• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI HUKUM PEMBATASAN PERAN SERTA PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PROSES POLITIK DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLIKASI HUKUM PEMBATASAN PERAN SERTA PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PROSES POLITIK DI INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLIKASI HUKUM PEMBATASAN PERAN SERTA PEGAWAI NEGERI SIPIL

DALAM PROSES POLITIK DI INDONESIA

Tedi Sudraj at

Fakult as Hukum Universit as Jenderal Soedirman Purwokert o E-mail : t _sudraj at @yahoo. com

Abst r act

In t he f or m of phi l osophies, hi st or i es and compar at i ve st udies, l i mit i ng t he pol it i cal r i ght s of civi l Ser vant i s a pol i t i cal out come of t he st at e t o cr eat e a publ i c of f i cial r el at ions bet ween t he count r i es wi t h t he civi l ser vant based on mer it syst em t hat appl i es i n t he ci vi l ser vi ce l aw. The l egal i mpl i cat ions of t he l i mi t i ng t he pol i t i cal r i ght s of civi l Ser vant whi ch ar e : gi ving t r i but e, pr ohi bit ion and admi ni st r at i ve sanct i ons agai nst t he ci vi l ser vant t hat i nvol ved i n t he pr ocess of pol i t i c i n Indonesi a.

Key wor ds : civi l ser vant , pol i t i cal par t i ci pat ion, pol i t i cal syst em

Abst rak

Melalui penelahan dari aspek f ilosof is, hist oris dan komparat if diket ahui bahwa pembat asan hak polit ik Pegawai Negeri Sipil merupakan luaran dari polit ik kenegaraan guna mencipt akan hubungan dinas publik melalui penerapan sist em merit dan didasarkan pada hasil evaluasi kinerj a PNS dalam era sebelumnya. Adapun Implikasi hukum pembat asan part isipasi polit ik PNS dalam proses polit ik berupa munculnya pengat uran dan penegakan sanksi t erhadap at uran yang t egas sert a pembiaran t erhadap akt ivit as polit ik PNS at as at uran yang menimbulkan ambiguit as.

Kat a kunci : Pegawai Negeri Sipil, part isipasi polit ik, sist em polit ik

Pendahuluan

Pada hakikat nya, demokrasi apabila di-lihat dari bent uknya selalu diwarnai oleh pdangan hidup/ ideologi bangsa. Secara subst an-sial, hal ini menunj ukan bahwa peran sert a ak-t if rakyaak-t di dalam pemerinak-t ahan selalu dilan-dasi oleh persamaan hak dan kemerdekaan/ kebebasan.1Dalam kait an ini, peran sert a poli-t ik merupakan ukuran poli-t enpoli-t ang bepoli-t apa penpoli-t ing-nya kedudukan dan hubungan individu dalam negara. Makna yang t erkandung adalah kebe-basan dalam sist em polit ik merupakan kon-sekuensi logis at as hak-hak sipil dan polit ik se-bagaimana t ermakt ub dalam konsepsi hak asasi

Art ikel i ni merupakan hasil penel it ian t esis pada Program Magi st er Il mu Hukum Unsoed t ahun 2010.

1 Lihat M. Nur Hasan, “ Tant angan Demokrasi di Indonesi a” ,

Jur nal Aspi r asi Magi st er Il mu Hukum Tr i sakt i, Vol . XVI (1) Jul i 2006, hl m. 33-40

manusia melalui kehidupan kenegaraan dan ke-giat an pemerint ahan.2

Secara konst it usional, salah sat u bent uk penerapan hak polit ik t ercermin dalam hak un-t uk bebas berserikaun-t , berkumpul dan menge-luarkan pikiran.3 Hak t ersebut merupakan indi-kat or bagi suat u negara t elah melaksanakan de-mokrasi. Set iap negara yang mengaku sebagai

2 Hasnat i, “ Per t aut an Kekuasaan Pol it ik dan Negara

Hukum” , Jur nal Hukum Respubl i ca Fakul t as Hukum

Uni versit as Lancang Kuning Pekanbaru, Vol . 3 (1) Tahun 2003, hl m. 110

3

(2)

negara hukum yang demokrat is harus memasuk-kan aspek peran sert a akt if rakyat di dalam konst it usinya yang dilandasi persamaan dan ke-merdekaan/ kebebasan. Di Indonesia, j aminan warganegara t erhadap kebebasan berserikat , berkumpul dan mengeluarkan pikiran diat ur Pa-sal 28E UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyat akan bahwa set iap orang ber-hak at as kebebasan berserikat , berkumpul dan mengeluarkan pikiran, sedangkan j aminan yang sif at nya diakui secara Int ernasional diat ur da-lam ket ent uan Art icle 20 Decl ar at ion of Human Ri ght , yang menent ukan, “ ever yone has t he r i ght t o f r eedom of peacef ul l assembl y and asoci at i on and no one may be compi l l ed t o be-l ong an associ at ion” . Analog isi pasal t ersebut adalah (1) set iap orang mempunyai hak at as ke-bebasan berkumpul dan berpendapat ; (2) Tiada seorang j uapun dapat dipaksa memasuki salah sat u perkumpulan. ”

Pada dasarnya, kebebasan sebagaimana diuraikan dalam Art icle 20 Decl ar at i on of Hu-man Ri ght adalah bersif at universal, namun se-bagaimana dit egaskan oleh Soewot o bahwa hak asasi ini bersif at universal, yang t idak universal adalah implement asinya dalam produk perun-dang-undangan. Ini diart ikan bahwa, makna de-mokrasi dari kaca mat a hukum t erbagi menj adi dua yakni berkait an dengan norma berupa cara memperoleh kekuasaan dan bagaimana melak-sanakan kekuasaan.4 Hal inilah yang kemudian menimbulkan pembat asan t erhadap peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik.

Pernyat aan di at as dit egaskan dalam Pa-sal 3 UU No. 43 t ahun 1999 t ent ang Pokok-Pokok Kepegawaian yang menent ukan:

1. Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparat ur negara yang bert ugas unt uk mem-berikan pelayanan kepada masyarakat seca-ra prof esional, j uj ur, adil, dan meseca-rat a da-lam penyelenggaraan t ugas negara, peme-rint ahan, dan pembangunan;

2. Dalam kedudukan dan t ugas sebagaimana di maksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri

4 Zul f ir man, “ Ont ol ogi Demokrasi” , Jur nal Hukum FH

Uni-versi t as Sul t an Agung (UNISSULA) Semar ang, Vol . 14 (2) Juni 2006, hl m. 137-138

rus net ral dari pengaruh semua golongan dan part ai polit ik sert a t idak diskriminat if dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat . 3. Unt uk menj amin net ralit as Pegawai Negeri

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pe-gawai Negeri dilarang menj adi anggot a dan/ at au pengurus part ai polit ik.

Menurut S. F. Marbun, makna net ralit as dalam Pasal 3 UU No. 43 t ahun 1999 diart ikan dua hal. Per t ama, bebasnya Pegawai Negeri Sipil dari pengaruh kepent ingan part ai polit ik t ert ent u at au t idak memihak unt uk kepent ing-an part ai t ert ent u at au t idak berpering-an dalam proses polit ik. Namun Pegawai Negeri Sipil ma-sih t et ap mempunyai hak polit ik unt uk memilih, dan berhak unt uk dipilih dalam pemilihan umum. Namun t idak diperkenankan akt if men-j adi anggot a dan pengurus part ai polit ik; ke-dua, maksud net ralit as yang lain adalah j ika seorang Pegawai Negeri Sipil akt if menj adi pe-ngurus part ai polit ik at au anggot a legislat if , maka ia harus mengundurkan diri. Dengan de-mikian birokrasi pemerint ahan akan st abil dan dapat berperan mendukung sert a merealisasi-kan kebij amerealisasi-kan at au kehendak polit ik manapun yang sedang berkuasa dalam pemerint ahan.5

Secara t ekst ual, makna net ralit as t er-sebut seolah-olah mencipt akan st andar ganda t erhadap kedudukan Pegawai Negeri Sipil, baik secara individu maupun inst it usi. Hal ini di -karenakan, net ralit as yang dimaksud masih ber-sif at semu, art inya ranah polit ik bukanlah hal yang net ral karena set iap Pegawai Negeri Sipil masih diberikan hak unt uk memilih dan dipilih dalam kont eks polit ik. Cont oh at as ket idakpas-t ian hukum (sidakpas-t andar ganda) idakpas-t ersebuidakpas-t dapaidakpas-t di-lihat dalam Pasal 11 UU No. 43 t ahun 1999 yang menent ukan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menj adi Pej abat Negara t idak ke-hilangan st at usnya sebagai PNS, dan st at usnya it u akan kembali apabila masa j abat an sebagai pej abat negara berakhir.

Mencermat i Pasal 11 UU No. 43 t ahun 1999, maka dapat dit af sirkan bahwa t erdapat

5 S. F. Marbun, 1998, Net r al i t as Pegawai Neger i Dal am

(3)
(4)

t ugas negara, pemerint ahan, dan pembangun-an;10 keempat , dalam f ormat ref ormasi kepe-gawaian, t erdapat konsep baru yang secara sig-nif ikan akan mempengaruhi proses kepegawai-an yait u net ralit as. Hal ini memberikkepegawai-an art i negara memberikan pembat asan t erhadap hak berkumpul/ berserikat dan berpendapat bagi Pegawai Negeri Sipil dalam sist em polit ik di Indonesia, sehingga di dalamnya t erkandung maksud adanya konsep-konsep perubahan paradigma Hukum Kepegawaian dan kemudian menerapkan st andar baku pada set iap Pegawai Negeri Sipil.11 Namun permasalahan muncul saat t erj adi perkembangan akt ivit as kepega-waian yang memiliki sensit ivit as dan subj ek-t iviek-t as bagi Pegawai Negeri Sipil dalam keek-t er-libat annya di ranah polit ik. Akt ivit as t ersebut kemudian t erbent ur dalam pengat uran kepega-waian yang belum secara t egas menj elaskan mengenai hal t ersebut .

Perumusan Masalah

Ada dua permasalahan yang akan dibahas pada art ikel ini. Per t ama, apakah yang men-dasari pembat asan peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik di Indonesia; dan

kedua, bagaimanakah implikasi hukum t er-hadap pembat asan peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik di Indonesia menurut perspekt if Hukum Kepegawaian?

Met ode Penelitian

Tipe penelit ian yang digunakan adalah yuridis normat if dengan beberapa pendekat an masalah meliput i pendekat an Undang-undang, pendekat an konsept ual, pendekat an sej arah dan pendekat an perbandingan. Penelit ian ini dif okuskan pada penelit ian invent arisasi hukum dan penemuan t erhadap asas-asas hukum. Pe-ngumpulan bahan hukum dilakukan melalui me-t ode kepusme-t akaan dan meme-t ode dokumenme-t er.

10

Faj ar Iswahyudi, “ Urgensi Perubahan Karir PNS Menuj u

Tat a Pemerint ahan Yang Baik” , Jur nal Bor neo Admi ni

s-t r as-t or , Pusat Kaj i an dan Pendidikan dan Pel at ihan Apa-rat ur III, LAN Samar inda, Vol . 4 (3) t ahun 2008, hl m. 1426-1446

11 Riyadi, “ Ref ormasi Birokr asi Dal am Perspekt i f Peril aku

Admi ni st rasi ” , Jur nal Il mu Admi ni st r asi STIA LAN

Bandung, Vol . V (1) Maret 2008, hl m. 104

Prosedur pengumpulan bahan hukum menggu-nakan sist em bola salj u, dimana bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan t opik perma-salahan, set elah it u dipergunakan sist em kart u dengan cara memaparkan sumber bahan hu-kum, disist emat isasikan kemudian dianalisis guna mengint erpret asikan hukum yang berlaku. Met ode analisis yang digunakan adalah normat if kualit at if . Dalam menganalisis bahan hukum digunakan beberapa j enis int erpret asi yang me-liput i int erpret asi gramat ikal, int erpret asi sis-t emasis-t is dan insis-t erpresis-t asi menurusis-t penesis-t apan suat u ket ent uan perundang-undangan (wet hi s-t or i sche-ins-t er pr es-t as-t i e).

Pembahasan

Alasan yang Mendasari Pembat asan Peran Sert a Pegawai Negeri Sipil dalam Proses Polit ik di Indonesia

Konsep yang mendasari pembat asan pe-ran sert a polit ik bagi Pegawai Negeri Sipil di Indonesia sangat erat kait annya dengan peran-an warga negara di dalam kehidupperan-an bernegara dan berpemerint ahan. Dalam kait an ini, kehi-dupan para penyelenggara pemerint ahan ( ad-mi ni st r at ur) senant iasa diarahkan dalam kon-t eks polikon-t ik kenegaraan dan kemudian berimbas pada cara berpikir, berkat a dan bert indak da-lam pekerj aannya. Unt uk memperj elas hal t er-sebut , maka akan diuraikan pembat asan peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik melalui 3 (t iga) aspek yang melandasinya yait u aspek f ilosof is, landasan hist oris, dan landasan komparat if .

Aspek Filosofis Pembat asan Hak Polit ik PNS

Pada t ingkat f ilosof is, perat uran pada ha-kikat nya merupakan upaya unt uk memperoleh kepast ian, kegunaan dan keadilan hukum guna membat asi kekuasaan t erhadap kemungkinan kekuasaan bergerak at as nalurinya sendiri, yang akhirnya mengarah t imbulnya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Gagasan mengenai kekuasaan harus dibat asi dikemukakan oleh

(5)

kelemahan. Dalilnya yang kemudian menj adi t ermashur adalah “ manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung unt uk menyalahgunakan kekuasaan it u, t et api manusia yang mempunyai kekuasaan t ak t erbat as past i akan menyalah-gunakan secara t ak t erbat as pula (Power t ends t o cor r upt , but absol ut e power cor r upt abso-l ut eabso-l y). ”

Berdasarkan hal t ersebut , pembat asan kekuasaan memiliki korelasi yang erat dengan upaya pembat asan perilaku dari penguasa. Ar-t inya Ar-t idak ada saAr-t u pun peraAr-t uran yang keber-lakuannya sepanj ang zaman dan memenuhi ke-but uhan realit as sosial yang t erus berubah, se-hingga set iap perubahan hakikat nya merupakan konsekuansi logis bagi set iap keinginan unt uk memenuhi t unt ut an zaman. Hal ini selaras de-ngan yang dinyat akan oleh Hart mengenai 3 (t iga) kaidah perilaku. Per t ama, kaidah penga-kuan (kaidah rekognisi) yang menet apkan kai-dah perilaku mana yang di dalam sebuah ma-syarakat hukum t ert ent u harus dipat uhi; kedua,

kaidah perubahan, yang menet apkan bagai-mana suat u kaidah perilaku dapat diubah; ke-t i ga, kaidah kewenangan, yang menet apkan oleh siapa dan dengan melalui prosedur yang mana kaidah perilaku dit et apkan dan bagai-mana suat u kaidah perilaku harus dit erapkan j ika dalam suat u kej adian t ert ent u t erdapat ke-t idakj elasan. Kewenangan ke-t erbagi menj adi kai-dah kewenangan publik dan kaikai-dah kewenangan perdat a. Kaidah kewenangan publik dibagi menj adi kewenangan pembent ukan Undang-Un-dang, kewenangan kehakiman, dan kewenangan pemerint ahan. 12

Mencermat i kaidah perilaku t ersebut , di dalam hubungan hukum ant ara negara dan Pe-gawai Negeri Sipil dit egaskan t ent ang ket ent u-an pembat asu-an perilaku pegawai yu-ang bekerj a dalam inst ansi negeri. Hubungan ini ini disebut sebagai hubungan dinas publik yang menurut Logemann, t erj adinya apabila seseorang meng-ikat kan diri unt uk t unduk pada perint ah dari pemerint ah melaksanakan sesuat u at au

12 J. J. H. Bruggink, 1999, Ref l eksi Tent ang Hukum (Terj

e-mahan Berhard Arief Si dhart a), Bandung: Cit r a Adit ya Bakt i, hl m 104

rapa macam j abat an yang dalam pelaksana-annya it u dihargai dengan pemberian gaj i dan beberapa keunt ungan lain. Ini berart i int i hu-bungan dinas publik adalah kewaj iban bagi pe-gawai yang bersangkut an unt uk t unduk pada pengangkat an dalam beberapa macam j abat an t ert ent u yang mengakibat kan pegawai yang bersangkut an t idak menolak (menerima t anpa syarat ) pengangkat annya dalam sat u j abat an yang t elah dit ent ukan oleh pemerint ah, yang sebaliknya pemerint ah berhak mengangkat se-seorang pegawai dalam j abat an t ert ent u t anpa harus ada penyesuaian kehendak dari yang bersangkut an.

Hubungan dinas publik ini dalam pene-rapannya berkait an dengan segi pengangkat an Pegawai Negeri yang dikenal dengan t eori Con-t r ac Sui gener i s. Teori ini dikemukakan oleh Buys bahwa dalam Cont r act Sui gener i s mensya-rat kan pegawai negeri harus set ia dan t aat se-lama menj adi Pegawai Negeri, meskipun dia set iap saat dapat mengundurkan diri. Dari pendapat Buys ini dapat disimpulkan bahwa selama menj adi Pegawai Negeri Sipil, mereka t idak dapat melaksanakan hak-hak asasinya se-cara penuh.13 Karena it u, apabila PNS akan me-laksanakan hak-hak asasinya secara penuh, pe-merint ah dapat menyat akan yang bersangkut an bukanlah orang yang diperlukan bant uannya oleh pemerint ah. Dalam kait an ini, Hukum Ad-minist rasi lebih memandang hubungan Hukum kepegawaian dimaksud sebagai hubungan Open-bar e Dienst bet r ekki ng (hubungan dinas publik) t erhadap negara (pemerint ah). Openbar e Di -enst bet r ekki ng yang melekat pada hubungan kepegawaian it u lebih merupakan hubungan

sub-or di nat i e ant ara bawahan dan at asan.14 Makna pemberlakuan hubungan dinas publik adalah t imbulnya pembat asan t erhadap diri Pegawai Negeri Sipil melalui perat uran yang dikenakan kepadanya, t ermasuk di dalam-nya adalah hak-hak yang bersif at asasi. Dalam

13

Tedi Sudr aj at , “ Probl emat ika Penegakan Hukuman Di

si-pl in Kepegawaian” , Jur nal Di nami ka Hukum Fakul t as

Hu-kum UNSOED, Vol . 8 (3) sept ember 2008, hl m. 214

14 Phil ipus M. Hadj on, et . al , 1994, Pengant ar Hukum Admi

(6)

kait an ini, walaupun hak asasi manusia diakui sebagai hak yang pada dasarnya t ak dapat di-kurangi, dirampas sedikit pun oleh siapapun, namun demikian hak asasi manusia bukanlah sesuat u yang bisa dinikmat i t anpa bat as. Ter-dapat adagi um dalam hukum, yakni ” penikmat -an hak seseor-ang dibat asi oleh penikmat -an hak orang lain. ” Ini memiliki makna yang sama dengan pernyat aan dari John St uart Mill bahwa suat u perbuat an (penikmat an hak) t idak me-nimbulkan kerugian pada orang lain, menye-babkan t idak ada legit imasi bagi negara unt uk merepresi suat u penikmat an hak. Sebaliknya j i-ka memang penikmat an hak ai-kan mengganggu orang lain, pembat asan t erhadapnya dimung-kinkan t erj adi. Akan t et api, perlu dit egaskan pembat asan it u haruslah dit ent ukan dengan hukum yang semat a-mat a unt uk t uj uan kese-j aht eraan umum dalam suat u masyarakat yang demokrat ik. Pasal 29 ayat (2) Univer sal Decl a-r at ion of Human Ri ght (UDHR) menent ukan

In t he exer cise of hi s r i ght s and f r ee-doms, ever yone shal l be subj ect onl y t o such l i mi t at ions as ar e det er mi ned by l aw sol el y f or t he pur pose of secur i ng due r ecogni t ion and r espect f or t he r i ght s and f r eedoms of ot her s and of meet ing t he j ust r equir ement s of mor al i t y, publ i c omor demor and t he genemor al wel -f ar e in a democr at i c soci et y.

Pada level perundang-undangan nasional, Pasal 28 J (ayat 1) UUD 1945 UUD 1945 membe-rikan pembat asan dan kewaj iban hak asasi ma-nusia dengan menyat akan: set iap orang waj ib menghormat i hak asasi manusia orang lain dalam t ert ib kehidupan bermasyarakat , ber-bangsa dan bernegara. Lebih lanj ut Pasal 28 J ayat (2) menent ukan

Dalam menj alankan hak dan kebebasan-nya, set iap orang waj ib t unduk kepada pembat asan yang dit et apkan dengan Un-dang-Undang dengan maksud semat a-ma-t a una-ma-t uk menj amin pengakuan sera-ma-t a penghormat an at as hak dan kebebasan orang lain dan unt uk memenuhi t unt ut an yang adil sesuai dengan pert imbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ket ert iban umum dalam suat u masya-rakat demokrat is.

Hal di at as bermakna bahwa pembat asan polit ik bagi pegawai Negeri Sipil dapat dit olerir sepanj ang unt uk menj amin pengakuan sert a penghormat an at as hak dan kebebasan orang lain, dan unt uk memenuhi t unt ut an yang adil sesuai dengan pert imbangan moral, keamanan, dan ket ert iban umum dalam suat u masyarakat demokrat is.

Aspek Hist oris Pembat asan Hak Polit ik Pega-wai Negeri Sipil

Berdasarkan sej arahnya, sif at dan arah hukum mengenai peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik selalu diwarnai oleh kepent ingan polit ik penguasa. Perj alanan poli-t ik bangsa menunj ukkan kecenderungan yang sangat kuat bahwa birokrasi merupakan inst ru-men polit ik yang sangat ef ekt if yang dibangun oleh sebuah rezim unt uk membesarkan dan mempert ahankan kekuasaan yang ada. Berkait -an deng-an hal t ersebut , unt uk memperj elas perj alanan polit ik hukum t erhadap kedudukan Pegawai Negeri Sipil dapat dicermat i dengan penelaahan t erhadap periode kekuasaan di In-donesia yang t erbagi dalam 4 (empat ) masa, yait u masa awal kemerdekaan (1945-1949), masa demokrasi liberal sampai dengan masa demokrasi t erpimpin/ orde lama (1950-1965), masa orde baru (1965-1998) dan era ref ormasi (1998- sekarang).

Polit ik Hukum Pemerint ah pada Masa Awal Kemerdekaan (Tahun 1945-1950)

Selama awal kemerdekaan, birokrasi t i-dak berj alan normal dan banyak dari pegawai yang t erpecah belah. Selama revolusi f isik,15 pemerint ah mengalami kesulit an unt uk menat a administ rasi kepegawaian dengan baik, karena lembaga yang menangani administ rasi kepega-waian belum t erbent uk sepenuhnya. Pada awal-nya, Kant or Urusan Pegawai (KUP) dibent uk berdasarkan Perat uran Pemerint ah No. 11 Tahun 1948 Tanggal 30 Mei 1948 dan berkedudukan di

15 Revol usi Fisik t er j adi karena adanya perang dengan

(7)

Yogyakart a. Dalam hal ini, KUP khusus diperun-t ukkan menangani pegawai pemerindiperun-t ah Repu-blik Indonesia, sedangkan pegawai yang meng-abdi pada pemerint ah Hindia Belanda dikelola oleh Dj awat an Umum Urusan Pegawai (DUUP) yang dibent uk berdasarkan Keput usan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 13 Tahun 1948, berselang beberapa hari set elah lahirnya KUP. Dikarenakan masih dalam suasana revolusi, pe-merint ah republik t idak sekalipun mengubah organisasi birokrasi peninggalan Belanda ke-cuali menambah dengan disert akan Komit e Na-sional dalam mekanisme pemerin-t ahan di daerah (KND).

Berdasarkan penj abaran t ersebut , upaya pembat asan peran sert a polit ik pada 1945-1950 bagi Pegawai Negeri Sipil belumlah ada. Ini t erj adi karena sit uasi yang belum st abil dan belum adanya pengat uran t ent ang part ai poli-t ik. Pada saapoli-t ipoli-t u, aspek polipoli-t ik yang muncul adalah kepent ingan unt uk melegit imasi kekua-saan wilayah pemerint ah Republik Indonesia dengan Belanda dengan cara mempert ahankan dan menambah pegawai di wilayah yang di-kuasai.

Polit ik Hukum Pemerint ah Pada Masa Demo-krasi Liberal sampai dengan DemoDemo-krasi Ter-pimpin (Tahun 1950-1965)

Pada masa ini dikeluarkan Perpres No. 2 Tahun 1959 dan Surat Edaran (SE) Presiden Rpublik Indonesia No. 2 Tahun 1959 yang mat e-rinya membat asi kebebasan berpendapat seba-gaimana t ercant um dalam ket ent uan Pasal 28 UUD 1945. Munculnya Perpres ini disebabkan oleh upaya pemerint ah unt uk memulihkan ke-adaan PNS yang pada saat it u berlarut -larut da-lam permainan polit ik. Namun secara umum, perubahan polit ik ke era Demokrasi Terpimpin (1959-1966) t idak menghasilkan perubahan mendasar dalam proses birokrat isasi kecuali pe-rubahan pet a kekuat an polit ik yang dit andai melalui t iga kont eks. Per t ama, peranan part ai polit ik mulai t ermarj inalisasikan sebagai akt or ut ama dalam sist em polit ik; kedua, menonj ol-nya f igur Presiden Soekarno sebagai pat ron ke-kuasaan; dan ket i ga, masuknya kekuat an

mili-t er secara resmi ke penmili-t as polimili-t ik, menempamili-t i banyak j abat an st rat egis pemerint ahan dari pu-sat hingga daerah. Menurut Moh. Mahf ud, ke-adaan pada masa demokrasi t erpimpin j uga di-pengaruhi oleh produk hukum saat it u. Presiden menghendaki adanya Demokrasi Terpimpin, produk hukum yang dikeluarkan saat it u j uga memiliki karakt erist ik yang dapat mendukung kebij akan Presiden. Demokrasi Terpimpin me-rupakan perwuj udan kehendak Presiden dalam rangka menempat kan dirinya yang paling ber-kuasa di Indonesia.16

Polit ik Hukum Pemerint ah pada Masa Orde Baru (1965-1998)

Pada era Orde Baru t erdapat ciri-ciri dari model birokrasi yang berpolit ik dengan diben-t uknya wadah diben-t unggal organisasi yaidiben-t u KORPRI,

Bur eaucr at i c Pol i t y/ Korporat isme Negara, Mo-noloyalit as Birokrasi/ PNS saat Pemilu t erhadap Part ai Polit ik Pemerint ah. Masyarakat t ermo-bilisasi dan t erkoopt asi. Perubahan dalam as-pek polit ik pada era Orde Baru dapat dit andai melalui dua hal. Per t ama, pola kont est asi ke-kuat an polit ik berubah dari polarisasi dan per-t arungan anper-t ar-parpol dan poliper-t isi sipil ke pola dominasi milit er dan Golongan Karya (Golkar).

Kedua, proses marj inalisasi part ai polit ik secara umum t erus berj alan seiring dengan t ampilnya unsur birokrasi dan kekuat an milit er yang kian memant apkan posisi sebagai akt or sent ral.

Polit ik Hukum Pemerint ah pada Era Refor-masi (1998-Saat ini)

Pada era ref ormasi, dikeluarkannya bebe-rapa perat uran yang membat asi peran sert a Pegawai negeri Sipil dalam proses polit ik. Ada-pun ciri-ciri dari model net ralit as polit ik bi-rokrasi pada era ref ormasi yait u KORPRI dinya-t akan independen dari Pardinya-t ai Polidinya-t ik, birokrasi t idak beraf iliasi polit ik, birokrasi berj arak de-ngan Part ai Polit ik, birokrasi bersikap non dis-kriminat if t erhadap Warga Negara dan part ai polit ik, peran LSM dan kelompok kepent ingan

16 Af an Gaf f ar, 2000, Pol i t i k Indonesi a: Tr ansi si Menuj u

(8)

lebih leluasa dan masyarakat berpart isipasi se-cara ot onom unt uk membangun civi l societ y.

Aspek Komparatif Pembat asan Hak Polit ik PNS

Berdasarkan analisis t erhadap pengat ur-an hak polit ik di Amerika Serikat diket ahui bahwa penggunaan sist em pat ronage t ernyat a menimbulkan permasalahan secara administ ra-t if , oleh karena ira-t u parra-t ai-parra-t ai yang bersaing sepakat unt uk memperbaiki manaj emen kepe-gawaian dengan menj adikannya sebagai pega-wai-pegawai negeri milik negara yang selalu siap digunakan oleh set iap part ai pemenang di parlemen. Sej ak it u, dibinalah Pegawai Negeri Sipil dengan disiplin t ersendiri ke arah prof esio-nal. Dengan perkembangan pembinaan Pegawai Negeri Sipil ke arah mer i t syst em17, diat ur j a-rak at au keikut sert aan pegawai negeri dalam kegiat an polit ik prakt is melalui konsep net rali-t as, yang anrali-t ara lain dengan cara penghapusan

spoi l syst em baik dalam rekrut men maupun dalam pembinaan karier dan pengat uran masa j abat an.

Berdasarkan t ersebut , penghapusan spoi l syst em mencipt akan Pegawai Negeri Sipil di Inggris memiliki sif at yang permanen, anonimi-t as dan Neanonimi-t ral sedangkan pembaanonimi-t asan hak poli-t ik bagi Pegawai Negeri Sipil di Amerika Serikapoli-t berupa: Per t ama, yang dit erima menj adi pega-wai f ederal harus mempunyai keset iaan kepada negara bukan kepada part ai; Kedua, unt uk j a-bat an-j aa-bat an t ert ent u diberlakukan ket ent uan melarang menj adi simpat isan part ai polit ik.

Kebij akan sepert i it u kelihat annya me-ngurangi hak polit ik pegawai negeri, namun t ernyat a t idak dianggap merugikan diri pegawai yang bersangkut an, bahkan dalam beberapa hal dianggap sebagai kebanggaan.18 Hal inilah yang kemudian mendasari pembat asan hak polit ik

17

Merit syst em didef i ni sikan sebagai pengel ol aan SDM yang di dasarkan pada prest asi yait u segenap per il aku kerj a pegawai dal am wuj udnya dikat egorikan sebagai baik at au buruk, hal mana berpengaruh l angsung pada naik at au t urunnya penghasil an dan/ at au kar ir j abat an pegawai. Lihat Arief Dar yant o, “ Meri t Sist em dal am

Manaj emen Pegaw ai Neger i Si pil ” , Jur nal kebi j akan dan

Manaj emen PNS Pusat Pengkaj i an dan Pel at i han BKN, Vol . 1 (2) November 2007, hl m. 2

18 Dhar ma Set iawan Sal am, 2007, Manaj emen Pemer i nt

ah-an Indonesi a, Jakart a: Dj ambat an, hl m. 194

bagi PNS di Indonesia melalui perubahan sist em yang mempengaruhi kinerj a dan hak yang me-lekat pada diri PNS.

Implikasi Hukum Pembat asan Peran Sert a Pe-gawai Negeri Sipil dalam Proses Politik menu-rut Perspekt if Hukum Kepegawaian

Implikasi hukum merupakan akibat hukum yang akan t erj adi berdasarkan suat u perist iwa hukum t ert ent u. Hal ini memberikan makna bahwa dalam implikasi hukum t erkandung unsur hubungan hukum ant ar per son, perist iwa hu-kum dan akibat huhu-kum. Terkait dengan hal t er-sebut , implikasi hukum pembat asan peran sert a PNS akan selalu didasarkan pada hukum posit if . Di bawah ini dij elaskan beberapa implikasi hu-kum pembat asan peran sert a pegawai negeri sipil dalam proses polit ik.

Per t ama, t erdapat nya at uran yang me-nimbulkan celah hukum sehingga dapat diguna-kan oleh Pegawai Negeri Sipil unt uk berperan sert a akt if dalam proses polit ik. Hal ini di-sebabkan oleh at uran yang berlaku kurang t e-gas (limit at if ), namun lebih bersif at enumerat if sehingga menimbulkan kerancuan at au pert en-t angan inen-t erpreen-t asi. Sebagai conen-t oh adalah sub-st ansi Pasal 11 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 yang memberikan gambaran bahwa Pegawai Negeri Sipil pada saat menj abat sebagai pe-j abat negara diberhent ikan dari pe-j abat an orga-niknya t anpa kehilangan st at usnya sebagai Pe-gawai Negeri. Hal ini bermakna bahwa dimung-kinkan seorang Pegawai Negeri Sipil ikut sert a dalam proses pemilihan umum kemudian meng-undurkan diri (sement ara dari j abat an organik-nya) dan set elah t idak t erpilih at au t erpilih menj adi pej abat negara, kembali menj adi Pegawai Negeri Sipil.

(9)

me-kanisme pemilihan t ersebut kemudian menghi-langkan makna net ral karena dalam prakt iknya akan t erj adi t arik ulur kepent ingan di ant ara kepent ingan polit ik dan kekuasaan; dan (b) di-bolehkannya Pegawai Negeri Sipil menj adi pesert a kampanye dan memiliki hak pilih (Pasal 84 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2008). Dua hal yang bert ent angan t ersebut mengindikasikan bahwa pemerint ah masih kesulit an dalam me-nempat kan makna net ral dari pengaruh polit ik dan golongan t ert ent u. Apabila Pegawai Negeri Sipil ikut menj adi pesert a kampanye, maka j elas dia memosisikan diri menj adi t idak net ral, apalagi ket ika dia memberikan hak pilihnya. Hal ini menimbulkan implikasi makna net rali-t as rali-t idaklah relevan unrali-t uk dicanrali-t umkan dalam Pasal 3 UU No. 43 Ta-hun 1999.

Ket i ga, t ercipt anya ambiguit as regulasi, karena pembat asan hak polit ik Pegawai Negeri Sipil yang dimaksudkan unt uk mencipt akan pro-f esionalit as dalam diri Pegawai Negeri Sipil menj adi kabur karena pengat uran t ent ang ke-dudukan pej abat pembina Pegawai Negeri Sipil Daerah diserahkan kepada Kepala Daerah yang

not abene merupakan pej abat polit ik yang dipi-lih melalui mekanisme polit ik (PP No. 9 Tahun 2003).

Penut up Simpulan

Terhadap pembat asan peran sert a PNS da-lam proses polit ik didasarkan pada aspek f iloso-f is, hist oris dan komparat iiloso-f . Aspek iloso-f ilosoiloso-f is di dasarkan pada konsep negara hukum demokra-t is yang beroriendemokra-t asi pada penerapan good go-ver nance guna mencipt akan perubahan kaidah perilaku yang menempat kan hubungan dinas publik dalam hukum kepegawaian. Adapun dari aspek hist oris diket ahui bahwa perj alanan poli-t ik bangsa didasarkan pada nilai sej arah dan berubah seiring prakt ik buruk yang t elah ber-langsung. Landasan komparat if menggambarkan bahwa syst em kepgawaian di Amerika Serikat menunj ukan pembaharuan sist em pat r onage ke arah mer it syst em. Melalui mer it syst em, di-at ur j arak di-at au keikut sert aan pegawai negeri dalam kegiat an polit ik prakt is melalui konsep

net ralit as menggunakan sif at yang permanen, anonimit as dan net ral.

Implikasi hukum pembat asan peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik, be-rupa inkonsist ensi pengat uran t ent ang net ra-lit as yang meliput i adanya at uran yang menim-bulkan celah hukum, sehingga dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil unt uk berperan sert a akt if dalam proses polit ik, t erj adinya penga-buran makna net ralit as dan t ercipt anya ambi-guit as regulasiS.

Saran

Ada beberapa saran yang diberikan pe-nulis. Per t ama, subst ansi Pasal 11 Undang-Un-dang No. 43 t ahun 1999 t ent ang Pokok-Pokok Kepegawaian perlu diuj i mat eriil karena me-nimbulkan penaf siran ganda dalam pelaksana-annya; Kedua, penggunaan def inisi net ralit as Pegawai Negeri Sipil kurang relevan, sebaiknya kat a net ralit as Pegawai Negeri Sipil digant i dengan pembat asan hak polit ik Pegawai Negeri Sipil; Ket i ga, perlu adanya perubahan penga-t uran penga-t erhadap pej abapenga-t pembina kepegawaian daerah yang memiliki kewenangan Pengang-kat an, Pemindahan dan pemberhent ian Pega-wai Negeri Sipil.

Daft ar Pust aka

Bruggink, J. J. H. 1999. Ref l eksi Tent ang Hukum.

(Terj emahan Berhard Arief Sidhart a). Bandung: Cit ra Adit ya Bakt i;

Daryant o, Arief . “ Merit Sist em dalam Mana-j emen Pegawai Negeri Sipil” . Jur nal Ke-bi j akan dan Manaj emen PNS Vol. 1 No. 2 November 2007. Pusat Pengkaj ian dan Pelat ihan BKN;

Gaf f ar, Af an. 2000. Pol i t i k Indonesi a: Tr ansi si Menuj u Demokr asi. Yogyakart a: Pust aka Pelaj ar;

Hadj on, Philipus M. et . al. 1994. Pengant ar Hu-kum Admini st r asi Indonesi a. Yogyakart a: Gadj ah Mada Universit y Press;

Hasan, M. Nur. “ Tant angan Demokrasi di Indo-nesia” . Jur nal Aspi r asi Magi st er Il mu Hu-kum Tr i sakt i, Vol. XVI No. 1, Juli 2006; Hasnat i. “ Pert aut an Kekuasaan Polit ik dan

(10)

Vol. 3 No. 1 Tahun 2003. Fakult as Hukum Universit as Lancang Kuning Pekanbaru; Iswahyudi, Faj ar. “ Urgensi Perubahan Karir PNS

Menuj u Tat a Pemerint ahan yang Baik” .

Jur nal Bor neo Admini st r at or Vol. 4 No. 3, 2008. Pusat Kaj ian dan Pendidikan dan Pelat ihan Aparat ur III, LAN Samarinda; Keban, Yeremias T. “ Pokok-Pokok Pikiran

Per-baikan Sist em Manaj emen SDM PNS di In-donesia” . Jur nal Kebi j akan dan Admini s-t r asi Publ i k Vol. 8 No. 2 November 2004. MAP UGM;

Marbun, S. F. 1998. Net r al i t as Pegawai Neger i dal am Kehi dupan Pol i t i k di Indonesi a, Yogyakart a: Fakult as Hukum Universit as Islam Indonesia;

Riyadi. “ Ref ormasi Birokrasi Dalam Perspekt if Perilaku Administ rasi” . Jur nal Il mu Admi -ni st r asi Vol. V No. 1, Maret 2008. STIA LAN Bandung;

Salam, Dharma Set iawan. 2007. Manaj emen Pe-mer i nt ahan Indonesi a. Jakart a: Dj ambat -an;

Simanungkalit , Janry Haposan U. P. “ Perkem-bangan Sist em Kepegawaian Negara: Perspekt if Komparat if Amerika Serikat dan Indonesia” ; Jur nal Kebi j akan dan Manaj emen Vol. 1 No. 2, November 2007. Badan Kepegawaian Negara;

Sudraj at , Tedi. “ Problemat ika Penegakan Huku-man Disiplin Kepegawaian” . Jur nal Di na-mi ka Hukum Vol. 8 No. 3 sept ember 2008. Fakult as Hukum UNSOED,

Wij aya, Andi Fef t a. ” Kaj ian t ent ang Empat Agenda Ref ormasi Birokrasi” . Jur nal Ek-sekut if Vol. 6 (1) Februari 2009. STIE IBMT;

Referensi

Dokumen terkait

Emergency dental treatment can be claimed up to £1,000 per year but cover for accidental dental injury is limited to £250 per treatment.. £6 per month gets you basic dental

Kegiatan Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil Kepada Pemerintah Desa, Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintahan Desa dan Belanja Tidak Terduga Kabupaten

Seperti yang telah kalian pelajari dalam kuliah rupa dasar, bahwa memahami karakter setiap objek adalah penting baik 2D maupun 3D. Pemahaman mengenai bahasa material (sifat

Pada penelitian ini mengunakan daftar pertanyaan berupa pilihan, data responden meliputi : bentuk dan ukuran site, daerah topografi, fasilitas parker, jarak lokasi ruko

Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kita dapat membuat " Bel Nada Dengan 8 lagu " yang dapat kita atur dan pilih nada/lagu-lagunya pada alat tersebut, dalam

Rencana Kerja Kecamatan Lamposi Tigo Nagori ini juga memiliki peran strategis untuk menjembatani antara kebutuhan masyarakat yang harus menjadi prioritas pembangunan dengan

Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pusat Statistik Jakarta, metode yang digunakan adalah metode jaringan dengan sistim berbasis LAN dengan menggunkan 4 komputer, dimana 1

Dari hasil evaluasi dan penilaian kinerja akan terlihat permasalahan dan kendala yang ditemui dalam pelaksanaan rencana pembangunan bidang lingkungan hidup baik fisik