• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Ainun Muharomah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II Ainun Muharomah"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Modul

1. Pengertian Modul

Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar

(2004) yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebagai sebuah

buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara

mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Modul berfungsi sebagai

sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga peserta didik dapat belajar

sesuai dengan kecepatan masing-masing (Depdiknas, 2008). Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, modul berarti standar atau satuan

pengukur, satuan standar yang bersama-sama dengan yang lain

digunakan secara bersama, satuan bebas yang merupakan bagian dari

struktur keseluruhan, komponen dari suatu sistem yang berdiri sendiri,

tetapi menunjang program dari sistem itu. Modul disebut juga media

untuk belajar mandiri karena didalamnya telah dilengkapi petunjuk

untuk belajar sendiri tanpa kehadiran pendidik atau guru secara

langsung.

Menurut Suaidin (2010), modul merupakan salah satu bentuk

bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat

seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk

(2)

pembelajaran disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan suatu

modul, meliputi analisis kebutuhan, pengembangan desain modul,

implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi, serta jaminan kualitas.

Penulisan modul memiliki tujuan sebagai berikut (Depdiknas, 2008):

a. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu

bersifat verbal.

b. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta

belajar maupun guru/instruktur.

c. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk

meningkatkan motivasi dan gairah belajar, mengembangkan

kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan

sumber belajar lainnya yang memungkinkan peserta didik atau

pebelajar belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.

d. Memungkinkan peserta didik atau pebelajar dapat mengukur atau

mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

Dengan memperhatikan tujuan-tujuan di atas, modul sebagai

bahan ajar akan sama efektifnya dengan pembelajaran tatap muka. Hal

ini tergantung pada proses penulisan modul. Penulisan modul yang baik

menulis seolah-olah sedang mengajarkan kepada seorang peserta didik

mengenai suatu topik melalui tulisan. Segala sesuatu yang ingin

disampaikan oleh penulis saat pembelajaran, dikemukakan dalam modul

yang ditulisnya. Penggunaan modul dapat dikatakan sebagai kegiatan

(3)

terdapat dalam modul ini diatur sehingga seolah-olah merupakan

“bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan

pengajaran kepada peserta didik-peserta didiknya. Dengan demikian,

sebuah modul harus dapat dijadikan bahan ajar sebagai pengganti fungsi

pendidik. Jika pendidik mempunyai fungsi menjelaskan sesuatu, maka

modul harus mampu menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang mudah

diterima peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya.

2. Karakteristik Modul Pembelajaran

Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik jika terdapat

karakteristik sebagai berikut (Depdiknas, 2008):

a. Self Intructional

Artinya, melalui modul tersebut seseorang atau peserta didik

mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.

Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul

harus:

a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas;

b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit

kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas;

c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan

pemaparan materi pembelajaran;

d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang

memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur

(4)

e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan

suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya;

f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;

g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran;

h) Terdapat instrumen penilaian/assesment, yang memungkinkan

pengguna modul melakukan “self assessment”;

i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya untuk

mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi;

j) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya

mengetahui tingkat penguasaan materi; dan

k) Tersedia informasi tentang pengayaan/referensi yang mendukung

materi pembelajaran yang dimaksud.

b. Self Contained

Yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi

atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat didalam satu modul

secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan

peserta didik mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena

materi dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh.

c. Stand Alone

Yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media

lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media

pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak

(5)

mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika

masih menggunakan dan bergantung pada media selain modul yang

digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media

yang berdiri sendiri.

d. Adaptive

Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat

menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan

perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia

hendaknya tetap “up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi

materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu

tertentu.

e. User Friendly

Modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap

instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan

bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam

merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa

yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang

umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.

3. Prinsip Penulisan Modul

Modul merupakan media pembelajaran yang dapat berfungsi

(6)

karena itu, penulisan modul perlu didasarkan pada prinsip-prinsip belajar

dan bagaimana pendidik mengajar dan peserta didik menerima pelajaran.

Terkait hal tersebut, penulisan modul dilakukan menggunakan

prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut:

a. Rancang konsep untuk menarik perhatian sehingga peserta didik

dapat memahami informasi yang disajikan. Misalnya, dalam modul,

informasi penting diberi ilustrasi yang menarik perhatian dengan

memberi warna, ukuran teks, atau jenis teks yang menarik.

b. Tujuan pembelajaran perlu diinformasikan dengan jelas agar peserta

didik dapat termotivasi dan fokus terhadap modul yang akan

dipelajari.

c. Hubungkan bahan ajar yang merupakan informasi baru bagi peserta

didik dengan pengetahuan yang telah dikuasai sebelumnya oleh

peserta didik.

d. Informasi perlu dipenggal-penggal untuk memudahkan pemrosesan

dalam ingatan pengguna modul. Jika terdapat banyak sekali butir

informasi, sajikan informasi tersebut dalam bentuk peta informasi.

e. Untuk memfasilitasi peserta didik memproses informasi secara

mendalam, peserta didik didorong supaya mengembangkan peta

informasi pada saat pembelajaran atau sebagai kegiatan merangkum

(7)

f. Supaya peserta didik memproses informasi secara mendalam, peserta

didik perlu disiapkan latihan yang memerlukan penerapan, analisis,

sintesis, dan evaluasi.

g. Penyajian modul harus dapat memberikan motivasi untuk belajar.

Modul dikembangkan agar menarik perhatian penggunanya selama

mempelajari modul tersebut. Urutan materi diupayakan dengan

mengurutkan dari yang mudah ke sulit. Modul juga perlu

menyediakan umpan balik agar peserta didik tahu bagaimana kinerja

belajar mereka. (Depdiknas, 2008)

4. Keunggulan dan Keterbatasan Pembelajaran dengan Modul

Beberapa keunggulan pembelajaran dengan modul dapat

dikemukakan sebagai berikut:

a. Berfokus pada kemampuan individual peserta didik, karena pada

hakekatnya mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan

lebih bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.

b. Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar

kompetensi dalam setiap modul yang harus dicapai oleh peserta

didik.

c. Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara

pencapaiannya, sehingga peserta didik dapat mengetahui keterkaitan

antara pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya.

Disamping keunggulan, modul pembelajaran juga memiliki

(8)

a. Penyusunan modul yang baik membutuhkan keahlian tertentu.

b. Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, serta

membutuhkan manajemen pendidikan yang sangat berbeda dari

pembelajaran konvensional, karena setiap peserta didik

menyelesaikan modul dalam waktu yang berbeda-beda, bergantung

pada kecepatan dan kemampuan masing-masing.

c. Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada umumnya

cukup mahal, karena setiap peserta didik harus mencarinya sendiri.

(Mulyasa, 2006)

B. Kreatif

Kreatif adalah kemampuan olah pikir, olah rasa dan pola tindak yang

dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan inovatif (Munandar, 1995).

Berdasarkan penekanannya, definisi-definisi kreativitas dapat dibedakan ke

dalam dimensi person, proses, produk, dan press.

Definisi kreativitas yang menekankan dimensi person seperti yang

dikemukakan Hulbeck (Munandar, 1999), bahwa tindakan kreatif muncul

dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Definisi kreativitas yang menekankan dimensi proses seperti yang

dikemukakan Torrance (Munandar, 1999), bahwa proses kreatif pada

dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah meliputi

seluruh proses kreatif mulai dari menemukan masalah sampai dengan

(9)

Sedangkan definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan

pada unsur orisinalitas, kebaruan, dan kebermaknaan, seperti definisi dari

Barron (Munandar, 1999), menyatakan bahwa kreativitas adalah

kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Begitu

pula menurut Haefele (Munandar, 1999), kreativitas adalah kemampuan

untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.

Definisi ini menunjukan bahwa tidak perlu keseluruhan produk itu baru,

tetapi kombinasinya. Definisi ini juga menekankan bahwa suatu produk

kreatif tidak hanya harus baru tetapi juga bermakna.

Sedangkan definisi yang berfokus pada press atau dorongan, baik

dorongan internal yaitu dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk

bersibuk diri secara kreatif maupun dorongan eksternal dari lingkungan

sosial dan psikologis.

Definisi kreativitas juga dibedakan ke dalam definisi konsensual dan

definisi konseptual. Definsi konsensual menekankan segi produk kreatif

yang dinilai derajat kreativitasnya oleh pengamat ahli. Amabile (Murniati,

2012), mengemukakan bahwa suatu produk atau respons seseorang

dikatakan kreatif apabila menurut penilaian orang yang ahli atau pengamat

yang mempunyai kewenangan dalam bidang itu bahwa produk itu kreatif.

Dengan demikian, kreativitas merupakan kualitas suatu produk atau respon

yang dinilai kreatif oleh pengamat ahli.

Sedangkan definisi konseptual bertolak dari konsep tertentu tentang

(10)

kreatif. Meskipun tetap menekankan segi produk, definisi ini tidak

mengandalkan semata-mata pada konsesus pengamat dalam menilai

kreativitas, melainkan didasarkan pada kriteria tertentu. Secara konseptual,

Amabile (Murniati, 2012), melukiskan bahwa suatu produk dinilai kreatif

apabila:

a) Bersifat baru, unik, berguna, benar, atau bernilai dilihat dari segi

kebutuhan tertentu;

b) Lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum

pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya.

Terlepas dari definisi dan penilaian produk kreatif, menurut Guilford

(Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas atau berfikir kreatif

diartikan sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam

kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Menurut Munandar

(Satiadarma, 2003) mengemukakan bahwa penjabaran dari kemampuan

berfikir kreatif meliputi empat indikator berfikir kreatif adalah sebagai

berikut:

a) Berfikir lancar (fluency), yang menyebabkan seseorang mencetuskan

banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. Dalam

menghadapi masalah, orang kreatif mampu memberikan banyak cara

atau saran untuk pemecahan masalah.

Contoh:

Bangun-bangun manakah yang kongruen dan mana yang tidak

(11)

b) Berfikir luwes (flexibility), dimana orang kreatif menghasilkan gagasan,

jawaban atau pertanyaan yang bervariasi karena dia mampu melihat

masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Contoh:

Tunjukan bahwa kedua bangun dibawah ini sebangun!

c) Berfikir rasional, yang menyebabkan orang kreatif melahirkan

ungkapan-ungkapan yang baru dan unik, karena mereka sanggup

memikirkan yang tidak lazim untuk mengungkapkan dirinya, atau

mampu menemukan kombinasi-kombinasi yang tidak biasa dari

unsur-unsur yang biasa.

Contoh:

Hitunglah nilai x jika segitiga A dan segitiga B sebangun!

B C D

G H

(12)

d) Keterampilan elaborasi, yang meliputi kemampuan memperkaya dan

mengembangkan suatu gagasan atau produk.

Contoh:

Perhatikan gambar disamping. Hitunglah p !

C. Pendekatan Quantum Learning

Pendekatan Quantum Learning merupakan pendekatan yang berakar

dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria

yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai ”suggestology”

atau ”suggestopedia”. Prinsipnya bahwa sugesti itu dapat dan pasti

mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun itu dapat

memberikan sugesti positif dan negatif (De Porter, 2009). Beberapa teknik

yang dapat memberikan sugesti positif adalah menggunakan gambar,

ilustrasi, warna sambil menonjolkan informasi.

1 2

x

6 1

(13)

Dalam pendekatan Quantum Learning dikenal dengan konsep

kekuatan AMBAK atau apa manfaatnya bagiku. AMBAK adalah motivasi

yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat

suatu keputusan (De Porter, 2009). Menemukan AMBAK sama saja dengan

menciptakan minat dalam belajar. Dalam konsep kekuatan AMBAK

terdapat 5 aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:

1) Menumbuhkan minat

Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk memberikan

motivasi demi mencapai tujuan.

2) Belajar aktif

Ketika minat telah tercipta, hal ini juga akan membuat seseorang belajar

aktif dan mengupayakan agar segalanya tercapai.

3) Berfikir kreatif

Ketika minat telah tercipta, hal ini akan menuju pada minat baru,

menciptakan ide-ide kreatif yang terus menerus.

4) Kekuatan/kepercayaan diri

Setelah memiliki minat dan mengetahui AMBAK nya, akan melahirkan

kekuatan pribadi atau kepercayaan diri.

5) Rayakan selesainya tugas

Merayakan selesainya tugas akan membangun motivasi bagi seseorang

untuk tujuan berikutnya. Perayaan harus menjadi aspek penting dalam

AMBAK. Di dalam modul ini merayakan selesainya tugas yaitu dengan

(14)

melanjutkan kegiatan belajar selanjutnya. Permainan teka-teki ini

berfungsi untuk memberikan sugesti positif sehingga siswa tidak jenuh

dalam mempelajari modul.

D. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D

Model pengembangan 4-D (Four D) merupakan model

pengembangan perangkat pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh S.

Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model

pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pembatasan),

(2) Design (Perancangan), (3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate

(Penyebaran). Model pengembangan ini digambarkan seperti diagram

(15)

D

(16)

Secara garis besar keempat tahap tersebut sebagai berikut (Trianto,

2010):

a. Tahap Pendefinisian (define)

Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan

syarat-syarat pembelajaran. Dalam menentukan dan menetapkan syarat-syarat-syarat-syarat

pembelajaran diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang

dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu:

1) Analisis awal akhir (front-end analysis)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis awal akhir

bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang

dihadapi dalam pembelajaran, sehingga diperlukan suatu

pengembangan bahan ajar. Dengan analisis ini akan didapatkan

gambaran fakta, harapan dan alternatif penyelesaian masalah dasar,

yang memudahkan dalam penentuan atau pemilihan bahan ajar yang

dikembangkan.

2) Analisis peserta didik (learner analysis)

Menurut Thiagarajan, dkk (1974), analisis peserta didik

merupakan telaah tentang karakteristik peserta didik yang sesuai

dengan desain pengembangan perangkat pembelajaran. Karakteristik

itu meliputi latar belakang kemampuan akademik (pengetahuan),

perkembangan kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu

atau sosial yang berkaitan dengan topik pembelajaran, media, format

(17)

mendapatkan gambaran karakteristik peserta didik, antara lain: (1)

Tingkat kemampuan atau perkembangan intelektualnya, (2)

Keterampilan-keterampilan individu atau sosial yang sudah dimiliki

dan dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

ditetapkan.

3) Analisis konsep (concept analysis)

Analisis konsep menurut Thiagarajan, dkk (1974) dilakukan

untuk mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan,

menyusunnya dalam bentuk hirarki, dan merinci konsep-konsep

individu ke dalam hal yang kritis. Analisis membantu

mengidentifikasi kemungkinan contoh dan bukan contoh untuk

digambarkan dalam mengantar proses pengembangan.

Analisis konsep sangat diperlukan guna mengidentifikasi

pengetahuan-pengetahuan deklaratif atau prosedural pada materi

matematika yang akan dikembangkan. Analisis konsep merupakan

satu langkah penting untuk memenuhi prinsip kecukupan dalam

membangun konsep atas materi-materi yang digunakan sebagai

sarana pencapaian kompetensi dasar dan standar kompetensi.

Mendukung analisis konsep ini, analisis-analisis yang perlu

dilakukan adalah:

a) analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan

(18)

b) analisis sumber belajar, yakni mengumpulkan dan

mengidentifikasi sumber-sumber mana yang mendukung

penyusunan bahan ajar.

4) Analisis tugas (task analysis)

Analisis tugas menurut Thiagarajan, dkk (1974) bertujuan

untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan utama yang akan

dikaji dan menganalisisnya kedalam himpunan keterampilan

tambahan yang mungkin diperlukan. Analisis ini memastikan ulasan

yang menyeluruh tentang tugas dalam materi pembelajaran.

5) Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)

Perumusan tujuan pembelajaran menurut Thiagarajan, dkk

(1974) berguna untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan

analisis tugas untuk menentukan perilaku objek penelitian.

Kumpulan objek tersebut menjadi dasar untuk menyusun tes dan

merancang perangkat pembelajaran yang kemudian di integrasikan

ke dalam materi perangkat pembelajaran yang akan digunakan oleh

peneliti.

b. Tahap Perancangan (Design )

Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe perangkat

pembelajaran. Tahap ini terdiri dari empat langkah yaitu:

1) Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced

test), merupakan langkah awal yang menghubungkan antara tahap

(19)

perumusan tujuan pembelajaran khusus (Kompetensi Dasar dalam

kurikulum KTSP).

2) Pemilihan Media, yaitu sesuai tujuan untuk menyampaikan materi

pelajaran.

3) Pemilihan format (format selection), pemilihan format awal ini

misalnya dapat dilakukan dengan mengkaji format-format perangkat

yang sudah ada dan yang dikembangkan di negara-negara yang

lebih maju.

4) Desain awal (Rancangan awal)

c. Tahap Pengembangan (Develop)

Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat

pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar.

Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan

revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan rencana

pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan peserta didik yang

sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi.

d. Tahap penyebaran (Disseminate)

Pada tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang

telah dikembangkan pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, di

sekolah lain, oleh guru yang lain. Tujuan lain adalah untuk menguji

efektivitas penggunaan perangkat di dalam KBM. Dalam penelitian ini,

peneliti tidak akan melakukan tahap penyebaran (dissemainate) karena

(20)

E. Kesebangunan dan Kekongruenan

Materi kesebangunan dan kekongruenan merupakan salah satu

materi yang diajarkan dikelas IX SMP. Berikut rincian materi kesebangunan

dan kekongruenan yang menjadi fokus dalam penelitian pengembangan ini:

Standar Kompetensi :

1. Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam

pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar :

1. 1. Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun dan kongruen.

1. 2. Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga sebangun dan kongruen.

1. 3. Menggunakan konsep kesebangunan segitiga dalam pemecahan

masalah.

F. Modul Pembelajaran Matematika Kreatif Berbasis Pendekatan

Quantum Learning

Modul matematika berbasis pendekatan quantum learning

merupakan modul yang disusun dengan menggunakan prinsip kekuatan

AMBAK dalam tiap-tiap kegiatan belajar. Prinsip kekuatan AMBAK ini

berfungsi untuk memberikan suggesty positif pada modul agar peserta didik

tidak mudah jenuh saat mempelajari modul. Dalam tiap kegiatan belajar,

modul terbagi menjadi beberapa langkah seperti:

1. Menumbuhkan minat, berfungsi untuk menumbuhkan minat peserta

didik atau rasa penasaran peserta didik agar termotivasi untuk

(21)

2. Belajar aktif, yaitu peserta didik dibimbing untuk belajar aktif

menemukan sendiri pengertian atau konsep suatu materi.

3. Berfikir kreatif, yaitu peserta didik dilatih untuk berfikir kreatif yaitu

dengan membuat kesimpulan sendiri dari materi yang telah diajarkan.

4. Percaya diri, yaitu peserta didik dilatih percaya diri dengan mengerjakan

tugas atau soal dalam bentuk tantangan.

5. Merayakan selesainya tugas, yaitu peserta didik diajak untuk merayakan

selesainya tugas dengan mengerjakan teka-teki silang sebelum

melanjutkan ke materi selanjutnya. Teka-teki silang merupakan salah

satu bentuk permainan otak yang melatih peserta didik berfikir kreatif.

Gambar

Gambar 1.1 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D

Referensi

Dokumen terkait

Guru menjelaskan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik setelah proses pembelajaran (seperti yang tercantum dalam indikator ketercapaian kompetensi) disertai

[r]

Dalam upaya pencegahan penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak, layanan PPIA dan pencegahan sifilis kongenital diintegrasikan dengan layanan kesehatan ibu dan anak (KIA). Hal

Kawasan wisata Gunung Galunggung sangat memiliki potensi berwisata tetapi sangat disayangkan wisata tersebut promosi yang dilakukan dari objek wisata ini masih sangat

MRS Agar disterilisasi pada suhu 121ºC selama 15 menit dengan menggunakan autoklaf.. Medium Nutrient Agar

panjang tanpa sokongan samping. Gelagar boks dapat dilihat pada Gambar 2.3.. Gelagar ini ada 2 macam yaitu hibrida dan nonhibrida. Gelagar hibrida dibuat dengan menggabungkan

Minimal terdari dari lima bagian (divisi) yaitu divisi produksi, divisi pemnasaran, divisi personalia, divisi pembelajaan, dan divisi umum. Struktur organisasi matriks

[r]