• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERBASIS. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE BERBASIS. pdf"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

BERBASIS EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

DI NEGERI RUTONG, KOTA AMBON

(Mangrove Ecosystems Management Based on Economic Resources and

Environmental in Negeri Rutong, Ambon City)

Simon. M. Picaulima

1)

, N. V. Huliselan

2)

, D. Sahetapy

2)

, J. Abrahamsz

2)

1)Politeknik Perikanan Negeri Tual

2)Program Studi Ilmu Kelautan, Pascasarjana UNPATTI-Ambon

Diterima 07 Mei 2010/ Disetujui 19 November 2010

ABSTRACT

The purposes of this research are to estimate the economic value of a mangrove ecosystem of Rutong village, and design strategies for management of mangrove ecosystem on the basis of the economic value. Research results show that there are ten genera from eight families of mangrove. It was also found that soneratia alba has the highest relative existence frequency, relative density, and relative dominance. There are seven types of utilization of mangrove ecosystem in the village, namely a “bameti”, fishing, research field, sand mining, play- ground for children, place to tie-up fishing boats, and garbage disposal area. Total economic value of mangrove ecosystem amounted to Rp 54,898,133 per year. The second alternative management was more efficient and feasible based on the value of NPV and BC ratio at discount rates of 10% and 15%. Strategic policies for managing mangrove ecosystem of Rutong village are, as follows, mangrove rehabilitation, development of zonal system for mangrove, socialization of economic value of mangrove ecosystem, handling of sanitation, rational utilization of mangrove, development of institutional system including traditional institution such as“kewang”.

.

Keywords: mangrove management, economic resources and environment

PENDAHULUAN

Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem utama di perairan pesisir yang tidak hanya terbatas pada fungsi ekologi, tetapi juga fungsi fisik, fungsi sosial, fungsi ekonomi maupun fungsi budaya. Nilai keseluruhan ekosistem mangrove hingga kini tidak mudah dikenali, sehingga sering diabaikan dalam suatu perencanaan pengembangan wilayah pesisir. Ketidaktahuan akan nilai fungsi dan manfaat ekosistem mangrove disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: (1) kebanyakan dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove wujudnya tidak diperdagangkan di pasar, sehingga tidak memiliki nilai yang dapat dinikmati secara langsung, dan (2) beberapa dari barang dan jasa terjadi di luar dan jauh dari ekosistem mangrove sehingga penghargaan terhadap barang dan jasa itu sering kurang atau tidak ada kaitannya dengan mangrove. Misalnya, kesuburan perairan sebagai

hasil dari kontribusi mangrove yang mendukung kehidupan organisme perairan pesisir dan laut seperti ikan, kepiting dan moluska.

(2)

Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya hutan mangrove bagi lingkungan pesisir, kurangnya penerapan sanksi terkait pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab. Penurunan luasan ekosistem mangrove berdampak pada penurunan nilai ekonomi dan tidak dapat mencegah terjadinya tekanan abrasi yang berakibat pada pergerseran garis pantai akibatnya ruang daratan semakin sempit (Maedar, 2007).

Perubahan terhadap luasan ekosistem mangrove harus dijawab melalui pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan, terutama berbasis pada nilai manfaat dan fungsi ekosistem mangrove secara ekonomi. Salah satu langkah strategis yang perlu dijalankan untuk mencapai pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan adalah dengan melakukan pengelolaan ekosistem mangrove berbasis ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menghitung nilai ekonomi ekosistem mangrove; dan (2) merumuskan strategi pengelolaannya berbasis ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Negeri Rutong, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon (Gambar 1). Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai

dengan bulan Februari 2009.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan bersifat eksploratif dengan tujuan untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian adalah untuk mengidentifikasi fungsi dan manfaat, nilai manfaat, serta strategi pengelolaan ekosistem mangrove untuk keberlanjutan sumberdaya pada ekosistem ini. Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah metode observasi dan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan kunci, pengumpulan data sekunder, pengambilan contoh tumbuhan bakau yang kemudian diidentifikasi dengan dukungan buku-buku identifikasi. Untuk menghitung vegetasi mangrove digunakan metode transek sabuk.

Metode Analisis Data

Spaninks dan van Beukering (1997) dalam Sukmawan (2004) mengemukakan penilaian dari nilai pakai atau nilai kegunaan ini dibagi menjadi dua, yaitu:

(a) Nilai Manfaat Langsung menurut (Fauzi, 2002 dalam Alfian, 2004):

dimana:

NML = Total nilai manfaat langsung (Rp/tahun) NMLi = Manfaat langsung yang didapat pada lokasi

penelitian (Rp/tahun).

(3)

i=1 = Manfaat langsung awal yang dinilai (Rp/tahun);

n = Jumlah Manfaat langsung akhir yang dinilai (Rp/tahun).

(b) Manfaat Tidak Langsung (Fauzi, 2002 dalam Alfian, 2004):

dimana:

NMTL = Total Nilai Manfaat Tidak Langsung (Rp/tahun);

NMTLf = Nilai Manfaat Tidak Langsung Fisik (Rp/tahun);

NMLi = Manfaat tidak langsung yang didapat pada lokasi penelitian (Rp/tahun).

i=1 = Manfaat tidak langsung awal yang dinilai (Rp/tahun);

n = Jumlah manfaat tidak langsung yang dinilai (Rp/tahun).

(c) Manfaat Pilihan, didekati dengan metode Benefit Transfer yang mengacu pada nilai keanekaragaman hayati (Biodiversity) hutan mangrove Indonesia, yaitu sebesar US $ 1,500 per km2 per tahun (Fahrudin, 1996 dalam Sukmawan, 2004):

NMP = MPb(dimasukan dalam nilai rupiah) dimana:

NMP = Total Nilai Manfaat Pilihan (Rp/ha/tahun); NMPb = Nilai Manfaat Pilihan biodiversity

(Rp/ha/tahun).

(d) Manfaat Keberadaan dengan pendekatan nilai

WTP yang diperoleh dari hasil perhitungan nilai tengah mengikuti formula (FAO, 2000 dalam Adrianto et al, 2004) sebagai berikut sebagai berikut sebagai berikut:

n

NWTP= ∑ Yi/n

i = 1 dimana:

NWTP = Nilai Kesediaan Membayar Responden(Rp/tahun);

Yi = Besaran WTP yang diberikan responden

ke-i (Rp);

i=1 = Responden awal penilaian (KK); n = Jumlah responden (KK).

(e) Nilai Ekonomi Total Manfaat Ekosistem Mangrove (Santoso, 2005):

NEMT = NML + NMTL + NMP + NMK

dimana :

NEMT = Nilai Ekonomi Manfaat Total (Rp/Tahun) NML = Nilai Manfaat Langsung (Rp/Tahun) NMTL = Nilai Manfaat Tidak Langsung (Rp/Tahun) NMP = Nilai Manfaat Pilihan (Rp/ha/Tahun) NMK = Nilai Manfaat Keberadaan (Rp/Tahun)

Skenario pengelolaan hutan mangrove diadopsi dari Alikodra (2006) dan disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi penelitian:

1. Skenario A. Kondisi hutan mangrove saat ini (status quo), dengan luas hutan manggrove pada saat ini yang diasumsikan semua kegiatan berlangsung seperti selama ini (bussinnes as usual). Dengan mengestimasi penurunan perubahan nilai dan biaya langsung sebesar 10 % untuk tiap tahun sebagai akibat adanya kerusakan terhadap hutan mangrove.

2. Skenario B. Kondisi hutan mangrove tahun 2003 dengan luas hutan manggrove adalah 4,100 Ha (DKP Kota Ambon, 2003). Dengan estimasi kenaikan nilai manfaat dan biaya langsung sebesar 10 % untuk tiap tahun sehingga nilai ekonomi yang dihasilkan hutan mangrove tersebut tidak mempunyai biaya kehilangan.

Alternatif pengelolaan untuk optimalisasi pemanfaatan dengan menggunakan analisis alternatif pengelolaan untuk mengetahui atau menilai kelayakan dari alternatif tersebut. Analisis yang digunakan untuk menilai kelayakan dari alternatif tersebut adalah Metode Analisis Biaya dan Manfaat (Cost and Benefit Analysis) (Suparmoko, 2006), dengan pendekatan Net Present Value (NPV) danNet Benefit Cost Ratio

(NetB/C) sebagai berikut : (1)Net Present Value(NPV):

dimana:

NPV = Net Present Value(rupiah/tahun) Bt = Manfaat yang diperoleh dari penggunaan

hutan mangrove (rupiah)

Ct = Biaya pemanfaatan hutan mangrove (rupiah) r = Tingkat suku bunga bank (persen)

(4)

Kriteria penilaian dapat dinyatakan layak untuk dilaksanakan bila NPV tersebut sama atau lebih dari nol dan sebaliknya, maka proyek tersebut merugikan.

(2)Net Benefit Cost Ratio(NetB/C):

dimana:

BCR = Benefit Cost Ratio(rupiah/tahun) Bt = Manfaat yang diperoleh dari penggunaan

kawasan mangrove (rupiah)

Ct = Biaya pemanfaatan kawasan mangrove

(rupiah)

t = Kurun waktu penilaian (tahun) r = Tingkat suku bunga bank (persen) t=1 = Tahun awal proyeksi nilai (tahun) n = Jumlah tahun proyeksi nilai (tahun)

Kriteria penilaian alokasi pemanfaatan sumberdaya yang layak dikembangkan jika BCR > 1 (Suparmoko, 2006).

Menurut Maedar (2007) Kriteria penilaian yang dianalisis yaitu efisiensi, equity dan ekologi (sustainable), uraian dan penetapan indikator dari masing-masing kriteria tersebut meliputi:

(1) Kriteria Efisiensi; keuntungan usaha berdasarkan kelayakan usaha (CBA);

(2) Kriteria Equity (Keadilan); pemerataan pendapatan, ditunjukkan dengan rata-rata keuntungan dari masing-masing jenis pemanfaatan ekosistem mangrove, dan keharmonisan masyarakat, ditunjukkan oleh potensi terjadinya konflik pemanfaatan lahan dari ekosistem mangrove.

(3) Kriteria Ekologi (Sustainable); Perubahan luas lahan ekosistem mangrove dari masing-masing alternatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Ekosistem Mangrove

Luasan hutan mangrove yang dihitung dengan pendekatan tracking mencapai 3,946 Ha. Kawasan hutan mangrove yang mempunyai jenis dan populasi terbesar yakni hutan mangrove yang mengarah ke Selatan daerah penelitian (arah Negeri Leahari). Mulai dari kaki air Waihula sampai di perbatasan Negeri Rutong dan Leahari keanekaragaman jenis mangrove yang cukup tinggi dengan ditemukan semua jenis mangrove yakni 8 famili dan 10 jenis yang ada di lokasi penelitian (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi Mangrove di Negeri Rutong

.

Sumber : Data Lapangan, 2009

Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove 1. Manfaat Langsung

Manfaat langsung ekosistem mangrove mencakup empat jenis manfaat, yaitu:

(1) Manfaat sumberdaya ikan yang dihitung dari penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang hanyut. Dalam satu tahun rata-rata produksi ikan konsumsi yang dihasilkan adalah 504 Kg. Dengan harga ikan sebesar Rp. 10.000,- per kilogram, diperoleh total dari manfaat penangkapan ikan sebesar Rp 5.040.000,- Kg/tahun. Biaya operasional yang dikeluarkan untuk melakukan aktifitas penangkapan ikan dalam setahun yaitu sebesar Rp. 1.080.000,-, sehingga diperoleh nilai manfaat bersih sebesar Rp. 4.032.000,-. (2) Manfaat hasil perikanan lainnya adalah

sumberdaya kerang dengan nilai manfaat yang diperoleh sebesar Rp.185.769,- per tahun. Nilai ini diperoleh dengan mengalikan hasil pengambilan rata-rata kerang per tahun yaitu sebanyak 37 Kg/tahun. Dalam pemanfaatan sumberdaya kerang ini tidak dibutuhkan biaya operasional, sehingga manfaat bersih yang diperoleh dari pengambilan kerang ini sebesar Rp.185.769,- per tahun. Dalam pemanfaatan sumberdaya kerang ini banyak di dominasi oleh kaum perempuan, aktivitas pengambilan kerang ini dilakukan pada kawasan ekosistem mangrove pada saat air surut (meti).

(3) Manfaat penambangan pasir pada kawasan ekosistem mangrove ini berlangsung selama 7 bulan dalam setahun. Pada aktifitas penambangan pasir ini rata-rata pengambilan pasir dalam setahun adalah 15 kubik. Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan harga jual pasir pantai perkubik adalah Rp. 90.000,-sehingga diperoleh nilai manfaat sebesar Rp. 1.350.000,- per tahun. Dalam aktifitas pengambilan pasir ini membutuhkan biaya No Famili Spesies Nama Lokal

1. Sonneratiaceae Sonneratia alba

-2. Avicenniaceae Avicennia alba Mangi-mangi

3. Rhizophoraceae Rhizophora stylosa Rhizophora mucronata Bruiguiera sp.

Bakau Bakau Merah

-4. Meliaceae Xylocarpus moluccensis Kira-kira

5. Myrsinaceae Aegiceras curniculatum Pisang Tandu

6. Euphorbiaceae Excoecaria agallocha Butabuta,

7. Sterculiaceae Heriteria litoralis

(5)

operasional sebesar Rp. 67.000,-. manfaat bersih yang diperoleh dari pemanfaatan penambangan pasir adalah Rp. 1.283.000,- per tahun. Pasir-pasir yang berada pada kawasan ekosistem mangrove ini di bawah oleh gelombang laut selama musim timur.

(4) Manfaat penelitian yang diperoleh pada ekosistem mangrove adalah sebesar Rp. 345.000,-/orang yang meliputi biaya perjalanan dan biaya konsumsi dalam setahun (15 Kali turun untuk pengambilan data). Manfaat total yang diperoleh dari 4 orang mahasiswa dalam memanfaatkan ekosistem mangrove di Negeri Rutong sebagai tempat penelitian dalam setahun adalah Rp. 1.380.000,- .Penelitian yang dilakukan pada ekosistem mangrove di Negeri Rutong dilakukan oleh Universitas Pattimura, khususnya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, baik mahasiswa S1 maupun S2. Manfaat sumberdaya ikan memiliki proporsi terbesar, yaitu 68,97 % dengan nilai pemanfaatan bersih sebesar Rp. 4.032.000,-. Manfaat pasir menempati urutan kedua dengan persentase sebesar 21,95 % dan nilai pemanfaatan bersih sebesar Rp. 1.283.000,-. Manfaat penelitian menempati urutan ketiga dengan presentase sebesar 5,90 % dan nilai pemanfaatan bersih sebesar Rp. 345.000,-.Manfaat kerang memiliki persentase terkecil yakni 3,18 % dengan nilai pendapatan bersih sebesar Rp 185.769,-/tahun. Manfaat langsung lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar 22 % atau kurang.

Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai manfaat ini sangat kecil karena beberapa hal yakni: (1) Ada beberapa bentuk-bentuk pemanfaatan lain yang tidak diakumulasi dalam perhitungan ini karena keterbatasan dalam memberikan penilaian secara langsung. (2) Nilai yang ada hanya mengakomodir nilai pemanfaatan sumberdaya yang berada dalam ekosistem mangrove, sehingga apabila luasan ekosistem mangrove semakin kecil maka nilai ekonomi pada ekosistem mangrove tersebut akan semakin kecil.

2. Manfaat Tidak Langsung

Manfaat tidak langsung secara fisik diestimasikan melalui pendekatan fungsi hutan mangrove sebagai peredam gelombang (breakwater). Pembuatanbreakwateruntuk Negeri Rutong berbeda dengan tempat lainnya di Kota Ambon, karena pesisir Negeri Rutong mempunyai hempasan ombak yang kuat pada musim timur yang terjadi selama 6 bulan dalam setahun yakni dari bulan Mei sampai Oktober. Jadi nilai manfaat fisik ekosistem mangrove sebagai peredam

gelombang (breakwater) adalah sebesar Rp. 47.107.167,- per tahun .

3. Manfaat Pilihan

Manfaat pilihan pada ekosistem mangrove yang ada di Negeri Rutong dapat didekati dengan cara menghitung dari manfaat keanekaragaman hayati (Biodiversity) yang ada pada kawasan ekosistem mangrove ini. Menurut Ruitenbeek (1992), dimana nilai biodiversitydi Teluk Bintuni Irian Jaya sebesar US$ 1,500 per km² per tahun. Dengan demikian dapat diperoleh nilai manfaat pilihan hutan mangrove Negeri Rutong sebesar Rp. 692.523,- per tahun.

4. Manfaat Keberadaan

Nilai manfaat eksistensi (keberadaaan) dari hutan mangrove Negeri Rutong dihitung dengan menggunakan CVM (Contingent Valuation Method).Menurut Fauzi (2002) tahap terakhir dari

CVM adalah dengan mengagregatkan rataan tersebut. Maka nilai manfaat eksistensi hutan mangrove seluas 3,946 ha diperoleh sebesar Rp. 317.454,24 per ha per tahun.

5. Nilai Ekonomi Total

Nilai Ekonomi Total (NET) Manfaat pada ekosistem mangrove yang ada di Negeri Rutong yakni manfaat tidak langsung memiliki prosentase terbesar dibanding dengan manfaat lainnya yakni 85,81 % dengan nilai sebesar Rp 47.107.167,- per tahun, manfaat langsung sebesar Rp. 5.845.769,-per tahun atau sekitar 10,65 %, kemudian nilai manfaat keberadaan sebesar Rp. 1.252.674,42 per tahun atau sekitar 2,28 %, dan nilai manfaat pilihan sebesar Rp. 692.523,- per tahun atau sekitar 1,26 %. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai manfaat total ekosistem mangrove Negeri Rutong adalah Rp 54.898.133,42 per tahun. Sedangkan bila dihitung berdasarkan luas hutan mangrove Negeri Rutong yang diteliti yakni 3,946 ha, maka nilai manfaat total yang diperoleh dalam penelitian ini per hektar adalah Rp 13.912.350,08/tahun (Gambar 2).

(6)

Alternatif Skenario Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove

1. Skenario Pengelolaan I

Pada kondisi alternatif pengelolaan I ini didapat nilai manfaat bersih sekarang (NPV) dengan Discount Rate 10 % sebesar Rp 258.874.413,07 dan Discount Rate 15 % sebesar Rp 214.346.484,90 Pada hasil analisis ini juga di peroleh nilai Benefit Cost Ratio (BCR) pada

Discount Rate 10 % dan Discount Rate 15 % sebesar 3,44, artinya satu satuan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar 3,44 satuan.

2. Skenario Pengelolaan II

Pada kondisi alternatif pemanfaatan II ini didapat nilai manfaat bersih sekarang (NPV) dengan Discount Rate 10 % sebesar Rp. 434.259.274,74 dan Discount Rate 15 % sebesar Rp. 350.896.214,46 hasil analisis ini juga di peroleh nilai Benefit Cost Ratio (BCR) pada

Discount Rate 10 % dan Discount Rate 15 % sebesar 2,99 yang artinya satu satuan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar 2,99 satuan.

3. Pilihan Alternatif Skenario Pengelolaan Kawasan Ekosistem Mangrove

Selain pertimbangan kelayakan usaha atau kriteria efesiensi secara ekonomi, kriteria lain yang perlu juga dipertimbangkan untuk dilengkapi dalam pertimbangan untuk pengambilan keputusan pemilihan skenario alternatif pengelolaan yang baik untuk kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove Negeri Rutong adalah kriteria keadilan dan ekologi. Untuk itu, perlu dilakukan analisis multi kriteria terhadap skenario alternatif pengelolaan (Tabel 2).

Alternatif pengelolaan yang dipilih untuk kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove di Negeri Rutong adalah kondisi alternatif pengelolaan II (mengembalikan luasan ekosistem mangrove kondisi awal yaitu dengan luas 4,100 ha). Kondisi ini dianggap paling baik karena lebih efesien dibandingkan dengan kondisi alternatif pengelolaan I (kondisistatus quodengan luasan 3,946 ha). Semakin besar luasan ekosistem mangrove maka nilai ekonomi yang diperoleh juga akan meningkat (Maedar, 2007). Nilai-nilai kriteria tersebut memberi petunjuk bahwa pemilihan skenario atau alternatif pengelolaan II secara keseluruhan telah mempertimbangkan keseimbangan kriteria efesiensi, keadilan dan ekologi.

Tabel.2. Penentuan Alternatif Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Negeri Rutong.

Alternatif

Kriteria

I II

Efesiensi Net Present Value : - 258.874.413,07 (10%) - 214.346.484,90 (15%) BCR :

- 3,44 (10%) - 3,44 (15%)

Net Present Value : - 434.259.274,74 (10%) - 350.896.214,46 (15%) BCR :

- 2,99 (10%) - 2,99 (15%)

Keadilan Rata-rata keuntungan: - 4.032.000,- (ikan) - 185.000,- (kerang) - 1.283.000,- (pasir) Tidak ada konflik dlm pemanfaatan lahan

Rata-rata keuntungan - 16.531.200,- (ikan) - 761.653,- (kerang) - 5.260.300,- (pasir) Tidak ada konflik dlm pemanfaatan lahan

Ekologi Luas Ekosistem Mangrove 3,946

Perubahan luas lahan karena kerusakan 3,89 %

Luas Ekosistem Mangrove 4,100 Tidak terjadi perubahan (luas awal).

Sumber : Data Lapangan, 2009

Arahan Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Pengelolaan ekosistem berbasis sumberdaya alam dan lingkungan ini merupakan salah satu bentuk pengelolaan yang ingin memadukan manfaat ekonomi dan manfaat ekologi dalam upaya pemanfaatan sumberdaya mangrove secara berkelanjutan. Hasil analisis skenario pemanfaatan menunjukan bahwa skenario pemanfaatan yang paling efesien secara ekonomi serta adil dalam pemanfaatan sumberdaya dengan memperhatikan aspek ekologis dalam menjawab pengelolaan sumberdaya mangrove yang berkelanjutan adalah skenario pengelolaan II.

Maka upaya yang paling penting dilakukan untuk meningkatkan manfaat ekologi dan ekonomi ekosistem mangrove secara berkelanjutan adalah Konservasi dan Rehabilitasi ekosistem mangrove. Maka untuk mendukung hal tersebut ada beberapa arahan pengelolaan kedepan yang dapat dikemukakan adalah :

1. Melakukan kegiatan rehabilitasi, terlebih khusus terhadap jenisBruiguiradan konservasi sumberdaya mangrove secara baik serta pengembangan pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat.

(7)

3. Melakukan sosialisasi secara berkala mengenai pentingya pengelolaan ekosistem wilayah pesisir untuk keberlanjutan sumberdaya wilayah pesisir di Negeri Rutong. Serta sosialisasi hasil-hasil penelitian dan kajian yang terkait dengan sumberdaya pesisir yang ada di Negeri Rutong.

4. Pelarangan pembuangan sampah dan hajat di hutan mangrove, serta pembangunan WC umum dan tempat sampah umum. Perlu dilakukan aksi pembersihan wilayah pesisir secara berkala.

5. Perlu ketegasan dalam penegakan aturan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir.

6. Melakukan studi mengenai perlindungan sumberdaya dan lingkungan dengan cara memanfaatkan sumberdaya secara rasional, karena rusaknya lingkungan atau ekologi adalah akibat dari eksploitasi sumberdaya yang tidak bertanggung jawab.

7. Merumuskan kembali sistem kelembagaan pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang menjamin adanya sinergisme antara pemerintah dalam hal ini instansi terkait dan masyarakat dalam mendukung fungsi ekologi dan ekonomis kawasan tersebut.

8. Evaluasi dan pengembangan kelembagaan kewang dan lembaga pengelola kawasan konservasi agar dapat bekerja secara baik dan maksimal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Mangrove pada Negeri Rutong terdiri atas 8 famili dan 10 jenis, jenis makrobenthos pada ekosistem mangrove Negeri Rutong dari kelompok moluska terdiri atas 2 famili dan 5 jenis, sedangkan Potensi sumberdaya ikan pada ekosistem mangrove sebesar 23 jenis. 2. Bentuk-bentuk pemanfataan kawasan hutan

mangrove, yakni: (1) Bameti; (2) Penangkapan ikan; (3) Penelitian; (4) Penambangan pasir; (5) Arena bermain anak-anak; (6) Tambat labuh sarana penangkapan Ikan; dan (7) Tempat pembuangan sampah. Bentuk pemanfaatan 1 sampai dengan 4 nilai manfaatnya dapat dihitung sedangkan 5 sampai dengan 7 nilai manfaatnya tidak dapat dihitung.

3. Manfaat tidak langsung memiliki prosentase 85,81%. Manfaat langsung 10,65 %. Manfaat keberadaan 2,28 % dan manfaat pilihan 1,26 %.

4. Alternatif pengelolaan yang dipilih untuk kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove di Negeri Rutong adalah alternatif pengelolaan II.

5. Ada 8 bentuk arahan pengelolaan untuk pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan.

Rekomendasi

1. Nilai ekonomi total dari ekosistem mangrove di Negeri Rutong saat ini hanya bersifat sementara dan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat, untuk itu perlu dilakukan perhitungan terhadap nilai fungsi dan manfaat yang belum.

2. Dibutuhkan peran serta masyarakat dan kebijakan oleh intansi terkait dalam pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove dan melakukan pembibitan dan penanaman mangrove di areal yang rusak dan tandus sebagai upaya untuk mengembalikan kondisi alternatif pemanfaatan II (kondisi awal dengan luasan 4,100 ha) untuk memberikan manfaat ekonomi dan ekologis secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto. L, Mujio dan Wahyudin. Y. 2004. Modul Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB-Bogor. 45 hal

Alfian. M. 2004. Valuasi Ekonomi Konversi Hutan Mangrove untuk Budidaya Tambak Di Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara [Thesis]. Bogor; Sekolah Pascasarjana. Intitut Pertanian Bogor. 170 hal.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ambon, 2003, Data dan Informasi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kota Ambon. Ambon

Kuncoro, M. 2003. Metode Riset Bisnis dan Ekonomi (Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis). Penerbit Erlangga. Jakarta. 312 pp

Maedar, F. 2007. Analisis Ekonomi Ekosistem Mangrove Di Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka. Proceeding Geo-Marine Research Forum. 2007, hal 93-107.

Pentury, R. 2004. Potensi Mangrove Di Desa Rutong. Prosiding Seminar Potensi dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Hayati Pesisir Desa Rutong. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Patimura – Ambon. Ambon. Oktober 2004. hal 81-88

(8)

Santoso, Dj. 2005. Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Pondok Bali, Desa Legonwetan, Kecamatan Legonkulon, Kabupaten Subang, Jawa Barat. (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Kelautan. 101 hal

Sofian, A. 2003. Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Hutan Mangrove Di Kawasan Balanakan Kabupaten Subang. Jawa Barat. (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Kelautan. 80 hal.

Sukmawan, D. 2004. Penilaian Ekonomi Manfaat Hutan Mangrove Di Desa Karangjaladri, Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat. (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Kelautan. 101 hal. Suparmoko, M. 2006. Panduan dan Analisis Valuasi

Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Konsep, Metode Perhitungan dan Aplikasi). Edisi Pertama. Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta 122 hal.

Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Cetakan Kedua. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 260 hal.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian
Tabel 1. Klasifikasi Mangrove di Negeri Rutong
Gambar 2. Nilai

Referensi

Dokumen terkait

MAHASISWA DALAM PENGISIAN KRS HARUS MENGISI KELAS SUPAYA NAMANYA TERCANTUM DALAM DAFTAR ABSEN KULIAH MAUPUN DAFTAR ABSEN

IX/2011 TENTANG PENGAKUAN MODEL NOKEN DALAM PEMILUKADA KABUPATEN LANNY JAYA PAPUA PERSPEKTIF TEORI HUKUM MURNI

Edible coating pati ganyong dengan variasi konsentrasi bubuk kunyit putih (1, 2, dan 3 %) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap masa simpan pada susut bobot,

Kripik Kulit Singkong dengan aneka rasa yang kaya akan insoluble fiber (serat yang tidak larut dalam air) yang bermanfaat untuk memperlancar proses buang air

Study Control of Bird Flu Outbreak Within.docx 01.. Study Control of Bird Flu Outbreak

Ruang lingkup kegiatan Perlombaan Karya Inobel bagi Guru SD Tingkat Nasional Tahun 2018 berisi tentang pengalaman pembelajaran terbaik yang merupakan hasil inovasi

Telah dilakukan penelitian tentang Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas Var Ayamurasaki) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

Penggunaan pompa air oleh petani merupakan salah satu usaha perbaikan pengairan pada laban usahanya yang telah menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola dan