KAJIAN PENERAPAN SISTEM PENJAMINAN MUTU (
QUALITY
ASSURANCE)
PADA PELAKSANAAN PROYEK DI SUMBAR
MELALUI PENDEKATAN PDCA
ARTIKEL
SAMIRAN NPM. 1310018312023
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
KAJIAN PENERAPAN SISTEM PENJAMINAN MUTU (
QUALITY
ASSURANCE)
PADA PELAKSANAAN PROYEK DI SUMBAR
MELALUI PENDEKATAN PDCA
Samiran, Syamsul Asri,Wardi
Program StudiTeknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta Email :jusjambuwarungasem@gmail.com
ABSTRACT
Quality assurance (Quality Assurance) is a program that includes activities required to deliver quality work in order to meet project requirements. Quality assurance activities include PLAN (P), DO (D), CHECK (C), ACTION (A) or PDCA. This study aims to determine the exact application of the quality assurance system (Quality Assurance) by the contractor in West Sumatra and constraints in the implementation of Quality Assurance (QA) on the implementation of the project construction work by the contractor in West Sumatra. This research was conducted against the contractor of the construction project to qualified-grade 4 in West Sumatra by distributing questionnaires to the contractor. Results of questionnaire data were completed and returned later processed reached 35 respondents. The data is then processed to find the frequency and percentage of contractors application of Quality Assurance. From the results of data processing and data analysis, it can be concluded that the adoption of QA of all the elements that exist in every component of PDCA, there were approximately 11.43% of contractors implement all elements of QA, there are about 45.71% that applies> 50% QA element, there are about 40.00% that applies> 50%. While the contractor did not execute QA elements there are around 2.86%. Constraints contractors primarily-grade 4 have not implemented quality assurance because it is still a lack of understanding of the component elements of the Plan Do Check Action (PDCA).
Keywords: Quality, Implementation, Project
PENDAHULUAN
Proyek merupakan suatu kegiatan yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan, sasaran dan harapan-harapan penting dengan menggunakan anggaran dana serta sumber daya yang tersedia, yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Pelaksanaan proyek pada hakikatnya adalah proses merubah sumber daya dan dana tertentu secara terorganisasi menjadi hasil pembangunan yang mantap sesuai dengan tujuan dan harapan-harapan awal, dan kesemuanya harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang terbatas (Dipohusodo, 1996).
Semakin kompleks suatu proyek dan semakin tinggi teknologi yang digunakan, menuntut pula proses pelaksanaan yang makin kompleks. Konsep-konsep pengendalian mutu konvensional yang biasa dilakukan secara menyatu dalam perencanaan, sudah dianggap kurang relevan, sehingga diperlukan langkah-langkah yang sistematis untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang disepakati yang kemudian dikenal sebagai
Quality Assurance (QA).
diserahterimakan kepada pemilik proyek, tetapi juga diperlukan serangkain tindakan sepanjang siklus proyek dari penyususunan program, perencanaan, pengawasan, pemeriksaan dan pengendalian mutu. Kegiatan tersebut dikenal dengan penjamin mutu (quality assurance), (Imam Suharto, 1995).
Penjaminan mutu (Quality Assurance) adalah suatu program yang mencakup kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk memberikan kualitas di dalam pekerjaan guna memenuhi persyaratan proyek (Arditi dan David,1999 dalam Dofir, 2002).
Pertumbuhan dan meluasnya teknologi tinggi di semua bidang pada era globalisasi ini, mendorong peningkatan tuntutan kebutuhan pengguna yang semakin tinggi dan kompleks, khususnya terhadap terpenuhinya persyaratan mutu, yang nerupakan sasaran pengelolaan proyek di samping biaya dan waktu. Sejak tahun 1992, negara-negara yang tergabung dalam EFTA (European Free Trade Area) sepakat untuk semua produk yang memasuki pasaran Eropa harus memenuhi standar mutu bersama yang dikenal dengan ISO 9000.
Di kawasan Asia dikenal AFTA
(Asian Free Trade Area), dengan adanya pasar bebas terlihat adanya kendala dan peluang yang harus diantisipasi sebaik-baiknya, peluang tersebut dapat dimanfaatkan bila dapat memenuhi standar mutu yang disyaratkan.
Untuk meningkatkan daya saing dan memperbesar peluang bagi pelaku jasa konstruksi, Kunci keberhasilannya adalah upaya peningkatan mutu dan produktivitas kerja. Melalui mutu kita dapat memenuhi tuntutan pelanggan yang semakin lama semakin tinggi, baik dalam mutu hasil kerja rnaupun waktu penyerahan, sedangkan melalui produktifitas kita memperoleh efisiensi yang akhirnya meningkatkan daya saing dalam pasar global.
Situasi tidak hanya melanda produk barang jadi saja, melainkan juga menerpa bidang jasa konstruksi. Hal ini dapat dilihat p a d a akhir-akhir ini, sebagian konsultan asing mulai mempermasalahkan sejauh mana jaminan mutu (QA) dapat diberikan oleh kontraktor Indonesia, dalam rangka kerja sama menangani suatu proyek.
Mutu didefinisikan oleh (Juran dalam V Daniel Hunt, 1993 dalam Nasution, 2001) sebagai kecocokan penggunaan produk(fitness for use)
yaitu siap untuk dipakai. The Juran Trilogi
merupakan ringkasan dari manajerial yang utama (Bond : 1994) yang menjelaskan bahwa manajemen mutu didefinisikan sebagai seluruh aktifitas dari manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan mutu (Quality Plan), jaminan mutu (Quality Assurance) dan peningkatan mutu(Quality Improvements).
Mutu yang mencerminkan kinerja
diantara tiga faktor utama dalam mengukur proyek dua faktor utama lainnya adalah waktu dari biaya. Dengan demikian mutu dapat diartikan sebagai "different things to different people" tetapi tetap mengandung kesamaan dalam kesesuaian tujuan dan syarat yang harus dipenuhi.
Untuk menjamin mutu, maka langkah berikutnya adalah mengelola aspek mutu tersebut dengan benar dan tepat, sehingga tercapai apa yang disebut dengan fitness for use, yaitu pengelolaan yang bertujuan mencapai persyaratan mutu proyek pada pekerjaan pertama tanpa adanya pengulangan
(to do the right things right the first time)
dengan cara-cara yang efektif den ekonomis, (Imam Suharto, 1995). Untuk mencapai tujuan tersebut tidak hanya diperlukan pemeriksaan ditahap akhir sebelum diserah terimakan kepada pemilik proyek, tetapi juga diperlukan serangkaian tindakan sepanjang siklus proyek.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Pamulu dan Husnimaka (2005), menemukan perusahaan konstruksi di Makassar sudah mengakomodasi sistem mutu dalam perusahaannya. Hal ini ditandai sebagian besar perusahaan konstruksi telah memiliki unit kerja khusus dibidang dokumen mutu, sistem mutu dan kegiatan mutu yang menunjang proses dari manajemen mutu bahkan sudah mendapatkan sertifikat ISO 9000: 2000. Tingkatan sistem mutu pada perusahaan yang menerapkan ISO 9000: 2000 terletak pada tahapan penjaminan mutu. Uji korelasi Spearman yang dilakukan Husnimaka (2005) menunjukkan budaya mutu
dan kegiatan mutu mempengaruhi proses mutu secara signifikan yang ada di dalam perusahaan konstruksi tersebut.
Dari penelitian Dofir (2002) bahwa penerapan Quality Assurance pada tahap konstruksi terhadap kinerja mutu bangunan gedung bertingkat tinggi di Jabotabek akan meningkatkan kinerja mutu. Faktor penentunya adalah memiliki QA secara formal sebagai rujukan untuk setiap kegiatan.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ariyanthi (2011) tentang penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 pada proyek konstruksi dengan studi kasusus pelaksanaan proyek gedung sarana karantina ikan kelas I Ngurah Rai di Sunset Road, Kuta disimpulkan bahwa tingkat penerapan ISO 9001:2008 PT. Tri Jaya Nasional sampai dengan bula Oktober 2010 pada proyek gedung Sarana Karantina Ikan Kelas I Ngurah Rai sebesar 54% atau katagori sedang (40% - 60%). Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 adalah kurangnya dokumentasi pegendalian dokumen-dokumen ISO 9001:2000, dan masih adanya anggapan bahwa penerapan ISO 9001:2000 merupakan pekerjaan tulis menulis yang menghabiskan banyak biaya dan waktu
), bagunan gedung (pembangunan rumah sakit, pembangunan gedung-gedung pendidikan, pembangunan pusat-pusat perbelanjaan), maupun bangunan air (pembangunan saluran pengendalian banjir, pembangunan bendungan untuk saluran irigasi dan suply sumber air minum).
Dari uraian di atas penulis merasa perlu melakukan kajian mengenai penerapan sistem penjaminan mutu (Quality Assurance) pada pelaksanaan proyek di Sumbar.
Dari paparan pertanyaan masalah yaitu masih banyak dijumpainya penyimpangan-penyimpangan hasil pekerjaan dari persyaratan yang telah ditetapkan, maka perlu dikaji beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apakah sistem penjaminan mutu (Quality Assurance)
sudah diterapkan pada pembangunan konstruksi di Sumbar?
Dari paparan latar belakang penelitian, pernyataan masalah, pertanyaan penelitian dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk: Mengetahui secara pasti penerapan system penjaminan mutu (Quality Assurance) oleh kontraktor di Sumbar dan Kendala-kendala apa yang menyebabkan tidak terlakasananya penerapan sistem penjaminan mutu(Quality Assurance) di Sumatera Barat?
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Mutu
Dalam industri konstruksi, mutu/kualitas dapat didefinisikan sebagai kepentingan oleh pihak perencana, kontraktor, badan pemerintah dan pemilik proyek.
Menurut jurnal ASCE, mutu/kualitas dapat didefinisikan sebagai : (Arditi D & Gunawan HM. ,1997 dalam Dofir, 2002)
a. Dipenuhinya kepentingan pihak pemilik proyek terhadap :
- kemampuan fungsional proyek - waktu dan biaya penyelesaian proyek - life cycle costyang minim
- biaya operasional dan maintenance
yang minim.
b. Dipenuhinya kepentingan pihak perencana terhadap :
- ketentuan lingkup proyek
- buget dalam mendapatkan data
lapangan terkait dengan desain
- penggunaan staff yang qualified,
terlatih dan berpengalaman
- ketentuan timely decision oleh pemilih
proyek dan perencana
- kontrak untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan pada imbalan yang wajar dan time allowance yang layak
c. Dipenuhinya kepentingan dan pihak kontraktor terhadap:
- penerjemahan persyaratan/tuntutan
kontrak yang wajar dan memungkinkan dalam segi waktu dan staff design lapangan dan staff pengawas lapangan.
- ketentuan perencana kontrak,
spesifikasi dan dokumen-dokumen lain yang telah dipersiapkan secara mendetail oleh kontraktor sebagai harga proposal pelelangan.
dalam jadwal yang wajar dan dapat menghasikan keuntungan yang layak d. Dipenuhinya kepentingan dari pihak
pemerintah terhadap:
- pertimbangan lingkungan
- perlindungan terhadap kepemilikan
umum termasuk fasilitasfasilitasnya.
- sesuai dengan ketentuan hukum,
peraturan dan norma yang berlaku.
- keamanan dan kesehatah umum.
2. Sistem Mutu
Dalam sistem manajemen mutu, sering terdengar istilah Quality Control dan Quality Assurance, lstilah Quality Control dikenal lebih dahulu dari pada Quality Assurance.
Quality Control berarti berbagai teknik dan kegiatan untuk memantau, mengevaluasi, dan
menindaklanjuti agar persyaratan mutu yang telah ditetapkan tercapai (Priyono W., 1997 dalam Dofir, 2002). Misal pengendalian mutu hasil akhir pengecoran beton. Petugas pengendalian mutu memantau hasil produk secara fisik. Jika teijadi penyimpangan yang cukup potensial, maka pengaruhnya terhadap kekuatan struktur devaluasi dan kemudian ditindaklanjuti dengan menetapkan cara- cara perbaikan.
Perbincangan seputar standar mutu makin semarak belakangan tidak saja karena pengaruh globalisasi juga tuntutan kesamaan persepsi diantara pelaku industri. Di masa mendatang, masing masing pelaku jasa konstruksi cenderung mengkhususkan diri dalam penguasaan bidang khusus dan tertentu 3. Manajemen Mutu Proyek
Gambar.2.1.Project Quality management Overview
Project Quality Management
•Standards & regulation
•Other process outpute 2.Tool & technique
•Benefid/cost analysis
•Bencmarking
•Flow charting
•Design of experiment
•Cost of quality 3.Out put
•Quality management plan
•Operational definitions
•Checklist
•Input to other processed
Quality Assurance
1.Inputs
• Quality management
plant
• Resut of quality control measurement
• Operational definition 2.Tool & technique
•Quality planning tools and technique
•Quality management plant
•Operation definitions
•Complete check list
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Mutu
Menurut (Arditi dan David, 1999 dalam Dofir, 2002), Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu secara umum adalah:
1. Kepemimpinan dan komitmen
manajemen: karena program manajemen pada langkah awal adalah mengenali masalah, sedangkan komitmen manajemen menindak Ianjuti masalah tersebut. Adapun kelompok ini terdiri dari: Pengawasan kontraktor, pemilihan kontraktor, anggaran konstruksi, teknik manajemen, pengawasan oleh pemilik proyek, gambar kerja, teknologi yang digunakan, lembaran kontrak dan gambar-gambar detail.
2. Pelatihan: pelatihan umumnya dilaksanakan oleh tenaga ahli misal site manager karena yang paling mengetahui kondisi penyebab pekerjaan ulang/kesalahan, sedangkan kelompok ini terdiri dari pelatihan karyawan maupun perorangan termasuk tim manajemen. 3. Kerjasama tim: merupakan faktor yang
perlu diperhatikan karena memungkinkan teijadinya konflik. Secara tradisionil umumnya sumberdaya diatur sesuai dengan struktur tim, dan meningkatkan efisiensi dan koordinasi antar tim adalah tugas manajer proyek. Menurut Deming (1986) tim-tim dapat meningkatkan mutu/kualitas jika mereka diberi keleluasaan untuk mengekspresikan pendapat-pendapat
mereka; Mereka juga dapat meningkatkan teknik-teknik konstruksi dan produktfitas sehingga akan mengurangi "pekerjaan ulang" dan menekaan biaya. Tingkat koordinasi yang tidak sesuai dapat mernicu konflik, seperti pekerjaan yang tumpang tindih,kekuranganmaterial,alokasi
sumberdaya yang tidakefisien dan lain-lain. 4. Metode statistik: menurut Joiner (1994)
menyatakan bahwa proses yang lebih baik dapat diidentifikasi dari data, dimana pemahaman yang mendalam atas suatu proses akan menghasilkan data yang lebih baik pula. Menurut Oberlender (1993), setelah proyek selesai dan siap pakai, pertemuan formal harus diadakan dengan perwakilan pemilik untuk mendapatkan "umpan balik" berkaitan dengan penampilan fasilitas yang terbangun. Ini adalah hal penting untuk mengevaluasi mutu/kualitas proyek dan kepuasan pemilik, karena perhitungan keberbasilan suatu proyek hanya dapat ditentukan baik tidaknya fasilitas yang terbangun disesuaikan dengan permintaan pemilik. 5. Keterlibatan penyedia dan pengguna
Gambar 2.3. Organisasi QA/QC Proyek
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi dalam pembuatan penelitian menggambarkan tentang tata cara pengumpulan data yang diperlukan guna menjawab permasalahan yang ada, dan merupakan hal yang penting untuk menentukan secara teoritis teknik operasional yang dipakai sebagai pegangan dalam mengambil langkah-langkah. Pemilihan metoda penelitian sangat penting dalam membantu mengidentifikasi semua variabel yang relevan. Untuk mencapai tujuan suatu penelitian diperlukan suatu desain penelitian yang didalamnya memuat proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian yang sistimatis, terorganisasi, berjalan secara efektif, efesien serta tepat sasaran. Sebagaimana kita ketahui, bahwa peneliatian adalah merupakan cara-cara ilmiah yang digunakan untuk
mendapatkan data dan tujuan tertentu, cara ilmiah yang dimaksudkan adalah bahwa kegiatan penelitian tersebut di dasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu: Rasional, Empiris dan Sistematis.
Pendekatan penelitian kuantitatif didasari oleh filsafat positivisme yang memandang setiap realitas/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasikan, relative tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Pendekatan Positivistik adalah pendekatan penelitian yang dalam menjawab permaslahan penelitian memerlukan pengukuran yang cermat terhadap variable-variabel obyek yang diteliti guna mendapatkan kesimpulan yang dapat digeneralisasikan. Pendekatan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme.
PIMPRO
MANAJER ENGINERING
Inspektor
QA &
Administrasi Kalibrasi Intrnal Audit Kepala QA/QC
Manajer Pengadaan
Manajer Konstruksi
Sesuai dengan tujuan penelitian bahwa setiap penelitian pada umumnya dikenal dengan istilah metode penelitian. Menurut Oberlender (2000), Deming Plan-Do-Check-Act (PDCA) siklus, melambangkan proses analisis masalah untuk mempersempit kesenjangan antara kebutuhan konsumen dan kinerja saat ini. Ini adalah prosedur sistematis untuk secara bertahap meningkatkan metode dan prosedur dengan berfokus pada koreksi dan pencegahan cacat. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan akar penyebab masalah dan terus menerus membangun dan
merevisi standar.
Siklus PDCA terdiri dari empat proses, dimana dari waktu ke waktu terus diputar. Siklus ini dapat diterapkan pada semua proses dan sistem PDCA organisasi individu dan fungsi dan diintegrasikan dan diputar bersama-sama. Konsep tersebut ditujukan untuk lebih mengenal hubungan antara bagian-bagian utama, khususnya penerapan
Quality Assurance dalam meningkatkan kinerja mutu proyek konstruksi, sehingga produktifitas akan meningkat. (Oberlender: 2000).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Jenis kepemilikan perusahaan secara tidak langsung mencermenikan kemampuan, tingkat kompetensi perusahaan tersebut dalam melaksanakan suatu proyek. Dari beberapa jenis kepemilikan perusahaan di Sumbar yang
dominan adalah swasta, dimana perusahaan swasta cukup beragam tingkat kemampuan dan kompetensi yang dimiliki dalam melaksanakan suatu proyek. Pada umum perusahaan swasta didominasi oleh perusahaan gred 1 sampai dengan gred 5, sedangkan untuk BUMN ataupun BUMD umumnya gred 6 ke atas. Demikian juga untuk jenis perusahaan PMA maupun PMDN tidak ada untuk wilayah Sumbar seperti yang terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis kepemilikan perusahaan
No Jenis Kepemilikan Jumlah
1 Pemerintah (BUMN/BUMD) 0
2 Kerjasama (PMA/PMDN) 0
3 Swasta 35
4 Lain-lain 0
Sumber: Hasil pengolahan data
Tabel 2. Kepemilikan sistem manajemen mutu oleh perusahaan
Jumlah No Kepemilikan Sudah
memiliki
Belum memiliki
1 Sistem mutu 1 34
Sumber: Hasil pengolahan data
Satu diantara faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi mutu, biaya dan waktu pelaksanaan proyek konstruksi adalah usaha secara maksimal penerapan K3. Kesadaran perusahaan untuk meningkatkan penerapan K3 cukup besar mengingat semakin banyak terjadi kecelakaan kerja dapat mempengaruhi mutu, biaya dan waktu pelaksanaan proyek konstruksi. dari hasil kuisioner diperoleh kepemilikan K3 oleh perusahaan seperti terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kepemilikan sertifikat K3 oleh perusahaan
Jumlah No Kepemilikan Sudah
memiliki
Belum memiliki
1 Sertifikat K3 22 13
Sumber: Hasil pengolahan data
Dari hasil jawaban kuisioner didapat lebih banyak dari enginer karena dalam suatu berusahaan umumnya jumlah enginer lebih banyak dari site manajer. Disamping itu tingkat kesibukan seorang site manajer yang
lebih tinggi disbanding seorang enginer, hal ini salah satu penyebab kuisioner yang masuk lebih banyak disi oleh enginer seperti terlihat pada tabel 4.
Tabel 4 Jumlah responden menurut posisi/jabatan
No Jabatan Jumlah
1 Site Manager 11
2 Enginer 24
Sumber: Hasil pengolahan data
Dari jabatan responden baik site manajer maupun enginer umumnya sudah mempunyai pengalan lebih dari dua tahun sehingga diharap lebih memahami masalah penjaminan mutu dan penerapannya. Adapun hasil dari pengalaman responden seperti terlihat pada table 5.
Tabel 5. Pengalaman responden menurut posisi/jabatan
Pengalaman No Jabatan < 2
th
2– 4 th
> 4 th
1 Site Manager 2 8
2 Enginer 15 10
Analisis Penerapan QA
Tabel 6. Frekuensi perusahan yang menerapkan QA
No. PDCA Frekuensi Persen
1 P1 15 42,86
2 P2 15 42,86
3 P3 12 34,29
4 P4 14 40,00
5 P5 16 45,71
6 P6 11 31,43
7 P7 20 57,14
8 P8 21 60,00
9 P9 26 74,29
10 P10 20 57,14
11 P11 25 71,43
12 P12 8 22,86
13 D1 32 91,43
14 D2 32 91,43
15 C1 32 91,43
16 C2 30 85,71
17 C3 6 17,14
18 A1 25 71,43
19 A2 21 60,00
20 A3 15 42,86
Dari jawaban kuisioner oleh responden, data penerapan QA secara umum
Gambar 1. Grafik frekuensi implementasi QA oleh perusahaan
Tabel 7. Uraian kegiatan QA dari komponenPLAN
No QA
(PLAN) Elemen
1 P1 Kepemilikan gugus/tim QA 2 P2 Kepemilikan dokumen QA
3 P3 QA menuliskan masalah kepemimpinan dan komitmen kebijaksanan mutu
4 P4 QA menuliskan masalah perbaikan standarisasi dan proses untuk mencegah terulangnya masalah
5 P5 QA menuliskan masalah pemilihan keahlian pelaksana 6 P6 QA menuliskan masalah pendidikan dan pelatihan terhadap
staf/karyawan
7 P7 QA menuliskan masalah teknik manajemen (cara pengelolaan proyek)
8 P8
QA menuliskan masalah penyusunan batasan dan kriteria spesifikasi dan standar mutu yang akan digunakan dalam desain engineering, pembelian material dan konstruksi
9 P9 QA menuliskan masalah teknologi (metode kerja)
10 P10 QA menuliskan masalah pedoman monitoring, inspeksi, proses pengukuran dan quality control
11 P11 QA memuat kerja sama antara pihak-pihak yang terlibat proyek 12 P12 QA menuliskan masalah cara mengolah data statistik yang digunakan
Dari keduabelas elemen PLAN jika diterapkan secara benar maka akan sangat membantu kontraktor untuk selalu meningkat mutu proyek konstruksi yang dikerjakan. Kontraktor yang memperoleh dan melaksanakan SMM tentu akan menerapakan minimal kedua belas elemen PLAN dalm QA tersebut. Banyak kontraktor yang secara asadar atau tidak sengaja mengadop beberapa elemen Plan QA dalam mengerjakan proyek-proyeknya. Misalnya elemen P9 yaitu teknologi (metode kerja) kontraktor pada umumnya merencanakan apa saja yang harus disiapkan dan dilakukan untuk mengerjakan elemen suatu proyek bangunan agar biaya dan waktu tidak tidak melewati batas serta mutu yang disepakati dengan pemilik proyek dapat terpenuhi.
Sebagai pembanding kuesioner dari perusahaan , penelitian ini juga melakukan pertanyaan melalui kuesioner kepada para pakar dengan variabel pertanyaan yang sama,dari hasil analisa data kuesioner dari pakar menunjukan bahwa data-data dari perusahaan/kontraktor dapat di percaya. Seperti terlihat pada tabel 4.18
Tabel 4.18 Persentase penerapan elemen QA oleh perusahaandan Pendapat pakar
No Elemen
1 Plan 42,86 56,14 33,33 67,6 7
2 Do 2,86 97,14 0 80
3 Check 20 80 20 73,3
3
4 Action 40 60 33,33 66,7
0
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian tesis ini dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Penerapan QA dari semua elemen yang
ada pada setiap komponen PDCA, ada sekitar 11,43% kontraktor yang menerapkan seluruh elemen QA, ada sekitar 45,71% yang menerapkan > 50% elemen QA, ada sekitar 40,00% yang menerapkan< 50%. Sedangkan kontraktor yang sama sekali tidak melaksanakan elemen QA ada sekitar 2,86%
2. Kendala-kendala kontraktor terutama yang gred 4 belum menerapkan penjaminan mutu karena masih kurangnya pemahaman elemen-elemen dari komponen Plan Do Check Action (PDCA).
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
kepada kontraktor yang tidak menerapkan sistem manajemen mutu
2. Perlu perlu peningkatan wawasan dan pemahaman sistem manajemen mutu dan konsep PDCA dalam (Qualyti Assurance)
bagi pelaku jasa konstruksi khususnya kontraktor gred 4 di Sumbar agar tingkat penerapan elemen dari setiap komponen PDCA meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., "Prosedur Penelitian ", Rineka Cipta, Jakarta,1993.
Aryanti Puja. Ni Wayan Vivi (2011), Berjudul Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Pada Proyek Konstruksi Dengan Studi Kasusus Pelaksanaan Proyek Gedung Sarana Karantina Ikan Kelas I Ngurah Rai
Di Sunset Road,
www.sipil.unud.ac.id. (20 Februari 2011)
Dipohusodo, Istimawan (1996), Manajemen Proyek dan Konstruksi Jilid 1dan 2, Yogyakarta, Karnisius.
Dohir, Ahmad (2002), Pengaruh Penerapan
Quality Assurance Pada Tahap Konstruksi Terhadap Kinerja Mutu Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi Di Jabotabek,
Jakarta: http://eprints.ui.ac.id/ 73541-T1566-Pengaruh
penerapan-QA.pdf (25 Desember 2010)
Donal S. Barrie, Boyd C. Paulson. J.R, Sudinarto, (1995), Manajemen Konstruksi Profesional, Edisi keempat, Erlangga, Jakarta.
Ervianto, Wulfram I (2005), Manajemen Proyek Konstruksi Edisi Revisi, Yogyakarta, Andi.
Fandi Ciptono dan Anastasia Diana, (2003),
Total Quality Manajement, Andi, Yogyakarta
Gaspersz, Vinsent (2001), Total Quality Management. Jakarata: Ikrar mandiriabadi
Gryna, Frank M (1994), Juran’s Quality
Planning And Analisys, London, Higher Education
LPJK, (2005), Panduan Penerapan, Manajemen Mutu ISO 9001:2000, Kompas Gramedia, Jakarta
Oberlender, Garold D (2000), Project Management for Enginering and
Construction, Singapore, McGraw-Hill Higher Education
Lestari, Putu, Widhi (2010), Berjudul Evaluasi Penerapan Standar Mutu ISO 9001:2000 Pada PT. Adhi Karya (Studi Kasus: Proyek Pembangunan Mekanikal Trashrack
di Tukad Rangda),
www.sipil.unud.ac.id. (20 Februari 2011)
LPJK (2010), Peraturan Lembaga Nomor: 15 Tahun 2010, Jakarta
LPJK (2011), Petunjuk Teknis Nomor 08/LPJK/D/I/2011, Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia (1999), undang-undang Nomor: 18 Tahun 1999, Jakarta.
Santoso, Budi (2009), Manajemen Proyek, Konsep & Implementasi, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Siregar, Sofyan (2010), Statistika Deskriptik untuk Peneleitian, Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada.
Suharto, Iman (2001), Manajemen Proyek, dari Konseptual Sampai Operasiona, Edisi kedua, Jakarta: Erlangga.
Swastika, I. Wayan (1997), Berjudul pengaruh kualitas manajemen proyek pada pihak kontraktor terhadap kinerja proyek konstruksi bangunan bertingkat di Jabotabek,