BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakekat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
1. Pengertian PPKn
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah “salah satu
mata pelajaran yang diajarkan untuk jenjang SMP/MTs, yang dirancang
untuk menghasilkan siswa yang memiliki keimanan dan akhlak mulia
sebagaimana diarahkan oleh falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu
Pancasila sehingga dapat berperan sebagai warga negara yang efektif dan
bertanggung jawab. Pembahasannya secara utuh mencakup empat pilar
kebangsaan yang terkait satu sama lain, yaitu Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal
Ika (Buku Guru SMP/MTS Kelas VIII)”.
Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
dirancang berbasis aktivitas terkait dengan sejumlah tema
kewarganegaraan yang diharapkan dapat mendorong siswa menjadi warga
negara yang baik melalui kepeduliannya terhadap permasalahan dan
tantangan yang dihadapi masyarakat sekitarnya. Kepedulian tersebut
ditunjukkan dalam bentuk partisipasi aktif dalam pengembangan
komunitas yang terkait dengan dirinya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan adalah suatu program pendidikan yang
education melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif, serta
humanis dalam lingkungan yang demokratis, serta tidak hanya mencakup
aspek kognitif saja tetapi juga aspek afektif dan psikomotrnya. Bukan
hanya menjadikan peserta didik yang pandai tetapi yang mempunyai sikap
baik/berkarakter baik dan mempunyai keterampilan untuk bersosialisasi
dengan lingkungan.
Menurut Brunner (Asri Budiningsih,2005: 50) langkah-langkah
pembelajaran yang harus diterapkan oleh guru adalah sebagai berikut:
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal,
minat, gaya belajar dan sebagainya).
3) Memilih materi pelajaran
4) Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif
(dari contoh-contoh ke generalisasi).
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks,
dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai
ke simbolik.
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran diatas, peserta didik
diberikan kebebasan untuk belajar sendiri melalui aktifitas menemukan
(discovery), cara demikian akan mengarahkan peserta didik pada bentuk
belajar induktif, yang menuntut banyak dilakukan pengulangan.
Kompetensi yang dihasilkan bukan lagi terbatas pada kajian
pengetahuan dan keterampilan penyajian hasil kajiannya dalam bentuk
karya tulis, tetapi lebih ditekankan kepada pembentukan sikap dan
tindakan nyata yang harus mampu dilakukan oleh setiap peserta didik.
Dengan demikian akan terbentuk sikap yang cinta dan bangga sebagai
warga negara Indonesia.
2. Tujuan PPKn
Berdasarkan Peraturan Menteri No. 58 Tahun 2014 tentang
Kurikulum 2013, secara umum tujuan mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
adalah mengembangkan potensi peserta didik dalam seluruh dimensi
kewarganegaraan, yakni: (1) sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan,
komitmen dan tanggung jawab kewarganegaraan (civic confidence, civic
committment, and civic responsibility); (2) pengetahuan kewarganegaraan;
(3) keterampilan kewarganegaraan termasuk kecakapan dan partisipasi
Secara khusus Tujuan PPKn yang berisikan keseluruhan dimensi
tersebut sehingga peserta didik mampu:
1) Menampilkan karakter yang mencerminkan penghayatan,
pemahaman, dan pengamalan nilai dan moral Pancasila secara
personal dan sosial;
2) Memiliki komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif
dan pemahaman utuh tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
3) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta memiliki semangat
kebangsaan serta cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila,
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan
4) Berpartisipasi secara aktif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai
anggota masyarakat, tunas bangsa, dan warga negara sesuai dengan
harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa yang hidup bersama dalam berbagai tatanan sosial Budayaal.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan menekankan pada perkembangan dan
membina peserta didik yang cerdas, terampil, dan berkarakter serta
bertindak sesuai dengan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.
kepada peserta didik diharapkan akan lahir generasi muda yang berpikir
secara kritis, rasional, berkarakter baik dan kreatif yang memiliki sikap
demokratis dan bertanggung jawab sebagai warga negara yang sanggup
melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
3. Fungsi PPKn
Menurut Peraturan Menteri No.58 Tahun 2014, PPKn memiliki
kedudukan dan fungsi sebagai berikut:
a. PPKn merupakan pendidikan nilai, moral/karakter, dan
kewarganegaraan khas Indonesia yang tidak sama sebangun dengan
civic education di USA, citizenship education di UK, talimatul
muwatanah di negara-negara Timur Tengah, education civicas di
Amerika Latin.
b. PPKn sebagai wahana pendidikan nilai, moral/karakter Pancasila
dan pengembangan kapasitas psikososial kewarganegaraan
Indonesia sangat koheren (runut dan terpadu) dengan komitmen
pengembangan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dan
perwujudan warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab
sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 UU No.20 Tahun 2003.
Berdasarkan pada fungsi di atas Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan harus dinamis dan mampu menarik perhatian perserta
didik yaitu dengan cara guru membantu mengembangkan pemahaman baik
pemahaman bahwa bukan hanya hasil ahir yang dicapai yaitu nilai
akademik, tetapi proses pembelajaran dan implementasi dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik.
4. Ruang Lingkup PPKn
Menurut Peraturan Menteri No.58 Tahun 2014, dengan perubahan
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), maka ruang lingkup PPKn
meliputi:
a. Pancasila, sebagai dasar negara, ideologi, dan pandangan hidup
bangsa
b. UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang menjadi landasan
konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai kesepakatan final
bentuk Negara Republik Indonesia.
d. Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud filosofi kesatuan yang
melandasi dan mewarnai keberagaman kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Uraian diatas menegaskan bahwa materi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dapat diperoleh dari berbagai sumber yang memiliki
kualifikasi untuk dijadikan ajar yang tidak menyimpang dari kurikulum
5. Karakteristik Mata Pelajaran PPKn
Menurut Peraturan Mentri No.58 Tahun 2014 mata pelajaran PPKn
dalam Kurikulum 2013, secara utuh memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Nama mata pelajaran yang semula Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) telah diubah menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn);
b. Mata pelajaran PPKn berfungsi sebagai mata pelajaran yang
memiliki misi pengokohan kebangsaan dan penggerak pendidikan
karakter;
c. Kompetensi Dasar (KD) PPKn dalam bingkai kompetensi inti (KI)
yang secara psikologis-pedagogis menjadi pengintegrasi
kompetensi peserta didik secara utuh dan koheren dengan
penanaman, pengembangan, dan/atau penguatan nilai dan moral
Pancasila; nilai dan norma UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945; nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika; serta wawasan
dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Pendekatan pembelajaran berbasis proses keilmuan (scientific
approach) yang dipersyaratkan dalam kurilukum 2013 memusatkan
perhatian pada proses pembangunan pengetahuan (KI-3,
keterampilan (KI–4), sikap spiritual (KI-1) dan sikap sosial (KI-2)
melalui transformasi pengalaman empirik dan pemaknaan
konseptual. Pendekatan tesebut memiliki langkah generik sebagai
1. Mengamati (observing),
2. Menanya (questioning),
3. Mengumpulkan Informasi (exploring),
4. Menalar/mengasosiasi (associating)
5. Mengomunikasikan (communicating)
Pada setiap langkah dapat diterapkan model pembelajaran yang
lebih spesifik, misalnya:
1. untuk mengamati antara lain dapat menggunakan model
menyimak dengan penuh perhatian;
2. untuk menanya antara lain dapat menggunakan model
bertanya dialektis/mendalam;
3. untuk mengumpulkan informasi antara lain dapat
menggunakan kajian dokumen historis;
4. untuk menalar/mengasosiasi antara lain dapat
menggunakan model diskusi peristiwa publik;
5. untuk mengomunikasikan antara lain dapat menggunakan
model presentasi gagasan di depan publik (public hearing).
6. Dalam konteks lain, misalnya model yang diterapkan
berupa model project seperti Proyek Belajar
Kewarganegaraan yang menuntut aktivitas yang kompleks
waktu dan panjang dan kompetensi yang lebih luas kelima
langkah generik diatas dapat diterapkan secara adaptif
e. Model pembelajaran dikembangkan sesuai dengan karakteristik
PPKn secara holistik/utuh dalam rangka peningkatan kualitas
belajar dan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan
karakter peserta didik sebagai warganegara yang cerdas dan baik
secara utuh dalam proses pembelajaran otentik (authentic
instructional and authentic learning) dalam bingkai integrasi
Kompetensi Inti sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Serta model
pembelajaran yang mengarahkan peserta didik bersikap dan
berpikir ilmiah (scientific) yaitu pembelajaran yang mendorong dan
menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah,
dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
f. Model Penilaian proses pembelajaran dan hasil belajar PPKn
menggunakan penilaian otentik (authentic assesment). Penilaian
otentik mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta
didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba,
membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian otentik cenderung
fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan
peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam
6. Kerangka Pembelajaran PPKn
Pengembangan desain pembelajaran, harus memperhatikan
prinsip-prinsip dan langkah pembuatan kerangka pembelajaran yang
mengkaitkan prinsip penguasan kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang bersifat holistik (Peraturan Mentri No.58 Tahun
2014). Pembelajaran dimulai dari membangun interaksi proses
penguasaan pengetahuan dan keterampilan secara interaktif yang
berimplikasi pada tumbuhnya dampak pembelajaran yang bersifat
afektif.
Akhirnya dalam diri peserta didik akan terinternalisasi
(tertanam) nilai-nilai keadaban Pancasila melalui pembentukan
karakter baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
memanfaatkan berbagai sumber belajar. Dengan demikian,
pembelajaran guna pembentukan sikap dan penanaman nilai dan
moral Pancasila dan pilar kebangsaan lainnya dalam mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diharapkan dapat
B. Komponen-komponen pembelajaran PPKn
1. Guru
a. Pengertian Guru
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa “guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah”.
Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa tugas guru sebagai
suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mendidik, mengajar dan melatih peserta didik adalah tugas
guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada peserta
didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik.
Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan
b. Persyaratan menjadi guru
Di Indonesia untuk menjadi guru diatur dengan beberapa
persyaratan yakni, berijasah, profesional, sehat jasmani dan rohani,
takwa kepada Tuhan YME dan berkepribadian yang luhur, bertanggung
jawab, dan berjiwa nasional (Syaiful Bahri Djamarah,2005: 34).
Menjadi guru berdasarkan tuntutan hati nurani tidaklah semua
orang dapat melakukanya, karena orang harus merelakan sebagian besar
dari seluruh hidup dan kehidupanya mengabdi kepada negara dan
bangsa guna mendidik peserta didik menajdi manusia susila yang
cakap, demokratis, dan bertanggung jawab atas pembangunan dirinya
dan pembangunan bangsa dan negara.
c. Tanggung Jawab Guru
“Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan
kehidupan peserta didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang
diharapkan ada pada diri setiap peserta didik” ( Syaiful Bahri
Djamarah,2005: 34). Karena besarnya tanggung jawab guru terhadap
anak didiknya, hujan dan panas bukanlah halangan bagi guru untuk
selalu hadir di tengah-tengah peserta didiknya. Guru tidak pernah
memusuhi anak didiknya meskipun suatu ketika ada peserta didiknya
yang berbuat kurang sopan. Bahkan dengan sabar dan bijaksana guru
memberikan nasehat bagaimana cara bertingkah laku yang sopan
Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa
sifat, yang menurut Wens Tanlin dkk ( Syaiful Bahri Djamarah,2005:
36) ialah:
1) Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan
2) Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira, (tugas
bukan menjadi beban baginya).
3) Sadar dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya
serta akibat-akibat yang timbul (kata hati).
4) Menghargai orang lain termasuk peserta didik.
5) Bijaksana dan hati-hati aa9tidak nekat, tidak sembrono, tidak
singkat akal) dll.
6) Takwa terhadap Tuhan YME.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa seorang guru harus
bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatanya
dalam rangka membina jiwa dan watak peserta didik. Dengan demikian,
tanggung jawab guru adalah untuk membentuk peserta didik agar
menajdi seorang yang berkarakter baik, bersusila yang cakap, berguna
bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang.
d. Hak dan Kewajiban Kewajiban Guru
Menurut Undang-Undang No.14 (pasal 14) Tentang Guru dan
Dosen, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, seorang guru
1) Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum
dan jaminan kesejahteraan sosial.
2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas
dan prestasi kerja
3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan
hak atas kekayaan intelektual.
4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.
5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan
6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut
menentukan kelulusan , penghargaan, dan/sanksi kepada
peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik
guru, dan peraturan perundang-undangan.
7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas.
8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi
profesi.
9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan
kebijakan pendidikan.
10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam
bidangnya.
Dari uraian diatas hak guru sekarang ini sudah hampir semuanya
dipenuhi oleh pihak pemerintah, jadi sewajarnya guru memberikan
hak-hak peserta didik secara penuh juga. Jangan sampai terlena dengan
semua hak yang telah dinikmati dan membiarkan peserta didik dalam
kebodohan dan terjerumus ke dalam lingkungan pergaulan yang tidak
benar.
Di dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 (pasal 20) tentang
Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa, dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan guru berkewajiban antara lain :
1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran.
2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik
dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi
fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial
ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum,
5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kewajiban guru begitu
banyak dalam melaksanakan tugas keprofesionalanya, bukan hanya
tugas akademik tetapi juga harus menjunjung tinggi peraturan-peraturan
yang berlaku. Sehingga diharapkan lahirlah peserta didik yang tidak
hanya pandai atau cerdas dalam pengetahuan tetapi juga yang
berkarakter baik yang tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya di
kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga,
lingkungan pergaulan, dan lingkungan masyarakat pada umumnya.
e. Kepribadian Guru
Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri
pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang
guru dengan guru lainya. “Kepribadian sebenarnya adalah suatu
masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan,
ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan”
(Syaiful Bahri Djamarah, 2005: 39).
Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat
dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupanya adalah figur yang
paripurna. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit
saja guru berbuat yang tidak atau kurang baik, akan mengurangi
kewibawaan dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri.
Penyatuan kata dan perbuatan dituntut dari guru, bukan lain perkataan
dengan perbuatan.
Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa, posisi guru dan
peserta didik boleh berbeda, tetapi keduanya tetap seiring dan setujuan.
Seiring berarti kesamaan langkah dalam mencapai tujuan bersama.
Peserta didik berusaha mencapai cita-citanya dan guru dengan ikhlas
mengantar dan membimbing peserta didik ke pintu gerbang
cita-citanya. Itulah sikap guru yang tepat sebagai sosok pribadi yang mulia.
Pendek kata, kewajiban guru adalah menciptakan “khairunnas” yakni
manusia yang baik.
f.Tugas Guru
Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok
arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak peserta didik. Guru
mempunyai kekuasaan untuk membangun dan membentuk kepribadian
peserta didik menjadi seorang yag berguna bagi agama, nusa dan
bangsa.
Menurut Rustiyah (Syaiful Bahri Djamarah,2005: 38) tugas
seorang guru adalah:
1) Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian,
kecakapan, dan pengalaman-pengalaman.
2) Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan
3) Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan
Pancasila dan UUD NRI 1945.
4) Sebagai perantara dalam belajar.
Di dalam proses belajar guru hanya sebagai perantara/medium,
anak harus berusaha sendiri mendapatkan suatu
pengertian/insight, sehingga timbul perubahan dalam
pengetahuan, tingkah laku dan sikap.
5) Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke
arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat
membentuk anak sekehendaknya.
6) Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
Anak nantinya akan hidup dan bekerja, serta mengabdikan diri
dalam masyarakat, dengan demikian anak harus dilatih dan
dibiasakan di sekolah dibawah pengawasan guru.
7) Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal,
tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalankan terlebih
dahulu.
8) Guru sebagai administrator dan manajer.
Di samping mendidik , seorang guru harus dapat mengerjakan
urusan tata usaha (TU) seperti membuat buku kas, daftar induk,
rapor, daftar gaji dan sebagainya, serta dapat mengkoordinasi
segala pekerjaan di sekolah secara demokratis, sehingga suasana
9) Pekerjaan guru sebagai suatu profesi.
Orang yang menjadi guru karena terpaksa tidak daat bekerja
dengan baik, maka harus menyadari benar-benar pekerjaanya
sebagai suatu profesi.
10) Guru sebagai perencana kurikulum.
Guru menghadapi anak-anak setiap hari, gurulah yang paling tahu
kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar, maka dalam
penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak boleh ditinggalkan.
11) Guru sebagai pemimpin (guidance worker).
Guru mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam banyak
situasi untuk membimbing anak ke arah pemecahan soal,
membentuk keputusan, dan menghadapkan anak-anak pada
problem.
12) Guru sebagai seponsor dalam kegiatan anak-anak.
Guru harus turut aktif dalam segala aktifitas anak, misalnya dalam
kegiatan ekstrakurikuler membentuk kelompo belajar dan
sebagainya.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa tugas guru tidak ringan.
Profesi guru harus berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik dan ikhlas. Guru harus
mendapatkan haknya secara proporsional dengan gaji yang patut
peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar peserta didik bukan
hanya sebuah slogan di atas kertas.
g. Peranan Guru
Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau
siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru (Syaiful Bahri
Djamarah,2005: 43-48). Semua peranan yang diharapkan dari guru
seperti diuraikan dibawah ini :
1) Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang
baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus
betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat.
2) Inspirator
Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik
bagi kemajuan belajar peserta didik. Persoalan belajar adalah
masalah utama peserta didik. Guru harus memberikan petunjuk
(ilham) bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti
bertolak dari teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan
petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan
teorinya, tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi oleh
peserta didik.
3) Informator
Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi
bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah
diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif
diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi
peserta didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif,
penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan
penguasaan bahan yang akan diberikan kepada peserta didik.
Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan
peserta didik.
4) Organisator
Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan
dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan
kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun
kalender akademik, dan sebagainya. Semuanya diorganisasikan
sehingga dapat mencapai efektifitas dan efisiensi dalam belajar
pada diri peserta didik.
5) Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong peserta didik
agar bergairah dan termotivasi dalam belajar. Dalam upaya
memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang
melatarbelakangi peserta didik malas belajar dan
menurunprestasinya di sekolah. Peranan guru sebagai motovator
pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial,
menyangkut performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri.
6) Inisiator
Dalam perananya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi
pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pembelajaran.
Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai
perkembngan IPTEK di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus
diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan
pengajaran harus diperbarui sesuai kemajua media komunikasi dan
informasi abad ini. Guru harus menjadikan dunia pendidikan,
khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu.
7) Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas
yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar peserta didik.
Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruangan
kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas
belajar yang kurang memadai, menyebabkan peserta didik malas
belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana
menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar
yang menyenangkan bagi peserta didik.
8) Pembimbing
Peranan guru yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai
kehadiran guru disekolah adalah untuk membimbing peserta didik
menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan
peserta didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi
perkembangan dirinya.
9) Demonstrator
Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat
peserta didik pahami. Apalagi peserta didik yang memiliki
intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar
dipahami peserta ddik, guru harus berusaha membantunya, dengan
cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga
apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman peserta didik,
tidak terjadi kesalahan pengertian antara guru dan peserta didik.
Tujuan pembelajaran pun dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
10) Pengelola kelas
Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas
dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua peserta
didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.
Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalanya interaksi
edukatif. Tujuan umum dari pengelolaan kelas yaitu menyediakan
dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan
belajar-mengajar agar mencapai hasil yang baik dan optimal. Jadi,
tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa
belajar di dalamnya.
11) Mediator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai
bentuk dan jenisnya, baik media non material maupun materiil.
Media sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses
interaksi edukatif. Keterampilan menggunakan semua media itu
diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan
pengajaran.
12) Supervisor
Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu memperbaiki
dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.
13) Evaluator
Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator
yang baik dan jujur dengan memberikan penilaian yang menyentuh
aspek intrinsik dan ekstrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik
lebih menyentuh pada aspek kepribadian peserta didik, yakni aspek
nilai (values).
Berdasarkan hal ini guru harus bisa memberikan penilaian dalam
dimensi yang luas. Penilaian terhadap kepribadian peserta didik
harus lebih diutamakan daripada penilaian terhadap jawaban
baik, belum tentu memiliki kepribadian yang baik. Jadi penilaian
itu pada hakikatnya diarahkan pada perubahan kepribadian peserta
didik agar menjadi manusia susila yang cakap.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa peranan guru
sangat berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik. Banyak
contoh sikap dan perilaku yang dapat guru berikan kepada peserta
didik, yang pada ahirnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari
hari oleh peserta didik baik di lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat pada umumnya serta lingkup yang lebih luas lagi yaitu
negara.
h. Kode Etik Guru
Istilah “kode etik” terdiri dari dua kata yakni “kode” dan “etik”.
Kata etik berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang berarti watak, adab
atau cara hidup. Dapat diartikan bahwa etik itu menunjukkan “cara
berbuat yang menjadi adat, karena persetujuan dari kelompok
manusia”. Dan etik biasanya dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai
yang disebut “kode”, sehingga terjelmalah apa yang disebut “kode
etik”. Atau secara harfiah “kode etik” berarti sumber etik. Etika artinya
tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan
dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi, “kode etik” guru diartikan
sebagai “aturan atau kesusilaan guru”. Menurut Westby Gibson (Syaiful
statemen formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam
mengatur tingkah laku guru.
Dari pembahasan di atas, guru sebagai tenaga profesional perlu
memiliki “kode etik guru” dan menjadikanya sebagai pedoman yang
mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian. Kode etik guru ini
merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap dan perbuatan guru.
Apabila guru telah melakukan perbuatan asusila dan amoral berarti guru
telah melanggar “kode etik guru”. Sebab kode etik guru ini sebagai
salah satu ciri yang harus ada pada profesi guru itu sendiri.
Berbicara mengenai “Kode Etik Guru di Indonesia” berarti
membicarakan guru di negara kita. Berikut akan dikemukakan kode etik
guru Indonesia sebagai hasil rumusan kongres PGRI XIII (Syaiful Bahri
Djamarah,2005: 49-50) yaitu :
1) Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2) Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum
sesuai kebutuhan peserta didik masing-masing.
3) Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh
informasi tentang peserta didik, tetapi menghindarkan diri dari
segala bentuk penyalahgunaan.
4) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara
hubungan dengan orang tua peserta didik sebaik-baiknya demi
5) Guru memelihara hubunga baik dengan masyarakat di sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan
pendidikan.
6) Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan
meningkatkan mutu profesinya.
7) Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru,
baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan
keseluruhan.
8) Guru secara hukum bersama-sama memelihara, membina dan
meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana
pengabdianya.
9) Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kode etik guru ini merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan
sebagai barometer dari semua sikap dan tingkah laku guru dalam
berbagai segi kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah, maupun
masyarakat pada umumnya.
i.Prinsip Profesionalitas Guru
Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen (pasal 7) Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan, dan ahlak mulia.
3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan
sesuai dengan bidang tugas.
4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerja
7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan
secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
8) Mmemiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan
9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan
guru.
Dari kesmbilan prinsip profesionalitas guru diatas hendaknya
dalam praktek dunia pendidikan akan terlahir generasi muda penerus
bangsa yang cerdas, trampil, aktif, kreatif, cakap, berkarakter baik atau
berahlak mulia. Sehingga mampu menjadikan negara indonesia sebagai
negara yang maju dan mampu bersaing dengan negara-negara lain di
2. Peserta didik
Peserta didik atau anak didik adalah “Setiap orang yang menerima
pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan
kegiatan pendidikan” (Syaiful Bahri Djamarah,2005: 51). Anak didik
adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif.
Adapun kebutuhan peserta antara lain adalah :
a. Kebutuhan jasmaniah (kesehatan)
Yaitu makan, minum, pakaian, olah raga, istirahat, rekreasi dll.
b. Kebutuhan sosial
Yaitu hubungan pergaulan antara peserta didik dengan pendidik
dan sesama teman. Suasana dialog, suasana pergaulan kelas yang
harmonis tanpa mendiskriminasikan peserta didik, bahkan saling
mengejek, termasuk mengalokasikan mereka di lingkungan
belajarnya didik ( Kuliah Strategi Pembelajaran).
c. Kebutuhan intelektual
Yaitu pertumbuhan dan perkembangan sebagai manusia melalui
pemanfaatan potensi berpikir dalam memecahkan persoalan
belajarnya.
Dari uraian di atas, hendaknya kebutuhan dari peserta didik
terpenuhi dengan seimbang supaya dalam pembelajaran berlangsung
dengan lancar dan hasilnya pun maksimal. Peserta didik berhak
dan relevan dengan kebutuhanya, serta layanan kegiatan pembelajaran
yang beragam dan bergantian.
3. Strategi dan Metode Pembelajaran PPKn
“Strategi Pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran”
(La Iru dan La Ode, 2012: 4). Ini berarti bahwa, pertama strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan atau rangkaian kegiatan
termasuk penggunaan metode dan manfaaat berbagai sumber daya baik
kekuatan maupun kelemahan dalam pembelajaran. Artinya bahwa
penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana
kerja belum sampai pada tindakan.
Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan atau kompetensi
tertentu, artinya arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan atau kompetensi. Penyusunan langkah-langkah
pembeljaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya
diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan atau kompetensi. Oleh sebab itu,
sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan atau kompetensi
yang jelas yang dapat diukur keberhasilanya, sebab tujuan adalah rohnya
dalam implementasi suatau strategi. Ketiga, strategi merupakan ilmu dan
seni mengajar sehingga pembelajaran dapat menarik perhatian,
menyenangkan, dan membuat nyaman peserta didik dalam belajar.
Dalam pembelajaran PPKn perlu dipahami hubungan konseptual dan
model pembelajaran. Pendekatan dimaknai sebagai cara
menyikapi/melihat (a way of viewing). Strategi dimaknai sebagai cara
mencapai tujuan dengan sukses (a way of winning the game atau a way of
achieving of objectif). Metode adalah cara menangani sesuatu (a way of
dealing). Sedangkan teknik dimaknai sebagai cara memperlakukan sesuatu
(a way creating something). Dilain pihak model adalah kerangka yang
berisikan langkah-langkah/urut-urutan kegiatan/sintakmatik yang secara
operasional perlu dilakukan oleh guru dan siswa (Peraturan Menteri No.58
Tahun 2014).
Penentuan strategi pembelajaran tidak hanya dilakukan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga dalam perencanaan pembelajaran.
Strategi pembelajaran pada dimensi perencanaan mengacu pada upaya
secara strategis dalam memilih, menetapkan, dan merumuskan
komponen-komponen pembelajaran. Dimensi ini tercermin pada saat guru
mengembangkan rancangan pembelajaran. Sementara itu, dalam dimensi
pelaksanaan, strategi pembelajaran merupakan upaya mengaktualisasikan
berbagai gagasan yang telah dirancang dengan memodifikasi dan
memberikan perlakuan yang selaras dan bersiasat sehingga
komponen-komponen pembelajaran berfungsi mengembangkan potensi siswa.
Acuan utama dalam penentuan strategi pembelajaran adalah
tercapainya tujuan atau kompetensi pembelajaran. Oleh karena itu segala
kegiatan pembelajaran yang dilakukan yang tidak berorientasi pada
sebagai strategi pembelajaran. Untuk dapat merancang dan melaksanakan
strategi pembelajaran yang efektif, guru harus memiliki khazanah metode
pembelajaran yang kaya (La Iru dan La Ode,2012: 5).
Pembelajaran PPKn dapat menggunakan strategi dan metode yang
sudah dikenal selama ini, seperti Jigsaw, Strategi Reading Guide
(Membaca Buku Ajar), Information Search (Mencari Informasi), dan
sebagainya. Secara khusus pembelajaran PPKn mengembangkan model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran PPKn
(Peraturan Menteri No.58 tahun 2014).
Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai
kompetensi yang telah ditetapkan dalam kegiatan pembelajaran. Metode
diperlukan oleh guru dan penggunaanya bervariasi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai setelah kegiatan pembelajaran berahir.
Adapun metode yang relevan dalam PPKn yang berkarakteristik
adalah sebagai berikut :
a. Menekankan pada pemecahan masalah.
b. Bisa dijalankan dalam berbagai konteks.
c. Mengarahkan siswa pada pembelajaran mandiri.
d. Mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan siswa
yang berbeda.
e. Mendorong siswa untuk merancang dan menentukan atau
f. Memotivasi siswa untuk menerapkan materi yang telah
dipelajari.
g. Menerapkan penilaian otentik (penilaian yang sebenarnya).
h. Menyenangkan.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar di
kelas. Guru harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang metode
pembelajaran yang bervariasi agar proses belajar mengajar berjalan dengan
efektif dan efisien sehingga hasil belajar peserta didik pun sesuai dengan
yang diharapkan atau yang telah ditentukan sebelumnya.
Pada dasarnya tidak ada strategi pembelajaran yang dipandang
paling baik, karena setiap strategi pembelajaran saling memiliki
keunggulan masing-masing. Strategi pembelajaran yang dinyatakan baik
dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu belum tentu baik
dan tepat digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang lain. ltulah
sebabnya, seorang pendidik diharapkan memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memilih dan menerapkan berbagai strategi
pembelajaran, agar dalam melaksanakan tugasnya dapat memilih alternatif
strategi yang dirasakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
4. Materi Pembelajaran
Pengorganisasi ruang lingkup materi PPKn dikembangkan sesuai
dengan prinsip mendalam dan meluas, mulai dari jenjang SD/MI sampai
dengan jenjang SMA/MA/SMK. Prinsip mendalam berarti materi PPKn
dikembangkan dengan materi pembelajaran sama, namun semakin tinggi
tingkat kelas atau jenjang semakin mendalam pembahasan materi. Prinsip
meluas berarti lingkungan materi dari keluarga, teman pergaulan, sekolah,
masyarakat, bangsa dan negara, serta pergaulan dunia. Kedalaman dan
keluasan materi dapat dilihat dari rumusan kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang merupakan gradasi setiap kompetensi (Peraturan
Menteri No. 58 Tahun 2014) yaitu :
1) Pengembangan KI dan KD ranah sikap jenjang SD/MI pada
kemampuan menerima dan menjalankan, pada jenjang SMP/MTs
kemampuan menghargai dan menghayati, dan jenjang SMA/SMK
kemampuan menghayati dan mengamalkan.
2) Pengembangan KI dan KD ranah pengetahuan jenjang SD/MI pada
kemampuan mengetahui, pada jenjang SMP/MTs kemampuan
memahami dan menerapkan, dan jenjang SMA/SMK kemampuan
memahami, menganalisa dan mengevaluasi.
3) Pengembangan KI dan KD ranah keterampilan jenjang SD/MI pada
kemampuan mengamati dan menanya; pada jenjang SMP/MTs
kemampuan mencoba, menyaji dan menalar; dan jenjang
4) Ruang lingkup pengetahuan Jenjang SD pada pengetahuan faktual
dan konsep; jenjang SMP pengetahuan faktual, konsep, dan
prosedur; dan jenjang SMA pengetahuan faktual, konsep, prosedur
dan metakognitif (teori).
5) Lingkungan pengembangan pengetahuan pada jenjang SD pada
keluarga dan teman bermian; jenajng SMP pada sekolah dan
pergaulan sabaya; jenjang SMA pada bangsa dan negara serta
pergaulan dunia.
Berdasarkan penjelasan diatas, gradasi kedalaman dan keluasan materi
ini perlu dipahami oleh setiap guru pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) tujuanya adalah agar pengembangan materi
pembelajaran dan proses pembelajaran tidak saling tumpang tindih antar
jenjang.
5. Media Pembelajaran PPKn
a. Pengertian media pembelajaran
Media pembelajaran merupakan perantara atau pengantar pesan
dari pengirim kepada penerima. Media sebagai alat komunikasi
merupakan segala sesuatu yang membawa informasi (pesan) dari
sumber informasi kepada penerima informasi. Oleh sebab itu media
pembelajaran merupakan segala wujud yang tepat dipakai sebagai
sumber belajar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
pembelajaran ke tingkat lebih efektif dan efisien (Peraturan Menteri
No.58 Tahun 2014: 254)
b. Kedudukan media pembelajaran
Kedudukan media pembelajaran adalah sebagai :
1) Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru
menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini media digunakan guru
sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran.
2) Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji
dan dipecahkan lebih lanjut oleh para siswa dalam proses
belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai
sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.
3) Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan
bahan-bahan yang harus dipelajari para siswa baik individual
maupun kelompok. Dengan demikian akan banyak membantu
tugas guru dalam kegiatan mengajarnya (Nana Sudjana dan
Ahmad Rivai, 2010: 6).
Dari uraian diatas dapat dapat disimpulkan bahwa kedudukan
media pengajaran ada dalam komponen metode mengajar sebagai salah
satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi guru dengan peserta
didik dan interaksi peserta didik dengan lingkungan belajarnya. Oleh
sebab itu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu
mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang
c. Manfaat media pembelajaran
Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2010: 2) “media
pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran
yang pada giliranya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang
dicapainya”. Ada beberapa alasan, mengapa media pengajaran dapat
mempertinggi proses belajar peserta didik. Alasan pertama berkenaan
dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar peserta didik
antara lain :
1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai
tujuan pengajaran lebih baik.
3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,
sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak
hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
Alasan kedua mengapa penggunaan media pengajaran dapat
mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan
perkembangan dimulai dari berpikir kongkrit menuju ke berpikir
abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks.
Penggunaan media pembelajaran erat kaitanya dengan tahapan berpikir
tersebut sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat
dikongkritkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.
Dalam proses pembelajaran terdapat unsur yang sangat penting
yaitu metode mengajar dan media pengajaran, keduanya saling terkait.
Memilih salah satu metode akan mempengaruhi jenis media pengajaran
yang sesuai walaupun masih ada berbagai aspek lain, misalnya tujuan
pengajaran yang diharapkan dikuasai oleh para peserta didik setelah
pengajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk
karakteristik peserta didik, meskipun demikian dapat dikatakan bahwa
salah satu fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu
mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan
belajar yang diciptakan oleh guru.
d. Contoh Media Belajar PPKn
1) Bahan Cetak seperti : hand out, buku teks, modul, lembar kerja
siswa, brosur, leaflet,wallchart
2) Audio Visual : vidio/film tentang G 30 S PKI, Proklamasi
Kemerdekaan, Sidang PPKI dalam perumusan Pancasila sebagai
dasar negara, video sidang-sidang kenegaraan, dsb.
3) Audio : CD/flasdist tentang Pidato Kenegaraan Presiden,
4) Visual : foto/gambar: presiden/wakil presiden, burung garuda,
bagan UUD 1945, upacara bendera, contoh gambar dalam
mentaati norma-norma, peta Indonesia, dsb.
5)Multi Media : CD pembelajaran, internet, dsb.
Melalui penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat
mempertinggi kualitas proses belajar-mengajar yang pada ahirnya dapat
mempengaruhi kualitas hasil belajar peserta didik. Beberapa jenis
media yang biasa digunakan dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran
dapat digolongkan menjadi media grafis, media fotografis, media tiga
dimensi, media proyeksi, media audio dan lingkungan sebagai media
pembelajaran ( Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2010: 7).
6. Sumber Belajar
Menurut Association for Educational Communications and
Technology (AECT ) dan Banks (Kokom Komalasari,2013: 108) “sumber
pelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh
guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk
kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi tujuan pembelajaran”. Komponen sumber belajar meliputi pesan,
orang, bahan, peralatan, teknik, dan lingkungan atau latar.
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa peran guru adalah
menyediakan, menunjukkan, membimbing dan memotivasi peserta didik
Bukan hanya sumber belajar yag berupa orang tetapi sumber-sumber
belajar yang lainya.
7. Evaluasi Pembelajaran PPKn
Model Penilaian proses pembelajaran dan hasil belajar PPKn
menggunakan penilaian otentik (authentic assesment). Penilaian otentik
mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring,
dan lain-lain. Penilaian otentik cenderung fokus pada tugas-tugas
kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk
menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik
(Peraturan Menteri No. 58 Tahun 2014).
Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pengumpulan
informasi kemajuan belajar, baik formal maupun informal diadakan dalam
suasana yang menyenangkan dan memungkinkan adanya kesempatan yang
terbaik bagi peserta didik untuk menunjukkan apa yang dipahami dan
C. Karakter Peserta didik
1. Pengertian Karakter
Menurut Ki Hajar Dewantara (Agus Wibowo, 2012: 18):
‘pendidikan tidak hanya bertujuan membentuk peserta didik untuk pandai, pintar, berpengetahuan dan cerdas tetapi berorientasi untuk membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur berpribadi dan bersusila’.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pendidikan yang biasanya
dilakukan oleh orang dewasa yang mempunyai ilmu dan keterampilan
kepada anak didik tidak hanya bertujuan untuk mencapai nilai akademik,
tetapi lebih menekankan demi terciptanya manusia sempurna yang
berkarakter atau insan kamil.
Menurut Thomas Lickona (Agus Wibowo, 2012: 32), “karakter
merupakan sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara
bermoral”. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui
tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain
dan karakter mulia lainya. Karakter itu erat hubunganya dengan kebiasaan
yang terus-menerus dilakukan. Ada tiga hal yang ditekankan dalam
mendidik karakter yang dirumuskan dengan indah yaitu: knowing, loving,
and acting the good. Keberhasilan pendidikan karakter dimulai dengan
pemahaman karakter yang baik, mencintainya, dan pelaksanaan atau
Menurut Suyanto (Agus Wibowo,2012: 33) beliau mengungkapkan
bahwa :
‘karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara'.
Jadi dapat dikatakan bahwa, individu yang berkarakter baik
adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung
jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Apapun hasil
keputusanya maka akan diterima selama dalam jalan yang positif atau
benar.
Tadkiroatun Musfiroh (Agus Wibowo,2012: 33) ‘memandang
karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku
(behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skiils). Sebenarnya
kata karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti “to mark” atau
menandai, dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan
itu dalam bentuk tindakan atau tingkah laku’. Itulah sebabnya orang yang
tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainya dikatakan orang yang
berkarakter jelek. Sebaliknya orang yang berperilaku sesuai dengan kaidah
moral disebut sebagai orang yang berkarakter mulia.
Menurut Kemendiknas (Agus Wibowo,2012: 35) ‘karakter adalah
watak, tabiat, ahlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak’.
karakter dan menerapkan nilai-nilai karakter tersebut dalam kehidupan
keseharianya, baik di lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat pada
umumnya dan yang lebih luas lagi yaitu negara.
2. Nilai-Nilai Pembangun Karakter
Adapun nilai-nilai pembangun karakter (Ngainun Naim,2012: 123)
antara lain sebagai berikut:
a. Religius
Aspek religius perlu ditanamkan secara maksimal yang menjadi fokus
tanggung jawab orang tua dan pihak sekolah. Di kalangan keluarga,
penanaman nilai religius dilakukan dengan menciptakan suasana yang
memungkinkan terinternalisasinya nilai religius dalam diri anak-anak.
Selain itu orang tua juga harus menjadi teladan yang utama agar
anak-anaknya menjadi manusia yang religius.
Sementara di sekolah ada banyak strategi yang dapat dilakukan untuk
menanamkan nilai-nilai religius diantaranya yaitu :
1) Pengembangan kebudayaan religius secara rutin dalam hari-hari
belajar biasa. Kegiatan rutin ini terintegrasi dengan kegiatan yang
telah diprogramkan sehingga tidak memerlukan waktu khusus.
Dalam kerangka ini, pendidikan agama merupakan tugas dan
tanggung jawab bersama, bukan hanya guru pendidikan agama
saja. Pendidikan agama pun tidak hanya terbatas pada aspek
pengetahuan semata, tetapi juga meliputi aspek pembentukan
2) Menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang mendukung dan
dapat menjadi laboratorium bagi penyampaian pendidikan
agama.Lembaga pendidikanharus mampu menanamkan sosialisasi
dan nilai yang dapat menciptakan generasi-generasi yang
berkualitas dan berkarakter kuat. Suasana lingkungan lembaga
yang ideal semacam ini dapat membimbing peserta didik agar
mempunyai ahlak mulia, perilaku jujur, disiplin, dan semangat
sehingga ahirnya menjadi dasar untuk meningkatkan kualitas
dirinya.
3) Pendidikan agama tidak hanya disampaikan secara formal dalam
pembelajaran dengan materi pelajaran agama.
4) Guru dapat memberikan pendidikan agama secara spontan ketika
menghadapi sikap atau perilaku peserta didik yang tidak sesuai
dengan ajaran agama. Manfaatnya adalah menjadiakn peserta didik
langsung mengetahui dan menyadari kesalahan yang dilakukan dan
langsung pula mampu memperbaikinya, dapat dijadiakn sebagai
pelajaran atau hikmah oleh peserta didik lainya (jika perbuatan
salah jangan ditiru, sebaliknya jika perbuatan baik boleh ditiru.
5) Menciptakan situasi atau keadaan religius.
Tujuanya adalah untuk mengenalkan kepada peserta didik tentang
pengertian dan tata pelaksanaan agama dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya dengan pengadaan peralatan peribadatan, di ruang
baik ketika bertemu atau berpisah baik dengan guru, sesama peserta
didik dan yang lainya, juga mengajukan pertanyaan atau pendapat
dengan cara yang baik dan sopan santun, tidak merendahkan
peserta didik lainya, dan sebagainya.
6) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat, dan kreatifitas
pendidikan agama dalam keterampilan dan seni, seperi membaca
Al-Quran, azan, saritilawah.
7) Menyelenggarakan berbagai macam perlombaan seperti cerdas
cermat untuk melatih dan membiasakan keberanian, ketepatan,
kecepatan menyampaikan pengetahuan dan mempraktikan materi
pendidikan agama islam.
8) Diselenggarakanya aktivitas seni, seperti seni suara, seni musik,
seni tari, atau seni kriya.
9) Melalui pendidikan seni, peserta didik dilatih untuk
mengembangkan bakat, kreativitas, kemampuan dan keterampilan
yang dapat ditransfer pada kehidupanya.
b. Jujur
Secara harfiah, jujur brarti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang.
Kejujuran merupakan kebajikan terbaik yang akan selalu menerangi
kehidupan, meskipun untuk menjalankanya tidak selalu mudah.
teguh dengan kejujuran yang kita pegang, kita akan bisa menjadi
manusia berkarakter yang ideal.
c. Toleransi
Toleransi berarti sikap membiarkan ketidaksepakatan dan tidak
menolak pendapat, sikap ataupun gaya hidup yang berbeda dengan
sikap, pendapat, dan gaya hidup sendiri.
d. Disiplin
Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan
suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada
keputusan, perintah, dan peraturan yang berlaku.
e. Kerja Keras
Kerja keras melambangkan kegigihan dan keseriusan mewujudkan
cita-cita. Sebab hidup yang dijalani dengan kerja keras akan
memberikan nikmat yang semakin besar manakala mencapai
kesuksesan.
f. Kreatif
Kreatif secara intrinsik mengandung sifat dinamis. Orang kreatif
adalah orang yang selalu berusaha mencari hal-hal baru yang
bermanfaat bagi kehidupan secara luas.
g. Mandiri
Sikap mandiri yang baik harus dilandasi kepedulian yang tinggi
h. Demokratis
Nilai demokratis penting untuk ditumbuh dikembangkan kepada
peserta didik agar memahami bahwa tidak boleh ada pemaksaan
pendapat.
i. Rasa Ingi Tahu
Manusia merupakan mahluk yang memiliki akal, akal inilah yang
mendorong rasa ingin tahu terhadap berbagai hal.
j. Semangat kebangsaan
Semangat Kebangsaan penting menjadi nilai pembentuk karakter
karena meneguhkan arti dan makna penting sebagai warga negara.
k. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air tidak hanya merefleksikan kepemilikan, tetapi juga
bagaimana mengangkat harkat dan martabat bangsa ini dalam
kompetisi global.
l. Menghargai Prestasi
Dalam iklim kehidupan sekarang ini, arus kompetisi semakin ketat.
Dalam konteks pengembangan karakter, penting untuk menanamkan
menghargai prestasi kepada peserta didik. Prestasi menunjukkan
adanya proses dalam meraihnya. Jangan sampai peserta didik menjadi
m. Bersahabat
Tujuan persahabatan adalah perjumpaan secara pribadi antara
keduanya. Begitu bertemu ada rasa bahagia diantara mereka. Mereka
bisa bercerita, berbagi rasa, berdiskusi dan sebagainya.
n. Cinta damai
Budaya cinta damai harus terus-menerus dikembangkan dalam
berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu dibutuhkan kemauan dari
berbagai pihak untuk membangun secara sistematis cinta damai
menjadi budaya yang mengakar dalam kehidupan.
o. Gemar membaca
Manusia berkarakter adalah manusia yang selalu gigih mencari
pengetahuan. Salah satu caranya adalah dengan kegiatan gemar
membaca. Lewat membaca karakter seseorang akan semakin arif
karena merasa bahwa pengetahuanya selalu kurang. Selalu ada banyak
hal yang belum dikuasai sehingga tidak menjadikan dirinya orang
yang sombong.
p. Pantang menyerah
Kemajuan sebuah Negara atau bangsa hanya bisa diperoleh jika
masyarakatnya tahan banting, kerja keras, pantang menyerah, tekun
dan selalu berusaha menemukan hal-hal baru yang bermanfaat bagi
q. Peduli lingkungan
Manusia yang berkarakter adalah manusia yang memiliki kepedulian
terhadap lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan
fisik.Manusia yang semacam ini berarti manusia yang memiliki
kesadaran bahwa dirinya menjadi bagian yang tidak terpisah dari
lingkungan sekaligus berusaha untuk berbuat sebaik mungkin bagi
lingkunganya.
r. Peduli sesama
Peduli sesama harus dilakukan tanpa pamrih, artinya bahwa tidak
mengharapkan balasan atas pemberian atau bentuk apapun yang kita
lakukan kepada orang lain. Saat melakukan bentuk aktivitas sebagai
bentuk kepedulian, tidak ada keengganan atau ucapan menggerutu.
Semuanya dilakukan dengan cuma-cuma, tanpa pamrih, hati terbuka,
dan tanpa menghitung-hitung.Kepedulian sejati itu tidak bersyarat.
Dari penjelasan tentang nilai-nilai karakter diatas, pihak sekolah
harus berusaha mengarahkan peserta didiknya untuk mengaplikasikan
nilai-nilai karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik di
lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat pada umumnya.
Untuk mengembangkan karakter peserta didik tetap harus
diimbangi dengan keteladanan dan pembiasaan. Misalnya pengawas
menjadi teladan bagi kepala sekolah yang diawasinya, kepala sekolah
menjadi teladan bagi guru dan karyawan, sementara guru menjadi
positif bagi proses perkembangan psikologis peserta didik, khususnya
pembiasaan dan pengembangan karakter.
3. Keterkaitan antara Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) dengan Karakter
Di dalam dunia pendidikan sejumlah mata pelajaran dapat
membentuk karakter bangsa, salah satu diantaranya adalah mata
pelajaran PPKn (http://skripsippknunj.org) .di unduh 20 oktober 2014.
PPKn merupakan mata pelajaran yang sarat isi dengan nilai-nilai
Pancasila untuk membentuk kepribadian. PPKn tidak cukup hanya
sampai pada penghafalan, melainkan PPKn diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari peserta didik dalam bentuk perbuatan, nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila bukan untuk dihafal melainkan untuk
dipraktekan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu pembelajaran
PPKn perlu mengutamakan perilaku.
Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini PPKn
sangatlah penting dalam mewujudkan pribadi bangsa yang berkualitas
dan PPKn haruslah mampu menumbuhkan kemandirian. Sehingga
peserta didik dapat tumbuh sebagai manusia yang berkualitas dalam
4. Penelitian yang relevan
a. Valena Nekotan, 2013, Peran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam
Mengembangkan Karakter Warga Negara Yang Baik Di SMP
Negeri 8 Purwokerto.
Dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa, Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan memiliki peran yang penting dalam
mengembangkan karakter warga negara yang baik. Peran Pendidikan
Kewarganegaraan terlihat dari materi dalam mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang mengandundung
karakter-karakter sebagai warga negara yang baik yang kemudian diterapkan
oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian sikap dan
perilaku guru yang dijadikan teladan bagi siswa dan juga guru
mensosialisasikan serta memberi tahu peraturan yang ada di sekolah
agar peserta didik terbiasa patuh dan taat pada peraturan dimanapun
mereka berada.
b. Elly Hasan Sadeli, S.Pd, M.Pd dan Hj. Ratna Kartika Wati,
S.H,M.Hum, 2013, Peran Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis Pada Siswa SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto.
Berdasarkan penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat
diambil kesimpulan secara umum yaitu, dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran dan berpikir kritis siswa, perlu membangun
guru Pendidikan Kewarganegaraan dan kemauan atau karsa yang
harus lebih ditingkatkan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan.
Adapun kesimpulan secara khususnya adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan materi pembelajaran PKn dalam bentuk
pertanyan-pertanyaan umum yang terkait dengan materi yang
diajarkan.
2. Untuk mengukur pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa
pada kompetensi pembelajaran PKn, guru menggunakan
instrumen penilaian yang menekankan pada seluruh aspek
kompetensi.
3. Hambatan ditemukan yaitu terbatasnya pengetahuan dan
informasi siswa dan rendahnya keberanian siswa untuk
berpendapat.
4. Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut, caranya yaitu
dengan memberikan tugas dan latihan analisis isu-isu
kewarganegaraan, serta memberikan motivasi kepada siswa