• Tidak ada hasil yang ditemukan

Audit Lag, Background Education Regional Head and Giving Going Concern Audit Opinion

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Audit Lag, Background Education Regional Head and Giving Going Concern Audit Opinion"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA, UKURAN PEMERINTAH

DAERAH, RASIO KEMANDIRIAN, RASIO AKTIVITAS,AUDIT LAG DAN LATAR

BELAKANG PENDIDIKAN KEPALA DAERAH TERHADAP

PEMBERIANOPINI AUDIT GOING CONCERN

PADA KABUPATEN/KOTA PEMEKARAN DI SUMATERA

ARTIKEL

Neni Oktiana

NPM. 1210018212032

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

(2)

PENGARUH OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA, UKURAN PEMERINTAH

DAERAH, RASIO KEMANDIRIAN, RASIO AKTIVITAS,AUDIT LAG DAN LATAR

BELAKANG PENDIDIKAN KEPALA DAERAH TERHADAP

PEMBERIANOPINI AUDIT GOING CONCERN

PADA KABUPATEN/KOTA PEMEKARAN DI SUMATERA

Oleh :

Neni Oktiana ¹, Zaitul², Yunilma ²

¹Program Studi Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta ²Dosen Program Studi Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta

E-mail :neni_oktiana@ymail.com

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the extent of the effect of the previous year's audit opinion, the size of government, the independence rasio, the rasio of activity, audit lag and educational background to the provision of regional heads going concern audit opinion on the Kabupaten/Kota Redistricting in Sumatera.Population and sample of this research all Kabupaten/Kota perform division in the period 2010 to 2012 covering 50 districts / municipalities. The sampling method using purposive sampling technique, ie all populations were subjected to experiments, in which hypothesis testing using a logistic regression model analysis as a means of data processing using SPSS 16.The results of logistic regression analysis, concludes that there is a significant positive effect of transformational leadership, significant organic fairness opinion prior year's audit and educational background to the provision of regional heads going concern audit opinion on the Kabupaten/Kota Redistricting in Sumatera. While the size of government, the independence rasio, the rasio of the activity, and the consequences for audit lag significantly to the administration of going concern audit opinion on the Kabupaten/Kota Redistricting in Sumatera.

Keyword : Prior Year Audit Opinion, Government Size, Independence Ratio, Ratio Activities, Audit Lag, Background Education Regional Head and Giving Going Concern Audit Opinion

A. PENDAHULUAN

Besarnya kencendrungan daerah

melakukan pemekaran merupakan fenomena

yang menarik perhatian pemerintah saat ini.

Hal ini terkait dengan dikeluarkannya

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian

diganti dengan munculnya Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 yang mengatur tentang

otonomi daerah. Awalnya tujuan pemekaran

wilayah ini adalah memberikan kesejahteraan yang lebih baik dan pelayanan yang tinggi

kepada masyarakat dengan kata lain otonomi

daerah diharapkan mampu mendekatkan fungsi

pelayanan birokrasi pemerintahan terhadap

rakyat melalui pelayanan publik guna

mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat.

Namun seiring dengan pekembangannya,

setelah berpisah dari daerah induknya, banyak

ditemukan beberapa daerah hasil pemekaran

ternyata masih belum dapat mengwujudkan

pelayanan dan kesejahteraan yang tinggi

kepada masyarakatnya. Hal ini dikarenakan

banyaknya permasalahan-permasalahan yang

harus dihadapi daerah otonomi baru (DOB),

(3)

induknya, masalah SDM dan pengelolaan

kekayaan serta sturuktur organisasi

pemerintahan yang diperlukan dalam

menjalankan pemerintahan agar kelangsungan

hidup pemerintahan atau yang lebih dikenal

dengan istilahgoing concern dapat berjalan.

Setiawan (2006) dalam Santosa dan

Wedari (2007), menyebutkan going concern

adalah sebagai asumsi bahwa perusahaan atau organisasi dapat mempertahankan hidupnya

secara langsung akan mempengaruhi laporan

keuangan yang merupakan gambaran tentang

kinerja organisasi. BPK selaku auditor

pemerintah akan melakukan audit terhadap

laporan keuangan pemerintah yang dikenal

dengan LAKIP atau laporan akuntanbilitas

kinerja instansi pemerintah.

Akuntabilitas kinerja dapat juga diartikan

sebagai bentuk pertanggungjawaban atas

keberhasilan/kegagalan program dan kegiatan

yang telah diamanatkan para pemangku

kepentingan dalam rangka mencapai misi

organisasi secara terukur dengan sasaran/target

kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan

kinerja instansi pemerintah yang disusun secara

periodik.

Keberhasilan daerah otonomi atau daerah

hasil pemekaran akan semakin bermakna jika

kinerja yang dihasilkan oleh pemerintah daerah mendapatkan pengakuan dalam bentuk opini

audit yang lebih baik seperti opini wajar tanpa

pengecualian (WTP) dari akuntan BPKP serta

menjadi legitimasi yang baik bagi

pemerintahan dalam melanjutkan program dan

kegiatannya pada masa yang akan datang.

Masalah yang sering timbul adalah sulit

untuk memprediksi kelangsungan hidup suatu

organisasi atau perusahaan sehingga

menyebabkan auditor mengalami dilema antara

moral dan etika dalam memberikan opinigoing

concern (Venuti, 2007). Selain itu banyak

terjadi kesalahan opini yang dibuat oleh auditor

menyangkut opini going concern (Mayangsari,

2003), seperti adanya hipotesis self fulfilling

prophecy yang menyatakan bahwa jika auditor

memberikan opini going concern, maka

organisasi atau perusahaan akan lebih cepat

bangkrut karena akan menyebabkan investor

membatalkan investasinya atau kreditor

menarik dananya (Venuti, 2007). Permasalahan

lainnya adalah tidak terdapatnya prosedur

penetapan statusgoing concernyang terstruktur

(Joanna, 1994).

Dari hasil pemeriksaan BPK terhadap

laporan keuangan pemerintahan daerah

beberapa tahun terakhir ditemukan adanya

peningkatan pemberian opini wajar tanpa

pengecualian, sebagaimana yang terlihat pada

Tabel 1.1 berikut ini :

Data di atas, menunjukkan adanya

kecendrungan peningkatan pemberian opini

wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK

(4)

pemberian opini lain seperti wajar dengan

pengecualian (WDP), tidak wajar (TW) dan

tidak memenuhi penilaian (TMP) terlihat masih

berfluktuasi naik dan turun. Hasil ini masih

mengindikasikan rendahnya akuntabilitas

pemerintah dalam kesiapan atau kemampuan

pemerintah baik kabupaten atau kota di

Indonesia dalam menyelenggarakan

keuangannya secara baik sehingga berdampak terhadap rendahnya opini yang diberikan oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Beberapa penelitian yang pernah meneliti

terkait dengan pemberian opini audit going

concern adalah penelitian Warnida (2010),

hasil penelitian menyimpulkan bahwa rasio

likuiditas, solvabilitas dan price earning ratio

secara bersama-sama mempengaruhi opini

audit going concern. Penelitian Saputra dkk

(2010), tentang pengaruh rasio-rasio keuangan

perusahaan terhadapgoing concern audit report

kajian berdasarkan prediksi kebangkrutan, hasil

penelitian menemukan terdapat pengaruh yang

signifikan rasio likuiditas, leverage/solvabilitas,

dan aktifitas terhadap going concern audit

repor. Dan beberapa penelitian lain yang juga

mengkaji permasalahan ini.

Penelitian ini mencoba mengetahui dan

menganalisa faktor-faktor apa saja yang dapat

menilai penerimaan audit going concern pada Kabupaten/Kota dari hasil pemerkaran dengan

menggunakan variabel opini audit tahun

sebelumnya, ukuran pemerintah daerah, rasio

kemandirian, rasio aktivitas,audit lag dan latar

belakang pendidikan kepala daerah sebagai

variabel yang mempengaruhi pemberian opini

going concern.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian-uraian dalam latar

belakang di atas, masalah dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh opini audit tahun

sebelumnya terhadap pemberian opini

going concern pada Kabupaten/Kota

Pemekaran di Sumatera ?

2. Bagaimana pengaruh ukuran pemerintah

daerah terhadap pemberian opini going

concern pada Kabupaten/Kota Pemekaran di Sumatera ?

3. Bagaimana pengaruh rasio kemandirian terhadap pemberian opini going concern

pada Kabupaten/Kota Pemekaran di

Sumatera ?

4. Bagaimana pengaruh rasio aktivitas

terhadap pemberian opini going concern

pada Kabupaten/Kota Pemekaran di

Sumatera ?

5. Bagaimana pengaruh audit lag terhadap

pemberian opini going concern pada

Kabupaten/Kota Pemekaran di Sumatera ?

6. Bagaimana pengaruh latar belakang

pendidikan kepala daerah terhadap

pemberian opini going concern pada

Kabupaten/Kota Pemekaran di Sumatera ?

C. DASAR TEORI

1. Opini Audit

Sementara menurut Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2004 terdapat 4 (empat) jenis

(5)

Indonesia atas Pemeriksaan atas Laporan

Keuangan Pemerintah yaitu :

a) Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified

opinion), menyatakan bahwa laporan

keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan

secara wajar dalam semua hal yang material,

posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas

entitas tertentu sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b) Opini wajar dengan pengecualian (qualified

opinion), nyatakan bahwa laporan keuangan

entitas yang diperiksa menyajikan secara

wajar dalam semua hal yang material, posisi

keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas

tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum di Indonesia, kecuali

untuk dampak hal-hal yang berhubungan

dengan yang dikecualikan.

c) Opini tidak wajar (adversed opinion),

menyatakan bahwa laporan keuangan entitas

yang diperiksa tidak menyajikan secara

wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus

kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

d) Pernyataan menolak memberikan opini

(disclaimer of opinion), menyatakan bahwa

Auditor tidak menyatakan pendapat atas

laporan keuangan, jika bukti audit tidak

untuk membuat kesimpulan. Kondisi yang menyebabkan pemeriksa menyatakan opini

TMP adalah adanya pembatasan lingkup

yang luar biasa sehingga pemeriksa tidak

dapat memperoleh bukti yang cukup

memadai sebagai dasar menyatakan

pendapat (opini).

Berdasarkan Standar Akuntansi

Pemerintahan (SAP) (2005), kelangsungan

hidup suatu perusahaan (going concern)

merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan

sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang

menunjukkan hal-hal berlawanaan. Hany,

Cleary, dan Mukhlasin (2003), going concern

diartikan sebagai kelangsungan hidup suatu

perusahaan. Going concern mengindikasikan

bahwa suatu perusahaan mampu untuk

mempertahankan kelangsungan hidup usahanya

dalam jangka waktu panjang dan tidak akan

dilikuidasi dalam jangka waktu pendek.

Laporan audit dengan modifikasi going

concern merupakan suatu indikator bahwa

dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee

tidak dapat bertahan dalam bisnis dari sudut

pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan

beberapa tahap analisis. Auditor harus

mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi

ekonomi yang mempengaruhi perusahaan,

kemampuan membayar utang, dan kebutuhan

likuiditas di masa yang akan datang.

Opini audit going concern merupakan

opini yang dikeluarkan oleh auditor atas

penilaian terhadap laporan yang telah diperiksa.

Jika perusahaan mengalami beberapa kondisi dari faktor ketidakpastian going concern maka

perusahaan akan memperoleh pini audit going

concern dari auditor. Laporan audit going

concern merupakan penilaian auditor yang

meragukan bahwa perusahaan tidak dapat

(6)

2. Audit Tahun Sebelumnya

Opini audit tahun sebelumnya adalah

opini audit yang diterima auditee pada tahun

sebelumnya atau 1 tahun sebelum tahun

penelitian. Opini audit tahun sebelumnya ini

dikelompokkan menjadi 2 yaitu auditee dengan

opini going concern (GCAO) dan tanpa opini

going concern (NGCAO). Opini going concern

tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk

mengeluarkan kembali opini going concern

pada tahun berikutnya. Apabila auditor

menerbitkan opini going concern tahun

sebelumnya maka akan semakin besar

kemungkinan perusahaan akan menerima

kembali opini going concern pada tahun

berjalan. Hal ini dikarenakan kegiatan usaha

pada suatu perusahaan untuk tahun tertentu

tidak terlepas dari keadaan yang terjadi pada

tahun sebelumnya,

3. Ukuran Pemerintah Daerah

Ukuran perusahaan merupakan skala

pengukuran atas suatu perusahaan baik dari

segi aset maupun unsur lainnya seperti jumlah

tenaga kerja. Perusahaan besar merupakan

emiten yang banyak disoroti, pengungkapan

yang lebih besar merupakan pengurangan biaya

politis sebagai wujud tanggung jawab sosial

perusahaan. Teori agensi dalam Marpaung (2010) menyatakan bahwa semakin besar suatu

perusahaan, maka biaya keagenan yang muncul

juga semakin besar. . Mukhlasin (2002) dalam

Soesitoe (2008), ukuran organisasi dalam hal

ini seperti perusahaan diproksikan dari

penjualan bersih (net sales). Total penjualan

mengukur besarnya perusahaan. Karena biaya

operasi cenderung lebih besar, maka organisasi

dengan tingkat penjualan yang tinggi cenderung

memilih kebijakan akuntansi yang mengurangi

laba (Sidharta, 2000).

Dalam kaitannya mengenai kehilanganfee

audit yang signifikan tersebut, sehingga auditor

mungkin ragu untuk mengeluarkan opini audit

going concern pada organisasi besar. Mutchler

et al. (1985) menyatakan bahwa auditor lebih

sering mengeluarkan opini audit going concern

pada organisasi kecil, karena auditor

mempercayai bahwa organisasi besar dapat

menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan

yang dihadapinya daripada perusahaan kecil.

4. Rasio Kemandirian

Tingkat kemandirian merupakan

kemampuan daerah atau kinerja pemerintah

daerah untuk dapat memberdayakan seluruh

potensi daerah untuk kesejahteraan masyarakat

luas melalui otonomi daerah (Mardiasmo,

2000). Dalam instansi pemerintahan

pengukuran kinerja tidak dapat diukur dengan

rasio-rasio yang biasa di dapatkan dari sebuah

laporan keuangan dalam suatu perusahaan

seperti,return of investment(ROI).

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja

pemerintah daerah dalam mengelola keuangan

daerahnya adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang telah ditetapkan dan

dilaksanakannya. Hasil analisis rasio keuangan

ini selanjutnya digunakan untuk tolok ukur

(7)

a. Menilai kemandirian keuangan daerah

dalam membiayai penyelengggaraan

otonomi daerah.

b. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam

merealisasikan pendapatan daerah.

c. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah

daerah dalam membelanjakan pendapatan

daerahnya.

d. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendaptan dalam pembentukan

pendapatan daerah.

e. Melihat pertumbuhan atau perkembangan

perolehan pendapatan dan pengeluaran yang

dilakukan selama periode waktu tertentu

Untuk melihat kinerja keuangan daerah

dapat diukur dengan rasio yang dikembangkan

oleh Johar (2005), yaitu :

%

Rasio Aktifitas, digunakan untuk

mengukur seberapa besar efektifitas organisasi

atau pemerintah daerah mampu menggunakan

sumber-sumber dananya atau menggambarkan

seberapa besar kemampuan asset organisasi

untuk menciptakan penerimaan atau

pendapatan. Bentuk analisis rasio keuangan

pada APBD pemerintahan daerah dilakukan

dengan membandingkan hasil yang dicapai dari

satu periode dengan periode sebelumnya

sehingga dapat diketahui bagaimana

kecenderungan yang terjadi. Rasio aktivitas

dalam hal ini menggambarkan bagaimana

pemerintahan daerah memprioritaskan alokasi

dananya pada belanja rutin dan belanja

pembangunan secara optimal. Semakin tinggi

presentase dana yang dialokasikan untuk belanja

rutin berarti presentase belanja investasi

(belanja pembangunan) yang digunakan untuk

menyediakan sarana prasarana ekonomi

masyarakat cenderung semakin kecil. Secara

sederhana, rasio keserasian itu dapat

diformulasikan sebagai berikut (Halim 2007) :

TotalAPBN

Audit lag atau dalam beberapa penelitian

disebut sebagai audit delay didefinisikan

sebagai rentang waktu penyelesaian

pelaksanaan audit laporan keuangan yang

diukur berdasarkan lamanya hari yang

dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor

independen atas audit laporan keuangan

perusahaan atau suatu organisasi sektor publik,

sejak tanggal tahun tutup buku, yaitu 31

Desember sampai tanggal yang tertera di

laporan auditor independen (Rachmawati,

2008). McKeown et. al. (1991) menyatakan

bahwa opini audit going concern lebih banyak

ditemui ketika pengeluaran opini terlambat.

Audit lag adalah jumlah kalender antara

tanggal disusunnya laporan keuangan dengan

tanggal selesainya pekerjaan lapangan

(Januarti, 2009). Januarti dan Fitrianasari

(2008) mengindikasikan kemungkinan

keterlambatan opini yang dikeluarkan dapat

disebabkan karena:

(8)

b. Manajemen mungkin melakukan negosisasi

dengan auditor.

c. Auditor memperlambat pengeluaran opini

dengan harapan manajemen dapat

memecahkan masalah yang dihadapi,

sehingga terhindar dari opini audit going

concern.

7. Latar Belakang Pendidikan Kepala

Daerah

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi

pola pikir dan tindakan seseorang karyawan

atau pimpinnan organisasi. Sikula (dikutip

oleh Mangkunegara dan Prabu 2004),

menyatakan bahwa tingkat pendidikan adalah

suatu proses jangka panjang yang

menggunakan prosedur sistematis dan

terorganisir, yang mana tenaga kerja

manajerial mempelajari pengetahuan

konsepsual dan teoritis untuk tujuan-tujuan

umum.

Demikian pula Hariandja dan Marihot

(2006), menyatakan bahwa tingkat pendidikan

seorang karyawan atau pimpinan dapat

meningkatkan daya saing organisasi atau

perusahaan dan memperbaiki produktifitas.

Dalam lingkungan persaingan kerja saat ini,

tingkat pendidikan seseorang menjadi bahan

pertimbangan dalam recruitments dan

placements karyawan. Jadi, jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh seseorang memiliki

korelasi positif dengan prestasi kerja.

Tingkat pendidikan yang tinggi bukanlah

indikator mutlak dalam menentukan kualitas

kerja seseorang. Namun latar belakang

pendidikan yang sejalan dengan jabatan yang

diduduki adalah salah satu faktor penting yang

mempengaruhi prestasi kerja. Seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan tinggi sering kali

tidak dapat menunjukkan performa kerja yang

maksimal karena latar belakang pendidikan

yang tidak sesuai dengan posisi yang dijabat.

Berdasarkan permasalahan dan kajian

teoritis yang telah dijelaskan di atas dapat

dinyatakan hipotesis Penelitian sebagai beriktu :

1) Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh

signifikan terhadap Penerimaan opini audit

going concern pada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran di Sumatera.

2) Ukuran Pemerintah Daerah berpengaruh

signifikan terhadap Penerimaan opini audit

going concern pada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran di Sumatera.

3) Rasio Kemandirian berpengaruh signifikan

terhadap Penerimaan opini audit going

concern pada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran di Sumatera.

4) Rasio aktivitas berpengaruh signifikan

terhadap penerimaan opini audit going

concern pada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran di Sumatera.

5) Audit Lag berpengaruh signifikan terhadap

Penerimaan opini audit going concern pada

Kabupaten/Kota yang melakukan

Pemekaran di Sumatera..

6) Latar belakang pendidikan Kepala Daerah

(9)

Penerimaan opini audit going concern pada

Kabupaten/Kota yang melakukan

Pemekaran di Sumatera.

Dari paparan kerangka teori dan kajian

penelitian terdahulu diatas, maka dapat

digambarkan kerangka konseptual pada

penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Konseptual

D. METODE PENELITIAN

1. Populasi dan sampel

Populasi dan sampel penelitian ini adalah

seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera yang

melakukan pemekaran pada tahun 2010-2012

dengan jumlah sebanyak 50 daerah otonomi

baru Kabupaten/Kota di Sumatera pada

periode tersebut. teknik pengambilan sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling, yaitu semua populasi

dijadikan objek penelitian.

2. Defenisi Operasioanl Variabel Penelitian

OpiniAudit Going Concern (Y)

Merupakan pernyataan pendapat yang

diberikan oleh Auditor pemerintah

dalam hal ini BPK yang berhubungan

dengan kesenambungan atau going

concern suatu pemerintahan daerah dari

pemeriksaan audit yang dilakukan pada

periode tertentu. Pengukuran variabel

opini audit going concern ini dinilai

dengan variabel dummy dimana kode 1 untuk auditee yang menerima opini

audit going concern dan kode 0 untuk

auditee yang menerima opini audit non

going concern.

Opini Audit Tahun Sebelumnya (X1)

Opini audit yang diterima oleh auditee

pada tahun sebelumnya. Variabel ini

diukur dengan menggunakan variabel

dummy. Jika perusahaan menerima

opini auditgoing concern(GCAO) pada

tahun sebelumnya akan diberi kode 1

sedangkan jika perusahaan menerima

opini audit non going concern

(NGCAO) akan diberi kode 0.

Ukuran Pemerintah Daerah (X2)

Ukuran organisasi atau pemerintah

daerah adalah variabel yang digunakan

untuk mengukur besar kecilnya

organisasi. Pengukuran variabel ini

dihitung dengan menggunakan total

pendapatan dihasilkan pemerintah

daerah. Ukuran perusahaan diproksikan

dengan menggunakan Ln total

(10)

Rasio Kemandirian (X3)

Kemampuan suatu daerah untuk

membiayai kegiatan pembangunan

dengan Pendapatan Asli Daerah.

Derajat Otonomi Fiskal diukur dari

nisbah (rasio) antara Pendapatan Asli

Daerah pada tahun yang tertentu dengan

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah pada tahun tersebut. Rasio

kemandirian menggunakan formulasi

Halim (2007)

Rasio Aktifitas (X4)

Rasio ini menjelaskan upaya bagaimana

pemerintahan daerah memprioritaskan

alokasi dananya pada belanja rutin dan

belanja pembangunan secara optimal.

Rasio aktifitas menggunakan formulasi

Halim (2007).

Audit Lag(X5)

Audit lag didefinisikan sebagai jumlah

hari antara akhir periode akuntansi

sampai dikeluarkannya laporan audit,

atau dapat dikatakan sebagai perbedaan

antara tanggal laporan keuangan dengan

tanggal opini audit dalam laporan

keuangan yang mengindikasikan

lamanya waktu penyelesaian audit yang

dilakukan oleh auditor. Audit Lag

(delay) diukur dengan menghitung

berapa jarak antara penutupan tahun buku sampai dengan ditanda tanganinya

laporan keuangan auditan. Audit Delay

= Tanggal Laporan Audit – Tanggal

Laporan Keuangan.

Latar Belakang Pendidikan (X6)

Education Prestige (EDU) kepala

daerah diukur berdasarkan tingkatan

pendidikan yang dimiliki oleh kepala

daerah dengan menggunakan dummy

atau skala perangkingan dari 0 sampai

4. Nilai 0 = SMA/sederajat, nilai 1 =

D3, nilai 2 S1, nilai 3 = S2 dan nilai 4 =

S3. Pengukuran variabel ini mengikuti

Aini dan Sumiyana (2008).

3. Teknik Analisis Data

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini

menggunakan analisis multivariate dengan

menggunakan regresi logistik (

logistic-regresion), karena variabel bebasnya

merupakan kombinasi antara metric dan non

metric (nominal). Regresi logistik adalah

regresi yang digunakan untuk menguji sejauh

mana probibalitas terjadinya variabel dependen

dapat diprediksi dengan variabel independen.

E. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengujian dengan

regresilogistic diperoleh hasil :

(11)

Terhadap PemberianOpini Going Concern

Berdasarkan hasil perhitungan statistik

pada tabel 2 di atas, hasil dari analisis regresi

logistik ditemukan tidak terdapat pengaruh

yang signifikan opini audit tahun sebelumnya

terhadap pemberian opini audit going concern

pada Kabupaten/kota yang melakukan

pemekaran di Sumatera. Dimana nilai koefisien

variabel sebesar 0,951 dengan tingkat

signifikansi sebesar 0,067 lebih besar dari

kesalahan menolak data sebesar 0,05 atau 0,067

> 0,05 sehingga hipotesis ini tidak terbukti atau

ditolak. Temuan ini dapat diartikan bahwa hasil

opini audit tahun sebelumnya bukan menjadi

patokan atau penentu bagi Pemerintah daerah

untuk mendapatkan hasil opini audit going

concern pada tahun berikutnya.

2. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah Terhadap PemberianOpini Going Concern

Hasil pengujian statistik pada Tabel 2 di

atas, hasil dari analisis regresi logistik

menemukan terdapat pengaruh yang signifikan

ukuran Pemerintah daerah terhadap pemberian

opini audit going concern pada

Kabupaten/Kota yang melakukan Pemekaran di

Sumatera. Dimana nilai koefisien variabel

sebesar 107,82 dengan tingkat signifikansi

probabilitas sebesar 0,015 lebih kecil dari

kesalahan menolak data sebesar 0,05 atau 0,015

< 0,05 dengan demikian hipotesis penelitian ini

dapat dibuktikan atau diterima.

Berdasarkan temuan di atas, bahwa

ukuran organisasi atau Pemerintah daerah

menjadi mampu menentukan atau

mempengaruhi pemberian opini audit going

concern yang akan diberikan oleh auditor BPK.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin luas

atau besar organisasi maka akan semakin besar

kemampuan dari organisasi tersebut untuk

menghasilkan output atau pendapatan baik

dalam bentuk kesejahteraan terhadap

masyarakatnya maupun kemampuan untuk

menghasilkan kinerja keuangan yang semakin lebih baik.

3. Pengaruh Rasio Kemandirian Terhadap PemberianOpini Going Concern

Hasil pengujian statistik pada Tabel 2

sebelumnya, menyatakan hasil dari analisis

regresi logistik menemukan terdapat pengaruh

yang signifikan rasio kemandirian terhadap

pemberian opini audit going concern pada

Kabupaten/Kota yang melakukan Pemekaran di

Sumatera. Dimana nilai koefisien variabel

sebesar 1,12 dengan tingkat signifikansi sebesar

0,005 lebih kecil dari kesalahan menolak data

sebesar 0,05 atau 0,005 < 0,05 sehingga

hipotesis ini dapat dibuktikan atau diterima.

Dari temuan ini dapat disimpulkan tingkat kemandirian suatu daerah menjadi penilaian

utama bagi auditor BPK untuk menilai kinerja

keuangan dan memberikan opini audit going

concern kepada suatu Pemerintah daerah.

Dengan kata lain bahwa tingkat kemandirian

merupakan tolak ukur dalam suatu organisasi

atau Pemerintah daerah yang menunjukan

kemampuan daerah tersebut dalam mengelola

daerahnya dan menghasilkan kinerja dan

rendahnya ketergantungan terhadap Pemerintah

(12)

4. Pengaruh Rasio Aktivitas Terhadap PemberianOpini Going Concern

Dari hasil pengujian statistik pada tabel 2

sebelumnya, hasil dari analisis regresi logistik

menemukan terdapat pengaruh yang signifikan

rasio aktifitas daerah terhadap pemberian opini

audit going concernpada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran di Sumatera. Dimana

nilai koefisien variabel sebesar -108,13 dengan

tingkat signifikansi sebesar 0,015 hasil ini lebih

rendah dari kesalahan menolak data sebesar

0,05 atau 0,015 < 0,05 sehingga hipotesis ini

dapat dibuktikan atau diterima.

Dari temuan ini dapat dijelaskan bahwa

rasio aktifitas yang merupakan kemampuan dari

pada organisasi atau Pemerintah daerah dalam

menjalankan dan mengelola Pemerintah secara

baik yang menunjukan bagaimana alokasi dari

pendapatan yang dihasilkan dalam mendanai

seluruh pengeluaran yang terkait dengan

belanja modal yang secara rutin dikeluarkan

oleh pemerintah setiap tahunnya.

5. PengaruhAudit Lag Terhadap PemberianOpini Going Concern

Temuan hasil pengujian statistik pada

Tabel 2 sebelumnya, hasil dari analisis regresi

logistik menemukan terdapat pengaruh yang

signifikan audit lag terhadap pemberian opini

audit going concernpada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran di Sumatera. Dimana

nilai koefisien variabel sebesar -108,22 dengan

tingkat signifikansi sebesar 0,014 hasil ini lebih

rendah dari kesalahan menolak data sebesar

0,05 atau 0,014 < 0,05 sehingga hipotesis ini

dapat dibuktikan atau diterima.

Temuan hipotesis ini juga

mengungkapkan bahwa lamanya waktu

penilaian dan pemeriksaan laporan keuangan

Pemerintah daerah menjadi factor penentu juga

dalam pemberian atau penentuan opini audit

going concern oleh auditor BPK.

6. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Kepala Daerah Terhadap Pemberian Opini Going Concern

Temuan hasil pengujian statistik pada

tabel 2 sebelumnya, hasil dari analisis regresi

logistik menemukan tidak terdapat pengaruh

yang signifikan latar belakang pendidikan

kepala daerah terhadap pemberian opini audit

going concern pada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran di Sumatera. Dimana

nilai koefisien variabel sebesar -0,095 dengan

tingkat signifikansi sebesar 0,660 hasil ini lebih

rendah dari kesalahan menolak data sebesar

0,05 atau 0,014 < 0,05 sehingga hipotesis ini

dapat dibuktikan atau diterima.

Hasil ini menunjukkan bahwa latar

belakang pendidikan kepala daerah masih

belum dapat menentukan atau mempengaruhi

pemberian opini audit going concern dalam

pemeriksaan audit yang dilakukan oleh auditor

BPK, dengan kata lain unsur latar belakang

pendidikan kepala daerah bukan menjadi

penilaian dalam proses audit laporan keuangan

sebagai akuntabilatas Pemerintah dalam

menjalankan roda Pemerintahnya.

F. KESIMPULAN

1. Temuan hipotesis pertama menemukan,

tidak terdapat pengaruh yang signifikan

(13)

pemberian opini audit going concern pada

Kabupaten/Kota yang melakukan

Pemekaran di Sumatera.

2. Temuan pengujian hipotesis kedua, terdapat

pengaruh yang signifikan ukuran

Pemerintah daerah terhadap pemberian opini

audit going concern pada Kabupaten/Kota yang melakukan Pemekaran di Sumatera.

3. Hasil pengujian hipotesis ketiga, terdapat pengaruh yang signifikan rasio kemandirian

terhadap pemberian opini audit going

concern pada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran di Sumatera.

4. Pengujian hipotesis keempat, terdapat

pengaruh yang signifikan rasio aktifitas

terhadap pemberian opini audit going

concern pada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran di Sumatera.

5. Hasil pengujian hipotesis kelima, terdapat

pengaruh yang signifikanaudit lag terhadap

pemberian opini audit going concern pada

Kabupaten/Kota yang melakukan

Pemekaran di Sumatera .

6. Hipotesis keenam pada penelitian ini

menemukan, tidak terdapat pengaruh yang

signifikan latar belakang pendidikan kepala

daerah terhadap pemberian opiniaudit going

concern pada Kabupaten/Kota yang

melakukan Pemekaran.

G. KETERBATASAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian ini hasil temuan

ini, penulis telah berusaha secara maksimal

dalam mencapai hasil yang maksimal untuk

menjeneralisasi temuan penelitianan ini, namun

beberapa keterbatasan dan kekurangan yang

peneliti temua masih belum dapat peneliti

hindari, untuk itu hendaknya keterbatasan dan

kelemahan ini dapat menjadi perbaikan bagi

peneliti-peneliti yang akan datang, seperti :

1. Populasi dan sampel penelitian ini terhadap

Pemerintah daerah yang melakukan

pemekaran wilayah (otonomi) periode 1999 sampai dengan tahun 2012, dimana

masing-masih Pemerintahd aerah memiliki

perbedaan tingkat penerimaan, hal ini

berdampak terhadap timbulnya masalah

klasik yang dapat mempengaruhi model atau

kemampuan variabel independen dalam

mendefenisikan variabel dependen. Untuk

itu perlu adanya pengelompokkan daerah

sesuai dengan tingkatan kecil dan besarnya

dengan memperhatikan tingkat kemampuan

daerah dalam menghasilkan pendapatan baik

yang berasal dari PAD maupun dari dana

alokasi dari pusat.

2. Penelitian ini hanya menggunakan 3 (tiga)

tahun pengamatan sehingga kurang dapat

mengenarilisasi temuan penelitian ini secara

maksimal yaitu periode 2010 sampai dengan

tahun 2012. Untuk itu pada peneliti yang

akan datang harus dapat meningkatkan

tahun pengamatan yang lebih panjang agar hasil penelitian dapat lebih mencerminkan

hasil yang diharapkan.

3. Hasil temuan penelitian masih

mengindikasikan adanya variabel lain yang

juga dapat mempengaruhi pemberian opini

(14)

daerah, ini terlihat dari nilai koefisien

determinan yang masih rendah yaitu hanya

sebesar 21%, dengan kata lain masih

terdapat faktor-faktor lain yang tidak

terungkap dalam penelitian ini. Untuk itu

kepada peneliti yang akan datang dapat

mengembangkan model penelitian ini

dengan menambahkan dan menemukan

beberapa variabel lain yang diestimasi dapat memperbaiki model penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, R dan Sumiyana, (2008). Pengaruh Reputasi Manajemen puncak dan Dewan Komisaris terhadap Penilaian Investor pada Perusahaan yang Melakukan IPO, Jurnal Vol. 5 No. 2 hal. 202-226

Arikunto, (2002). Prosedur Penelitian Pendekatan Praktis, Jakarta Bina Aksara.

Gujarati, Damodar. (2006). Dasar-Dasar Ekonometrika.Jakarta: Erlangga

Ghozali, Imam, (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi Keempat, Penerbit Universitas Diponegoro

Halim. Abdul (2002). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah.

Yogyakarta : AMP YKPN.

--- (2007)Kajian Tentang Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang,

Tesis.

Ikatan Akuntan Indonesia, (2007). Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, (2001), Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.1

Januarti, Indira, dan Ella Fitrianasari. (2008). Analisis rasio keuangan dan rasio non keuangan yang mempengaruhi auditor dalam memberikan opini going concern pada auditee (studi empiris pada perusahaan manfaktur yang

terdaftar di BEJ 2000- 2005). Jurnal Maksi, UNDIP Vol. 8 No. 1: 43- 58.

Januarti (2009). Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

SIAE (system informasi, auditing, etika profesi)

Joanna, L.Ho. (1994). The Effect of Experience on Consensus of Going Concern Judgement. Behavioral Reseach in Accounting. Vol. 6. Pp 160– 172

Mutchler, J. (1985). A Multivariate Analysis of The Auditors Going Concern Opinion Decision. Journal of Accounting Research Autumn.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, (2004).

Manajemen Sumber Daya Manusia,

Penerbit Rosdakarya, Bandung

Mardiasmo, (2000). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi. Yogyakarta. Masdiasmo, (2002), Otonomi Daerah dan

Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta.

--- (2006). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah: Serial Otonomi Daerah,Yogyakarta : Andi.

Mayangsari, Sekar. (2003), “Analisis Pengaruh

Independensi, Kualitas Audit, serta Mekanisme Corporate Governance terhadap Integritas Laporan

Keuangan”. Simposium Nasional

Akuntansi VI Surabaya

Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daera.,

Bandung : Kuraiko Pratama

Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun (2005) tentang

(15)

Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun (2004). TentangPemerintah Daerah

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 33 Tahun (2004) tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan merintahan Daerah

Sekaran, Uma. (2005), Research Methods For Business, Edisi 4 buku 2, Terjemahan Yon, Kwan, Salemba Empat, Jakarta. Saputra, Yulia dan Yeni (2010). Pengaruh

Rasio-Rasio Keuangan Perusahaan TerhadapGoing Concern Audit Report

Kajian Berdasarkan Prediksi Kebangkrutan

Venuti, Elizabeth. K. (2007), “The Going

Concern Assumption Revisited:

Assesing a Company’s Future

Viability”.The CPA Journal Online.

Undang-Undang Nomor 15 tahun (2004) tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Warnida (2010), Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Listing Di BEI).

Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.1 Juni 2011 ISSN 1858-3687 hal 30-43

http://otda.kemendagri.go.id/

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Input data pembacaan gestur tangan ini berasal dari sensor accelerometer gyroscope yang akan memberikan data berupa kemiringan pada sumbu x maupun y, data

NO.. Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan R.I. TMP Kalibata No. Binalattas, Diolah Pusdatinaker. *)

10 Karang Baru Selatan 41 Pejeruk Barat 11 Marong Jamak Utara 42 Pejeruk Timur.. 12 Marong Pekarangan 43

Hasil pengujian pada kelima ekstrak metanol jamur yang diperoleh dari tanah persawahan, pekarangan rumah, tepian sungai bengawan solo, tempat pembuangan akhir sampah

ini tercermin dalam wawancara penulis ke 4 anggota Dalmas yang berada di Polres Jakarta Timur pada tanggal 10 juli 2014, hasil wawancara dari beberapa anggota Dalmas

mampunya model HMM yang telah dibangun pada proses training dalam mengelompokkan data training. Begitu juga dengan data yang terlihat di

study focuses on analyzing male domination in domestic area that can cause domestic violence and child abuse through the male character as the perpetrator.. in

Fungsi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam. Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah