PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS
NOMOR : 6 TAHUN 2010 T E N T A N G
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KAPUAS,
Menimbang : a.
b. c. d.
bahwa dengan makin berkembangnya fungsi pelayanan kesehatan masyarakat dan adanya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat, perlu untuk menambah jenis-jenis pelayanan kesehatan lainnya pada Dinas Kesehatan Kabupaten;
bahwa untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat diperlukan biaya yang tidak sedikit;
bahwa salah satu sumber dana untuk membiayai pelayanan kesehatan berasal dari pendapatan daerah berupa retribusi; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan.
Mengingat : 1.
2.
3.
4.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5.
6.
7. 8. 9.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5049);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) ;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Kapuas;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAPUAS DAN
BUPATI KAPUAS M E M U T U S K A N
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS TENTANG RETRIBUSI
PELAYANAN KESEHATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Kapuas.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Bupati adalah Bupati Kapuas.
5. Dinas adalah Perangkat Daerah Kabupaten Kapuas yang memiliki tugas
dan wewenang dalam bidang kesehatan.
6. Kepala Dinas adalah Kepala Perangkat Daerah Kabupaten Kapuas yang
memiliki tugas dan wewenang dalam bidang kesehatan.
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas selanjutnya disingkat UPTD adalah pelayanan
kesehatan pada semua sarana pelayanan kesehatan milik Pemerintah Daerah di bawah Dinas yaitu : Puskesmas, Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Mampu PONED, Puskesmas dengan Gawat Darurat, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Polindes/Poskesdes dan Laboratorium Kesehatan Daerah.
8. Pusat Kesehatan Masyarakat selanjutnya disingkat Puskesmas adalah Unit Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di wilayah tertentu.
9. Puskesmas dengan Tempat Perawatan adalah Puskesmas yang
mempunyai fasilitas rawat inap dengan sejumlah tempat tidur.
10. Puskesmas dengan Unit Gawat Darurat adalah Puskesmas yang dilengkapi
dengan fasilitas pelayanan gawat darurat.
11. Puskesmas mampu PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar) adalah Puskesmas yang dilengkapi dengan fasilitas pertolongan persalinan standar dengan sejumlah tempat tidur.
12. Puskesmas Pembantu adalah unit yang melaksanakan sebagian fungsi
Puskesmas dengan skala yang lebih kecil dengan wilayah kerja 1 (satu) sampai 3 (tiga) desa.
13. Pos Kesehatan Desa selanjutnya disebut Poskedes adalah suatu unit
pelayanan kesehatan bersumberdaya masyarakat yang di kelola oleh Bidan di desa dan dibantu oleh minimal oleh 2 (dua) kader.
14. Pondok Bersalin Desa selanjutnya disebut Polindes adalah merupakan
salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak lainnya, termasuk KB di desa.
15. Puskesmas Keliling adalah Tim Pelayanan Kesehatan Keliling yang
dilengkapi dengan fasilitas kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau perahu bermotor, peralatan kesehatan dan sarana penyuluhan.
16. Bidan di desa adalah Bidan yang ditempatkan dan bertugas di Desa dengan
wilayah kerja 1 sampai 2 desa dengan atau tanpa mengelola Pondok Bersalin Desa (Polindes) atau Pos Kesehatan Desa (Poskesdes).
17. Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan kepada masyarakat
yang meliputi pemeriksaan kesehatan, pengobatan, tindakan medik, perawatan, pemakaian fasilitas/sarana kesehatan termasuk pemberian perizinan di bidang kesehatan yang diberikan/disediakan oleh Pemerintah Daerah.
18. Pemeriksaan kesehatan adalah pemeriksaan medik atas diri orang yang
memerlukan surat keterangan kesehatan.
19. Pengobatan adalah kegiatan pelayanan yang bertujuan untuk menghentikan
proses penyakit atau gejala yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara dan teknologi khusus untuk keperluan tersebut.
20. Tindakan medik adalah operasi anestesi, tindakan pengobatan dengan
menggunakan alat dan tindakan diagnosa khusus.
21. Perawatan adalah pelayanan dan tindakan keperawatan/asuhan
keperawatan oleh tenaga perawat pada UPTD sesuai dengan fungsinya.
22. Fasilitas/sarana kesehatan adalah pelayanan atas pemakaian sarana
kesehatan, bahan, obat-obatan, bahan kimia dan alat kesehatan habis pakai yang digunakan langsung dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi.
23. Rawat Inap adalah penggunaan fasilitas rawat inap termasuk makan di
Puskesmas Rawat Inap.
24. Akomodasi adalah penggunaan fasilitas inap di Puskesmas Rawat Inap.
25. Bahan dan alat adalah bahan kimia obat untuk kesehatan (habis pakai) dan
radiologi serta bahan lain untuk observasi diagnose, pengobatan, perawatan dan pelayanan kesehatan lainnya.
26. Visum et repertum adalah laporan tertulis yang dibuat atas sumpah untuk justisi tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada korban oleh dokter sepanjang pengetahuannya yang sebaik-baiknya dan hanya dapat diminta oleh instansi/pejabat yang berwenang minta visum et repertum.
27. Retribusi Daerah adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
28. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan
yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
29. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
30. Retribusi Pelayanan Kesehatan selanjutnya disebut retribusi adalah
Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas pelayanan kesehatan.
31. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
32. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas
waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah.
33. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah
bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
34. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD,
adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.
35. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
36. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
37. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.
38. Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2
Dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan dipungut retribusi atas pelayanan kesehatan yang diberikan/disediakan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 3
(1) Obyek retribusi adalah setiap pelayanan kesehatan yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Dikecualikan dari obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Pasal 4
Subyek retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang mendapatkan/menikmati pelayanan kesehatan.
BAB III
GOLONGAN DAN WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 5
(1) Retribusi termasuk ke dalam golongan retribusi jasa umum.
(2) Wilayah pemungutan retribusi meliputi seluruh pelayanan kesehatan pada
UPTD atau Dinas.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan dan pemakaian fasilitas kesehatan dalam jangka waktu tertentu.
BAB V
PRINSIP YANG DIANUT DALAM MENETAPKAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 7
(1) Prinsip yang dianut dalam menetapkan struktur dan besarnya tarif retribusi memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Biaya operasional yang terdiri dari :
1) biaya pendaftaran.
2) biaya pemeriksaan kesehatan. 3) biaya obat-obatan, bahan dan alat. 4) biaya tindakan medik.
5) biaya perawatan. 6) biaya rawat inap. 7) biaya akomodasi.
8) biaya visum et repertum.
9) biaya pelayanan kesehatan lainnya. b. Biaya pemeliharaan terdiri dari :
2) biaya pemeliharaan sarana. c. Biaya bunga dan modal terdiri dari :
1) biaya bunga pinjaman.
2) biaya pengadaan peralatan,tanah dan bangunan. Pasal 8
(1) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 9
(1) Struktur dan besarnya tarif ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Untuk pelayanan kesehatan tertentu dibebaskan dari retribusi.
(3) Jenis pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VII MASA RETRIBUSI
Pasal 10
(1) Masa retribusi adalah selama jangka waktu berlakunya pelayanan kesehatan. (2) Retribusi terutang dalam masa retribusi sejak diterbitkannya SKRD.
BAB VIII
PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN
Pasal 11
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.
Pasal 12
(1) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Wajib retribusi harus membayar retribusi selambat-lambatnya sampai selesainya pelayanan kesehatan.
(3) Dalam hal pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus disetor ke Kas Daerah paling lambat 1x24 jam.
Pasal 13
(1) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diberikan tanda bukti pembayaran berupa SSRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.
(3) Bentuk, isi, kualitas, ukuran buku dan tanda bukti pembayaran retribusi sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 14
(1) Bupati dapat memberikan keringanan pembayaran retribusi berupa angsuran atau penundaan pembayaran.
(2) Tata cara pemberian keringanan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 15
(1) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
BAB X PENAGIHAN
Pasal 16
(1) Apabila wajib retribusi tidak membayar atau kurang membayar retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan penagihan atas retribusi yang terutang dengan menggunakan STRD atau surat lain yang sejenis.
(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat Teguran.
(3) STRD atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo.
(4) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah STRD atau surat lain yang sejenis dikeluarkan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
BAB XI KEBERATAN
Pasal 17
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan wajib retribusi. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan
pelaksanaan penagihan Retribusi.
Pasal 18
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 19
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 20
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi. (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
BAB XIII
PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA Pasal 21
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib retribusi.
Pasal 22
(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV PEMANFAATAN
Pasal 23
(1) Pemanfaatan dari penerimaan retribusi sebagian dikembalikan kepada Dinas dan digunakan langsung untuk pelayanan kesehatan yang penggunaannya diatur oleh Bupati melalui Kepala Dinas.
(2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB XV
INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 24
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB XVI
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 25
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Dinas dengan melibatkan instansi terkait.
(2) Bupati melalui Kepala Dinas berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka
melaksanakan Peraturan Daerah ini. (3) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XVII PENYIDIKAN
Pasal 26
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVIII KETENTUAN PIDANA
Pasal 27
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan Negara.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP Pasal 28
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas Nomor 17 Tahun 1999 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan beserta seluruh perubahannya sepanjang bukan mengenai Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 29
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kapuas.
Diundangkan di Kuala Kapuas pada tanggal 14 Agustus 2010
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KAPUAS, cap dtt
NURUL EDY
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS TAHUN 2010 NOMOR : 6
Ditetapkan di Kuala Kapuas
pada tanggal 14 Agustus 2010 B U P A T I K A P U A S,
cap dtt