• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN (Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN (Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU

TINDAK PIDANA PERUSAKAN

(Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

(Jurnal Skripsi)

Oleh

LILA ALFHATRIA HAYUMI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU

TINDAK PIDANA PERUSAKAN

(Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

Oleh

Lila Alfhatria Hayumi, Eko Raharjo, Budi Rizki Husin Email: lilamalikilatief@gmail.com.

Pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang secara bersama-sama seharusnya dipidana sebagaimana diatur Pasal 170 ayat (1) KUHP, tetapi dalam Putusan Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk, hakim justru menjatuhkan pidana bebas terhadap terdakwa.

Permaslaahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah dasar pertimbangan hukum

hakim dalam memutus bebas pelaku tindak pidana perusakan pada Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/ PN.Tjk? (2) Sudah tepatkah putusan bebas yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana perusakan ditinjau dari rasa keadilan secara substantif? Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang adalah pertimbangan yuridis yaitu terpenuhinya minimal dua alat bukti dalam persidangan, hakim menilai bahwa terdapat alasan pembenar, alasan pemaaf dan alasan penghapusan penuntutan bagi hakim dalam menjatuhkan bebas, sehingga sesuai dengan teori dasar pertimbangan hakim yaitu teori keseimbangan. Selain itu hakim juga melihat peristiwa yang melatar belakangi perbuatan pidana tersebut secara keseluruhan serta sikap dan perbuatan terdakwa sehari-harinya dalam masyarakat. (2) Putusan pengadilan yang menjatuhkan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang dipandang belum sesuai dengan rasa keadilan masyarakat karena hakim kurang sensitif terhadap penderitaan korban akibat tindak pidana perusakan terhadap barang oleh terdakwa.

(3)

ABSTRACT

ANALYSIS ON BASIS OF JUDGE'S JUDICIAL CONSIDERATION IN IMPOSING FREE DECISION TOWARD PERPETRATORS

OF DESTRUCTION CRIME

(Case Study Number: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

By

LILA ALFHATRIA HAYUMI

The perpetrator of the crime of destruction of goods jointly should be punished as stipulated in Article 170 paragraph (1) of the Criminal Code, but in Decision Number: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk, the judge actually imposed a free sentence against the defendant. Problems in this research are: (1) What is basis of judge's judicial consideration in imposing free decision toward perpetrators of destruction crime in Case Number: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk? (2) Is it correct that the free judgment handed down by judges against the perpetrators of criminal acts of destruction is viewed from a sense of justice substantively? The research approach used is juridical normative and empirical. The research sources consist of District Court Judge Tanjung Karang, Attorney at State Attorney of Bandar Lampung and Lecturer of Criminal Law Unit of Unila Law Faculty. The data collection procedure was done by literature study and field study. The data obtained are then analyzed qualitatively. The results of this study indicate: (1) The basis of judge's judicial consideration in imposing free decision toward perpetrators of destruction crime is juridical judgment, namely the fulfillment of at least two evidences in the trial, the judge considers that there is justification, the reason for forgiveness and the reason for the elimination of prosecution for the judge in dropping freely, so in accordance with the basic theory of judge consideration is the theory of equilibrium. In addition, the judge also saw the events behind the criminal act as a whole and the attitude and deeds of daily defendants in society. (2) Decisions of the court that freely impunity against the perpetrators of the crime of destruction of goods are considered not in accordance with the sense of community justice because the judge is less sensitive to the suffering of victims due to the crime of destruction of goods by the defendant.

(4)

I. Pendahuluan

Hukum pada dasarnya memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena hukum bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

kepastian hukum. Pada tataran

selanjutnya, hukum semakin diarahkan

sebagai sarana kemajuan dan

kesejahteraan masyarakat.1

Peranan hukum menjadi sangat penting untuk mengatur hubungan masyarakat sebagai warga negara, baik hubungan

antara sesama manusia, hubungan

manusia dengan kebendaan, manusia dengan alam sekitar dan menusia dengan negara, tetapi pada kenyataannya ada manusia yang melanggar hukum atau melakukan tindak pidana.

Tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan patut dipidana sesuai

dengan kesalahannya sebagaimana

dirumuskan undang-undang. Orang yang

melakukan perbuatan pidana akan

mempertanggung jawabkan

perbuatannya dengan pidana apabila ia

mempunyai kesalahan2

Salah satu jenis tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) adalah

perusakan terhadap barang yang

dilakukan secara bersama-sama,

sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP yaitu barang siapa secara terang-terangan dan secara

1 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana

dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001. hlm. 14.

2 Ibid. hlm. 17.

sama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Orang yang melakukan tindak pidana

akan mempertanggungjawabkan

perbuatan tersebut dengan pidana

apabila ia mempunyai kesalahan,

seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat

dari segi masyarakat menunjukan

pandangan normatif mengenai tindak pidana. 3

Setiap pelaku tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya

di depan hukum yang berlaku.

Pertanggungjawaban pidana menurut Barda Nawawi Arief mengandung asas

kesalahan (asas culpabilitas), yang

didasarkan pada keseimbangan

monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip

bahwa pertanggungjawaban pidana

berdasarkan kesalahan, namun dalam

beberapa hal tidak menutup

kemungkinan adanya

pertanggungjawaban pengganti

(vicarious liability) dan

pertanggungjawaban yang ketat (strict

liability). Masalah kesesatan (error) baik

kesesatan mengenai keadaannya (error

facti) maupun kesesatan mengenai

hukumnya sesuai dengan konsep

merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali

3 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai

(5)

kesesatannya itu patut dipersalahkan

kepadanya4

Tindak pidana perusakan terhadap

barang yang dilakukan secara bersama-sama terdapat dalam Putusan Nomor

892/Pid.B/2014/PN.Tjk, dengan

terdakwa Sumino Bin Suharto,

melakukan perusakan terhadap barang berupa tembok beton. Perbuatan ini dilakukan pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 23.30 Wib, Terdakwa bersama-sama dengan Saksi Bayu Trianto dan Saksi Samino alias Samin bin Suharto mendatangi pagar tembok beton milik PT. Pundi yang berada di Kelurahan

Way Laga, Kecamatan Sukabumi,

Bandar Lampung, dengan menggunakan sebuah mobil Daihatsu Feroza berwarna merah dengan Nomor Polisi BE.1169.G milik Terdakwa. Sesampainya di areal pagar tembok beton milik PT. Pundi Terdakwa bersama-sama dengan Saksi Bayu Trianto dan Saksi Samino alias Samin bin Suharto langsung mengikat pagar tembok beton tersebut dengan tali tambang berwarna putih dan biru yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh Terdakwa di dalam mobilnya. Saksi

Samino alias Samin bin Suharto

mengikat salah satu ujung tali tambang pada pagar beton dan Saksi bayu Trianto mengikat ujung tali lain ke bamper belakang mobil Terdakwa. Sedangkan

Terdakwa bertugas untuk menarik

tambang yang telah diikatkan tersebut dengan cara menjalankan mobilnya sehingga mengakibatkan pagar beton tersebut rubuh dan hancur sepanjang 5 m. Perbuatan ini telah menimbulkan

4 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan

Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.23.

kerugian Saksi Minggus bin H. Abdul Rohman selaku pihak yang mendapatkan tender pengerjaan pagar beton PT. Pundi sebesar Rp.7.000.000,00 (tujuh juta rupiah).

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

terhadap pelaku adalah perbuatan

Terdakwa dinyatakan telah melakukan

perbuatan sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa yang pada pokoknya meminta majelis hakim yang menangani perkara ini menjatuhkan pidana sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Eko Setiawan

bin Darjo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana “perusakan terhadap

barang secara bersama-sama”

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagaimana yang telah diuraikan dalam dakwaan Penuntut Umum.

2. Menjatuhkan pidana penjara kepada

Terdakwa Eko Setiawan bin Darjo selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan

perintah agar Terdakwa tetap

ditahan.

Majelis Hakim yang menangani perkara

ini dalam Putusan Nomor:

892/Pid.B/2014/PN.Tjk, justru

menjatuhkan pidana bebas terhadap terdakwa dengan amar putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Eko Setiawan

(6)

sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Tunggal Penuntut Umum.

2. Membebaskan Terdakwa oleh karena

itu dari Dakwaan Penuntut Umum tersebut.

3. Memerintahkan Terdakwa

dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.

4. Memulihkan hak-hak Terdakwa

dalam kemampuan, kedudukan,

harkat serta martabatnya.

Sesuai dengan dakwaan tersebut maka

terlihat adanya ketidaksamaan

pandangan antara Jaksa Penuntut Umum

(JPU) dan Majelis Hakim dalam

menentukan unsur-unsur tindak pidana

perusakan terhadap barang secara

bersama-sama, sehingga majelis hakim justru memutus bebas terdakwa.

Berdasarkan latar belakang di atas,

permasalahan dalam penelitian ini

adalah:

a. Apakah dasar pertimbangan hukum

hakim dalam memutus bebas pelaku

tindak pidana perusakan pada

Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/

PN.Tjk?

b. Apakah putusan bebas yang

dijatuhkan hakim terhadap pelaku

tindak pidana perusakan sudah

memenuhi rasa keadilan secara substantif?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II.Pembahasan

A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutus Bebas Pelaku Tindak Pidana Perusakan pada Putusan Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk

Terdakwa Eko Setiawan Bin Darjo

dalam Putusan Pengadilan Negeri

Tanjung Karang Nomor

892/Pid.B/2014/PN.TJK, terbukti

melakukan tindak pidana perusakan terhadap barang. Akibat dari perbuatan

tersebut adalah korban mengalami

kerugian sebesar Rp7.000.000, namun dalam amar putusannya Majelis Hakim memutus bebas pada terdakwa.

Secara yuridis hakim dalam hal

menjatuhkan pidana kepada terdakwa tindak pidana tidak boleh menjatuhkan

pidana kecuali dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a) Keterangan Saksi. (b) Keterangan Ahli. (c) Surat. (d). Petunjuk. (e) Keterangan Terdakwa, atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184 KUHAP). Pasal 185 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya, sedangkan dalam Pasal 185 ayat (3) dikatakan ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah

lainnya (unus testis nullus testis). Saksi

(7)

sehingga apabila terdapat alat bukti yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (3), maka hal itu cukup untuk

menuntut pelaku tindak pidana.

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertanggungjawaban hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan.

Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya sebagai berikut:

a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP).

b. Keterangan saksi. Merupakan alat

bukti seperti yang diatur dalam

Pasal 184 KUHAP. Sepanjang

keterangan itu mengenai suatu

peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami

sendiri, dan harus disampaikan

dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah.

c. Keterangan terdakwa. Menurut

Pasal 184 KUHAP butir e keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukti. Keterangn terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri.

d. Barang-barang Bukti

Benda tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.

e. Pasal-pasal yang didakwakan. Hal

yang sering terungkap di persidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal-pasal ini bermula dan terlihat dalam surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut umum sebagai ketentuan hukum tindak pidana yang dilanggar oleh terdakwa.

Majelis hakim menimbang bahwa

dakwaan jaksa penuntut umum adalah

terdakwa tindak pidana perusakan

terhadap barang sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP. Jaksa

Penuntut Umum dalam menuntut

Terdakwa yang pada pokoknya meminta majelis hakim yang menangani perkara ini menjatuhkan pidana sebagai berikut:

(1) Menyatakan Terdakwa Eko Setiawan

bin Darjo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana “perusakan terhadap

barang secara bersama-sama”

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagaimana yang telah diuraikan dalam dakwaan Penuntut Umum.

(2) Menjatuhkan pidana penjara kepada

Terdakwa Eko Setiawan bin Darjo selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan

perintah agar Terdakwa tetap

ditahan.

Majelis Hakim yang menangani perkara

(8)

892/Pid.B/2014/PN.Tjk, menimbang bahwa untuk menentukan seseorang

bersalah melakukan tindak pidana

haruslah dibuktikan terlebih dahulu keseluruhan unsur-unsur pasal yang didakwakan Penuntut Umum terhadap Terdakwa. Menimbang bahwa Terdakwa telah didakwa Penuntut Umum dengan Dakwaan Tunggal melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP yang unsur-unsurnya adalah:

1. Unsur barang siapa

Menimbang bahwa yang dimaksud barang siapa adalah orang atau siapa saja yang menjadi subyek hukum pidana, yang melakukan suatu tindak pidana dan diancam pidana, dan kepadanya dapat dimintai pertanggung-jawaban pidana sebagai akibat dari perbuatannya, serta

tidak ada alasan pemaaf ataupun

pembenar yang menghapuskan ancaman pidananya, yang dalam perkara ini dihadapkan seorang Terdakwa bernama

Eko Setiawan Bin Sudarjo yang

kebenaran identitasnya telah diperiksa dan sesuai dengan yang tersebut dalam surat dakwaan Penuntut Umum, dan selama proses persidangan Terdakwa adalah orang yang sehat jasmani maupun rahani sehingga selaku subyek hukum Terdakwa dipandang mampu memper-tanggung-jawabkan. Menimbang bahwa

dengan demikian unsur ke-1 “barang

siapa” telah terpenuhi.

2. Unsur dengan sengaja dimuka umum

bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang.

Menimbang bahwa suatu kesengajaan tentunya berhubungan dengan sikap

bathin seseorang yang didakwa

melakukan suatu tindak pidana, dan

Majelis Hakim menyadari tidaklah

mudah untuk menentukan sikap bathin seseorang atau membuktikan adanya unsur kesengajaan dalam perbuatan seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana, atau ringkasnya adalah hal yang sulit untuk menentukan apakah kesengajaan itu benar-benar ada

pada diri sipelaku, lebih-lebih

bagaimanakah keadaan bathinnya pada waktu orang tersebut melakukan tindak

pidana, oleh karena itulah sikap

bathinnya tersebut, harus disimpulkan dari keadaan lahir yang tampak dari luar, dengan cara Majelis Hakim harus

mengobjektifkan adanya unsur

kesengajaan tersebut, dengan

berpedoman pada teori ilmu

pengetahuan hukum, untuk sampai pada suatu kesimpulan apakah perbuatan

Terdakwa merupakan suatu sebab

ataukah akibat dari suatu peristiwa

pidana yang mesti dialaminya.

Menimbang bahwa yang dimaksud

dengan sengaja atau Opzet adalah willen

en wetens dalam artian pembuat harus

menghendaki (Willen) melakukan

perbuatan tersebut dan juga harus

mengerti (Weten) akan akibat daripada

perbuatan itu.

Menimbang bahwa melakukan

kekerasan diartikan sebagai

mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmaniah yang tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainya yang dilakukan secara bersama-sama di depan umum dalam suatu tujuan yang sama.

Pelaku dipandang telah melakukan

perbuatan perusakan apabila ada

(9)

tersebut, sehingga orang yang hadir di tempat terbuka dan tidak melakukan perbuatan maka tidak dapat dikenakan sebagai telah melakukan kekerasan.

Menimbang bahwa Saksi Mingus dan Rianto selaku pemilik proyek pemagaran tembok beton PT. Pundi Intisari telah mendapat laporan dari Ketua RT. Kampung Way Laga yang bernama Bahrudin yang mengatakan bahwa pagar beton milik PT. Pundi Intisari yang terletak di jalan Wala Jaya Kelurahan Way Laga, Panjang, Bandar Lampung telah dirobohkan oleh orang yang tidak diketahui siapa pelakunyapada hari Sabtu, tanggal 15 Maret 2014 sekira jam 23.30 Wib.

Saksi Hafitulrohman selaku penjaga

malam PT. Pundi Intisari dalam

keterangannya menyatakan pada malam kejadian perobohan pagar beton tersebut ia berada di lokasi dan dari jarak 5 meter ia melihat pagar beton tersebut roboh ditarik mobil Daihatsu Ferosa warna merah milik Terdakwa, dan sekira jam 21.00 Wib sebelum terjadinya perobohan

tembok beton tersebut Saksi

Hafitulrohman melihat Terdakwa

bersama kawan-kawannya nongkrong di area pagar tembok yang dirobohkan

tersebut, akan tetapi Saksi

Hafitulrohman tidak mengetahui siapa pelaku yang telah merobohkan tembok tersebut, sementara Saksi Rudy Julianto dalam keterangannya menyatakan bahwa

dirinya melihat Terdakwa bersama

dengan Sdr. Bayu dan Samino

merubuhkan tembok beton dalam jarak 6 meter, namun ia tidak berani mendekat karena merasa takut dengan Terdakwa.

Saksi Ryan dalam keterangannya

menyatakan dirinya sekira jam 21.00

Wib telah datang ke lapangan bola Kampung Way Laga untuk mengambil motor miliknya yang dipinjam Sdr. Samino, pada waktu ia Saksi Ryan

mengambil motor tersebut tidak

dilihatnya Terdakwa berada disitu, akan tetapi memang ada beberapa orang yang

tidak terperhatikan olehnya karena

disekitar lapangan bola tersebut

keadaannya gelap. Saksi Samino dan Bayu keduanya merupakan Terdakwa

yang dilakukan pemeriksan secara

terpisah dalam keterangannya

menyatakan bahwa Terdakwa pada jam 21.00 Wib telah pulang diantar oleh Sdr. Bayu, dan mereka berdua mengakui sebagai orang yang telah melakukan perobohan pagar tembok beton milik PT. Pundi Intisari karena merasa kecewa lapangan bola yang biasanya digunakan mereka bermain bola sudah dipagari oleh PT. Pundi Intisari.

Menimbang bahwa dipersidangan telah diperlihatkan barang bukti berupa 1 unit mobil Daihatsu Feroza nomor polisi BE. 1169.G berikut 2 utas tali tambang warna putih dan biru yang menurut Saksi Hafitulrohman, Rudy Julianto, Samino

dan Bayu telah digunakan untuk

merobohkan pagar beton dengan cara mengikat tiang beton pagar dengan tali tambang yang diikatkan ke bumper mobil yang kemudian ditarik hingga pagar menjadi roboh.

Berdasarkan fakta hukum tersebut di atas, Majelis Hakim mendapati fakta yang bertentangan diantara Para Saksi, yaitu Saksi Rudy Julianto dalam jarak 6 meter melihat Terdakwa melakukan perubuhan pagar bersama-sama dengan Saksi Samino dan Bayu, sementara Saksi Hafitulrohman tidak mengetahui secara

(10)

merobohkan pagar tembok beton sekalipun dilihatnya dalam jarak 5 meter, adapun Saksi Samino dan Bayu menyatakan bahwa mereka berdua sekira

jam 23.30 Wib telah melakukan

perobohan tembok pagar beton milik PT. Pundi Intisari sedangkan Terdakwa tidak ikut serta karena ia Terdakwa sudah pulang ke rumah diantar oleh Sdr. Bayu sekira pukul 21.00 Wib.

Menimbang bahwa dengan demikian hanya 2 orang Saksi saja yang melihat

keberadaan Terdakwa pada waktu

terjadinya perobohan tembok beton tersebut, yaitu Saksui Rudy Julianto dan

Hafitulrohman. namun Saksi

Hafitulrohman tidak melihat secara pasti siapa pelaku yang telah merobohkan tembok beton tersebut akan tetapi ia melihat Terdakwa sekira jam 21.00 Wib berada di area tembok yang dirobohkan tersebut saat sedang jalan melintas di area tersebut, sedangkan Saksi Rudy dalam jarak yang lebih jauh 1 meter dari Saksi Hafitulrohman dapat melihat secara jelas bahwa Terdakwa ikut serta melakukan perobohan tembok.

Menimbang bahwa keterangan Saksi Hafitulrohman bila dikaitkan dengan keterangan Saksi Ryan yang datang ke area tempat dirobohkannya tembok beton terdapat persesuaian diantara

mereka, yaitu sama-sama tidak

mengetahui secara pasti siapa orang-orang yang berada di area lokasi pagar tembok beton yang dirubuhkan,karena menurut Saksi Ryan di lokasi tersebut keadaannya gelap. Dengan demikian

keterangan Saksi Rudy yang

menyebutkan dirinya melihat Terdakwa di lokasi tembok pagar beton diragukan

kebenarannya dan oleh karenanya

haruslah dikesampingkan. Menimbang

bahwa dengan demikian Terdakwa sudah dapat dipastikan pada waktu terjadinya peristiwa perobohan tembok beton tersebut tidak berada di lokasi tersebut, hal mana bersesuaian dengan keterangan saksi Bayu dan Samino serta keterangan 2 (dua) orang saksi yang tidak disumpah yaitu Saksi Siti Hasanah yang merupakan istri dari Terdakwa dan Saksi Darjo yang merupakan mertua Terdakwa, namun demikian menjadi pertanyaan. apakah Terdakwa tidak termasuk salah seorang yang terlibat dalam perusakan pagar tembok milik PT. Pundi Intisari, terlebih lagi bila dikaitkan dengan alat yang digunakan untuk merobohkan pagar tersebut berupa mobil adalah milik Terdakwa.

Terdakwa dalam keterangannya

menyebutkan bahwa mobil Daihatsu Feroza yang menjadi miliknya tersebut keseharian dipakai dan atau dibawa oleh Saksi Bayu Trianto yang merupakan

salah satu karyawan Terdakwa.

Menimbang bahwa menjadi pertanyaan tentunya. bagaimana seorang karyawan

diberikan keleluasaan menggunakan

mobil pribadi untuk digunakan

keseharian bagi karyawan tersebut. Terkait keterangan Saksi Bayu, Samino

dan Terdakwa yang sama-sama

menyatakan bahwa Terdakwa tidak berada di tempat pada saat terjadinya perobohan tembok beton karena sudah diantar pulang oleh Saksi Bayu ke rumahnya, Majelis Hakim mencermati bahwa rentang waktu Terdakwa pulang sekira jam 21.00 Wib dengan terjadinya perobohan tembok sekira jam 23.30 Wib hanya terpaut 2 jam 30 menit, dalam waktu yang sangat singkat tersebut

apakah dapat terjadi kesepakatan

(11)

rasa kecewa disebabkan arena bermain bola yang biasanya dipakai oleh warga sekitar telah dilakukan pemagaran.

Adanya kesepakatan bersama untuk merobohkan tembok beton tidaklah dapat dilakukan dengan pemikiran yang singkat, terkait hal tersebut Majelis Hakim melihat keberadaan Terdakwa bersama-sama dengan Saksi Samino dan Bayu bersama rekan-rekan mereka yang lain bernama Sardi dan Robot yang tidak dijadikan Saksi dalam perkara aquo.

tidak tertutup kemungkinan

membicarakan kekecewaan warga atas area lapangan bola yang sudah cukup lama digunakan mereka bermain bola menjadi hilang karena dibangunnya tembok pagar beton.

Oleh karena rentang waktu pemikiran bersama untuk melakukan perobohan tembok beton terjadi pada waktu yang sangat singkat dan untuk perobohan tembok beton tersebut menggunakan kendaraan milik Terdakwa yang dibawa oleh Saksi Bayu Trianto setidaknya terdapat hubungan causa (sebab akibat) sampai terjadinya peritiwa perobohan tembok tersebut, namun sebagaimana disebutkan dalam uraian pengertian tentang kekerasan di atas. bahwa

kekerasan yang dilakukan secara

bersama-sama dimuka umum dapat terjadi apabila sipelaku telah melakukan

perbuatan tersebut. Oleh karena

Terdakwa tidak berada di tempat

kejadian saat peristiwa perobohan

tembok beton terjadi, maka dengan

demikian Terdakwa tidak dapat

dikatakan sebagai orang yang telah melakukan kekerasan, sehingga dengan

demikian unsur ke-2 “dengan sengaja

dimuka umum bersama-sama melakukan

kekerasan terhadap orang atau barang”

tidak terpenuhi oleh perbuatan

Terdakwa.

Majelis Hakim menimbang bahwa oleh karena salah satu unsur dalam Dakwaan Tunggal Penuntut Umum tidak terpenuhi

oleh perbuatan Terdakwa, maka

Terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana dan

oleh karenanya Terdakwa harus

dibebaskan dari Dakwaan Tunggal Penuntut Umum tersebut. Oleh karena Terdakwa dibebaskan maka haruslah dipulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya. Menimbang bahwa oleh

karena Terdakwa tidak terbukti

melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya dan Terdakwa

berada dalam tahanan maka

diperintahkan untuk dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.

Menimbang bahwa terhadap barang bukti berupa 1 unit mobil Daihatsu Feroza warna merah dengan nomor

polisi BE.1169.G pada saat

berlangsungnya persidangan telah

diajukan permohonan pinjam pakai oleh PT. Internusa Tribuana Citra Multi

Finance yang berdasarkan bukti

angsuran pembayaran (terlampir) baru dilakukan 6 kali angsuran dari 23 kali

kewajiban angsuran yang harus

dibayarkan, dan terhitung sejak jatuh tempo pembayaran. Terdakwa sudah 17 kali menunggak angsuran pembayaran,

sehingga dengan demikian mobil

Daihatsu Feroza warna merah dengan

nomor polisi BE.1169.G haruslah

(12)

haruslah dinyatakan dirampas untuk dimusnahkan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut

maka Majelis Hakim dalam Putusan

Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk,

menjatuhkan pidana bebas terhadap terdakwa dengan amar putusan sebagai berikut:

(1) Menyatakan Terdakwa Eko Setiawan

Bin Sudarjo tersebut diatas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana didakwakan dalam

Dakwaan Tunggal Penuntut Umum.

(2) Membebaskan Terdakwa oleh karena

itu dari Dakwaan Penuntut Umum tersebut.

(3) Memerintahkan Terdakwa

dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.

(4) Memulihkan hak-hak Terdakwa

dalam kemampuan, kedudukan,

harkat serta martabatnya.

Berkaitan dengan penjatuhan bebas maka hal yang dipertimbangkan adalah bebas akan memberikan kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki

dirinya di masyarakat, sepanjang

kesejahteraan terpidana dalam hal ini dipertimbangkan segala hal yang lebih utama dari pada resiko yang mungkin diderita oleh masyarakat, seandainya

terpidana dilepas dimasyarakat.

Terpidana dalam bebas dapat melakukan kebiasaan sehari-hari sebagai manusia

dengan nilai-nilai yang ada di

masyarakat dan akan mencegah

terjadinya stigma yang diakibatkan oleh pidana perampasan kemerdekaan.

Status pidana dapat digolongkan menjadi pidana pokok dan pidana tambahan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10

KUHP, yang tidak mencantumkan bebas baik sebagai pidana pokok maupun pidana tambahan, tetapi yang ditentukan, dirumuskan pada Pasal 14 a-f KUHP, merupakan suatu syarat pelaksanaan

pidana penjara, kurungan bukan

pengganti pidana denda.

Hakim dalam praktek peradilan pidana tidak sedikit yang menjatuhkan pidana

penjara atau kurungan yang

pelaksanaannya ditangguhkan dengan syarat-syarat umum dan khusus. Praktek peradilan pidana semacam ini perlu

mempertimbangkan keadilan dan

kepastian hukum. Pembinaan terpidana di luar penjara atau bebas tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sistem kepenjaraan secara bertahap. Hakim yang menjatuhkan bebas harus teliti dan

berhati-hati dengan menghubungkan

minimum pidana umum dan maksimum pidana khusus pada rumusan delik, akan tetapi minimum pidana tidak hanya menentukan pidana minimum untuk berbagai macam pidana. walaupun sudah pasti terpidana melakukannya mengingat kenyataan, bahwa tindak pidana yang termasuk kualifikasi yang sama dapat sangat berbeda dalam beratnya. Sistem

ini membuka jalan untuk

mengkhususkan beratnya pidana yang akan dijatuhkan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis

dapat menganalisis bahwa dasar

pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan bebas terhadap pelaku

tindak pidana perusakan terhadap

barang, sesuai dengan salah satu teori dasar pertimbangkan hakim, khususnya

teori keseimbangan. Menurut

Mackenzie, yang dimaksud dengan

keseimbangan disini keseimbangan

(13)

undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan

dengan masyarakat dan terdakwa 5

Hakim sesuai dengan teori

keseimbangan tersebut

mempertimbangkan bawha putusan

bebas terhadap pelaku tindak pidana

perusakan terhadap barang telah

seimbang antara dasar yuridis yaitu terpenuhinya minimal dua alat bukti

dalam persidangan, hakim menilai

bahwa terdapat alasan pembenar, alasan

pemaaf dan alasan penghapusan

penuntutan bagi hakim dalam

menjatuhkan bebas. Selain itu hakim juga melihat peristiwa yang melatar belakangi perbuatan pidana tersebut secara keseluruhan serta sikap dan perbuatan terdakwa sehari-harinya dalam masyarakat. Pemidanaan tidak hanya untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya tetapi lebih penting lagi agar

terdakwa menyadari perbuatannya

tersebut salah, sehingga dengan sadar tidak akan mengulanginya lagi, terdakwa

telah mengakui kesalahannya dan

memiliki latar belakang kelakuan yang baik dalam hidup bermasyarakat.

B. Putusan Bebas Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perusakan dalam Perspektif Keadilan Substantif

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dalam Putusan

Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.TJK,

5 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim

dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika. Jakarta 2010, hlm.103.

memutus bebas terhadap Eko Setiawan Bin Darjo sebagai pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang. Putusan bebas ini tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, karena perbuatan

terdakwa mengakibatkan korban

mengalami kerugian..

Pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dapat dihindari dengan memutus perkara secara adil dan teliti, sehingga

tidak menimbulkan kesenjangan

terhadap suatu putusan. Dari dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat kepuasan moral jika keputusan yang dibuatnya dapat menjadi tolak ukur untuk kasus yang sama, sebagai bahan referensi bagi kalangan teoritis dan praktisi hukum serta kepuasan nurani jika sampai dikuatkan dan tidak dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung jika perkara sampai ke tingkat banding atau kasasi. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, yaitu mulai

dari perlunya kehati-hatian serta

dihindari sedikit mungkin

ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya

kecakapan teknik dalam membuatnya.6

Ketentuan mengenai perumusan pidana

maksimum dan minimum dikenal

dengan pola pemidanaan baru, yaitu minimum khusus dengan tujuan untuk menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok untuk tindak pidana yang secara hakiki tidak berbeda

kualitasnya, lebih mengefektifkan

pengaruh prevensi umum, khususnya

(14)

bagi tindak pidana yang dipandang

membahayakan dan meresahkan

masyarakat.

Ketentuan mengenai pidana penjara menganut asas maksimum khusus dan minimum khusus. Pada prinsipnya, pidana minimum khusus merupakan suatu pengecualian, yaitu hanya untuk tindak pidana tertentu yang dipandang sangat merugikan, membahayakan, atau

meresahkan masyarakat dan untuk

tindak pidana yang dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya. Ketentuan mengenai pidana minimum (khusus) dan maksimum menegaskan bahwa terhadap kejahatan-kejahatan yang meresahkan

masyarakat diberlakukan ancaman

secara khusus.

Penjatuhan pidana harus merupakan hal yang paling penting dipertimbangkan hakim, karena menyangkut kepentingan tersebut, yang berbeda dengan sanksi perdata atau administasi yang hanya berkenaan dengan sifat-sifat kebendaan. Pembebanan pidana harus diusahakan agar sesuai dan seimbang dengan nilai

kesadaran hukum, nilai-nilai mana

bergerak menurut perkembangan ruang, waktu dan keadaan yang mewajibkan pengenaan suatu nestapa yang istimewa sifatnya, sebagai suatu reaksi terhadap aksi dalam penjatuhan pidana. Hal utama bagi kepastian hukum yakni, adanya peraturan itu sendiri. tentang apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakatnya, adalah diluar pengutamaan nilai kepastian hukum. Dengan adanya nilai yang berbeda-beda tersebut, maka penilaian mengenai keabsahan hukum atau suatu perbuatan hukum, dapat berlain-lainan

tergantung nilai mana yang

dipergunakan. Tetapi umumnya nilai kepastian hukum yang lebih berjaya,

karena disitu diam-diam terkandung pengertian supremasi hukum.

III. Penutup

A. Kesimpulan

1. Dasar pertimbangan hukum hakim

dalam menjatuhkan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang adalah pertimbangan yuridis yaitu terpenuhinya minimal dua alat bukti dalam persidangan, hakim menilai bahwa terdapat alasan pembenar, alasan pemaaf dan alasan penghapusan penuntutan bagi hakim dalam menjatuhkan bebas, sehingga

sesuai dengan teori dasar

pertimbangan hakim yaitu teori keseimbangan. Selain itu hakim juga

melihat peristiwa yang melatar

belakangi perbuatan pidana tersebut secara keseluruhan serta sikap dan perbuatan terdakwa sehari-harinya dalam masyarakat.

2. Putusan pengadilan yang

menjatuhkan bebas terhadap pelaku tindak pidana perusakan terhadap barang dipandang belum sesuai dengan rasa keadilan masyarakat

karena hakim kurang sensitif

terhadap penderitaan korban akibat tindak pidana perusakan terhadap barang oleh terdakwa.

B. Saran

1. Hakim yang menangani tindak

pidana di masa yang akan datang

diharapkan untuk

mempertimbangkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat menjatuhkan pidana secara tepat

sesuai dengan kesalahan yang

(15)

2. Ketentuan Pasal 95 dan Pasal 97

KUHAP hendaknya

diimplementasikan dalam hal

pemulihan hak-hak terdakwa yang

diputus bebas dan mempunyai

kekuatan hukum tetap, disamping itu

perlu adanya sosialiasasi atau

informasi terhadap masyarakat luas mengenai hak-hak terdakwa apabila diputus bebas.

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai

Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.

Mulyadi, Lilik. 2007. Kekuasaan

Kehakiman, Bina Ilmu, Surabaya

Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah

Penegakan Hukum dan

Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

---. 2003. Bunga Rampai

Kebijakan Hukum Pidana. PT Citra. Aditya Bakti. Bandung.

Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Himpunan A dikatakan himpunan bagian (subset) dari himpunan B, jika setiap anggota dari A juga merupakan anggota dari B, ditulis A B... Kesamaan

Namun yang membedakan bahwa penelitian yang telah dilakukan oleh Diding lebih terfokus pada pengaruh pembiayaan terhadap produktivitas sedangkan penelitian yang dilakukan

[r]

BULU ATAU RAMBUT ??.. VARIATION

Seseorang yang mempunyai kemampuan interpersonal memadai akan menjadi pelaku tari yang baik. Ini disebabkan seperti Edi Sedyawati katakan bahwa rasa indah yang dihayati kemudian

Penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri dan di kelas kontrol dengan menggunakan

Bagian A merupakan modus latihan dengan komponen F0 adalah layer input yang berfungsi melakukan normalisasi sampel training sehingga diperoleh gelombang pulsa yang sama panjang,

Whereas duty ethics would urge such an agent to follow moral principles when she is in doubt as to what to do in a given situation, virtue ethics suggests that agents are guided