat penting dalam perkara pidana anak, karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan kejahatan termasuk kategori anak atau bukan. Adanya ketegasan dalam suatu peraturan perundang- undangan tentang hal tersebut akan menjadi pegangan bagi para

(24)

petugas di lapangan, agar tidak salah tangkap, salah tahan, salah sidik, salah tuntut maupun salah mengadili, karena menyangkut hak asasi seseorang.

Mengenai batas umur anak dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu anak adalah anak yang telah berumur 12 (duabelas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapanbelas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan yang dilakukan di Balai Pemasyarakatan Klas I Denpasar terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, dijadikan tolak ukur batasan umur anak yang berkonflik dengan hukum adalah berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu anak adalah anak yang telah berumur 12 (duabelas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapanbelas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

2.3.2. Anak yang Berkonflik Dengan Hukum dan Anak Korban

Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (duabelas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapanbelas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Sedangkan menurut Davit Setyawan anak yang berkonflik dengan hukum adalah ‘anak yang melakukan kenakalan, yang kemudian akan disebut sebagai

(25)

kenakalan anak, yaitu kejahatan pada umumnya dan perilaku anak yang berkonflik dengan hukum atau anak yang melakukan kejahatan khususnya’. 41

Perspektif Konvensi Hak Anak (Convention The Rights of The Child/CRC),

anak yang berkonflik dengan hukum dikategorikan sebagai anak dalam situasi khusus (children in need of special protection/CNSP). UNICEF menyebut ‘anak dalam kelompok ini sebagai ‘children in especially difficult circumstances’

(CEDC) karena kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi, rentan mengalami

tindak kekerasan, berada di luar lingkungan keluarga (berada pada lingkup otoritas institusi negara), membutuhkan proteksi berupa regulasi khsusus, dan membutuhkan perlindungan dan keamanan diri’.42 Kebutuhan-kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena anak tersebut tidak mendapatkan perlindungan dan perawatan yang layak dari orang dewasa yang berada di lingkungan tempat di mana anak biasanya menjalani hidup.

Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

41Davit Setyawan, 2014, Implementasi Restoratif Justice Dalam Penanganan Anak Yang

Bermasalah Dengan Hukum, URL : http://www.kpai.go.id/artikel/implementasi-restorasi-justice-dalam-penanganan-anak-yang- bermasalah-dengan-hukum/ diakses tanggal 29 Maret 2015. 42Yayasan Pemantau Hak Anak, 2008, Praktek- praktek Penanganan Anak yang Berkonflik

dengan Hukum Dalam Kerangka Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) di Indonesia : Perspektif Hak Sipil dan Hak Politik ,URL : http://www.google.com/url?sa=t&r ct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&uact=8&ved=0CGkQFjAJ&url=http%3A%2F% 2Fwww.ypha.or.id%2Fweb%2Fwp-content%2Fuploads%2F2010%2F06%2FPraktek-praktek-sistem-peradilan-pidana-anak.doc&ei=33QqVYnBDsq7uATYiIDIAQ&usg=AFQ

jCNHMQHbleEZdNm5SsbeJ8X6XlM0YEg&sig2=mehQ5mvWQ06iRcyHdQ79NQ&bvm=bv.90 491159,d.c2E , diakses pada tanggal 09 April 2015

(26)

Apong Herlina menyebutkan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum dapat juga dikatakan sebagai anak yang terpaksa berkontrak dengan sistem pengadilan pidana, karena :

1. Disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum; atau

2. Telah menjadi korban akibat perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan orang/ kelompok orang/ lembaga, negara terhadapnya; atau 3. Telah melihat, mendengar, merasakan, atau mengetahui suatu peristiwa

pelanggaran hukum.43

Melihat kecendrungan yang ada di media saat ini, baik media cetak maupun media elektronik, jumlah tindak pidana yang dilakukan oleh anak (juvenile delinquency) semakin meningkat dan semakin beragam modusnya. Masalah delinkuensi anak ini merupakan masalah yang semakin kompleks dan perlu segera diatasi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Menurut Romli Atmasasmita dalam Wagiati Soetodjo, motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari kenakalan anak adalah sebagai berikut:44

1. Motivasi intrinsik dari pada kenakalan anak-anak adalah intelegentia, usia, kelamin serta kedudukan anak dalam keluarga.

2. Motivasi ekstrinsik adalah rumah tangga, pendidikan dan sekolah; pergaulan anak dan media masa.

43Anonim, 2004, Perlindungan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Buku Saku

Unuk Polisi, Unicef, Jakarta, h. 30.

(27)

Berbagai faktor tersebut memungkinkan bagi anak untuk melakukan kenakalan dan kegiatan kriminal yang dapat membuat mereka terpaksa berhadapan dengan hukum dan sistem peradilan. Anak yang melakukan tindak pidana ini bisa disebut pula dengan anak yang berhadapan dengan hukum.

Perbedaan anak yang berkonflik dengan hukum dan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (duabelas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapanbelas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana sedangkan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Dalam hal ini, anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang melakukan tindak pidana saja, sedangkan anak yang berhadapan dengan hukum adalah tidak hanya anak yang berkonflik dengan hukum saja melainkan anak yang menjadi korban tindak pidana serta anak yang menjadi saksi tindak pidana tersebut.

Menurut Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapanbelas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/ atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

Pengertian korban termaktub dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dinyatakan bahwa korban adalah “seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”.

(28)

“Arif Gosita menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Ini menggunakan istilah penderitaan jasmaniah dan rohaniah (fisik dan mental) dari korban dan juga bertentangan dengan hak asasi manusia dari korban”.45

Bila diasumsikan anak korban adalah mereka yang mengalami kerugian berupa fisik, psikis maupun materi yang perbuatan tersebut dilakukan oleh orang lain serta perbuatan tesebut bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia. 2.3.3. Hak- hak Anak

Anak sebagai generasi penerus bangsa telah mendapatkan kedudukan di dunia internasional. Dengan memiliki kedudukan di dunia internasional bukan berarti hak- hak anak telah terjamin adanya. Seperti yang kita ketahui, bahwa banyaknya pelanggaran yang terjadi terhadap anak, yaitu seperti tidak meratanya anak- anak yang mendapatkan fasilitas kesehatan, pendidikan, kehidupan yang layak, perbudakan, dan lain sebagainya. Dengan banyaknya pelanggaranterhadap hak-hak anak maka terdapat berbagai macam peraturan yang melindungi hak-hak anak agar perkembangan anak berjalan dengan baik. Namun, hak- hak anak tersebut tidak hanya diperuntukan kepada anak- anak yang taat terhadap peraturan hukum yang berlaku, melainkan terhadap anak- anak yang melanggarnya, ini menandakan setiap anak mendapatkan haknya tanpa adanya diskriminasi.

Dalam dunia internasional terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai hak- hak anak tersebut, seperti diantaranya :

45 Arif Gosita, Op.Cit, h.75.

(29)

1. Hak Anak Menurut Konvensi Hak Anak (Child Right Convention)

Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak. Adapun hak-hak anak menurut Konvensi Hak Anak jo Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Hak Anak adalah sebagai berikut:

1. Hak Hidup (Survival Rights)

2. Hak Mendapatkan Perlindungan (Protection Rights) 3. Hak Untuk Tumbuh Kembang (Development Rights) 4. Hak Berpartisipasi (Participation Rights).

2. Convention on the Rights of the Child 1989

Memuat sejumlah ketentuan yang sangat tegas berkaitan dengan penangkapan, yaitu tak seorang anakpun boleh dicabut kebebasannya secara tidak sah atau sewenang-wenang. Dalam kaitannya dengan penangkapan anak pelanggar hukum, para pejabat penegak hukum diharuskan mematuhi sejumlah ketentuan pelengkap, antara lain:

a. Orang tua atau wali dari anak yang ditangkap harus diberitahukan mengenai penangkapan tersebut dengan segera (Beijing Rules, Rule 10.1).

b. Hakim atau otoritas yang berwenang lainnya akan mempertimbangkan persoalan pelepasannya tanpa penangguhan (Beijing Rules, Rule 10.2). c. Anak yang ditahan menyusul penangkapannya akan dipisahkan dengan

(30)

d. Setiap orang pada saat penangkapan pada permulaan penangkapan atau pemenjaraan atau segera setelah itu, harus diberikan keterangan dan penjelasan mengenai hak-haknya dan caranya membantu dirinya sendiri. 3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;

4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja;

5. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

6. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 182 tentang Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak;

7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 8. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

9. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 10. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga.

Peraturan yang bersifat internasional ini selanjutnya diikuti oleh negara- negara di dunia dengan meratifikasinya. Begitu juga dengan Indonesia sehingga Indonesia juga mempunyai peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap hak anak. Indonesia, sudah memiliki sederet aturan untuk melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. Misalnya saja jauh sebelum Ratifikasi Konvensi Hak Anak tahun 1990 Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 4Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

(31)

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak sudah dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan terhadap perlindungan anak, namun, kondisi anak-anak di Indonesia masih mengalami berbagai masalah. Sampai akhirnya Indonesia meratifikasi Konvensi International Mengenai Hak Anak (Convention on the Raight of the Child), ‘Konvensi yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 ternyata belum mampu mengangkat keterpurukan situasi anak-anak Indonesia. Kemudian setelah Ratifikasi Konvesi Hak Anak, Indonesia mengesahkan undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak’.46

Indonesia sendiri, terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai hak- hak anak tersebut, seperti diantaranya

1. Dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa pasal 34 ayat (1), Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (ayat (2)). Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (ayat(3)).

Serta Batang Tubuh UUD 1945 secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 27 sampai 34 dapat dikelompokkan menjadi :

46Anonim, Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum, (Focal Point

Gender Kejaksaan Agung dan Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia), focalpointgender.kejaksaan.go.id/.../Hak%20Anak%20-%20materi%20modul.doc, diakses tanggal 05 April 2015, h.7

(32)

a) Hak dalam bidang politik (pasal 27 (1) dan 28), b) Hak dalam bidang ekonomi (pasal 27 (2), 33, 34), c) Hak dalam bidang sosial budaya (pasal 29, 31, 32), d) Hak dalam bidang hankam (pasal 27 (3) dan 30).

e) Hak asasi manusia (Bab X A Pasal 28 A sampai dengan 28 J)

2. Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 18 mengatur secara khusus mengenai hak anak. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan:

a. Diskriminasi;

b. Eksploitasi baik ekonomi maupun seksual; c. Penelantaran;

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. Ketidakadilan; dan

f. Perlakuan salah lainnya.

Memang disadari, dengan adanya Konvensi Hak-hak Anak tidak dengan serta merta merubah situasi dan kondisi anak-anak di seluruh dunia. Namun setidaknya ada acuan yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi bagi perubahan dan mendorong lahirnya peraturan perundangan, kebijakan ataupun program yang lebih responsif anak.

Referensi

Dokumen terkait

The main objectives of the research are to know whether: (1) internet materials are more effective than textbook ones in teaching writing for the fourth semester students

Density value of lightweight foam concrete based on cylinder specimen is 1833.56 kg/m 3 which is containing of lightweight aggregate as additional material with

Alhamdulillah, segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian

On each horizontal line in the figure below, the five large dots indicate the populations of five branches of City Montessori School in Lucknow: A, B, C, D and E

Sub Dinas Produksi mempunyai tugas membantu pelaksanaan tugas pokok Dinas Kehutanan dalam bidang eksploitasi dan industri hasil hutan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan

Analisis Kelayakan Finansial Industri Enzim Protease Biduri (Studi Kasus di Koperasi Ponpes Al-Ishlah Grujugan Bondowoso); Agung Basuki Putranto; 051710101089; 2011: 61

[r]

Dengan demikian degradasi moral dan nilai agama saat ini terjadi kalangan remaja, siswa, mahasiswa tidak terlepas dari adanya kemajuan sosial ekonomi dan