• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Mei 2011. Bahan baku ikan lele dumbo afkir berasal dari petani lele di daerah Parung Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Program Studi THP Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB (Laboratorium Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perairan dan Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan), Laboratorium Program Studi Ilmu Pangan (Laboratorium Pengolahan dan Biokimia Pangan dan Gizi), Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Laboratorium Terpadu IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan KPI adalah ikan lele dumbo afkir ukuran panjang 30-50 cm dengan berat 1-3 kg dan etanol 95% (food grade). Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung tulang adalah limbah tulang ikan lele afkir berupa tulang kepala dan tulang badan hasil pembuatan KPI lele dumbo afkir. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain standar asam amino, larutan derivatisasi (metanol, Na-asetat dan trietilamin), larutan multienzim (tripsin, kimotripsin dan peptidase) standar kalsium HClO4, HNO3, K2SO4, selenium, H2SO4, H2O2, petroleum benzena, NaOH, HCl.

Peralatan yang digunakan pada penelitian terdiri dari peralatan untuk pengolahan (pembuatan KPI, tepung tulang dan MP-ASI) dan peralatan untuk analisis. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan KPI dan tepung tulang lele dumbo afkir serta formulasi MP-ASI adalah neraca analitik, timbangan meja, pisau, sendok, spatula, food processor, refrigerator, kain saring, stop watch, blender kering, panci presto dan ayakan ukuran 100 mesh. Alat-alat yang digunakan digunakan untuk analisis adalah whiteness, neraca analitik, desikator, tanur, oven, alat kjeldhal, soxhlet, pH-meter, high performance liquid

(2)

chromatograpy (HPLC), atomic absorption spechtrophotometer (AAS) dan peralatan gelas.

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan KPI dari daging ikan lele dumbo afkir dengan perlakuan lama ekstraksi dan pengulangan tahapan ekstraksi serta pembuatan tepung tulang ikan dari tulang kepala dan tulang badan hasil limbah pembuatan KPI lele dumbo afkir yang dihasilkan, dengan perlakuan metode penepungan tulang, yaitu metode basah (presto) dan metode kering (oven). Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir dilakukan uji organoleptik, fisika dan kimia sedangkan pada tepung tulang ikan lele dumbo dilakukan uji fisika dan kimia. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 3.

3.3.1 Penelitian pendahuluan

(1) Pembuatan KPI lele dumbo afkir

Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir dibuat berdasarkan modifikasi metode Suzuki (1981). Faktor yang dipelajari dalam pembuatan KPI lele dumbo afkir adalah lama ekstraksi (20, 30, 40 menit) menggunakan pelarut etanol 95% dengan pengulangan ekstraksi (1, 2, 3, 4 kali). Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir yang dihasilkan selanjutnya dianalisis dengan uji organoleptik, fisik dan kimia. Analisis yang dilakukan meliputi bau (Soekarto dan Hubeis 1982), derajat putih (Faridah et al. 2006), kadar protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), dan rendemen (Hadiwiyoto 1993). Metode pembuatan KPI lele dumbo afkir terbaik dipilih berdasarkan bau ikan lemah, derajat putih tertinggi, kadar protein minimal 67,5%, kadar lemak minimal 0,75%, rendemen tertinggi. Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir terbaik yang dipilih kemudian dikarakterisasi lebih lanjut meliputi daya serap air (Beuchat 1977), daya serap minyak (Beuchat 1977), densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992), kadar air (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), kadar karbohidrat (by difference),

(3)

profil asam amino (AOAC 1995) dan daya cerna in vitro (Hsu et al. 1977). Tahapan proses pembuatan KPI lele dumbo afkir dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Diagram alir penelitian pendahuluan.

(2) Pembuatan tepung tulang ikan lele dumbo afkir

Tulang ikan limbah dari hasil pembuatan KPI lele dumbo afkir selanjutnya dibuat menjadi tepung tulang dengan menggunakan metode Kaya et al. (2008) yang dimodifikasi. Tepung tulang ikan lele dumbo afkir dibuat menggunakan dua metode penepungan, yaitu metode basah (presto) selama 1 jam suhu 115-120 oC

Ikan lele dumbo afkir

Pemfilletan dan penyiangan

Daging lumat

Pembuatan tepung tulang ikan Pembuatan KPI

Karakterisasi tepung tulang  Karakteristik fisik: daya serap

air, daya serap minyak, derajat putih, densitas kamba

 Karakteristik kimia: komposisi proksimat, nilai pH, total kalsium

Limbah tulang ikan

Tepung tulang ikan KPI

Karakterisasi KPI  Organoleptik: bau

 Karakteristik fisik: derajat putih, daya serap air, daya serap minyak, densitas

 Karakteristik kimia: komposisi proksimat, komposisi asam amino, daya cerna protein in vitro

Tepung tulang lele dumbo afkir terbaik

KPI lele dumbo afkir terbaik

(4)

dan metode kering (oven) selama 1,5 jam pada suhu 105 oC. Parameter yang digunakan untuk menentukan metode penepungan terbaik adalah jumlah total kalsium (Reitz et al. 1987) tertinggi dan rendemen tertinggi. Tepung tulang lele dumbo afkir hasil metode terbaik yang dipilih kemudian dikarakterisasi lebih lanjut untuk mengetahui sifat-sifat fisik meliputi daya serap air (Beuchat 1977), daya serap minyak (Beuchat 1977), densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992), derajat putih (Faridah et al. 2006) dan kimia, yaitu kadar air (AOAC 1995), kadar protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), serta pH (AOAC 1995).

Gambar 4 Diagram alir pembuatan konsentrat protein ikan lele dumbo afkir (Modifikasi Suzuki 1981).

Pembersihan dan penggilingan

Daging lumat

Ekstraksi (etanol food grade 95%) perbandingan daging lumat dan etanol 1:3 (b/v), suhu < 5 oC selama 20, 30, 40 menit

Penyaringan

Pengeringan

Penepungan dan pengayakan (100 mesh)

KPI lele dumbo afkir KPI

Pengulangan ekstraksi (1, 2, 3, 4 kali) Daging ikan lele

(5)

Gambar 5 Diagram alir pembuatan tepung tulang ikan lele dumbo afkir (Modifikasi Kaya et al. 2008).

3.3.2 Penelitian lanjutan

Pembuatan formula MP-ASI berdasarkan formula Mirdhayati (2004) yang dimodifikasi. Perlakuan yang diujikan adalah 30 jenis formula MP-ASI yang memiliki perbedaan dalam perbandingan sumber protein, yaitu substitusi KPI terhadap susu skim (0%, 25%, 50%, 75% dan 100%) dan penambahan tepung tulang lele (0, 1, 2, 3, 4 dan 5 g). Formula MP-ASI yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan komposisi bahan penyusun formulasi MP-ASI dapat dilihat pada Tabel 7.

Tulang ikan lele dumbo afkir

Pencucian sampai bersih

Perebusan (100 oC) selama 2 jam

Pencucian dan pengecilan ukuran

Metode basah (dipresto suhu150-120 oC, T 1-1,4 atm selama 1 jam)

Metode kering (pengovenan pada suhu 105 oC selama 1,5 jam)

Pengeringan matahari selama 3 jam (35 oC)

Penepungan dan pengayakan (100 mesh)

Tepung tulang ikan lele dumbo afkir

(6)

Tabel 6 Formula MP-ASI Tepung tulang lele

dumbo afkir (g)

Susu skim : KPI lele dumbo afkir (%)

A (100: 0) B (75:25) C (50:50) D (25:75) E ( 0:100) 0 A0 B0 C0 D0 EO 1 A1 B1 C1 D1 E1 2 A2 B2 C2 D2 E2 3 A3 B3 C3 D3 E3 4 A4 B4 C4 D4 E4 5 A5 B5 C5 D5 E5

Penelitian lanjutan bertujuan untuk menentukan formula MP-ASI terpilih berdasarkan uji organoleptik dengan parameter kehalusan dalam mulut, kemudahan ditelan, kelengketan dalam mulut, bau, rasa dan kesukaan secara keseluruhan. Panelis adalah 30 orang ibu yang mempunyai anak bayi.

Tabel 7 Perlakuan formulasi MP-ASI

Sumber: Mirdhayati (2004)

Pembuatan MP-ASI mengacu pada metode Mirdhayati (2004), sedangkan prosedur penyajian MP-ASI mengacu pada petunjuk penyajian MP-ASI produk komersial. Pembuatan MP-ASI, yaitu dengan mencampurkan perbandingan susu skim : KPI (100%:0%, 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%, 0%:100%), tepung tulang ikan lele dumbo afkir (0, 1, 2, 3, 4, 5 g), tepung beras, dekstrin, tepung gula dan esens pisang. Minyak nabati kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit dan diaduk rata sehingga didapatkan bubuk MP-ASI.

Prosedur penyajian MP-ASI mengacu pada petunjuk penyajian MP-ASI komersial dengan cara, yaitu 24 g MP-ASI ditambah 125 mL air masak kemudian

Komponen Formula (A0-A6) Formula (B0-B6) Formula (C0-C6) Formula (D0-D1) Formula E0-E6) Susu skim (g) 45 33,75 22,5 11,25 0

KPI lele dumbo afkir (g) 0 11,25 22,5 33,75 45

Tepung tulang lele

dumbo afkir (g) (0, 1, 2, 3, 4, 5 g) Tepung beras 35 35 35 35 34 Minyak nabati (g) 10 10 10 10 10 Dekstrin 10 10 10 10 10 Tepung gula (g) 5 5 5 5 5 Esens pisang 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

(7)

diaduk dengan rata. Bubuk MP-ASI bersama air yang ditambahkan kemudian didihkan selama 5 menit sambil diaduk hingga mengental setelah itu siap disajikan dan dilakukan pengujian organleptik.

Formula MP-ASI terpilih, formula kontrol dan MP-ASI komersial dianalisis lebih lanjut meliputi daya serap air (Beuchat 1977), daya serap minyak (Beuchat 1977), densitas kamba (Beuchat 1977), kadar air (AOAC 1995) kadar protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), kadar karbohidrat (by diffeence), kadar abu (AOAC 1995), total kalsium (Reitz et al. 1987), profil asam amino (AOAC 1995) dan daya cerna protein in vitro (Hsu et al. 1977).

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Rendemen (Hadiwiyoto 1993)

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung rumus:

3.4.2 Uji organoleptik (Soekarto dan Hubeis 1982)

Uji organoleptik untuk sampel KPI lele dumbo afkir adalah uji skoring. Panelis adalah 30 orang mahasiswa S1 dan S2 program studi Teknologi Hasil Perairan IPB, yaitu dengan memberikan penilaian terhadap sampel berdasarkan karakteristik setiap parameter tanpa membandingkan antara satu sampel dengan sampel yang lainnya. Parameter penilaian yang diujikan adalah bau. Lembar penilaian yang diberikan pada panelis terdapat pada Lampiran 1.

Uji organoleptik untuk sampel bubur MP-ASI adalah uji skoring dengan panelis khusus, yaitu 30 orang ibu yang mempunyai anak bayi (6-24 bulan). Panelis memberikan penilaian terhadap sampel berdasarkan karakteristik setiap parameter tanpa membandingkan antara satu sampel dengan sampel lainnya. Parameter yang diujikan meliputi kehalusan dalam mulut, kemudahan ditelan, kelengketan dalam mulut, bau, rasa, dan kesukaan keseluruhan. Lembar penilaian yang diberikan pada panelis terdapat pada Lampiran 2.

(8)

3.4.3 Daya serap air ( Beuchat 1977)

Sampel sebanyak 1 g dimasukkan kedalam tabung sentrifus lalu ditambah dengan 10 mL akuades, kemudian diaduk dengan spatula dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu disentrifus pada 3.000 rpm selama 30 menit. Volume air bebas atau yang tidak terserap oleh sampel diukur dengan gelas ukur.

( ) ( ( )

3.4.4 Daya serap minyak (Beuchat 1977)

Sebanyak 1 g sampel dan 10 mL minyak nabati dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, lalu diaduk dengan spatula selama 1 menit. Setelah didiamkan selama 30 menit, tabung disentrifus pada 3000 rpm selama 30 menit. Volume minyak yang bebas atau tidak terserap oleh sampel diukur dengan gelas ukur.

( ) ( )

3.4.5 Densitas kamba (Wirakartakusumah et al. 1992)

Sebanyak 10 g sampel diukur volumenya dengan gelas ukur 50 mL. Densitas kamba dinyatakan dalam g/mL.

( ⁄ )

3.4.6 Derajat putih (Faridah et al. 2006)

Nilai derajat putih diukur dengan menggunakan Whitenessmeter. Prinsip kerja alat ini, yaitu melalui pengukuran indeks refleksi dari permukaan sampel dengan sensor fotodioda. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak, begitu pula sebaliknya semakin jelek sampel maka cahaya yang dipantulkan juga semakin sedikit. Sampel sebanyak ± 10 g dimasukkan ke dalam

(9)

tabung pada tempat yang telah disediakan. Nilai derajat putih dapat dilihat pada monitor alat dan nilai yang tertera akan meningkat seiring dengan semakin tinggi derajat putih sampel. Sebagai standar digunakan bubuk BaSO4. Derajat putih dihitung menggunakan rumus:

( )

3.4.7 Kadar air (AOAC 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 oC lalu didinginkan didalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga berat konstan. Sampel sebanyak 2 g ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 105 oC selama 5 jam. Cawan yang berisi sampel setelah dikeringkan kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga berat kostan. Apabila belum didapatkan berat konstan, cawan porselin dipanaskan lagi ke dalam oven (105 oC) selama 30 menit. Penentuan kadar air menggunakan rumus:

( )

3.4.8 Kadar abu (AOAC 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama satu jam dengan suhu 105 oC, lalu didinginkan selama 30 menit dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan. Sampel ditimbang sebanyak 2 g kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dipijarkan di atas kompor listrik hingga menjadi arang. Cawan porselin berisi sampel yang telah menjadi arang dimasukkan ke dalam muffle dengan suhu 600 oC selama 6 jam sampai menjadi abu berwarna keputih-putihan, muffle dibiarkan sampai menunjukkan suhu kamar, kemudian baru dibuka tutupnya. Cawan porselen didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam oven suhu 105 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga

(10)

dingin. Cawan porselen yang telah dingin selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:

( )

3.4.9 Kadar lemak (AOAC 1995)

Labu lemak dikeringkan didalam oven (105 oC) kemudian ditimbang hingga berat konstan. Sampel sebanyak 2 g dibungkus dengan kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong tersebut dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Sebanyak 150 mL kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel direfluks selama delapan jam, apabila pelarut sudah terlihat jernih menandakan lemak telah terekstrak semua. Pelarut yang ada pada labu lemak kemudian dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan lemak setelah itu dikeringkan dalam oven 105 oC selama 30 menit. Labu lemak kemudian ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Penentuan kadar lemak menggunakan rumus:

( )

3.4.10 Kadar protein (AOAC 1995)

Pengujian kadar protein dilakukan melalui tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Tahapan pengujian kadar protein adalah sebagai berikut :

a. Destruksi

Sampel ditimbang sebanyak 1-5 g kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan ditambah dengan kjeldahl tab selenium dan 10 mL H2SO4. Labu diletakkan pada alat pemanas dengan suhu 400 oC di dalam ruang asam. Destruksi dilakukan hingga larutan menjadi bening (1-1,5 jam). Hasil destruksi kemudian didinginkan dan diencerkan dengan akuades secara perlahan hingga mencapai 100 mL.

(11)

b. Destilasi

Hasil dekstruksi dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. Erlenmeyer 125 mL berisi 25 mL larutan H3BO3 (asam borat) dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil red 0,1% dalam alkohol dan 1 bagian brown cresol green (BCG) 0,1% dalam alkohol) diletakkan sesaat sebelum destilasi dimulai. Ujung kondensor harus terendam di bawah larutan asam borat. sampel hasil destruksi ditambahkan ke dalam larutan NaOH 8-10 mL kemudian dilakukan destilasi sampai berwarna hijau kebiruan.

c. Titrasi

Titrasi hasil destilasi menggunakan larutan HCl 0,01 N hingga larutan berwarna merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus :

3.4.11 Kadar karbohidrat (by difference)

Kandungan karbohidrat dihitung dengan metode by difference dengan rumus:

( )

3.4.12 Pengukuran nilai pH (AOAC 1995)

Pengukuran pH menggunakan alat pH meter yang dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue. pH meter selanjutnya dikalibrasi dengan mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer 7 dan dibiarkan beberapa saat hingga stabil. Sampel sebanyak 5 g ditambahkan akuades 45 mL, kemudian dihomogenkan dengan stirrer selama 2 menit. Elektroda dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa menit, dan nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka stabil.

(12)

3.4.13 Daya cerna protein in vitro (Hsu et al. 1977)

Penentuan daya cerna protein in vitro menggunakan larutan multienzim (tripsin, kemotripsin dan peptidase) yang dilarutkan dalam air destilat. Larutan multienzim tersebut kemudian diletakkan di dalam ice bath dan diatur pHnya hingga mencapai pH 8,0 dengan penambahan HCl atau NaOH 0,1 N.

Sampel disuspensikan ke dalam air destilat hingga mencapai konsentrasi 6,25 mg protein/mL. Sebanyak 50 mL suspensi dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian diatur hingga mencapai pH 8 dengan menambahkan HCl atau NaOH 0,1 N. Sampel ditaruh dalam penangas air bersuhu 37 oC dan diaduk dengan magnetic stirer selama 5 menit, ditambahkan 5 mL larutan multienzim (dicatat sebagai menit ke 0) ke dalam larutan suspensi protein sambil tetap diaduk, kemudian pH suspensi sampel dicatat pada menit ke-10. Daya cerna protein dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Y = daya cerna protein %

X = pH sampel pada menit ke-10

3.4.14 Komposisi asam amino (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam gelas piala 25 mL, kemudian ditambahkan HCl 6 N sebanyak 10 mL. Gelas piala dipanaskan selama 24 jam pada suhu 100 oC. Sampel disaring dan diambil filtratnya. Filtrat ditambahkan 5 mL larutan pengering (metanol, picolotiocianat, trietilamin) kemudian dikeringkan. Larutan derivatisasi (metanol, Na-asetat, dan trietilamin) ditambahkan dan sampel didiamkan selama 20 menit. Larutan asetat 1 M sebanyak 200 mL ditambahkan dan sampel siap diinjeksikan ke HPLC.

Kondisi alat HPLC sebagai berikut, temperatur pada suhu ruang kolom yang digunakan adalah pico tag 3,9 x 150 mm, kecepatan aliran 1,5 mL/menit, batas tekanan 3000 psi, program gradien, fase gerak asetonitril 60% dan buffer natrium asetat 1 M, dan detektor sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.

(13)

( ) ( ⁄ )

Keterangan FP = Faktor konversi BM = Berat molekul

3.4.15 Total kalsium (Reitz et al. 1987)

Pengukuran total kalsium dilakukan menggunakan alat atomic absortion spechtrophotometer (AAS). Perlakuan pendahuluan dilakukan dengan pengabuan basah. Kurva standar dibuat dengan mengukur absorbansi dari larutan standar Ca dengan konsentrasi 0, 2, 4, 8 ppm sehingga akan didapatkan suatu persamaan regresi (Y= ax + b) selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi sampel.

Sampel sebanyak 1 g ditimbang lalu dimasukkan ke dalam erlemenyer 100 mL dan ditambahkan 5 mL HNO3, didiamkan selama satu jam pada suhu ruang dan dalam ruang asam dibiarkan semalaman. Larutan sampel kemudian ditambahkan 2-3 tetes HClO4 dan HNO3 pekat dengan perbandingan 2:1 sambil terus dipanaskan sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning muda dan larutan berwarna jernih. Sampel didinginkan lalu ditambah 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat, kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit agar sampel larut lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 mL.

Sampel hasil destruksi disaring dengan kertas saring Whatman nomor 42 kemudian diambil 1 mL dan diencerkan sampai 100 mL. Hasil pengenceran diambil 0,1 mL kemudian ditambahkan 4,9 mL akuades dan 0,05 mL larutan klorida. Sampel dicampur dengan alat vortex kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan dibaca nyala api atomasi AAS pada panjang gelombang 422,7 nm. Absorbansi yang terbaca kemudian dikonversi pada kurva standar sehingga didapatkan konsentrasi kalsium sampel. Kandungan kalsium dalam sampel dihitung dengan rumus:

(14)

( )

( )

Keterangan FP = Faktor pengenceran

3.5 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam pembuatan KPI lele dumbo afkir adalah rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial dengan dua faktor, yaitu lama ekstraksi (20, 30, 40 menit) dan pengulangan ekstraksi (1, 2, 3 dan 4 kali), masing-masing perlakuan diulang dua kali. Model matematika rancangan acak lengkap faktorial menurut Steel and Torrie (1983) adalah sebagai berikut:

Yijk = µ+ A1 + B1 + (AB)ij + Єijk

Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ = Nilai tengah umum

Ai = Pengaruh utama faktor A pada taraf ke-i Bj = Pengaruh utama faktor B pada taraf ke-j

(AB)ij = Komponen interaksi faktor A dan faktor B masing-masing pada taraf ke-i dan ke-j

Єijk = Pengaruh galat percobaan dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam untuk mengetahui adanya pengaruh atau tidak dari masing-masing perlakuan pada tingkat signifikansi 95%. Apabila ada pengaruh, maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) untuk melihat perbedaan dari masing-masing perlakuan (Sastrosupadi 2004).

(15)

Uji statistik yang digunakan pada pembuatan tepung tulang ikan lele dumbo afkir adalah t-student dengan membandingkan dua perlakuan metode pemasakan, yaitu metode basah dan metode kering. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Model matematika uji t-student menurut Walpole (1975) adalah:

(( ) ( )

)

Keterangan : ̅ = Mean atau rerata µ0 = Nilai tengah s = Simpangan baku n = Jumlah data

Data organoleptik diolah menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis (Matjik dan Sumertajaya 2006). Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan disusun mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar dan kemudian ditentukan peringkatnya masing-masing. Statistik uji yang digunakan adalah: ∑ ( ⁄ ) ( ∑ ) ( ) Keterangan:

n = jumlah data total

ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i Ri2 = jumlah peringkat dari perlakuan ke-i

T = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H = simpangan baku

(16)

H1 = H terkoreksi

t = banyaknya pengamatan seri

Data hasil uji Kruskal Wallis apabila menunjukkan beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Uji lanjut perbandingan berganda dapat dirumuskan sebagai berikut:

| ̅ ̅ | ( )⁄

Keterangan:

̅ = rata-rata ranking perlakuan ke-i ̅ = rata-rata ranking perlakuan ke-j

k = banyaknya ulangan n = jumlah data total

Gambar

Gambar 3  Diagram alir penelitian pendahuluan .
Gambar  4  Diagram alir pembuatan konsentrat protein ikan lele dumbo afkir   (Modifikasi Suzuki 1981)
Gambar  5  Diagram  alir  pembuatan  tepung  tulang  ikan  lele  dumbo  afkir     (Modifikasi Kaya et al
Tabel 6  Formula MP-ASI  Tepung tulang lele

Referensi

Dokumen terkait

- PALING SEDIKIT 40% DARI JUMLAH KESELURUHAN SAHAM YANG DISETOR DICATATKAN DI BURSA EFEK DI INDONESIA, TIDAK TERMASUK SAHAM YANG DIBELI KEMBALI ATAU TREASURY STOCK DENGAN

Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan (tempat luas), hal.. ini penting dalam perubahan- perubahan morfologi hewan. Penetasan

Masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah cara memberikan warna kepada semua simpul-simpul yang ada, sedemikian rupa sehingga 2 simpul yang berdampingan

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukan bahwa kepuasan kerja bukanlah variabel yang mempengaruhi kinerja karyawan, Temuan yang diperoleh pada tahapan pengujian

22 Tabel 3.8 Term frequency untuk proximy processing 23 Tabel 3.9 Hasil dari menjalankan algoritma proximty processing 25 Tabel 3.10 Nilai untuk rekomendasi setelah

dipegang di bawah hak milik Pejabat Pendaftar adalah tertakluk kepada syarat nyata bahawa ia tidak boleh digunakan untuk tujuan pertanian atau perindustrian..

RADIO VISI INTI SWARA FM/H... JEMBER

Dari kenyataan diatas penulis memandang penelitian ini sangat perlu dilakukan dengan beberapa pertimbangan: Pertama, pendidikan karakter di sekolah atau madrasah