• Tidak ada hasil yang ditemukan

Khitbah meminang dalam Perspektif Undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Khitbah meminang dalam Perspektif Undang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN NIKAH : PEMINANGAN

Syarat dan Akibat Hukum Peminangan dalam Perspektif

Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Fikih, dan Kompilasi Hukum Islam

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia

Disusun oleh :

Siti Halimatusadiah (Semester V) Siti Sadiah (Semester V) Syarifah Nurazizah (Semester V) Nor Syakira Binti Abdurrahman (Konversi)

Risky Nanda (Semester III)

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendahuluan Nikah : Peminangan - Syarat dan Akibat Hukum Peminangan dalam Perspektif Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Fikih, dan Kompilasi Hukum Islam”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Penyusun berharap, makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai peminangan baik menurut Fikih, Undang-undang Perkawinan, maupun Kompilasi Hukum Islam, serta syarat- syarat peminangan dan akibat hukumnya.

Tentunya makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Penyusun berharap, makalah ini dapat bermanfaat untuk ke depan dan rekan-rekan mahasiswa lainnya. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, 13 Oktober 2014

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I... 1

-PENDAHULUAN... 1

-A. Latar Belakang... 1

-B. Rumusan Masalah... 1

-BAB II... 2

-PEMBAHASAN... 2

-A. Pengertian Peminangan... 2

-B. Peminangan Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan KHI... 2

-C. Hukum Peminangan... 3

-D. Syarat- syarat Peminangan... 4

-E. Akibat Hukum dari Peminangan... 5

-F. Hikmah Peminangan... 7

-G. Hal- hal lain yang berkaitan dengan Peminangan... 7

-BAB III... 12

-PENUTUP... 12

A. Kesimpulan... 12

(4)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan bagian dari Syariat Islam dan Sunnah Rasulullah SAW yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala dari Allah SWT. Firman Allah SWT dalam surah Annur ayat 32 :

اونننوكي نإ مننكء اننمإو مننك داننبع نم نيحلصلاو مكنم ىميلا اوحكنأو

هللا مهنغي ءارقف

ميلع عس او هللا او هلضف نم

“dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian1 diantara kamu, dan orang-orang yang layak

(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.(Qs. An-Nur : 32)

dan hadits Rasulullah SAW :

ضغأ هنإف جوزتيلف ة ءابلا مكنم عاطتسا نم بابشلا رشعم اي

ءاجو هل هنإف موصا اب هيلعف عطتسي مل نم و جرفلل نصحأ و رصبلل

"Wahai sekalian pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah mampu

hendaklah dia menikah, karena yang demikian itu lebih menjaga pandangan dan lebih menjaga kemaluannya, dan barang siapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa, karena itu merupakan benteng baginya" (Muttafaq Alaihi)1

Tujuan dari pernikahan itu sendiri ialah untuk menciptakan keluarga yang Sakinah, Mawadddah, Warahmah.

Maka dari itu, tidak sembarangan orang dapat melaksanakan pernikahan, ada syarat-syarat dan rukunnya, dan ketentuan-ketentuan tertentu . Di antaranya yaitu proses Peminangan.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Peminangan

2. Peminangan menurut UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, Fikih dan KHI

3. Hukum Peminangan

4. Syarat- Syarat Peminangan 5. Akibat Hukum Peminangan

(5)

BAB II

PEMBAHASAN A. Pengertian Peminangan

Kata Khitbah (ةبطخلا) adalah bahasa Arab yang secara sederhana diartikan sebagai penyampaian kehendak untuk melangsungkan ikatan perkawinan.

Meminang, maksudnya seorang laki- laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara- cara yang sudah umum berlaku di tengah – tengah masyarakat. Meminang termasuk usaha pendahuluan dalam rangka perkawinan. Allah SWT menggariskan agar masing- masing pasangan yang mau kawin, lebih dulu saling mengenal sebelum dilakukan aqad nikahnya, sehingga pelaksanaan perkawinannya nanti benar- benar berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas.

Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhailiy, Khitbah berarti menampakkan keinginan untuk menikah dengan seorang perempuan tertentu, dengan memberitahukan hal itu kepada perempuan tersebut atau keluarga atau walinya.

Secara singkat, Khitbah adalah thalab an-nikah artinya seruan atau ajakan untuk menikah. Khitbah disyari’atkan sebagai proses sebelum mengikatkan diri dalam suatu ikatan perkawinan agar kedua pihak dapat saling mengenal satu sama lain secara ma’ruf sehingga keputusan mengikat diri dalam ikatan perkawinan dilakukan dengan penuh kesadaran, dilandasi oleh petunjuk dan pertimbangan yang matang. meminang menjadi cara untuk mendapatkan bahan pertimbangan untuk memutuskan melanjutkan ke jenjang pernikahan atau tidak.

B. Peminangan Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan KHI Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 sama sekali tidak membicarakan peminangan karena peminangan itu tidak mempunyai hubungan yang mengikat dengan perkawinan.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur peminangan dalam pasal 1, 11, 12, dan 13. Keseluruhan pasal tersebut berasal dari fiqh mazhab, terutama mazhab Syafi’iy.

Pasal 1 (a) mengenai pengertian peminangan

“peminangan ialah kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita”

(6)

“Peminangan dapat dilakukan langsung oleh orang yang berkehendak mencari pasangan jodoh, tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya”

Pasal 12 mengatur tentang perempuan yang boleh dan tidak boleh dipinang

1. “Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya”

2. “wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj’iyah, haram dan dilarang untuk dipinang”

3. “Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari pihak wanita” 4. “Putusnya pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya

hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang”

Pasal 13 tentang akibat hukum peminangan

1. “pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan”

2. “Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai”

Karena fikih Munakahat ini diterapkan dalam masyarakat Indonesia, maka semua ketentuan yang ada dalam kompilasi hukum Islam (KHI) sebaiknya kita ketahui.

C. Hukum Peminangan

ءاسنلا ةبطخ نم هب متضرع اميف مكيلع حانج لو

“tidak ada halangannya bagimu menggunakan kata sindiran dalam meminang perempuan” (Al-Baqarah : 235)

Hadits Nabi SAW :

(7)

م

ل ك

ب اح

ج لناج هلح

ج ح

ل ص

ج وج

Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang membicarakan peminangan. Namun tidak ditemukan secara jelas dan terarah adanya perintah atau larangan melakukan peminangan, sebagaimana perintah untuk mengadakan perkawinan. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukumnya tidak terdapat pendapat ulama yang mewajibkannya, dalam arti hukumnya adalah mubah. Namun Ibnu Rusyd dalam Bidayat Al-Mujtahid yang menukilkan pendapat Daud Al-Zhahiry yang mengatakan hukumnya adalah wajib. Ulama ini mendasarkan pendapatnya kepada perbuatan dan tradisi yang dilakukan Nabi dalam peminangan itu . (Ibnu Rusyd II, 2).

D. Syarat- syarat Peminangan

Salah satu hal yang sangat urgen sebelum laki-laki akan meminang/mengkhitbah seorang wanita, maka ia sebaiknya harus mempunyai ‘azam atau keinginan yang kuat untuk menikah. Artinya, ia berkeinginan kuat untuk merealisasi keinginan menikah itu dalam waktu dekat, secepatnya.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum meminang menurut Yahya

Abdurrahman dalam bukunya Risalah Khitbah adalah sebagai berikut:

1. Tidak ada sesuatu yang menghalangi peminangan/khitbah, dan tidak ada sesuatu yang menjadikan peminangan itu haram dilakukan yakni wanita yang akan dipinang secara syar’i boleh dinikahi, dan laki-laki yang hendak meminang adalah boleh secara syar’i untuk menikahi wanita yang akan dipinang. Wanita yang akan dipinang harus dipastikan bahwa ia tidak termasuk kedalam wanita yang haram untuk dinikahi.

2. Wanita yang akan dipinang tidak sedang dipinang dan tidak dalam ikatan pinangan orang lain. Sebagaimana hadits Nabi SAW dari Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Mutafaq’alaih :

بط اخلا كرتي ىتح هيخأ ةبطخ ىلع مك دحا بطخي ل

هل ن ذ أي وأ هلبق

Artinya : “janganlah seseorang diantara kamu meminang perempuan yang telah dipinang saudaranya hingga peminang pertama telah meninggalkannya atau mengizinkannya untuk

(8)

Sedangkan Perempuan yang diinginkan untuk dinikahi oleh seorang laki-laki menurut DR. Amir Syarifuddin dapat dipisahkan kepada beberapa kriteria :

1. Perempuan yang sedang berada dalam ikatan pernikahan meskipun kenyataannya telah lama ditinggalkan oleh suaminya

2. Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya baik ia telah digauli oleh suaminya baik ia telah digauli oleh suaminya atau belum dalam arti ia sedang menjalani iddah mati dari mantan suaminya

3. Perempuan yang telah bercerai dari suaminya secara talak raj’i dan sedang berada dalam masa iddah raj’i

4. Perempuan yang telah bercerai dari suaminya dalam bentuk talak ba’in dan sedang menjalani masa iddah talak ba’in

5. Perempuan yang belum nikah

E. Akibat Hukum dari Peminangan

Khitbah merupakan akad berupa janji untuk menikah. Setelah khitbah diakadkan, maka tali khitbah akan mengikat dan memberikan beberapa konsekuensi kepada kedua pihak yang berakad. Perlu digaris bawahi bahwa pria dan wanita yang diikat dalam akad khitbah, dalam pandangan syari’at tetap sebagai orang asing satu sama lain. Seluruh aturan interaksi antara laki-laki dan wanita asing tetap berlaku bagi keduanya, yang berbeda adalah bahwa keduanya boleh berta’aruf, saling mengenal satu sama lain dalam rangka menuju pernikahan. Laki-laki yang meminang atau pihak perempuan yang dipinang dalam masa menjelang pernikahan dapat saja membatalkan pinangan tersebut meskipun dulunya ia menerimanya. Walaupun demikian pemutusan peminangan harus dilakukan secara baik dan tidak menyakiti pihak manapun. Pemberian yang dilakukan dalam acara peminangan tidak mempunyai kaitan apa-apa dengan mahar yang diberikan dalam pernikahan. Jadi, pemberian itu dapat diambil kembali bila peminangan itu tidak berlanjut dengan pernikahan.

Hubungan antara laki-laki yang meminang dengan perempuan yang dipinangnya selama masa antara peminangan dan pernikahan itu adalah sebagaimana hubungan laki-laki dan perempuan itu adalah sebagaimana hubungan laki-laki dan perempuan asing (ajnabi dan ajnabaiyah). Oleh sebab itu belum berlaku hak dan kewajiban diantara keduanya dan diantara keduanya haram melakukan saling melihat sebagaimana haramnya saling melihat diantara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri atau mahramnya.

(9)

mengkhitbah seorang wanita, ia wajib memenuhi janjinya untuk menikah setelah jangka waktu yang disepakati habis. Jika jangka waktu yang telah disepakati habis dan tidak ada berita dari pihak pria yang mengkhitbah, maka ikatan janji itu telah rusak. Ketentuan tersebut berlaku jika ikatan janji itu dikaitkan dengan jangka waktu tertentu.

Islam menetapkan hak menerima atau menolak khitbah/pinangan terletak pada wanita yang akan dipinang. Bukan hak salah seorang walinya atau orang-orang yang akan menikahkannya, tanpa seizin atau kesedian dari wanita tersebut. Jika seorang wanita telah dilamar atau ia telah meminta untuk dinikahkan, maka hanya dia sendirilah yang berhak untuk bersikap menerima atau menolak.

Jika terjadi pembatalan atau pemutusan ikatan khitbah, dan salah satu pihak telah memberikan sesuatu, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan :

1. Jika yang diberikan itu adalah mahar yang diberikan dimuka, maka pihak wanita harus mengembalikan mahar tersebut. Mahar yang diberikan sebelum akad nikah, maka statusnya adalah sesuatu atau harta yang dititipkan/diamanahkan oleh pihak pria kepada wanita untuk dijadikan sebagai mahar pada saat akad nikah. Karena statusnya sebagai titipan, maka harus dikembalikan kepada pihak pria saat akad khitbah dibatalkan.

2. Jika yang diberikan itu adalah biaya pesta pernikahan, maka harta itu harus dikembalikan kepada pihak yang memberikan.

3. Jika yang diberikan itu adalah hadiah khitbah dan hadiah lainnya, maka hadiah tersebut tidak boleh diminta kembali, dan pihak yang diberi juga tidak perlu mengembalikannya. Karena hadiah itu statusnya seperti hibah.

Hadits Rasulullah SAW :

Artinya : “tidak halal bagi seseorang memberikan suatu pemberian atau menghibahkan suatu hibah lalu ia menariknya kembali kecuali orang tua dalam apa-apa yang diberikannya kepada anaknya, dan pemisalan orang yang memberikan suatu pemberian kemudian memintanya kembali adalah seperti seekor anjing yang memakan sesuatu lalu ia memuntahkannya dan kembali memakan muntahannnya itu”.(HR. Abu Dawud, An-Nasa’i,Ibn Majah, At-Tirmidzi)

(10)

khitbah pria lain. Jika pria lain tersebut tetap mengajukannya, maka ia dinilai telah melanggar hak saudaranya. Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : “seorang Mukmin adalah saudara mukmin lainnya, maka tidak halal bagi seorang mukmin membeli diatas pembelian saudaranya dan tidak halal mengkhitbah diatas khitbahan saudaranya sehingga saudaranya meninggalkan”. (HR. Muslim dan Ahmad)

Artinya : “ janganlah sseorang mengkhitbah diatas khitbahan saudaranya hingga saudaranya itu menikahi atau meninggalkan”. (HR. An-Nasa’i).

F. Hikmah Peminangan

Hikmah disyariatkannya peminangan adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang diadakan sesudah itu karena dengan peminangan itu kedua belah pihak dapat saling mengenal. Dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan An-Nasa’i yang berbunyi

مدؤي نأ رحأ هناف اهيلا رظنا ةأرمإ بطخ دقو لاق هنأ

امكنيب

Artinya : “ bahwa Nabi SAW berkata kepada seseorang yang telah meminang seorang perempuan : “melihatlah kepadanya karena yang demikian akan lebih menguatkan ikatan perkawinan”. (Al-Shan’aniy III, 113).

G. Hal- hal lain yang berkaitan dengan Peminangan

 Yang boleh dipinang:

1. Pada waktu dipinang tidak ada halangan- halangan hukum, yang melarang dilangsungkannya perkawinan.

2. Belum dipinang orang lain secara sah.

Bilamana terdapat halangan- halangan hukum, seperti : perempuannya karena sesuatu hal haram dikawin selamanya atau sementara, atau telah dipinang lebih dulu oleh orang lain, maka tidak boleh dipinang.

 Meminang bekas istri orang lain yang sedang iddah

(11)

Jika perempuan iddah dari talak ba’in, maka ia haram dipinang secara terang-terangan, karena bekas suaminya masih tetap punya hak terhadap dirinya dan juga masih punya hak untuk mengawini dia kembali dengan akad nikah baru.

Jika ada laki- laki lain meminangnya di masa iddahnya berarti melanggar hak bekas suaminya.

Kalangan ahli fiqh berbeda pendapat tentang boleh tentang boleh atau tidaknya meminang perempuan yang sedang iddah secara sindiran. Pendapat yang benar adalah menyatakan boleh. Jika perempuan yang sedang iddah karena kematian suaminya, maka ia boleh dipinang secara sindiran di masa iddahnya, karena hubungan suami istri di sini sama sekali jadi putus karena kematiannya, sehingga hak suami terhadap istrinya karena kematiannya itu sama sekali hilang. Firman Allah SWT :

يف متننكأ وأ ءاسنلا ةبطخ نم هب متض رع اميف مكيلع ح انج لو

مكسفنأ

Artinya :“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu2 dengan sindiran3

atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu”. (QS. Al-Baqarah : 235) Sekalipun begitu diharamkan meminang dia secara terang- terangan, karena untuk menjaga agar perempuannya tidak terganggu dan tercemar oleh para tetangganya, serta menjaga perasaan anggota keluarga si mati dan para ahli warisnya.

Rasulullah pernah masuk ke rumah Ummu Salamah ketika ia masih iddah karena matinya Abu Salamah. Beliau berkata kepadanya :

ىم وق ىف يعض ومو هتريخو هللا لوسر ىنا تملع دقل

Artinya : “Tentu engkau sudah tahu aku ini seorang Rasul dan Rasul yang terbaik serta betapa mulianya kedudukanku di kalangan bangsaku”. (H. R. Daruquthni. Hadits ini Munqathi karena ada seorang rawi bernama Muhammad Al Ba- qir bin Ali yang tidak pernah bertemu Nabi)

Perbuatan nabi tersebut termasuk meminang

Kesimpulan dari semua pendapat diatas, bahwa meminang dengan terang- terangan semua bekas istri orang lain yang sedang iddah diharamkan.

Tetapi kalau meminang dengan sindiran kepada perempuan yang sedang iddah dari talak ba’in atau talak kematian dibolehkan. Sedangkan kepada perempuan yang sedang iddah dari talak raj’iy tetap haram.

2 Yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah

(12)

Bagaimana hukumnya meminang dengan terang- terangan kepada perempuan yang sedang iddah, tetapi pelaksanaan akad nikahnya sesudah habis?

Dalam hal ini para ahli Fiqh berbeda pendapat :

1. Menurut Imam Malik harus dibatalkan, baik sudah terlanjur berkumpul atau belum. 2. Menurut Imam Syafi’I akad nikahnya sah, tapi meminangnya secara terang- terangan

tersebut haram, karena antara meminang dan akad nikah berlainan. Tetapi para fuqaha sependapat,bilamana akad nikah terjadi di masa iddahnya harus dibatalkan, sekalipun sudah terjadi persetubuhan antar mereka.

Meminang pinangan orang lain

Diharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya, karena berarti ia menyerang hak dan menyakiti hati peminang pertama. Memecah belah hubungan kekeluargaan dan mengganggu ketentraman.

dari Uqbah bin ‘Amir, Rasulullah SAW bersabda :

هننيخا عننيب لننع ع اننتبي نا هل لحي لف نم ؤمل اوخا نم ؤمل ا

ر ذي ىتح هيخا ةبطخ لع بطخي لو

(ملسمو دمحا هاور)

Artinya : “orang mukmin satu dengan lainnya bersaudara, tidak boleh ia membeli barang yang sedang dibeli saudaranya, dan meminang pinangan saudaranya sebelum ia tinggalkan”. (H.R. Ahmad dan Muslim).

Meminang pinangan yang diharamkan itu bilamana perempuannya telah menerimanya dan walinya telah dengan terang- terangan mengizinkannya. Bila izinnya itu memang diperlukan.

Akan tetapi, kalau pinangan semula ditolak dengan terang- terangan atau dengan sindiran, umpamanya dengan kata- kata, tau laki- laki yang kedua belum tahu ada orang lain yang sudah meminangnya, atau pinangan pertama belum diterima, juga belum ditolak, atau laki- laki pertama mengizinkan laki- laki kedua meminangnya maka laki- laki yang kedua boleh meminangnya.

Melihat Pinangan

(13)

ىننلا اننهنم رننظني نا عاطتسسا ناف ةأرملا مكدحا بطخ اذا

لعفيلف اهح اكن ىلا هوعدي ام

Artinya : “jika seseorang dari kamu mau meminang seseorang perempuan hendaklah lebih dahulu lihat apa yang menjadi daya tarik untuk menikahinya, maka hendaklah dilakukannya”.

Tempat- tempat yang boleh dilihat

Jumhur ulama berpendapat bagian badan yang boleh dilihat yaitu muka dan telapak tangan. Dengan melihat mukanya dapat diketahui cantik jeleknya, dan dengan melihat telapak tangannya dapat diketahui badannya subur atau tidak.

Imam Daud berkata : seluruh badan perempuannya boleh dilihat.

Imam Auza’iy berkata : tempat- tempat yang berdaging saja yang boleh dilihat. Hadits- hadits tentang melihat pinangan tidak menentukan tempat- tempat khusus, bahkan secara umum dikatakannya agar melihat tempat- tempat yang diinginkan sebagai daya tarik untuk mengawininya.

Bilamana laki- laki melihat pinangannya, ternyata tidak menarik, hendaklah dia diam dan jangan mengatakan sesuatu yang bisa menyakitkan hatinya, sebab boleh jadi perempuan yang tidak disenangi itu akan disenangi oleh laki- laki lain.

Perempuan melihat laki- laki

Melihat pinangan itu tidaklah hanya khusus buat laki- laki saja, tetapi perempuan pun boleh juga. Ia berhak melihat laki- laki yang meminangnya, guna mengetahui hal- hal yang bisa menyebabkan ia tertarik sebagaimana dengan laki- laki melihat faktor- faktor yang menyebabkan ia tertarik.

Mengenal sifat- sifatnya

Dengan melihat, dapat diketahui cantik atau tidaknya seorang perempuan. Adapun sifat- sifat bertalian dengan akhlak. Dapatlah diketahui dari sifatnya atau bertanya kepada kerabatnya yang dapat dipercaya.

Imam Ghazaly dalam Ihya Ulumuddin mengatakan: janganlah menanyakan akhlak

dan kecantikan perempuan yang akan dipinangnya iu kecuali kepada seseorang yang betul-betul tahu lagi jujur, yang tahu lahir dan bathinnya.

(14)

Haram menyendiri dengan tunangan, karena bukan mahramnya, sebab belum dinikahinya. Agama tidak membolehkan melakukan sesuatu terhadap pinangannya, kecuali melihat saja, sedang perbuatan- perbuatan lainnya tetap haram, karena menyendiri dengan tunangan tak akan bisa selamat daripada terjatuh pada perbuatan yang dilarang agama. Akan tetapi, bila dalam bersendirian itu ditemani oleh salah seorang mahramnya guna mencegah terjadinya perbuatan- perbuatan maksiat, maka dibolehkan.

Bahaya dan akibat melengahkan masalah menyendiri dengan perempuan

Banyak sekali orang- orang yang melengahkan persoalan ini, sehingga anak perempuannya atau keluarga perempuannya dibebaskan bergaul dengan tunangannya atau menyendiri tanpa ada lagi pengawasan serta pergi kemana saja mereka suka tanpa pengawalan.

Akibat dari perbuatan ini akhirnya perempuanlah yang kehilangan harga dirinya, rasa malunya dan kegadisannya, padahal perkawinannya belum lagi dilangsungkan, sehingga ia kehilangan kesempatan untuk menikah.

(15)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Khitbah adalah thalab an-nikah artinya seruan atau ajakan untuk menikah. Meminag berarti bahwa seseorang laki-laki hendak mengajak seorang wanita untuk menikah.

Meminang disyari’atkan dalam agama Islam. Namun, tidak ditemukan hukumnya secara jelas apakah merupakan perintah atau larangan, baik dalam Al-qur’an maupun As-sunnah sebagaimana perintah untuk mengadakan perkawinan.

Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 tidak mengatur tentang peminangan. Namun, peminangan diatur dalam kompilasi hukum Islam Pasal 1 (a) mengenai pengertian peminangan “peminangan ialah kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita”.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum meminang adalah : (1) tidak ada sesuatu yang menghalangi peminangan/khitbah (wanita yang akan dipinang bukan merupakan mahrom nikah); (2) Wanita yang akan dipinang tidak sedang dipinang dan tidak dalam ikatan pinangan orang lain.

Akibat hukum peminangan menurut pasal 13 KHI tentang akibat hukum peminangan 1. “pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan”

2. “Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai”

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Y. (2013). Risalah Khitbah - Panduan Islami dalam Memilih Pasangan & Meminang. Bogor: Al-Azhar Press.

Sabiq, S. (1980). Fikih Sunnah. Bandung: PT Al Ma'arif.

Syarifuddin, p. D. (2011). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: kencana.

Referensi

Dokumen terkait

DATA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (LB3) DOKTER, BIDAN PRAKTEK DAN KLINIK..

Mengenai petunjuk kehalalan dan kebaikan sesuatu yang hendak kita konsumsi itu, antara lain Allah mengisyaratkan bahwa: “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari

Mengapa dilakukan kegiatan tersebut karena fisika tidak pernah lepas dari kejadian yang dapat diamati, sehingga diupayakan agar siswa dapat mengamati sendiri

Gradasi argegat campuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah AC-WC (Asphalt Concrete -Wearing Course) gradasi halus dengan menggunakan gradasi batas bawah pada

Saluran pemasaran ini terdapat dua sistem lelang, dimana pagi hari ikan didaratkan oleh nelayan purse seine. Nelayan payang biasanya mendaratkan hasil tangkapannya pada

KEDUA : Indikator Kinerja Utama sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU, merupakan acuan ukuran kinerja yang digunakan oleh Badan Penanggulangan Bencana

pada kesenian Buaya Putih diambil karena warna Putih dikenal memiliki makna yang baik dan sesuai dengan fungsi sebagai seni pertunjukan dalam pesta pernikahan

Tidak semua orang yang belajar karate memahami betul bagaimana peraturan dan teknik karate seperti teknik dasar yakni karate, memukul dan tendangan atau bisa