BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Modul
1. Pengertian Modul
Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar
(2004) yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebagai sebuah
buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara
mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Modul berfungsi sebagai
sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga peserta didik dapat belajar
sesuai dengan kecepatan masing-masing (Depdiknas, 2008). Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, modul berarti standar atau satuan
pengukur, satuan standar yang bersama-sama dengan yang lain
digunakan secara bersama, satuan bebas yang merupakan bagian dari
struktur keseluruhan, komponen dari suatu sistem yang berdiri sendiri,
tetapi menunjang program dari sistem itu. Modul disebut juga media
untuk belajar mandiri karena didalamnya telah dilengkapi petunjuk
untuk belajar sendiri tanpa kehadiran pendidik atau guru secara
langsung.
Menurut Suaidin (2010), modul merupakan salah satu bentuk
bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat
seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk
pembelajaran disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan suatu
modul, meliputi analisis kebutuhan, pengembangan desain modul,
implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi, serta jaminan kualitas.
Penulisan modul memiliki tujuan sebagai berikut (Depdiknas, 2008):
a. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbal.
b. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta
belajar maupun guru/instruktur.
c. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk
meningkatkan motivasi dan gairah belajar, mengembangkan
kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan
sumber belajar lainnya yang memungkinkan peserta didik atau
pebelajar belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.
d. Memungkinkan peserta didik atau pebelajar dapat mengukur atau
mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
Dengan memperhatikan tujuan-tujuan di atas, modul sebagai
bahan ajar akan sama efektifnya dengan pembelajaran tatap muka. Hal
ini tergantung pada proses penulisan modul. Penulisan modul yang baik
menulis seolah-olah sedang mengajarkan kepada seorang peserta didik
mengenai suatu topik melalui tulisan. Segala sesuatu yang ingin
disampaikan oleh penulis saat pembelajaran, dikemukakan dalam modul
yang ditulisnya. Penggunaan modul dapat dikatakan sebagai kegiatan
terdapat dalam modul ini diatur sehingga seolah-olah merupakan
“bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan
pengajaran kepada peserta didik-peserta didiknya. Dengan demikian,
sebuah modul harus dapat dijadikan bahan ajar sebagai pengganti fungsi
pendidik. Jika pendidik mempunyai fungsi menjelaskan sesuatu, maka
modul harus mampu menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang mudah
diterima peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya.
2. Karakteristik Modul Pembelajaran
Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik jika terdapat
karakteristik sebagai berikut (Depdiknas, 2008):
a. Self Intructional
Artinya, melalui modul tersebut seseorang atau peserta didik
mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.
Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul
harus:
a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas;
b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit
kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas;
c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan
pemaparan materi pembelajaran;
d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang
memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur
e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan
suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya;
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;
g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran;
h) Terdapat instrumen penilaian/assesment, yang memungkinkan
pengguna modul melakukan “self assessment”;
i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya untuk
mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi;
j) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya
mengetahui tingkat penguasaan materi; dan
k) Tersedia informasi tentang pengayaan/referensi yang mendukung
materi pembelajaran yang dimaksud.
b. Self Contained
Yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi
atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat didalam satu modul
secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan
peserta didik mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena
materi dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh.
c. Stand Alone
Yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media
lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media
pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak
mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika
masih menggunakan dan bergantung pada media selain modul yang
digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media
yang berdiri sendiri.
d. Adaptive
Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan
perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia
hendaknya tetap “up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi
materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu
tertentu.
e. User Friendly
Modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap
instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan
bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa
yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang
umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
3. Prinsip Penulisan Modul
Modul merupakan media pembelajaran yang dapat berfungsi
karena itu, penulisan modul perlu didasarkan pada prinsip-prinsip belajar
dan bagaimana pendidik mengajar dan peserta didik menerima pelajaran.
Terkait hal tersebut, penulisan modul dilakukan menggunakan
prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut:
a. Rancang konsep untuk menarik perhatian sehingga peserta didik
dapat memahami informasi yang disajikan. Misalnya, dalam modul,
informasi penting diberi ilustrasi yang menarik perhatian dengan
memberi warna, ukuran teks, atau jenis teks yang menarik.
b. Tujuan pembelajaran perlu diinformasikan dengan jelas agar peserta
didik dapat termotivasi dan fokus terhadap modul yang akan
dipelajari.
c. Hubungkan bahan ajar yang merupakan informasi baru bagi peserta
didik dengan pengetahuan yang telah dikuasai sebelumnya oleh
peserta didik.
d. Informasi perlu dipenggal-penggal untuk memudahkan pemrosesan
dalam ingatan pengguna modul. Jika terdapat banyak sekali butir
informasi, sajikan informasi tersebut dalam bentuk peta informasi.
e. Untuk memfasilitasi peserta didik memproses informasi secara
mendalam, peserta didik didorong supaya mengembangkan peta
informasi pada saat pembelajaran atau sebagai kegiatan merangkum
f. Supaya peserta didik memproses informasi secara mendalam, peserta
didik perlu disiapkan latihan yang memerlukan penerapan, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
g. Penyajian modul harus dapat memberikan motivasi untuk belajar.
Modul dikembangkan agar menarik perhatian penggunanya selama
mempelajari modul tersebut. Urutan materi diupayakan dengan
mengurutkan dari yang mudah ke sulit. Modul juga perlu
menyediakan umpan balik agar peserta didik tahu bagaimana kinerja
belajar mereka. (Depdiknas, 2008)
4. Keunggulan dan Keterbatasan Pembelajaran dengan Modul
Beberapa keunggulan pembelajaran dengan modul dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a. Berfokus pada kemampuan individual peserta didik, karena pada
hakekatnya mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan
lebih bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
b. Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar
kompetensi dalam setiap modul yang harus dicapai oleh peserta
didik.
c. Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara
pencapaiannya, sehingga peserta didik dapat mengetahui keterkaitan
antara pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya.
Disamping keunggulan, modul pembelajaran juga memiliki
a. Penyusunan modul yang baik membutuhkan keahlian tertentu.
b. Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, serta
membutuhkan manajemen pendidikan yang sangat berbeda dari
pembelajaran konvensional, karena setiap peserta didik
menyelesaikan modul dalam waktu yang berbeda-beda, bergantung
pada kecepatan dan kemampuan masing-masing.
c. Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada umumnya
cukup mahal, karena setiap peserta didik harus mencarinya sendiri.
(Mulyasa, 2006)
B. Kreatif
Kreatif adalah kemampuan olah pikir, olah rasa dan pola tindak yang
dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan inovatif (Munandar, 1995).
Berdasarkan penekanannya, definisi-definisi kreativitas dapat dibedakan ke
dalam dimensi person, proses, produk, dan press.
Definisi kreativitas yang menekankan dimensi person seperti yang
dikemukakan Hulbeck (Munandar, 1999), bahwa tindakan kreatif muncul
dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Definisi kreativitas yang menekankan dimensi proses seperti yang
dikemukakan Torrance (Munandar, 1999), bahwa proses kreatif pada
dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah meliputi
seluruh proses kreatif mulai dari menemukan masalah sampai dengan
Sedangkan definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan
pada unsur orisinalitas, kebaruan, dan kebermaknaan, seperti definisi dari
Barron (Munandar, 1999), menyatakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Begitu
pula menurut Haefele (Munandar, 1999), kreativitas adalah kemampuan
untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.
Definisi ini menunjukan bahwa tidak perlu keseluruhan produk itu baru,
tetapi kombinasinya. Definisi ini juga menekankan bahwa suatu produk
kreatif tidak hanya harus baru tetapi juga bermakna.
Sedangkan definisi yang berfokus pada press atau dorongan, baik
dorongan internal yaitu dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk
bersibuk diri secara kreatif maupun dorongan eksternal dari lingkungan
sosial dan psikologis.
Definisi kreativitas juga dibedakan ke dalam definisi konsensual dan
definisi konseptual. Definsi konsensual menekankan segi produk kreatif
yang dinilai derajat kreativitasnya oleh pengamat ahli. Amabile (Murniati,
2012), mengemukakan bahwa suatu produk atau respons seseorang
dikatakan kreatif apabila menurut penilaian orang yang ahli atau pengamat
yang mempunyai kewenangan dalam bidang itu bahwa produk itu kreatif.
Dengan demikian, kreativitas merupakan kualitas suatu produk atau respon
yang dinilai kreatif oleh pengamat ahli.
Sedangkan definisi konseptual bertolak dari konsep tertentu tentang
kreatif. Meskipun tetap menekankan segi produk, definisi ini tidak
mengandalkan semata-mata pada konsesus pengamat dalam menilai
kreativitas, melainkan didasarkan pada kriteria tertentu. Secara konseptual,
Amabile (Murniati, 2012), melukiskan bahwa suatu produk dinilai kreatif
apabila:
a) Bersifat baru, unik, berguna, benar, atau bernilai dilihat dari segi
kebutuhan tertentu;
b) Lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum
pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya.
Terlepas dari definisi dan penilaian produk kreatif, menurut Guilford
(Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas atau berfikir kreatif
diartikan sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam
kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Menurut Munandar
(Satiadarma, 2003) mengemukakan bahwa penjabaran dari kemampuan
berfikir kreatif meliputi empat indikator berfikir kreatif adalah sebagai
berikut:
a) Berfikir lancar (fluency), yang menyebabkan seseorang mencetuskan
banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. Dalam
menghadapi masalah, orang kreatif mampu memberikan banyak cara
atau saran untuk pemecahan masalah.
Contoh:
Bangun-bangun manakah yang kongruen dan mana yang tidak
b) Berfikir luwes (flexibility), dimana orang kreatif menghasilkan gagasan,
jawaban atau pertanyaan yang bervariasi karena dia mampu melihat
masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Contoh:
Tunjukan bahwa kedua bangun dibawah ini sebangun!
c) Berfikir rasional, yang menyebabkan orang kreatif melahirkan
ungkapan-ungkapan yang baru dan unik, karena mereka sanggup
memikirkan yang tidak lazim untuk mengungkapkan dirinya, atau
mampu menemukan kombinasi-kombinasi yang tidak biasa dari
unsur-unsur yang biasa.
Contoh:
Hitunglah nilai x jika segitiga A dan segitiga B sebangun!
B C D
G H
d) Keterampilan elaborasi, yang meliputi kemampuan memperkaya dan
mengembangkan suatu gagasan atau produk.
Contoh:
Perhatikan gambar disamping. Hitunglah p !
C. Pendekatan Quantum Learning
Pendekatan Quantum Learning merupakan pendekatan yang berakar
dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria
yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai ”suggestology”
atau ”suggestopedia”. Prinsipnya bahwa sugesti itu dapat dan pasti
mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun itu dapat
memberikan sugesti positif dan negatif (De Porter, 2009). Beberapa teknik
yang dapat memberikan sugesti positif adalah menggunakan gambar,
ilustrasi, warna sambil menonjolkan informasi.
1 2
x
6 1
Dalam pendekatan Quantum Learning dikenal dengan konsep
kekuatan AMBAK atau apa manfaatnya bagiku. AMBAK adalah motivasi
yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat
suatu keputusan (De Porter, 2009). Menemukan AMBAK sama saja dengan
menciptakan minat dalam belajar. Dalam konsep kekuatan AMBAK
terdapat 5 aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Menumbuhkan minat
Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk memberikan
motivasi demi mencapai tujuan.
2) Belajar aktif
Ketika minat telah tercipta, hal ini juga akan membuat seseorang belajar
aktif dan mengupayakan agar segalanya tercapai.
3) Berfikir kreatif
Ketika minat telah tercipta, hal ini akan menuju pada minat baru,
menciptakan ide-ide kreatif yang terus menerus.
4) Kekuatan/kepercayaan diri
Setelah memiliki minat dan mengetahui AMBAK nya, akan melahirkan
kekuatan pribadi atau kepercayaan diri.
5) Rayakan selesainya tugas
Merayakan selesainya tugas akan membangun motivasi bagi seseorang
untuk tujuan berikutnya. Perayaan harus menjadi aspek penting dalam
AMBAK. Di dalam modul ini merayakan selesainya tugas yaitu dengan
melanjutkan kegiatan belajar selanjutnya. Permainan teka-teki ini
berfungsi untuk memberikan sugesti positif sehingga siswa tidak jenuh
dalam mempelajari modul.
D. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D
Model pengembangan 4-D (Four D) merupakan model
pengembangan perangkat pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh S.
Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model
pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pembatasan),
(2) Design (Perancangan), (3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate
(Penyebaran). Model pengembangan ini digambarkan seperti diagram
D
Secara garis besar keempat tahap tersebut sebagai berikut (Trianto,
2010):
a. Tahap Pendefinisian (define)
Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan
syarat-syarat pembelajaran. Dalam menentukan dan menetapkan syarat-syarat-syarat-syarat
pembelajaran diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang
dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu:
1) Analisis awal akhir (front-end analysis)
Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis awal akhir
bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang
dihadapi dalam pembelajaran, sehingga diperlukan suatu
pengembangan bahan ajar. Dengan analisis ini akan didapatkan
gambaran fakta, harapan dan alternatif penyelesaian masalah dasar,
yang memudahkan dalam penentuan atau pemilihan bahan ajar yang
dikembangkan.
2) Analisis peserta didik (learner analysis)
Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis peserta didik
merupakan telaah tentang karakteristik peserta didik yang sesuai
dengan desain pengembangan perangkat pembelajaran. Karakteristik
itu meliputi latar belakang kemampuan akademik (pengetahuan),
perkembangan kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu
atau sosial yang berkaitan dengan topik pembelajaran, media, format
mendapatkan gambaran karakteristik peserta didik, antara lain: (1)
Tingkat kemampuan atau perkembangan intelektualnya, (2)
Keterampilan-keterampilan individu atau sosial yang sudah dimiliki
dan dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapkan.
3) Analisis konsep (concept analysis)
Analisis konsep menurut Thiagarajan, dkk (1974) dilakukan
untuk mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan,
menyusunnya dalam bentuk hirarki, dan merinci konsep-konsep
individu ke dalam hal yang kritis. Analisis membantu
mengidentifikasi kemungkinan contoh dan bukan contoh untuk
digambarkan dalam mengantar proses pengembangan.
Analisis konsep sangat diperlukan guna mengidentifikasi
pengetahuan-pengetahuan deklaratif atau prosedural pada materi
matematika yang akan dikembangkan. Analisis konsep merupakan
satu langkah penting untuk memenuhi prinsip kecukupan dalam
membangun konsep atas materi-materi yang digunakan sebagai
sarana pencapaian kompetensi dasar dan standar kompetensi.
Mendukung analisis konsep ini, analisis-analisis yang perlu
dilakukan adalah:
a) analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan
b) analisis sumber belajar, yakni mengumpulkan dan
mengidentifikasi sumber-sumber mana yang mendukung
penyusunan bahan ajar.
4) Analisis tugas (task analysis)
Analisis tugas menurut Thiagarajan, dkk (1974) bertujuan
untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan utama yang akan
dikaji dan menganalisisnya kedalam himpunan keterampilan
tambahan yang mungkin diperlukan. Analisis ini memastikan ulasan
yang menyeluruh tentang tugas dalam materi pembelajaran.
5) Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)
Perumusan tujuan pembelajaran menurut Thiagarajan, dkk
(1974) berguna untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan
analisis tugas untuk menentukan perilaku objek penelitian.
Kumpulan objek tersebut menjadi dasar untuk menyusun tes dan
merancang perangkat pembelajaran yang kemudian di integrasikan
ke dalam materi perangkat pembelajaran yang akan digunakan oleh
peneliti.
b. Tahap Perancangan (Design )
Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe perangkat
pembelajaran. Tahap ini terdiri dari empat langkah yaitu:
1) Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced
test), merupakan langkah awal yang menghubungkan antara tahap
perumusan tujuan pembelajaran khusus (Kompetensi Dasar dalam
kurikulum KTSP).
2) Pemilihan Media, yaitu sesuai tujuan untuk menyampaikan materi
pelajaran.
3) Pemilihan format (format selection), pemilihan format awal ini
misalnya dapat dilakukan dengan mengkaji format-format perangkat
yang sudah ada dan yang dikembangkan di negara-negara yang
lebih maju.
4) Desain awal (Rancangan awal)
c. Tahap Pengembangan (Develop)
Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat
pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar.
Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan
revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan rencana
pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan peserta didik yang
sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi.
d. Tahap penyebaran (Disseminate)
Pada tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang
telah dikembangkan pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, di
sekolah lain, oleh guru yang lain. Tujuan lain adalah untuk menguji
efektivitas penggunaan perangkat di dalam KBM. Dalam penelitian ini,
peneliti tidak akan melakukan tahap penyebaran (dissemainate) karena
E. Kesebangunan dan Kekongruenan
Materi kesebangunan dan kekongruenan merupakan salah satu
materi yang diajarkan dikelas IX SMP. Berikut rincian materi kesebangunan
dan kekongruenan yang menjadi fokus dalam penelitian pengembangan ini:
Standar Kompetensi :
1. Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam
pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar :
1. 1. Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun dan kongruen.
1. 2. Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun dan kongruen.
1. 3. Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan
masalah.
F. Modul Pembelajaran Matematika Kreatif Berbasis Pendekatan
Quantum Learning
Modul matematika berbasis pendekatan quantum learning
merupakan modul yang disusun dengan menggunakan prinsip kekuatan
AMBAK dalam tiap-tiap kegiatan belajar. Prinsip kekuatan AMBAK ini
berfungsi untuk memberikan suggesty positif pada modul agar peserta didik
tidak mudah jenuh saat mempelajari modul. Dalam tiap kegiatan belajar,
modul terbagi menjadi beberapa langkah seperti:
1. Menumbuhkan minat, berfungsi untuk menumbuhkan minat peserta
didik atau rasa penasaran peserta didik agar termotivasi untuk
2. Belajar aktif, yaitu peserta didik dibimbing untuk belajar aktif
menemukan sendiri pengertian atau konsep suatu materi.
3. Berfikir kreatif, yaitu peserta didik dilatih untuk berfikir kreatif yaitu
dengan membuat kesimpulan sendiri dari materi yang telah diajarkan.
4. Percaya diri, yaitu peserta didik dilatih percaya diri dengan mengerjakan
tugas atau soal dalam bentuk tantangan.
5. Merayakan selesainya tugas, yaitu peserta didik diajak untuk merayakan
selesainya tugas dengan mengerjakan teka-teki silang sebelum
melanjutkan ke materi selanjutnya. Teka-teki silang merupakan salah
satu bentuk permainan otak yang melatih peserta didik berfikir kreatif.