RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH DOMBA JANTAN
DI DESA PETIR YANG DIBERI HIJAUAN YANG DIPOTONG
DAN SILASE DAUN SINGKONG (
Manihot esculenta
sp.)
EKA JATMIKA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Jantan di Desa Petir yang Diberi Hijauan yang Dipotong dan Silase Daun Singkong (Manihot esculenta sp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
ABSTRAK
EKA JATMIKA. Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Jantan di Desa Petir yang Diberi Hijauan yang Dipotong dan Silase Daun Singkong (Manihot esculenta sp.). Dibimbing oleh ASEP SUDARMAN dan SRI SUHARTI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat terhadap respon fisiologis dan profil darah domba. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (4 perlakuan dan 4 kelompok) dengan 16 ekor domba umur 12 bulan dan rataan bobot awal 21.55 ± 2.02 kg. Perlakuan penelitian yaitu T0 (100% hijauan), T1 (100% hijauan yang dipotong-potong), T2 (80% hijauan yang dipotong-potong + 20% konsentrat), dan T3 (80% hijauan yang dipotong-potong + 20% silase daun singkong). Peubah yang diamati yaitu respon fisiologis meliputi frekuensi respirasi, denyut jantung, suhu rektum dan profil darah meliputi hemoglobin, hematokrit, eritrosit, dan leukosit. Data diuji menggunakan analisys of variance (ANOVA). Hasil penelitian menunjukan bahwa suplementasi silase daun singkong atau konsentrat sebesar 20% sangat nyata meningkatkan (P<0.01) frekuensi respirasi pada pagi dan siang hari juga meningkatkan denyut jantung pada siang hari. Suplementasi silase daun singkong atau konsentrat tidak mempengaruhi suhu rektum, eritrosit, hematokrit dan hemoglobin domba. Pemotongan hijauan sangat nyata meningkatkan (P<0.01) jumlah leukosit. Pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong dapat diberikan dengan memperhatikan waktu pemberian pakan.
Kata kunci : domba, profil darah, respon fisiologis, silase daun singkong
ABSTRACT
EKA JATMIKA. Physiological Response and Blood Profile of Sheep in Petir Village which given a chopped forage and Cassava Leaves Silage (Manihot esculenta sp.). Supervised by ASEP SUDARMAN and SRI SUHARTI.
The purpose of this study was to analyze the effect of chopped forage with suplementation of cassava leaves silage or concentrate in physiological response and blood profile of sheep. This study used a completely randomized block design (4 treatments and 4 groups) using 16 sheeps of 12 months old with average body weight 21.55 ± 2.02 kgs. The treatments were TO (100% forage), T1 (100% forage chopped), T2 (80% forage chopped + 20% concentrate), and T3 (80% forage chopped + 20% silage cassava leaves). The variables observed were pshyiological responses such as respiration, heart rate, and rectal temperature, and blood profile include haemoglobin, hematocrit, erythrocytes, and leucocyte. Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA). The results showed that suplementation of cassava leaves silage or concentrate 20% very significant increased (P<0.01) of respiration frequency at morning and at noon also increased heart rate at noon. Suplementation of cassava leaves silage or concentrate did not affect rectal temperature, erythrocyte, hematocrit and hemoglobin of sheep. The Chopped of forage very significant increased the leukosit. The Chopped of forage with suplementation of cassava leaves silage could be given regard with management time feeding.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH DOMBA JANTAN
DI DESA PETIR YANG DIBERI HIAJUAN YANG DIPOTONG
DAN SILASE DAUN SINGKONG (
Manihot esculenta
sp.)
EKA JATMIKA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Jantan di Desa Petir yang Diberi Hijauan yang Dipotong dan Silase Daun Singkong (Manihot esculenta sp.)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi informasi tentang respon fisiologis dan profil darah domba lokal di Desa Petir yang diberi hijauan yang dipotong dan silase daun singkong (Manihot esculenta sp.).
Pemilihan topik tersebut dikarenakan adanya kendala yang dihadapi peternak yaitu rendahnya kualitas hijauan, ketersediaan hijauan yang fluktuatif dan mahalnya harga konsentrat. Solusi untuk kendala-kendala tersebut adalah dengan suplementasi silase daun singkong. Silase daun singkong memiliki protein yang tinggi dan memiliki daya simpan yang relatif lama, sehingga dapat mengatasi rendahnya kualitas hijauan dan ketersediaan hijauan yang fluktuatif. Selain itu perbaikan sifat fisik pakan juga dapat dilakukan melalui pemotongan hijauan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat terhadap respon fisiologis dan profil darah domba.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Lokasi dan Waktu 2
Materi 2
Ternak 2
Kandang dan Peralatan 2
Pakan 2
Bahan Analisis Darah 3
Prosedur 3
Pembuatan Silase Daun Singkong 3
Persiapan dan Pemeliharaan Domba 3
Pengukuran Respon Fisiologis 3
Pengambilan Darah 3
Pengukuran Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit 4
Analisis Jumlah Eritrosit dan Leukosit 4
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 5
Rancangan Percobaan 5
Perlakuan 5
Analisis Data 5
Peubah yang Diamati 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Keadaan Umum 5
Pengaruh Perlakuan Terhadap Respon Fisiologis Domba 6
Suhu Rektum 6
Frekuensi Respirasi 8
Denyut Jantung 9
Pengaruh Perlakuan Terhadap Pofil Darah Domba 10
Eritrosit 10
Hemoglobin 11
Hematokrit 11
Leukosit 11
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 15
RIWAYAT HIDUP 19
DAFTAR TABEL
1 Komposisi pakan dan kandungan zat makanan ransum perlakuan (%BK) 2
2 Rataan suhu dan Kelembaban didalam kandang 6
3 Rataan respon fisiologis domba 7
4 Rataan profil darah domba 10
DAFTAR GAMBAR
1 Rataan suhu rektum harian domba 7
2 Rataan frekuensi respirasi harian domba 9
3 Rataan denyut jantung harian domba 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam frekuensi respirasi pagi 15
2 Hasil uji Duncan frekuensi nafas pagi 15
3 Hasil analisis ragam frekuensi respirasi siang 15
4 Hasil uji Duncan frekuensi nafas pagi 15
5 Hasil analisis ragam frekuensi respirasi sore 15
6 Hasil analisis ragam denyut jantung pagi 16
7 Hasil analisis ragam denyut jantung siang 16
8 Hasil uji Duncan frekuensi nafas pagi 16
9 Hasil analisis ragam denyut jantung sore 16
10 Hasil analisis ragam suhu rektum pagi 16
11 Hasil analisis ragam suhu rektum siang 17
12 Hasil analisis ragam suhu rektum sore 17
13 Hasil analisis ragam jumlah eritrosit 17
14 Hasil analisis ragam hematokrit 17
15 Hasil analisis ragam hemoglobin 17
16 Hasil analisis ragam leukosit 17
1
PENDAHULUAN
Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang cukup diminati oleh peternak di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan domba mampu beradaptasi pada daerah tropis sehingga relatif mudah untuk dipelihara. Peternakan domba di Indonesia sebagian besar merupakan peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sebagai usaha sampingan (Batubara 2014). Kendala yang sering dihadapi oleh peternak saat ini adalah rendahnya kualitas rumput dan ketersediaan hijauan yang fluktuatif menyebabkan produktivitas domba menjadi rendah. Oleh karena itu perlu digunakan pakan alternatif yang murah, terjamin ketersediaannya dan bernilai nutrisi tinggi sehingga dapat mensuplementasi penggunaan rumput.
Salah satu pakan alternatif yang dapat digunakan untuk suplementasi rumput adalah daun singkong (Manihot esculenta sp.). Badan Pusat Statistik (2014) mencatat luas panen tanaman singkong di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1 061 254 ha dengan produksi daun singkong mencapai 0.92 ton ha-1 tahun-1 bahan kering (Lebdosukoyo 1983). Tingginya produksi daun singkong tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak.
Daun singkong mengandung protein kasar sebesar 21-24% sehingga dapat dijadikan sebagai pakan sumber protein (Sokerya dan Preston 2003). Tingginya nutrien dan ketersediaannya yang cukup melimpah dapat dipertahankan melalui teknologi silase. Pembuatan silase bertujuan untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan sehingga dapat mengatasi rendahnya kualitas hijauan dan ketersediaan rumput yang fluktuatif karena daya simpan silase yang relatif lama. Selain itu Noveanto (2013) melaporkan bahwa pengolahan daun singkong menjadi silase dapat menurunkan kandungan HCN (Hydrocyanic acid) dalam daun singkong sebesar 78.67% sehingga lebih aman untuk pakan ternak.
Manajemen pemberian pakan pada ternak selain dapat diperbaiki melalui suplementasi juga dapat diperbaiki melalui perubahan bentuk fisik. Peternak di Desa Petir biasa menggunakan daun ubi jalar (Ipomoeae batatas) sebagai pakan disaat ketersediaan rumput terbatas. Bentuk daun ubi jalar yang merambat dapat diperbaiki melalui pemotongan. Pemotongan hijauan bertujuan untuk mengurangi bentuk fisik pakan agar lebih mudah dikonsumsi ternak dan dapat mengurangi cekaman panas pada tubuh domba. Utomo dan Soejono (1987) menyebutkan bahwa pengurangan ukuran bahan pakan dapat meningkatkan konsumsi dan menurunkan heat increament karena berkurangnya ruminasi.
Pemberian pakan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat dan dengan bentuk fisik yang berbeda dapat mempengaruhi respon fisiologis ternak. Respon fisiologis yang tidak normal menandakan adanya gangguan terhadap kesehatan ternak dan dapat berpengaruh terhadap produktivitasnya. Kesehatan ternak yang terganggu dapat dilihat melalui gambaran darahnya (profil darah). Sonjaya (2012) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi gambaran darah salah satunya adalah kualitas pakan.
2
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan rakyat Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Analisis profil darah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Penelitian terdiri atas pemeliharaan dan pengamatan peubah dari bulan September sampai dengan Desember 2014.
Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan domba lokal jantan berumur sekitar 12 bulan sebanyak 16 ekor dengan rataan bobot badan awal 21.55 ± 2.02 kg.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Termometer bola basah dan kering dipasang untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang. Peralatan lain yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan kapasitas 50 kg dan timbangan digital kapasitas 500 gram, stetoskop, termometer digital, tabung vacutainer yang berisi EDTA sebagai antikoagulan darah, sentrifuge, microhematokrit reader, tabung sahli, seperangkat pipet pengencer eritrosit dan leukosit, haemocytometer dan mikroskop.
Pakan
Pakan yang diggunakan adalah hijauan berupa rumput lapang atau daun ubi jalar (Ipomoea batatas) (dominan daun ubi jalar) yang dipotong-potong sepanjang 5-7 cm, silase daun singkong (Manihot esculenta sp.) dan konsentrat. Komposisi bahan pakan dan kandungan zat makanan ransum disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi pakan dan kandungan zat makanan ransum perlakuan (%BK)
Bahan Pakan Perlakuan
T0 T1 T2 T3
Hijauan (%) 100 100 80 80
Silase Daun Singkong (%) 0 0 0 20
Konsentrat (%) 0 0 20 0
Jumlah 100 100 100 100
Abu (%) 11.20 11.20 11.25 9.81
Protein Kasar (%) 17.72 17.72 16.65 19.14
Lemak Kasar (%) 2.00 2.00 2.47 2.25
Serat Kasar (%) 30.26 30.26 27.96 28.43
BETN (%) 38.82 38.82 41.67 40.36
Total Digestible Nutrient (%)* 56.72 56.72 59.21 60.80
*Perhitungan berdasarkan Hartadi et al. 1980; T0 = 100% hijauan tidak dipotong-potong; T1 = 100% hijauan yang dipotong-potong; T2 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% konsentrat; T3 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% silase daun singkong.
3
digunakan tersusun dari vitamin A 500 000 IU, vitamin D 100 000 IU, vitamin E 150 mg, vitamin B1 50 mg, vitamin B2 250 mg , vitamin B12 250 mcg, vitamin K
50 mg, Niacinamide 375 mg, Folic Acid 25 mg, Ca-d-Panthotenate 126 mg, Chlorine Chloride 5 000 mg, L-lysine 3 750 mg, DL-methionine 5 000 mg, Mg sulfat 1 700 mg, Fe sulfat 1 250 mg, Mn sulfat 2 500 mg, Cu sulfat 26 mg, Zn sulfat 500 mg, K Iodine 5 mg, dan Antioxidant & carrier qs.
Bahan Analisis Darah
Bahan yang digunakan untuk analisis darah yaitu HCl, aquadest, larutan Turk, dan larutan Hayem.
Prosedur
Pembuatan Silase Daun Singkong
Silase daun singkong dibuat dari bagian daun dan tangkai atas daun singkong yang dipotong-potong dengan ukuran panjang 3-5 cm. Daun singkong yang telah dipotong kemudian dilayukan selama ± 6 jam pada suhu ruang (27-28 oC). Daun
singkong yang telah layu dicampur dengan 5% molasses (Amalia 2010) sampai homogen dan dimasukkan ke dalam plastik dengan cara ditekan-tekan agar udara dalam plastik keluar dan tidak ada udara didalam plastik. Plastik diikat dan diplester rapat agar tidak ada udara yang masuk. Penyimpanan dilakukan selama kurang lebih 25 hari masa fermentasi untuk menghasilkan kualitas silase yang optimal.
Persiapan dan Pemeliharaan Domba
Bobot awal domba ditimbang pada awal penelitian untuk mengetahui jumlah pemberian pakan dan pengacakan domba, selanjutnya setiap domba dikandangkan di kandang individu. Sebelum perlakuan domba dicukur agar wool seragam, kemudian domba diberikan obat cacing untuk mencegah penyakit cacing pada domba. Ransum diberikan sebanyak 3.5% bobot badan. Penimbangan bobot badan domba dilakukan setiap satu minggu sekali. Air minum diberikan ad libitum. Frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sekitar pukul 07.30 WIB, 12.30 WIB dan jam 17.30 WIB. Pemeliharaan dilakukan selama 10 minggu dengan dengan 3 minggu masa adaptasi.
Pengukuran Respon Fisiologis
Pengukuran respon fisiologis dilakukan setiap 1 kali dalam seminggu selama 10 minggu. Respon fisiologis yang diukur meliputi: suhu rektum, frekuensi respirasi dan denyut jantung. Suhu tubuh diukur menggunakan termometer digital yang dimasukan kedalam rektum sedalam 3-5 cm. Termometer akan memberi sinyal alarm saat suhu tubuh ternak tealah terekam. Respirasi diukur dengan cara mendengarkan suara hembusan nafas dan melihat kembang kempisnya perut domba selama 1 menit. Denyut jantung diukur menggunkan stetoskop yang ditempelkan pada bagian dada sebelah kiri selama 1 menit. Pengukuran respon fisiologis dilakukan pada pagi (06.30 WIB), siang (11.30 WIB) dan sore hari (16.30 WIB).
Pengambilan Darah
4
jarum yang langsung terhubung pada tabung vacutainer yang berisi EDTA sebagai anti koagulan darah. Tabung kemudian diberi kode sesuai perlakuan. Tabung dimasukkan ke dalam cooling box yang telah berisi es batu dan ice gell sebagai pendingin dan selanjutya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis profil darah. Analisis profil darah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.
Penghitungan Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit
Larutan 0.01 N HCl diteteskan pada tabung sahli hingga tanda tera 0.1 (tera bawah). Sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga tanda tera 2.0 ml (tera atas). Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung Sahli hingga berubah warna coklat kehitaman. Aquadest ditambahkan sedikit demi sedikit sampai warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat pada kolom gram % yang tertera pada tabung hemoglobin (Sastradiprajadja dan Hartini 1989).
Penentuan nilai hematokrit dilakukan menggunakan metode mikrohematokrit. Darah dimasukkan ke dalam mikrokapiler hematokrit sampai 4/5 bagian pipa kapiler. Ujung mikrokapiler disumbat dengan crestaseal. Pipa-pipa kapiler ditempatkan dalam alat centrifuge, kemudian diputar dengan kecepatan 2500-4000 rpm selama 15 menit. Nilai hematokrit ditentukan dengan menggunakan alat baca microhematokrit reader. Dasar teorinya yaitu darah yang bercampur dengan antikoagulan dicentrifuge sehingga terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri atas butir darah merah yang diukur dan dinyatakan sebagai % volume dari keseluruhan darah (Sastradiprajadja dan Hartini 1989).
Analisis Jumlah Eritrosit dan Jumlah Leukosit
Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga tanda tera 0.5, kemudian larutan Hayem dihisap sampai tanda 101 yang tertera pada pipet eritrosit. Larutan dan darah dihomogenkan, setelah itu sampel diteteskan satu tetes ke dalam counting chamber (hemocytometer) yang sudah ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x. Menghitung eritrosit dalam counting chamber, digunakan kotak pada counting chamber yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian berikut : satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah, satu kotak pojok kiri bawah. Jumlah eritrosit yang didapat dari hasil perhitungan dikalikan 104 untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah (Sastradiprajadja dan Hartini 1989).
5
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 kelompok (berdasarkan bobot badan).
Perlakuan
T0: 100% hijauan tidak dipotong-potong T1: 100% hijauan dipotong-potong
T2: 80% hijauan dipotong-potong + 20% konsentrat
T3: 80% hijauan dipotong-potong + 20% silase daun singkong
Model matematika yang digunakan adalah (Steel dan Torrie 1993):
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij : nilai pengamatan perlakuan ke-i, blok ke-j
μ : rataan umum
αi : efek perlakuan ke-i
βj : efek blok ke-j
εij : galat perlakuan ke-i dan blok ke-j
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan apabila terdapat perbedaan nyata pada level P<0.05 dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie 1993).
Peubah yang Diamati
Respon fisiologis berupa suhu rektum, frekuensi respirasi, dan denyut jantung serta profil darah yang meliputi hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Rata-rata suhu di dalam kandang berkisar 22.40-30.40 oC dengan kelembaban
mencapai 84.4-91.9% seperti yang tercantum pada Tabel 2. Suhu paling tinggi terjadi pada siang hari (30.40 oC) dan paling rendah pada pagi hari (22.40 oC), sedangkan kelembaban paling tinggi terjadi pada pagi hari (91.90%) dan paling rendah pada siang hari (84.40%). Kelembaban yang tinggi tersebut dapat disebabkan karena Desa Petir berada didaerah daratan yang cukup tinggi sekitar 281 m diatas permukaan laut (BPS 2013).
6
hari suhu dalam kandang berada diatas suhu normal untuk domba. Yousef (1985) melaporkan bahwa suhu yang nyaman untuk domba berkisar antara 4-24 oC dengan kelembaban dibawah 75%.
Suhu dan kelembaban lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengaturan berbagai fungsi tubuh ternak (Isnaeni 2006). Pada suhu lingkungan yang tinggi domba akan mengalami beban panas yang cukup tinggi, sedangkan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan pelepasan panas pada domba terhambat (Awabien 2007). Rataan suhu dan kelembaban udara selama penelitian tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan suhu dan Kelembaban didalam kandang
Waktu Suhu (oC) Kelembaban (%)
Tingginya suhu dan kelembaban didalam kandang penelitian dapat berpengaruh terhadap fisiologis domba. Sudarman dan Ito (2000) melaporkan bahwa domba yang diberi pakan tinggi hijauan yang ditempatkan pada suhu lingkungan 30 oC mempunyai beban panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ternak yang ditempatkan pada suhu lingkungan 20 oC. Suprayogi (2006) menambahkan bahwa domba yang dipelihara di Hutan Pendidikan Gunung walat dengan kelembaban yang tinggi mencapai 96% mengalami gangguan respirasi berupa peningkatan resprasi sebanyak 29 kali menit-1.
Ternak dapat melepaskan panas dari dalam tubuhnya melalui beberapa cara salah satunya melalui mekanisme evaporasi (Isnaeni 2006). Evaporasi merupakan salah satu mekanisme pelepasan panas yang dilakukan oleh ternak untuk mengatur agar suhu tubuh ternak tetap dalam kondisi normal. Pelepasan panas secara evaporasi dapat dilakukan baik melalui peningkatan suhu rektum maupun peningkatan frekuensi respirasi.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Respon Fisiologis Domba
Suhu Rektum
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat tidak berpengaruh nyata terhadap suhu rektum domba baik pada pagi, siang, maupun sore hari. Rataan suhu rektum domba penelitian berkisar 38.39-38.70 oC pada pagi, 38.79-39.12 oC pada siang, dan 39.15-39.33 oC pada sore hari seperti yang tercantum pada Tabel 3. Hasil
tersebut menunjukan bahwa suhu rektum domba masih berada pada kisaran normal. Sonjaya (2012) menyebutkan bahwa suhu rektum domba dalam kondisi normal bervariasi antara 37.90-39.80 oC.
7
domba penelitian yang berada dalam kisaran normal. Termoregulasi merupakan proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan atau tidak mengalami perubahan suhu yang terlalu besar (Isnaeni 2006). Pengaruh pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat terhadap respon fisiologis tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan respon fisiologis domba
Parameter Perlakuan Waktu
T0 = 100% hijauan tidak dipotong-potong; T1 = 100% hijauan yang dipotong-potong; T2 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% konsentrat; T3 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% silase daun singkong; Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf berbeda (A, B, C) menunjukan berbeda sangat nyata (P<0.01).
Faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh ternak diantaranya pakan. Pemberian hijauan yang tinggi dalam ransum dapat menyebabkan terjadinya cekaman panas pada domba. Sudarman dan Ito (2000) melaporkan bahwa domba yang diberi pakan dengan proporsi tinggi hijauan dalam ransum memiliki temperatur vagina yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang diberi ransum dengan proporsi hijauan yang rendah. Respon suhu rektum domba penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Rataan suhu rektum harian domba
Suhu rektum domba mengalami peningkatan pada interval pagi menuju sore hari seperti yang terlihat pada Gambar 1. Hal tersebut dapat disebabkan karena suhu
8
yang tinggi didalam kandang. Pada suhu lingkungan yang tinggi (siang hari), pelepasan panas seekor ternak tidak sebanding dengan panas yang diterima sehingga suhu tubuh menjadi meningkat (Sunugawa et al. 2002), sedangkan kelembaban yang tinggi seperti yang terjadi pada sore hari dapat menyebabkan evaporasi lambat dan kehilangan panas ternak terhambat, sehingga selama penelitian suhu rektum domba pada sore hari cenderung tinggi.
Frekuensi Respirasi Domba
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat berpengaruh sangat nyata meningkatkan (P<0.01) frekuensi respirasi domba pada pagi dan siang hari. Rataan frekuensi respirasi domba selama penelitian berkisar 27.40-38.60 kali menit-1 pada pagi, 54.87-85.87kali menit-1 pada siang, dan 52.50-76.23 kali menit-1 pada sore hari seperti yang tercantum pada Tabel 3. Hasil rataan frekuensi respirasi tersebut lebih tinggi dibandingkan frekuensi respirasi normal sebesar 26–32 kali menit-1
(Frandson 1992). Hasil tersebut menunjukan bahwa domba mengalami cekaman panas. Silanikove (2000) menyebutkan bahwa domba yang mengalami stres panas sedang akan melakukan respirasi sebanyak 60-80 kali menit-1.
Perlakuan pemotongan hijauan menjadi ukuran yang lebih kecil (T1) tidak memberikan pengaruh berbeda dengan perlakuan hijauan tanpa pemotongan (T0), namun perlakuan T1 cenderung menunjukan rataan frekuensi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan T0. Hal tersebut menunjukan bahwa pemotongan hijauan dapat mengurangi cekaman panas pada domba. Menurut Utomo dan Soejono (1987) pemotongan bahan pakan menjadi ukuran yang lebih kecil mampu menurunkan heat increament karena berkurangnya ruminasi.
Pemberian suplementasi silase daun singkong atau konsentrat menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) terhadap domba yang diberi hijauan saja T0 dan T1 seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tingginya frekuensi respirasi pada domba T2 dan T3 baik pada pagi maupun siang hari dapat disebabkan karena tingginya kandungan zat makanan seperti protein kasar, BETN dan TDN dalam ransum. seperti yang tercantum pada Tabel 1. Kandungan protein kasar ransum T2 lebih rendah dibandingkan dengan ransum perlakuan lain terutama T3, namun domba T2 memiliki frekuensi respirasi yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena kandungan zat makanan BETN dan TDN yang tinggi. Selain itu konsentrat lebih mudah dicerna dalam tubuh ternak. Ternak cenderung lebih mudah memperoleh energi dari konsentrat dibandingkan dengan hijauan dengan kandungan energi yang hampir sama. Menurut Darmawan (2012) konsentrat merupakan bahan pakan yang mudah dicerna dalam tubuh ternak dan mempercepat metabolisme rumen.
Suplementsi konsentrat atau silase daun singkong dalam pakan memiliki kandungan zat makanan yang lebih baik dibandingkan pakan berupa hijauan saja. Kandungan zat makanan yang tinggi dapat meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh. Wuryanto et al. (2010) menyebutkan bahwa konsumsi nutren yg tinggi akan meningkatkan proses metabolisme tubuh sehingga panas tubuh yang dihasilkan akan lebih banyak.
9
melalui saluran pernafasan dan kulit. Suhu rektum domba selama penelitian tetap berada dalam kisaran normal, untuk menjaga keseimbangan panas tersebut domba melakukan mekanisme pembuangan panas melalui pernafasan dengan cara meningkatkan frekuensi respirasi. Isnaeni (2006) menambahkan bahwa pada saat laju metabolisme meningkat, kebutuhan oksigen dan pembentukan karbondioksida juga meningkat. Domba akan meningkatkan frekuensi respirasi untuk megurangi panas tubuh yang diterima dan mencukupi kebutuhan oksigen. Grafik rataan frekuensi respirasi harian domba dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Rataan frekuensi respirasi harian domb
Denyut Jantung Domba
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat berpengaruh sangat nyata meningkatkan (P<0.01) denyut jantung domba pada siang hari. Rata-rata denyut jantung domba selama penelitian berkisar 75.78-89.17 kali menit-1 pada pagi, 87.31-104.13 kali menit-1 pada siang, dan 97.17-107.20 kali menit-1 pada sore hari
seperti yang tercantum pada Tabel 3. Hasil rataan denyut jantung tersebut masih berada dalam kisaran normal. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) denyut jantung domba normal pada daerah tropis berkisar antara 70-80 kali menit-1.
Domba yang diberi suplementasi konsentrat atau silase daun singkong memiliki rataan denyut jantung yang tinggi pada siang hari apabila dibandingkan perlakuan lainnya seperti yang tercantum pada Tabel 3. Tingginya rataan denyut jantung pada domba perlakuan T2 dan T3 dapat disebabkan karena tingginya frekuensi respirasi pada domba T2 dan T3 dalam upaya pengaturan suhu tubuh agar tetap dalam kondisi normal. Frekuensi respirasi yang meningkat akan menyebabkan peningkatan denyut jantung karena jantung akan bekerja lebih cepat untuk mencukupi suplai oksigen dan mengalirkan darah ke tepi kulit untuk pelepasan panas tubuh agar keseimbangan panas tubuh terjaga (Ilma et al. 2007). Menurut Hafez (1968) peningkatan denyut jantung adalah salah satu upaya domba untuk membuang tambahan panas yang ada didalam tubuhnya melalui media cairan darah ke bagian perifer tubuh untuk dibuang keluar.
Selain dipengaruhi oleh perlakuan pakan, denyut jantung domba juga dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pada suhu rendah, denyut jantung tidak dipengaruhi oleh waktu pengamatan sedangkan pada suhu tinggi (siang hari) nyata mempengaruhi denyut jantung. Peningkatan denyut jantung pada siang hari
10
merupakan upaya domba dalam mengimbangi suhu lingkungan yang tinggi. Isnaeni (2006) menyatakan bahwa denyut jantung dipengaruhi oleh rangsangan kimiawi, prubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah, rangsangan panas, gerakan dan aktivitas otot. Rataan denyut jantung harian domba dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Rataan denyut jantung harian domba
Pengaruh Perlakuan Terhadap Profil Darah Domba
Pengaruh pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat dapat dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan profil darah domba
Parameter Perlakuan T0 = 100% hijauan tidak dipotong-potong; T1 = 100% hijauan yang dipotong-potong; T2 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% konsentrat; T3 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% silase daun singkong; Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf berbeda (A, B, C) menunjukan berbeda sangat nyata (P<0.01).
Eritrosit
11
Domba penelitian memiliki jumlah eritrosit sedikit dibawah kisaran normal. Jumlah eritrosit yang berada sedikit dibawah kisaran normal tersebut dapat disebabkan oleh ukuran sel darah merah pada domba. Tipe ukuran sel darah merah pada domba dapat diketahui melalui perhitungan Mean Corpuscular Volume (MCV). Perhitungan MCV digunakan untuk mengukur volume rata-rata dari sel darah merah dengan cara membagi hematokrit dengan sel darah merah. Sel darah merah dikategorikan berdasarkan ukurannya. Sel yang mempunyai ukuran kecil disebut mikrositik, sel yang mempunyai ukuran normal disebut normositik dan sel yang mempunyai ukuran besar disebut makrositik. Menurut Soeharsono (2010) nilai MCV pada domba normal berkisar 25-35 fl. Hasil perhitungan untuk domba penelitian memiliki kisaran MCV diatas 36-37 fl. Hal tersebut menunjukan bahwa domba penelitian mempunyai ukuran sel darah merah yang besar (makrositik) namun jumlahnya sedikit. Murray et al. (1995) menyebutkan bahwa pada hewan yang memiliki ukuran sel darah kecil akan memiliki jumlah sel darah yang banyak, sebaliknya pada hewan yang memiliki ukuran sel darah yang besar akan memiliki jumlah sel darah yang sedikit.
Hemoglobin
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan pakan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin domba. Rataan kadar hemoglobin domba penelitian berkisar 7.33-7.85 g 100 ml-1. Hasil tersebut berada dibawah kisaran normal. Kadar hemoglobin normal pada domba berkisar 9-15 g 100 ml-1 (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Rendahnya kadar hemoglobin domba penelitian dapat disebabkan oleh jumlah eritrosit domba yang berada dibawah kisaran normal. Sonjaya (2012) menyebutkan bahwa pada hewan normal, jumlah eritrosit sebanding dengan kadar hemoglobin dan hematokrit. Guyton (1997) menambahkan bahwa bila volume sel darah merah menurun maka pembentukan hemoglobin pada sumsum tulang belakang juga menurun karena sel darah merah yang dapat diisi oleh hemoglobin berkurang.
Hematokrit
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan pakan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai hematokrit domba. Rataan nilai hematokrit domba penelitian berkisar 29.00-31.75 %. Hasil tersebut masih berada dalam kisaran normal. Nilai hematokrit domba normal adalah 29%-45% (Smith dan Mangkiwidjojo 1988).
12
Leukosit
Hasil uji statistik menunjukan perlakuan pemotongan hijauan sangat nyata meningkatkan (P<0.01) jumlah leukosit domba. Berdasarkan Tabel 4 jumlah rata-rata leukosit domba penelitian berkisar 5.11-6.57 ribu mm-3. Hasil tersebut menunjukan bahwa jumlah leukosit domba penelitian masih berada dalam kisaran normal. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyebutkan bahwa jumlah leukosit pada domba normal berkisar 4-12 ribu mm-3.
Rataan jumlah leukosit yang paling tinggi ditunjukan oleh domba perlakuan T1 seperti yang tercantum pada Tabel 4. Menurut Sonjaya (2012) peningkatan jumlah sel darah putih dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kondisi atau kualitas pakan. Peningkatan jumlah leukosit pada domba T1 dapat disebabkan karena kandungan getah pada hijauan (daun ubi jalar) yang keluar karena proses pemotongan. Proses pemotongan hijauan dapat meningkatkan luas permukaan pakan dan mengeluarkan getah yang terkandung didalamnya. Getah yang keluar dari hijauan tersebut dapat digolongkan menjadi antigen atau benda asing bagi tubuh domba, sehingga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pada jumlah leukosit. Frandson (1992) menyebutkan bahwa leukosit merupakan sistem kekebalan tubuh yang aktif bila terjadi gangguan non spesifik. Fungsi utama sel darah putih adalah untuk mempertahankan tubuh dari benda asing. Sel darah putih akan menuju jaringan saat terjadi serangan benda asing dengan memanfaatkan darah perifer untuk mengantarkannya dari sumsum tulang menuju jaringan yang membutuhkan. Colville dan Bassert (2008) menambahkan bahwa aliran sel darah putih secara tetap berasal dari sumsum tulang akan masuk menuju jaringan sebagai usaha untuk mengontrol serangan benda asing dalam tubuh.
Sonjaya (2012) menyebutkan bahwa pada beberapa hewan mempunyai sifat yang karakteristiknya tidak dipunyai hewan lain dalam memberikan reaksi terhadap suatu rangsangan, sehingga mengakibatkan kenaikan jumlah sel darah putih yang berbeda pula. Jumlah leukosit domba penelitian masih berada dalam kisaran normal. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa domba penelitian dalam kondisi sehat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
13
Saran
Perlu adanya manajemen waktu pemberian pakan silase daun singkong. Silase daun singkong sebaiknya tidak diberikan pada siang hari agar domba tidak menerima panas ganda yaitu panas dari lingkungan dan panas dari hasil metabolisme pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia RN. 2010. Kajian silase daun singkong (Manihot esculenta) dengan berbagai zat aditif terhadap kecernaan in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Awabien RL. 2007. Respon fisiologis domba yang diberi minyak ikan dalam bentuk sabun kalsium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Batubara LP. 2003. Pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai ransum kambing potong. Lokakarya Nasional Kambing Potong [internet]. [Waktu dan tempat tidak diketahui]. Bogor (ID): Puslitbang
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia 2014. http://www.bps.go.id/. [20 Maret 2015].
Colville T, Bassert JM. 2008. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technician. Missouri (US): Elsevier.
DermawanW, Nugroho H, Rachmawati A. 2012. Heat tolerance coefficient (HTC)
value of young ewe’s ettawa crossbred’s (EC) goat before and after
concentrate feeding in highland area. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Srigandono,
Praseno K, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Guyton AC, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Irawati,
penerjemah. Jakarta (ID): EGC.
Hafez ESE. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Philadelphia (US): Lea and Febiger.
Hartadi HS, Reksohadiprodjo, Tillman AD. 1980. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Yogyakarta (ID). Gadjah Mada University Press.
Ilma MO, Kustono, Widyantoro. 2007. Status faali dan profil darah domba lokal jantan yang diberi pakan subtitusi tepung limbah udang fermentasi. Buletin Peternakan 31(4): 179-185.
Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Jakarta (ID): Kanisius.
Lebdosukoyo S. 1983. Pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang kebutuhan pakan ruminansia. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar; 1982 Des 6-9; Cisarua, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm 78-83.
Murray RK, Granner DK, Mayes Pa, Rodwel VW. 1995. Biokomia Harper. 24th
14
Noveanto I. 2013. Kecernaan nutrien, retensi nitrogen, dan sintesis protein mikroba pada domba yang mendapat substitusi konsentrat dengan silase daun singkong (Manihot esculenta sp.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sastradipradja D, Hartini S. 1989. Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): FKH –IPB. Silanikove N. 2000. Effects of heat stress on the welfare of extensively managed
domestic ruminants. J Livestock Production Sci. 67(2000):1–18.
Smith JB, Mankoewidjojo. 1988. Pemeliharaan. Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Soeharsono H. 2010. Fisiologi Ternak. Bandung (ID): Widya Padjajaran.
Sokerya S, Preston TR. 2003. Effect of grass or cassava foliage on growth and nematode parasite infestation in goats fed low or high protein diets in confinement. Livestock Research for Rural Development 15(8):47-54. Sonjaya H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pr. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: Bambang Sumantri, Edisi ke-2 cetakan ke-3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Umum.
Sudarman A, Ito T.2000. Heat production and thermoregulatory responses of sheep fed roughage propotion diets and intake levels when exposed to a high ambient temperature. Asian-Aust J Aanim Sci. 13(5):625-629.
Sujono A. 1991. Nilai hematokrit dan konsentrasi mineral dalam darah sapi Fries Holland pada lokasi limpahan vulkanik gunung Kelud, Jawa Timur. Karya Ilmiah. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Sunagawa K, Arikawa Y, Higashi M, Matsuda H, Takahashi H, Kuriwaki Z, Kojiya Z, Uechi S, Hongo F. 2002. Direct effect of a hot environment on ruminal motility in sheep. Asian-Aust J Aanim Sci. 15(6):859-865.
Suprayogi A, Astuti DA, Satrija F, Supriyanto. 2006. Physiological Status of sheep reared indoor system under the tropical rain forest climatic zone. Di dalam: Priosoeryanto BP, Suprayogi A, Tiuria R, Astuti DA, editor. Development of Animal Health and Production for Improving the Sustainablity of Livestock Farming in the Integrited Agriculture System; 2005 Jan 25-26; Bogor, Indonesia. Kassel (DE): Kassel University Press. hlm 1-5.
Utomo R, Soejono M. 1987. Pengaruh ukuran partikel pakan terhadap kecernaan. Tahun XI. No. 1. ISSN 0126-4400. Yogyakarta (ID): Buletin Peternakan Fakultas Peternakan UGM.
Wilson JA. 1979. Principle of Animal Phisiology. 2nd Edition. New York (US): Publisher.
Wuryanto IPR, Darmoatmojo LMYD, Dartosukarno S, Arifin M, Purnomoadi A. 2010. Produktivitas, respon fisiologis dan perubahan komposisi tubuh pada sapi jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein berbeda. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 Hal 331-338. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
15
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis ragam frekuensi nafas pagi
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 198.048 66.016 7.283 .015
Kelompok 3 38.423 12.808 1.413 .317
Galat 7 63.452 9.065
Total 13 331.017
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.
Lampiran 2 Hasil uji Duncan frekuensi nafas pagi
Perlakuan N Subset
1 2
T1 3 27.400
T0 4 30.375 30.375
T3 4 34.875 34.875
T2 3 38.600
Sig. .237 .066 .149
Lampiran 3 Hasil analisis ragam frekuensi respirasi siang
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 2237.958 745.986 10.444 .006
Kelompok 3 170.148 56.176 .794 .535
Galat 7 499.976 71.425
Total 13 2981.097
Lampiran 4 Hasil uji Duncan frekuensi nafas siang
Perlakuan N Subset
1 2
T1 3 54.867
T0 4 59.850
T3 4 80.700
T2 3 85.867
Sig. .465 .450
Lampiran 5 Hasil analisis ragam frekuensi respirasi sore
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 1096.086 365.362 2.903 .111
Kelompok 3 689.122 229.707 1.825 .230
Galat 7 880.865 125.838
16
Lampiran 6 Hasil analisis ragam denyut jantung pagi
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 394.244 131.415 3.035 .102
Kelompok 3 169.570 56.523 1.305 .346
Galat 7 303.117 43.302
Total 13 946.480
Lampiran 7 Hasil analisis ragam denyut jantung siang
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 897.166 299.055 13.272 .003
Kelompok 3 76.435 25.478 1.131 .400
Galat 7 157.33 22.533
Total 13 1182.984
Lampiran 8 Hasil uji Duncan denyut jantung siang
Perlakuan N Subset
1 2
T0 4 87.312
T1 3 87.433
T2 3 103.417
T3 4 104.125
Sig. .974 .851
Lampiran 9 Hasil analisis ragam denyut jantung sore
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 177.946 59.315 2.706 .126
Kelompok 3 249.238 83.074 3.790 .067
Galat 7 153.449 21.921
Total 13 588.477
Lampiran 10 Hasil analisis ragam suhu rektum pagi
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 .057 .019 .205 .890
Kelompok 3 .403 .134 1.437 .311
Galat 7 .654 .093
17
Lampiran 11 Hasil analisis ragam suhu rektum siang
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 .149 .050 1.026 .437
Kelompok 3 .184 .061 1.251 .362
Galat 7 .340 .049
Total 13 .764
Lampiran 12 Hasil analisis ragam suhu rektum sore
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 .062 .021 1.575 .279
Kelompok 3 .121 .040 3.090 .099
Galat 7 .091 .013
Total 13 .283
Lampiran 13 Hasil analisis ragam jumlah eritrosit
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 .153 .051 .034 .991
Kelompok 3 1.701 .567 .378 .772
Galat 7 10.504 1.501
Total 13 12.229
Lampiran 14 Hasil analisis ragam hematokrit
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 15.612 5.204 .593 .639
Kelompok 3 16.363 5.454 .622 .623
Galat 7 61.338 8.770
Total 13 91.429
Lampiran 15 Hasil analisis ragam hemoglobin
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 1.043 .348 .249 .859
Kelompok 3 1.337 .446 .320 .811
Galat 7 9.760 1.394
Total 13 11.829
Lampiran 16 Hasil analisis ragam jumlah leukosit
SK db JK KT Fhit Sig
Perlakuan 3 4.232 1.411 19.103 .001
Kelompok 3 1.656 .552 7.475 .014
Galat 7 .517 .074
18
Lampiran 17 Hasil uji Duncan jumlah leukosit
Perlakuan N Subset
1 2
T0 4 5.112
T2 3 5.233
T3 4 5.575
T1 3 6.567
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandung pada tanggal 23 April 1993. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Dadan Arifin dan Ibu Siti Asiah. Penulis menempuh pendidikan menengah di SMP Mekar Arum Bandung (2005-2008) dan SMAN 26 Bandung (2008-2011). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) Jalur Undangan dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.
Selama kuliah, penulis pernah mengikuti Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Paguyuban Mahasiswa Bandung (PAMAUNG) di IPB. Penulis juga menjadi anggota (2013) dan Ketua Departemen BOS BEM FAPET (2014) dan
anggota Perkusi Mahasiswa Peternakan (D’Ransum Percussion). Kepanitiaan yang
pernah diikuti, Ketua Acara Dekan Cup Fapet (2013), Penanggung Jawab Acara IPB-Day Dies Natalis IPB ke-50 (2014), dan Ketua Acara Dies Natalis Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) ke-32 (2014). Prestasi yang pernah dicapai penulis yaitu penerima dana judul PKM Kewirausahaan DIKTI (2013), Juara 2 Futsal TPB CUP (1012), Juara 2 Volly Dekan Cup (2013), Juara 2 perkusi SEMARAK BIDIKMISI (2013). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Integrasi Proses Nutrisi (2015). Penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Tegal pada Juli-Agustus 2014.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada papa (Dadan Arifin), mama (Siti Asiah) dan adik ( Ryan M. Alamsyah) yang selalu memberikan dukungan baik semangat, do’a, maupun finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sampai sejauh ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada DIKTI atas bantuan dana pendidikan dan penelitian melalui beasiswa BIDIKMISI.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Asep Sudarman, M Rur Sc dan Dr. Sri Suharti, S Pt M Si selaku pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, kesabaran, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS selaku dosen pembahas seminar pada tanggal 28 Mei 2015 dan sebagai penguji ujian sidang pada tanggal 7 Agustus 2015 bersama Dr. Ir. Heny Nur’aeni M Si.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Kusnadi selaku Ketua RT dan peternak domba di Desa Petir yag telah membantu selama penelitian, Pak Ujang yang membantu mengumpulkan daun singkong, Pak Darmawan yang telah membantu analisis di laboratotium. Terima kasih kepada rekan satu penelitian Ide R Puspitaning dan kepada Dhony Pratama serta Mugi Mira Lestari selaku rekan satu bimbingan.
20