• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MELALUI TEKNIK KOREKSI TEMAN SEBAYA PADA SISWA KELAS VII A SMP KATOLIK SANTO PAULUS SINGARAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MELALUI TEKNIK KOREKSI TEMAN SEBAYA PADA SISWA KELAS VII A SMP KATOLIK SANTO PAULUS SINGARAJA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MELALUI TEKNIK

KOREKSI TEMAN SEBAYA PADA SISWA KELAS VII A SMP

KATOLIK SANTO PAULUS SINGARAJA

Inggrit Rosari Rea,I Made Sutama, I Nyoman Seloka

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: {rea_inggrit@yahoo.co.id, selokasudiar@yahoo.co.id

,

sutama@yahoo.com

}@undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja dengan penggunaan teknik koreksi teman sebaya, (2) mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja setelah pembelajaran menggunkan teknik koreksi teman sebaya, dan (3) mendeskripsikan respons siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja terhadap penggunaan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dengan dua siklus. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja. Objek penelitian ini adalah langkah-langkah pembelajaran yang efektif, peningkatan kemampuan menulis narasi pada siswa, dan respons siswa terhadap penggunaan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi. Data dikumpulkan dengan metode observasi, kuesioner/angket, dan tes/unjuk kerja. Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) penggunaan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi dilakukan dengan beberapa langkah sesuai dengan rencana pembelajaran yang dirancang, (2) penggunaan teknik koreksi teman sebaya dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja, (3) penggunaan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi mendapat respons sangat positif dari siswa. Peningkatan kualitas menulis narasi siswa dapat dilihat dalam perbandingan skor rata-rata klasikal. Sebelum diadakan tindakan, skor rata-rata klasikal 66,40. Skor tersebut meningkat menjadi 72,76 pada siklus I. Pada siklus II, skor rata-rata naik lagi menjadi 77,72.

Kata kunci: kemampuan menulis, narasi, teknik koreksi teman sebaya

Abstract

The purposes of this study were (1) to describe effective learning steps in improving students’ writing narration skill for the students in VII A grade SMP Katolik Santo Paulus Singaraja by using peer correction technique, (2) to describe improvement of students’ writing narration skill for the students in VII A grade SMP Katolik Santo Paulus Singaraja after using peer correction technique and (3) to describe the responses from the students in VII A grade SMP Katolik Santo Paulus Singaraja toward the use of peer correction technique in learning to improve students’ writing narration

(2)

2

skill. This study was a classroom action research which was conducted in two cycles.

The subject of this study was teacher and students in VII A grade SMP Katolik Santo Paulus Singaraja. The object of study in this research was effective learning steps, improvement of students’ writing narration skill and students’ responses toward the use of peer correction technique in writing narration learning. The data were gathered by using observation sheet, questionnaire and test/portfolio. The data were analyzed by using descriptive qualitative and quantitative technique. The result of this study showed that (1) the use of peer correction technique in writing narration learning was done in some steps based on lesson plan that was being designed, (2) the use of peer correction technique can improve students’ writing narration skill for the students in VII A grade SMP Katolik Santo Paulus Singaraja, (3) the use of peer correction technique in writing narration learning got positive responses from the students. The improvement in the quality of the students’ writing narration skill could be seen by comparing the average classical score. Before the treatment, average classical score was 66.40. In cycle I, the score improved to be 72.76. Then in cycle II the score improved again became 77.72.

Keywords:writing skill, narration, peer correction technique

PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia, menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Menulis dapat membantu siswa dalam berlatih berpikir, mengungkapkan gagasan, memecahkan masalah, dan salah satu bentuk berpikir yang juga merupakan alat untuk membuat orang lain (pembaca) berpikir. Hal tersebut senada dengan pendapat Akhadiah (1998:129) yang menyatakan bahwa lewat menulis seseorang dapat mengenali potensi diri, memperluas cakrawala, mendorong seseorang dalam belajar aktif, dan membiasakan seseorang berpikir dan berbahasa secara tertib.

Tarigan (1986:5) menjelaskan bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan menuangkan ide/gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampai. Keterampilan menulis seseorang bukan merupakan bakat, melainkan merupakan keterampilan yang dapat dikembangkan melalui pelatihan yang berkesinambungan.

Keterampilan menulis perlu

ditumbuhkembangkan dalam dunia pendidikan karena dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menanggapi segala sesuatu. Menulis juga dapat memudahkan seseorang merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah-masalah, dan menyusun urutan pengalaman.

Sampai saat ini, kegiatan menulis menjadi hal yang wajib diajarkan dan dilatihkan pada setiap satuan pendidikan. Menulis merupakan penjabaran standar kompetensi (SK) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang masih diberlakukan pada sebagian besar satuan pendidikan di Indonesia. Menurut Muslich (2012:10), KTSP sendiri merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan pada masing-masing satuan pendidikan/sekolah (SD, SMP, SMA). Kurikulum ini memberikan kebebasan bagi satuan pendidikan untuk menyusun standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dalam perencanaan pembelajaran. Standar kompetensi inilah yang memuat jabaran mengenai keterampilan menulis di sekolah menengah pertama yang dapat diimplementasikan dalam bentuk mengungkapkan berbagai informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat.

Kemampuan menulis narasi tidak secara otomatis dapat dikuasai oleh siswa, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur sehingga siswa akan lebih mudah berekspresi dalam kegiatan menulis. Sehubungan dengan itu kemampuan menulis harus ditingkatkan mulai pendidikan Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Apabila kemampuan menulis tidak ditingkatkan, kemampuan siswa untuk mengungkapkan pikiran atau gagasan melalui bentuk tulisan akan semakin berkurang atau tidak berkembang.

(3)

3

Sudah jelas bahwa menulis narasi

merupakan kompetensi menulis yang sudah ada dan diteruskan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama. Siswa dapat mengungkapkan perasaan, ide, dan gagasannya kepada orang lain melalui kegiatan menulis narasi. Kemampuan menulis narasi tidak secara otomatis dapat dikuasai oleh siswa, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur sehingga siswa akan lebih mudah berekspresi dalam kegiatan menulis. Sehubungan dengan itu kemampuan menulis harus ditingkatkan mulai pendidikan Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Apabila kemampuan menulis tidak ditingkatkan, kemampuan siswa untuk mengungkapkan pikiran atau gagasan melalui bentuk tulisan akan semakin berkurang atau tidak berkembang.

Pada kenyataan di lapangan, kemampuan menulis narasi siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja pada tahun pelajaran 2013/2014 masih rendah. Siswa belum terampil dalam menyusun kalimat-kalimat dan belum memperhatikan tanda baca dalam menulis karangan narasi. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perolehan nilai yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang diharapkan. Melalui hasil observasi, peneliti juga menemukan bahwa pengajaran menulis narasi masih kurang inovatif. Siswa juga kurang bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran menulis narasi di kelas.

Berdasarkan survei awal pada kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja, diperoleh keterangan bahwa dari 25 siswa hanya ada 5 siswa yang mencapai KKM, sedangkan 20 siswa lainnya masih belum mencapai KKM sebesar 75. Hal ini menunjukkan bahwa dari 25 siswa, hanya 20% yang memperoleh skor tuntas. Sisanya adalah 80% yang memperoleh skor belum tuntas. Selain penilaian hasil pembelajaran, dalam survei awal ini juga diambil penilaian proses pembelajaran. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai proses pembelajaran siswa di kelas yang mencakup aspek keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat, dan motivasi dalam

pembelajaran masih terlihat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kurang aktif

dan mengalami kesulitan

mengembangkan gagasannya untuk menulis narasi sehingga guru perlu berupaya dalam mengembangkan pembelajaran yang inovatif dengan maksud agar tujuan pembelajaran dapat tercapai khususnya dalam pembelajaran menulis narasi.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan bapak Nengah Seken, selaku guru mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas tersebut, diperoleh informasi bahwa memang benar kemampuan siswa dalam kompetensi menulis narasi masih sangat rendah. Guru mengungkapkan bahwa ia telah berusaha menuntut siswa untuk mengalirkan ide dalam menulis berbantuan media majalah dan surat kabar. Guru juga sering mengemukakan refleksinya terhadap tulisan siswa pada saat membagikan hasil tulisan. Akan tetapi, hal itu dirasa masih belum berdampak karena pada kenyataannya tulisan siswa masih kurang lugas dan kurang tepat dari segi tata penulisannya. Hal itu dikarenakan siswa masih merasa kesulitan dalam menulis, baik dalam pemilihan kosakata, penguasaan ejaan, penggunaan konjungsi atau kata penghubung, penggunaan kalimat efektif, bahkan dalam penggunaan tanda baca.

Berdasarkan hasil obeservasi lebih lanjut, peneliti dapat mengidentifikasi beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas menulis narasi pada siswa di kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja.

Pertama, dalam proses

pembelajaran di kelas, guru belum menggunakan teknik khusus yang mampu menarik perhatian siswa. Pada saat mengajar, guru banyak menceramahkan dan menjelaskan materi secara utuh, padahal dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan lebih berperan aktif. Guru lebih berpatokan pada hasil akhir, sehingga proses berlatih yang dilakukan oleh siswa belum berjalan dengan maksimal. Siswa menjadi kurang aktif dalam pembelajaran di kelas. Siswa kurang diajak untuk memikirkan suatu

(4)

4

pemecahan permasalahan terkait dengan

konsep atau materi yang diajarkan oleh guru.

Kedua, dalam praktik menulis,

banyak siswa yang menganggap kegiatan menulis adalah kegiatan yang sulit sekaligus membosankan. Kebingungan, ide mandeg, tidak tahu mau menulis apa, melamun, gangguan lingkungan,

penyusunan bahasa, sulit

mengungkapkan kata-kata, merasa tidak berbakat, dan merasa tulisan harus langsung sempurna merupakan masalah pelik yang dialami siswa dalam setiap kegiatan menulis. Siswa pun takut untuk mulai menulis dan merasa bosan. Saat pembelajaran berlangsung, hanya satu atau dua orang siswa yang mengacungkan tangan untuk menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami, sedangkan siswa lainnya sibuk dengan urusannya sendiri. Ada yang keasyikan bersenda gurau dengan teman sebangku, melamun, sampai ada yang tertidur si kelas.

Ketiga, sebagian besar siswa

sebenarnya belum memahami materi ajar. Pada saat guru menyuruh siswa untuk menyunting ceritanya masing-masing, siswa menjadi bingung. Siswa tidak tahu kesalahan ataupun perbaikan yang harus dilakukan saat menyunting tulisannya. Siswa yang pintar beranggapan bahwa tulisan yang mereka buat sudah baik dan tidak terdapat kesalahan sehingga mereka tidak perlu melakukan perbaikan. Keadaan ini berbanding terbalik dengan siswa yang

kurang kemampuannya dalam menulis.

Padahal, dalam penilaian yang dilakukan oleh guru, dua kategori siswa ini sama-sama memiliki kesalahan yang harus diperbaiki guna

penyempurnaan tulisan

.

Alhasil,

penyuntingan yang dilakukan oleh siswa secara individu tidak dapat meningkatkan nilai yang sebelumnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti bersama guru bidang studi bahasa Indonesia, Nengah Seken, memilih untuk menerapkan teknik koreksi teman sebaya

(peer correction) dalam proses

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi. Hal ini didasarkan pada kenyataan yang selama ini terjadi, yaitu siswa kurang

berminat, kurang terlibat secara aktif, dan teknik pengoreksian hasil tulisan siswa masih dilakukan oleh gurunya sendiri. Akibatnya, siswa kurang memahami dan mengalami lebih mendalam cara menulis yang baik dan cara membetulkan kesalahan yang ada dalam tulisan mereka.

Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa hasil pekerjaan siswa yang dikoreksi oleh guru, tanpa melibatkan siswa secara langsung, akan membuat siswa lebih mudah melupakan kesalahan yang telah dilakukan. Teknik ini akan memberikan dampak yang sangat baik bagi siswa untuk melatih diri dalam mengenali kesalahan yang mereka lakukan atau kesalahan yang dilakukan oleh teman-temannya. Pendapat ini senada dengan yang disampaikan oleh Stevick (dalam Suryani 2009:27) yang mengungkapkan bahwa pemberian koreksi atau umpan balik yang dilakukan oleh teman sebaya siswa merupakan cara koreksi kesalahan yang lebih informatif karena diberikan oleh orang yang memiliki kemampuan yang sebanding. Selain itu, kegiatan koreksi yang melibatkan siswa secara langsung akan mampu membuat ingatan siswa bertahan lebih lama.

Adapun alasan lain peneliti bersama guru memilih teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis adalah bahwa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja merupakan kumpulan siswa-siswi yang memiliki kemampuan bervariatif (tidak ada kelas unggulan). Mereka juga merupakan siswa yang cukup aktif sehingga teknik koreksi teman sebaya ini dapat diterapkan pada kelas tersebut. Hal ini mengingat teknik koreksi teman sebaya dalam penerapannya di kelas mengharuskan siswa untuk cenderung lebih aktif.

Teknik koreksi teman sebaya ini dapat dipandang sebagai salah satu implementasi SAL (student active

learning). Hal ini didasarkan oleh adanya

pandangan baru dalam pembelajaran menulis di sekolah-sekolah yang saat ini lebih menekankan pada proses pembelajaran yang berpusat pada kegiatan siswa (student centre). Pandangan ini diharapkan mampu

(5)

5

memberikan kontribusi yang berarti bagi

peningkatan kemampuan menulis. Dengan adanya kegiatan siswa mencari dan menemukan kesalahan dalam kelompok kelas, siswa berpeluang mengambil bagian secara aktif untuk mencoba, mencari, dan membetulkan kesalahan temannya sehingga

memungkinkan siswa yang

berpengetahuan lebih akan mengambil porsi pembicaraan lebih besar. Pada kegiatan ini, siswa yang lemah dapat belajar banyak dari siswa yang berkemampuan lebih.

Penggunaan teknik koreksi teman sebaya ini dipilih karena teknik ini dianggap tepat untuk meningkatkan kemampuan menulis dan meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran di kelas. Anggapan ini sudah teruji dalam penelitian-penelitian yang relevan di antaranya dilakukan oleh Suryani (2009) dengan judul penelitian “Penerapan Teknik Koreksi Teman Sebaya untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan pada Siswa Kelas X AP 2 SMK Murni 2 Surakarta”. Kesimpulan penelitian ini adalah adanya peningkatan kualitas proses pembelajaran serta peningkatan kemampuan menulis karangan siswa setelah diterapkannya teknik koreksi teman sebaya.

Penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Sumarwati, Suyatmin, dan Siti Mulyani pada tahun 2008 dengan judul “Penerapan Teknik Peer-Correction dalam

Pembelajaran Menulis untuk

Meningkatkan Penguasaan Bahasa Indonesia Tulis Siswa Kelas VIII SMP”. Kesimpulan penelitian ini adalah adanya peningkatan keaktifan dan kesungguhan siswa dalam pembelajaran menulis, serta adanya peningkatan kualitas hasil dan kualitas proses dalam pembelajaran menulis setelah diterapkan teknik peer-correction.

Penelitian di atas dilakukan dalam rangka mengatasi permasalahan pembelajaran yang berkaitan dengan materi menulis dan teknik koreksi teman sebaya. Berdasarkan penelitian-penelitian inilah peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Melalui

Teknik Koreksi Teman Sebaya pada Siswa Kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja”

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas tentang (1) langkah-langkah pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja dengan penggunaan teknik koreksi teman sebaya, (2) peningkatan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja setelah pembelajaran menggunakan teknik koreksi teman sebaya, dan (3) respons siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja terhadap penggunaan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi. Sejalan dengan masalah itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja, (2)

mendeskripsikan peningkatan

kemampuan menulis narasi pada siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja setelah pembelajaran menggunakan teknik koreksi teman sebaya, dan (3) mendeskripsikan respons siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja terhadap penggunaan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Prinsip utama dalam penelitian tindakan kelas adalah pemberian tindakan dalam siklus yang bertahap dan berkelanjutan hingga memperoleh hasil yang telah ditetapkan. Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan kelas dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi (Arikunto dkk., 2008:16). Penentuan tindakan siklus kedua berdasarkan hasil tindakan pada siklus pertama dan seterusnya. Dari siklus

(6)

6

dasar yang pertama inilah peneliti dapat

menilai adanya kesalahan atau kekurangan sehingga dapat diperbaiki dengan mengembangkannya dalam spiral ke perencanaan tindakan kedua (Wiriaatmadja, 2007:63).

Suandi (2008:31) mengemukakan bahwa subjek penelitian adalah benda, hal, atau orang tempat variabel melekat dan dipermasalahkan dalam penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja. Sementara itu, objek dalam penelitian ini terdiri atas (1) objek yang mencerminkan proses, yaitu langkah-langkah pembelajaran yang efektif melalui penggunaan teknik koreksi teman sebaya, (2) objek yang mencerminkan produk atau hasil yang meliputi peningkatan kemampuan menulis narasi pada siswa melalui penggunaan teknik koreksi teman sebaya dan respons siswa terhadap penggunaan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi.

Data dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai kemampuan menulis narasi, langkah-langkah pembelajaran, dan respons siswa terhadap pelaksanaan tindakan. Sehubungan dengan itu, data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan

metode observasi, metode

kuesioner/angket, dan metode kuesioner/unjuk kerja. Adapaun instrumen yang digunakan disesuaikan dengan metode pengumpulan data, antara lain (1) metode observasi menggunakan pedoman observasi; (2) metode angket menggunakan angket/kuesioner; (3) metode tes menggunakan tes dan pedoman pengeskoran tulisan siswa.

Data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Analisis data deskriptif kualitatif dilakukan dengan menggunakan kata-kata (verbal), sedangkan analisis data deskriptif kuantitatif dilakukan dengan mengolah data yang berupa angka-angka statistik. Data tentang langkah-langkah pembelajaran yang efektif untuk kegiatan menulis narasi melalui penggunaan teknik

koreksi teman sebaya, kemampuan siswa dalam menulis narasi melalui penggunaan teknik koreksi teman sebaya, dan respons siswa terhadap pembelajaran menulis narasi melalui penggunaan teknik koreksi teman sebaya dianalisis dengan analisis data deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Mengacu pada karakteristik PTK, keberhasilan pelaksanaan penelitian ini ditandai dengan adanya perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya, ada peningkatan. Perubahan tersebut dapat diketahui dengan membandingkan antara sebelum dan setelah tindakan. Namun, agar keberhasilan penelitian ini dapat diketahui secara pasti (valid), diperlukan kriteria atau patokan sebagai kriteria keberhasilan penerapan tindakan. Kiteria keberhasilan dalam penelitian ini, yakni (1) langkah-langkah pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran menulis narasi melalui teknik koreksi teman sebaya efektif untuk diterapkan, (2) kemampuan menulis siswa ditunjukkan dengan 75% siswa mendapat nilai ≥75 (mengacu pada KKM bahasa Indonesia kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja, (3) 75% siswa menunjukkan respons positif terhadap penggunaan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi. Dengan demikian, penelitian ini dikatakan berhasil dan dapat dihentikan jika sudah memenuhi kriteria keberhasilan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN.

Sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, ada beberapa temuan yang diperoleh dalam penelitian ini. Temuan-temuan itu antara lain adalah sebagai berikut.

Pertama, dalam pembelajaran

menulis narasi dengan menggunakan teknik koreksi teman sebaya, ada beberapa langkah yang harus diikuti agar keterampilan menulis narasi siswa bisa

meningkat. Langkah-langkah

pembelajaran tersebut sudah mendekati harapan Semi (1990:10), yaitu seorang penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar yang meliputi (1) keterampilan berbahasa (keterampilan menggunakan ejaan, tanda baca,

(7)

7

pembentukan kata, pemilihan kata, serta

penggunaan kalimat efektif); (2) keterampilan penyajian (keterampilan pembentukan dan pengembangan paragraf atau keterampilan untuk merinci pokok bahasan ke dalam susunan yang sistematis; dan (3) keterampilan perwajahan (keterampilan pengaturan tipografi dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien, tipe huruf, penjilidan, penyusunan tabel dan lain-lain). Perlu ditambahkan bahwa ketiga keterampilan tersebut akan saling menunjang dalam kegiatan menulis apabila didukung oleh keterampilan menyimak, membaca, serta berbicara dengan baik. Langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan antara lain (1) mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam pembuka, (2) mengondisikan kelas kemudian mengecek kehadiran siswa, (3) menyampaikan KD, tujuan pembelajaran, dan manfaat pembelajaran, (4) menyampaikan teknik pembelajaran dan mengajukan beberapa peraturan yang akan disepakati selama pembelajaran berlangsung, (5) memberikan apersepsi dengan bertanya jawab berkaitan dengan pengalaman siswa dalam menulis narasi, (6) menyampaikan materi menulis narasi dan langkah-langkah menulis narasi dengan teknik koreksi teman sebaya, (7) menugasi siswa untuk membentuk kelompok belajar yang terdiri atas dua orang, (8) mebagikan teks yang berjudul ”Antara yang Lazim dan yang Benar” kepada tiap kelompok, (9) memberikan penjelasan mengenai teks tersebut dan menjelaskan pula kaidah penggunaan bahasa Indonesia dalam penulisan, (10) membagikan teks narasi kepada siswa, (11) memberikan penjelasan dan penegasan mengenai pokok-pokok penilaian dalam sebuah tulisan, (12) memberikan latihan kepada siswa secara berkelompok untuk mengoreksi narasi yang telah disiapkan, (13) membimbing siswa dalam memperbaiki kesalahan berbahasa yang ditemukan dalam penulisan narasi, (14) bersama siswa memeriksa hasil kerja siswa dalam mengoreksi narasi yang dibagikan, (15) menyilakan siswa untuk memilih sebuah

pengalaman yang mengesankan, (16) meminta siswa untuk menuliskan kerangka pengalaman tersebut , (17) menyilakan siswa untuk mengembangkan kerangka tersebut menjadi narasi yang utuh, (18) meminta siswa menukarkan narasi yang telah dibuat, (19) membimbing siswa dalam melakukan koreksi berdasarkan pedoman pengoreksian yang telah dijelaskan, (20) meminta siswa mengembalikan hasil koreksinya kepada teman yang bersangkutan, (21) memberikan penegasan kembali tentang penulisan narasi yang baik dan benar, (22) menyilakan siswa untuk menulis ulang narasinya dengan menambahkan hal-hal yang dianggap kurang, (23) menyilakan siswa untuk mengumpulkan narasi yang telah diperbaiki untuk dinilai oleh guru, (24) memberikan umpan balik atau penguatan terhadap hasil kerja siswa dan merefleksi proses pembelajaran yang

telah dilaksanakan, (25)

memfasilitasi/membimbing siswa dalam membuat rangkuman hasil pembelajaran, dan (26) mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam penutup. Langkah-langkah pembelajaran di atas sudah disesuaikan dengan pendapat Walz (dalam Sukojo dkk. 2004:13), yaitu sebelum kegiatan teknik koreksi teman sebaya dilakukan, pada tahap-tahap permulaan hendaknya siswa perlu diberi umpan balik (feedback). Pemberian umpan balik ini dapat berupa kegiatan tanya jawab seputar tulisan narasi. Setelah ditemukan jawaban yang tepat, barulah guru membagikan contoh teks narasi kepada siswa. Siswa diminta untuk memperhatikan cara memperbaiki kesalahan bahasa tulis yang terdapat dalam teks tersebut. Implementasi teknik koreksi teman sebaya dipaparkan dengan cara berikut ini.

1) Memberi simbol-simbol dan singkatan. Cara yang sering dugunakan guru untuk memotivasi pembelajar, khususnya yang sedang belajar menulis supaya mereka bisa melakukan koreksi sendiri adalah dengan memberi berbagai simbol atau singkatan pada tulisannya. Penanda tersebut biasanya ditempatkan pada bagian margin, tidak pada sumber atau letak kesalahan yang sebenarnya.

(8)

8

Dengan demikian, pembelajar harus

menentukan sendiri letak-letak kesalahannya dan membetulkan kesalahan tersebut. Namun, untuk pembelajar yang masih kesulitan dengan cara itu, penanda tersebut kurang efektif sehingga perlu dibuat yang lebih khusus. Hendrickson dalam Sukojo (2004:14) mengusulkan seperangkat penanda koreksi tidak langsung pada tulisan pembelajar dari kelas-kelas permulaan. Pemberian tanda tersebut meliputi (1) garis bawah untuk penulisan huruf atau kata yang salah, (2) lingkaran untuk pemakaian tanda baca yang tidak tepat, (3) tanda panah untuk penempatan bagian kalimat yang tidak pada tempatnya, dan (4) tanda tanya untuk bagian-bagian yang membingungkan.

2) Memberi contoh-contoh kesalahan dan pembetulannya. Untuk jenis kesalahan yang sifatnya tidak terlalu kompleks atau mudah untuk ditemukan sendiri oleh pembelajar, pelaksanaan koreksi dapat dilakukan pengajar dan pembelajar secara bersama. Pengajar (guru) terlebih dahulu memberikan contoh-contoh mengenai satu jenis kesalahan, kemudian pembelajar (siswa) harus mengoreksi tulisan untuk jenis kesalahan yang sama dengan bimbingan pengajar. Selanjutnya, pembahasan dapat dilakukan pada jenis kesalahan yang lain. Jenis-jenis kesalahan yang dapat dikoreksi dilakukan dengan cara memberi contoh-contoh penempatan tanda baca, yaitu tanda titik dan koma, pemakaian huruf kecil dan kapital, dan penulisan kata depan dan imbuhan. Untuk menentukan jenis kesalahan yang bisa dikoreksi dengan cara ini, pengajar dapat melakukannya berdasarkan tingkat kemampuan pembelajar.

3) Menggunakan referensi tentang kaidah-kaidah bahasa tulis. Untuk menerapkan cara ini, terlebih dahulu pengajar atau guru menyeragamkan buku-buku referensi atau buku-buku-buku-buku pegangan siswa mengenai kaidah-kaidah penulisan. Referensi yang memuat kaidah-kaidah bahasa tulis tersebut dapat berupa buku pedoman penulisan komposisi, buku pedoman pembentukan istilah, dasar-dasar komposisi, tata kalimat, dan kamus.

Dengan berpedoman pada buku-buku yang telah dimiliki pembelajar, pengajar dapat menandai bagian-bagian tulisan yang salah dengan menuliskan nomor halaman buku dan identitas yang lebih khusus berkenaan dengan kaidah penulisan yang dapat membantu pembelajar untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Selain hal di atas, untuk melakukan kegiatan koreksi teman sebaya, guru perlu memiliki pengetahuan mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seloka (2006:129) menyatakan bahwa dalam situasi resmi, seperti proses belajar-mengajar, penulisan karya ilmiah, dan surat-menyurat resmi, dituntut penggunaan bahasa Indonesia baku. Beliau pun mengeluarkan tulisan yang bertajuk “Antara yang Lazim dan yang Benar.” Tulisan ini berfokus pada paparan mengenai bentuk-bentuk dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia baku serta bentuk-bentuk yang lazim digunakan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan bahasa tulis, hal praktis yang perlu dipaparkan berkenaan dengan penggunaan bahasa Indonesia meliputi (1) pemakaian huruf, (2) penulisan kata,(kata turunan, kata depan, partikel, dan kata bilangan tingkat), (3) unsur serapan, (4) tanda baca (tanda titik, tanda koma, dan tanda titik dua), (5) diksi (kata depan, kata ganti, idiom, ungkapan penghubung, dan kata-kata yang sering salah pemakaiannya), (6) struktur kata (bentukan kata yang menyalahi kaidah, pembentukan kata yang bersistem, dan struktur DM), dan (7) penataan kalimat (kalimat pragmentaris, kalimat kontaminasi, kalimat pleonastis, kalimat tidak logis, kalimat salah nalar, kalimat bermakna ganda, dan interferensi).

Temuan kedua, keterampilan menulis narasi siswa meningkat setelah pembelajaran menggunakan teknik koreksi teman sebaya. Pada refleksi awal, sebelum menggunakan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi, skor rata-rata menulis narasi siswa adalah 66,40, sedangkan pada siklus I, yakni setelah menggunakan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi, skor

(9)

rata-9

rata siswa menjadi 72,76. Kemudian,

setelah diberikan tindakan pada sklus II, skor rata-rata yang diperoleh siswa adalah 77,72.

Temuan ketiga, siswa memberikan respons sangat positif terhadap penggunaan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi. Pada siklus I, respons siswa dikategorikan positif dengan skor rata-rata adalah 38,2 (positif). Pada siklus II, respons siswa terhadap pembelajaran menulis narasi meningkat sebesar 3,6, yaitu menjadi 41,8 (sangat positif).

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penyajian di atas, ada beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini.

Pertama, dalam pembelajaran menulis

narasi dengan menggunakan teknik koreksi teman sebaya, ada beberapa langkah yang harus diikuti agar keterampilan menulis narasi siswa bisa meningkat.

Kedua, kemempuan menulis narasi

siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja meningkat setelah menggunakan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajarannya. Hal ini terbukti dari peningkatan hasil belajar siswa pada refleksi awal, siklus I, dan siklus II. Pada refleksi awal, sebelum menggunakan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis narasi, skor rata-rata menulis narasi siswa adalah 66,40. Pada siklus I, skor rata-rata keterampilan menulis narasi siswa meningkat sebesar 6,36 menjadi 72,76 setelah menggunakan teknik koreksi teman sebaya. Pada siklus II, skor rata-rata keterampilan menulis narasi siswa meningkat lagi sebesar 4,96 menjadi 77,72. Dari peningkatan tersebut, ketuntasan belajar klasikal yang dicapai siswa sudah memenuhi tuntutan yang diharapkan. Pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik koreksi teman sebaya di kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja sudah mencapai tujuan pembelajaran.

Ketiga, Penggunaan teknik koreksi

teman sebaya dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi

mendapat respons sangat positif dari siswa kelas VII A SMP Katolik Santo Paulus Singaraja. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui jawaban kuesioner siswa. Pada siklus I, respons siswa dikategorikan positif dengan skor rata-rata adalah 38,2 (positif). Pada siklus II, respons siswa terhadap pembelajaran menulis narasi meningkat sebesar 3,6, yaitu menjadi 41,8 (sangat positif). Siswa merasa senang mengikuti pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik koreksi teman sebaya.

Berdasarkan simpulan di atas, saran-saran yang dapat peneliti sampaikan adalah (1) guru-guru bahasa Indonesia disarankan untuk menggunakan teknik koreksi teman sebaya sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, teknik ini diharapkan bisa digunakan untuk meningkatkan kompetensi menulis lainnya dan (2) hasil yang dicapai dan keterbatasan dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pijakan bagi peneliti lain untuk meneliti sisi lain dari teknik koreksi teman sebaya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, H.M. 1971. A Glossaly of Literary

Terms. New York : Holt

Rinerhart and Winston, Inc. Aminuddin, 2004. Pengantar Apresiasi

Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru

Aglesindo

Akhaidah, Sabarti, dkk. 1998. Pembinaan

Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Arikunto, Suharsimi dkk. 2008. Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Muslich, Masnur. 2012. Melaksanakan PTK

(Penelitian Tindakan Kelas) Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara.

Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: CV Angkasa Raya.

(10)

10

---. 1990.

Menulis Efektif

. Padang: CV

Angkasa Raya.

Suandi, I Nengah. 2008. Pengantar

Metodologi Penelitian Bahasa. Singaraja: Undiksha.

Sumarwati dkk. 2008. Penerapan Teknik Peer-Correction dalam Pembelajaran Menulis untuk Meningkatkan Penguasaan Bahasa Indonesia Tulis Siswa Kelas VIII SMP; Penelitian dengan Dana Dikti. Surakarta: LPPM UNS.

Suryani, 2009. “Penerapan Teknik Koreksi Teman Sebaya untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan pada Siswa Kelas X AP 2 SMK Murni 2 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009”. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: FKIP.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis sebagai

Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2007. Metode

Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Gus Dur tidak memcampur adukkan keimanan antar pemeluk agama, karna selain bertentangan dengan dogma ajaran agama Islam hal itu tentunya pasti di tolak oleh semua agama

[r]

bagaimana risiko dipandang dan ditangani oleh orang2 dlm Institusi, termasuk filosofi manajemen risiko dan risk appetite, integritas dan nilai2 etika, dan lingkungan di mana

Ubi jalar dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, namun hasil terbaik akan didapat bila ditanam pada tanah lempung berpasir yang kaya akan bahan organik dengan 7 drainase yang

PROFIL REPRESENTASI MENTAL SISWA KETIKA MEMBACA GAMBAR REPRESENTASI KONVENSI DAN ISOMORFISME SPASIAL PADA MATERI SISTEM EKSKRESI MANUSIA.. Universitas Pendidikan

Ketika mahasiswa pribumi yang memiliki latar belakang budaya asli Indonesia dihadapkan pada realitas bahwa ia menjadi kelompok minoritas bagi Tionghoa yang juga memiliki

Tali busur akan mencapai panjang maksimum jika tali busur tersebut adalah diameter Kunci jawaban :

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar