• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendidikan Karakter - TRIYAS P. BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendidikan Karakter - TRIYAS P. BAB II"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pendidikan Karakter

Menurut Wibowo (2012:36) pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan Negara. Ruang lingkup pendidikan formal yakni sekolah menjelaskan bahwa pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “The deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character

development”. Hal ini berarti pendidikan karakter merupakan suatu sistem

penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah, yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakn nilai-nilai tersebut.

(2)

kamil. Supaya lebih mudah memahami makna pendidikan karakter, maka harus mengerti makna dari karakter itu sendiri terlebih dahulu.

Menurut Fitri (2012: 21) bahwa pendidikan karakter di tentukan oleh konsistensi perilaku seseorang yang sesuai yang diucapkan dan harus didasari atas ilmu dan pengetahuan dari sumber-sumber nilai yang dapat dipertanggungjawabkan. Seseorang dianggap memiliki karakter mulia apabila ia mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang potensi dirinya serta mampu mewujudkan potensi itu dalam sikap dan tingkah lakunya. Adapun ciri yang dapat dicermati pada seseorang yang mampu memanfaatkan potensi dirinya adalah terpupuknya sikap-sikap terpuji, seperti penuh reflektif, logis, kritis, rasional, mandiri, kreatif-inovatif, mau menghargai, bersemangat, bertanggung jawab, ramah, bersahaja, rela berkorban dan sebagainya.

Seseorang yang memiliki karakter positif juga terlihat dari adanya kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, serta mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Berdasarkan pendapat di atas karakter dapat diartikan pula sebagai realisasi perkembangan positif dalam hal intelektual, emosional, sosial, etika dan perilaku.

(3)

Selain itu, dalam menjalankan pendidikan karakter, semua komponen sekolah hendaknya dilibatkan di dalamnya, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu kurilkulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, serta etos kerja.

Ruang lingkup sekolah menjelaskan pula pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik agar senantiasa positif. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan caranya berperilaku, berbicara, ataupun menyampaikan materi, bertoleransi, serta berbagai hal terkait lainnya. Pada dasarnya tujuan pendidikan karakter adalah terbentuknya kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang baik, dan hal itu sama sekali tidak terikat dengan angka dan nilai.

(4)

2. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

Menurut Wibowo (2012:46-47) bahwa pada hakekatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.

(5)

Gambar 2.1

Desain Internalisasi Pendidikan Karakter Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

(6)

3. Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu adalah salah satu nilai karakter yang perlu ditingkatkan mengingat untuk generasi muda bangsa ini sekarang nilai rasa ingin tahunya terhadap suatu masalah semakin menurun. Menurut Wibowo (2012: 43) rasa ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan di dengar. Rasa ingin tahu ini muncul karena adanya suatu motivasi dalam diri inidividu. Motivasi itu sendiri berarti kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force), atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri individu untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif dan inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. (Hanafiah dan Suhana, 2010: 26).

Melalui motivasi yang ada dalam diri individu maka seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu, muncul rasa ingin tahu dalam dirinya dan mau berpikir secara kritis, mandiri, kreatif dan inovatif. Motivasi juga dapat berfungsi sebagai alat pendorong terjadinya perilaku belajar pada individu, motivasi mampu memberikan direksi terhadap pencapaian tujuan yang ingin dicapai, sehingga hal yang dilakukannya menjadi lebih bermakna.

(7)

and the search for information. Pernyataan tersebut berarti bahwa rasa ingin tahu itu keadaan meningkatnya semangat yang timbul karena stimulus yang tak tentu dan kurangnya informasi karena usaha mencari sebuah informasi.

Seseorang individu yang memiliki motivasi tinggi dalam diri, maka seseorang itu akan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pula dalam menyikapi suatu masalah. Kegiatan pembelajaran akan membuat seseorang untuk dapat berpikir kritis, logis, kreatif dan inovatif dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi itu tidak terlepas dari motivasi yang kuat dalam diri individu tersebut. “The most effective learning takes place when there is a maximum of mental activity. Maximum mental activity is

best attained through strong Motivation”. (Skinner, 2004: 450).

Berdasarkan pendapat Skinner di atas tertera jelas bahwa, di dalam setiap kegiatan pembelajaran yang paling efektif terjadi ketika ada aktivitas mental secara maksimal. Aktivitas mental maksimum yang terbaik dicapai melalui Motivasi yang kuat. Berarti bahwa motivasi akan dapat membawa seseorang individu bertindak secara maksimal dalam pembelajaran demi tercapinya suatu tujuan yang inginkan. Motivasi yang kuat sangat berpengaruh besar dalam setiap melakukan aktivitas apapun.

(8)

proses dialektis. Artinya, selama kita berpikir, dalam pikiran itu terjadi tanya-jawab, untuk bisa meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita dengan tepat. Setelah mampu berpikir kritis, mengembangkan kemampuan rasa ingin tahunya, selanjutnya mampu untuk merealisasikannya kedalam tindakan yang logis dan mampu menciptakan hal-hal baru/inovatif.

Menurut Gallagher (Rachmawati dan Kurniati, 2010: 13) mengatakan bahwa “Creativity is a mental Process by which an individual creates new ideas or products, or recombines exising ideas and product, in

fashion that is novel to him or her”. Berdasarkan pendapat Gallagher

bahwa kreativitas digambarkan sebagai suatu proses mental yang dilakukan oleh individu berupa gagasan ataupun produk baru, atau mengkombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya akan melekat didalam dirinya. Pribadi yang kreatif adalah pribadi yang mampu melibatkan diri dalam proses kreatif dan dengan dukungan serta dorongan dari lingkungan, akan dapat menghasilkan produk kreatif.

Piaget (Mulyasa, 2010: 59), menyatakan bahwa “The principal goal of education is to create man who are capable of doing new things, not simply of repeating what other generations have done – man who are

creative, inventive, and discoverers”. Berdasarkan pernyataan tersebut,

(9)

tidak hanya mengulang apa yang telah dikerjakan oleh generasi lain. Kreativitas ini akan memunculkan rasa ingin tahu, mampu membuat seseorang berpikir kritis untuk menciptakan hal-hal yang baru yang belum pernah ada sebelumnya/inovatif. Sikap berpikir kritis menjadikan seseorang individu terbiasa berpikir logis sehingga tidak mudah dipermainkan sekaligus memiliki keteguhan dalam memegang suatu prinsip dan keyakinan.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode ataupun produk baru yang efektif yang bersifat imajinatif, estetis, fleksibel, integrasi, suksesi, diskontinuitas, dan diferensiasi yang berdaya guna dalam berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah. (Rachmawati dan Kurniati, 2010:14). Rasa ingin tahu juga dapat menumbuhkan kemandirian dalam diri individu yang berarti bahwa individu tersebut memiliki sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas tugas atau masalah yang dihadapinya.

Hadi dan Permata (2010: 15-17) menyatakan bahwa untuk merangsang rasa ingin tahu dapat dengan cara:

a. Tertarik pada sesuatu

(10)

kejadian satu sama lain. Bila ada persoalan yang menurut kita janggal, maka doronglah diri kita agar kita berhasrat untuk mengetahuinya. b. Membutuhkan pengetahuan

Seseorang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Rasa ingin tahu yang ditindaklanjuti dengan upaya mencari jawaban atas pertanyaan, merupakan hakikat dari rasa butuh akan ilmu pengetahuan. Cara ini akan memuaskan diri sendiri.

c. Peduli pada lingkungan sekitar

Kembangkan kepedulian atas masyarakat dengan tidak bersikap egois. Sikap ini akan meningkatkan rasa ingin tahu. Jika kita peduli pada permasalahan di lingkungan sekitar kita, kita akan berusaha membantu mencari solusi permasalahan.

Berdasarkan uraian dan definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa rasa ingin tahu erat kaitannya dengan motivasi dan daya pikir yang kreatif dan kritis. Rasa ingin tahu dan didukung motivasi yang tinggi akan membawa seseorang untuk bisa menggali daya pikirnya sehingga dapat membawa seseorang itu lebih mampu berpikir kritis dan lebih kreatif.

(11)

guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sehari-hari.

Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Indikator ini dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah, yang diamati melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas atau pertanyaan guru, dan tulisan peserta didik dalam laporan atau pekerjaan rumah (PR).

Perilaku yang dikembangkan dalam indikator pendidikan karakter bersifat progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kompleks antara satu jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya, dan bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Indikator ini berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik.

Fitri (2012:41), berpendapat bahwa indikator keberhasilan rasa ingin tahu diantaranya:

(12)

b. Sekolah memberikan fasilitas, baik melalui media cetak maupun elektronik, agar siswa dapat mencari informasi yang baru.

Menurut Wibowo (2012:102) indikator keberhasilan rasa ingin tahu antara lain:

a. Menciptakan suasana belajar yang mengundang rasa ingin tahu; b. Eksplorasi lingkungan secara terprogram, baik dalam pendidikan,

ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya;

c. Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk lebih berekspresi.

Berdasarkan indikator di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari karakter rasa ingin tahu antara lain:

Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Sekolah dan Kelas Rasa Ingin Tahu:

Nilai Indikator Sekolah Indikator Kelas

Rasa Ingin Tahu  Menyediakan media

komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah.

 Menfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam

pendidikan, ilmu

pengetahuan, teknnologi, dan budaya

 Menciptakan situasi yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif.  Menciptakan situasi sekolah

yang membangun  Menciptakan situasi belajar

yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif.

 Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya bari/ide baru baik yang otentik maupun modifikasi.

 Menciptakan suasana kelas

yang memberikan

(13)

4. Sikap Toleransi

Menurut Wibowo (2012: 43), toleransi merupakan sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan yang ada dalam kehidupan masyarakat baik perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Seseorang dalam melakukan tindakan selalu berusaha menghormati dan menghargai orang lain. Seseorang yang memiliki sikap toleransi baik berarti seseorang dapat saling menghormati, bertenggang rasa mau saling membantu dan peduli dengan orang lain. Kepedulian merupakan sikap yang tidak bisa tumbuh dengan sendirinya. Sebab, diperlukan latihan, pengenalan, dan penanaman yang intens, sehingga nilai-nilai kepedulian tersebut akan tumbuh dan berakar kuat pada diri seseorang.

Sikap toleransi dan kepedulian ini akan menghantarkan seseorang individu mau menghargai, menghormati, mau membantu dan berbagi tidak hanya pada keluarga, namun dengan masyarakat sekitarnya. Peduli itu sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain, mau berbagi untuk masyarakat yang membutuhkannya. (Fitri, 2012: 43).

(14)

ramah, sopan dan baik sesuai aturan nilai dan norma yang ada, serta mampu berbicara dengan bahasa yang santun.

Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun sebagai salah satu ciri bahwa dalam berinteraksi dengan orang lain ia dapat menghargai orang yang diajak berkomunikasi/berinteraksi. Menurut Mustari (2011: 157) Sikap santun adalah sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. Bersikap santun kepada orang lain ketika berperilaku dan bertindak itu sudah menunjukkan bahwa seseorang ini sudah mampu bertoleransi dengan baik terhadap orang lain. Hidup bertoleransi dalam masyarakat akan menciptakan kehidupan yang harmonis. Kehidupan yang harmonis ini akan membawa seseorang hidup damai dan tenang, karena selalu mampu membawa diri, bersikap toleransi/menghargai dan menghormati ketika bergaul dan berinteraksi dengan orang lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kunci utama ketika menghargai orang lain atau bertoleransi adalah komunikasi yang baik dengan orang lain sehingga dalam bersikap, bertutur kata, bertindak atau berperilaku tidak membuat orang lain merasa tersakiti. Ketika seseorang mampu dan mau bertoleransi dan menghargai orang lain pasti orang lain juga mau menghargai dan menghormati.

(15)

a. Memperlakukan orang lain dengan cara yang sama dan tidak membeda-bedakan agama, suku, ras, dan golongan.

b. Menghargai perbedaan yang ada tanpa melecehkan kelompok yang lain. c. Saling membantu antar sesama dalam kebaikan.

d. Bekerja dengan baik dalam kelompok yang berbeda.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa ada beberapa indikator keberhasilan sikap toleransi diantaranya:

Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan Sekolah dan Kelas Sikap Toleransi:

Nilai Indikator Sekolah Indikator Kelas Sikap

Toleransi

 Menghargai dan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan kemampuan khas.  Memberikan perlakuan yang

sama terhadap stakeholder tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.  Menciptakan suasana sekolah

 Memfasilitasi kegiatan yang mampu menumbuhkan sikap toleransi dan bersifat sosial.

 Memberikan pelayanan yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.

 Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.

 Bekerja dalam kelompok yang berbeda.

 Pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi pesrta didik.

 Pembelajaran yang dialogis (pembelajaran yang menekankan interaksi aktif antara guru dan peserta didik).

 Berempati kepada sesama teman kelas.

 Melakukan aksi sosial/membantu orang lain yang membutuhkan.

(16)

5. Pembelajaran Kooperatif

Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pembelajaran kooperatif merupakan gabungan teknik instruksional dan filsafat mengajar yang mengembangkan kerjasama antar peserta didik untuk memaksimalkan pembelajaran peserta didik sendiri dan belajar dari temannya. Pembelajaran kooperatif bukanlah suatu konsep yang baru. Selama ini, para guru sering menggunakan strategi kerja kelompok dalam pembelajarannya. Namun, pada strategi pembelajaran ini pembagian kelompok peserta didik masih kurang heterogen, tidak memperhatikan tingkat kepandaian, atau latar belakang peserta didik. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperatif Learning ini juga memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya.

Jones and Jones (Borich, 2011: 194) menyatakan:

Cooperatif Learning is away to make the classroom a place learners want to be. They believe classrooms that emphasize cooperative learning motivate all children to engage in learning activities and that whole-group instruction, in which student compete with one another for limited reward, frustrated, inattentive, or disruptive.

(17)

oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Borich (2011: 362) berpendapat bahwa “Cooperative Learning Is important in helping learners acquire from the Curriculum the basic cooperative attitudes and values they need to think independently inside and outside your classroom”. Berdasarkan pendapat Borich tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif ini sangat penting membantu pembelajar/peserta didik untuk lebih berpikir mandiri, baik didalam maupun diluar kelas. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik dapat bekerja sama, mampu berpikir kritis dan mandiri ketika proses pembelajaran, serta dapat bertoleransi dengan peserta didik yang lain dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat membuat peserta didik menjadi mandiri baik ketika di kelas maupun ketika sudah diluar jam sekolah. Kemandirian ini akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri individu dan tanggung jawab terhadap kelompoknya ketika bekerjasama.

(18)

lebih dan keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative Learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 sampai 6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan , jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. (Trianto, 2011: 56).

a. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Menurut Trianto (2011:66-67) terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif yaitu:

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

2) Menyajikan informasi

(19)

3) Mengorganisir siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

5) Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. 6) Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Menurut Lie (2010: 47) menyebut Cooperatif Learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas terstruktur. Cooperatif Learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umunya 4-5 orang saja.

(20)

or her own learning and is motivated to increase the learning of others.

Berdasarkan pernyataan di atas bahwa pembelajaran koopratif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Dapat disimpulkan, pembelajaran kooperatif bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. dalam pembelajaran, guru harus mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif ini berrarti mengacu pada metode pembelajaran yakni siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok yang terdiri 4 siswa dengan kemampuan yang berbeda dan ada pula yang menggunakan kelompok dengan ukuran yang berbeda-beda. (Huda, 2012: 32).

(21)

sampai 6 orang yang mengutamakan kerjasama antar kelompok dan bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktifitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Pembelajaran seperti yang dituliskan oleh Suprijono (2010: 65), yaitu:

Tabel 2.3 Fase/Tahapan Umum Model Pembelajaran Kooperatif

No. Fase Perilaku Guru

1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

2. Menyajikan Informasi Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal

3. Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

4. Membantu kerja tim dan belajar Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya 5. Mengevaluasi Menguji pengetahuan peserta didik

mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

6. Memberikan pengakuan atau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

a. Pengertian Model Pembelajaran

(22)

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial, dan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai hasil belajar. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Selain itu juga model pembelajaran sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

b. Pengertian Numbered Heads Together (NHT)

Salah satu model pembelajaran koopertif yang dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa dalam proses pembelajaran adalah tipe Numbered Heads Together (NHT). Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang di awali dengan Numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Pembagian kelompok ini, harus mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Setelah terbagi ke dalam kelompok-kelompok kecil, tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok di beri nomor sesuai jumlah anggota. (Suprijono, 2010: 92).

(23)

menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan rasa ingin tahu serta sikap toleransi individu dalam diskusi kelompok. Model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Menurut Kagan (Savage, 1996: 207) meneyatakan bahwa :

Numbered Heads Together this approach introduces pupils to the idea of group scoring and individual accountability. We begin by organizing pupils into groups of four or five, and we give each pupil a number. We then present a question or problem to the entire class. Each group must discuss the question or problem. We tell pupils that they must make sure that every member of the group knows the answer. After an allocated period of time, we call a number, and the pupils in each group with that number raise their hands. If they are able to give the correct response, their team gets a point.

Huda (2012: 130) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan varian dari diskusi kelompok, yang teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok, dalam tipe ini lebih menekankan pada akuntabilitas atau rasa tanggung jawab individu dalam kegiatan diskusi kelompok. Karena setiap individu bertanggung jawab terhadap tugas individu sesuai nomor kepalanya dan jaga harus bertanggung jawab terhadap kerjasama dengan kelompoknya untuk memilih dan membuat suatu keputusan.

(24)

meningkatkan semangat kerjasama, serta dapat digunakan dalam semua mata pelajaran. (Lie, 2010: 59).

Menurut Trianto (2011: 82) model pembelajaran koopertif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Heads Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Numbered Heads Together (NHT) dapat digunakan semua mata pelajaran dan tingkatan kelas termasuk untuk mata pelajaran IPS di kelas IV.

(25)

salah satu nomor untuk menyampaikan hasil kerja sama dalam kelompoknya didepan temn-teman kelompoknya.

c. Langkah-langkah model kooperatif tipe Numdered Heads Together

Numbered Heads Together (NHT) memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling Sharing ide-ide dan mempertimngakan jawaban yang paling tepat. Hal ini dapat memacu meningkatkan semangat kerjasama siswa dalam kelompok. Trianto (2011: 82-83) berpendapat bahwa prosedur langkah-langkah dalam pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut:

1) Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-5.

2) Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya/bentuk arahan. Masing-masing kelompok mengerjakannya. 3) Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya, berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya/kelompok mengetahui jawaban tersebut.

4) Menjawab

(26)

menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Jadi siswa mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

Lie (2010:60), berpendapat prosedur dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe Numbered Heads Together (NHT) ada beberapa tahap yakni:

1) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

2) Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. 4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang

dipanggil melaporkan/mempresentasikan jawaban hasil diskusi/ kerjasama kelompok mereka.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaannya, langkah-langkah model NHT dapat dikembangkan sebagai berikut:

Pendahuluan

1) Menginformasikan materi yang akan dibahas/mengaitkan materi yang akan dibahas dengan materi yang lalu.

2) Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara rinci menjelaskan model pembelajaran yang akan dilaksanakan. 3) Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang konsep yang

(27)

Kegiatan Inti

Langkah ke-1 : Penomoran

Kegiatan ini diawali dengan membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 5-6 orang siswa dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 6.

Langkah ke-2 : Mengajukan Pertanyaan 1) Mejelaskan materi secara sederhana 2) Mengajukan pertanyaan

Langkah ke-3 : Berpikir Bersama

1) Siswa memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh guru.

2) Menyatukan pendapat dengan jalan mengerjakan lembar kerja kelompok dan memastikan bahwa tiap anggota kelompoknya sudah mengetahui jawabannya.

Langkah ke-4 : Pemberian Jawaban

(a) Guru memanggil salah satu nomor dari salah satu anggota kelompok secara acak.

(b) Siswa yang disebut nomornya mengacungkan tangannya.

(c) Mencoba menjawab untuk seluruh kelas dan ditanggapi oleh kelompok lain.

(d) Jawaban dari hasil diskusi kelas sudah dianggap betul, siswa diberi kesempatan untuk mencatat dan apabila masih salah, guru akan mengarahkan.

(28)

Tipe Numbered Heads Together (NHT) ini dapat divariasiakan. Teknik kepala bernomor/NHT ini juga bisa digunakan untuk mengubah komposisi kelompok dengan lebih efisien. Pada saat-saat tertentu, siswa bisa diminta keluar dari kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa-siswa lain yang bernomor sama dari kelompok lain. Cara ini bisa digunakan untuk mengurangi kebosanan/kejenuhan jika guru mengelompokkan siswa secara permanen.

Menurut Savage dalam bukunya yang berjudul Effective Teaching in Elementary Social Studies juga menjelaskan mengenai keuntungan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sebagai berikut:

The advantage of this approach is that all the group members must share and must listen if they want their group to do well. This is really a form of a tutorial group and helps a large number of pupils review and discuss important questions in a minimum amount of time. (Savage, 1996: 207).

Terdapat kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) seperti tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.4 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

Kelebihan Kekurangan

- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

- Meningkatkan semangat kerjasama siswa.

- Memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab individunya sebagai anggota kelompok.

(29)

- Dapat diterapkan untuk semua mata sudah dipanggil, dapat dipanggil lagi oleh guru.

- Kemungkinan terjadinya kegaduhan jika guru tidak dapat mengelola kelas dengan baik.

- Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

7. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

a. Pengertian IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD/MI/SDLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga masyarakat yang menghargai nilai-nilai sosial, bertanggung jawab, mencintai lingkungan alam dan menjadi warga dunia yang cinta damai.

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Mata pelajaran IPS ini dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

(30)

tersebut, diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Menurut Mulyasa (2009: 125), untuk mengacu kepada tujuan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang tercantum di dalam Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, maka pembelajaran IPS dilakukan agar peserta didik dapat mencapai kompetensi-kometensi yang sudah ditetapkan. Trianto (2010: 171) IPS adalah integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti, sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Savage (1996:10) dalam bukunya yang berjudul Effective Teaching in Elementary Social Studies, bahwa:

social studies programs is drawn from many fields, programs today continue to place particularly heavy emphases on information drawn from history and such social science disciplines as geography, political science, economics, sociology, anthropology, psychology, archaelogy and law.

(31)

pengetahuannya, keterampilan, dan nilai yang memungkinkan mereka menjadi warga negara yang berpartisipasi aktif dalam masyarakat. b. Tujuan Pendidikan IPS

Menurut Solihatin dan Raharjo (2008:15) tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan penididikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Tujuan mata pelajaran IPS ini dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Berikut adalah pendapat tentang tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial menurut Jarolimek:

The social studies that the public purposes of education can be best served. Through sosial studies, teachers have a major responsibility to help children learn those components of the common culture that constitute the social and cultural heritage of this nation. It is these learnings that give us a sense of identity as a nation of free people. (Jarolimek, 1986: 16).

(32)

menanamkan rasa tanggung jawab pada siswa ketika belajar tentang komponen-komponen budaya dan keadaan sosial yang ada dan merupakan warisan budaya bangsa. Mengajarkan cara menghargai dan bertanggungjawab terhadap budaya bangsa yang menjadi identitas bangsa ini. Budaya adalah bagian dari kehidupan sosial yang ada dalam masyrakat. Ilmu Pengetahuan Sosial juga mengajarkan tentang nilai-nilai sosial dan sikap yang terkandung dalam kehidupan masyarakat, termasuk menyikapi budaya bangsa yang merupakan identitas dan warisan yang harus dijaga.

Selain itu, dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada jenjang sekolah dasar ada tujuan yang harus dicapai oleh siswa, antara lain:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

(33)

Ilmu Pengetahuan Sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat merupakan tempat bagi anak didik untuk tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan masyarakat. Pendidikan IPS berusaha membantu dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya. Berdasarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut.

c. Materi Penelitian

Standar Kompetensi : 1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keanekaragaman suku bangsa dilingkungan Kabupaten/ kota dan Propinsi.

Kompetensi Dasar : 1.5 Menghargai berbagai peninggalan sejarah dilingkungan setempat (Kabupaten/Kota, Propinsi) dan menjaga kelestariannya. Indikator yang akan dicapai dalam materi penelitian ini diantaranya: 1) Menyebutkan macam-macam bentuk peninggalan sejarah.

2) Mengetahui macam-macam cerita rakyat yang merupakan salah satu bentuk peninggalan sejarah.

3) Mengetahui sejarah terjadinya suatu daerah.

(34)

B. Penelitian Yang Relevan

Sesuai dengan hasil penelitian yang relevan menyatakan bahwa model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar. Penelitian terrsebut jelas diuraikan oleh Reni H Ernawati (2010) dengan judul “Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPA pada materi energi listrik melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT di kelas VI SD N 3 Wangon”. Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Unversitas Muhammadiyah Purwokerto.

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dengan penggunaan metode Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPA materi energi listrik di sekolah dasar. Hal itu terbukti dengan perolehan skor motivasi belajar pada siklus I sebesar 38,8 dengan kriteria sedang meningkat menjadi 50,8 pada siklus II dengan kriteria tinggi. Sedangkan nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 63,61 dengan presentase ketuntasan sebesar 55,55% kemudian pada siklus II meningkat menjadi 77,22 dengan ketuntasan klasikal sebesar 88,88%. Berdasarkan hasil uraian di atas terbukti bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa di sekolah dasar.

(35)

siswa pada mata pelajaran IPA materi energi listrik di kelas VI dapat berhasil dalam melakukan penelitian, sedangkan saat ini saya sebagai peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) ini untuk meneliti dengan variabel yang berbeda yakni peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) ini untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan sikap toleransi siswa dalam pembelajaran IPS pada meteri menghargai peninggalan sejarah di kelas IV.

C. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam proses belajar mengajar di sekolah dapat dilaksanakan dengan berbagai model pembelajaran. Salah satunya pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together (NHT) akan mempermudah siswa dalam memahami materi yang akan dipelajari. Pembelajaran model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together (NHT) pada proses pembelajaran akan meningkatkan rasa ingin tahu siswa serta sikap toleransi karena prosesnya dilaksanakan dengan menarik dan menyenangkan.

(36)

model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) partisipasi siswa secara langsung dilibatkan dalam proses pembelajaran dan kerjasama serta kebersamaan saat memecahkan suatu masalah yang diberikan guru dalam kelompok diharapkan dapat meningkatkan sikap toleransi antar sesamanya. Model pembelajaran ini diharapkan dapat mengembangkan potensi-potensi siswa secara optimal, serta dapat berdampak pada pula pada kognitif anak yakni prestasi belajar anak juga dapat meningkat.

(37)

Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : nilai akademik siswa rendah. Terlihat ketika siswa tidak

mau mengeluarkan

(38)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan untuk penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran IPS pada materi menghargai peninggalan sejarah melalui model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) di kelas IV SD N Ledug dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa.

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Sekolah dan Kelas Rasa Ingin Tahu:
Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan Sekolah dan Kelas Sikap Toleransi:
Tabel 2.3 Fase/Tahapan Umum Model Pembelajaran Kooperatif
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon

Pada penelitian ini tingkat pengetahuan tentang kehamilan tidak diinginkan baik, dikarenakan remaja sekarang lebih cepat mendapatkan informasi dari media masa

Sahabat MQ/ pesta demokrasi 5 tahunan secara telah dilaksanakan pada 9 april 2009// Kini semua masyarakat menunggu akan hasil dari pemilu// Menurut hasil

 Mengingat pada beban gempa arah beban dapat bolak-balik maka komposisi tulangan untuk menahan momen negatif dan momen positif harus diatur sedemikian rupa sehingga

Alternatif pemecahan masalah yang dipilih yaitu melalui penggunaan media foto essay dengan penggunaan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan penugasan pembuatan produk

Regulasi • Belum adanya national policy yang terintegrasi di sektor logistik, regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral dan law enforcement lemah.. Kelembagaan

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

The implementation of embedded system aims students be able to create an innovative high-performance computing cluster system to support education learning activities by