• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI INDIA DAN BALI INDONESIA SE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REPRESENTASI INDIA DAN BALI INDONESIA SE"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI INDIA DAN BALI (INDONESIA) SEBAGAI

DEPENDENT

DALAM FILM EAT PRAY LOVE

Amida Yusriana

Magister Ilmu Komunikasi (MIKOM) Universitas Diponegoro

amida@unissula.ac.id

Abstrak

Eat Pray Love merupakan film yang diangkat dari novel karya Elizabeth Gilbert, Eat Pray

Love: A Woman’s Search for Everything Across Italy, India and Indonesia. Film tersebut

berisi tentang perjalanan hidup sang penulis ke tiga negara yakni Italia, India dan Indonesia. Perjalanan tersebut merupakan upayanya memperoleh kembali makna kehidupan setelah perceraiannya.

Film ini merupakan bentuk klise dari orientalisme. Salah satu perwujudan orientalisme adalah bagaimana media mainstream masih cenderung menggambarkan dunia timur sebagai primitif, perlu diselamatkan (tergantung/dependent), sensual, terjadi tekanan terhadap seksualitas wanita, diktator, terdapat kekerasan, eksotis/misterius/spiritual, tidak modern dan ekstremis. Dalam kajian ini orientalisme akan dipersempit fokusnya pada dependent. Dependent merupakan penggambaran bahwa timur perlu diselamatkan oleh barat yang jauh lebih modern. Objek kajian ini adalah film Eat Pray Love. Kajian ini berusaha memaparkan bagaimana film Eat Pray Love menggambarkan ketergantungan timur terhadap barat. Kajian dilakukan melalui pemaparan teori, analisa data sekunder dan analisa script. Teori yang digunakan adalah Teori Orientalisme, Teori Postcolonial dan Teori Hegemoni. Dalam kajian ini ditemukan bahwa representasi dependent ditemukan dalam penggambaran hubungan antara Liz dengan tiga tokoh pembantu yakni Tulsi dari India, Ketut dan Wayan dari Indonesia. Melalui naskah dan pengambilan angle kamera yang dikaji, diperoleh hasil representasi dependent pada tokoh tokoh tersebut.

(2)

THE REPRESENTATION OF INDIA AND BALI (INDONESIA)

AS DEPENDENT

IN EAT PRAY LOVE MOVIE

Amida Yusriana

Magister Ilmu Komunikasi (MIKOM) Universitas Diponegoro

amida@unissula.ac.id

Abstract

Eat Pray Love is an adaptation film of the novel by Elizabeth Gilbert, Eat Pray Love: A Woman's Search for Everything Across Italy, India and Indonesia. The film is about the author's journey to three countries, Italy, India and Indonesia as an attempt to regain the meaning of life after her divorce.

This film is an orientalism cliche. Orientalism is how the mainstream media tends to portray the eastern world as primitive, need to be saved (dependent), sensual, sexual pressure, dictator, violence, exotic / mysterious / spiritual, unmodern, and extremism. In this study, The Orientalism will be narrowed to the dependent. Dependent is depiction of eastern that need to be rescued by the modern western. The object in this study is the movie. This study tries to describe how Eat Pray Love movie depicts the dependence east to west.

The study was conducted through theory exposure, secondary data and script analysis. The theories are Orientalism, Postcolonial Theory and Hegemony Theory. This study found that dependent representations found in the depiction of the relationship between Liz and the three figures: Tulsi from India, Ketut and Wayan from Indonesia. Through the script and the camera angle, those characters shows the dependent representations.

(3)

REPRESENTASI INDIA DAN BALI (INDONESIA) SEBAGAI

DEPENDENT

DALAM FILM EAT PRAY LOVE

Pendahuluan

Film Eat Pray Love adalah film yang diangkat dari novel perjalanan hidup karya Elizabeth Gilbert yang berjudul Eat Pray Love: A Woman’s Search for Everything Across Italy, India

and Indonesia. Novel tersebut berada dalam daftar New York Times Best Seller List selama 187 minggu. Novel tersebut berisi perjalanan sang penulis setelah perceraiannya ke tiga negara tersebut dan menemukan pelajaran hidup selama perjalanannya. Novel tersebut dipublikasikan pada tahun 2006 dan baru diadaptasi menjadi film pada tahun 2010 di bawah naungan Coumbia Pictures (http://en.wikipedia.org/wiki/Eat,_Pray,_Love).

Film Eat Pray Love dibintangi oleh Julia Robert. Film tersebut berada dalam kategori drama komedi romantis. Dipublikasikan secara resmi tanggal 13 Agustus 2013. Film tersebut mengangkat kisah dengan alur yang sama dengan novelnya. Menceritakan Elizabeth Gilbert atau dipanggil Liz, memiliki segalanya yang seharusnya diinginkan oleh wanita modern, seorang suami, sebuah rumah dan karier yang berhasil. Namun seperti lainnya, dia menemukan dirinya hilang, kebingungan dan mencari apa yang sebenarnya ia inginkan dalam hidup. Baru saja bercerai dan berada dalam persimpangan, Liz keluar dari zona nyamannya dan mengambil resiko atas segalanya untuk mengubah hidupnya, memulai perjalanan mengelilingi dunia yang menjadi pencarian atas dirinya. Dalam perjalanannya tersebut, dia menemukan kenikmatan yang sebenarnya dari makanan di Italia, kekuatan doa di India dan akhirnya dan tidak terduga kedamaian dalam diri dan keseimbangan cinta sejati di Indonesia.

Film tersebut memiliki prestasi yang baik, dengan perolehan $ 23.104.523 dalam hari pertamanya dan meraup keuntungan mencapai $ 204.594.016 total seluruh dunia (http://www.hollywood.com/news/boxoffice/7097176/julia-roberts-vs-eric-roberts-at-box-office/diunduh tanggal 1 Agustus 2013 pukul 20:57). Film tersebut memperoleh review sebagai berikut:

Gambar 1

Sumber: http://www.metacritic.com/movie/eat-pray-love

Film tersebut memperoleh review yang beragam, banyak kritik yang setuju bahwa film tersebut menghilangkan kedalaman dalam buku karya Elizabeth Gilbert (Connolly 2010, Honeycutt, 2010).

(4)

(tergantung/dependent), sensual, terjadi tekanan terhadap seksualitas wanita, diktator, terdapat kekerasan, eksotis/misterius/spiritual, tidak modern dan ekstremis. Atau menggambarkan wanita timur sebagai dragon lady atau lotus blossom (Dow, 2008: 289). Penggambaran yang biner tersebut sering muncul dalam film – film hollywood sehingga akhirnya memberikan konsepsi yang salah tentang dunia timur. Dikotomi penggambaran tersebut menghilangkan keragaman karakter sesungguhnya dari wanita timur.

Perjalanan semacam itu dikenal juga dengan The Imperialist Nostalgia yakni adanya kecenderungan mengeneralisasikan ‘Liyan’, membuang beberapa konteks sejarah dengan menggunakan cara kemanusiaan. Selama sebuah film diputar, maka muncul apa yang disebut dengan The Claim of P ower atau klaim kekuasaan yang mana melakukan kesamaan nilai dalam kemanusiaan (Dyer, 2005: 10).

Eat Pray Love sebagai film tahun 2010 masih tidak lepas dari kondisi tersebut, orientalisme barat masih menjadi bagian dari penggambaran perjalanan Liz selama berada di India dan Indonesia. Sebuah NPR melaporkan adanya tema orientalisme dalam film Eat Pray Love (Mask, 2010). Bahkan novelnya pun memperoleh kritikan yang sama dari New York Post yakni adanya pandangan bahwa novel tersebut adalah ‘bacaan narsis era baru’ dan kritikan atas penguatan pemikiran barat terhadap budaya dan pemikiran timur. Dalam film tersebut muncul penggambaran masyarakat India yang seolah hidupnya didedikasikan untuk berdoa terhadap dewa – dewa, mengenakan pakaian sari, lingkungan yang kumuh, bising dan masyarakat yang tampak sangat sederhana. Sedangkan saat berada di Indonesia, Bali digambarkan seperti surga dalam perspektif barat. Orang – orang mandi di sungai, membawa buah – buahan di kepala, mengenakan baju tradisional, tidak menggunakan pengobatan modern melainkan dukun, Liz bersepeda di tengah kebun, munculnya ungkapan ‘everybody have love affair in Bali’. Penggambaran tersebut merupakan bentuk penggambaran dunia timur sebagai liyan, primitif, eksotis, dll.

Dalam kajian ini permasalahan akan difokuskan pada penggambaran timur sebagai

dependent atau dunia yang menunggu diselamatkan oleh barat. Dalam film Eat Pray Love, digambarkan melalui tiga tokoh di India dan Indonesia. Liz digambarkan sebagai tokoh yang modern yang menyelamatkan ketiganya. Di India ia seolah menjadi penyelamat seorang gadis India bernama Tulsi, korban budaya perjodohan India. Tulsi yang entah bagaimana tiba – tiba menjadikan Liz sebagai teman bercerita. Tulsi ditunjukkan sebagai wanita yang tidak seperti India kebanyakan, memiliki cita – cita dan berambisi terhadap karier, namun sayangnya ia dijodohkan oeh keluarga.

Tokoh kedua adalah Wayan (Christine Hakim). Seorang janda berprofesi sebagai dukun obat tradisional yang tidak memiliki rumah akibat membiayai proses perceraiannya. Wayan hidup bersama anaknya Tutti. Mereka berdua selama ini mengontrak rumah yang membuat Wayan selalu kehilangan pelanggan dan Tutti terpaksa selalu berpindah sekolah. Liz kemudian dengan sukarela meminta teman – temannya di New York dan teman – teman yang ia temui dalam perjalanannya untuk menyumbangkan uangnya untuk membeli rumah Wayan dan anaknya Tutti sebagai hadiah ulang tahunnya.

Tokoh ketiga adalah Ketut Liyer, seorang dukun yang ditemui Liz selama dua kali kunjungannya ke Bali. Ketut cenderung digambarkan sebagai tokoh yang bijaksana namun dalam saat yang sama adalah tokoh sentra lelucon dalam film tersebut. I Ketut menjadi guru spiritual Liz dan meminta Liz membantunya membuat salinan resep dan ramuan yang diwariskan kepadanya secara turun temurun. Di akhir film, Liz memberikan buku salinan sebagai hadiah.

(5)

penggambaran tersebut dipandang dalam kacamata khalayak yang tidak benar – benar mengenal negara tersebut? Mereka akan percaya begitu saja bahwa di India semua orang selalu berdoa kepada dewa, semua orang dijodohkan, tempatnya kumuh dan berdebu atau di Indonesia (Bali) semua orang hidup santai seperti berlibur, semua orang jatuh cinta, semua orang hidup mengenakan baju tradisional, semua orang pergi ke dukun dan seolah hidup dalam zaman yang masih mengedepankan tradisionalisme. Lalu bagaimana dengan mereka yang berada di India dan Indonesia, mereka merasa tidak terwakili dari penggambaran tersebut. Eat Pray Love merupakan satu dari banyak film hollywood yang masih menggunakan penggambaran orientalisme. Dunia Barat digambarkan sebagai rasional dan timur sebagai emosional. Barat sebagai modern dan timur sebagai liar. Serta kecenderungan menggambarkan timur sebagai dunia yang menunggu diselamatkan.

Perumusan Masalah

Eat Pray Love merupakan film yang diangkat dari novel perjalanan hidup Eizabeth Gilbert sang penulis. Film tersebut menggambarkan Liz yang mencoba mencari jati diri dan kebahagiaan hidup dengan melakukan perjalanan selama satu tahun ke Italia, India dan Indonesia. Liz meninggalkan New York dan kehidupannya setelah bercerai. Melalui perjalanannya tersebut ia menemukan kenikmatan makanan di Italia, doa dan meditasi di India, cinta dan keseimbangan spiritual di Indonesia (Bali). Dalam film tersebut terdapat tiga tokoh yakni Tulsi, gadis India yang dijodohkan, Wayan, janda beranak satu yang dibelikan rumah hasil sumbangan sukarela Liz dan teman – temannya dan Ketut Liyer, seorang dukun yang diberi salinan buku resep dan ramuan turun – temurun dari keluarganya oleh Liz.

Dalam film tersebut, hollywood masih menggunakan penggambaran yang klise yakni penggunaan pandangan barat terhadap timur, salah satunya menggambarkan dunia timur sebagai dunia yang sedang menunggu diselamatkan oleh barat. Tokoh – tokoh tersebut merupakan tokoh yang dibangun untuk menunjukkan bagaimana barat berusaha menjadi penyelamat timur. Masalah muncul saat penggambaran tersebut tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya, bahwa masyarakat di Indonesia dan India merasa tidak terwakili dengan gambaran tersebut.

Bagaimana film Eat Pray Love menggambarkan ketergantungan timur terhadap barat? Bagaimana Eat Pray Love masih menggunakan paham klise orientalisme dalam menggambarkan India dan Indonesia?

Objek Kajian, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Objek dalam kajian teoritis ini adalah film Eat Pray Love yang diadaptasi dari karya Elizabeth Gilbert yang menjadi tokoh sentra dalam film tersebut dan diperankan oleh Julia Robert. Sumber data yang digunakan adalah data primer yakni film Eat Pray Love dan data sekunder yakni data pendukung yang diperoleh dari sumber tambahan yang berasal dari sumber-sumber tertulis seperti buku-buku, artikel, ataupun bahan bacaan dari internet. Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan melakukan pemaknaan pada naskah film Eat Pray Love.

Pembahasan a. Kerangka Teori

(6)

Teori yang digunakan adalah teori Orientalisme oleh EdwardSaid, Teori Postcolonial dan Teori Hegemoni.

1. Orientalisme

Sejarah awal perkembangan kajian Orientalisme adalah dari Inggris dan Perancis, namun dalam perkembangannya dilanjutkan oleh Amerika. Orientalisme merupakan kajian dimana Timur menjadi objek kajian sedangkan Barat menjadi subjek yang mengkaji. Kajian Orientalisme menunjukkan adanya wacana yang tidak seimbang yang dimunculkan dalam kekuatan politik, kekuatan budaya dan kekuatan moral. Orientalisme merupakan distribusi kesadaran geopolitik dalam teks – teks estetika, ekonomi, sosiologis, historis dan Filologi. Artinya Orientalisme bukan hanya subjek politik atau kajian yang tampak pasif dalam budaya, pendidikan serta institusi dan bukan pula sebuah representatif dan ekspresif dari beberapa skenario imperialis barat dalam rangka menekan dunia Timur. Orientalisme dipandang sebagai sebuah elaborasi dari perbedaan geografis dasar dengan rangkaian kepentingan yang dikonstruksi dalam penemuan ilmiah, rekonstruksi filologi, analisis psikologis, lanskap dan deskripsi sosiologis, yang tidak hanya menciptakan tetapi juga mempertahankan, daripada mengungkapkan, kemauan atau keinginan untuk memahami, dalam beberapa kasus untuk mengontrol, memanipulasi, bahkan untuk menggabungkan apa itu dunia berbeda secara nyata (Said, 1978: 1 – 30).

Secara ringkas bahwa orientalisme merujuk pada politik, ideologi dan wacana kontrol dunia timur oleh Eropa dan kemudian Amerika. Menurut Edward Said dan peneliti

postcolonial (Bhabha, 1994; Mohanty, 1988; Spivak, 1988) mengkritisi penggambaran yang dikurangi dan polarisasi yang diproduksi kembali dan memperkuat kembali kontrol barat atas timur melalui pembedaan biner antara ‘kita’ dan ‘mereka’. Menurut mereka, konten yang dianggap oriental timur dan dunia ketiga tidak merujuk pada realitas obyektif, namun merupakan konstruksi manusia atas nilai sejarah, budaya dan geografis. Konstruksi ini diperkuat melalui perbedaan kekuatan, representasi media dan wacana akademis populer.

Dalam perkembangannya, orientalisme banyak digunakan dalam film – film Hoywood, timur digambarkan sebagai negara primitif, perlu diselamatkan (tergantung/dependent), sensual, tekanan terhadap seksualitas wanita, diktator, kekerasan, eksotis/misterius/spiritual, tidak modern dan ekstremis. Dalam film Eat Pray Love kemunculan tiga tokoh tersebut dan kisahnya merupakan bentuk dari orientalisme. Bagaimana orang – orang dari negara timur seolah masih jauh dari modernitas dan butuh pertolongan dari Liz yang berasal dari barat (New York). Tulsi yang masih terikat oleh budaya perjodohan secara tiba – tiba bercerita banyak tentang cita – citanya kepada Liz. Orang barat sering digambarkan sebagai pusat modernisme, tempat munculnya gerakan pemberdayaan wanita, dimana para wanita bebas menentukan pilihan dan dapat berkarier layaknya pria.

(7)

Di Bali, Wayan digambarkan sebagai dukun pengobatan tradisional yang ramah, akrab dengan siapa saja dan ingin memiliki rumah. Liz yang dengan mudah memperoeh uang untuk membeli rumah bagi Wayan menjadi penyelamat wanita tersebut. Penggambaran kemudahan memperoleh uang dengan nilai dolar yang nilainya lebih tinggi dibanding rupiah menunjukkan kekuatan barat sebagai superior dalam hal ekonomi. Persoalan Wayanpun terselesaikan dengan mudah, hanya dengan email dan sumbangan. Padahal membangun rumah membutuhkan biaya banyak, namun dalam film Liz digambarkan menggunakan kekuatan eknomi barat untuk dapat membeli rumah yang mahal dalam kacamata orang timur. Sedangkan dalam kasus I Ketut Liyer, ia menjadi pria tua yang terselamatkan karena mesin fotokopi. Liz yang awalnya dilarang memfotokopi buku mantra tersebut diam – diam mengkopi tanpa sepengetahuan wanita penjaga rumah Ketut. Lalu menjilidnya sebagai buku yang diberi nama Ketut. Di sini menunjukkan seolah orang timur jauh dari teknologi, masih menggunakan metode menyalin, padahal ada mesin fotokopi. Buku fotokopi tersebut dibuat seolah menyelamatkan hidup Ketut. Modernitas dan kepraktisan barat sekali lagi dianggap menyelamatkan keprimitifan negara timur yang seolah tidak mengenal mesin fotokopi.

Bentuk – bentuk penyelamatan tersebut merupakan bentuk orientalisme, dimana film Hollywood menggambarkan sebagian saja bentuk negara timur. Mereka hanya menyoroti aspek – aspek dalam orientalisme. Khususnya dalam film ini adalah ketergantungan (penyelamatan). Modernisme pandangan (Tulsi), kekuatan ekonomi barat (Wayan) dan modernisme teknologi (Ketut) menyelamatkan para Asia tersebut.

2. Teori Postcolonial

Teori Postcolonial adalah postmodernime dalam kritiknya atas kolonialisme. Teori ini berusaha memahami Eurocentrism, Imperialism dan proses kolonialisasi serta dekolonialisasi. Teori ini berusaha meneliti, memahami dan yang paling utama menghilangkan struktur sejarah yang dikreasi, dipelihara dan terus direproduksi dalam pengalaman kolonialisme. Para peneliti dalam teori ini juga mengkaji tentang neokolonialisme, yakni seperti kajian penggunaan kata negara dunia ketiga dan invasi budaya Amerika yang menjadikan negara timur sebagai Liyan. Teori ini fokus pada bagaiamana dunia barat melalui berbagai bentuk wacana menerima dan berbicara tentang dirinya dan negara – negara lain selain dirinya. Bicara di sini adalah pembicaraan tentang legitimasi struktur kekuatan tertentu dan penguatan kembali praktik kolonialisme atas negara – negara tersebut (Stephen, 2005: 331 – 332).

Teori Postcolonialism tidak mengacu pada teori tunggal, melainkan mengacu pada teori – teori yang diistilahkan dengan ‘postcolonial theories’. Istilah post- di sini mengacu pada beyond (melampaui), yang mengandaikan adanya pengakuan atas sekaligus upaya mengatasi continuing effects dari kolonialisme (Budiawan, 2010:vii). Postcolonialism menandai masa di mana dominasi terhadap masyarakat postcolonial masih berlangsung meskipun masa kolonialisme telah usai. Keberlangsungan kolonialisme ini bersifat lintas waktu dan seringkali dideskripsikan sebagai sebuah neo-kolonialisme, atau dengan kata lain sebuah keberlanjutan dari imperialisme yang terjadi akibat sebagian besar kaum kolonial masih tetap menjadi ‘orang yang sama’ yang menjajah dalam wajah dan tampilan yang berbeda (Ramutsindela, 2003:1; Sutrisno dan Putranto, 2004: 123).

(8)

3. Teori Hegemoni

Hegemoni adalah dominasi dari ideologi yang salah atau cara pikir yang menutupi kondisi yang sebenarnya. Ideologi dominan tersebut memiliki ketertarikan untuk menguasai budaya tertentu dan media memainkan peranan terbesar dalam proses ini. Teori Hegemoni dapat berada dalam kajian kritis dan juga dalam kajian budaya. Perbedaannya, dalam kajian kritis teori ini mengacu pada dominasi suatu kelas/kelompok terhadap kelompok lain, sedangkan dalam kajian budaya, hegemoni mendesain dominasi seperangkat ide atas ide lainnya (Stephen, 2005: 292 – 293).

Dalam kajian teoritis ini, teori hegemoni berada dalam ranah kajian budaya. Teori Hegemoni menggunakan kekuatan media untuk mendominasi ide lainnya. Selama ini film Hollywood merupakan media mainstream yang menyalurkan gagasan – gagasan barat ke seluruh dunia. Media memiliki pengaruh besar dalam membentuk gagasan dalam benak penontonnya. Misalnya saja, film Hollywood selalu menggambarkan timur tengah sebagai wilayah rawan konflik, sering terjadi perang. Akibatnya orang negara lain cenderung mengidentikan timur tengah sebagai wilayah perang. Padahal timur tengah tidak selalu berperang, mereka hidup biasa seperti negara lain. Hal tersebut yang kemudian memberikan gagasan salah dalam benak penontonnya.

Dalam film Eat Pray Love, gagasan akan kekuatan ekonomi, modernitas teknologi dan kemajuan pandangan dikemas menjadi sebuah aksi patriotik Liz. Aksi tersebut merupakan hasil gagasan ideologi barat tentang kekuatan mereka atas dunia timur yang dianggap Liyan. Penyampaian gagasan dalam bentuk aksi patriotik tersebut kemudian akan membentuk makna pesan positif dalam benak orang yang menonton. Mereka yang menonton akan mengamini perbuatan Liz sebagai perbuatan baik dan tertanam dalam benak mereka bahwa barat lebih maju pandangannya, lebih modern penggunaan teknologinya dan kekuatan ekonominya sangat kuat, sehingga persoalan – persoalan yang dianggap rumit di dunia timur dapat diselesaikan dengan mudah oleh mereka. Gagasan tersebutlah yang merupakan bentuk teori hegemoni yang memanfaatkan film Hollywood sebagai medianya.

b. Analisa Sumber Sekunder

Peneliti tentang orientalisme dalam Eat Pray Love sebelumnya pernah dilakukan melalui presentasi NPR dan jurnal penelitian komunikasi dalam ICA Conference. Penelitian keduanya menjelaskan tentang bagaimana Eat Pray Love masih berbau orientalisme. Perbedaan dengan kajian teoritis ini adalah bahwa kajian ini hanya akan difokuskan pada posisi Liyan sebagai dependent. Berdasarakan penelitian sebelumnya, terdapat 4 karakter yang memperkuat orientalisme yakni Tulsi, Wayan, Ketut dan Pembantu Ketut. Namun dalam kajian ini akan diambil 3 tokoh saja yakni Tulsi, Wayan dan Ketut yang merupakan tokoh yang menunjukan bagaimana Liyan dibantu.

1. Tulsi

(9)

2. Ketut

Berdasarkan NPR bahwa ketika penonton diajak mempercayai adanya persahabatan antara Liz dan Ketut maka sebenarnya karakter Ketut adalah guyonan. Dalam film, Pria Bali yang mana dijadikan sebagai guru spiritual oleh Liz digambarkan sebagai seorang pria ompong yang bahasa inggrisnya dibuat-buat dan tersendat-sendat. Dalam satu poin di film, Liz bercanda dengan temannya bahwa pria tersebut tampak seperti Yoda, tokoh di Star Wars. Meskipun memperoleh peran besar dalam film, Ketut secara dominan hanya muncul sebagai tokoh yang memfasilitasi pertumbuhan jiwa Liz. Salah satu cara menunjukan dominasi orientalisme adalah angle kamera yang dibuat menyorot dari bawah saat merujuk ke Ketut dan dilihat ke atas saat merujuk pada Liz. Jika hal tersebut disebabkan karena perbedaan tinggi, sangat tidak masuk akal karena saat berada di Italia, teman Swedia Liz memiliki tinggi yang sama dengan Ketut namun sorot kamera tidak diperlakukan sama dengan Ketut dan Liz. 3. Wayan

Fenomena angle kamera yang sama dan pandangan mata terjadi pada karakter Wayan. Saat Liz menyerahkan amplop bantuan dana, angle kamera membuat seolah Liz berada di atas dan menyorot Wayan yang jauh di bawah. Wayan dibuat menjadi sama dengan status bawahan. Wayan adalah seorang wanita dukun tradisional menjadi kasus charity yang dilakukan oleh Liz. Liz mengadakan penggalangan dana untuk membantu Wayan membangun rumah. Sebenarnya penceritaan tersebut tidak ada di buku. Sekali lagi, sama dengan Tulsi. Bahwa ada upaya menunjukan wanita kulit putih membantu wanita kulit cokelat dari pria kulit cokelat ( Spivak, 1988; Mohanty, 1988).Wayan disiksa oleh suaminya, kehilangan segalanya dalam pernikahan dan hukuman sosial tampaknya membuat wacana penyelamatan menjadi semakin efektif. Disebut juga dengan System Of Truths (Said, 1978: 204)

Berdasarkan data sekunder diperoleh bagaimana tokoh – tokoh tersebut digambarkan dalam film. Penggambaran cenderung tidak seimbang dan dinyatakan adanya upaya menjadikan Liyan sebagai Dependent.

c. Analisa Script

Dalam penggambaran Liyan sebagai dependent, maka selain berdasarkan dukungan data sekunder di atas perlu dilakukan analisa naskah film Eat Pray Love. Naskah yang akan dianalisa adalah potongan dialog yang digunakan saat muncul interaksi antara tokoh Tulsi – Ketut – Wayan dengan Liz. Berikut analisa naskah masing – masing tokoh saat berinteraksi dengan Liz:

1. Tulsi

SCENE 1

Situasi: Liz dan Tulsi bertemu saat bertugas mengepel lantai ruang berdoa

Tulsi : Is there anything in this world skinnier than an lndian teenage boy? l'm Tulsi.

Liz : Liz

Where are you from?

Tulsi The next town. My parents have been devotees of the guru for many years. We spend a lot of time here.

But...

...they are trying to marry me off. That's the custom.

Liz : That's not what you want? Tulsi : No way. lt sucks.

(10)

No one in my family understands my coming all the way to India.

Do you ever look at them and wonder, "What am I doing in this family?" Liz : You have no idea.

Dalam percakapan tersebut Tulsi mengawali perkenalan dengan melakukan sindiran terhadap fisik anak laki – laki India. Lalu setelah menyebutkan nama ia langsung dengan terbuka mengungkapkan bagaimana nasibnya yang menjadi korban perjodohan tradisi India. Ia memiliki mimpi sebagai wanita karier, seorang psikolog seperti Guru Gita. Dalam percakapan tersebut dapat ditafsirkan pesan bahwa wanita Liyan kurang progresif dibandingkan sikap liberal kemerdekaan wanita barat yang diklaim dan diwujudkan dalam budaya barat. Dalam naskah tersebut Liz hanya 4 kali angkat bicara: saat memperkenalkan diri, menanyakan asal Tulsi, bertanya pendapat Tulsi tentang pernikahan tersebut dan pendapat atas pertanyaan Tulsi. Sedikitnya kalimat Liz dan pandangan yang diberikan Liz pada Tulsi menunjukan adanya ketidaktertarikan. Tulsi digambarkan jauh lebih bersemangat dibandingkan Liz terhadap Tulsi. Selama bercerita, Tulsi melihat ke arah Liz secara penuh dan berhenti mengepel. Sebaliknya, Liz mendengarkan tanpa memperhatikan 100%, hanya sesekali menoleh dan tetap melakukan pekerjaannya.

SCENE 2

Situasi : Liz dan Tulsi makan siang bersama di bangsal ruang makan

Tulsi : It is most commendable that you ended your marriage. You seem like such a happy, free person now.

Liz : I think my ex-husband would describe me as selfish. Tulsi : You mustn't be angry with yourself or disappointed.

You don't have to make children or be married to have a family. Richard : Oh, man. They got mosquitoes here big enough...

...to stand flat-footed and screw a chicken. Tulsi : l love you.

Liz, have you met... Richard : ...Richard from Texas? Liz : Hello, Richard from Texas.

Percakapan Liz dan Tulsi berikutnya masih menunjukan bagaimana pandangan Tulsi terhadap pernikahan. Tulsi digambarkan mencintai kebebasan, menganggap pernikahan sebagai kungkungan. Sekali lagi Liz digambarkan tidak banyak bicara dan tidak 100% menanggapi setiap perkataan Tulsi. Sama dengan kondisi scene perkenalan dimana Tulsi bercerita seraya memandang ke arah Liz, dalam scene ini kembali Liz sibuk makan dan tidak menanggapi serius pembicaraan Tulsi. Sementara Tulsi berhenti makan dan berbicara dengan penuh semangat.

SCENE 3

Setting: Setelah pernikahan Tulsi. Di depan meja sembahyang, antara Liz dan Tulsi

Liz : I owe you a wedding gift. I didn't know what was appropriate. I wanted to tell you l've been...

...dedicating my Guru Gita to you.

Imagining you happy is what got me through it. Tulsi : What did it look like...

...when I was happy?

Liz : I imagine you and Rijul...

(11)

at each other...

...with love and kindness.

Percakapan tersebut berada di scene akhir persahabatan antara Liz dan Tulsi. Liz kali ini membuka pembicaraan terlebih dahulu, namun tetap Tulsi menjadi pihak yang mencari Liz. Upaya Tulsi untuk selalu mendekati Liz pertama menunjukan adanya kesan ‘devotion’ dari Tulsi terhadap Liz yang digambarkan tidak setertarik Tulsi. Liz mendoakan Tulsi. Yang mengganjal adalah kalimat dorongan Liz tersebut ditanggapi dengan senyuman lega Tulsi, seolah Liz berhasil meyakinkannya akan kebahagiaan yang akan ia peroleh. Liz digambarkan sebagai wanita ‘maha tahu’. Tulsi menjadikan Liz sebagai yang lebih memahami, yang lebih mengerti dan lebih tahu. Karenanya saat Liz mengatakan demikian, dengan mudah Tulsi menyatakan rasa terima kasihnya.

Pada scene sebelumnya, saat Tulsi sedang didandani untuk upacara pernikahan, tampak scene Liz yang didandani dengan busana India. Tulsi dan Liz dari jauh saling bertukar pandang. Tulsi nampak membutuhkan dukungan dan ketakutan, mengharapkan penenangan dari Liz. Pandangan tersebut disambut pandangan menenangkan dari Liz, ia menenangkan Tulsi dengan menganggukan kepala sedikit sembari memejam sejenak.

Selanjutnya dilanjutkan ke pesta pernikahan dimana seluruh pengunjung pesta menari bersama mempelai, Tulsi lagi – lagi melemparkan pandangan ke arah Liz, seolah tengah meminta pertolongan. Kali ini Liz balas memandang Tulsi dengan pandangan sedih dari jauh seraya mengingat saat pesta pernikahannya dulu.

Dari beberapa scene tersebut menggambarkan persahabatan antara Liz dan Tulsi yang tidak sama dengan persahabatan antara Liz dengan wanita Swedia yang ia temui sebelumnya di Italia. Wanita Swedia tersebut digambarkan sejajar, mereka tertawa bersama dan pembicaraan berlangsung seimbang. Liz dan wanita swedia tersebut bergurau dan melakukan hal – hal layaknya teman lama. Sedangkan Tulsi dan Liz tidak demikian.

2. Ketut

SCENE 1

Situasi: Liz bertemu pertama kali dengan Ketut di pendopo rumah Ketut

Liz : I'm Liz Gilbert. I'm writing a magazine article on Bali. I wanted to meet a medicine man.

Everyone said I should meet Ketut Liyer. Am l in the right place?

Wait.

l mean, here I am with a ninth-generation medicine man... ...and what do I wanna ask him about?

Getting closer to God?

Saving the world's starving children? (monolog) Ketut : Happy to see you. l am Ketut Liyer.

Liz : Nope. l wanna discuss my relationship (monolog) Ketut : You are a world traveler.

You will live a long time...

...have many friends, many experiences. You will have two marriages.

One long, one short.

Liz : Am l in the long one or the short one?

(12)

Also you will lose all your money. I think in next six to 10 months. Don't worry.

You will get it all back again. And you will come back to Bali...

...and live here for three or four months and teach me English.

I never had anybody to practice my English with. And then...

l will teach you everything l know.

Demikian cuplikan pertemuan pertama antara Liz dan Ketut. Pertemuan tersebut terjadi di awal film. Dalam percakapan tersebut tergambarkan situasi dimana seseorang dengan mudah terbuka kepada Liz. Sama dengan Tulsi yang langsung membuka percakapan tentang masalah pribadinya yang dijodohkan, dalam scene pertemuan Liz dan Ketut, sekali lagi digambarkan Ketut yang langsung meminta Liz membantunya mengajari bahasa inggris seperti seseorang yang sudah kenal lama. Selain itu ada adegan dimana Ketut menarik tangan Liz seusai memperkenalkan diri. Padahal bukan kebiasaan masyarakat Indonesia untuk langsung menyentuh orang yang baru kenal. Selain itu sekali lagi angle kamera menyorot dari atas saat merujuk pada Ketut dan sebaliknya saat merujuk pada Liz.

SCENE 2

Situasi: Liz dan Ketut bertemu kembali di pendopo rumah Ketut

Liz : Hello, Ketut.

Ketut : I'm very happy to meet you.

You are a world traveler.

Liz : No, I came to see you about a year ago.

Ketut : You girl from California?

Liz : No, I girl from New York.

Ketut : Don't remember.

Liz : Well, you told me I should come back here to Bali. You said I could help you with your English... ...and you would teach me the things that you know. You gave me this.

Ketut : Okay.

You. You. l remember you.

Liz : Oh, good.

Ketut : You sad girl from New York.

Liz : Yes.

Ketut : You Liss. You came back.

Liz : l came back.

Ketut : You, you, you.

Liz : Me, me, me.

Ketut : So long ago we meet.

Last time, you have too much worry, too much sorrow. Last time, you look like sad old woman.

(13)

Why so different?

Liz : Well...

...a lot of things, really.

But l was in Rome for four months, just feeding myself... ...and then I went to live at an ashram in lndia.

Ketut : Now, we put together.

Liz : Exactly. That's why l'm here.

Ketut : Good for that.

Pembantu Wayan : What'd you give him?

Liz : Do you still want me to help you with your English?

Ketut : English later, Liss.

First, better idea.

Liz : How old are these?

Ketut : From grandfather.

Very important spells. Also mantras, cures. Thousand years' worth.

All I have, all l know, right here. You copy for me?

Liz : Absolutely. l can go to town

and take these--

Ketut : No. You don't take.

You copy here, better, Liss. I take a nap now. l very old.

Liz : How old are you, Ketut?

One hundred and one... ...or maybe 64.

Don't remember

Dialog tersebut menunjukan kembali bagaimana Ketut dengan mudah dekat dengan Liz dan meminta tolong sesuatu. Mengingat mereka baru saja bertemu kembali seharusnya kepercayaan tidak dengan mudah terbentuk, namun Ketut dengan mudah menyerahkan kertas – kertas mantra yang adalah warisan turun-temurun keluarganya yang berharga. Yang bahkan terlalu berharga hingga tidak boleh dibawa keluar, namun dapat dengan mudah diserahkan kepada orang asing yang dikenal sebentar saja.

SCENE 3

Situasi: Pepisahan di pendopo rumah Ketut

Liz : For you.

A goodbye gift. Ketut.

Ketut : Liss...

...you healed me.

Liz : You healed me too, Ketut.

If it wasn't for you, I wouldn't have come back to Bali... ...and l wouldn't have come back to myself.

Pembantu Ketut : You want coffee? Roast pig?

(14)

Pembantu Ketut : I get you coffee.

Ketut : You fly back to America soon?

Liz : In two hours.

Have you ever been on an airplane, Ketut? Ketut : Ketut cannot fly on aeroplane.

Ketut have no teeths. You are good friend to me. You are like daughter. When I die...

...you will come back to Bali? Come to my cremation?

Balinese cremation ceremony is very fun. You will like it.

Liz : Okay.

Ketut : You still smile with your liver, like l tell you?

Liz : Yes.

You still meditate like your guru in India teach you?

Liz : Yes.

Ketut : You happy now with God?

Liz : Yes.

Ketut : You love your new boyfriend?

Liz : I ended it.

Percakapan tersebut merupakan yang terakhir antara Liz dan Ketut sekaligus menjelang penutup film Eat Pray Love. Situasinya Liz hendak pamit pulang. Ia menyerahkan buku hasil fotokopi yang diminta oleh Ketut ia salin. Ucapan: ‘You healed me’ menunjukan

bagaimana hadiah salinan buku tersebut sangat berharga, hingga bersifat ‘menyembuhkan’. ‘Healed’ di sini disetarakan dengan ‘healed’ yang terjadi pada Liz atas bantuan Ketut. Liz memperoleh bantuan spiritual sedangkan Ketut memperoleh bantuan dengan bantuan teknologi fotokopi. Spiritual menjadi milik Liyan sedangkan modernitas identik dengan barat.

3. Wayan

SCENE 1

Situasi: Liz menulis email kepada teman – temannya di negara maju dilanjutkan progress cerita film

Liz : (Monolog)

Dear friends and loved ones: My birthday's coming up soon.

If I were home, l'd be planning a stupid, expensive...

...birthday party and you'd all be buying me gifts and bottles of wine.

A cheaper, more lovely way to celebrate would be to... ...make a donation to help a healer

(15)

...a woman gets nothing, not even her children.

To gain custody of her daughter, Tutti, Wayan had to sell everything...

...even her bath mat, to pay for a lawyer. For years, they've moved from place to place.

Each time, Wayan loses clientele and Tutti has to change schools. This little group of people in Bali have become my family.

And we must take care of our families, wherever we find them. Today l saw Tutti playing with a blue tile she'd found in the road... ...near a hotel construction site.

She told me:

Tutti : Maybe if we have a house someday... ...it can have a pretty blue floor like this. When I was in Italy, I learned a word-- It's "tutti" with double T.

--which in ltalian means "everybody." So that's the lesson, isn't it?

When you set out in the world to help yourself... ...sometimes you end up helping Tutti.

Wayan : Tell me again.

Liz : Eighteen thousand American dollars. I brought you the e-mails to look at. Wayan : Oh, my God.

We get a house.

It can be the house for everybody! I can have a pharmacy!

I can have a library!

Dalam monolog Liz saat menulis email ada kalimat yang menyatakan:

If I were home, l'd be planning a stupid, expensive...

...birthday party and you'd all be buying me gifts and bottles of wine.

A cheaper, more lovely way to celebrate would be to... ...make a donation to help a healer

named Wayan Nuriyasih... ...buy a house in Indonesia.

Kedua kalimat tersebut adalah hal yang sangat kontras. Pesta ulang tahun yang MAHAL dan cara yang lebih MURAH untuk merayakannya. Dan diakhiri dengan membeli rumah di Indonesia. Hal tersebut menunjukan perbandingan ekonomi antara negara maju dan negara dunia ketiga. Seolah dikomparasikan harga rumah dengan harga sebuah pesta dan hadiah ulang tahun.

(16)

persoalan ekonomi Liyan. Bahwa nilai yang begitu besar bagi Liyan sebenarnya hanya seharga sebuah pesta ulang tahun.

Selain itu terdapat kalimat yang menyudutkan hukum di Indonesia terhadap wanita, yakni monolog berikut:

“ln Bali, after a divorce...

...a woman gets nothing, not even her children.”

Penggalan kalimat tersebut menggambarkan bagaimana wanita liyan tidak memperoleh haknya setelah bercerai. Ada makna tersirat bahwa wanita di barat tidak akan memperoleh perlakuan demikian. Selain itu wanita timur dianggap tidak setara dengan pria berdasarkan kalimat tersebut. Cara Liz menceritakan menunjukkan hal tersebut tidak terjadi di Amerika. Kalimat tersebut menunjukan upaya me’liyan’ kan Bali.

D. PENUTUP

Wacana Orientalisme ternyata masih kental dalam berbagai produk Amerika khususnya dalam hal ini adalah film Hollywood yang diadaptasi dari novel terkenal karya Eizabeth Gilbert ‘Eat Pray Love’. Dalam film tersebut, orientalisme salah satunya terjadi dengan menunjukan pihak negara dunia ketiga sebagai dependent. Dalam hal ini India dan Indonesia. Liz tokoh sentra dalam film tersebut menjadi tokoh yang melakukan tindakan patriotik dengan membantu tiga tokoh dalam film yakni Tulsi (India), Ketut dan Wayan (Indonesia).

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Bhabha, H. K. (1994). The location of culture. New York: Routledge.

Budiawan. (2010). Ambivalensi: Post Kolonialisme Membedah Musik Sampai Agama di Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra

Connolly, M. (2010, August 12). Eat pray love, film review. Slant Magazine.http://www.slantmagazine.com /film/review/eat-pray-love/4945.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). (2000). Handbook of Qualitative Research. New York: Sage Publications

Dow, Bonnie J. & Julia T. W ood. (2006). The SAGE Handbook of Gender and Communication. California: SAGE Publication, Inc.

Dyer, R. (2005). The matter of whiteness. In P. S. Rothenberg (Ed.), White privilege: Essential readings on the other side of racism (pp. 9-18). New York: Worth publishers.

Honeycutt, K. (2010, August 11). Eat pray love: Film review. The Hollywood Reporter.

Mask, M. (2010). Eat, pray, love, leave: Orientalism still big onscreen. NPR.

http://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=129254808. Accessed on May 5, 2011.

Mohanty, C. T. (1988). Under western eyes: Feminist scholarship and colonial discourses.

Feminist Review, 30, 65-88.

Ramutsindela, Maano. (2004). Parks and People in Postcolonial Societies: Experiences in Southern Africa. New York: Kluwer Academic Publisher Said, Edward. (1978). Orientalism. New York: Pantheon.

Spivak, G. C. (1988). Can the subaltern speak? In C. Nelson & L. Grossberg (Eds.), Marxism and the interpretation of culture (pp. 24-28). London: Macmillan.

Stephen W, Littlejohn & Karen A. Foss. (2005). Theories of Human Communication: Eighth Edition.CA: Wadsworth.

Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto (eds.). (2004). Hermeneutika Pascakolonial: Soal Identitas. Yogyakarta: Kanisius

Rujukan data sekunder:

The Punitive Theater of the Western Gaze: Staging Orientalism in Eat Pray Love. Visual Communication Studies Division ICA Conference 2012

Sumber Internet:

http://en.wikipedia.org/wiki/Eat,_Pray,_Love

http://www.hollywood.com/news/boxoffice/7097176/julia-roberts-vs-eric-roberts-at-box-office/diunduh tanggal 1 Agustus 2013 pukul 20:57

http://www.metacritic.com/movie/eat-pray-love

Gambar

Gambar 1  Sumber: http://www.metacritic.com/movie/eat-pray-love

Referensi

Dokumen terkait

perubahan kualitas lingkungan dari waktu ke waktu. Prakiraan dampak dilakukan secara cermat mengenai besaran dampak penting dari aspek biogeofisik-kimia, sosial, ekonomi,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh pemotongan hijauan yang disuplementasi dengan silase daun singkong atau konsentrat terhadap respon

Tugas akhir dengan judul “ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN Cu (TEMBAGA) DENGAN VARIASI (7%, 8%, 9%) PADA PADUAN Al-Si (Alumunium-Silikon) TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS” ini

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG JASA Gd. Tunggala

Tumbuhan merupakan sumber berbagai senyawa metabolit sekunder yang berpotensi memiliki aktivitas antimalaria sehingga dapat dimanfaatkan dalam penelitian mengenai pengembangan

PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO PADA PEMBELAJARAN PIRANTI SENSOR AKTUATOR DI SMK NEGERI 1

iLi uid Diistal iis lay iLD ةيقرل باعيتسا تادرفما ماكلا ةراهم ةسردم عباسلا لصفلا ةبلطل ةيوناثلا ةيماسإا راد وجراوديس وراو مولعلا ٬ اذ ةيفلخو سيردت ي اوبصع

Aspek yang dibahas dalam analisis kelayakan investasi dari penelitian ini adalah aspek pasar, aspek teknik, aspek manajemen, aspek lingkungan, aspek keuangan