• Tidak ada hasil yang ditemukan

USHUL FIQIH Pengertian ruang lingkup dst

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "USHUL FIQIH Pengertian ruang lingkup dst"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

USHUL FIQIH

Untuk memenuhi materi kuliah Ushul Fiqih

Dosen Pengampu : Fatimatuz Zahro

Oleh :

RANY SILVIA PEBRIAN NIM. 931307116

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang pastinya membutuhkan interaksi dengan orang lain, baik dalam urusan umum atau keagamaan. Di saat berhubungan dengan orang lain itu, ada aturan-aturan yang harus dilakukan dan dijaga agar hubungan dengan orang lain itu terjaga kebaikannya.

Selain berhubungan dengan orang lain, pastilah berhubungan juga dengan Tuhan melalui ibadah yang dilakukan setiap hari. Islam dalam hal ini telah diatur semuanya dalam ilmu fiqh dengan segala ketentuannya yang berlaku. Ilmu fiqh telah membahas semua tanpa kecuali, akan tetapi pada masalah yang dahulu belum ada dan belum terpikirkan, fiqh tidak membahasnya, begitu pula syar’i juga tidak menyebutkannya. Terus bagaimana hukum ? itulah pembahasan pada makalah ini, pemakalah akan membahas ilmu ushul fiqh, seperti membahas dasar-dasar hukum itu bisa ada dan bagaimana cara mendapatkan hukum .

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ushul Fiqh ?

2. Apa Tujuan Mempealajari Ushul Fiqh ?

3. Apa saja Ruang Lingkup dalam Pembahasan Ushul Fiqh ?

4. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh ?

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ushul Fiqih

Kata “ushul fiqh” adalah kata ganda yang terdiri dari kata “ushul (لوصأ)” dan kata “fiqh (هقفلا)”. Kata “ushul” yang merupakan jamak dari kata “ashal (لصلا)” secara etimologi berarti “sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainya”. Arti etimologi ini tidak jauh dari maksud definitive dari kata ashal tersebut karena ilmu ushul fiqh itu adalah suatu ilmu yang kepadanya didasarkan “fiqh”.

Kata “fiqh (هقفلا)” secara etimologi berarti “paham yang mendalam”. Arti fiqh dari segi istilah hukum sebenarnya tidak jauh berbeda dari artian etimologi sebagaimana disebutkan di atas yaitu: “Ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang digali dan dirumuskan dari dalil-dalil tafsili”. Dari arti fiqh secara istilah tersebut dapat dipahami dua bahasan pokok dari ilmu fiqh, yaitu bahasan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat amali dan kedua tentang dalil-dalil tafsili.1

Ushul Fiqih yaitu ilmu pengetahuan yang objeknya dalil hukum syara’ secara global dengan seluk beluknya dan metode pengaliannya.2

B. Ruang Lingkup Ushul Fiqih

1. Sumber hukum Islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam menggali hukum syara’, baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan.

2. Mencari jalan keluar dari dalil-dalil yang secara lahiriyah dianggap bertentangan.

3. Pembahasan ijtihad, syarat-syarat dan sifat-sifat orang yang melakukannya (mujtahid), baik yang menyangkut syarat-syarat umum maupun syarat-syarat khusus keilmuan yang harus dimiliki mujtahid.

4. Pembahasan tentang hukum syara’, yang meliputi syarat-syarat dan macam-macamnya.

1 Kumpulan Makalah, Makalah Ushul Fiqih, makalahe.19.blogspot.co.id, 13 September 2016,

04.30 WIB

(4)

5. Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan dengan cara menggunakannya dalam mengistinbathkan hukum dari dalil-dalil, baik melalui kaidah bahasa maupun melalui pemahaman terhadap tujuan yang akan dicapai oleh suatunash(ayat atau hadist).Tugas Ushul Fiqh untuk menemukan sifat-sifat yang mendasar dari dalil-dalil syara’dan sifat-sifat itu dirumuskan dalam bentuk dalil-dalil atau kaidah-kaidah secara global (umum). Dalil-dalil yang secara global telah dirumuskan oleh para ahli Ushul Fiqh ini pada gilirannya akan diterapkan oleh seorang mujtahid kepada dalil-dalil juz’i (terinci) yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Dari aktivitas mujtahid dalam ijtihadnya itu akan membuahkan hukum fikih yang langsung dikaitkan dengan perbuatan mukallaf. 3

Jadi, yang menjadi bahasan Fikih adalah menganalisis satu persatu dalil dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang berkaitan dengan hukum syara’ berhubungan dengan perbuatan mukallaf, menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh. Empat persoalan objek pembahasan Fiqih:

1. Hukum Syara’

2. Hakim dan dalil-dalilnya; 3. Perbuatan mukalaf, dan 4. Mukalaf. 4

C. Perbedaan Ushul Fiqih dan Fiqih

Ushul Fiqih memandang dalil dari sisi penunjukan atas suatu ketentuan hukum. Sedangkan Fiqih memandang dalil hanya sebagai rujukannya. Walau ada titik kesamaan, yaitu keduanya merujuk pada dalil.5

Dengan demikian, dapat dikatakan dalil sebagai pohon yang melahirkan buah, sedangkan fikih sebagai buah yang lahir dari pohon tersebut.6

D. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Ushul Fiqih

1. Masa Nabi Muhammad SAW

(5)

Benih-benih ilmu ushul fiqh sudah tumbuh dan terbentuk pada masa Rasulullah. Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan ilmu fiqh dikembalikan kepada Rasul. Selain itu, dalam pertumbuhan dan pembentukannya ilmu ushul fiqh juga berpijak kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Namun ijtihad Nabi tidaklah dapat disamakan dengan ijtihad sahabat, tabi’in dan lainnya, karena ijtihad Nabi terjamin kebenarannya, dan bila salah, seketika itu juga datang wahyu untuk membetulkannya. Demikian demi terjaganya syariat.[6]

2. Masa Sahabat

Setelah wafatnya Rasulullah, maka yang berperan besar dalam pembentukan hukum Islam adalah para Sahabat Nabi. Pada masa ini para Sahabat banyak melakukan ijtihad ketika suatu masalah tidak dijumpai di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Pada saat berijtihad, para sahabat telah menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh meskipun belum dirumuskan dalam suatu disiplin ilmu.[7] Ijtihad mereka dilakukan baik secara perseorangan maupun secara bermusyawarah. Keputusan atau kesepakatan mereka dari musyawarah tersebut dikenal denganijma’ Sahabat. Selain itu, mereka melakukan ijtihad dengan metode qiyas (analogi) dan mereka juga berijtihad dengan metode istishlah. Praktik ijtihad yang dilakukan para Sahabat dengan metode-metode tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat itu.

3. Masa Tabi’in

(6)

yaitu Madrasah Al-Irak, Madrasah Al-Kaufah yang lebih dikenal dengan sebutan Madrasah Al-Ra’yudan Madrasah Al-Madinah dikenal dengan sebutan Madrasah Al-Hadits. Namun pada masa ini ilmu ushul fiqh masih belum terbukukan.

4. MasaImam-imam Mujtahid sebelum Imam Syafi’i

Pada periode ini, metode pengalihan hukum bertambah banyak, dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbath hukum dan teknis penerapannya. Imam Abu Hanafiah an-Nu’man (80-150 H) pendiri mazhab Hanafi. Dasar-dasar istinbathnya yaitu : Kitabullah, Sunnah, fatwa (pendapat Sahabat yang disepakati), tidak berpegang dengan pendapat Tabi’in, qiyas dan istihsan. Demikian pula Imam Malik bin Anas (93-179 H) pendiri mazhab Maliki. Di samping berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah, beliau juga banyak mengistinbathkan hukum berdasarkan amalan penduduk Madinah.[9] Pada masa ini, Abu Hanifah dan Imam Malik tidak meninggalkan buku ushul fiqh.

5. Pembukuan Ushul Fiqh

(7)

Beliau merupakan orang pertama yang membukukan ilmu ushul fiqh. Kitabnya yang berjudul Al-Risalah(sepucuk surat) menjadi bukti bahwa beliau telah membukukan ilmu Ushul fiqh. Dalam kitabnya Imam Syafi’i berusaha memperlihatkan pendapat yang shahih dan pendapat yang tidak shahih, setelah melakukan analisis dari pandangan kedua aliran, Irak dan Madinah. Kitabnya tersebut juga membahas mengenai landasan-landasan pembentukan fiqh.

6. Ushul Fiqh Pasca Syafi’i

Kandungan kitab Al-Risalah ini pada masa sesudah Imam Syafi’i menjadi bahan pembahasan para ulama ushul fiqh secara luas. Ada yang membahas secara men-syarh (menjelaskan) tanpa mengubah atau mengurangi yang dikemukakan Imam Syafi’i dalam kitabnya. Tapi, ada juga yang membahas bersifat analisis terhadap pendapat dan teori Imam Syafi’i.

Masih dalam abad ketiga, banyak bermunculan karya-karya ilmiah dalam bidang ini. Salah satunya buku Al-Nasikh wa Al-Mansukh oleh Ahmad bin Hanbal (164-241H) pendiri mazhab Hanbali. Pertengahan abad keempat ditandai dengan kemunduran dalam kegiatan ijtihad di bidang fiqh, dengan pengertian tidak ada lagi orang yang mengkhususkan diri membentuk mazhab baru. Namun kegiatan ijtihad dalam bidang ushul fiqh berkembang pesat. Para ahli analisis ushul fiqh mengatakan bahwa pada masa keempat imam mazhab tersebut, ushul fiqh menemukan bentuknya yang sempurna, sehingga generasi-generasi sesudahnya cenderung memilih dan menggunakan metode yang sesuai dengan kasus yang dihadapi pada zaman masing-masing.[11]

(8)

perlu diketahui terlebih dahulu teori-teori penulisanya. Ada dua teori yang digunakan, yakni :

a. Merumuskan kaidah-kaidah fiqiyah bagi setiap bab dalam bab-bab fiqih dan menganalisisnya serta mengaplikasikan masalah furu’ atas kaidah-kidahnya.

b. Merumuskan kaidah-kaidah yang dapat menolong mujtahid untuk meng-istinbath, tanpa terkait oleh pendapat atau pemahaman sejalan maupun yang bertentangan.

Jalaluddin As-syuti berkata : “disepakati bahwa Asy-Syafi’i adalah peletak batu pertama pada ilmu Ushul Fiqih. Adapun Maliki hanya menunjukan sebagian kaidah-kaidahnya, demikian ulama-ulama lain, seperti Abu Yusuf dan Muhammad Al-Hasan” (Al-Hawaji, II : 404).

Dapat disimpulkan bahwa kitab Al-Risalah merupakan kitab yang pertama-tama tersusun secara sempurna dalam ilmu ushul fiqih.7

2. Tahap-Tahap Perkembangan Ushul Fiqih

Secara garis besar Perkembangan Ushul Fiqih dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu :

a. Tahap awal (abad 3 H)

Di bawah pemerintahan Abbasyiah Wilayah islam semakin meluas ke bagian Timur. Khalifah-khalifah yang berkuasa pada abad ini adalah: Al-Ma’mun (w.218 H), Al-Mu’tashim (w. 227 H) Al-Wasiq (w. 232 H), dan Al-Mutawakkil (w. 247 H). Pada masa inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah dikalangan islam, yang dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Ar-Rasyid. Ditandai dengan timbulnya semangat penerjemah dikalangan Ilmuan muslim. Buku-buku filsafat Yunani diterjemahkan dalam bahasa Arab dan kemudian diberikan penjelasan (syarah). Ilmu-ilmu keagamaan juga berkembang dan semakin meluas pembahasannya. Hasil pemikiran itu berhasil mengembangkan bidang fiqih, yang mendorong untuk disusunnya metode berpikir fiqih yaitu Ushul Fiqih.

(9)

Pada abad ini lahirnya ulama-ulama besar yang meletakan dasar berdirinya madzhab-madzhab fiqih, sehingga para pengikut mereka semakin menunjukan perbedaan dalam mengungkapkan pemikiran Ushul Fiqih dari para imamnya. Perbedaan-perbedaan pendapat dan metode masing-masing aliran semakin mendorong semangat pengkajian ilmiah di kalangan ulama abad 3 H dan semangat ini berlanjut dan semakin berkembang pada abad 4 H.

b. Tahap Perkembangan (Abad 4 H)

Pada abad ini merupakan permulaan kelemahan dinasti Abbasyiah dalam bidang politik. Dinasti Abbasyiah terpecah menjadi daulah-daulah kecil yang dipimpin oleh seorang sultan. Perkembangan ilmu keislaman pada abad ini jauh lebih maju dari masa-masa sebelumnya. Karena masing-masing penguasa ingin memajukan, memakmurkan dan menopang perkembangan ilmu pengetahuan di negrinya.

Khusus di bidang pemikiran fiqih Islam abad ini mempunyai karakteristik tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri’ Islam. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban menganut madzhab tertentu dan larangan untuk melakukan perpindahan madzhab sewaktu-waktu.

Keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dapat dikatakan taqlid, karena karena tiap-tiap pengikut tetap mengadakan kegiatan ilmiah guna untuk menyempurnakan apa yang dirintis pendahulunya. Usaha mereka antara lain :

1) Memperjelas ‘illat-illat hukum yang di-istinbath-kan oleh para imam mereka; mereka itu yang disebut ‘ulama takhriz.

2) Men-tarjih-kan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab, baik dari segi riwayat dan dirayah

3) Setiap golongan mendukung madzhab-nya sendiri dan men-tarjih-kan dalam berbagai masalah khilafiyah.

(10)

1) Kegiatan para ulama terbatas, mereka cendrung men-syarah-kan kitab-kitab terdahulu atau memahami dan meringkasnya.

2) Menghimpun maslah-masalah furu’ yang banyak dalam uraian yang singkat.

3) Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah. Kitab-kitab yang paling terkenal di antaranya :

 Kitab Ushul Al-kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubadilah Ibnu

Al-Husain Ibnu Dilal Dalaham Al-Kharkhi, (w. 340 H.).

 Kitab Al-Fushul Fi Al-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Bakar Ar-Razim yang dikenal dengan Al-Jashshasa (305-370 H.).

 Kitab Bayan Kasf Al-Ahfaz, ditulis oleh Abu Muhammad Badr

Ad-Din Mahmud Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi.

Ciri khas perkembangan Ushul Fiqih pada abad ini, yaitu munculnya kitab-kitab Ushul Fiqih yang membahas masalah ushul fiqih secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa sebelumnya.8

c. Tahap Penyempurnaan (Abad 5-6 H.)

Kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai lahirnya daulah-daulah kecil, membawa arti pada perkembangan peradaban Islam. Hal ini disebabkan adanya perhatian lebih dari para pengusanya terhadap perkembangan ilmu dan peradaban. Salah satu dampak dari perkembangan itu ialah kemajuan dibidang ilmu Ushul Fiqih yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mendalaminya ; antara lain Al-Baqilani, Al-Qadhi Abd. Al-jabar, Abd. Al-Wahab Al-Bagdhdadi, dan lain-lain. Mereka lah pelopor keilmuan islam pada zaman itu.

Kitab-kitab Ushul Fiqih yang ditulis pada zaman ini, dismping mencerminkan adanya adanya kitab ushul fiqih pada tiap madzhab, juga menunjukan adanya dua aliran ushul fiqih, yakni aliran Hanafiyah dikenal sebagai aliran fuqaha dan aliran mutakalimin.

Kitab-kitab Ushul Fiqih yang paling penting antara lain :

(11)

1. Kitab Mughni fi Abwab Adl wa At-Tahwid, ditulis oleh Al-Qadhi Abd. Al-Jabbar (w. 415 H./1024 H.).

2. Kitab Mu’amad fi Ushul Fiqih, ditulis oleh Abu AL-Husain Al-Bashri (w. 436 H./1044 M.).

3. Kitab Al-Iddaf fi Ushul Al-Fiqih, ditulis oleh Abu Al-Qadhi Abu Muhammad Ya’la Muhammad Al-Husain Ibnu Muhammad Ibnu Khalaf Al-Farra (w. 458/1065 M.).

4. Kitab Al-Burhan fi Ushul Al-Fiqih, ditulis oleh Abu AL-Ma’ali Abd. Al-Malik Ibnu Abdillah Ibnu Yusuf Al-Juaini Imam Al-Haramain (w. 478 H./1094 M.).

5. Kitab Mustashfa min Ilm Ushul, ditulis oleh Abu Hamid Al-Ghazali (w. 505 H./1111 M.).9

2. Objek Kajian Fikih

Ilmu Ushul Fiqih, Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si Ilmu Ushul Fiqih, Prof. DR. Rachmat Syafe’i, MA.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis SWOT, alternatif strategi pengembangannya adalah: (1) Mengaplikasikan Teknologi Budidaya dengan CBIB (Cara Budidaya Ikan Baik), (2) Pembenihan

Merupakan program penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penentu mutu produk, menemukan hubungan sebab-akibat antara 2 atau lebih faktor, menguji percobaan

yang mementingkan ramah mesra, persekitaran yang sentiasa memberi sokongan , wujudnya satu garis panduan yang jelas tentang tingkah laku yang bersesuaian dan ia hendaklah

Yang dipanggil untuk menerima Anugerah Swara Kencana Award tahun 2011 adalah utusan pemenang (juara) pertama dari masing-masing jenis kompetisi dengan biaya

Hasil penelitian diperoleh 19 individu terpilih pada turunan F 4 yang berumur genjah dan berproduksi tinggi dan Nilai duga heritabilitas pada generasi F 4

Jabatan : Kepala Biro (Pj. Kepala Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama ). Status Studi Lanjut : Tidak sedang

Adapaun faktor pengering yang digunakan di pabrik pengolahan PTPN XII kebun Kotta Blater ialah faktor pengering superior yakni sebesar 78% dan proses pembekuan

Berdasarkan ketentuan tersebut, penulis telah melakukannya sesuai pedoman ( metode tafsir al-maudhu`i ) yang berlaku dengan memilih tema’’nilai-nilai akhlak menurut