Abstract— Di dalam kamar mesin terdapat mesin dan peralatan yang menunjang pengoperasian kapal. Pada saat mesin dan peralatan beroperasi, kondisi udara di dalam kamar mesin menjadi panas sehingga perlu pemasangan sistem ventilasi udara mekanikal. Untuk mengevaluasi apakah sistem ventilasi udara yang terpasang telah menghasilkan sirkulasi udara sesuai kebutuhan maka besar nilai distribusi suhu, tekanan dan kecepatan udara perlu diketahui. Nilai distribusi suhu, tekanan dan kecepatan udara bisa diketahui menggunakan simulasi computational fluid dynamics dengan metode shear stress transfort.
Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan kapasitas blower 50000 m³/h, distribusi suhu rata-ratanya masih tinggi yaitu sekitar 48,5°C pada jarak 9,6 meter dari tampak samping dan 54,13°C pada jarak 8,5 meter dari tampak atas. Dengan adanya variasi penambahan kecepatan udara suplai inlet ducting maka suhu kamar mesin menjadi turun (prosentase penurunan suhu sekitar 0,5% sampai 5% untuk jarak 9,6 meter dari tampak samping dan 1,5% sampai 6,5% untuk 8,5 meter dari tampak atas), sedangkan tekanan rata-rata di kamar mesin semakin naik dan kecepatan aliran udara streamline rata-rata naik turun untuk semua variasi.
Index Terms— Kamar Mesin Kapal Tanker, Sistem Ventilasi Udara Mekanikal, CFD.
I. PENDAHULUAN
istem ventilasi dan pengkondisian udara merupakan sistem yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kenyamanan di kapal salah satunya di dalam kamar mesin. Di dalam kamar mesin terdapat mesin penggerak kapal yang biasanya dinamakan mesin induk atau mesin utama. Selain itu terletak sumber tenaga untuk membangkitkan listrik yang berup macam peralatan kerja yang menunjang pengoperasian kapal [1]. Pada saat mesin dan peralatan tersebut beroperasi, kondisi udara di dalam kamar mesin menjadi panas karena permesinan dan peralatan bersifat membebaskan panas atau membuang panas sehingga suhu ruangan kamar mesin meningkat. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan suatu sistem ventilasi dan saluran udara untuk membuang udara yang panas dan mengambil udara luar untuk disirkulasikan kembali dalam kamar mesin [2].
Sistem ventilasi yang digunakan di kamar mesin kapal untuk mensuplai udara yaitu sistem ventilasi udara mekanikal (mechanical ventilation system) dimana terdapat blower dan saluran udara (ducting) serta lubang exhaust funnel [3]. Saluran udara (ducting) untuk kamar mesin tersebut selalu bekerja bersamaan saat udara dari luar masuk untuk mensuplai kebutuhan udara dalam kamar mesin dan untuk membuang udara panas dari dalam kamar mesin adalah dengan cara dihisap keluar melalui saluran exhaust atau pada kondisi tertentu udara keluar mengalir secara natural melalui lubang ventilasi (exhaust funnel) [3].
Untuk mengetahui optimal tidaknya sistem ventilasi udara mekanikal yang terpasang pada kamar mesin kapal- kapal tanker 6500 DWT, maka besar nilai distribusi suhu, tekanan dan kecepatan aliran udara di kamar mesin perlu diketahui. Nilai distribusi suhu, tekanan dan kecepatan aliran udara pada perencanaan kamar mesin kapal bisa diketahui dengan simulasi menggunakan computational fluid dynamics [4]. Input untuk simulasi menggunakan computational fluid
dynamisc ini berupa bentuk dimensional dari kamar mesin,
saluran udara (ducting) dan mesin serta peralatan yang terdapat di kamar mesin, letak dan besar panas yang dikeluarkan mesin dan perlatan, kecepatan udara inlet ducting yang masuk ke kamar mesin dan bentuk dimensional dari
exhaust funnel. Sedangkan output yang dihasilkan berupa arah
aliran udara, tekanan, suhu dan kecepatan aliran udara dalam kamar mesin. Sehingga data output dari simulasi
computational fluid dynamic dapat digunakan untuk
mengevaluasi apakah sistem ventilasi yang terpasang tersebut telah menghasilkan sirkulasi udara sesuai kebutuhan serta menganalisa pengaruh variasi supply aliran udara terhadap varibel kondisi udara ruang mesin yang meliputi suhu, tekanan dan kecepatan aliran udara di ruang mesin.
Pada makalah ini dijelaskan tentang bagaimana mengevaluasi sistem ventilasi udara mekanikal yang terpasang di kamar mesin dan menganalisa pengaruh perubahan supply aliran udara inlet ducting terhadap varibel kondisi udara ruang mesin yang meliputi suhu, tekanan dan kecepatan aliran udara menggunakan simulasi computational
fluid dynamic dengan metode SST.
II. DASAR TEORI
Bagian ini berisi tentang teori atau pustaka yang mendukung riset/penelitian.
A. Pengkondisian Udara dan Sistem Ventilasi di Kamar Mesin Kapal Tanker.
Kapal tanker adalah salah satu jenis kapal laut yang digunakan untuk mengangkut muatan benda cair. Di dalam kapal tanker ini terdapat ruang kamar mesin yang hampir terisolasi dari udara luar. Di dalam kamar mesin terdapat mesin dan peralatan seperti mesin penggerak kapal atau dinamakan mesin utama, peralatan sebagai sumber tenaga untuk membangkitkan listrik berupa pompa-pompa, dan bermacam-macam peralatan lainnya yang menunjang pengoperasian kapal [3]. Ketika mesin dan peralatan tersebut beroperasi, maka kondisi ruangan kamar ini menjadi panas. Untuk mengatasi panas tersebut maka diperlukan sistem ventilasi yang berfungsi untuk menyuplai udara segar ke dalam kamar mesin dan juga untuk mensirkulasikan udara panas yang dikeluarkan oleh mesin dan peralatan ke luar kamar mesin, sehingga suhu dikamar mesin tidak melebihi 45ºC atau lebih dari 5ºC dari suhu udara
ANALISA SUPPLY ALIRAN UDARA TERHADAP VARIABEL
SUHU, TEKANAN DAN KECEPATAN UDARA PADA KAMAR
MESIN KAPAL TANKER 6500 DWT MENGGUNAKAN
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
Puspa Puspitasari 1),
Ridho Hantoro
2), Sarwono
3) 1) Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial TechnologyITS Surabaya Indonesia 60111, email:mpus_1010@yahoo.com
luar [10]. Jenis sistem ventilasi udara yang digunakan di dalam kamar mesin kapal yaitu sistem ventilasi udara mekanikal (mechanical ventilation system) atau yang dikenal dengan nama engine room blower/exhaust fan dimana sirkulasi udara diatur melalui saluran udara (ducting) yang terbuat dari pelat baja yang memiliki lubang-lubang pengarah sesuai dengan kebutuhan [3]. Saluran udara untuk kamar mesin ini selalu bekerja bersamaan saat udara dari luar masuk untuk mensuplai kebutuhan udara dalam kamar mesin dan udara panas dari dalam kamar mesin akan di buang melalui lubang ventilasi (exhaust funnel).
Terdapat beberapa standard ventilasi udara di kamar mesin diantaranya:
Berdasarkan ISO 8861:1998 tentang “Shipbuilding,
Engine-Room Ventilation In Diesel, Engined Ships, Design Requirements And Basis Of Calculations” kondisi design
kamar mesin yaitu suhu lingkungan udara luar dapat diambil untuk kamar mesin sekitar +35 oC. RH 70 % dan tekanan 101,3 kPa. Kenaikan suhu dari udara masukan ke udara yang di tuju dari ruang mesin sampai selubung masuk diambil sekitar +12,5 K (peningkatan suhu udara di ruang mesin yaitu perbedaan antara inlet dan outlet suhu diukur pada kondisi desain). Dalam kondisi normal, dimana pada saat mesin dan peralatan di ruang mesin dinyalakan, suhu ruang mesin mencapai 10-12° C lebih tinggi dari temperatur udara ambien di luar atau sekitar 45-47 oC.
Menurut Biro Klasifikasi Indonesia (2001:volume 8) tentang “Rules For The Classification And Construction Of
Seagoing Steel Ships For Refrigerating Instalation”. Kondisi
yang dipersyaratkan pada kamar mesin yang berisi mesin, peralatan dan alat-alat bantu lainnya dan dioperasikan pada kondisi kerja di daerah tropis yaitu sebagai berikut:
- Suhu maksimum kamar mesin : 45°C atau lebih dari 5ºC dari temperatur udara luar
- Suhu maksimum air laut : 32°C - Kelembaban relatif : 50% - Tekanan barometer : 76 cm Hg
Sedangkan berdasarkan IACS (International Association
of Classification Societies) 1978: rule M28, kondisi acuan
yang berlaku untuk kamar mesin kapal adalah - Total barometric pressure : 1,000 mbar
- Air temperature : +45°C
- Relative humidity : 60%
- Seawater temperature : 32°C (Charge air
coolant_inlet)
B. Kalor Yang Dibebaskan oleh Mesin dan Peralatan Persamaan matematis beban panas yang dibebaskan oleh mesin dan peralatan yang ada dikamar mesin menurut jurnal SNAME bulletin 4-16 tentang calculation merchant ship
heating ventilation and air conditioning design adalah sebagai
berikut:
a. Beban panas yang dibebaskan oleh main engine dan
auxuliary engine
Panas yang dibebaskan oleh main engine dan auxiliary
engine dapat dihitung dengan persamaan :
Q = 0,02 Ne x gc x Qf (1) Dimana: Ne = Daya main engine, HP
gc = Specific fuel oil consumption, kg/HP.hr Qf = Caloric value of fuel (DO = 10100
kkal/kg)
b. Beban panas yang dibebaskan oleh peralatan dengan sumber daya motor listrik
Motor listrik yang menjadi sumber tenaga dari peralatan akan membebaskan panas ketika bekerja, panas yang
dibebaskan oleh motor listrik dapat dihitung dengan persamaan:
Tabel 1. Efisiensi motor listrik
Daya motor (HP) Efisiensi
≤ 1/8 0,5
1/6 – 1/4 0,6
1/3 – 2 0,7
2 - 10 0,85
≥10 0,9
C. Computational Fluid Dynamics (CFD)
Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah metode
penghitungan dengan sebuah kontrol dimensi, luas dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan penghitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol penghitungan. Kontrol- kontrol penghitungan ini merupakan pembagian ruang atau meshing. Pada setiap titik kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan dengan batasan domain dan boundary
condition yang telah ditentukan.
Dalam tugas akhir ini akan digunakan software Ansys
CFX versi 11.0. Secara umum proses penghitungan CFD
terdiri atas 3 bagian utama yaitu:
• Prepocessor • Solver
• Post processor Preprocessor
Langkah-langkah dalam tahap pre-processing yaitu: - Definisi geometri region yang telah di buat
- Pemecahan domain menjadi beberapa sub domain yang lebih kecil dan non overlapping dari hasil meshing geometri
- Pemilihan fenomena fisik yang perlu dimodelkan - Definisi properties fluida
- Pemberian boundary condition/ kondisi batas yang sesuai pada sel-sel yang berhimpit dengan batas domain
Akurasi CFD ditentukan oleh jumlah sel dalam grid. Secara umum, semakin besar jumlah sel maka semakin baik keakurasiannya. Lama tidaknya perhitungan dalam iterasi tergantung kepada halus atau rapatnya grid. Pembuatan geometri pada CFX-Build dapat dibuat secara langsung dari CFX –Build maupun diimpor dari program CAD yang lainnya seperti PATRAN, UNIGRAPHICS, CATIA, ACAD, PRO/ENGINEER dan lain-lain.
Solver
Dalam tahap ini akan dilakukan perhitungan terhadap model yang di buat pada tahap pre processor. Terdapat 3 macam teknik solusi numerik yaitu beda hingga (finite
difference), elemen hingga (finite element) dan metode
spektral. Perbedaan ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut:
• Metode Beda Hingga (Finite Difference Method)
terpotong sering dipakai untuk membangun aproksimasi-aproksimasi beda hingga derivative Φ dalam suku-suku sampel-sampel titik Φ di masing-masing titik grid dan tetangga terdekat. Derivatif tersebut muncul dalam persamaan atur digantikan oleh beda hingga menghasilkan persamaan aljabar untuk nilai-nilai Φ di setiap titik grid.
• Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
Menggunakan fungsi-fungsi potong (piecewise) sederhana (misalnya linier atau kuadratik) pada elemen-elemen untuk menggambarkan variasi-variasi lokal variabel aliran yang
tidak diketahui Φ. Persamaan atur terpenuhi secara tepat oleh solusi eksak Φ. Jika fungsi-fungsi aproksimasi potong untuk
Φ disubstitusikan ke dalam persamaan, terdapat sebuah
ketidak pastian hasil (residual) yang didefinisikan untuk mengukur kesalahan. Kemudian residual (kesalahan) diminimalkan melalui sebuah pengalian dengan sebuah set fungsi berbobot dan mengintegrasikannya. Hasilnya diperoleh sekumpulan persamaan aljabar untuk koefisien-koefisien tak diketahui dari fungsi-fungsi aproksimasi. Teori elemen hingga awalnya dikembangkan untuk analisis tegangan struktur.
• Metode Spektral (Spectral Method)
Mengaproksimasikan variabel Φ dengan deret Fourier
terpotong atau deret Polinomial Chebyshev. Aproksimasi tidak secara lokal namun valid di semua domain komputasional, mengganti tak diketahui dalam persamaan atur dengan deret-deret terpotong. Batasan yang membawa ke persamaan aljabar untuk seluruh koefisien deret Fourier dan
Chebyshev diberikan oleh konsep residual berbobot mirip
dengan elemen hingga atau membuat fungsi aproksimasi serupa dengan solusi eksak pada sebuah nilai dari titik-titik grid.
• Metode Volume Hingga (Finite Volume Method)
Awalnya dikembangkan untuk special formulasi beda hingga, algoritma numerik terdiri dari langkah : Intergrasi persamaan atur aliran fluida di seluruh volume atur (hingga) dari domain solusi, diskretisasi dengan substitusi beragam aproksimasi beda hingga untuk suku-suku persamaan terintegrasi proses aliran seperti konveksi, difusi dan sumber. Akan dikonversikan persamaan integral menjadi sebuah sistem persamaan aljabar dan solusi persamaan-persamaan aljabar dengan metode iterative.
Post-processor
Hasil penghitungan modul solver berupa nilai-nilai numerik (angka-angka) variabel-variabel dasar aliran seperti kecepatan aliran udara, tekanan, temperatur dan fraksi-fraksi masa. Dalam post-processor hasil-hasilnya disajikan dalam bentuk visualisasi ataupun kontur-kontur distribusi parameter-parameter aliran fluida. Adapun data visualisasi model yang bisa ditampilkan oleh post processor adalah gambar geometri model, gambar surface sifat fluida, animasi aliran fluida, tampilan vector kecepatan, gerakan rotasi, translasi dan penyekalaan serta arah aliran fluida.
D. Proses Validasi
Tahap validasi berdasarkan (AEA Technology, 1996) selama proses perhitungan dengan pendekatan CFD dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
a. Convergence
Pada tahap ini proses iterasi perhitungan akan selalu dikontrol dengan persamaan pengendali. Jika hasil perhitungan belum sesuai dengan tingkat kesalahan yang ditentukan, maka komputasi akan terus berjalan. Berikut adalah beberapa grafik RMS yang menunjukan konvergensi proses iterasi.
Gbr 1. Konvergensi dan proses iterasi error
Konvergensi menunjukkan error apabila selama proses iterasi grafik yang terjadi naik turun dan cenderung datar, tidak mengalami penurunan.
Gbr 2.Konvergensi dan proses iterasi yang terlalu cepat
Konvergensi menunjukkan prematur apabila iterasi berhenti sebelum waktu yang telah ditentukan.
Gbr 3. Konvergensi yang normal
Konvergensi yang normal terjadi apabila pada grafik, literasi yang terjadi cenderung turun dan berhenti setelah waktu yang ditentukan.
b. Grid Independence
Besamya jumlah cell yang kita gunakan dalam perhitungan akan menentukan keakuratan hasil yang didapat karena jumlah cell juga dapat mempengaruhi perubahan bentuk geometri pada saat dilakukan defineite. Tetapi tidak selamanya dengan jumlah cell yang banyak akan menambah keakuratan hasil perhitungan. Dengan demikian pengguna dituntut untuk dapat menentukan jumlah cell yang optimum, agar waktu dan memori komputer yang terpakai tidak terlalu besar.
III. METOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan alur penelitian, penelitian ini sebagian besar dilakukan dengan menggunakan simulasi CFD dengan terlebih dahulu mempelajari studi literatur terhadap materi yang terkait dengan pelaksanaan tugas akhir yang akan dilakukan, yaitu pemahaman mengenai karakteristik kondisi udara di ruang mesin kapal, pemahaman sistem ventilasi udara atau mechanical ventilation system di ruang mesin kapal, pemahaman CFD menggunakan software ansys CFX
versi 11.0. Adapun alur penelitian yang di buat adalah sebagai
Pengumpulan data spesifikasi mesin dan peralatan dikamar mesin, spesifikasi blower, layout kamar mesin dan sistem ventilasi
Error
Ya
Tidak Studi literatur sistem ventilasi mekanikal dikamar mesin kapal,
karaktersistik udara,CFD Mulai
Meshing Perhitungan beban panas yang
dibebaskan oleh mesin dan peralatan di kamar mesin Pembuatan model geometri ventilasi ducting, geometri kamar mesin, jenis-jenis komponen peralatan, dan pembuatan kondisi batas di
ANSYS ICEM CFD
Analisa pengaruh perubahan supply aliran udara terhadap varibel kondisi udara ruang mesin yang meliputi temperatur, kecepatan aliran udara dan
tekanan
Kesimpulan
Selesai Input model pada ansys-pre
Running model pada ansys solver
Error
Running model pada ansys post
Ya
Tidak
Gbr. 4. Alur Penelitian
Sedangkan langkah-langkah yang dilakukan selanjutnya yaitu:
A. Pengumpulan Data Spesifikasi dari Lapangan
a) Spesifikasi mesin-mesin dan peralatan yang membebaskan panas di kamar mesin.
• Main engine
Type : 6L32 WARTSILA
Jumlah silinder : 6 silinder
Daya : 2760 KW =3701.221 HP
SFOC : 176 gr/kW.h=131.2gr/HP= 0.131 Kg/Hp.hr Putaran : 750 RPM
• Auxiliary Engine
Type : YANMAR 6NY16L-SNX360
Jumlah silinder : 6 silinder
Daya : 360 KW = 482.768 HP SFOC : 0.131 Kg/Hp.hr Putaran : 1200 RPM
• Jenis-jenis peralatan dengan sumber daya motor listrik
Tabel 2. Jenis-jenis peralatan dengan sumber daya motor listrik yang terdapat di kamar mesin kapal Tanker 6500 DWT
Jenis Komponen peralatan Jumlah Power motor
(KW) Room
b) Spesifikasi kapasitas blower/ mechanical ventilation
system untuk mensuplai kebutuhan udara di kamar mesin.
Type : AHED 900/12-12/5Z/50
Power : 34.5 KW
B. Perhitungan Beban Panas yang Dibebaskan oleh Mesin dan Peralatan di Kamar Mesin
1. Beban panas yang dibebaskan oleh main engine dan
auxiliary engine
Panas yang dibebaskan oleh main engine, yaitu: Q = 0,02 Ne x gc x Qf
Q = 0,02 x 3701,221x 0,131 x 10100
=97941,7101kkal/jam=27206,06kal/detik=113805 watt Panas yang dibebaskan oleh auxiliary engine, yaitu: Q = 0,02 Ne x gc x Qf
Q = 0,02 x 482,768x 0,131 x 10100
= 12775,007kkal/jam=3548,61kal/detik= 14844,11watt Karena auxiliary engine yang terdapat di kamar mesin sebanyak 3 buah dengan daya yang sama, maka auxiliary
engine yang lainnya juga mengeluarkan panas sebesar
14844,11 Watt.
2. Beban panas yang dibebaskan oleh peralatan dengan sumber daya motor listrik
Contoh perhitungan panas yang dibebaskan oleh cooling
SW pump1:
Q = 864 x N x [(1-η)/η]
Q = 864 x 14,75 x [(1-0,9)/0,9]
Q =1416 kkal/jam = 393,33 kal/detik = 645,34 watt Adapun hasil perhitungan untuk semua peralatan yaitu:
Tabel 3. Beban panas yang dibebaskan oleh peralatan
Nama Komponen peralatan
Motor power
η Beban Panas yang dibebaskan KW HP kkal/jam kal/detik watt
Cooling SW pump 1 11 14,75 0,9 1416,00 393,33 1645,34
Cooling SW pump 2 11 14,75 0,9 1416,00 393,33 1645,34
Standby HT FW cooling
pump 11 14,75 0,9 1416,00 393,33 1645,34
Standby LT FW cooling
pump 11 14,75 0,9 1416,00 393,33 1645,34
ME lube oil standby
pump 26 34,87 0,9 3347,52 929,87 3889,70
Main air Compressor 1 22 29,5 0,9 2832,00 786,67 3290,69
Cargo oil pump 123 164,9457 0,9 15834,79 4398,55 18399,48
Main air Compressor 2 22 29,5 0,9 2832,00 786,67 3290,69
C. Simulasi Menggunakan Computational Fluid Dynamics
Simulasi di ruang mesin menggunakan CFD dilakukan melalui 2 tahap, yaitu tahap pertama adalah simulasi model saluran udara (ducting) di kamar mesin dan tahap kedua simulasi model kamar mesin.
Simulasi model saluran udara (ducting)
Simulasi ini dilakukan untuk mendapatkan nilai output yang berupa kecepatan aliran udara pada ujung-ujung saluran
ducting. Karena di kamar mesin terdapat dua ducting yang
tidak saling berhubungan, sehingga untuk mendapatkan nilai output tersebut simulasi harus dilakukan secara tidak bersamaan pada masing-masing model ducting 1 dan ducting 2. Variabel yang dibuat bervariasi pada simulasi model
ducting yaitu kecepatan aliran udara inlet ducting (V) dengan
rencana variasi simulasi sebagai berikut:
Tabel 4. Rencana simulasi tahap pertama (model ducting)
Variasi Blower capacity dan
kecepatan aliran udara inlet ducting (V)
VAR 1 50000 m³/h=13,9 m3/s, V= 12,87 m/s
menggunakan simulasi 3D dengan metode yang di gunakan SST.
Tahapan yang dilakukan untuk simulasi ducting dengan software CFX 11.0, yaitu: pre-processor, solver,
post-processor.
Pre-processor (CFX Build) dalam setiap sub-bagiannya
untuk ducting 1 dan ducting 2, yaitu:
a. Geometry Modeling
Geometri yang di buat di ICEM CFD adalah dua buah saluran udara. Ukuran masing-masing panjang inlet adalah 1,2 meter dan lebar 0,9 meter. Adapun hasil setelah di import ke CFX sebagai berikut:
Gbr. 5. Model geometri ducting kesatu
Gbr. 6. Model geometri ducting kedua
b. Meshing
Setelah membuat geometri, langkah berikutnya adalah melakukan pembagian obyek menjadi bagian-bagian kecil (grid) yang prosesnya disebut meshing. Meshing ini akan sangat mempengaruhi waktu iterasi pada solver, ukuran mesh ini juga dibatasi oleh kemampuan komputasi yang digunakan. Setelah meshing pada program ICEM CFD selesai kemudian dilakukan penentuan kondisi batas pada program CFX dengan terlebih dahulu merubah bentuk file meshing ICEM CFD ke betuk file CFX sehinggadapat dibaca pada program CFX.
Gbr. 7. Hasil mesh ducting 1
Gbr. 8. Hasil mesh ducting 2
Gbr 3 dan Gbr 4 merupakan tampilan ducting ke-1 dan
ducting ke-2 setelah dilakukan proses meshing. Model grid
yang digunakan adalah tetrahedral. Dari ukuran yang telah diberikan diperoleh jumlah node sebanyak 53373, jumlah elemen dengan bentuk tetrahedral sebanyak 255910.
c. Fluid Domains
Fluid Domains digunakan untuk menentukan jenis fluida
yang digunakan dalam simulasi, menentukan kondisi masing-masing partisi geometri, menginisialisasi kondisi geometri juga menentukan sub-domain fluida.
d. Boundary Conditions
Boundary Conditions digunakan untuk menspesifikasi
kondisi fluida pada surfaces dari fluid domain juga sub domainnya serta untuk mendefinisikan simulasi alirannya. Pada fluid boundary simulasi pemodelan udara terdapat tiga tipe yaitu inlet, outlet dan wall. Input data pada boundary
condition untuk simulasi model ducting, yaitu: • Inlet
Untuk inlet input yang digunakan adalah kecepatan aliran udara yang berasal dari blower dengan keadaan yang dipilih normal speed, adapun persamaan untuk
menghitung kecepatan aliran udara ini yaitu:
A Q
V = (3)
Dimana: Q = Debit udara (m3/s)
A = Luas permukaan yang dilalui oleh udara (m2)
V = Kecepatan aliran udara (m/s) - Input untuk variasi VAR 1:
s
Boundary Conditions untuk wall ducting ke-1dan ducting
ke-2 meliputi seluruh bagian ducting kecuali untuk inlet dan outlet, dengan keadaan yang diberikan adalah no slip, karena aliran udara yang melewati ducting terdapat
pressure drop. • Outlet
Contoh boundary conditions untuk outlet ducting 1 sebagai berikut:
Tabel 5. Boundary condition outlet model ducting
Nama outlet pada ujung
Type Input
Ducting ke-1 Ducting ke-2
OTD_1 OTD2_1 OUTLET P= 0 Pa
e. Initial Conditions
Pada simulasi ducting ini initial condition untuk ducting ke-1 dan ducting ke-2 di atur di atur sesuai dengan metode turbulensi yang di gunakan.
Sedangkan untuk solver langkah-langkahnya adalah: a. Solver Control
Pada tahap solver control ini dapat menentukan banyaknya step iterasi. Penentuan step ini akan mempengaruhi lama dari solver dalam melakukan perhitungan. Pada simulasi ducting ke-1 dan ducting ke-2 banyaknya maximum step iterasi yang digunakan sebesar 150 dengan timescale control yaitu auto timescale, convergence
criteria yang digunakan RMS dengan residual target sebesar 1.e-4. Menurut AEA technology tahap verifikasi dalam
menentukan berhasil atau tidaknya simulasi selama proses perhitungan dengan pendekatan CFD dilakukan dengan tahapan yaitu konvergen. Berdasarkan Gbr 6 nilai residual
target tercapai pada iterasi 94 untuk semua RMS U, V dan W
momentum, sehingga simulasi berhasil karena telah konvergen dan Gbr 7 untuk simulasi ducting kedua konvergen tercapai pada waktu iterasi ke 141 untuk semua RMS U, V dan W momentum.
b. Definition File
Definition file berisi semua informasi yang diperlukan
oleh solver untuk mendefinisikan simulasi CFD. Tahap ini juga mendeteksi kesalahan input yang terdapat pada model sebelum dimasukkan ke solver. Gambar di bawah ini merupakan contoh hasil solver untuk beberapa variasi.
Gbr. 9. Hasil solver control pada ducting ke-1 variasi VAR 1
Gbr.10. Hasil solver control pada ducting 2 variasi 1
Tahap terakhir yaitu post-processor yang merupakan
result file hasil dari simulasi yang telah dilakukan, berupa
gambar (visual) atau berupa data-data numerik (angka). Adapun hasilnya untuk ducting 1 variasi 1 dan ducting 2 variasi 2 yaitu:
Gbr.11. Kecepatan aliran udara pada ducting ke-1 variasi VAR 1
Gbr. 12. Kecepatan aliran udara pada ducting ke-2 variasi VAR 1
Simulasi Model Kamar Mesin
Input simulasi tahap kedua ini berupa nilai panas yang dihasilkan dari tiap mesin dan peralatan yang telah dihitung sebelumnya, bentuk geometri kamar mesin, bentuk geometri saluran udara (ducting) dan nilai output dari simulasi model pertama (simulasi model ducting). Variabel yang akan diambil pada hasil keluaran (visualisation) dari simulasi ini adalah distribusi suhu, distribusi tekanan, dan kecepatan aliran udara.
Simulasi ini dilakukan sebanyak 30 simulasi dimana variasi dilakukan dengan megubah-ubah kecepatan aliran udara inlet ducting (V) yang hasil kecepatan ujung-ujung
outlet ductingnya diperoleh dari simulasi tahap pertama dan
mengubah-ubah luas exhaust funnel setiap kenaikan 5% dari variasi 1 (keadaan luas exhaust funnel yang sebenarnya di kamar mesin). Tabel 6 dan Gbr 10 dibawah ini akan menjelaskan tentang rencana simulasi, yaitu:
Tabel 6. Rencana simulasi tahap kedua (model kamar mesin)
Luas area exhaust funnel
Tank top ( Lantai 1) Tween deck (lantai 2)
Variasi 1
P = 4,2 m L = 2,4628 m
Luas= 10,344 m2
P = 2,8 m L = 2 m Luas= 5,6 m2
Variasi 2
P = 4,345 m L =2,4628 m
Luas= 10,861 m2
P = 2,94 m L = 2 m
Luas= 5,88 m2
Variasi 3
P= 4,410 m L= 2,4628 m
Luas= 11,404 m2
P = 3,087 m L = 2 m
Luas= 6,174 m2
Variasi 4
P = 4,862 m L= 2,4628 m
Luas= 11,974 m2
P = 3,241m L = 2 m
Luas= 6,483 m2
Variasi 5
P = 4,961 m L= 2,4628 m
Luas= 12,176 m2
P = 3,403 m L = 2 m
Luas= 6,807 m2
Variasi 1 Luas area exhaust funnel
Kecepatan aliran udara inlet ducting (V)
Kecepatan aliran udara inlet ducting (V)
Kecepatan aliran udara inlet ducting (V)
Kecepatan aliran udara inlet ducting (V)
Kecepatan aliran udara inlet ducting (V) Luas area exhaust
funnel
Luas area exhaust
funnel
Luas area exhaust funnel
Luas area exhaust funnel
Gbr. 13. Diagram variasi simulasi model kamar mesin
Pada simulasi model kamar mesin kondisi yang diberikan dalam keadaan steady state dengan metode yang di gunakan SST. Tahapannya yaitu:
pre-processor (CFX Build)
a. Geometry Modeling
Bentuk model geometri kamar mesin yaitu:
Gbr. 14.Geometry model kamar mesin beserta peralatannya pada ICEM CFD tampak belakang
Ukuran kamar mesin lantai 1 (tank top) panjang 21,2 m, lebar 19,2 m dan tinggi 6 m sedangkan lantai 2 (tween deck) panjang 21,2 m, lebar 19,2 m dan tinggi 3 m. Untuk ukuran masing-masing mesin dan peralatan sebagai berikut:
Tabel 7. Ukuran mesin dan peralatan yang terdapat di kamar mesin Tanker 6500 DWT
Main Generator set
Panjang = 5.26 Lebar = 2.305 Tinggi = 3.645
18.304
Cooling SW pump Diameter = 0.61
Tinggi = 0.986 2.473
Standby HT FW cooling pump
Panjang = 1.5 Lebar = 1 Tinggi = 0.68
3.2
Standby LT FW cooling pump
Panjang = 1.5 Lebar = 1 Tinggi = 0.68
3.2
ME lube oil standby pump Diameter = 0.61
Tinggi = 0.739 1.248
Cargo oil pump Diameter = 0.989 Tinggi = 1.4 5.891
Main air compressor
Panjang= 1.31 Lebar = 0.84 Tinggi = 0.676
5.108
b. Meshing
Hasil meshing kamar mesin adalah sebagai berikut:
Gbr. 15. Hasil mesh tampak belakang kamar mesin pada variasi 1
Model grid yang digunakan adalah tetrahedral. Dari ukuran yang telah diberikan diperoleh jumlah node sebanyak 186727 dan jumlah elemen dengan bentuk tetrahedral sebanyak 956551.
c. Fluid Domains d. Boundary Conditions
Input data pada boundary condition, yaitu:
Tabel 8. Boundary condition pada simulasi model kamar mesin variasi 1- VAR 1
Nama mesin, peralatan outlet pada
ujung ducting dan wall ruangan Type Input data
Main Engine WALL Q=1433.35W/m²
Main Generator set WALL Q= 810.96 W/m²
Cooling SW pump WALL Q= 665.32 W/m²
Standby HT FW cooling pump WALL Q= 514.17 W/m²
Standby LT FW cooling pump WALL Q= 514.17 W/m²
ME lube oil standby pump WALL Q= 3116.75W/m²
Cargo oil pump WALL Q= 3123.32W/m²
TENGAH,WADAH WALL
Free slip, adiabatic
WALL_DUCT2_TD, WALL_DUCT2_TT,WALL_DUCT_T
D, WALL_DUCT_TT
WALL No slip, adiabatic
OUT_ROOM OUTLET P= 0 Pa
Boundary condition yang digunakan pada kamar mesin
sebagai inputan untuk inlet adalah kecepatan aliran udara dari masing-masing outlet ducting ke-1 dan ke-2 yang telah disimulasikan pada tahap pertama (model ducting), model
heat transfer untuk inlet ini menggunakan static temperature
adalah sekitar 35°C, pada mesin dan peralatan diberi batasan
wall dengan type no slip karena permukaan mesin dan
peralatan diasumsikan kasar dan mempunyai nilai heat flux berdasarkan nilai panas persatuan luas yang telah dihitung sebelumnya, untuk seluruh bagian atas, bawah,tengah dan wadah kamar mesin diberi wall dengan tipe free slip dan dengan tekanan konstan tidak ada heat flux sedangkan untuk
outlet pada kamar mesin ini berupa saluran exhaust funnel
yang dibiarkan terbuka dengan boundary conditions berupa
pressure outlet dengan nilai tekanan awal bernilai 0 Pa karena
udara yang disirkulasikan ke kamar mesin melalui ujung-ujung outlet ducting berasal dari udara kondisi lingkungan dengan tekanan atmosfer.
e. Initial Conditions
Solver
a. Solver Control
Pada tahap solver control ini step iterasi yang digunakan adalah maximum iterasi sebanyak 300 dengan timescale
control yaitu auto timescale, convergence criteria yang
digunakan RMS dengan residual target sebesar 1.e-4. Menurut AEA technology tahap verifikasi dalam menentukan berhasil atau tidaknya simulasi selama proses perhitungan dengan pendekatan CFD dilakukan dengan tahapan yaitu konvergen. Berdasarkan Gbr 13 nilai residual target tercapai pada iterasi 270 sehingga simulasi berhasil karena tahap iterasi telah mencapai konvergen untuk semua RMS U, V dan W momentum.
b. Definition File
Gambar di bawah ini merupakan contoh hasil solver untuk variasi 1- VAR1.
Gbr 16. Hasil solver control pada model kamar mesin variasi 1- VAR 1
Tahap terakhir yaitu post-processor yang merupakan
result file hasil dari simulasi yang telah dilakukan. Adapun
hasilnya yaitu:
Gbr 17. Post-processor pada model kamar mesin variasi 1_1 tampak belakang
IV. PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil simulasi pengaruh perubahan kecepatan udara suplai inlet ducting dan luas exhaust funnel terhadap distribusi suhu, tekanan dan kecepatan aliran udara dalam kamar mesin.
A. Distribusi suhu
Suhu pada bidang irisan di sumbu YZ dan ZX
Bidang irisan di sumbu YZ berfungsi untuk mengetahui distribusi suhu rata-rata kamar mesin bagian tampak samping sedangkan bidang irisan di sumbu ZX untuk mengetahui bagian tampak atas. Bidang irisan di sumbu YZ ini dibagi menjadi 7 bidang sedangkan di sumbu ZX dibagi menjadi 3 bidang dengan jarak yang berbe-beda setiap bidangnya baik di sumbu YZ maupun ZX. Gambar di bawah ini merupakan salah satu contoh pembagian bidang irisan di sumbu YZ dan ZX apabila dilihat dari tampak belakang kamar mesin untuk keadaan sebenarnya sebelum divariasikan (variasi 1- VAR 1).
Gbr 18. Suhu pada bidang irisan di sumbu YZ variasi 1-VAR 1
Gbr 19. Suhu pada bidang irisan di sumbu ZX variasi 1- VAR 1
Keterangan:
- Countour 1 untuk mesin dan peralatan yang berada di
kamar mesin
- Countour 2 untuk bidang 1 di sumbu YZ dengan jarak 9,6
meter dari tampak samping
- Countour 3 untuk bidang 2 di sumbu YZ dengan jarak
12,6 meter dari tampak samping
- Countour 4 untuk bidang 3 di sumbu YZ dengan jarak
- Countour 5 untuk bidang 4 di sumbu YZ dengan jarak
18,6 meter dari tampak samping
- Countour 6 untuk bidang 5 di sumbu YZ dengan jarak 6,6
meter dari tampak samping
- Countour 7 untuk bidang 6 di sumbu YZ dengan jarak 3,6
meter dari tampak samping
- Countour 8 untuk bidang 7 di sumbu YZ dengan jarak 0,6
meter dari tampak samping
- Countour 9 untuk bidang 8 di sumbu ZX dengan jarak 0,5
meter dari tampak atas
- Countour 10 untuk bidang 9 di sumbu ZX dengan jarak
4,5 meter dari tampak atas
- Countour 11 untuk bidang 10 di sumbu ZX dengan jarak
8,5 meter dari tampak atas
Hasil distribusi suhu di setiap bidang pada variasi , yaitu:
Gbr 20. Hasildistribusi suhu rata-rata pada setiap bidang untuk variasi 1 dengan luas exhaust funnel tetap (lantai 1= 10,344 m², lantai 2= 5,6 m²) sedangkan kecepatan udara suplai inlet ducting bervariasi
Keterangan:
Variasi kecepatan udara suplai inlet ducting untuk Gambar 4.3 yaitu:
- VAR 1 = 12,87 m/s - VAR 2 = 13,51 m/s - VAR 3 = 14,2 m/s - VAR 4 = 14,8 m/s - VAR 5 = 15,44 m/s - VAR 6 = 16,09 m/s
Pada Gbr 17 di atas terlihat bahwa suhu akan naik apabila di sekitar bidang terdapat mesin dan peralatan yang membebaskan panas. Pada bidang 1 (jarak 9,6 m dari tampak samping) dan bidang 10 (jarak 8,5 meter dari tampak atas) suhu rata-ratanya yang paling tinggi sebesar 48,5°C dan 54,13°C (untuk variasi 1- VAR 1/keadaan sebenarnya kamar mesin), hal ini karena bidang 1 berada di daerah sekitar main
engine yang menghasilkan panas 1433,35 W per luasannya
dan berada tepat saluran exhaust funnel sehingga udara panas yang berada disekitar ini langsung terbuang dan mengalir ke atas (ke saluran exhaust funnel). Sedangkan bidang 10 (jarak 8,5 meter dari tampak atas) selain terletak di semua mesin dan peralatan yang membebaskan panas dan juga main engine, penempatan ducting/saluran udara juga terlalu tinggi sehingga
outlet-outlet ujung ducting yang masing-masing mempunyai
kecepatan belum bisa mengatasi panas yang terdistribusi dibagian bawah (jarak 0,5 meter dari bawah kamar mesin). Pada bidang 2 tidak ada mesin dan peralatan yang berada disekitarnya sehingga terlihat suhu dari bidang 1 ke bidang 2 jadi turun, bidang 3 terletak sekitar peralatan standby HT dan LW FW cooling pump dengan jarak 15,6 m dari tampak samping sehingga suhu kembali naik, dari bidang 3 ke bidang 4 suhu kembali turun karena pada bidang 4 dengan jarak 18,6 m dari tampak samping tidak ada mesin dan peralatan, pada bidang 5 terdapat ME lube oil pump sehingga suhu dari bidang 4 ke bidang 5 kembali naik sedangkan pada bidang 6, bidang 7, bidang 8 dan bidang 9 tidak ada mesin dan peralatan
sehingga suhunya turun. Dari semua hasil yang telah disebutkan menunjukkan bahwa semakin jauh dari jarak sumber panas peralatan dan mesin maka suhunya menurun.
Setelah dilakukan variasi ukuran luas exhaust funnel dan kecepatan udara suplai inlet ducting maka suhu dari keadaan sebenarnya (variasi 1- VAR 1) mengalami penurunan seperti Gbr 18 berikut:
Gbr 21. Prosentase penurunan suhu setiap perubahan variasi kecepatan udara suplai inlet ducting dari keadaan sebenarnya (12,87m/s) dan luas
exhaust funnel lantai 1=10,344 m² dan lantai 2= 5,6 m² (variasi 1)
Dari Gbr 18 di atas terlihat bahwa pada bidang 1 (9,6 meter dari tampak samping kamar mesin) dan bidang 10 (jarak 8,5 meter dari tampak atas kamar mesin) yang memiliki suhu rata-rata yang paling tinggi setelah kecepatan udara suplai inlet ducting ditambah, prosentase penurunan suhu menjadi paling tinggi dibandingkan bidang yang lain yaitu bidang 1 sekitar 0,5 sampai 5% sedangkan bidang 10 sekitar 1,5 sampai 6,5% . Begitu juga untuk variasi 2, variasi 3, variasi 4 dan variasi 5 setelah luas exhaust funnel nya ditambah dan kecepatan udara suplai ditambah, maka suhu juga semakin menurun.
Luas daerah isosurface pada suhu 45°C, 46°C, 47°C, 48°C, 49°C dan 50°C
Hasil gambar daerah isosurface pada variasi 1- VAR 1 ditunjukkan dengan di bawah ini.
Gbr. 22. Luas daerah isosurface pada suhu 45°C, 46°C, 47°C, 48°C, 49°C dan 50°C untuk variasi 1- VAR 1
Berdasarkan hasil simulasi untuk variasi 1 diperoleh luas
isosurface untuk temperatur 45°C, 46°C, 47°C, 48°C, 49°C
Gbr 23. Nilai luas isosurface pada temperatur 45°C, 46°C, 47°C, 48°C, 49°C dan 50°C untuk variasi 1
Dari Gbr 20 dapat di lihat semakin besar kecepatan udara suplai inlet ducting maka prosentase penurunan luas
isosurface pada suhu 45°C, 46°C, 47°C, 48°C, 49°C dan 50°C
juga semakin besar. Untuk suhu 45°C sekitar 5-16% dari keadaan sebenarnya dikamar mesin dan dari keadaan setelah luas exhaust funnelnya ditambah setiap 5 % dari keadaan sebenarnya. Semakin besar suhu dari 45°C maka luas
isosurface semakin kecil dan hanya berada disekitar mesin
dan peralatan saja. Selain itu apabila luas exhaust funnel ditambah setiap 5 %, luas isosurface juga mengalami penurunan untuk variasi 2 dan variasi 3 terkecuali untuk luas
isosurface pada suhu 45 °C dan 46°C variasi 4 dan 45°C,
46°C, 47°C, 48°C, 49°C dan 50°C variasi 5, luas isosurface mengalami kebalikan yang seharusnya turun tapi yang terjadi mengalami kenaikan, hal ini karena pada variasi 4 dan 5 luas
exhaust funnel lantai 1 yang ditambah kearah belakang kamar
mesin sedangkan untuk variasi 2 dan 3 ke arah depan kamar mesin (mendekati generator set di lantai 2). Hal itu dilakukan karena apabila luas exhaust funnel ditambah untuk variasi 4 dan variasi 5 ke arah depan kamar mesin, area kamar mesin tidak mencukupi untuk diperluas exhaust funnelnya karena bertabrakan dengan generator set yang berada di lantai 2.
Gbr 21 dan Gbr 22 berikut menjelaskan variasi paling baik apabila dilihat dari sisi suhu pada bidang irisan sedangkan Gbr 23 dan Gbr 24 apabila di lihat dari sisi luas area isosurface.
Gbr 24. Perbandingan setiap variasi berdasarkan suhu pada bidang irisan keadaan awal (kecepatan inlet ducting 12,87 m/s/ VAR 1)
Gbr 25. Perbandingan setiap variasi berdasarkan suhu pada bidang irisan keadaan akhir (kecepatan inlet ducting 16,09 m/s/ VAR 6)
Gbr 26. Perbandingan setiap variasi berdasarkan luas isosurface keadaan awal (kecepatan inlet ducting 12,87 m/s/ VAR 1)
Gbr 27. Perbandingan setiap variasi berdasarkan luas isosurface keadaan akhir (kecepatan inlet ducting 16,09 m/s/ VAR 6)
Pada Gbr 21 dan Gbr 23 keadaan awal adalah untuk keadaan kamar mesin sebelum divariasikan dengan penambahan kecepatan udara suplai inlet ducting (kecepatan inlet kamar mesin keadaan sebenarnya sebesar 12,87 m/s). Sedangkan padaGbr 22 dan Gbr 24, keadaan akhir adalah untuk keadaan setelah ditambah dengan kecepatan udara suplai inlet ducting 25% dari keadaan sebenarnya yaitu sebesar 16,09 m/s. Apabila dilihat dari sisi suhu pada bidang irisan dan isosurface maka variasi yang cocok untuk kamar mesin adalah variasi 3- VAR 6 dengan luas exhaust funnel sebesar lantai 1= 11,404 m², lantai 2= 6,174 m² dan kecepatan suplai udara inlet ducting sebesar 16,09 m/s. Hal ini karena pada Gbr 23 dan Gbr 24 dapat di lihat bahwa untuk luas isosurface pada variasi 4 dan variasi 5 baik suhu 45°C, 46°C, 47°C, 48°C, 49°C, 50°C mengalami kenaikan dari variasi sebelumnya (variasi 3).
B. Distribusi Tekanan
Gbr 28. Distribusi tekanan pada bidang irisan di sumbu YZ variasi 1-VAR 1
Gbr 29. Distribusi tekanan pada bidang irisan di sumbu ZX variasi 1- VAR 1
Hasil tekanan rata-rata setiap bidang untuk variasi 1 dengan luas exhaust funnel tetap (lantai 1= 10,344 m² dan lantai 2= 5,6 m²) tetapi kecepatan suplai inlet ducting bervariasi ditunjukkan dengan Gambar 4.9
Gbr 30. Hasil tekanan rata-rata setiap plane untuk variasi 1
Dari Gbr 27 di atas terlihat bahwa tekanan rata-rata setiap bidang yang paling tinggi yaitu berada di bidang 10 dengan jarak 8,5 meter dari tampak atas, tetapi dengan adanya variasi kecepatan udara suplai inlet ducting tekanan tersebut mengalami penurunan untuk setiap variasi, tetapi pada bidang 8 tekanan tiba-tiba turun drastis hal ini karena bidang 8 ini berada 0,5 meter dari tampak atas dan didekat saluran exhaust
funnel untuk membuang udara panas dari kamar mesin.
C. Kecepatan Aliran Udara
Aliran udara pada kamar mesin untuk variasi 1 ditunjukkan dengan streamline seperti pada Gbr 28
.
Gbr 31. Streamline arah aliran udara pada kamar mesin untuk variasi 1
Hasil kecepatan udara streamline dikamar mesin ditunjukkan dengan Grafik 20berikut:
Gbr 32. Hubungan antara kecepatan streamline rata-rata dengan kecepatan udara suplai inlet ducting untuk semua variasi.
Berdasarkan Gbr 29, nilai kecepatan streamline rata-rata naik turun untuk semua variasi baik variasi 1, variasi 2, variasi 3, variasi 4, maupun variasi 5 hal ini karena udara yang masuk untuk kamar mesin ini disuplai oleh ujung-ujung outlet dua ducting yang berbeda yaitu ducting ke-1 dan ducting ke-2, hasil kecepatan dari masing-masing ujung outlet ducting ini setelah disimulasikan dengan berbagai variasi kecepatan inlet ducting yaitu variasi 1 (12.87 m/s), variasi 2 (13.51 m/s), variasi 3 (14.2 m/s), variasi 4 (14.8 m/s), variasi 5 (15.44 m/s), dan variasi 6 (6.09 m/s) menghasilkan kecepatan masing-masing ujung outlet ducting yang bervariasi sehingga kecepatan rata-rata streamline dikamar mesin juga bervariasi (naik turun). Yang mana hasil kecepatan masing-masing outlet ujung-ujung ducting
ditunjukkan dengan grafik sebagai berikut:
Gbr 34. Hasil kecepatan masing-masing ujung outlet ductinguntuk ducting ke-2
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi yang diperoleh dalam pengerjaan tugas akhir ini, kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut:
• 50000 m³/h belum bisa mengatasi panas pada daerah bidang 1 dan bidang 10 yang suhunya sekitar 48,5°C dan 54,13°C. Dengan adanya variasi penambahan kecepatan udara suplai inlet ducting sebesar 5% dari keadaan sebenarnya yaitu sebesar 13,51m/s, 14,2m/s, 14,8m/s, 15,44 m/s sampai 16,09m/s maka suhu pada daerah bidang 1 dan bidang 10 menjadi turun, prosentase penurunan suhu 0,5% sampai 5% untuk bidang 1 dan 1,5% sampai 6,5% untuk bidang 10.
• Semakin besar kecepatan udara suplai inlet ducting maka prosentase penurunan luas isosurface pada suhu 45°C, 46°C, 47°C, 48°C, 49°C dan 50°C juga semakin besar sekitar 5-16% untuk variasi 1.
• Apabila dilihat dari sisi suhu pada bidang irisan dan luas
isosurface maka luas exhaust funnel dan kecepatan udara
suplai inlet ducting yang cocok untuk kamar mesin adalah variasi 3- VAR 6.
• Semakin besar kecepatan udara suplai inlet ducting maka tekanan rata-rata kamar mesin juga semakin naik kecuali pada bidang 8 yang tiba-tiba turun untuk semua variasi.
• Nilai kecepatan aliran udara streamline rata-rata naik turun untuk semua variasi.
Saran yang dapat disampaikan untuk penelitian selanjutnya adalah apabila kapal 6500 DWT telah jadi di buat sebaiknya melakukan validasi dengan pengukuran secara langsung baik untuk suhu, tekanan maupun kecepatan udara di kamar mesin selain itu untuk simulasi perlu penambahan geometri outlet ujung ducting yang mengarah ke main engine agar suhu yang panas sekitar main engine bisa cepat diturunkan dengan adanya penambahan kecepatan udara dari ujung outlet ducting dan juga dalam merancang saluran udara/
ducting, besarnya pressure drop yang terdapat di dalam
ducting perlu diperhitungkan karena akan sangat
mempengaruhi kecepatan udara yang dihasilkan dari ujung-ujung outlet ducting .
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] Victor L. Streeter. E. Benjamin Wylie. (1985). “Fluid Mechanics”,
Sepetember 2011 diunduh pukul 11:24)
[2] Baheramsyah, Alam dan Ariana Made. (1999). “Diktat Pengaturan
Udara & Sistem Pendingin”. FTK ITS.
[3]
Sepetember 2011 diunduh pukul 19:59).
[4] Fajar. (2008). “Analisa Pengkondisian Udara Pada kamar mesin di
Kapal Ferry Untuk Mencapai Temperatur Yang Optimum Dengan Menggunakan CFD”, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan
FTK ITS.
[5] Apriantory, Dicky. (2009). “Analisa Aliran Udara Di Kamar Mesin
Pada Kapal Tanker 6300 DWT Dengan Pendekatan CFD Menggunakan Software Ansys”. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sistem
Perkapalan FTK ITS.
[6] Seito, Kevin. (2002). “Analisa Pengaturan Udara pada Kamar Mesin
Kapal PAX 500 Dengan Pendekatan CFD”. Tugas Akhir, Jurusan
Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS.
[7] ASHRAE Handbook of HVAC System and Applications, American
Society of Heating, Refrigating and Air- Conditiong Engineers, Inc., Atlanta, 1998.
[8] J.P. Holman, (1995), “Perpindahan Kalor”, Edisi Keenam. Erlangga
[9] Anderson, John D. (1992). “Computational Fluid Dynamic: The Basic
with Aplication”. McGraw Hill.
[10] Biro Klasifikasi Indonesia. Volume 8 (2001). “Rules For Refrigerating
Instalation Of Seagoing Steel Ships”.
[11] ISO 8861. (1998). “Shipbuilding , Engine -Room Ventilation In Diesel,
Engined Ships, Design Requirements And Basis Of Calculations”
[12] IACS (International Association of Classification Societies), rule M28. (1978)
[13] SNAME, “ Calculations for Mershant Ship Heating Ventilation and
Air Conditioning Design” SNAME buletin 4-16.
[14] AEA technology (1996) “Validation and verification for simulation
using CFD”
[15] Stocker, Wilbert f dan Hara, Supratman. (1989). “Refigerasi dan
Pengkondisian Udara”. Erlangga.
[16] Victor L. Streeter. E. Benjamin Wylie. (1985). “Fluid Mechanics”, Eighth Edition. McGraw-Hill, Inc. England.
.
BIODATA PENULIS
Nama : Puspa Puspitasari NRP : 2409 106 002
TTL : Garut, 10 Oktober 1988 Ema
Riwayat Pendidikan:
- SDN Sukamukti I 1994 - 2000 - SLTPN 3 Tarogong Garut 2000 - 2003 - SMAN I Tarogong Garut 2003 - 2006
- D3 Refrigerasi dan Tata Udara POLBAN 2006 - 2009 - S-1 Lintas Jalur Genap Teknik Fisika ITS 2009 -
sekarang