• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zkisofrenia Dan pengobatan Paksa (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Zkisofrenia Dan pengobatan Paksa (1)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA MAGISTER HUKUM KESEHATAN

TUGAS MATA KULIAH BIOETIKA

INFORMED CONSENT PADA PENDERITA SKIZOFRENIA

Di Susun Oleh:

ACHMAD YASIR 15/39251/PHK/09080

(2)

A. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan hak asasi manusia sehingga setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyrakat yang setinggi tingginya dan dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan.1 Dalam Pasal 28 H ayat

(1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan.

Hubungan hukum antara dokter dan pasien dibangun atas rasa kepercayaan dari pasien terhadap dokter biasanya disebut istilah transaksi terapeutik.2 Transaksi terapeutik di dalamnya akan timbul sebuah janji

akan usaha penyembuhan, namun dalam masyarakat awam bahwa kesembuhanlah yang menjadi objek transaksi terapeutik ini. Tetapi pada hakikatnya yang menjadi objek adalah kesungguhan dari dokter dalam melaksanakan usaha penyembuhan dengan berdasarkan pada keilmuan yang dimiliki serta pengalaman untuk menyembuhkan pasien (isnpanningverbintenis) bukan kesembuhan pasien karna akan timbul sifat menyudutkan dokter jika kesembuhan merupakan objek dari perjanjian tersebut maka dari hal tersebut dibuatlah sebuah perangkat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yakni Informed consent. Undang undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa yang dimaksud kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial maupun ekonomis3.pengertian lebih lanjut tentang

kesehatan jiwa adalah Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat

1 Lestari Dkk., 2012, kitap undang undang tentang kesehatan dan kedokteran, cetakan pertama, Buku biru, jogjakarta.

(3)

mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya4 kesehatan jiwa memiliki

peranan penting dalam pembangunan indonesia, dimana kedudukan yang menentukan kemampuan manusia untuk hidup produktif, oleh karna itu upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk jaminan bagi setiap orang untuk dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang bebas dari ketakutan ,tekanan, gangguan lain yang dapat menggangu kesehatan jiwanya.maka dari hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan terhadap penderita gangguan kejiwaan merupakan salah satu dari pelayanan kesehatan.

Gangguan jiwa bukanlah merupakan sebuah penyakit penyebab kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan baik secara individu maupun kelopmpok akan berdampak pada pembangunan karena mereka tidak produktif dan tidak efisien atau tergantung pada orang lain. Stigma terhadap penderita kesehatan jiwa juga masih sangatlah besar, keberadaannya yang dianggap tidak lebih penting dari penderita kesehatan fisik.

Salah satu bentuk gannguan jiwa yang ada pada masyarakat saat ini adalah Skizofrenia yang merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif, emosional dan tingkah laku, gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang panca indra).5 Penderita skizofrenia kadang tidak menyadari akan keadaan

terganngunya jiwanya menybabkan tidak adanya keingina untuk mendatangi fasilitas kesehatan/kejiwaan sehingga pihak keluarga yang memaksakan kehendak untuk memeriksakan, karna penderita Skizofrenia tidak merasakan secara langsung sakit yang menyebakan tidak adanya

4 Pasal 1 angka 1 Undang Undang nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan Jiwa

(4)

keinginan memeriksakan diri. Bagi sebagaian penderita skizofrenia tidak menyadari akan keadaan jiwanya.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mendapatkan rumusan masalah sebagai berikut

a. Apakah Pemberian informed consent oleh keluarga pasien sudah mewakili keinginan dari pasien sehubungan dengan otonomi pasien itu sendiri

b. Apakah pengobatan paksa terhadap penderita Skizofrenia dapat dinilai sebagai tindakan paternalistik dokter terhadap pasien

B. LANDASAN TEORI 1. Informed Consent

a. Pengertian

Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam ikatan transaksi atau kontrak terapeutik, masing masing pihak yakni dari pihak yaitu medical providers dan juga medical recievers mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati, ikatan yang terjadi demikian akan menimbulkan sebuah perjanjian tindakan medik yang lazimnya dikenal dengan infomed consent, yang didalamnya terdapat pihak yang memounyai kewajiban mendiagnosis, pengobatan dan tindakan medik yang terbaik menurut jalan pikiran dan juga pertimbangan mereka.dan di lain pihak pasien maupun keluarga pasien mempunyai hak untuk menentukan pengobatan atau tindakan medik yang akan dilaluinya.6

Pengertian informed consent berasal dari kata “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan, dan kata “ consent ”yang berarti telah memberikan persetujuan. Dengan demikian yang dimaksud informed consent ini adanya persetujuan yang timbul dari informasi yang dianggap jelas oleh pasien terhadap suatu tindakan medik yang akan dilakukan kepadanya sehubungan dengan keperluan diagnosa dan atau terapi kesehatan7

6Op cit Hanafiah

(5)

Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi merupakan proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang efektif antara pasien dengan dokter atau dokter gigi, dan bukan sekedar penandatanganan formulir persetujuan8

Guwandi dalam bukunya menyatakan bahwa informed consent merupakan suatu ijin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan denganbebas dan rasional,sesudah mendapat informasi dari dokter yang sudah dimengerti.9

Hubungan antara dokter dan pasien timbul pada saat pertama kali pasien datang dengan maksud mencari pertolongan, mulai saati itu sudah terbina apa yang dimaksud dengan informed consent. Yaitu kedatangan pasien yang berarti ia mempercayakan pada dokter untuk melakukan tindakan terhadap dirinya.10 Dewasa ini informed consent

banyak dibahas dalam seminar kesehatan dan juga hukum kesehatan yang berlaku mengatur antara kedua pihak, yang perjanjiannya mempunyai nilai hukum.11pelaksanaan semua tindakan harus

mendapatkan persetujuan dari pihak pasien, world medical association (WHA) dalam deklarasi helsinki 1964 menegaskan hal itu bahwa :

“ riset klinik terhadap manusia tidak boleh dilaksanankan tanpa persetujuan yang bersangkutan setlah ia mendapt penjelasan, kalaupun secara hukum ia tidak mampu, persetujuan harus diperoleh dari wali yang sah.12

Seperti yang telah diurakan diatas bahwa informed consent hak asasi pasien sebagai manusia harus dihormati, pasien berhak menolak dan memilih suatu tindakan yang akan diberikan kepadanya atas dasar informasi yang telah diperoleh dari dokter.

b. Aspek Hukum Informed consent

8 Tim Penyusun Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 1

9 Guwandi J. 2003, Dokter, Pasien dan Hukum “ Fakultas kedokteran UI , Jakarta

10 Ratna S 2001 “ Etika Kedokteran Indonesia” Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta

11ibid.

(6)

Informed consent menjadi hal yang sangat penting karna bertumpuh opada 2 hak asasi yaitu hak untuk menetukan nasib sendiri dan hak atas informasi, karna hubungannya denga hak asasi manusia maka timbullah pengaturan tentang inform consent didalam PERMENKES RI No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang persetujuan tindakan kedokteran. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa informed consent persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Informasi yang harus diberikan meliputi :

1) Diagnose;

2) Tujuan tindakan kedokteran yang akan dilakukan; 3) Alternatif tindakan lain;

4) Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi baik itu resiko langsung maupun resiko sampingan.;

5) Prognose/ramalan tentang jalannya penyakit; 6) Perkiraan pembiayaan.

Penjelasan tentang informed consent harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengeti atau cara lain yang bertujuan mempermudah pemahaman.

Berdasarkan Permenkes tentang persetujuan tindakan kedokteran. (Informed consent) yang dapat memberikan informed consent adalah :

1) Pasien sendiri apabila ia sudah dewasa dan berada dalam keadaan sadar serta sehat mentalnya.

2) Orang tua wali bagi pasien yang belum dewasa

3) Pengampu bagi pasien yang ada dibawah pengampuhan

4) Orang tua/wali/pengampu bagi pasiendewasa yang menderita gangguan mental.

5) Keluarga terdekat/induk semang bagi pasien dibawah umur yang tidak mempunyai orangtua/wali/ yang berhalangan.

Syarat sahnya perjanjian terapeutik terdapat dalam pasal 1320 KUHperdata ;

(7)

kedokteran yaitu semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

(2).Kecakapan membuat suatu perjanjian, pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjalanan harus mampu menyadari, akibat-akibat perbuatannya dimana ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.

(3).Suatu hal tertentu yaitu objek upaya penyembuhan

(4).Suatu sebab yang halal tujuan penyembuhan pasien dari penyakit. Dalam pemberian infomed consent yang mempunyai tujuan yaitu upaya penyembuhan harus melihat kepada syarat sahnya perjanjian pada pasal 1320 KUHperdata, agar dapat menjadi pertimbangan hukum dan juga perlindungan dalam pekasanaan hak asasi manusia tanpa mengesampingkan kewajiban masing masing pihak yang terlibat dalam perjanjian persetujuan tindakan kedokteran.dan juga pentingnya memperhatikan pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut sebagai health provider dan juga health reciever.

UU 29/2004 Pasal 45 ayat (5) menyatakan bahwa” setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien atau keluarga terdekat pasien. Cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara tertulis maupun lisan. Persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan bagi tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi, sedangkan persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan kedokteran yang tidak mengandung resiko tinggi. Umumnya disebutkan bahwa contoh tindakan yang berisiko tinggi adalah tindakan invasif (tertentu) atau tindakan bedah yang secara langsung mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh. Skizofrenia

a. Defenisi Skizofrenia

(8)

pikiran, emosi dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi (Kaplan & Sadock, 2004).13

Skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya gejala negatif.

Emil kraepelin (1856-1926) membagi gangguan psikosis menjadi dua kategori utama, yakni skizoprenia dan psikosis manik-depresif, yang sekarang disebut gangguan bipolar, kraepelin berpendapat bahwa skizofrenia disebabkan ketidakseimbangan biokimiawi, sedangkan psikosis manik-depresif (gangguan bipolar) disebabkan oleh abnormalitas dalam metabolisme tubuh.14

Pada tahun 1883 Kraepelin menamakan skizofrenia dengan dementia praecox (de berasal dari bahasa latin yang artinya diluar, dan mens = pikiran) dengan demikian istilah dementia dengan kata kasar diartikan diluar pikiran seseorang.15 Namun istilah tersebut tidak tepat

maka Eugene Bleueur (1857-1939) pada tahun 1911 menggantinya menjadi istilah skizofrenia16.

b. Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Menurut Kaplan dan Sadock terdapat beberapa kriteria diagnostik Skisofrenia antara lain :

1) Karakteristik Gejala

13 Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock Synopsis Of Psychiatry. Behavior sciences/clinical psychiatry. 10th ed.Lippincott williams & wilkins, 2007, p.527-30

14 Yustinus S 2006 “ Kesehatan Mental” penerbit Kanisius Yogyakarta 15 Ibid

(9)

Terdapat dua atau lebih dari kriteria dibawah ini masing masing ditemukan secara signifikan selama periode satu bulan atau kurang bisa berhasil ditangani.

a) Delusi (waham) b) Halusinasi

c) Pembicaraan yang tidak terorganisasi d) Perilaku yang tidak terorganisasi

e) Gejala negatif yaitu adanya efek yang datar, alogia, atau avolisi (tidak ada kemauan)

2) Disfunsi Sosial Atau Pekerjaan

Untuk kurun waktu yang signifikan sejak munculnya onset gangguan ketidakberfungsian ini meliputi satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang jelas dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, adanya kegagalan untuk mencapai beberapa tingkatan hubugan interpersonal, prestasi akademik atau pekerjaan yang diharapkan)

3) Durasi

Adanya tanda tanda gannguan pada kriteria A selama sekurangnya enam bulan, pada periode enam bulan ini harus muncul sekurang kurangnya 1 bulan gejala.

4) Diluar gangguan Skizoafektif dan gangguan Mood

Gangguan- gangguan lain dengan ciri psikotik yang tidak dimasukkan di katergori A

5) Diluar kondisi pengaruh zat atau kondisi medis umum

6) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat(penyalahgunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis umum.

7) Hubungan dengan perkembangan pervasive

Jika ada riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasive lainny, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika muncul delusi atau halusinasi secara menonjol untuk sekurang kurangnya selama satu bulan.

C. PEMBAHASAN

(10)

Masalah kesehatan mental pada awalnya kurang mendapat perhatian oleh karena tidak langsung terkait sebagai penyebab kematian. Perhatian terhadap masalah kesehatan mental meningkat setelah World Health Organization (WHO) pada tahun 1993 melakukan penelitian tentang beban yang ditimbulkan akibat penyakit dengan mengukur banyaknya tahun suatu penyakit dapat menimbulkan ketidakmampuan penyesuaian diri hidup penderita (Disability Adjusted Life Years/DALYs).

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ternyata gangguan mental mengakibatkan beban cukup besar yaitu 8,1 persen dari global burden of disease (GDB) melebihi beban yang diakibatkan oleh penyakit tuberkulosis dan kanker. Dari 8,1 persen GDB yang ditimbulkan oleh gangguan neuropsikiatris, gangguan depresi memberikan beban terbesar, yaitu 17,3 persen, sedangkan gangguan psikosis memberikan beban 6,8 persen. Skizofrenia sebagai salah satu bentuk gangguan jiwa memiliki jumlah penderita yang terus bertambah, pada tahun 1985 sekitar 23 juta orang di dunia menderita skizofrenia, dan pada tahun 2000 meningkat sebanyak 45 persen dan tigaperempatnya berada di negara-negara berkembang.

(11)

dokter diperlukan untuk untuk intervensi medis walaupun bertentangan dengan keinginan penderita itu sendiri. Tetapi walaupun intervensi medis oleh dokter diharuskan oleh hukum, maka tetap diperlukan suatu etika dalam praktek klinik untuk memperoleh persetujuan pasien Secara umum dikatakan penderita dengan mental disorder mempunyai ketidakmampuan dalam mengambil keputusan dalam proses informed consent karena kurangnya kapasitas pengambilan keputusan (decision making capacity)yang dimilikinya.

penderita dengan schizophrenia menunjukkan gangguan yang ditandai dalam kapasitas pengambilan keputusan yang berdampak dalam proses pengambilan consent.17

2. Apakah pengobatan paksa terhadap penderita Skizofrenia dapat dinilai sebagai tindakan paternalistik dokter terhadap pasien

Adanya konflik antara menghormati otonom penderita dengan bertindak paternalistik dalam penanganan pasien menjadi masalah bioetik secara umum. Pada penderita skizofrenia penyelesaian konflik antara menghormati otonom penderita dengan bertindak paternalistik menjadi lebih kompleks karena adanya perbedaan mendasar antara penderita medis dan psikiatris, perbedaan pengertian sakit fisik dan mental, dimana pada penderita skizofrenia tidak merasa sakit dan tidak membutuhkan bantuan dokter Berdasarkan Prinsip Otonomi Tindakan dan pengobatan paksa terhadap penderita skizofrenia dapat dibenarkan berdasarkan prinsip kerugian dan paternalistik, dimana tindakan pemaksaan dibenarkan jika perilaku penderita membahayakan orang lain dan diri sendiri serta pentingnya penilaian kompetensi penderita skizofrenia dalam bentuk kemampuan menilai realita dan Perlunya tim kesehatan melibatkan penderita dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan masalahnya.

Pada prinsip manfaat Perawat secara moral berkewajiban membantu orang lain/pasien untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan dan

(12)

mencegah timbulnya bahaya, sehingga tindakan/intervensi yang dilakukan demi kepentingan penderita dan mencegah bahaya baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Begitupulan masalah etika adalah masalah alasan dan kemanfaatan sebuah tindakan sehingga yang tidak dibenarkan adalah sikap dan perilaku yang tidak menghargai otonomi penderita ketika melakukan tindakan.

Informasi yang adekuat diperlukan tidak hanya untuk persetujuan informed consent, tetapi mencakup area yang lebih luas yaitu semua tindakan yang akan dan diperlukan dilakukan termasuk perencanaan pulang bagi penderita dan keluarganya (discharge planning). standar ”kepentingan terbaik” (the best interest). The best interest standard harus dipahami sebagai prinsip payung atau umbrella principleyang dapat dipakai untuk berbagai jenis tujuan. Pertama, dapat digunakan untuk mengungkapkan moral,hukum, medis atau tujuan-tujuan sosial lainnya seperti transplantasi organ. Kedua, dapat digunakan dalam pembuatan keputusan yang praktis dan masuk akal tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu.18

Beberapa ahli berpendapat bahwa standar ini mengharuskan seseorang untuk melakukan apa yang ideal dalam segala situasi akan tetapi bila ternyata kesimpulannya bahwa yang ideal adalah tidak dapat diketahui, dan tidak ada, tidak realistis, atau terlalu sulit ketika berhadapan dengan orang orang yang tidak mempunyai kapasitas dan kompetensi. Dalam hal ini standar yang digunakan untuk memecahkan masalah ini adalah tidak memerlukan apa yang ideal tetapi yang masuk akal.19

Pada umumnya disepakati bahwa hal-hal yang baik, atau lebih baik atau bahkan yang terbaik dalam hidup apakah itu suatu kesempatan untuk berkembang, memperpanjang hidup, mengurangi rasa sakit, penderitaan, memiliki masa depan yang lebih baik, bermanfaat secara sosial, nilai-nilai inipun kadang menjadi konflik dengan skala prioritas keuntungan dan kerugianmasing-masing. Pada akhirnya wali dalam mengambil keputusan harus membandingkan beban, konsekuensi, komplikasi dan potensi yang

18http://id.yarsi.ac.id/wpcontent/uploads/2009/12/Sejauh_mana_competency_dan_capacity_dipe rlukan_dalam_pengambilan_consent_seseorang_4_CMIS.pdf

(13)

terjadi pada penderita dengan atau tanpa perawatan. Kedua, wali pengambil keputusan untuk penderita dengan incompetency dan incapacity.20

D. KESIMPULAN

1. Masalah utama yang membuat penderita skizofrenia tidak mampu membuat persetujuan adalah kurangnya kemampuan mereka dalam memahami diri sendiri. Mereka mungkin memahami pengobatan yang diusulkan tetapi mereka menolak dilakukannya tindakan medis karena dalam penilaian mereka. Mereka tidak sakit sehingga tidak perlu dilakukan tindakan medis.namun pemberian informed consent oleh keluarga, pada penderita dengan incapable menerapkan prinsip benficence penilaian atau pengukuran kapasitas seseorang menolong kita memecahkan masalah yang terjadi secara moral Pada kasus-kasus pasien yang tidak cakap (Incapable), maka kita tidak lagi meng andalkan prinsip otonomi dalam menolong penderita Prinsip dari beneficence /non malefisence mewajibkan klinisi atau dokter bahwa penderita yang tidak cakap harus dilindungi dari pengambilan keputusan yang membahayakan.

2. Pengobatan Paksa kepada penderita Skizofrenia harus menerapkan standar “ Kepentingan terbaik” (the best interest) dengan sifat paternalistik dari dokter kepada pasien yang dilakukan dengan sungguh-sungguh demi kesehatan dan kesembuhan pasien. Dalam hal ini standar yang digunakan untuk memecahkan masalah ini adalah tidak memerlukan apa yang ideal tetapi yang masuk akal, Penderita skizofrenia tidak dapat secara otomatis dianggap tidak kompeten terhadap persetujuan tindakan medik, tetapi hal tersebut harus dinilai dengan melihat kemampuan menilai realita. Masalah menghormati otonom penderita dengan bertindak paternalistik pada penderita skizofrenia menjadi masalah etika yang kompleks karena penderita merasa tidak sakit dan tidak membutuhkan bantuan pelayanan

(14)

kesehatan.Masalah etika harus diselesaikan dengan pertimbangan alasan dan kemanfaatan bukan menilai benar salahnya suatu tindakan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Andrianto 1993, “Notes on pssychiatry” Penerbit Buku kedokteran EGC Jakarta Guwandi J. 2003, Dokter, Pasien dan Hukum “ Fakultas kedokteran UI , Jakarta Hanafiah J., 2007 , Etika kedokteran dan hukum kesehatan “ Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Komalawati 2002 “ peranan informed consent dalam transkasi terpeutik” Citra aditya bakti , Bandung Kedokteran Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 1

Yustinus S 2006 “ Kesehatan Mental” penerbit Kanisius Yogyakarta

Jurnal

Bambang Poernomo 1988 Hukum Kesehatan Program Pasca Sarjana IKM Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock Synopsis Of Psychiatry. Behavior sciences/clinical psychiatry. 10th ed.Lippincott williams & wilkins, 2007,

p.527-30

Anderson KK, Mukherjee SD. The need for additional safeguards in the informed consent process in schizophrenia resear ch. Journal Medical Ethics 2007;33:647-650

Wise MG, Rundell JR. Clinical Manual of Psychosomatic Medicine, A Guide to Consultation-Liaison Psychiatry. Americ an Psychiatric Publishing, Inc, 2005

Townsend, M.C. 1996. Psyciatric Mental Health Nursing: Concept of Care. Second Edition. FA Davis Company. Philadelphia

Peraturan – Undangan

Undang undang dasar 1945 Pasal 28H

Undang Undang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

(15)

Laman Webpage

Skizofrenia Diakses Di http://library.upnvj.ac.id/pdf/ 4s1kedokteran/207311046/BAB%20II.pdf pada tanggal 20 desember 2015

http://id.yarsi.ac.id/wpcontent/uploads/2009/12/Sejauh_mana_competency_dan_c apacity_diperlukan_dalam_pengambilan_consent_seseorang_4_CMIS.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/4/Chapter%20II.pdf

http://bbtklppjakarta.pppl.depkes.go.id/assets/files/downloads/f1375258333-schizophrenia.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-muntiarohn-6617-3-babii.pdf

http://library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311046/BAB%20II.pdf http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?

mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku _id=44496

https://www.researchgate.net/publication/266501825_Landasan_moral_pengobata n_paksa_pada_penderita_skizofrenia

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa beton yang ditambah dengan serat aluminium dan beton setelah dibakar pada suhu 500°C akan mengakibatkan nilai serapan dan

(2011) yang menyatakan bahwa masalah terbesar personal hygiene pada siswa SD Negeri Jatinangor adalah aspek kebersihan mulut dan gigi (88,9% tidak hygiene dan 11,1% hygiene), aspek

Dari definisi-definisi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa ekspor adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan mengeluarkan barang atau jasa dari

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Kelloway, Turner, Barling dan Loughlin (2012) yang membuat penyelidikan tentang hubungan antara persepsi pekerja terhadap gaya

M eteorologi mengenal sistem skala dalam melakukan sebuah analisis. Skala global merupakan skala meteorologi yang paling luas. Skala global dapat mempengaruhi fenomena meteorologi

Untuk maksud tersebut, bersama ini kami kirimkan daftar isian terlampir untuk diisi dan mohon segera dikirim kembali melalui email kreativitas.belmawa@qmait.com paling

Dimensi f merupakan nilai yang bersifat nyata dari suatu kriteria yang dituliskan dalam fungsi, f : K → R dan tujuannya berupa prosedur optimasi untuk setiap alternatif

Dengan demikian sangat dibutuhkan cara atau media yang harus diinformasikan kepada para siswa tentang teknik pembuatan presentasi yang interaktif dan lebih menarik salah satunya