1
MASALAH DAN STRATEGI PENINGKATAN CAKUPAN ASI EKSKLUSIF DI INDONESIA
Ratih Putri Damayati1
1Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680
(ra_tih13@yahoo.com)
ASI eksklusif yaitu ASI yang diberikan pada bayi mulai dari lahir hingga usia 6 bulan tanpa diberi makanan atau minuman lain. Hasil analisisnya secara nasional dari Riskesdas 2013 dan Laporan Rutin Direktorat Jenderal Bina Gizi-KIA Kementerian Kesehatan cakupan ASI eksklusif saat ini belum bisa mencapai target pemerintah Indonesia yaitu sebesar 80%. Masalah atau hambatan dalam pencapaian cakupan ASI eksklusif yaitu tingginya praktik pemberian makanan prelakteal, ibu bekerja dan pemberian susu formula bayi. Strategi pemerintah dalam meningkatkan ASI eksklusif yaitu melalui program konselor ASI, penyediaan fasilitas laktasi dan penegakan peraturan pemasaran susu formula bayi.
Kata kunci: ASI eksklusif, cakupan ASI eksklusif, hambatan ASI eksklusif, program ASI eksklusif
Pendahuluan
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. ASI eksklusif yaitu ASI yang diberikan pada bayi mulai dari lahir hingga usia 6 bulan tanpa diberi makanan atau minuman lain (Sanjaja dkk. 2009). Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan mortalitas bayi, menurunkan morbiditas bayi, mengoptimalkan pertumbuhan bayi, membantu perkembangan kecerdasan anak, dan membantu memperpanjang jarak kehamilan bagi ibu. Selain untuk menekan kematian ibu dan anak, ASI eksklusif juga biaya kesehatan yang ditimbulkan akibat risiko morbiditas pada anak. Penelitian yang dilakukan di Inggris bahwa dengan mendukung ibu yang menyusui secara
eksklusif pada 1 minggu untuk melanjutkan menyusui sampai 4 bulan dapat menurunkan insiden penyakit infeksi pada masa kanak-kanak dan menghemat minimal £ 11.000.000 per tahun (Pokhrel et all. 2014)
Kementerian Kesehatan RI menargetkan cakupan ASI eksklusif 6 bulan sebesar 80%. Namun demikian sangat sulit untuk dicapai bahkan tren prevalensi ASI eksklusif masih jauh dari target. Artikel ini untuk menggambarkan cakupan, hambatan dan strategi peningkatan ASI eksklusif di Indonesia.
Metode
Artikel ini berdasarkan tinjauan dari data Riskesdas dan literatur lainnya yang
2 didapatkan secara online. Dengan menggambarkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia dengan masalah serta strategi
pemerintah dalam peningkatan praktik ASI eksklusif yang disesuaikan dengan literatur penelitian lainnya.
Cakupan ASI Eksklusif Indonesia
Cakupan Pola menyusui Berdasarkan Umur
Tabel 1. Persentase Pola Menyusui pada Bayi 0-5 Bulan
Kelompok Umur
Pola Menyusui (%) Menyusui eksklusif Menyusui
Predominan Menyusui Parsial 0 bulan 39,8 5,1 55,1 1 bulan 32,5 4,4 63,1 2 bulan 30,7 4,1 65,2 3 bulan 25,2 4,4 70,4 4 bulan 26,3 3,0 70,7 5 bulan 15,3 1,5 83,2 Sumber: Riskesdas 2010
Indikator menyusui eksklusif berdasarkan data Riskesdas dapat dianalisa dari pertanyaan: bayi masih disusui, selama 24 jam terakhir bayi hanya disusui (tidak diberi makanan selain ASI), dan sejak lahir tidak pernah diberi makanan prelakteal.
Menyusui predominan yaitu bayi disusui tetapi pernah diberi sedikit air atau minuman berbasis air, misalnya air putih, sebagai makanan atau minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Dari data Riskesdas dapat dianalisa dari pertanyaan: bayi masih disusui, selama 24 jam terakhir bayi hanya disusui(tidak diberi makanan selain ASI), dan sejak lahir tidak pernah diberi makanan atau minuman kecuali minuman berbasis air, yaitu air putih atau air teh.
Menyusui parsial yaitu bayi disusui serta diberi makanan selain ASI, seperti susu formula, bubur dll baik diberikan secara terus menerus maupun sebagai makanan prelakteal. Dari data Riskesdas dapat dianalisa dari pertanyaan: bayi masih disusui, pernah diberi makanan prelakteal selain makanan atau minuman berbasis air, contohnya susu formula, bubur, biskuit, nasi lembek, pisang, dll.
Dari tabel 1 data Riskesdas 2010, semakin bertambah umur pola menyusui eksklusif semakin menurun. Sedangkan untuk pola meyusui parsial makin bertambah umur semakin bertambah.
3 Cakupan ASI eksklusif pada tahun 2013
Tabel 2. Persentase Pemberian ASI Saja 24 Jam Terakhir pada Bayi 0-5 Bulan
Kelompok Umur Pemberian ASI saja 24 jam terakhir (%)
0 bulan 52,7 1 bulan 48,7 2 bulan 46,0 3 bulan 42,2 4 bulan 41,9 5 bulan 36,6 Rata-rata 44,68 Sumber: Riskesdas 2013
Tabel 3. Persentase Bayi Usia 0-5 Bulan yang Masih Disusui
Karakteristik Bayi Usia 0-5 bulan
N %
Bayi masih disusui 7036 94,9
Tidak disusui 378 5,1
Total 7414 100
Sumber: Riskesdas 2013
Tabel 4. Persentase Bayi Usia 0-5 Bulan yang Diberi Prelakteal
Karakteristik Bayi Usia 0-5 bulan
N %
Sudah pernah diberi makanan prelakteal 3314 44,7
Belum pernah diberi makanan prelakteal 4100 55,3
Total 7414 100
Sumber: Riskesdas 2013
Indikator ASI eksklusif dari hasil Riskesdas 2013 dengan menggunakan data 24 jam terakhir diberi ASI saja belum dapat menggambarkan praktik ASI eksklusif sesungguhnya. Hal ini karena tidak dapat dipastikan lamanya pemberian ASI saja selama 6 bulan (Greiner. 2014). Dari pertanyaan yang ada dalam kuesioner Riskesda yang dapat digunakan menjadi
indikator proksi ASI eksklusif yaitu diambil dari pendekatan persentase bayi 0-5 bulan yang masih disusui, 24 jam terakhir diberi ASI saja dan tidak pernah mendapatkan prelakteal. 94,9% bayi usia 0-5 bulan masih disusui, rata-rata pada 24 jam terakhir diberikan ASI saja sebesar 44,68% dan persentase yang belum pernah diberi makanan prelakteal yaitu 55,3%.
4
Tabel 5. Cakupan ASI Ekskulsif 0-6 Bulan Menurut Provinsi Tahun 2013
No Provinsi Bayi 0-6 bulan
ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif
1 Aceh 48,8 51,2 2 Sumatra Utara 41,3 58,7 3 Sumatra Barat 68,9 31,1 4 Riau 55,9 44,1 5 Jambi 51,3 48,7 6 Sumatra Selatan 63,9 36,1 7 Bengkulu 74,5 25,5 8 Lampung 59,4 40,6 9 Kep. Babel 50,8 49,2 10 Kep. Riau 52,6 47,4 11 DKI Jakarta 62,7 37,3 12 Jawa Barat 33,7 66,3 13 Jawa Tengah 58,4 41,6 14 DI Yogyakarta 67,9 32,1 15 Jawa Timur 70,8 29,2 16 Banten 47,9 52,1 17 Bali 69,3 30,7 18 NTB 79,7 20,3 19 NTT 74,4 25,6 20 Kalimantan Barat 47,3 52,7 21 Kalimantan Tengah 43,4 56,6 22 Kalimantan Selatan 58,7 41,3 23 Kalimantan Timur 58,9 41,1 24 Sulawesi Utara 34,7 65,3 25 Sulawesi Tengah 62,3 37,7 26 Sulawesi Selatan 66,5 33,5 27 Sulawesi Tenggara 56,0 44 28 Gorontalo 54,1 45,9 29 Sulawesi Barat 66,0 34 30 Maluku 25,2 74,8 31 Maluku Utara 62,7 37,3 32 Papua Barat 53,5 46,5 33 Papua 46,1 53,9 Indonesia 54,3 45,7
Sumber: Laporan Dinas Kesehatan Provinsi 2013 Data cakupan ASI eksklusif pada tabel 5 merupakan hasil analisis dari sumber data Laporan Rutin Direktorat Jenderal Bina Gizi-KIA Kementerian Kesehatan secara proposive. Hasil analisisnya secara nasional cakupan ASI eksklusif di Indonesia yaitu sebesar 54,3%
dari total bayi berusia 0-6 bulan. Cakupan ASI eksklusif tertinggi yaitu provinsi NTB sebesar 79,7% sedangkan yang terendah yaitu Maluku 25,2%. Prevalensi cakupan ASI eksklusif saat ini belum bisa mencapai target pemerintah Indonesia yaitu sebesar 80%.
5 Masalah Dalam Pencapaian Cakupan ASI Eksklusif
Praktik Pemberian Makanan Prelakteal Pemberian makanan prelakteal pada usia 0-5 bulan merupakan salah satu indikator kegagalan ASI eksklusif. Persentase bayi usia 0-5 bulan dari hasil Riskesdas 2013 yang diberi prelakteal sebesar 44,7%. Makanan prelakteal yaitu makanan atau minuman yang diberikan pada bayi sebelum keluarnya ASI. ASI ibu biasanya keluar selama 1 sampai 2 hari. Meskipun ASI belum keluar diperlukan rangsangan aliran ASI ibu dengan tetap menyusui bayinya. Setelah dilahirkan bayi dapat bertahan selama 2x24 jam tanpa cairan, hal ini dikarenakan bayi masih membawa cadangan makanan dari rahim.
Jenis makanan atau minuman prelakteal yaitu susu formula, susu non formula, air putih, madu, air gula, air kelapa, air tajin, teh manis, kopi, bubur tepung atau bubur saring, pisang yang dihaluskan, dan nasi yang dihaluskan.
Beberapa faktor determinan pemberian makanan prelakteal yaitu ibu yang pasca-persalinan tidak dirawat gabung dengan anak berisiko 5,86 kali untuk anaknya diberikan makanan prelaktal dibandingkan dengan ibu yang pasca-persalinan dirawat gabung bersama anak. Ibu yang waktu menyusui pertama lebih dari 1 jam pasca-persalinan berisiko 4,87
kali untuk anaknya diberikan makanan prelaktal dibandingkan dengan ibu yang waktu menyusui pertama kurang dari 1 jam pasca-persalinan (Rosha. 2013). Dari hasil Riskesdas 2013 bayi usia 0-5 bulan yang IMD <1 jam yaitu 34,9%, sehingga 65,1% bayi berusia 0-5 bulan berisiko 4,87 kali diberikan makanan prelakteal.
Ibu Bekerja
Salah satu faktor kegagalan ASI eksklusif yaitu ibu bekerja. Hasil penelitian Afraiana (2004) menunjukkan 32,59% ibu berhenti menyusui karena alasan bekerja. Dari hasil Riskesdas 2013 ibu yang bekerja 89,6% memberikan prelakteal susu formula pada bayinya.
Faktor yang mempengaruhi kegagalan ASI eksklusif pada ibu bekerja adalah sikap, fasilitas, dan dukungan pengasuh. Ibu yang bekerja memiliki sikap positif berpeluang peluang 5,168 kali memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang memiliki sikap negatif. Sikap negatif yang menghambat ibu memberikan ASI eksklusif yaitu ibu memiliki persepsi merasa sulit memberikan ASI saat bekerja (Abdullah. 2012).
Praktik Asi eksklusif pada ibu bekerja sangat sulit dilakukan karena pada ibu pekerja, terutama di sektor formal, karena keterbatasan waktu dan ketersediaan fasilitas untuk menyusui di tempat kerja. Sehingga banyak ibu yang bekerja beralih
6 ke susu formula dan menghentikan memberi ASI secara eksklusif (Kemenkes. 2011).
Susu Formula Bayi
Kampanye ASI eksklusif melalui media masih minim sehingga masyarakat kurang mendapatkan informasi mengenai pentingnya ASI eksklusif. Lain halnya dengan gencarnya iklan susu formula di media. Apabila tidak ada kontrol dari pemerintah maupun pihak pengusaha di bidang media masa, maka masyarakat akan terbentuk pemikiran bahwa susu formula merupakan makanan yang sangat penting dibandingkan ASI. Media selalu mengarahkan pada apa yang harus kita lakukan. Media juga memberikan jadwal tayangan, dan masyarakat akan mengikutinya. Media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting (Bahruddin. 2012).
Paparan iklan susu formula berdampak 4% untuk menurunkan praktik ASI eksklusif. Pemasaran susu formula membujuk tenaga kesehatan dan ibu untuk memberikan susu formula untuk bayinya. Berdasarkan Riskesdas 2013, Prevalensi terbesar pemberian prelakteal pada usia 0-5 bulan yaitu susu formula sebesar 82,6%.
Perlu diadakan penyuluhan tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif agar tumbuh kembang bayi optimal dan peningkatan dukungan dari keluarga agar ibu memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan serta jangan mudah terbujuk oleh promosi iklan susu formula (Hidyanati. 2010).
Strategi Peningkatan Cakupan ASI Eksklusif
Konselor ASI
Dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ASI eksklusif pemerintah mendukung progam konselor ASI. Disediakannya konselor ASI di fasilitas pelayanan kesehatan dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI. Konselor ASI adalah tenaga terlatih yang memiliki sertifikat pelatihan konseling menyusui. Kementerian kesehatan mengupayakan agar setiap pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas dan RS tersedia konselor ASI sehingga dapat membantu para ibu yang memiliki kendala memberikan ASI (Kemenkes. 2011). Strategi konseling secara formal maupun informal dengan informasi yang lengkap dan juga digabungkan dengan kegiatan diskusi pada target konseling dapat memotivasi dan meningkatkan praktik ASI eksklusif (Widodo, dkk. 2003).
7 Dengan adanya konselor ASI diharapkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya ASI eksklusif meningkat dan penurunan prevalensi pemberian makanan prelakteal serta peningkatan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang juga berpengaruh pada peningkatan cakupan ASI eksklusif di Indonesia.
Fasilitas Laktasi
Penyediaan fasilitas khusus laktasi di tempat kerja dan tempat sarana umum diatur dalam UU No.36/2009 tentang kesehatan Pasal 128 ayat 2. Didukung oleh Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 83 menyebutkan bahwa pekerja perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilaksanakan selama waktu kerja.
Sarana fasilitas menyusui sangat penting untuk memudahkan praktik ASI eksklusif terutama pada ibu bekerja. Sesjen Kemenkes RI mengimbau kepada para pengusaha, pengelola tempat kerja baik milik pemerintah maupun swasta untuk dapat mendukung program pemerintah mewujudkan pemberian ASI eksklusif melalui upaya-upaya yaitu: memberikan kesempatan kepada pekerja perempuan yang masih menyusui untuk memberikan ASI kepada bayi/anaknya selama jam kerja; menyediakan tempat untuk menyusui
bayinya berupa ruang ASI dan tempat penitipan anak apabila kondisi tempat kerja memungkinkan untuk membawa bayinya; atau menyediakan ruang dan sarana prasarana untuk memerah ASI dan menyimpan ASI ditempat kerja, agar ibu selama bekerja tetap dapat memerah ASI untuk selanjutnya dibawa pulang setelah selesai bekerja (Kemenkes. 2011).
Ibu bekerja yang mempunyai bayi kemungkinan kecil untuk mengambil cuti saat bekerja hanya untuk merawat bayinya yang sakit akibat sistem imun yang rendah akibat tidak ASI eksklusif, bahkan mengurangi biaya kesehatan perusahaan ketika karyawan dapat menyusui mereka bayi serta meningkatkan produktivitas.
Keberhasilan program ASI bagi pekerja wanita perlu adanya dukungan dari semua pihak khususnya pihak manajemen.
Penegakan Peraturan Pemasaran Susu Formula Bayi
Salah satu peraturan hukum terkait ASI eksklusif yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 39 Th 2013 tentang susu formula bayi. Dalam Permenkes tersebut susu formula bayi hanya dapat diiklankan produsen melalui media cetak khusus kesehatan. Materi iklan harus terdapat keterangan bahwa susu formula bayi hanya diberikan atas keadaan tertentu sesuai pasal 6 serta keterangan bahwa ASI adalah makanan terbaik untuk bayi.
8 Pemasaran susu formula bayi tidak boleh menggunakan jasa sales yang datang ke rumah maupun di tempat umum. Tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan juga dilarang melakukan promosi susu formula bayi dengan cara apapun. Pada kenyataannya pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan ini masih banyak terjadi. Tenaga kesehatan masih ada yang memberikan susu formula bayi, dan sales juga masih melakukan promosi ke tempat umum bahkan posyandu sekalipun. Perusahaan susu formula memberikan hadiah kepada bidan yang dapat menjual susu formula bayi sesuai target perusahaan. Kontrol pemasaran susu formula bayi diharapkan diperketat oleh pemerintah. Pemerintah bertanggungjawab membina dan mengawasi periklanan dan promosi susu formula bayi sesuai Permenkes No 39 Th 2013 pasal 3 tentang susu formula bayi dan produk bayi lainnya.
Kesimpulan
Untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia, diperlukan kerjasama antar berbagai pihak. Mulai dari pemerintah, tenaga kesehatan, pihak swasta, orang tua serta masyarakat sekitar.
Daftar Pustaka
Abdullah, Giri I. 2012. Determinan Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di Kementerian Kesehatan
Tahun 2012 (tesis). Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Afriana, Nur. 2004. Analisis praktek pemberian ASI Eksklusif pada ibu bekerja di instansi pemerintah di DKI Jakarta tahun 2004 (tesis). Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Bahrudin, Muh. 2012. Media Sebagai Sarana Agenda Kampanye ASI Eksklusif. Surabaya : STIKOM. Greiner, Ted. 2014. Exclusive
Breastfeeding: Measurement and Indicators. International Breastfeeding Journal 2014, 9:18 Hidyanati, Lilik. 2010. Dampak Paparan
Iklan Susu Formula Terhadap Cakupan Pemberian ASI Eksklusif: Studi di Wilayah Keluarahan Cipedes Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya. Jurnal kesehatan komunitas Indonesia vol 6 no 2 (327-340)
(Kemenkes) Kementerian Kesehatan RI. 2011. Konselor Menyusui Bantu Tingkatkan Keberhasilan Pemberian ASI. Diunggah tanggal 13 Januari 2015. www.depkes.go.id
(Kemenkes) Kementerian Kesehatan RI 2011. Ibu Bekerja Bukan Alasan Menghentikan Pemberian ASI Eksklusif. Diunggah tanggal 13 Januari 2015. www.depkes.go.id
9 (Kemenkes) Kementerian Kesehatan RI.
2014. Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Pekan ASI Internasional. Pusat Data Informasi Kementerian Kesehatan RI. Kemenkes RI: Jakarta. (Kemenkes) Kementerian Kesehatan RI.
2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013. Kemenkes RI Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 39 Tahun 2013 Tentang Susu Formula Bayi Dan Produk Bayi Lainnya.
Pokhrel et all. 2014. Potential Economic Impacts From Improving Breastfeeding Rates In The UK. Published by group.bmj.com.
Rosha B, Utami N. 2013. Determinan Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Kelurahan Kebon Kelapa dan Ciwaringin, Kota Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2013 Vol. 36 (1): 54-61
Widodo Y, dkk. 2003. Strategi Peningkatan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. Panel Gizi Makan 2003, 26(1):31-36.